Anda di halaman 1dari 1267

O P T I M A B AT C H N O V E M B E R 2 0 1 9

S E M I N A R PA R T 2 : 1 9 6 - 3 9 0
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. KAMILA | DR. EDWIN |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
ILMU
PSIKIATRI
196.
Seorang wanita berusia 60 tahun dibawa ke IGD karena
bicara meracau serta gaduh gelisah. Pasien mengatakan
melihat anak kecil yang orang lain tidak bisa lihat.
Gejala makin memburuk di malam hari. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 180/100
mmHg, gula darah sewaktu 545 mg/dl.
Terapi apa yang sesuai diberikan kepada pasien kondisi
diatas?
A. Alprazolam
B. Haloperidol
C. Amitriptilin
D. Sertraline
E. Buspirone
Analisis Soal
• Pada pasien sebenarnya terdapat kelainan organic,
dimana terdapat TD 180/100 dan GDS 545 yang
kemungkinan pasien memiliki hipertensi
ensefalopati atau KAD yang menyebabkan pasien
menjadi delirium
• Akan tetapi kondisi delirium pasien menyebabkan
gangguan psikotik akut, yang ditandai dengan
halusinasi melihat anak kecil. Penanganan psikotik
akut adalah dengan haloperidol injeksi
DELIRIUM
• Delirium: kesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan
memfokuskan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian .

• Pedoman diagnostik:
• Gangguan kesadaran & perhatian
• Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya
ingat, disorientasi)
• Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
• Gangguan siklus tidur-bangun
• Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
• Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan

• Penyebab:
• SSP: kejang (postictal)
• Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
• Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
• Obat-obatan
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Diagnosis Delirium (DSM-IV)
Kriteria diagnosis
• Pasien mengalami gangguan kesadaran (perubahan kewaspadaan
terhadap lingkungan) dengan berkurangnya kemampuan untuk
memusatkan, menjaga, atau memindahkan perhatian.
• Terdapat perubahan kognitif (gangguan memori, disorientasi,
gangguan Bahasa dan persepsi) yang tidak disebabkan oleh
demensia.
• Gangguan terjadi pada periode waktu yang pendek dan
berfluktuasi.
• Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisis, atau
pemeriksaan penunjang yang menunjukkan terdapat kondisi
medis umum sebagai etiologic dari gangguan yang terjadi.
Klasifikasi Delirium
• Tipe hiperaktif
Pasien agitasi, disorientasi, terdapat waham dan/atau
halusinasi. Tampilan klinis ini sangat menyerupai skizofrenia,
demensia dengan agitasi, atau gangguan psikotik

• Tipe hipoaktif
Pasien cenderung diam, bingung, disorientasi, apatis.
Delirium tipe ini seringkali tidak diketahui atau dianggap
sebagai depresi atau demensia.

• Tipe campuran
Terdapat fluktuasi antara gejala hiperaktif dan hipoaktif.

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam Physician. 2003
Mar 1;67(5):1027-1034.
AGITASI
• Definisi: Aktivitas motorik atau verbal yang
berlebih.

• Dapat berupa:
• Hiperaktivitas
• Menyerang
• Verbal abuse, memaki-maki
• Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam
• Merusak barang
• Berteriak-teriak
• Gelisah, bicara berlebih
Kondisi Berat Agitasi
• Tindakan kekerasan atau merusak
• Distres berat
• Mencelakai diri sendiri, keluarga, atau orang lain
Positive and Negative Syndrome Scale
(PANSS-EC)
• consists of 5 items: excitement, tension, hostility,
uncooperativeness, and poor impulse control.
• rated from 1 (not present) to 7 (extremely severe);
• scores range from 5 to 35; mean scores ≥ 20
clinically correspond to severe agitation.

http://www.medscape.com/viewarticle/744430_2
Prinsip Tatalaksana Agitasi
• Perlu diterapi segera.
• Sedapat mungkin terkendali dalam waktu 3x24 jam.
• Sedapat mungkin antipsikotik tunggal, kecuali
agitasi berat.
Tatalaksana Agitasi
• Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka
dilakukan persuasi dan medikasi oral.
• Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa
• Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam 0,5 mg untuk anak dan
remaja

• Bila skor PANSS-EC menjadi 4-5, maka dilanjutkan


dengan pemberian:
• Injeksi Haloperidol 5 mg IM untuk dewasa
• 2,5-5 mg untuk anak usia 12 tahun ke atas
• Injeksi bisa diulang setiap 30 menit. Dosis max 30 mg/hari
untuk dewasa, dan 10 mg/hari untuk anak dan remaja
197.
Pasien perempuan berusia 23 tahun dibawa ke dokter
karena cenderung mengurung diri di kamar. Pasien sejak
1 minggu pasca melahirkan, awalnya tampak enggan
menggendong bayinya, sering menangis terus menerus
tanpa sebab jelas, merasa cemas, serta tidak mau
menyusui bayi. Pasien mulai tidak mampu merawat bayi
dan dirinya, serta mengurung diri sejak 1 bulan terakhir.
Tidak terdapat delusi dan halusinasi pada pasien. Apakah
diagnosis paling sesuai untuk kondisi diatas?
A. Depresi post partum
B. Baby blues syndrome
C. Skizofrenia
D. Depresi berat
E. Post partum psikosis
Analisis Soal
• Pasien pada kasus diatas tampak mengalami
depresi post partum dimana terdapat perasaan
sedig, cemas, tidak mampu merawat diri dan bayi,
hingga mengurung diri yang dialami sudah lebih
dari 2 minggu.
• Pada baby blues syndrome, biasanya dialami <2
minggu dan dapat membaik sendiri tanpa
penanganan khusus. Tidak dikatakan depresi berat
karena dialami spesifik setelah pasien melahirkan.
Tidak dikatakan post partum psikosis mengingat
tidak ditemukan kondisi psikotik seperti delusi
ataupun halusinasi.
GANGGUAN PSIKIATRI POST
PARTUM
• Post partum Depression
• Kondisi yang lebih serius dari baby blues
• Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru
• Mengalami perasaan sedih, emosi yang meningkat,
tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa bersalah, cemas
dan tidak mampu merawat diri dan bayi
• Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai
setahun sejak melahirkan
• Tatalaksanapsikoterapi dan antidepresan
GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM

• Post partum blues


• Sering dikenal sebagai baby blues
• Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
• Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab
yang pasti dan mengalami kecemasan
• Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2
minggu tanpa penanganan khusus
• Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan
membantu ibu
Baby Blues vs Postpartum Depression
POSTPARTUM MAJOR
CHARACTERISTIC BABY BLUES DEPRESSION
Duration Less than 10 days More than two weeks

Onset Within two to three days Often within first month;


postpartum may be up to one year

Prevalence 80 percent 5 to 7 percent


Severity Mild dysfunction Moderate to severe
dysfunction

Suicidal ideation Not present May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


GANGGUAN PSIKIATRI POST
PARTUM
• Postpartum Psychosis
• Kondisi ini jarang terjadi
• 1 dari 1000 ibu yang melahirkan
• Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung beberapa
minggu hingga beberapa bulan setelah melahirkan
• Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang
harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi,
halusinasi, bicara cepat, mania
• Tatalaksanaharus segera dilakukan, dapat
membahayakan diri dan bayi
Tatalaksana Postpartum Depression
• Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI

• Tatalaksana farmakologis terutama digunakan untuk


depresi sedang dan berat.
• Drug of choice: antidepresan golongan SSRI
• Pada ibu menyusui, secara umum antidepresan dapat
ditemukan dalam ASI. Namun pada penggunaan Sertraline,
Paroxetine, dan Nortryptiline, kadar obat tidak terdeteksi
dalam serum bayi. Sedangkan penggunaan Fluoxetine dan
Citalopram terdeteksi dalam serum bayi namun dalam kadar
yang sangat rendah dan secara umum tidak menimbulkan
bahaya bagi bayi.

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


198.
Seorang laki laki berusia 50 tahun datang ke dokter
dengan keluhan tidak bisa tidur. Keluhan sudah dialami
sejak 1 bulan terakhir. Keluhan muncul saat malam hari,
pasien sulit memulai tidur. Pasien juga mengatakan
sering merasa cemas dan gelisah. Pasien merasa nyeri
dada, namun pemeriksaan dokter normal. Apa diagnosis
yang sesuai untuk kondisi pasien diatas?
A. Insomnia
B. Hipersomnia
C. Parasomnia
D. Narkolepsi
E. Gangguan tidur somatic
Analisis Soal
• Pasien sulit memulai tidur sejak 1 bulan terakhir yang
diakibatkan rasa cemas dan gelisah dapat mengarahkan
pada kondisi insomnia.
• Gangguan tidur hypersomnia justru biasanya pasien
akan ada rasa kantuk berlebih hingga bertambahnya
waktu tidur hingga 25% pola tidur biasa. Berbeda pada
narkolepsi dimana pasien akan alami episode berulang
dari keinginan tidur tidak tertahankan atau tiba tiba
jatuh tidur.
• Parasomnia merujuk pada adanya peristiwa episodic
abnormal selama tidur, dimana salah satunya adalah
somnabulisme, yakni angguan tidur sambil jalan,
gangguan perilaku terjadi dalam tahap mimpi tidur.
GANGGUAN TIDUR
• Gangguan tidur non organik mencakup :
• Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri
gangguan pada jumlah, kualitas atau waktu tidur 
insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal tidur
• Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama tidur.
Pada masa kanak ada hubungan dengan
perkembagan anak, pada orang dewasa berupa 
somnabulisme, night terror, nightmare
INSOMNIA
Menurut DSM IV
• Sulit memulai atau mempertahankan tidur
• Tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan
• Menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan pada individu

INSOMNIA AKUT INSOMNIA KRONIK


• Terjadi pada 1 malam dalam • Terjadi pada 3 malam dalam
beberapa minggu seminggu, terjadi selama
• Etiologi: minimal 1 bulan
- Stres psikologis (pekerjaan, • Etiologi:
kehidupan cinta) - Gangguan cemas
- Jet lag - Depresi
- Stres kronik
- Nyeri kronik
• Sulit memulai tidur
• Memanjangnya masa laten tidur EARLY INSOMNIA
(waktu dari berbaring hingga tidur) - Sleep onset-
• Sering berkaitan dengan gangguan
cemas
DOC: short acting
benzodiazepine
Alprazolam
• Bangun lebih pagi
• Sulit mempertahankan tidur


Sering terbangun di malam hari
Sulit memulai tidur lagi
INSOMNIA dari biasanya
• Terus menerus
• Berkaitan dengan
• Korelasi: penyakit organik, nyeri,
depresi
dan depresi

MIDDLE INSOMNIA LATE INSOMNIA


- Sleep mainenance - - Terminal -
DOC: Long acting Alternative: DOC: Long acting
benzodiazepine amitriptilin, doksepin, benzodiazepine
mirtazapine
Lorazepam Lorazepam
Prinsip tatalaksana non farmakologis
• Terapi pilihan utama: Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
• Tatalaksana non-farmakologis:
1. Sleep hygiene (mengurangi kafein dan alkohol di malam
hari, mengurangi menonton TV atau meliha handphone
sebelum tidur)
2. Terapi kognitif: memperbaiki pola pikir dan kecemasan
3. Terapi relaksasi
4. Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur
hanya untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak berbaring
sebelum mengantuk
5. Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di
tempat tidur mulai dari 5 jam per hari
199.
Pasien laki-laki berusia 27 tahun, seorang sales manager,
dibawa ke IGD RS karena sehari sebelumnya memukul
ayah pasien. Selama 1 bulan terakhir, pasien sering
marah-marah sendiri. Pasien mengatakan dirinya adalah
seorang raja penguasa yang kaya raya dan ia akan marah
pada orang yang tidak percaya dengan perkataannya.
Apa kelainan yang ditunjukkan pada kondisi pasien kasus
tersebut?
A. Waham aneh
B. Waham kejar
C. Waham kebesaran
D. Waham curiga
E. Waham nihilistik
Analisis Soal
• Pada kondisi pasien diatas tampak adanya waham
kebesaran dimana pasien merasa diirnya adalah raja
yang kaya raya (tema utama waham adalah keyakinan
dirinya sangat penting, memiliki
kemampuan/bakat/kekuatan melebihi lainnya)
• Waham bizarre atau aneh umumnya keyakinan tidak
masuk logika atau sesuai dengan kultur disekitarnya
(misalnya meyakini bahwa otaknya diambil alien)
• Waham nihilistic: tema waham tetang ketiadaan diri,
atau orang lain/lingkungan/dunia atau yakin dunia akan
berakhir. Waham kejar (persekutorik): paling umum,
seperti diikuti, diracuni, konspirasi terhadapnya,
dimata-matai, diserang, dan lainnya.
Gangguan Waham (DSM 5)
Waham : suatu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru,
berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak
konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan
tidak bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.

Kriteria Diagnosis
A. Terdapat satu atau lebih waham dengan durasi 1 bulan atau lebih
B. Tidak pernah memenuhi kriteria diagnosis A untuk skizofrenia
Catatan: jika terdapat halusinasi, gejala tidak dominan dan masih berhubungan dengan waham

C. Terlepas dari dampak waham dan gejala lainnya, tidak terdapat gangguan fungsi yang
signifikan, serta perilaku aneh tidak terlalu jelas terlihat.
D. Jika terdapat episode mania atau depresi, episode berlangsung singkat dibandingkan
dengan periode gejala waham.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari obat-obatan atau kondisi medis, dan
bukan merupakan kelainan mental yang lain seperti gangguan dismorfik tubuh atau
gangguan obsesif-kompulsif.
Jenis Waham (1)
WAHAM DEFINISI
Bizzare keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh.
Sistematik keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian.
Nihilistik perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak
ada atau menuju kiamat.
Somatik perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Kebesaran/ keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa
grandiosity dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat
besar.
Kejar/ persekutorik mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya,
atau yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.

Rujukan meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
Jenis Waham (2)
WA H A M DEFINISI

keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya


Kendali dikendalikan oleh kekuatan dari luar., termasuk di dalamnya thought of
withdrawal, thought of broadcasting, thought of insertion

keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang


Cemburu
pasangan yang tidak setia.

keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa


Erotomania
seseorang sangat mencintainya.
200.
Seorang wanita berusia 43 tahun sekitar 8 bulan yang lalu
sempat mengalami kebakaran. Pasien sempat terperangkap
dalam rumah sebelum diselamatkan petugas pemadam
kebakaran, namun anak dan suaminya meninggal pada
kejadian tersebut. Sekarang pasien dibawa ke dokter karena
sejak 4 bulan terakhir pasien merasa sangat ketakutan,
berdebar-debar, hingga sensasi sesak napas serta keringat
dingin bila mendengarkan kata kebakaran atau melihat
berita di TV tentang kebakaran. Pasien terbayang kembali
kejadian saat kebakaran. Hal ini menyebabkan gangguan
pasien selama bekerja. Apa diagnose yang paling sesuai
untuk kondisi pasien diatas?
A. PTSD
B. Depresi
C. Gangguan cemas menyeluruh
D. Hipokondriasis
E. Gangguan panik
Analisis Soal
• Pada pasien kasus diatas dengan keluhan flashback
kejadian traumatic (terbayang kejadian saat
kebakaran), timbul gejala otonom (berdebar, ketakutan,
sesak, dan keringat dingin), dimana gejala terjadi sudah
lebih dari 1 bulan serta muncul onset gejala dalam 6
bulan setelah kejadian traumatic dapat mengarahkan
pada kondisi PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
• Pada reaksi stress akut, meskipun gejala menyerupai
PTSD, biasanya gejala muncul beberapa jam setelah
kejadian traumatic serta paling lama bertahan gejala
selama 1 bulan.
• Pada gangguan cemas menyeluruh umumnya ada free
floating anxiety.
GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA/
STRESS BERAT
GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA
Gangguan Karaktristik

Reaksi stres akut Kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh,


mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik (prinsipnya
gejala serupa dengan PTSD), terjadinya beberapa jam setelah
kejadian traumatis, dan paling lama gejala tersebut bertahan
selama 1 bulan.

Reaksi stres pasca trauma Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami
(Post traumatic stress gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan trauma
disorder/ PTSD) aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan sehari-hari.
Gejala terjadi selama 1-6 bulan.
Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD)
• Diagnosis baru bisa ditegakkan apabila gangguan stres pasca trauma ini
timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat.

• Gejala yang harus muncul sebagai bukti tambahan selain trauma bahwa
seseorang telah mengali gangguan ini adalah:
1. Individu tersebut mengalami mimpi-mimpi atau bayang-bayang dari
kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kemabali
(flashback)
2. Muncul gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah
laku, gejala ini mungkin saja mewarnai hasil diagnosis akan tetapi
sifatnya tidak khas.

PPDGJ-III
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian

Reaksi Stres Akut Ggn. Penyesuaian PTSD


Tipe stresor Berat (kejadian Ringan-sedang Berat (kejadian
traumatis, traumatis,
kehilangan orang kehilangan orang
terdekat) terdekat)

Waktu antara Beberapa hari Maksimal 3 bulan Bisa bertahun-


stresor dan hingga maksimal 4 tahun
timbulnya gejala minggu

Durasi gejala Maksimal 1 bulan Maksimal 6 bulan >1 bulan


setelah stresor
berakhir
201.
Seorang wanita muda berusia 23 tahun datang ke dokter dengan
keluhan merasa yakin dan takut dirinya kena kanker payudara.
Hal ini dikarenakan saudara perempuan pasien ada yang meninggal
karena kanker payudara. Pasien sudah beberapa kali
memeriksakan dirinya ke dokter, namun pada dokter sebelumnya
dikatakan normal tidak ada kelainan sehingga pasien terus
berpindah pindah dokter untuk memeriksakan dirinya. Pasien juga
melakukan pencarian tentang kondisi ini di internet, serta merasa
bahwa gejala yang tertulis di internet dan mengarah pada kondisi
kanker payudara juga dialaminya. Setelah melakukan pemeriksaan
menyeluruh, tidak ditemukan adanya kelainan. Dokter sudah
menjelaskan, namun pasien tetap menolak dan yakin bahwa
dirinya sakit dan ketakutan. Apa diagnosis yang paling sesuai
untuk kondisi diatas?
A. Hipokondriasis
B. Gangguan somatisasi
C. Gangguan panik
D. Malingering
E. Ganguan dismorfik tubuh
Analisis Soal
• Pada kasus diatas, tampak adanya ganguan
hipokondriasis mengingat pasien punya keyakinan
menetap adanya suatu penyakit serius yakni kanker
payudara meskipun pemeriksaan berulang (bolak balik
ke dokter) tidak mendukung. Pasien juga tidak mau
menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa
dokter terkait hasil pemeriksaan normal.
• Pada gangguan somatisasi, maka seharusnya pasien
akan ada banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI
tract, 1 seksual, 1 pseudoneurologis) meskipun semua
gejala tidak bisa dijelaskan satu kondisi medis umum.
Pada gangguan dismorfik tubuh, pasien akan punya
preokupasi terhadap adanya suatu kondisi kecacatan
tertentu ditubuhnya.
GANGGUAN SOMATOFORM
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
KONVERSI vs SOMATISASI vs
HIPOKONDRIASIS vs NYERI SOMATOFORM
• Gangguan konversi – gejala neurologis tanpa kelainan neurologis. Diagnosis
ini terbatas untuk gangguan motoric dan sensorik, meliputi baal, paralisis,
kejang, kebutaan, dsb. Dapat dicetuskan oleh suatu stressor akut.

• Gangguan somatisasi - Pasien secara konsisten mengeluhkan banyak gejala


fisik yang tidak dapat dijelaskan patofisiologinya. Onset terjadi sebelum
usia 40 tahun, terdapat gejala pada minimal 4 bagian tubuh, 2 gejala
gastrointestinal (tidak termasuk nyeri), satu gejala seksual, dan satu gejala
neurologi.

• Hipokondriasis - Preokupasi berlebihan terhadap suatu penyakit yang sulit


dihilangkan meskipun pemeriksaan dokter sudah menyatakan tidak
terdapat penyakit tersebut. Terdapat ketakutan suatu gejala sederhana
merupakan tanda dari kondisi yang serius.

• Gangguan nyeri - nyeri kronik pada satu area atau lebih yang tidak dapat
dijelaskan secara fisik.
Gangguan Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
• Keyakinan yang menetap adanya sekurang-
kurangnya 1 penyakit fisik yang serius, meskipun
pemeriksaan yang berulang tidak menunjang
• Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik

PPDGJ-III
202.
Seorang laki-laki usia 15 tahun di bawa ke kantor polisi
untuk diperiksa kejiwaannya. Pasien sebelumnya
mencopet dompet seorang ibu yang sedang berbelanja.
Pasien juga sering berbuat buruk disekolahannya. Pasien
sering menjahili teman-temannya, dan sering memukuli
temannya. Pasien suka berargumen dan melawan orang
dewasa disekitarnya, serta mudah marah marah. Terapi
apa yang diberikan pada pasien tersebut?
A. Diazepam
B. Lorazepan
C. Buspiron
D. Diltiazem
E. Risperidon
Analisis Soal
• Pada pasien remaja dengan kasus diatas dapat
mengarahkan pada suatu kondisi oppositional defiant
disorder dan conduct disorder, dimana pasien tampak
melakukan perbuatan criminal seperti mencopet,
disertai perbuatan buruk seperti menjahili atau
memukuli teman, hingga argument dan melawan orang
dewasa sekitarnya.
• Pada kondisi ini maka yang paling utama adalah
penanganan psikososial seperti parent management
training.
• Penggunaan psikofarmaka dapat diberikan, dimana
antipsikotik bisa menjadi pilihan seperti misalnya
risperidone (rekomendasi B).
Terapi pada oppositional defiant disorder
(ODD), conduct disorder (CD), or disruptive
behavior disorder (DBD)
Psikofarmaka Psikososial
• Mengurangi gejala • Parent management
agresif: training
• Antipsikotik (atipikal
lebih dipilih) misalnya • Multisystemic therapy
risperidone (rekomendasi
B) • Families and Schools
• Mood stabilizing and Together (FAST Track)
antiepileptic drugs • Problem solving skills
• (lithium, valproate, training
carbamazepine)
• have been used to treat • Anger management
aggression, but results of programs
trials are inconsistent
203.
Seorang wanita berusia 25 tahun datang diantar orangtuanya
karena tidak tidur sejak 2 hari terakhir. Pasien sering
membagikan uang dan barang dagangan orang tuanya ke
orang-orang, padahal bukan orang kaya. Kondisi ini sudah
dialami sejak 3 minggu terakhir. Saat pemeriksaan pasien
datang dengan dandanan menor dan sangat ceria. Pasien
sudah 4 kali mengalami kondisi seperti ini. Diantara
keluhannya, pasien sempat normal seperti sebelum sakit,
mengenakan pakaian tertutup dan sederhana. 2 bulan yang
lalu keluarga katakan pasien sempat merasa depresi, sedih
menangis terus, tidak mau kerja. Apa diagnosis yang sesuai
untuk kondisi diatas?
A. Skizoafektif tipe manik
B. Bipolar episode kini manik
C. Skizofrenia hebefrenik
D. Episode manik
E. Insomnia
Analisis Soal
• Pada kasus diatas, pasien datang dalam kondisi manik
dimana ada keluhan tidak tidur, membagikan uang dan
barang dagangan padahal bukan orang kaya, dandanan
menor dan sangat ceria. Kejadian berulang dan sudah
dialami 4x, dimana diantaranya ada periode kembali ke
kondisi baseline (pasien sempat normal). Ada periode
penurunan mood berupa depresi sebelumnya. Semua
kondisi ini dapat arahkan pada diagnosis bipolar tipe 1
kini episode manik.
• Pada skizoafektif biasanya jarang keluhan sampai ke
baseline meskipun dapat penanganan, serta umumnya
akan ada periode psikosis tanpa gangguan mood.
Episode Manik (DSM-IV)
Bipolar Tipe I dan II

Gangguan bipolar

Bipolar tipe I Bipolar tipe II

1 atau lebih Episode depresi


episode manik, Pada pria dan berulang dan Lebih sering pada
dapat disertai wanita episode wanita
gejala psikotik hipomanik

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar
(PPDGJ-III)
• Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan
pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood dan
energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu lain
berupa penurunan mood dan energi (depresi).
• Ada periode penyembuhan sempurna antar
episode.
• Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu-5
bulan.
• Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.
Tatalaksana Gangguan Bipolar
FASE AKUT (DOC: Lithium) MAINTENANCE
• Manik • Lithium atau Asam valproat,
setidaknya selama 6 bulan.
• Lithium, atau
• Asam valproat • Antipsikotik perlu diteruskan
bila pasien cenderung
• Depresi memiliki risiko mengalami
gejala psikotik berulang
• Lithium, atau
• Lamotrigine • Psikoterapi
• Monoterapi dengan
antidepresan tidak
direkomendasikan • Electroconvulsive therapy
(ECT)

• Gejala psikotik
• Antipsikotik, diutamakan
golongan atipikal

American Psychiatric Association, 2010


204.
Seorang pasien laki-laki berusia 21 tahun datang ke
dokter dengan keluhan selalu merasa ingin pingsan,
berdebar debar, mual, takut hebat ketika sedang berada
di lift. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 tahun terakhir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD:110/70mmHg,
HR:84x/mnt, RR:14x/mnt, S:36,5 derajat Celcius, status
generalis dalam batas normal. Apa diagnosis pasien
tersebut?
A. Acrofobia
B. Agorafobia
C. Fobia sosial
D. Klaustrofobia
E. Gangguan panik
Analisis Soal
• Pada kondisi pasien diatas dengan rasa takut, sensasi ingin
pingsan, berdebar, mual saat berada di ruang tertutup
seperti lift mengarahkan pada kondisi fobia yakni
klaustrofobia. Pada fobia akan terjadi ketakutan berlebihan
dan persisten.
• Pada akrofobia akan ada rasa takut terhadap ketinggian.
• Pada agoraphobia akan ada rasa takut ketika berada di
ruang public.
• Pada fobia social, maka pasien akan alami kecemasan berat
dan ketakutan berlebih ketika berada pada kondisi
berpotensi dinilai atau melakukan suatu hal dianggap
mempermalukan, misalnya bicara depan publik.
Pedoman Diagnosis Fobia Spesifik
• Ketakutan yang jelas, persisten, berlebihan dan tidak beralasan
ketika terdapat objek/situasi yang ditakutkan atau mengantisipasi
objek/situasi tersebut.
• Paparan terhadap stimulus akan mencetuskan respon ansietas
segera—dapat berupa serangan panik.
• Individu menyadari bahwa ketakutannya berlebihan dan tidak
beralasan.
• Situasi yang menakutkan akan dihindari atau dihadapi dengan
merasa sangat cemas/stress.
• Tindakan menghindar, cemas, dan distress dalam situasi tersebut
secara signifikan mengganggu rutinitas individu,
pekerjaan/Pendidikan, aktivitas social atau hubungan, atau
terdapat distress karena memiliki fobia tersebut.
• Pada individu berusia < 18 tahun, gejala berlangsung selama
minimal 6 bulan.

DSM-IV-TR
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang
Sering Ditemui
FOBIA FOBIA TERHADAP:
Arachnofobia Laba-laba

Aviatofobia Terbang

Klaustrofobia Ruang tertutup

Akrofobia Ketinggian

Astrafobia/ brontofobia Badai-Petir

Nekrofobia Kematian

Aichmofobia Jarum suntik atau benda tajam lainnya

Androfobia Laki-laki

Ginofobia Perempuan
205.
Wanita berusia 40 tahun datang ke IGD dibawa temannya
karena pasien tiba-tiba merasa sesak napas di dalam
mobil selama 30 menit. Pasien juga mengatakan banyak
mengeluarkan keringat, jantung berdebar-debar. Tidak
ada faktor pencetus munculnya keluhan. Sebelum
kejadian pasien tidak ada keluhan apa-apa. Pada
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Apa diagnosis
yang mungkin dialami pasien pada kasus diatas?
A. Skizofrenia
B. Gangguan cemas menyeluruh
C. Panic disorder
D. Acute Stress Disorder
E. Gangguan fobik
Analisis Soal
• Pasien dalam kasus diatas mengalami gangguan
panik, dimana terdapat gejala sesak, jantung
berdebar, gemetar, tidak nyaman di dada yang
terjadi tiba tiba tanpa factor pencetus khusus meski
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
• Pada gangguan fobik umumnya pasien ada
pencetus spesifik atau timbul gejala diatas pada
kondisi atau situasi khusus. Pada acute stress
disorder umumnya keluhan rasa takut dan gejala
lainnya dialami setelah peristiwa traumatic.
Gangguan Panik (DSM 5)
A. Gangguan panik = Serangan panik berulang. Serangan panik
adalah rasa takut atau tidak nyaman yang timbul mendadak
(pasien bisa dalam kondisi tenang maupun sudah gelisah) dalam
hitungan menit, diikuti dengan minimal 4 dari gejala berikut:
1.Palpitasi, dada berdebar, atau 9.Menggigil atau panas
takikardia 10.Parestesia (baal atau
2.Berkeringat. kesemutan)
3.Gemetar. 11.Derealisasi atau depersonalisasi
4.Sensasi sesak nafas atau tercekik 12.Ketakutan menjadi gila
5.Sensasi tersedak 13.Takut akan mati
6.Nyeri atau tidak nyaman pada
dada
7.Mual atau rasa tidak nyaman
pada perut
8.Merasa pusing, melayang, tidak
seimbang, atau pingsan
Gangguan Panik (DSM 5)
B. Serangan diikuti oleh kondisi berikut selama 1 bulan atau
lebih:
1. Rasa khawatir persisten akan serangan panik berulang dan
konsekuensinya (menjadi tidak sadar, serangan jantung, dsb)
2. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan serangan panik
(perilaku untuk menghindari serangan panik, misalnya menghindari
situasi yang tidak familiar)

C. Gejala tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi


medis lain.

D. Gangguan tidak terjelaskan oleh gangguan mental lain.


(misalnya: serangan tidak hanya timbul pada situasi sosial
seperti pada fobia sosial, serangan tidak hanya timbul
sebagai respons terhadap objek yang ditakutkan seperti
pada fobia spesifik, dsb)
Gangguan Panik
• DSM-IV mengklasifikasikan gangguan panik
menjadi:
• Gangguan panik dengan agorafobia
• Gangguan panik tanpa agorafobia
• Kriteria diagnosis gangguan panik dengan ataupun
tanpa agoraphobia sama dengan gangguan panik
pada umumnya, hanya terdapat kriteria tambahan
ada/tidaknya agoraphobia.
• Secara epidemiologis, sebagian besar gangguan
panik disertai dengan agorafobia.
Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari
gejala di antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu
penyesuaian <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita
akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp
menyeluruh minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
206.
Seorang pasien laki-laki usia 40 tahun datang ke RS dengan
keluhan lemas dan mual sejak 1 minggu smrs. Pemeriksaan
tanda vital TD 120/90 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 38C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterik dan
hepatosplenomegali. Dokter mencurigai adanya abses hepar.
Bagaimana cara pengambilan sampel abses hepar yang tepat
untuk pemeriksaan lebih lanjut?
A. Ambil semua sampel cairan abses
B. Ambil sampel cairan abses di awal
C. Ambil sampel cairan abses di tengah
D. Ambil sampel cairan abses di akhir
E. Biopsi jaringan hepar
Analisis Soal
• Laki-laki usia 40 tahun keluhan lemas dan mual 1
minggu lalu. Suhu 38c , didapatkan ikerik dan
hepatosplenomegali  Dokter menucrigai abses
hepar
• Dalam menegakan diagnosis abses hepar  USG
guided aspiration, dan yang diambil adalah semua
cairan abses sebagai sampel
• Untuk aspirasi cairan abses, tidak ada istilah ambil
cairan abses awal, akhir, dan tengah
206. Abses Hepar
Infeksi hati oleh bakteri, parasit, jamur, atau nekrosis
steril berasal dari sistem GI yang ditandai adanya proses
supurasi dengan pus yang terdiri dari jaringan hati
nekrotik, sel inflamasi, atau sel darah di dalam
parenkim hati.

• Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


1. Piogenik  80% kasus
 e.c. Enterobacteriaceae, Streptokokus mikroaerofili,
Streptokokus anaerobik, Klebsiella pneumoniae, Salmonella
typhii
2. Amebik  e.c. Entamoeba histolytica
3. Jamur  e.c. Candida

Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
Abses Hepar
• Diagnosis :
1. Serologi
2. Kultur darah
3. USG + Drainase
4. CT-Scan / MRI
• Identifikasi penyebab dapat dilakukan dengan
pemeriksaan sampel aspirasi (cara melakukannya
dengan seluruh isi abses)
Abses hepar
• USG Abdomen
• Liver abscesses are typically
poorly demarcated with a
variable appearance,
ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
• Gas bubbles may also be
seen
• Colour Doppler will
demonstrate absence of
central perfusion.
• Liver cyst
• round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
Abses Hati Piogenik (AHP)
• Patogenesis:
• Penyebaran hematogen (sirkulasi sistemik ataupun
portal)
• Langsung dari sumber infeksi di rongga peritoneum
• Penyebab Abses:
• Kelainan sistem hepatobiliar (obstruksi/infeksi) dan
tumor obstruktif
• Emboli septik  apendisitis, divertikulitis, IBD, perforasi
rongga visera
• Penetrasi trauma tusuk dan trauma tumpul

Haneghan HM, et al. Modern management of pyogenic hepatic abscess. BMC: 2011.
Abses Hati Piogenik (AHP)
• Tanda & Gejala:
• Jarang pada anak-anak dan – Urin Gelap
dewasa muda
• Berkaitan defisiensi imun atau – BAB pucat
trauma – Anoreksia
• Demam
– Mual-Muntah
• Hepatomegali + nyeri tekan
perut kanan atas (Ludwig sign) – Penurunan BB
dengan penjalaran ke bahu – Tanda hipertensi portal
• Batuk karena iritasi diafragma
• Ikterus

Malik AA, et al. Pyogenic liver abscess. W J Gastro. 2010.


Abses Hati Piogenik (AHP)
• Pemeriksaan: • Radiologi:
• Leukositosis (shift to the left) – Sensitif namun sulit
• Peningkatan LED, alkalin membedakan dengan
fosfatase, transaminase, AHA
bilirubin serum, dan waktu
– USG: Goldstandard
protrombin
Diagnostic Modality
• Penurunan albumin serum
• Identifikasi ukuran abses
• Mikrobiologi: >2 cm
• Kultur darah dan cairan • Massa hipoekoik dengan
aspirasi abses batas ireguler, kavitas
debris atau septasi interna
– CT Scan: Ukuran abses
kecil
Davis J, McDonald M. Pyogenic liver abscess. Uptodate Feb 2018.
Tatalaksana Abses Hepar Pyogenik
• Percutaneous drainage under CT or ultrasound
guidance is essential in the treatment of pyogenic liver
abscesses.
• Empiric broad-spectrum antibiotics are recommended
initially until culture results are available.
• Surgery, indications:
• Multiple abscesses
• Loculated abscesses
• Abscesses with viscous contents obstructing the drainage
catheter
• Underlying disease requiring primary surgical management
• Inadequate response to percutaneous drainage within seven
days
Davis J, McDonald M. Pyogenic liver abscess. Uptodate Feb 2018.
Abses Hati Piogenik (AHP)
Tatalaksana:
• Teknik drainase tergantung
ukuran dan jumlah abses
• Abses tunggal diameter ≤5cm 
aspirasi jarum
• Abses tunggal diameter >5cm 
drainase kateter perkutaneus
• Abses multipel, kandungan abses
berisiko menyumbat kateter,
respon inadekuat teknik lain  Penisilin
indikasi drainase pembedahan DAN
Ampisilin atau Aminoglikosida
• Antibiotik: atau
• Empiris spektrum luas: 2-3 minggu Sefalosporin Generasi 3
dilanjutkan regimen berbeda 2-4 DAN
minggu setelah resolusi klinis, lab, Klindamisin atau Metronidazole
dan radiologi
Davis J, McDonald M. Pyogenic liver abscess. Uptodate Feb 2018.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Berikaitan dengan daerah
endemis
• Komplikasi Amebiasis
ekstraintestinal tersering
• Trofozoit masuk vena
porta menuju hepar
• Karakteristik AHA: abses
berisi jaringan hepatik lisis
dalam berbagai ukuran 
abses coklat-kemerahan
 “Anchovy Paste”
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tanda&Gejala: • Pemeriksaan Penunjang:
• Nyeri Abdomen kuadran – Leukositosis tanpa
kanan atas (Ludwig Sign) eosinofilia
• Demam – Peningkatan alkalin
fosfatase, transaminase
• Anoreksia – Proteinuria
• Ikterik – Elevasi hemidiafragma
• Hepatomegali kanan pada CXR
• Batuk – Pemeriksaan feses
• Riwayat diare sebelumnya – Aspirasi  tidak rutin pada
AHA karena sulit
mendeteksi trofozoit,
kecuali tidak respon
terhadap obat empiris atau
abses risiko ruptur
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica amebiasis. Uptodate: 2017.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Radiologis:
• USG, CT, MRI  baku emas
• Abses sering di lobus kanan
daerah posterior
• Hasil radiologis sugestif
abses
• konfirmasi dgn tes serologi
antibodi dan antigen
• Antibodi terdeteksi >7hari
• Pada daerah endemis, antibodi
antiamebik bisa saja positif
palsu akibat infeksi sebelumnya
• Tes Rekombinan Antigen
dikembangkan untuk mencegah
positif palsu

Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.


Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica amebiasis. Uptodate: 2017.
Tatalaksana Abses Hepar
• The management of pyogenic liver
abscess differs from that of amebic liver
abscess.
• Medical management is the cornerstone
of therapy in amebic liver abscess
• whereas early intervention in the form of
surgical therapy or catheter drainage and
parenteral antibiotics is the rule in
pyogenic liver absces.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tata Laksana:
– consists of a tissue agent and a luminal agent (to
eliminate intraluminal cysts)
– Aspiration of hepatic amebic abscesses is not required
unless there is no response to treatment or a pyogenic
cause is being considered.
– DOC (amebisidal jaringan):
• Metronidazole 3x500-750 mg selama 7-10 hari
• Alternatif: Kloroquin 600 mg (2 hari) dilanjutkan kloroquin 300
mg (2-3 minggu)
– Tambahan amebisidal luminal setelah abses hepar
diterapi spt di atas: paramomycin 25-35 mg/kgBB dibagi
dalam 3 dosis selama 5-10 hari
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica amebiasis. Uptodate: 2017.
Indikasi Aspirasi dan Operasi Abses
Amebik
• Consider therapeutic aspiration of amebic liver abscess
in the following situations:
• high risk of abscess rupture, as defined by cavity size greater
than 5 cm;
• left lobe liver abscess, which is associated with higher
mortality and frequency of peritoneal leak or rupture into the
pericardium;
• failure to observe a clinical medical response to therapy
within 5-7 days; and
• cannot differentiate from a pyogenic liver abscess
• Consider open surgical drainage when the abscess is
inaccessible to needle drainage or a response to
therapy has not occurred in 5-7 days.

https://emedicine.medscape.com/article/183920-treatment#d9
207.
Seorang wanita usia 50 tahun, datang ke RS dengan keluhan
nyeri pada punggung sejak 2 minggu smrs. Pasien memiliki
riwayat konsumsi steroid jangka panjang. Pasien juga
mengaku telah mengalami menopause sejak 1 tahun yang
lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/90 mmHg, HR
90x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan
rontgen didapatkan fraktur kompresi L3-L4. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. Osteoporosis primer
B. Osteoporosis sekunder
C. Osteoporosis tersier
D. Osteoporosis senilis
E. Osteopenia
Analisis Soal
• Wanita 50 tahun dengan nyeri pada punggung sejak 2
minggu SMRS dan riwayat konsumsi steroid jangka
panjang serta didapatkan adanya fraktur kompresi L3-
L4 pada pemeriksaan foto rontgen  osteoporosis
• Primer/sekunder? Perlu digarisbawahi pemakaian
steroid jangka panjang  terjadi bukan akibat
menopause (riwayat baru 1 tahun), sehingga terjadi
osteoporosis sekunder.
OSTEOPOROSIS
• Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
• Compromised bone strength
• Tipe osteoporosis
• Osteoporosis tipe I  pasca menopause (defisiensi esterogen)
• Osteoporosis tipe II  senilis (gangguan absorbsi kalsium di usus)
• Osteoporosis tipe IIIosteoporosis sekunder
• Faktor risiko osteoporosis
• Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang
• Dapat menyebabkan fraktur patologis
Klasifikasi
1. Osteoporosis primer 2. Osteoporosis Skunder
• bukan disebabkan penyakit
• berkurangnya masa tulang dan atau
terhentinya produksi hormon estrogen
disamping bertambahnya usia
oleh berbagai
penyakit tulang
Tipe • osteoporosis pasca
menopouse (kronik
1 • wanita berusia 50-
65 tahun rheumatoid,
artritis, TBC
spondilitis,
Tipe • istilah
osteoporesis senil
osteomalacia

2 • lebih dari 70 tahun


Osteoporosis type III (Secondary)
• Muncul pada segala usia, pada berbagai jenis kelamin
• Terdapat kehilangan tulang trabekular dan kortikal
yang signifikan
• Spine and hip fractures
• Etiology:
• Immobilization
• Medications
• anticoagulant heparin
• glucocorticoids (eg, prednisone)
• synthetic thyroid hormoneincrease osteoclasts, lower serum
calcitonin, and promote bone resorption
• Anticonvulsantsincrease metabolism of vitamin D
• cyclosporine
• Etiology
• disease
• hyperthyroid  elevated serum levels thyroid hormone and
increased urinary calcium excretion
• hyperparathyroid  increased blood parathyroid hormone
concentrations
• Cushing’s syndrome  glucocorticoid levels are high
• gastrointestinal disorders (e.g., obstructive jaundice) calcium
malabsorption and deficiency and promote osteoporosis
• genetic predisposition
• Lifestyle
• Smokingincreasing the metabolism of sex hormones
• excessive use of alcoholnutritional deficiencies in calcium and
vitamin D
• Caffeine
• aluminum-containing antacids urinary calcium excretion
• lack of physical activity
Osteoporosis
Soal No. 208
Pria 40 tahun datang ke PKM karena sering lemas sejak 2
minggu yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan
sering buang air kecil, banyak minum dan makan. Pada
pemeriksaan pasien tampak sakit sedang, tekanan darah
120/90 mmHg, nadi 80x/menit, napas 20 kali/menit, suhu
36,6. Pemeriksaan laboratorium glukosa darah sewaktu
250 mg/dl dan IMT pasien 31,5. Apakah terapi yang tepat
yang akan diberikan pada pasien tersebut?

A. Insulin
B. Alfa glucosidase inhibitor
C. DPP 4 Inhibitor
D.Biguanid
E. Sulfonilurea
Soal No. 208
• Pasien diatas kemungkinan mengalami DM dengan
ditemukannya adanya gejala klasik dan GDS 250 mg/dL.
• Pada pasien dengan DM tipe 2 yang baru terdiagnosis dapat
dilakukan modifikasi gaya hidup dan jika tidak ada perbaikkan
dapat ditambah dengan OHO.
• OHO yang biasa menjadi first line therapy pada DM tipe 2
adalah golongan biguanid seperti metformin. Selain itu
pemberian metformin pada pasien ini juga dapat bermanfaat
karena dapat juga menurunkan berat badan.
• Pilihan A, insulin biasanya baru akan diberikan jika didapatkan
kadar HbA1c pasien > 10%.
• Pilihan B, acarbose dapat dikombinasikan dengan metformin
jika tidak ada perbaikkan dengan monoterapi.
• Pilihan C, sitagliptin dapat diberiikan jika dengan monoterapi
belum ada perbaikkan.
• Pilhan E, glibenclamid dapat diberikan jika dengan
monoterapi belum ada perbaikkan.
Diabetes Melitus
• Modifikasi Gaya hidup • Mulai
HbA1c
monoterapi oral
<7.5%

HbA1c • Modifikasi Gaya hidup • Kombinasi 2 obat


• Monoterapi oral obat Evaluasi 3 dengan mekanisme
7.5-9% golongan (a)/(b) bulan, kerja yang berbeda
bila HbA1c
• Diberikan Kombinasi >7%
2 obat lini pertama HbA1c> • Kombinasi 3 obat

HbA1c ≥9%
dan obat lain 7%
dengan mekanisme
kerja yang berbeda

Insulin basal Tidak


plus/bolus mencapai
HbA1c ≥10% atau premix target
atau • Metformin + insulin
GDS>300 dgn basal ± prandial atau
Gejala • Metformin + insulin
metabolik basal + GLP-1 RA
Perkeni. 2015
HbA1C Pengobatan Keterangan

Gaya hidup sehat


<7.5% Evaluasi HbA1C 3 bulan
(GHS)

GHS + monoterapi Evaluasi 3 bulan, jika HbA1C tidak


7.5-<9%
oral mencapai <7%, tingkatkan menjadi 2 obat

Jika HbA1C tidak mencapai <7%,


GHS + kombinasi 2 tingkatkan menjadi 3 obat; Jika tidak
>9%
obat tercapai dengan 3 obat berikutnya adalah
insulin basal plus/bolus atau premix

Metformin + Insulin
>10% atau GDS
basal + insulin
>300 dengan
prandial atau Target HbA1C <7% atau individual
gejala
Metformin + insulin
metabolik
basal + GLP-1 RA
AACE Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan. 2015
AACE Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan. 2015
Soal No. 209
Seorang perempuan berusia 72 tahun dibawa keluarganya ke
IGD RS dengan keluhan tidak sadar sejak 2 jam yang lalu.
Keluhan didahului muntah dan nyeri perut sejak 3 hari yang
lalu. Pasien diketahui memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 5
tahun yang lalu dan rutin minum metformin. Hasil pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum lemah, tidak sadar, tekanan
darah 120/80 mmHg, denyut nadi 120 x/menit, frekuensi napas
24x/menit, suhu 38,2°C, kulit kering. Hasil pemeriksaan
laboratorium darah diperoleh kadar glukosa darah sewaktu 700
mg/dL. Bagaimana patomekanisme penyebab keadaan
tersebut?

A. Penurunan insulin dan peningkatan glukosa


B. Intake glukosa yang berlebihan
C. Minum obat tidak teratur
D. Hiperinsulinemia
E. Efek samping obat
Soal No. 209
• Pasien diatas kemungkinan mengalami koma HHS yang
ditandai dengan GDS 700 mg/dl, penurunan kesadaran dan
kulit kering.
• HHS atau KAD merupakan komplikasi akut pada DM yang
diakibatkan karena meningkatnya kebutuhan tubuh akan
glukosa yang diakibatkan adanya infeksi atau stress disertai
dengan defisiensi insulin absolutpilihan yang tepat A.
• Pilihan B, pada pasien tidak didapatkan adanya intake glukosa
yang berlebihan.
• Pilihan C, pada soal pasien dikatakan rajin minum obat.
• Pilihan D, hyperinsulinemia seharusnya akan memberikan
gejala hipoglikemia. Pada pasien DM dapat terjadi
hyperinsulinemia sebagai akibat adanya resistensi perifer
namun kadar gula darah biasanya tinggi.
• Pilhan E, pasien diketahui mempunyai riwayat minum
metformin. Obat ini tidak mengakibatkan hiperglikemia.
Komplikasi DM Komplikasi DM

Akut Kronik

Krisis
Hipoglikemia Makroangiopati
hiperglikemia

Ketoasidosis
Mikroangiopati
diabetikum

• Istilah Koma hiperglikemia


hiperosmolar nonketotik sudah Hiperosmolar
tidak digunakan hiperglikemik
• Istilah HONK diganti dengan state
HHS dikarenakan acuan untuk
mendiagnosis adalah
osmolalitas bukan non ketosis https://emedicine.medscape.com/article/1914705-
overview
DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3 Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L Serum osmolality >320 mosm/L

96
Diabetic Hyperglycemic Crises

Diabetic Ketoacidosis Hyperglycemic Hyperosmolar State


(DKA) (HHS)

Younger, type 1 diabetes Older, type 2 diabetes

No hyperosmolality Hyperosmolality

Volume depletion Volume depletion

Electrolyte disturbances Electrolyte disturbances

Acidosis No acidosis

97
Pathogenesis of Hyperglycemic Crises
DKA HHS

Hyperglycemia Dehydration Lipolysis-


osmotic diuresis
Increased FFA

Increased
glucose
Increased
production
ketogenesis
Insulin Counterregulatory
Deficiency Hormones

Decreased
glucose Metabolic
uptake acidosis
Electrolyte Hypertonicity
abnormalities

Umpierrez G, Korytkowski M. Nat Rev Endocrinol. 2016;12:222-232.


Counterregulatory
Hormones
Soal No. 210
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke IGD
RS dengan keluhan tidak sadar sejak 2 jam yang lalu. Keluhan
didahului muntah dan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Pasien
diketahui memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 5 tahun yang
lalu. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah,
tidak sadar, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 120
x/menit, frekuensi napas 40x/menit, cepat dan dalam serta
suhu 38,2°C dan kulit kering. Hasil pemeriksaan laboratorium
darah diperoleh kadar glukosa darah sewaktu 415 mg/dL dan
keton urin 2+. Apakah tatalaksana awal yang akan diberikan
pada pasien tersebut?

A. IVFD HES
B. IVFD D10%
C. IVFD NS 0,9%
D. IVFD RL
E. IVFD NS 0,45%
Soal No. 210
• Pasien diatas kemungkinan mengalami KAD karena
ditemukan adanya penurunan kesadaran dan GDS 415
mg/dL serta keton urin +2.
• Pada pasien KAD tatalaksana awal yang akan diberikan
adalah dengan rehidrasi cairan menggunakan IVFD NS
0,9%.
• Pilihan A, HES tidak dipakai sebagai tatalaksana KAD.
• Pilihan B, D10% tidak dipakai sebagai tatalaksana KAD.
• Pilihan D, RL tidak dipakai sebagai tatalaksana KAD.
• Pilhan E, NS 0,45% tidak dipakai sebagai tatalaksana KAD.
KETOASIDOSIS DIABETIK
• Pencetus KAD:
• Insulin tidak
adekuat
• Infeksi
• Infark

• Diagnosis KAD:
• Kadar glukosa 250
mg/dL
• pH <7,35
• HCO3 rendah
• Anion gap tinggi
• Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
ADA Diagnostic Criteria for
DKA and HHS
DKA
Parameter Mild Moderate Severe HHS
Plasma glucose, mg/dL >250 >250 >250 >600
Arterial pH 7.25-7.3 7.0-7.24 <7.0 >7.30
Serum bicarbonate, mmol/L 15-18 10 to <15 <10 >15
Serum ketones† Positive Positive Positive Small
Urine ketones† Positive Positive Positive Small
Effective serum osmolality,*
Variable Variable Variable >320
mOsm/kg
Alteration in sensoria or mental
Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
obtundation
*Calculation: 2[measured Na+ (mEq/L)] + glucose (mg/dL)/18.
† Nitroprusside reaction method.

ADA. Diabetes Care. 2003;26:S109-S117.


103
Skema Penatalaksanaan
Ketoasidosis Diabetik Dan
Sindroma Hiperosmolar
Hiperglikemik (Perkeni
2015)
Soal No. 211
Seorang laki 54 tahun diantar keluarga ke IGD dengan
penurunan kesadaran sejak 3 jam smrs. Keluarga
mengatakan pasien punya riwayat DM dan rutin minum
obat. Keluarga juga mengatakan tadi pagi pasien membeli
obat sendiri di apotek dan belum sarapan tadi pagi. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt dan suhu 36,5C. Pasien
tampak berkeringat dingin. Apakah kemungkinan penyebab
keadaan pasien tersebut?

A. Perdarahan hemoragik
B. Hipoglikemi
C. KAD
D. Koma HONK
E. Hipertensi
Soal No. 211
• Adanya keluhan berupa penurunan kesadaran dan
riwayat minum obat DM tanpa makan terlebih dahulu
dan tampak berkeringat dingin menunjukkan bahwa
pasien kemungkinan mengalami hipoglikemia.
• Pilihan A, pada pasien tidak ditemukan adanya faktor
risiko terjadinya stroke hemorragik.
• Pilihan C, pada KAD biasanya akan ditemukan tanda-
tanda dehidrasi dan pemicu seperti infeksi atau sakit
berat.
• Pilihan D, pada Koma HONK biasanya akan ditemukan
tanda-tanda dehidrasi dan pemicu seperti infeksi atau
sakit berat.
• Pilhan E, penurunan kesadaran dapat ditemukan pada
ensefalopati hipertensi namun TD pasien diatas normal.
Hipoglikemia
• Hipoglikemia  kumpulan
gejala klinis karena
konsentrasi glukosa darah yg
rendah.
• Whipple triad
• Gejala hipoglikemia
• Kadar glukosa darah rendah
• Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Batas konsentrasi glukosa
darah untuk diagnosis
hipoglikemia tdk sama untuk
setiap orang  gunakan
whipple triad
• Glukosa normal puasa 70-110
mg/dL
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
• Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh
glukagon & epinefrin untuk menaikkan
glukosa darah.

• Bila respons tersebut gagal, timbul gejala


neurogenik yang berasal dari impuls saraf
simpatoadrenal di SSP  adrenergik
(gemetar, palpitasi, ansietas) dan kolinergik
(sweating, hunger).
• Obat beta bloker (propranolol, atenolol)
dapat menyamarkan respon adrenergik.

• Bila glukosa darah semakin rendah, timbul


gejala neuroglikopenik (confusion,koma)
akibat efek langsung hipoglikemia di SSP.

Pathophysiology of disease- an introduction to clinical medicine. 7th ed. 2014.


Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, hipotermia, kejang, koma
gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia
• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan
GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Soal No. 212
Seorang perempuan 52 tahun diantar keluarga ke IGD dengan
penurunan kesadaran sejak 1 jam smrs. Keluarga mengatakan
pasien punya riwayat DM dan rutin minum obat. Keluarga juga
mengatakan tadi pagi pasien membeli obat sendiri di apotek
dan belum sarapan tadi pagi. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 110x/mnt , RR 24x/mnt
dan suhu 36,5C. Pasien tampak berkeringat dingin. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 55 mg/dL.
Bagaimanakah mekanisme kerja obat yang menyebabkan
keluhan pasien tersebut?

A. Meningkatkan sekresi insulin sel beta pankreas


B. Meningkatkan glukoneogenesis
C. Menurunkan resistensi insulin
D. Meningkatkan hormon GLP-1
E. Menghambat DPP-IV
Soal No. 212
• Adanya keluhan berupa penurunan kesadaran dan riwayat minum obat
DM (membeli obat sndr di apotek) tanpa makan terlebih dahulu, tampak
berkeringat dingin dan GDS 55mg/dL menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami hipoglikemia.
• Kondisi hipoglikemia dapat disebabkan oleh konsumsi OHO terutama
golongan sulfonylurea yang bekerja dengan cara meningkan sekresi
insulin dari sel beta pankreas.
• Pilihan B, Tidak ada obat OHO yang bekerja dengan meningkatkan
gluconeogenesis.
• Pilihan C, efek sampiing dari metformin adalah mual, muntah dan
asidosis laktat.
• Pilihan D, obat GLP-1 analog seperti exenatide memiliki efek samping
seperti mual dan muntah.
• Pilhan E, DPP IV inhibitor memiliki efek samping infeks ISK atau infeksi
pada respirasi ringan.
Obat Antihiperglikemia Oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Utama Penurunan
HbA1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,0-2,0%
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,5-1,5%
Metformin Menurunkan glukoneogenesis di Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
hepar, menambah sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
alfa-
glukosidase
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap Edema 0,5-1,4%
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV menghambat sekresi glukagon
Penghambat Menghambat penyerapan Dehidrasi, infeksi 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli distal saluran kemih
ginjal
Diabetes

• Glyburid Also known as


glibenklamid

PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
Soal No. 213
Seorang laki-laki 60 tahun diantar keluarga ke IGD dengan
penurunan kesadaran sejak 3 jam smrs. Keluarga
mengatakan pasien punya riwayat DM dan tidak berobat
teratur. Keluarga juga mengatakan tadi pagi pasien
membeli obat sendiri di apotek dan belum sarapan tadi
pagi. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt dan suhu 36,5C.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 50
mg/dL. Berapakah derajat hipoglikemia pada pasien ini?

A. Ringan
B. Sedang
C. Berat
D.Ringan Sedang
E. Sedang Berat
Soal No. 213
• Adanya keluhan berupa penurunan kesadaran dan
riwayat minum obat DM tanpa makan terlebih dahul,
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami
hipoglikemia.
• Hipoglikemia pada pasien termasuk berat karena
ditemukannya adanya penurunan kesadaran dan GDS 50
mg/dL.
• Pilihan A, pada hipoglikemia ringan hanya ditemukan
gejala-gejala seperti bedebar-debar, keringat dingin dan
lemas.
• Pilihan B, pada hipoglikemia sedang bianya ditemukan
gejala-gejala seperti bedebar-debar, keringat dingin dan
lemas dan pasien mulai merasa gelisah.
• Pilihan D dan E, tidak ada klasifikasi tersebut.
Severity of Hypoglycemia
• Mild
– Autonomic symptoms present
– Individual is able to self-treat

• Moderate
– Autonomic and neuroglycopenic symptoms
– Individual is able to self-treat

• Severe
– Requires the assistance of another person
– Unconsciousness may occur
– Plasma glucose is typically <2.8 mmol/L (< 50.4 mg/dL)
Soal No. 214
Seorang perempuan 50 tahun diantar keluarga ke IGD
dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam smrs. Keluarga
mengatakan pasien punya riwayat DM dan tidak berobat
teratur. Keluarga juga mengatakan tadi pagi pasien
membeli obat sendiri di apotek dan belum sarapan tadi
pagi. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt dan suhu 36,5C.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 40
mg/dL. Apakah terapi yang tepat untuk pasien tersebut?
A.Injeksi IV D40% bolus 2 flacon
B. Injeksi IVD40% drip 2 flacon
C. Injeksi IVD10% bolus 2 flacon
D.Injeksi IV D5% drip 2 flacon
E. Injeksi IV NaCl 09% drip 2 flacon
Soal No. 214
• Adanya keluhan berupa penurunan kesadaran dan
riwayat minum obat DM tanpa makan terlebih dahulu
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami
hipoglikemia.
• Hipoglikemia pada pasien termasuk berat karena
ditemukannya adanya penurunan kesadaran dan GDS 40
mg/dL.
• Pada hipoglikemia berat terapi yang dapat diberikan
menurut PERKENI 2015 adalah D20% bolus sebanyak 2
flacon namun jika tidak ada maka alternative adalah
dengan pemberian D40% bolus sebanyak 1 flacon.
• Namun dari pilihan jawaban yang paling mendekati
adalah pilihan A.
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
• Konsumsi makanan tinggi • Terdapat gejala
karbohidrat
neuroglikopenik  dextrose
• Gula murni 20% sebanyak 50 cc (jika
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm) tidak ada bisa diberikan
dilarutkan dalam air dextrose 40% 25 cc), diikuti
• Pemeriksaan glukosa darah infus D5% atau D10%
dengan glukometer setelah
15 menit upaya terapi • Periksa GD 15 menit, jika
• Kadar gula darah normal, belum mencapai target
pasien diminta untuk dapat diulang
makan atau konsumsi snack • Monitoring GD tiap 1-2 jam
untuk mencegah
berulangnya hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


Soal No. 215
Seorang laki-laki usia 45 tahun dibawa oleh keluarga dengan
keluhan kejang. Kejang terjadi pada seluruh tubuh,
menghentak-hentak lalu tidak sadar lebih dari 5 menit.
Sebelum kejang mengeluh leher kaku dan wajah berkedut
kedut. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 3 bulan
yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit Graves 2 tahun
yang lalu dan menjalani operasi tiroidektomi 5 bulan yang
lalu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt dan suhu 36,5C. Pada
pemeriksaan regio coli: tidak teraba tiroid, chovstek sign (+),
trousseau sign (+). Apakah kemungkinan penyebab munculnya
keluhan pasien tersebut?

A. Defisiensi Fosfat
B. Defisiensi Kalsitonin
C. Defisiensi Paratiroid hormone
D. Defisiensi Vit D
E. Defisiensi Tiroid hormon
Soal No. 215
• Pasien kemungkinan mengalami hipokalsemia yang ditandai
dengan adanya kejang dan kaku serta wajah yang berkedut-kedut.
Hal ini ditunjang dengan adanya chovstek sign (+), trosseu (+).
• Kemungkinan penyebab dari hipokalsemia pada pasien ini adalah
akibat hipoparatiroid yang disebabkan akibat komplikasi dari
tiroidektomi yang dijalani oleh pasien.
• Pada tiroidektomi, dapat terjadi cedera pada kelenjar paratiroid
atau kelenjar tersebut secara tidak sengaja terangkat sehingga
terjadi penurunan hormon paratiroid.
• Pilihan A, defisiensi fosfat biasanya terjadi karena kekurangan
vitamin D dan ditandai dengan anoreksia, kelemahan otot dan
osteomalasia.
• Pilihan B, defisiensi kalsitonin dapat mengakibatkan gangguan
mineralisasi tulang.
• Pilihan C, defisiensi vit D dapat menyebabkan hipokalsemia
biasanya terjadi pada orang-orang yang malnutrisi , pasien CKD dan
orang yang jarang terpapar sinar matahari
• Pilhan E, defisiensi tiroid biasanya akan mengakibatkan turunnya
metabolisme tubuh.
HIPOPARATHYROID
• Hypoparathyroidism may occur
as a complication of
thyroidectomy
• PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
• Proximal tubular effect of PTH
to promote phosphate
excretion is lost 
hyperphosphatemia
• Low level of 1,25-(OH)2D
• Less PTH is available to act in
the distal nephron  increase
calcium excretion
• Less PTH  less Mg
reabsorption at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Confusion – Prolonged QT interval
– kelemahan – Perubahan gelombang T
• Neuromuskular • Okular
– Paresthesia – katarak
– Psikosis • Dental
– Kejang – Hipoplasia enamel gigi
– Chovstek sign
– Depresi • Pernafasan
– Laryngospasm
– Bronkospasm
– stridor
Hipokalsemia

Chvostek sign
• Tap facial nerve 
twitching of lip and
spasm of facial muscles
Soal No. 216
Seorang wanita berusia 65 tahun datang dengan keluhan
nyeri pada pinggul kiri sejak 1 minggu smrs. Pasien sudah
menopause sejak usia 55 tahun. Tidak ada riwayat alkohol
dan merokok. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt
dan suhu 36,5C . Satu bulan yang lalu pasien menjalani
operasi pengambilan massa pada leher. Zat yang paling
mungkin mengalami kekurangan pada pasien tersebut
adalah…

A. K
B. P
C. Cl
D.Ca
E. Mg
Soal No. 216
• Pasien kemungkinan mengalami fraktur patologis (nyeri pada
pinggul) yang diakibatkan kekurangan kalsium karena
hipoparatiroid akibat komplikasi dari operasi pengambilan
massa pada leher pasien (kemungkinan tiroidektomi)
• Pilihan A, kekurangan kalium biasanya bermanifestasi sebagai
general muscle weakness.
• Pilihan B, defisiensi fosfat biasanya terjadi karena kekurangan
vitamin D dan ditandai dengan anoreksia, kelemahan otot dan
osteomalasia
• Pilihan C, defisiensi chloride biasanya dapat terjadi pada
pasien muntah atau penggunaan diuretic. Gejala biasanya
meliputi penurunan kesadaran, paralisis dan spasme otot.
• Pilhan E, defisiensi magnesium dapat terjadi pada pasien
diare atau penyakit ginjal seperti ATN atau AIN. Gejala
meliputi penurunan kesadaran dan paralisis otot.
HIPOPARATHYROID
• Hypoparathyroidism may occur
as a complication of
thyroidectomy
• PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
• Proximal tubular effect of PTH
to promote phosphate
excretion is lost 
hyperphosphatemia
• Low level of 1,25-(OH)2D
• Less PTH is available to act in
the distal nephron  increase
calcium excretion
• Less PTH  less Mg
reabsorption at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
Soal No. 217
Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan keluhan sering
berdebar-debar, suka berkeringat dan tangan gemetar sejak 1
tahun smrs. Pasien juga mengeluh berat badannya turun
semenjak 1 tahun terakhir ini. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 112x/mnt , RR 22x/mnt
dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan fisik, eksoftalmus (-),
tremor (+), benjolan di leher sejak 6 bulan yang lalu. Pada
pemeriksaan leher terdapat massa berukuran 5x5x5 cm yang
ikut bergerak ketika menelan, berbenjol benjol dan tidak
nyeri. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Graves disease
B. Karsinoma tiroid
C. Adenoma tiroid
D. Tiroiditis hashimoto
E. Goiter endemic
Soal No. 217
• Pasien kemungkianan mengalami hipertiroid karena
ditemukan gejala-gejala seperti bedebar-debar, suka
berkeringat dan tremor. Pasien juga mengalami adanya
penurunan kesadaran. Adanya massa pada leher yang
berbenjol-benjol dan tidak adanya eksoftalmus menunjukkan
bahwa pasien mengalami struma nodosa toksik yang
disebabkan oleh adenoma tiroid.
• Pilihan A, grave disease ditandai dengan adanya kondisi
hipertiroid dan biasanya ditemukan gejala berupa
eksoftalmus atau edema pretibial.
• Pilihan B, Ca tiroid biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala
hipertiroid. Hormon tiroid biasanya normal.
• Pilihan D, pada tiroiditis hashimoto biasanya ditemukan gejala
berupa hipotiroid.
• Pilhan E, pada goiter endemik biasanya ditemukan gejala
hipotiroid dan faktor risiko seperti tinggal di gunung atau
konsumsi garam buatan sendiri.
Hipertiroid Primer & Sekunder

Human Physiology.
Human Physiology.
Guyton and Hall textbook of medical physiology.
Penyakit Endokrin
Klasifikasi Struma

Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
HIPERTIROID
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Nodul Tiroid
• Neoplasma endokrin
paling sering ditemukan.
• Lebih sering pada wanita.
• Berdasarkan tampilan
klinis:
• Nodul soliter
• Nodul multipel
• Berdasarkan fungsi:
• Nodul hiperfungsi
• Nodul hipofungsi
• Nodul berfungsi normal
Karakteristik Nodul
Ganas Jinak
• Keluhan suara serak, susah napas, • Konsistensi lunak, rata, dan tidak
batuk, disfagia. terfiksir
• Konsistensi padat, keras, tidak • Batas tegas.
rata, terfiksir. • 80% nodul soliter bersifat jinak.
• Infiltrasi nodul ke jaringan sekitar. • Riwayat keluarga tiroiditis
• 20% nodul soliter bersifat ganas Hashimoto atau penyakit tiroid
autoimun.
• Muncul tiba-tiba atau cepat • Riwayat keluarga dengan nodul
membesar. tiroid jinak atau goiter.
• Limfadenopati servikal. • Gejala hipotiroidisme atau
• Riwayat keganasan tiroid hipertiroidisme.
sebelumnya. • Nyeri dan kencang pada nodul.
• Riwayat radiasi pengion pada saat • Struma multinodular tanpa nodul
kanak-kanak. dominan dan konsistensi sama.

Buku Ajar IPD Edisi VI.


Soal No. 218
Pasien wanita usia 38 tahun datang ke RS dengan keluhan
benjolan di leher. Pasien sering berdebar-debar dan tidak
tahan panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 120x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu 37C. Pada
leher ditemukan benjolan, bulat, dengan ukuran 4x5cm,
mengikuti gerak menelan, kenyal serta mata eksoftalmus.
Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Struma nodul non toxic


B. Struma nodul toxic
C. Struma difus toxic
D.Struma difus non toxic
E. Plummer diasease
Soal No. 218
• Pasien kemungkianan mengalami hipertiroid karena
ditemukan gejala-gejala seperti bedebar-debar, suka
berkeringat dan tremor. Adanya benjolan pada leher dan
eksoftalmus menunjukkan bahwa pasien mengalami
hipertiroid akibat grave disease yang termasuk ke dalam
struma difus toxic.
• Pilihan A, struma nodul toksik contohnya adalah Ca tiroid dan
tidak menyebabkan kelainan hormon tiroid.
• Pilihan B, struma nodul toksik contonhya adalah adenoma
toksis dan tidak menyebabkan eksoftalmus.
• Pilihan D, struma difus toksik contohnya adalah goiter
endemic dan tidak menyebabkan hipertiroid.
• Pilhan E, Plummer diasease merupakan toksik multinodular
goiter yang ditandai dengan gejala-gejala hipertiroid.
Klasifikasi Struma

Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
GRAVES DISEASE
• Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon tiroid
dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang disebabkan oleh
kelenjar tiroid hiperaktif.

Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema
pretibial.
Soal No. 219
Pasien wanita usia 38 tahun datang ke RS dengan keluhan
benjolan di leher. Pasien sering berdebar-debar dan tidak
tahan panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 120x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu 37C. Pada
leher ditemukan benjolan, bulat, dengan ukuran 4x5cm,
mengikuti gerak menelan, kenyal serta mata eksoftalmus.
Dimanakah sel yang mengalami kelainan pada pasien
tersebut?

A. Parafolikuler
B. Folikuler
C. Chief
D.Parietal
E. Leydig
Soal No. 219
• Adanya keluhan benjolan di leher dan gejala hipertiroid
seperti berdebar-debar dan tidak tahan panas serta
eksoftalmus pada mata menunjukkan bahwa pasien
mengalami hipertiroid akibat grave disease.
• Pada grave sel yang mengalami kelainan adalah sel folikuler
tiroid yang mensintesis hormone tiroid berlebihan akibat
adanya stimulasi dari antibodi terhadap reseptor TSH.
• Pilihan A, sel parafolikular tiroid berfungsi untuk
menghasilkan kalsitonin.
• Pilihan C, sel chief merupakan sel yang terdapat pada gaster
yang berfungsi untuk menghasilkan pepsin yang berguna
untuk mencerna protein.
• Pilihan D, Sel parietal merupakan sel di gaster yang
menghasilkan asam lambung.
• Pilhan E, Sel leydig terdapat di testis dan berguna untuk
menghasilkan testosterone.
Pemeriksaan Histopatologi
• tall, crowded follicular epithelial cells; scalloped
colloid
Soal No. 220
Seorang pasien, 30 tahun, datang dengan keluhan gangguan
menelan disertai rasa tertekan dan nyeri pada leher sejak
seminggu yang lalu. Tiga minggu yang lalu pasien punya riwayat
terkena sakit tenggorokan dan sudah sembuh. Pemeriksaan
fisik TD: 120/70; HR: 76x/mnt; RR: 14x/menit; suhu: 36,9C.
Status generalis dalam batas normal. Status lokalis: Pada leher
sisi depan, teraba benjolan yang ikut bergerak pada saat
menelan, difus, dan terdapat nyeri tekan. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan T3 dan T4 normal dan LED 60
mm/jam. Diagnosis yang paling harus dipikirkan pada pasien ini
adalah...

A. Tirotoksikosis
B. Tiroiditis granulomatosa subakut
C. Tiroiditis hasimoto
D. Kanker tiroid
E. Graves disease
Soal No. 220

• Adanya keluhan berupa benjolan pada leher yang disertai


dengan nyeri tekan dengan peningkatan LED menunjukkan
bahwa pasien mengalami tiroiditis. Adanya riwayat viral
infection sebelumnya seperti ISPA (nyeri tenggorokan)
menunjukkan bahwa pasien mengalami tiroiditis
granulomatosa subakut.
• Pilihan A, merupakan kondisis hipertiroidisme yang
memberikan gejala.
• Pilihan C, merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan
hipotiroidisme.
• Pilihan D, kanker tiroid biasanya ditandai dengan benjolan
pada leher yang semakin membesar dan penurunan berat
badan.
• Pilhan E, pada graves disease ditemukan kondisi hipertiroid
yang ditandai dengan adanya eksoftalmus.
Tiroiditis
• Merupakan penyakit inflamasi pada tiroid.
• It is a multifaceted disease with various etiologies,
different clinical characteristics (depending on the
stage), and distinct histopathology.
Etiologi Tiroiditis
Tiroiditis
Terminologi
Hashimoto’s thyroiditis:
 chronic lymphocytic thyroiditis, chronic autoimmune thyroiditis,
lymphadenoid goiter
Painful subacute thyroiditis:
 subacute thyroiditis, giant cell thyroiditis, de Quervain’s thyroiditis,
subacute granulomatous thyroiditis, pseudogranulomatous thyroiditis
Painless postpartum thyroiditis:
 subacute lymphocytic thyroiditis, postpartum thyroiditis
Painless sporadic thyroiditis:
 silent sporadic thyroiditis, subacute lymphocytic thyroiditis
Infectious thyroiditis:
 acute suppurative thyroiditis, bacterial thyroiditis, microbial
inflammatory thyroiditis, pyogenic thyroiditis
Riedel’s thyroiditis: fibrous thyroiditis
Tiroiditis
• Laboratorium
TSH, free T4: may be normal or indicative of hypothyroidism or
hyperthyroidism depending on the stage of the thyroiditis.
White blood cell (WBC) with differential: increased WBC with
left shift occurs with subacute and suppurative thyroiditis.
Antimicrosomal antibodies: detected in >90% of patients with
Hashimoto’s thyroiditis and 50% to 80% of patients with silent
thyroiditis.
Serum thyroglobulin levels are elevated in patients with
subacute and silent thyroiditis;

• Imaging
Twenty-four–hour radioactive iodine uptake (RAIU) is useful to
distinguish Graves’ disease (increased RAIU) from thyroiditis
(normal or low RAIU).
Tiroiditis Subakut
• Didahului oleh infeksi virus
• Lebih sering terjadi pada wanita (3:1)

Patofisiologi
Adanya patchy inflammatory infiltrate pd folikel tiroid
dan multinucleated giant cell pd beberapa folikel.
Perubahan folikular akan berkembang menjadi
granuloma yg diikuti dengan fibrosis.
Tiroiditis Subakut
Tiroiditis
Tatalaksana
The duration of the thyrotoxic phase of thyroiditis is usually 3 to
6 wk.
 This phase is followed by a hypothyroid phase typically lasting up to
12 wk.
Treat hypothyroid phase with levothyroxine 25 to 50 mcg/day
initially and monitor serum thyroid-stimulating hormone initially
every 6 to 8 wk.
Control symptoms of hyperthyroidism with beta-blockers (e.g.,
propranolol 20-40 mg PO q6h).
Control pain in patients with subacute thyroiditis with
nonsteroidal anti-inflammatory drugs. Prednisone 20 to 40 mg
qd may be used if nonsteroidals are insufficient, but it should be
gradually tapered off over several weeks.
Use IV antibiotics and drain abscess (if present) in patients with
suppurative thyroiditis.
Soal No. 221
Seorang perempuan usia 31 tahun datang dengan keluhan
lemas dan mudah lelah. Pasien juga sering merasakan pusing,
nafsu makan menurun, mual, muntah dan sulit BAB. Berat
badan menurun sebanyak 5 kg dalam 2 bulan terakhir. Pasien
pernah di diagnosa terkena penyakit autoimun, diberikan
steroid tetapi 2 bulan terakhir pasien menghentikan sendiri
obatnya. Pemeriksaan fisik TD 110/70 mmHg, HR 92x/i, RR
16x/i, Temperatur 37,6 ºC. Hiperpigmentasi diwajah dengan
siku, lipatan kulit, telapak tangan dan lutut. Pemeriksaan Fisik
lain dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium Hb 10gr/dl,
Hematokrit 30%, MCV 90 fL, MCH 30cpg/cell, Leukosit 7000
mm3, Trombosit 430.000/uL, K 5,6 meg/L, Cl 100 meg/L, Ca
10,8 meg/L. Apakah hormone yang mengalami gangguan pada
pasien tersebut?
A. Insulin
B. Cortisol
C. TSH
D. Tiroksin
E. Adrenalin
Soal No. 221
• Pasien diatas kemungkinan mengalami kekurangan hormon
kortisol yang ditandai dengan mudah lelah dan lemas dan
penurunan berat badan.
• Adanya riwayat penyakit autoimun dan diberikan steroid
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami insufisiensi
adrenal akibat addsion disease. Hal ini juga diperkuat dengan
keterangan adanya hiperpigmentasi diwajah dengan siku, lipatan
kulit, telapak tangan dan lutut
• Addison disease merupakan penyakit autoimun pada kelenjar
adrenal yang menyebabkan berkurangnya sintesis hormone kortisol
sehingga menyebabkan gejala-gejala diatas.
• Pilihan A, kelainan insulin dapat ditemukan pada pasien DM.
• Pilihan C, kelainan TSH dapat ditemukan pada pasien hipotiroid
atau hipertiroid.
• Pilihan D, kelainan tiroiksin dapat ditemukan pada pasien hipotiriod
atau hipertiroid.
• Pilhan E, Kelainan adrenalin dapat ditemukan pada pasien
feokromositoma.
INSUFISIENSI
ADRENAL
• Klasifikasi klinis insufisiensi
adrenal:
• Insufisiensi adrenal primer
(Addison’s disease): gangguan
pada korteks adrenal
• Insufisiensi adrenal sekunder:
sekresi ACTH menurun.
• Insufisiensi adrenal tersier:
sekresi CRH menurun.
Etiologi
• Autoimmune destruction of the adrenal glands (80% of cases)
• Tuberculosis (TB) (7%-20% of cases)
• Carcinomatous destruction of the adrenal glands, lymphoma
• Adrenal hemorrhage (anticoagulants, trauma, coagulopathies,
pregnancy, sepsis)
• Adrenal infarction (antiphospholipid syndrome, arteritis,
thrombosis)
• AIDS (adrenal insufficiency develops in 30% of patients with
AIDS, often cytomegalovirus [CMV] adrenalitis)
• Genetic causes: autoimmune polyglandular syndromes (APS)
types 1 and 2, X-linked adrenoleukodystrophy, congenital
adrenal hyperplasia
• Other: sarcoidosis, amyloidosis, hemochromatosis, Wegener’s
granulomatosis, postoperative, fungal infections (candidiasis,
histoplasmosis)
Addison Disease
• Addison disease (or Addison's
disease) is adrenocortical
insufficiency due to the destruction
or dysfunction of the entire adrenal
cortex.
• Sign and symptoms:
• Hyperpigmentation of the skin and
mucous membranes
• Dizziness
• Myalgias and flaccid muscle paralysis
• Impotence and decreased libido
• progressive weakness, fatigue, poor
appetite, and weight loss
• Defisiensi kortisol  penurunan
umpan balik pada aksis
hipotalamus-pituitary
meningkatkan kadar ACTH plasma
• Defisiensi mineralokortikoid
produksi renin meningkat oleh sel
juxtaglomerular di ginjal
Hiperpigmentasi daerah
friksi

Hiperpigmentasi mukosa
Soal No. 222
Wanita usia 27 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 4
bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan menstruasi
tidak lancar sejak 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 160/100 mmHg, HR 80 x/menit, RR 20
x/menit. Terdapat obesitas sentral dan moon face (+).
Pasien dilakukan tes deksametason dan kadar kortisol
tidak turun esok harinya. Apakah kemungkinan hormone
penyebab keluhan pasien tersebut?

A. Insulin
B. Cortisol
C. TSH
D.Tiroksin
E. Adrenalin
Soal No. 222
• Pasien diatas kemungkinan mengalami cushing syndrome
yang ditandai dengan adanya menstruasi yang tidak lancar,
hipertensi, obesitas sentral dan moon face (+). Hal ini juga
ditunjang dengan tes deksametason dan kortisol tidak turun.
• Cushing syndrome merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan peningakatan kadar kortisol yang memberikan gejala-
gejala seperti diatas.
• Pilihan A, kelainan insulin dapat ditemukan pada pasien DM.
• Pilihan C, kelainan TSH dapat ditemukan pada pasien
hipotiroid atau hipertiroid.
• Pilihan D, kelainan tiroiksin dapat ditemukan pada pasien
hipotiriod atau hipertiroid.
• Pilhan E, Kelainan adrenalin dapat ditemukan pada pasien
feokromositoma.
SINDROM CUSHING
Sindrom Cushing
(hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism)
• Kondisi klinis yang disebabkan oleh
pajanan kronik glukokortikoid
berlebih karena sebab apapun.

• Penyebab:
• Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis
anterior (penyakit Cushing).
• ACTH ektopik (C/: ca paru)
• Tumor adrenokortikal
• Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000.


McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
McGraw-Hill; 2006.
Sindrom cushing
• Sindrom cushing  suatu kumpulan gejala dengan ciri
cushingoid akibat kondisi hiperkortisolisme
• ACTH dependent
• Cushing disease: kondisi spesifik pada sindrom cushing ketika
kelenjar hipofisis hasilkan ACTH berlebih misalnya akibat adenoma
hipofisis (ACTH dependent cortisol excess)  80% cushing
syndrome
• Ectopic ACTH syndrome, kondisi adanya hormone ACTH ektopik
yang stimulasi adrenal produksi kortisol (misalnya pada kanker
paru)
• Ectopic corticotropin releasing hormone syndrome
• ACTH independent
• Iatrogenik karena penggunaan glukokortikoid dari luar
• Adrenal adenoma
• Micronodular ataupun macronodular hyperplasia dari adrenal
Buku ajar IPD
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470218/?report=reader
Pemeriksaan
Low-dose dexamethasone
supression test
Dexametason Suppresion Test
• The low-dose (2 mg) dexamethasone suppression
test is useful to exclude pseudoCushing’s syndrome
if the previous results are equivocal.
• The high-dose (8 mg) dexamethasone test
and measurement of ACTH by radioimmunoassay
are useful to determine the etiology of Cushing’s
syndrome.
Tatalaksana
• Reseksi bedah jika penyebabnya adenoma atau tumor
adrenal
• Jika bedah transsphenoidal (TSS) tidak berhasil
adrenalectomydgn operasi atau dgn obat mitotane,;
ketoconazole (±metyrapone) utk ↓ kortisol
• Glucocorticoid replacement therapy
• 6–36 bulan pasca TSS
• Seumur hidup jika pasca adrenalectomy
Soal No. 223
Pasien laki-laki, usia 23 tahun, datang ke poliklinik dengan
keluhan lemas dan lesu sejak 6 hari terakhir. Pasien juga
merasa sering haus dan sering BAK terutama malam hari.
Pasien mengaku setiap hari kencing bisa sampai 5-10 liter.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/80 mmHg; nadi
100x/menit; RR 20x/menit; suhu 36.8 0 C; mata cekung; turgor
kulit menurun. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
GDS 120 gr/dl, gukosa urin (-) dan BJ urin turun. Diagnosis
pasien tersebut adalah….

A. Diabetes melitus
B. Diabetes insipidus
C. Polidipsi primer
D. Polidipsi sekunder
E. SIADH
Soal No. 223
• Pasien kemungkinan mengalami polyuria yang disebut
dengan diabetes insipidus karena ditemukan adanya
keluhan lemas, sering haus dan sering BAK. Selain itu
ditemukannya BJ urin yang turun, glukosa urin (-) dan
GDS normal mendukung diagnosis ini.
• Pilihan A, pada DM adakan ditemukan peningkatan GDS.
• Pilihan C, pada polydipsia primer pasien banyak BAK yang
disebabkan karena intake air yang terlalu banyak.
• Pilihan D, tidak ada istilah ini.
• Pilhan E, SIAD ditandai dengan hyponatremia,
hipoosmolalitas dan tingginya osmolalitas urin.
Poliuria
• Definisi
Ekskresi urin ≥ 3 liter/hari

• Patofisiologi
Central diabetes insipidus
 rendahnya sekresi ADH (vasopresin) oleh pituitari posterior
Nephrogenic diabetes inspidus
 Sekresi ADH normal tp tubulus tidak respon thd ADH
Transient diabetes insipidus
 pd kehamilan terjadi peningkatan metabolisme ADH
Primary polidipsia (psychogenic)
 intake cairan terlalu banyak sehingga BAK akan sering (respon
fisiologis)
Manifestasi Klinis Diabetes
Insipidus
• Poliuria
 Frekuensi berkemih 
 Enuresis,
 Nokturia  mengganggu tidur  lelah pada siang hari atau
somnolen
• Peningkatan osmolaritas plasma
 Haus  polidipsia
• Tanda klinis dehidrasi
 Tanda yang jelas jarang ditemukan kecuali pada pasien dengan
asupan air yang terganggu.

 Harrison’s principles of internal medicine


Pemeriksaan fisik
• Hydronephrosis, with pelvic fullness,
• Flank pain or tenderness, or pain radiating to the
testicle or genital area, may be present.
• Bladder enlargement occurs in some patients.
Diabetes Insipidus
Soal No. 224
Pasien laki-laki, usia 50 tahun, datang ke poliklinik dengan
keluhan lemas dan lesu sejak 6 hari terakhir. Pasien juga
merasa sering haus dan sering BAK terutama malam hari. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/80 mmHg; nadi
100x/menit; RR 20x/menit; suhu 36.8 0 C; mata cekung; turgor
kulit menurun. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
GDS 120 gr/dl; ureum 60; creatinin 1.1. Pada hasil CT scan
tampak ada space occupying lesion di area hipofisis. Diagnosis
pada pasien adalah…

A. Diabetes mellitus tipe 1


B. Diabetes mellitus tipe 2
C. Gagal ginjal akut
D. Diabetes insipidus tipe nefrogenik
E. Diabetes insipidus tipe neurogenic
Soal No. 224
• Pasien kemungkinan mengalami polyuria yang disebut dengan
diabetes insipidus karena ditemukan adanya keluhan lemas,
sering haus dan sering BAK, tanpa adanya peningkatan GDS
(GDS 120mg/dL). Adanya SOL pada CT scan menunjukkan
bahwa penyebab DI pada pasien adalah akibat kelainan di
otak yang dikenal dengan diabetes insipidus tipe neurogenic.
• Pilihan A, pada DM tipe 1 memiliki onset anak-anak dan
ditandai dengan peningkatan GDS.
• Pilihan B, DM tipe 2 memiliki onset dewasa dengan
peningkatan GDS.
• Pilihan C, pada AKI biasanya akan ditemukan penurunan urin
output dan peningkatan kadar kreatinin.
• Pilhan D, pada DI tipe nefrogenik biasanya akan ditemukan
kelainan pada ginjal.
Neurogenic Diabetes Insipidus
• Idiopathic (Autoimmune hypophysitis)
• Malignancy: Neoplasms of brain or pituitary fossa (craniopharyngiomas,
metastatic neoplasms from breast or lung)
• Posttherapeutic neurosurgical procedures (e.g., hypophysectomy)
• Head trauma (e.g., basal skull fracture)
• Granulomatous disorders (sarcoidosis, granulomatosis with polyangiitis,
or tuberculosis)
• Histiocytosis (Hand-Schüller-Christian disease, eosinophilic granuloma)
• Familial (autosomal dominant); some cases autosomal recessive
• Other: interventricular hemorrhage, aneurysms, meningitis,
postencephalitis, multiple sclerosis, Guillain-Barré syndrome, IgG4-
• related disease, lymphocytic hypophysitis
Nephrogenic diabetes insipidus
• Drugs: lithium, aminoglycosides, antivirals
(foscarnet, didanosine), amphotericin B,
demeclocycline, ifosfamide, methoxyflurane
anesthesia
• Familial: X-linked
• Metabolic: hypercalcemia or hypokalemia
• Other: sarcoidosis, urinary tract infection,
amyloidosis, Sjögren syndrome, pyelonephritis,
nephronophthisis, polycystic disease, sickle cell
nephropathy, postobstructive, lowprotein diets
(protein malnourishment)
Poliuria
Soal No. 225
Pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke RS dengan
keluhan suara seperti perempuan. Pasien juga mengaku
bahwa tidak tumbuh kumis dan jenggot walaupun
pasien sudah membeli obat penumbuh rambut di
internet. Pasien juga mengeluh penis berukuran kecil
dan payudaranya membesar. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan rambut pubis tidak tumbuh namun
payudara membesar. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar testosteron 8mg/dl. Apakah
kemungkinan diagnosis kasus diatas?
A. Sindrom Klinefelter
B. Sindrom Tourete
C. Sindrom Asperger
D. Sindrom Jacob
E. Sindrom turner
Soal No. 225
• Adanya keluhan pasien laki-laki yang memiliki suara seperti
perempuan, tidak tumbuh kumis dan jenggot serta
mengalami mikropenis dan ginekomastia serta penurunan
kadar testosterone menunjukkan bahwa pasien mengalami
kelainan genetik yang disebut dengan sindrom klinefelter
(47XXY).
• Pilihan B, sidrom tourrette ditandai dengan adanya tik vocal
dan tik motoric.
• Pilihan C, pada Asperger ditemukan adanya gangguan pada
social dan perilaku namun komunikasi masih baik.
• Pilihan D, pada sindorm Jacob biasanya tidak ditemukan
adanya gangguan pada seks sekunder.
• Pilhan E, pada sindrom turner pasien biasanya berjenis
kelamin perempuan namun mengalami kelaianan
pertumbuhan jaringan pada leher (webbed neck), payudara
kecil dan perawakan pendek.
GENETIC DISORDER
Patau Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, a
Syndrome cleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands
Trisomi 13 (with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Single
noninherited palmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia

Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.

Sindrom cryptorchidism, hypospadias, or micropenis, small testes, delayed or incomplete


Klinefelter puberty, gynecomastia, reduced facial and body hair, and an inability to have biological
47,XXY children (infertility).
noninherited Older children and adults tend to be taller. Increased risk of developing breast cancer
and SLE.
May have learning disabilities and delayed speech; tend to be quiet, sensitive, and
unassertive.
Sindrom Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
Edward rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
Trisomi 18 delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
Noninherited hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability

It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.
Soal No. 226
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD dengan
keluhan sesak sejak 1 jam yang lalu. Sesak di rasakan
setelah pasien melakukan CT scan kepala dengan bahas
kontras. Setelah diinjeksikan bahan kontras pasien tiba tiba
sesak. Pemeriksaan tanda-tanda vital di dapatkan tensi 80/
mmgHg, HR 120x/mnt, RR 26x/mnt dan suhu 37C. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Syok hipovolemik
B. Syok kardiogenik
C. Syok anafilaktik
D.Syok septik
E. Syok distributive
Soal No. 226
• Adanya keluhan berupa sesak setelah penyuntikkan bahan
kontras yang ditandai dengan penurunan tekanan darah,
takikardia dan takipneu menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami syok anafilaktik setelah
penyuntikkan bahan kontras.
• Pilihan A, pada syok hipovolemik biasanya akan ditemukan
adanya faktor risiko seperti diare atau perdarahan yang
menyebabkan berkurangnya cairan vascular.
• Pilihan B, pada syok kardiogenik biasanya akan ditandai
dengan penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh
kalainan pada jantung.
• Pilihan D, pada syok septik biasanya akan ditemukan
penurunan tekanan darah dan faktor risiko berupa sepsis.
• Pilhan E, syok distributif ditandai dengan penurunan TD yang
diakibatkan oleh vasodilatas pembuluh darah akibat syok
neurogenic, syok sepsis atau syok anafilaktik.
Syok Anafilaksis
• Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi
oleh interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat
pada permukaan sel mast atau basofil. Interaksi
tersebut akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yaitu gejala sistemik.
• Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun
anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE.
• Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada
kulit, pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
gejala pada sistem organ lain seperti rinitis,
konjungtivitis.
Soal No. 227
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke RS dengan
keluhan bengkak diwajah dan sulit bicara sejak 3 jam.
Pada pemeriksaan pasien tampak kebingungan.
Sebelumnya terdapat riwayat makan kerang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/60 mmHg, RR
24x/mnt, HR 110x/mnt dan suhu 37C. Termasuk reaksi
hipersensitivitas tipe berapa kelainan yang terjadi pada
pasien tersebut?

A.I
B. II
C. III
D.IV
E. V
Soal No. 227
• Adanya keuhan bengkak, hipotensi dan tampak bingung
setelah makan kerang menunjukkkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami syok anafilaktik. Syok
anafilaktik tergolong ke dalam reaksi hipersensitivitas
tipe 1.
• Pilihan B, HS tipe 2 merupakan antigen antibody
mediated yang contohnya adalag grave disease, MG atau
AIHA.
• Pilihan C, HS tipe 3 merupakan reaksi yang terjadi akibat
deposit antigen antibody seperti pada GNAPS atau ENL.
• Pilihan D, HS tipe 4 merupakan limfosit T mediated yang
merupakan reaksi tipe lambat, contohnya uji tuberculin
dan reaksi reversal.
• Pilhan E, tidak ada HS tipe 5.
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas
Soal No. 228
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke RS dengan
keluhan bengkak diwajah dan sulit bicara sejak 3 jam.
Pada pemeriksaan pasien tampak kebingungan.
Sebelumnya terdapat riwayat makan kerang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/60 mmHg, RR
24x/mnt, HR 110x/mnt dan suhu 37C. Dokter berencana
akan memberikan obat pada pasien. Berapa dosis obat
yang akan diberikan kepada pasien tersebut?
A. 30 mg
B. 3 mg
C. 0.3 mg
D.0.03 mg
E. 0.003 mg
Soal No. 228
• Adanya keuhan bengkak, hipotensi dan tampak bingung
setelah makan kerang menunjukkkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami syok anafilaktik.
• Syok anafilaktik tergolong ke dalam reaksi
hipersensitivitas tipe 1.
• Tatalaksana syok anafilatik adalah dengan pemberian
adrenalin 1:1000 IM sebanyak 0,3 mg.
Syok Anafilaksis
• Tatalaksana anafilaksis
• Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m di daerah
deltoid atau vastus lateralis. Dapat diulang 15-20 mg bila
diperlukan
• Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat lain yang
dicurigai sebagai alergen.
• Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50 mg atau
cimetidin 300 mg intravena, oksigen, infus cairan garam,
metilprednisolon 125 mg intravena
• Intubasi bila diperlukan
• Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan dopamin
atau norepinefrine.
• Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol inhalasi dan
oksigen
Anaphylactic Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
Anaphylactic
Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
Soal No. 229
Seorang pasien wanita berusia 55 tahun datang ke RS dengan keluhan
sesak dan demam tinggi sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasakan semakin
memberat beserta batuk hijau kental. Pasien juga mengeluh demam naik
turun dirasa selama 4 hari sebelumnya. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 110/70 mmHg, RR 20 x/menit, HR 80 x/min dan suhu
38 C. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi di kedua lapang
paru, wheezing (-). Dokter kemudian melakukan pemeriksaan penunjang
dan didapatkan hasil sebagai berikut.
Apakah kemungkinan penyebab keluhan
pasien tersebut?

A. Mycobacterium tuberculosis
B. Mycoplasma pneumoniae
C. Streptococcus pneumoniae
D. Staphylococcus aureus
E. Klebsiella pneumoniae
Soal No. 229
• Pasien diatas kemungkinan mengalami pneumonia karena
ditemukan adanya sesak yang memberat dengan batuk
kehijauan, demam dan ronchi pada kedua lapang paru.
• Pada pemeriksaan gram dengan bakteri berbentuk kokus
gram positif yang tersusun berderet yang merupakan
gambaran dari streptokokus pneumonia.
• Pilihan A, M. TB merupakan basil tahan asam, tidak diwarnai
dengan pewarnaan gram.
• Pilihan B, M. Pneumonia tidak dapat diwarnai dengan
pewarnaan gram.
• Pilihan D, S. Aureus merupakan bakteri kokus gram positif
yang tersusun seperti anggur.
• Pilhan E, Kleibsiella pneumonia merupakan bakteri intrasel
yang tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram.
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
• Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
• Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dibagi
menjadi:
• Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi pada semua
usia)
• Pneumonia atipikal (disebabkan Mycoplasma, Legionella
dan Chlamydia)
• Pneumonia virus
• Pneumonia jamur (immunocompromised)
Pneumonia
MIKROORGANISME PENYEBAB PNEUMONIA
LOBARIS
Cough, particularly cough productive of sputum, is the
most consistent presenting symptom of bacterial
pneumonia and may suggest a particular pathogen, as
follows:
• Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
• Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal
species: May produce green sputum
• Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum
• Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad-tasting sputumhttp://emedicine.medscape.com/article/300157-overview
Soal No. 230
Seorang pasien wanita berusia 25 tahun datang dengan keluhan
batuk lama sejak 2 minggu smrs. Pasien kemudian didiagnosis
TB paru BTA (+) oleh dokter. Pasien kemudian mendapat terapi
OAT kategori 1. Setelah 2 bulan minum obat pasien diminta
kontrol kembali. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA
masih positif. Apakah terapi yang perlu diberikan pada pasien
tersebut?

A. Lanjutkan OAT kategori 2


B. Lanjutkan OAT kategori 3
C. Lanjutkan OAT kategori 1 fase lanjutan
D. Lanjutkan OAT kategori 1 fase intensif
E. Berikan terapi sisipan 1 bulan
Soal No. 230
• Pada pasien TB paru dengan pengobatan OAT, jika BTA
masih positif pada akhir fase intensif, maka terapi tetap
dilanjutkan ke fase lanjutan.
• Pilhan E, pemberian terapi sisipan tidak dilakukan lagi.
Soal No. 231
Seorang laki laki datang dengan keluhan nyeri ulu hati. Pada
anamnesis didapatkan riwayat konsumsi aspirin jangka
panjang (+) karena riwayat serangan jantung yang dialami
pasien. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri epigastrik. Dokter kemudian
berencana memberikan obat yang dapat melindungi mukosa
gaster. Apakah kemungkinan obat yang akan diberikan oleh
dokter tersebut?
A. Omeprazole
B. Ranitidine
C. Sukralfat
D. Tetrasiklin
E. Klaritromisin
Soal No. 231
• Adanya riwayat nyeri ulu hati dengan riwayat konsumsi
aspirin jangka panjang menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami gastritis erosive.
• Pada gastritis erosive obat yang dapat melindungi
mukosa gaster adalah sukralfat.
• Pilihan A, Omeprazole merupakan golongan PPI yang
bekerja dengan menurunkan produksi asam lambung.
• Pilihan B, Ranitidine merupakan golongan H2 antagonist
yang bekerja menurukan produksi asam lambung.
• Pilihan D dan E, tetrasiklin dan klaritromisin merupakan
antibioitik yang dapat digunakan dalam eradikasi kuman
H Pylori.
Gastropati NSAID
• Patogenesis gastropati NSAID
inhibisi enzim COX-1 dan prostaglandin yang merupakan
gastroprotektif  menghambat produksi mukus pada
gaster
permeabilisasi membran  disrupsi pertahanan
epitelial
produksi mediator proinflamatorik

• Gejala dapat berupa dispepsia atau dapat


bermanifestasi sebagai ulkus peptikum
NSAID GI toxicity risk factor
• Prior history of an adverse GI event (ulcer,
hemorrhage) increases risk four to fivefold
• Age >60 increases risk five to sixfold
• High (more than twice normal) dosage of a
NSAID increases risk 10-fold
• Concurrent use of glucocorticoids increases
risk four to fivefold
• Concurrent use of anticoagulants increases
risk 10- to 15-fold
Gastropati NSAID
Gastropati NSAID
• Patogenesis gastropati NSAID
inhibisi enzim COX-1 dan prostaglandin yang merupakan
gastroprotektif  menghambat produksi mukus pada
gaster
permeabilisasi membran  disrupsi pertahanan
epitelial
produksi mediator proinflamatorik

• Gejala dapat berupa dispepsia atau dapat


bermanifestasi sebagai ulkus peptikum
Sukralfat
• Mekanisme kerja  Bind to ulcer base, providing
physical protection and allowing HCO3– secretion
to reestablish pH gradient in the mucous layer.
Sucralfate requires acidic environment, not given
with PPIs/H2 blockers.
• Clinical use  ulcer healing, travelers’ diarrhea.
Soal No. 232
Seorang laki-laki usia 27 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan badannya terasa lemas. Ibunya juga mempunyai
riwayat menderita DM tipe 2. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt
dan suhu 36,5C . Sebelumnya pasien telah mengecek gula darah
sewaktunya dengan hasil 176 mg/dl. Untuk memastikan
kembali dokter melakukan cek gula darah puasa dengan hasil
117 mg/dl dan G2PP yang hasilnya 202 mg/dl. Diagnosis pasien
tersebut adalah….

A. Prediabetik
B. DM tipe 2
C. Toleransi glukosa terganggu
D. Gula darah puasa terganggu
E. DM tipe 1
Soal No. 232
• Adanya keluhan badan lemas, dan hasil G2PP ≥ 200
mg/dL pada laki-laki berusia 27 tahun menunjukkan
bahwa pasien kemungkinan mengalami DM tipe 2.
• Pilihan A, pre DM dapat dibagi menjadi TGT yang ditandai
dengan GD2PP 140-199, GDP < 100 mg/dL dan GDPT
dengan GD2PP < 140 mg/dL dan GDP 100-125 mg/dL.
• Pilihan C, TGT ditandai dengan GD2PP 140-199, GDP <
100 mg/dL.
• Pilihan D, GDPT dengan GD2PP < 140 mg/dL dan GDP
100-125 mg/dL.
• Pilhan E, DM tipe 1 biasanya memiliki onset pada usia
anak-anak.
Diabetes Mellitus
• Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau

2. Glukosa darah-2 jam ≥200 mg/dL pada Tes Toleransi


Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau

3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL dengan


keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained
weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


Diabetes Mellitus
• Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam prediabetes
(TGT & GDPT):
• Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
• GDP 100-125 mg/dL, dan
• TTGO-2 jam <140 mg/dL
• Toleransi glukosa terganggu (TGT):
• Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
• Glukosa puasa <100 mg/dL
• Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
• Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


Soal No. 233
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan
berat badan yang terus bertambah sejak 1 tahun terakhir.
Pasien juga mengatakan bahwa ia sering makan dan tidak
pernah merasa kenyang. Riwayat ayah meninggal karena DM
tipe 2 dan penyakit jantung. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt
dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan IMT 31.14
dan lingkar perut 120 cm. Pada pasien tidak dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Apakah tindakan yang akan
dilakukan pada pasien tersebut?

A. Manajemen diet
B. Manajemen life style dan diet
C. Life style + OAD
D. Life style + OAD + insulin
E. Life style + 2 kombinasi obat
Soal No. 233
• Pasien diatas kemungkinan mengalami obesitas yang
ditandai dengan IMT 31,14.
• Pada obesitas tatalaksana awal yang dapat diberikan
adalah dengan olahraga dan diet, sehingga harus
mengatur life style dan diet.
• Pilihan A, manajemen diet saja tidak cukup.
• Pilihan C, D dan E, pada pasien belum ada bukti ke arah
DM sehingga belum perlu obat antidiabetes.
Obesitas
• Kondisi terdapat berlebihnya lemak dalam tubuh.
• Pemeriksaan sederhana: pengukuran berat badan
dan tinggi badan  indeks masa tubuh.
• Klasifikasi menurut WHO untuk Asia-Pasifik:
Obesitas
EXAMINATION
• Physical examination should assess the degree and distribution of
body fat, signs of secondary causes of obesity, and obesity-related
comorbidities.
• Increased waist circumference is apparent
• Excess abdominal fat is clinically defined as a waist circumference >40 inches
(>102 cm) in men and >35 inches (>88 cm) in women (in Asian men and
women, >36 inches and >33 inches, respectively).
• Symptoms associated with hypertension, coronary artery disease
(CAD), and diabetes (e.g., polyuria, polydipsia, acanthosis nigricans,
retinopathy, and neuropathy) may be present.
• Obesity is associated with cardiac hypertrophy, diastolic dysfunction,
and decreased aortic compliance, which are independent predictors
of cardiovascular risk.
• Joint pain and swelling are associated with degenerative joint disease
secondary to obesity.
• The physical exam and ECG often underestimate the presence and
extent of cardiac dysfunction in obese patients.
Tatalaksana
Terapi Non Farmakologis
• The NHLBI guidelines recommend an initial diet to
produce a calorie deficit of 500 to 1000 kcal/ day. This
has been shown to reduce total body weight by an
average of 8% over 3 to 12 month.
• Thirty minutes of moderate-intensity activity on 5 or
more days of the week results in health benefits for
obese individuals. Moreover, several studies indicate that
60 to 80 min of moderate to vigorous physical activity
may provide additional benefit.
Soal No. 234
Seorang laki-laki berusia 57 tahun datang ke UGD dengan
keluhan BAB berdarah sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai
perut kembung dan nyeri. Pasien menderita asma sejak
remaja dan rutin mengkonsumsi steroid. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR
80x/mnt dan suhu 36C. Terapi yang akan diberikan pada pasien
adalah

A. Bismuth 1 minggu
B. Antasida 1 minggu
C. Sukralfat 4-8 minggu
D. Omeprazole 4-8 minggu
E. Ranitidine 4-8 minggu
Soal No. 234
• Pasien kemungkinan mengalami perdarahan saluran
cerna bagian atas akibat ulkus peptikum yang ditandai
dengan adanya BAB berdarah.
• Adanya riwayat konsumsi steroid jangka panjang
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami
ulkus gaster.
• Pada ulkus peptikum maka tatalaksana yang tepat adalah
dengan pemberian obat golongan PPI selama 4-8
minggu.
Characteristics
Duodenal Ulcer of DU Gastric
and GU Ulcer
• May present < age 40 • Usually seen in
• Rarely associated with 50-60 year olds
NSAID use • Strong relationship to
• Pain often on empty NSAID use
stomach, better with food • Pain usually worse after
or antacids meals
• H. pylori in 90% to 100% • H. pylori in 70% to 90%

Both
• most common symptom: diffuse epigastric pain
• may be pain free
• may be associated with dyspeptic symptoms
• can lead to bleeding, perforation, or obstruction
TATALAKSANA
• Medikamentosa:

ANTACID H2R Antagonis PPI SITOPROTEKTIF

• Memperingan • Antagonis • Inhibisi • Sukralfat:


gejala nyeri ulu reseptor H2, H+/K+ATPase. sebagai
hati/dyspepsia. sehingga • Bekerja amat protektan
• Paling umum menurunkan poten dalam • Membentuk
digunakan : sekresi asam menghambat lapisan
gabungan lambung. asam lambung pelindung yang
Al(OH)3 dan • Contoh: • Onset dalam 26 melapisi
Mg(OH)2 cimetidine, jam dengan mukosa
• Bekerja dengan ranitidine, durasi aksi 72- • Meningkatkan
menetralisir famotidine, 96 jam. proliferasi serta
asam lambung nizatidine. • Contoh obat: meningkatkan
berlebihan omeprazole, sintesis
lansoprazole, prostaglandin.
esomeprazole,
pantoprazole.
Soal No. 235
Seorang perempuan usia 35 tahun datang dengan keluhan
nyeri ulu hati. Pada anamnesis didapatkan riwayat pasien
sering terlambat makan dan suka makanan pedas. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR
20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri epigastrik. Pasien kemudian diberikan obat
antasida. Setelah meminum obat tersebut pasien mengeluh
sulit BAB. Apakah senyawa kimia dalam obat tersebut yang
menyebabkan keluhan pasien ini?
A. AL (OH)3
B. Mg (OH)2
C. NaOH2
D. Ca (OH)2
E. K (OH)2
Soal No. 235
• Pasien diatas mengalami nyeri ulu hati dan diberikan
antasida. Pada obat antasida garam alkali yang dapat
menyebabkan konstipasi adalah AL (OH)3.
• Pilihan B, Mg (OH)2 menyebabkan diare.
• Pilihan D, garam kalsium karbonat akan menyebabkan
hiperkalsemia.
Acid Controlling Agents
• Types of Acid-Controlling Agents
Antacids
H2 antagonists
Proton pump inhibitors
Antacids: Drug Effects
• Reduction of pain associated with acid-related
disorders
Raising gastric pH from 1.3 to 1.6 neutralizes 50% of the
gastric acid
Raising gastric pH 1 point (1.3 to 2.3) neutralizes 90% of the
gastric acid
Reducing acidity reduces pain
• Antacids DO NOT prevent the over-production of
acid
• Antacids DO neutralize the acid once it’s in the
stomach
Aluminum Salts
• Forms: carbonate, hydroxide
• Have constipating effects
• Often used with magnesium to counteract constipation
• Examples
Aluminum carbonate: Basaljel
Hydroxide salt: AlternaGEL
Combination products (aluminum and magnesium): Gaviscon,
Maalox, Mylanta, Di-Gel
Magnesium Salts
• Forms: carbonate, hydroxide, oxide, trisilicate
• Commonly cause diarrhea; usually used with other
agents to counteract this effect
• Dangerous when used with renal failure —the failing
kidney cannot excrete extra magnesium, resulting in
hypermagnesemia
• Examples
• Hydroxide salt: magnesium hydroxide (MOM)
• Carbonate salt: Gaviscon (also a combination product)
• Combination products such as Maalox, Mylanta
(aluminum and magnesium)
Calcium Salts
Forms: many, but carbonate is most common
• May cause constipation
• Their use may result in kidney stones
• Long duration of acid action may cause increased
gastric acid secretion (hyperacidity rebound)
• Often advertised as an extra source of dietary calcium
• Example: Tums (calcium carbonate)
Sodium Bicarbonate
• Highly soluble
• Buffers the acidic properties of HCl
• Quick onset, but short duration
• May cause metabolic alkalosis
• Sodium content may cause problems in patients
with HF, hypertension, or renal insufficiency (fluid
retention)
Soal No. 236
Pasien laki laki 60 tahun datang dengan nyeri perut dan masa
di perut sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
terdapat mual dan muntah. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR 80x/mnt
dan suhu 36C. Pada saat di endoskopi ada massa di antrum
dan pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan adanya ada sel-
sel spindle dan CD117 (+). Apakah sel yang menyebabkan
kelainan pada pasien tersebut?

A. Sel cromafin
B. Sel Chief
C. Sel Cajal
D. Sel M
E. Sel Parietal
Soal No. 236
• Adanya keluhan massa, nyeri perut dan pada endoskopi
ditemukan massa pada antrum menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami tumor pada saluran cerna.
• Adanya CD 117 (+) menunjukkan bahwa pasien mengalami
gastroinstestinal stromal tumor (GIST) yang merupakan
keganasan yang berasal dari sel cajal.
• Pilihan A, Sel chromafin merupakan sel yang terdapat pada
medulla adrenal yang berfungsi mengahasilkan katekolamin.
• Pilihan B, Sel chief merupakan sel pada gaster yang berfungsi
menghasilkan pepsin.
• Pilihan C, M cell merupakan sel yang terdapat pada usus halus
yang berfungsi dalam imunitas.
• Pilhan E, sel parietal merupakan sel pada gaster yang
berfungsi menghasilkan asam lambung.
Gastrointestinal Stromal Tumor
(GIST)
• Stromal or mesenchymal tumors of the GI
tract are divided into two groups:
• Those identical to tumors of the soft tissue arising in the rest of
the body
• Lipomas, Schwannomas, Hemangiomas, Usual
Leiomyomas, etc
• Stromal tumors arising from the smooth muscle of the
alimentary tractGIST
• Berasal dari interstisial cell of Cajal
• GISTs are usually found in the stomach or
small intestine but can occur anywhere along
the GI tract and rarely have extra-GI
involvement.
MOLECULAR PATHOBIOLOGY GIST
• GIST represents a form of sarcoma.
• GISTs originally thought to derive from smooth
muscle, but only rarely showed clear-cut features of
complete muscle differentiation.
• Work in the 1990s: Some tumors classified as GIST
were truly myogenic, some neural, others
bidirectional and some had the ‘null’ phenotype
• Up to two-thirds were CD34 positive
• Unfortunately, Schwannomas and a proportion of
true smooth muscle tumors were also CD 34 positive
Epidemiologi
• Most common non epithelial benign neoplasm of the GI
tract .
• GIST represents a form of sarcoma that comprises approx.
1% to 3% of all malignant GI tumors.
• GIST occurs predominantly in adults .
• The incidence has been slightly higher in men than women.
• Small asymptomatic GISTs are found at autopsy in more
than 50 % of individuals over the age of 50
• GIST treatment trials estimate an annual incidence of 4,500
– 6,000 new cases

Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :


https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Manifestasi Klinis
• Upper GI bleeding is the most common clinical manifestation.
• Patients who have experienced significant blood loss may report
malaise, fatigue, or exertional dyspnea.
• Obstruction can result from intraluminal growth of an endophytic
tumor or from luminal compression from an exophytic lesion.
• The obstructive symptoms can be site-specific (eg, dysphagia with an
esophageal GIST, constipation with a colorectal GIST, obstructive
jaundice with a duodenal tumor).
• Other symptoms are generally associated with an enlarging
abdominal mass and may include the following:
• Abdominal pain
• Anorexia
• Nausea
• Vomiting
• Weight loss
• Epigastric fullness
• Early satiety
Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Pemeriksaan Fisik
• Physical examination rarely demonstrates any significant findings.
• In some cases, examination may identify a palpable mass in the
abdomen.
• Nonspecific physical findings associated with GI blood loss, bowel
obstruction, or bowel perforation and abscess formation.
• Patients with significant GI bleeding may present with abnormal vital
signs or overt shock.
• Physical findings associated with bowel obstruction can include a
distended, tender abdomen.
• Duodenal obstruction involving the ampulla may be associated with
jaundice and, rarely, even a distended palpable gallbladder.
• If perforation has occurred, focal or widespread signs of peritonitis
are presen

Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from : https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview


Pemeriksaan Lab
• No laboratory test can specifically confirm or rule out the
presence of a gastrointestinal stromal tumor (GIST).
• The following tests are generally ordered in the workup of
patients who present with nonspecific abdominal
symptoms; abdominal pain; or findings that may be due
to complications of GISTs, such as hemorrhage,
obstruction, or perforation:
• Complete blood cell count
• Coagulation profile
• Serum chemistry studies
• BUN and creatinine
• Liver function tests
• Amylase and lipase values
• Blood type, screen, and crossmatch
• Serum albumin Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Imaging
• Plain abdominal radiography
• Abnormal gas patterns, including dilated loops of bowel
or free extraluminal air.
• Barium
• GISTs appear as a filling defect that is sharply
demarcated and is elevated compared with the
surrounding mucosa

Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :


https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Pemeriksaan Histologi
• Cellular morphology as
visualized by light
microscopy can be
variable.
• Most often, the tumors
are highly cellular and
composed of spindle-
shaped cells that
resemble smooth-
muscle tissue.
Photomicrograph of gastric gastrointestinal stromal tumor (GIST) stained with
hematoxylin and eosin (H&E) and magnified 400X. This stromal tumor demonstrates
spindle cells with epithelioid features

Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :


https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
Pemeriksaan Imunohistokimia
• The c-kit receptor is one of many membrane tyrosine
kinase receptors involved in cellular signaling pathways.
• CD117 molecule (or antigen) is part of the c-kit receptor,
a membrane tyrosine kinase.
• The c-kit receptor is a product of the c-kit or KIT
protooncogene.
• The CD117 antigen is expressed by almost all GISTs in
contrast to other spindle-cell tumors of the GI tract.
• CD117 plays an important role in the latest specific
diagnostic criteria for GISTs
Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs). Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/278845-overview
GISTs are identified by:
• Either c-kit immunoreactivity (detection of the CD117
antigen) or
• The presence of activating mutations in KIT or
PDGFRa
Soal No. 237
Seorang wanita usia 49 tahun datang dengan nyeri perut sudah
3 bulan. Diikuti dengan perubahan frekuensi BAB menjadi 3-
4x/hari. BAB kadang diare kadang sulit. Nyeri berkurang
setelah pasien BAB. Penurunan BB disangkal. Keluhan terutama
dirasakan jika banyak tugas adminitrasi yang belum terurus.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C. Apakah
diagnosis yang paling mungkin?

A. IBS
B. IBD
C. ulkus duodenum
D. ulcerative colitis
E. ca colon
Soal No. 237
• Adanya nyeri ulu hati yang disertai dengan diare atau
konstipasi dan membaik setelah BAB menunjukkan
bahwa pasien kemungkinan mengalami IBS.
• Pada IBS tidak ditemukan adanya kelainan organic dan
gejala biasanya memberat dengan adanya stress.
• Pilihan B, pada IBD biasanya ditemukan adanya diare
yang bisa berdarah dan penurunan BB.
• Pilihan C, pada ulkus duodenum akan didapatkan nyeri
epigastrium yang membaik setelah makan.
• Pilihan D, pada kolitis ulcerative biasanya akan
didapatkan gambaran lesi kontinyu pada kolon.
• Pilhan E, pada ca colon dapat ditemukan adanya
perubahan pola defekasi dan penurunan berat badan.
IBS
• Irritable Bowel Syndrome (IBS)
• kelainan fungsional usus kronik berulang dengan nyeri
atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan
dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air
besar setidaknya selama 3 bulan.
• Rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi
merupakan ciri-ciri umum dari IBS.
• Tidak ada bukti kelainan organik.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


IBS
Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu:
• IBS dengan diare (IBS-D):
• Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25%
waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada laki-laki
• IBS dengan konstipasi (IBS-C):
• Feses padat/bergumpal ≥25% waktu dan feses lembek/cair <25%
waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada wanita
• IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau
pola siklik (IBS-M)
• Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3
minggu dalam 3 bulan.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
IBS
Kriteria diagnostik
• Nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman berulang
selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan terakhir
dengan 2 atau lebih gejala berikut
• Perbaikan dengan defekasi
• Onset terkait dengan perubahan frekuensi BAB
• Onset terkait dengan perubahan bentuk dan tampilan
feses
• Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan
terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Pemeriksaan
• Pemeriksaan imaging:
• rontgen atau CT abdomen dan pelvis  normal dan
tidak diperlukan untuk diagnosis
• Colonoscopic  normal
• hanya dilakukan pada pasien dengan tanda bahaya
untuk menyingkirkan sebab organic
Tatalaksana IBS
• Non farmakologi
• IBS tipe konstipasi
• diet tinggi serat
• IBS tipe diare
• membatasi makanan yang mencetuskan gejala
• Farmakologi
• IBS-C
• bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride),
aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)
• IBS-D
• antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan
• Nyeri, kembung dan distensi
• antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Soal No. 238
Seorang laki-laki, berusia 35 tahun, datang ke IGD dengan
keluhan muntah-muntah sejak 1 jam yang lalu. Muntah
sebanyak 15 kali disertai mual. Keluhan disertai nyeri
seluruh region perut. Pasien riwayat 2 jam sebelumnya
makan makanan kaleng. Pasien tampak lemah dan
mengantuk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/70
mmhg, N 102x/m, RR 24x/m, T 36,9 C. Apakah
kemungkinan penyebab gejala yang terjadi pada pasien
tersebut?
A. Clostridium Botulinum
B. E Coli
C. N. Gonorrhea
D. Salmonella
E. Leptospira
Soal No. 238
• Pasien diatas kemungkinan mengalami food poisoning akibat
toksin botulinum yang ditandai dengan muntah-muntah,
nyeri perut, lemah dan mengantuk. Adanya riwayat makan
makanan kaleng semakin menguatkan dugaan ke arah infeksi
akibat clostridium botulinum.
• Pilihan B, E coli biasanya dapat memberikan diare berdarah
atau tidak berdarah dan tidak berhubungan dengan makanan
kaleng.
• Pilihan C, pada infeksi GO biasanya bermanifetasi sebagai ISK.
• Pilihan D, pada ingfeksi salmonella biasanya akan
menyebabkan demam dan sering menginfeksi susu, telur atau
yoghurt.
• Pilhan E, pada infeksi leptospira biasanya akan ditemukan
nyeri tekan gastrocnemius dengan riwayat terapapar urin
tikus sebelumnya.
FOOD POISONING
STAPHYLOCOCCUS AUREUS CLOSTRIDIUM BOTULINUM
• Gram positive cocci that occurs in singles, pairs,
short chains, tetrads and irregular grape like • It is a gram positive anaerobic spore bearing
clusters. bacilli
• Food is usually contaminated from infected • Incriminated food: Most cases of botulism
food handler. are associated with home canned or bottled
meat, vegetables and fish.
• The food handler with an active lesion or
carriage can contaminate food. • Incubation period: 12-36 hours

• Custard and cream filled bakery food, ham, • Clinical features: Common features include
vomiting, thirst, dryness of mouth,
chicken, meat, milk, fish, salads, puddings, pie
constipation, ocular paresis (blurred-vision),
• The bacteria produce enterotoxin while difficulty in speaking, breathing and
multiplying in food. swallowing. Coma or delirium may occur in
some cases. Death may occur due to
• Clinical features: respiratory paralysis within 7 days.
• The onset is sudden and is characterized
by vomiting and diarrhea but no fever.
• The illness lasts less than 12 hours.
DIAGNOSIS
SOURCE & CLINICAL
ETIOLOGY PAT H O G E N E S I S &
F E AT U R E S
T R E AT M E N T
• Improperly stored foods with high salt
or sugar content favors growth of • Enterotoxin acts on receptors
Staphylo staphylococci. in the gut that transmit Symptomatic
cocci • Intense vomiting and watery diarrhea impulses to the medullary treatment
start 1-4 h after ingestion and last as centers
long as 24-48 h

• Emetic enterotoxin (short


• Contaminated fried rice (emetic)
incubation and duration) -
• Meatballs (diarrheal)
Poorly understood
• Emetic: Duration is 9 h, vomiting and
• Diarrheal enterotoxin (long
cramps Symptomatic
B cereus incubation and duration) -
• Diarrheal: Lasts for 24 h treatment
Increasing intestinal secretion
• Mainly vomiting after 1-6 h and mainly
by activation of adenylate
diarrhea after 8-16 h after ingestion;
cyclase in intestinal
lasts as long as 1 d
epithelium

• Inadequately cooked meat, poultry, or


legumes
Culture of
• Acute onset of abdominal cramps with • Enterotoxin produced in the
clostridia in food
diarrhea starts 8-24 h after ingestion. gut, and food causes
C perfringens and stool
• Vomiting is rare. It lasts less than 1 d. hypersecretion in the small
Symptomatic
• Enteritis necroticans associated with C intestine
treatment
perfringens type C in improperly
cooked pork (40% mortality)
DIAGNOSIS &
ETIOLOGY S O U R C E & C L I N I C A L F E AT U R E S PAT H O G E N E S I S
T R E AT M E N T
• Toxin present in
• Canned foods (eg, smoked fish, • Toxin absorbed from food, serum, and
mushrooms, vegetables, honey) the gut blocks the stool.
• Descending weakness and paralysis start release of • Respiratory
C botulinum
1-4 d after ingestion, followed by acetylcholine in the support
constipation. neuromuscular • Intravenous
• Mortality is high junction trivalent antitoxin
from CDC

• Contaminated water and food (eg, salad, • Enterotoxin causes


cheese, meat) hypersecretion in
Enterotoxic E coli • Supportive
• Acute-onset watery diarrhea starts 24-48 small and large
(eg, traveler's treatment
h after ingestion intestine via
diarrhea) • No antibiotics
• Concomitant vomiting and abdominal guanylate cyclase
cramps may be present. It lasts for 1-2 d activation

• Improperly cooked hamburger meat and


previously spinach
• Cytotoxin results in
• Most common isolate pathogen in bloody • Diagnosis with
endothelial damage
Enterohemorrhagic diarrhea starts 3-4 d after ingestion stool culture
and leads to platelet
E coli (eg, E coli • Usually progresses from watery to bloody • Supportive
aggregation and
O157:H7) diarrhea. It lasts for 3-8 d treatment
microvascular fibrin
• May be complicated by hemolytic-uremic • No antibiotics
thrombi
syndrome or thrombotic
thrombocytopenic purpura
SOURCE & CLINICAL DIAGNOSIS &
CAUSE PAT H O G E N E S I S
F E AT U R E S T R E AT M E N T

• Enterotoxin produces
• Contaminated imported cheese
secretion • Supportive treatment
EIEC • Usually watery diarrhea (some
• Shigalike toxin • No antibiotics
may present with dysentery)
facilitates invasion

• Implicated in traveler's diarrhea in • Ciprofloxacin may shorten


• Bacteria clump on
EAEC developing countries duration and eradicate the
the cell surfaces
• Can cause bloody diarrhea organism
• Positive stool culture finding
• Prompt replacement of fluids
• Enterotoxin causes
• Contaminated water and food and electrolytes (oral
hypersecretion in
• Large amount of nonbloody rehydration solution)
V cholera small intestine
diarrhea starts 8-24 h after • Tetracycline (or
• Infective dose usually
ingestion. It lasts for 3-5 d fluoroquinolones) shortens the
is 107 -109 organisms
duration of symptoms and
excretion of Vibrio

• Domestic animals, cattle, chickens


• Fecal-oral transmission in humans
• Foul-smelling watery diarrhea • Culture in special media at
• Uncertain about
followed by bloody diarrhea 42°C
C jejuni endotoxin production
• Abdominal pain and fever also • Erythromycin for invasive
and invasion
may be present; it starts 1-3 d disease (fever)
after exposure and recovery is in
5-8 d
SOURCE & CLINICAL DIAGNOSIS &
ETIOLOGY PAT H O G E N E S I S
F E AT U R E S T R E AT M E N T
• Organisms invade • Polymorphonuclear
• Potato, egg salad, lettuce, epithelial cells and leukocytes (PMNs), blood,
vegetables, milk, ice cream, produce toxins and mucus in stool
and water • Infective dose is • Positive stool culture
• Abrupt onset of bloody 102 -103 organisms • Oral rehydration is mainstay
Shigella
diarrhea, cramps, tenesmus, • Enterotoxin- • Trimethoprim-
and fever starts 12-30 h after mediated diarrhea sulfamethoxazole (TMP-
ingestion. followed by SMX) or ampicillin for
• Usually self-limited in 3-7 d invasion severe cases
(dysentery/colitis) • No opiates
• Beef, poultry, eggs, and dairy
products
• Abrupt onset of moderate-to-
large amount of diarrhea with • Positive stool culture finding
• Invasion but no
Salmonella low-grade fever; in some cases, • Antibiotic for systemic
toxin production
bloody diarrhea infection
• Abdominal pain and vomiting
also present, beginning 6-48 h
after exposure and lasts 7-12 d
• Systemic disease
associated with
Listeria • CSF or blood cultures
• Raw and pasteurized milk, soft bacteremia;
monocyte • Must treat with antibiotics if
cheese, raw vegetables, shrimp Intewstinal
genes bacteremic
symptoms precede
systemic disease
Clostridium Botulinum
Botulism
• Botulism is a rare disease with 4 naturally occurring
syndromes:
• foodborne botulism is caused by ingestion of foods
contaminated with botulinum toxin,
• wound botulism is caused by Clostridium botulinum
colonization of a wound and in situ toxin production,
• infant botulism is caused by intestinal colonization and
toxin production,
• adult intestinal toxemia botulism is an even rarer form of
intestinal colonization and toxin production in adults.
Manifestasi Klinis
• Symptoms usually begin 12 to 36 hr following ingestion. Patients
present with symmetric descending flaccid paralysis and
prominent bulbar signs (diplopia, dysarthria, dysphonia, and
dysphagia [the four “Ds”])
• Severity of illness is related to the quantity of toxin ingested.
• Significant findings:
• Acute, bilateral cranial nerve palsies, with ocular and bulbar
manifestations being most frequent (diplopia, ophthalmoplegia, ptosis,
dysphagia, dysarthria, fixed and dilated pupils, and dry mouth)
• Usually bilateral nerve involvement that may progress to a descending
flaccid paralysis
• No sensory deficits, aside from possible blurred vision
• GI symptoms (dry mouth, nausea, vomiting, diarrhea, or cramps)
• Generally an absence of fever
• Normal heart rate to mild bradycardia with patient remaining
normotensive
• Normal mental status
Soal No. 239
Perempuan 30 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri
ulu hati dan terasa terbakar 6 jam sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan di sertai mual dan muntah . Pasien sudah
pergi ke dokter dan diberi obat ranitidin tetapi tidak ada
perbaikan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR 80x/mnt dan suhu 36C.
Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. GERD
B. Gastritis
C. Kolesistitis
D. Kolelitiasis
E. Pankreatitis
Soal No. 239
• Pasien diatas kemungkinan mengalami GERD karena
ditemukan adanya rasa terbakar dan nyeri ulu hati.
• GERD merupakan suatu kelainan yang disebabkan oleh
lemahnya sfingter esofagus bagian bawah.
• Pilihan B, pada gastritis biasanya gejala utama adalah
nyeri ulu hati.
• Pilihan C, pada kolesistitis akan ditemukan demam, nyeri
perut kanan atas dan murphy sign (+).
• Pilhan D, pada kolelitiasis akan ditemukan nyeri kolik yang
hilang timbul dan memberat setelah makan makanan
yang berlemak.
• Pilhan E, pada pankreatitis akut akan ditemukan adanya
nyeri abdomen dan kenaikan enzim lipase atau amilase.
GERD
• GERD adalah sebuah keadaan kronik akibat asam
lambung yang naik ke esofagus.
• GERD umumnya disebabkan perubahan barrier
antara esofagus dengan lambung seperti relaksasi
dari sphingter esofagus bawah.
• Gejala klasik dari GERD:
• Heartburn
• Regurgitasi
• Dysphagia
GERD

• Terdapat kelemahan pada sfingter esofagus bawah 


refluks
Etiology
• Incompetent lower esophageal sphincter (LES)
• Medications that lower LES pressure (calcium channel blockers,
alpha-adrenergic antagonists, nitrates, theophylline,
anticholinergics, sedatives, prostaglandins).
• Foods that lower LES pressure (chocolate, yellow onions,
peppermint).
• Tobacco abuse, alcohol, coffee.
• Pregnancy.
• Gastric acid hypersecretion.
• Hiatal hernia (controversial) present in >70% of patients with
GERD; however, most patients with hiatal hernia are
asymptomatic.
• Obesity is associated with a statistically significant increase in
the risk for GERD symptoms, erosive esophagitis, and
esophageal carcinoma.
Clinical Presentation of GERD
Typikal
Ektraesofageal
• Heartburn
• Laryngitis
• Regurgitation
• Asthma

Atypikal • Sinusitis

• Chest pain • Chronic cough

• Nausea • Aspiration pneumonia

• Vomiting • Dental erosion

• Bloating • Bronchospasm

• Dyspepsia • Sore throat

• Epigastric pain

Badillo R, et al. World J Gastrointest Pharmacol Ther. 2014.


Richter JE. Gastroenterol Clin North Am. 2007.
Soal No. 240
Seorang Laki-laki berusia 54 tahun datang dengan keluhan
nyeri perut kanan atas. Pasien memiliki riwayat hepatitis B
sekitar 15 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
TD 120/70 mmhg, HR 90x/m, RR 24x/m, T 36,9 C. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan hepar 5 cm BAC dan 6 cm
dibawah processus xyphoideus dan teraba berbenjol-benjol.
Apakah pemeriksaan yang akan dilakukan pada pasien
tersebut?

A. PT memanjang
B. Peningkatan alfa fetoprotein
C. Peningkatan ALT
D. Peningkatan alkali fosfatase
E. Peningkatan serum feritin
Soal No. 240
• Adanya keluhan nyeri perut kanan atas, hepatomegaly serta
hepar yang teraba berbenjol-benjol menunjukkan bahwa
pasien kemungkinan mengalami karsinoma hepar.
• Faktor risiko pada pasien ini kemungkinan adalah akibat
infeksi Hep B kronik.
• Pada ca hepar tumor marker yang dapat diperiksa adalah alfa
fetoprotein.
• Pilihan A, PT memanjang dapat ditemukan pada kelainan hati
secara umum.
• Pilihan C, peningkatan ALT dapat ditemukan pada kerusakan
hepar.
• Pilihan D, peningkatan alkalin fosfatase dapat ditemukan pada
kelainan saluran bilier.
• Pilhan E, peningkatan kadar serum ferritin dapat ditemukan
pada penyakit hemochromatosis.
Hepatoma
• Keganasan hati, terutama • Faktor Risiko: infeksi
berhubungan dengan hepatitis kronis, aflatoksin,
hepatitis B dan hepatitis C. sirosis
• Seringkali tidak bergejala.
Gejala baru timbul di tahap • Gejala
lanjut, seperti:
• ↑ɑ-fetoprotein pada > 50%
• Perut makin membesar kasus
• Nyeri abdomen kanan atas • Hati teraba keras, bisa
• Ikterik terdapat nodul
• Mudah kenyang • Adanya bruit atau friction
• Penurunan berat badan rub pada perabaan hati
• Teraba massa di abdomen
kanan atas

Current diagnosis & treatment in gastroenterology.


http://emedicine.medscape.com/article/177632-workup#c7
Penegakan Diagnosis Hepatoma
CT Scan/ MRI abdomen Alpha-feto protein (AFP)
• Pemeriksaan penunjang inisial • Merupakan tumor marker
untuk mengetahui adanya untuk hepatoma.
massa/ nodul di hepar. • Dapat false positive pada
kehamilan dan tumor lain yang
Biopsi berasal dari gonad.
• Merupakan gold standar • Digunakan sebagai skrining.
penegakan diagnosis.
• Dilakukan terutama bila USG
didapatkan nodul >2 cm • Dapat digunakan untuk skrining
mengetahui apakah ada nodul
di hepar
• Kombinasi USG dan AFP
memberikan spesifitas yang
tinggi untuk diagnosis
hepatoma.
Hepatoma
Tata laksana
• Pembedahan/reseksi tumor (bila tumor mengenai 1
lobus, ukuran < 3 cm)
• Injeksi etanol perkutan dengan tuntunan USG (bila
tumor < 3 buah, ukuran < 3 cm, tumor yang residif
pasca reseksi hati, tumor residual pasca embolisasi)
• Transplantasi hati
• Kemoembolisasi tumor
• RFA pada tumor <5 cm
Soal No. 241
Seorang Laki-laki usia 35 tahun datang ke RS dengan keluhan
utama badan kuning sejak 3 hari smrs. Pasien juga mengeluh
mual dan muntah. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD 130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR 80x/mnt dan
suhu 36C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik dan
hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
kenaikan tes fungsi hati dan IgM anti HAV (+). Apakah terapi
farmakologis yang akan diberikan pada pasien tersebut?

A. Hepatoprotektor
B. Vaksin
C. Immunoglobulin
D. Lamivudin
E. Interferon
Soal No. 241
• Pasien kemungkinan mengalami infeksi akut oleh virus
hepatitis A karena adanya keluhan kuning, mual dan muntah.
Adanya kanaikkan fungsi hati dan IgM anti HAV (+)
menguatkan diagnosis ini.
• Pada hepatitis A tatalaksana yang diberikan biasanya berupa
simptomatik dan dapat diberikan hepatoprotektor.
• Pilihan B, vaksin biasanya diberikan pada pasien yang belum
terkena infeksi dan berfungsi untuk pencegahan.
• Pilihan C, Immunoglobulin dapat diberikan pada pasien yang
sudah terpapar infeksi virus hepatitis atau profilaksis sebelum
pergi ke daerah endemis.
• Pilihan D dan E, lamivudine dan interferon biasanya diberikan
sebagai tatalaksana infeksi virus hepatitis B atau C bukan
untuk infeksi virus hepatitis A.
Hepatitis A
• Hepatitis A IgM
antibodies are
usually detectable 3 to
4 weeks after an initial
exposure and return to
normal after about 8
weeks.
• Hepatitis A IgG
antibodies may begin
to develop 2 weeks
after the IgM
antibodies increase to a
high level.
Hepatitis A
Hepatitis A
Pathophysiology
• HAV is a small non-enveloped RNA hepatovirus
• HAV is exclusively a virus of humans and primates
• Transmitted by the fecal-oral route
• Absorbed in the small intestine and replicates in the
liver
• HAV is secreted in the bile and shed in feces for 1-2
weeks BEFORE clinical illness and approximately 1
week after the onset
• Incubation period is 15-50 days (on average 30 days)
• There is NO chronic carrier state
Hepatitis A
Epidemiology
• Transmitted by the fecal-oral route
 The virus is hardy, surviving on human hands and inanimate
objects (fomites) .
Transmission of hepatitis A from hospitalized patients with
unsuspected disease to staff is well recognized
• Prevalent in the economically developing regions of Africa, Asia
and Latin America where seroprevalence rates approach 100%
and most infections occurs by age 5
• Infection confers lifelong immunity
• Seroprevalence rates are approximately 33% in the US
• Rates of HAV have been decreasing over past 20yrs secondary
use of vaccine and improvements in hygiene, sewage disposal
and food safety
Hepatitis A
Clinical Presentation
 Often asymtomatic in children
 May begin with nonspecific prodrome of fever, malaise,
weakness, anorexia, nausea, vomitting, arthralgias,
mylagias and upper respiratory symptoms
 This is followed by 1-2 wks dark urine, jaundice, mild
pruritus and slight liver enlargement and tenderness
 Labs reflect hepatocellular injury and aminotransferase
levels may be elevated between 500 and 5000; serum
bilirubin usually peaks later then transaminase levels but
usually remains less then 10mg/dl
 Most patients have normalization of LFTs within 6 months
Hepatitis A
Diagnosis
• Diagnosis requires presence of serum HAV IgM; IgM
antibody persists for 3-6 months after onset of
symptoms
Hepatitis A
• Treatment generally involves supportive care, with
specific complications treated as appropriate.
• Initial therapy often consists of bed rest.
• Nausea and vomiting are treated with antiemetics.
• Dehydration may be managed with hospital admission and
intravenous (IV) fluids.
• In most instances, hospitalization is unnecessary.
• The majority of children have minimal symptoms; adults are
more likely to require more intensive care, including
hospitalization.
• Acetaminophen may be cautiously administered but is strictly
limited to a maximum dose of 3-4 g/day in adults.
• Hepatoprotektor  curcuma

http://emedicine.medscape.com/article/177484-treatment#d9
Pencegahan
• Immunoglobulin provides protection against HAV through
passive transfer of antibody.
• Preexposure prophylaxis
• indicated for people traveling to endemic areas who have not
received or cannot receive the hepatitis A vaccine before
departure.
• Ig 0.02 or 0.06 ml/kg given IM
• The lower dose is effective for up to 3 mo, and the higher
dose is effective for up to 5 mo.
• Postexposure prophylaxis (Ig 0.02 ml/kg given IM)
• indicated for people with recent exposure (within 2 wk) to HAV
and who have not been previously vaccinated.
• In high-risk patients, vaccine may be administered with
immunoglobulin.
Soal No. 242
Seorang Laki-laki usia 35 tahun datang ke RS dengan keluhan
utama badan kuning sejak 3 hari smrs. Pasien juga mengeluh
mual dan muntah. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD 130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR 80x/mnt dan
suhu 36C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik dan
hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
kenaikan tes fungsi hati dan IgM anti HAV (+).Apakah
komplikasi yang paling mungkin terjadi?

A. Abses hepar
B. Hepatoma
C. Acute liver failure
D. karsinoma hepatoseluler
E. Sirosis hepatis
Soal No. 242
• Pasien kemungkinan mengalami infeksi akut oleh virus
hepatitis A karena adanya keluhan kuning, mual dan
muntah. Adanya kanaikkan fungsi hati dan IgM anti HAV
(+) menguatkan diagnosis ini.
• Pada infeksi virus hepatitis A akut dapat terjadi
komplikasi hepatitis fulminant yang dapat berujung pada
gagal hepar akut.
• Pilihan A, abses hepar merupakan komplikasi dari diare
amebic.
• Pilihan B dan C, hepatoma atau HCC dapat merupakan
komplikasi dari sirosis hepatis.
• Pilihan E, sirosis hepatis merupakan komplikasi dari
hepatitis kronis.
Komplikasi Hepatitis A
• Most patients recover within 3 months of infection,
although 5% to 10% of patients will experience a
relapse in the first 6 months.
• HAV is a self-limited infection and does not cause
chronic hepatitis.
• fulminant hepatitis
Soal No. 243
Seorang laki-laki berusia 29 tahun datang ke RS dengan keluhan
nyeri dada yang menjalar ke punggung sejak 1 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluh mual dan muntah. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR 20x/mnt, HR
80x/mnt dan suhu 36C. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan lipase tinggi dan amilase tinggi. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Kolangitis
B. Kolesistisis
C. Pankreatitis
D. Kolesistisis
E. Koledokolitiasis
Soal No. 243
• Adanya keluhan nyeri dada yang menjalar hingga ke
punggung serta mual, muntah dan peningkatan kadar
amilase dan lipase menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami pankreatitis akut.
• Pilihan A, pada kolangitis akan ditemukan demam, ikterik
dan nyeri perut kanan atas.
• Pilihan B dan C, pada kolesistitis akan ditemukan nyeri
perut kanan atas, demam, dan murphy sign (+).
• Pilhan E, pada koledokolitiasis akan ditemukan kolik
abdomen dan kolestasis.
PANKREATITIS AKUT
DEFINISI
• Reaksi peradangan pankreas yang akut

KLINIS
• Dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran
• Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus menurun
(ileus paralitik)
• Pankreatitis akut berat dapat mengalami sesak napas karena inflamasi diafragma
akibat pankreatitis, efusi pleura, atau adult respiratory distress syndrome.
• Nyeri tekan abdomen, defans, tanda perdarahan retroperitoneal (Cullens –
periumbilical, Grey Turners – pinggang) jarang terlihat

PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Amylase & lipase ↑
• Amilase meningkat pada 6-12 jam dari onset pankreatitis. Lipase meningkat pada 24 jam-14
hari dari onset pankreatitis.
• MRI
• MRCP (bila terdapat dugaan bahwa pankreatitis disebabkan oleh koledokolithiasis)

https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-acute-pancreatitis
PANKREATITIS AKUT
• Pankreatitis adalah
inflamasi pankreas yang
berlangsung akut
(onset tiba-tiba, durasi
kurang dari 6 bulan)
atau akut berulang (>1
episode pankreatitis
akut sampai kronik -
durasi lebih dari 6
bulan).

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016


Pankreatitis Akut

Robbins & Cotran Pathologic basis of diseases.


Etiologi Pankreatitis
• Gallstones (batu empedu) 40-70%
• Alkohol (25-35%)
• Hipertrigliseridemia, terutama jika > 1000 mg/dL
(1-4%)
• Massa jinak atau ganas pada pankreatoilier (5-14%)
Etiologi Pankreatitis Akut
Mechanical Gallstones, biliary sludge, ascariasis, periampullary diverticulum, pancreatic or periampullary cancer,
ampullary stenosis, duodenal stricture or obstruction
Toxic Ethanol, methanol, scorpion venom, organophosphate poisoning

Metabolic Hyperlipidemia (types I, IV, V), hypercalcemia

Drugs Didanosine, pentamidine, metronidazole, stibogluconate, tetracycline furosemide, thiazides,


sulphasalazine, 5-ASA, L-asparaginase, azathioprine, valproic acid, sulindac, salicylates, calcium,
estrogen
Infection Viruses-mumps, coxsackie, hepatitis B, CMV, varicella-zoster, HSV, HIV

Bacteria-mycoplasma, Legionella, Leptospira, salmonella

Fungi-aspergillus

Parasites-toxoplasma, cryptosporidium, Ascaris

Trauma Blunt or penetrating abdominal injury, iatrogenic injury during surgery or ERCP (sphincterotomy)

Congenital Cholodochocele type V, pancreas divisum

Vascular Ischemia, atheroembolism, vasculitis (polyarteritis nodosa, SLE)

Miscellaneous Post ERCP, pregnancy, renal transplantation, alpha-1-antitrypsin deficiency

Genetic CFTR, PRSS1, SPINK1,and other genetic mutations

https://www.uptodate.com/contents/image?imageKey=GAST%2F78423&topicKey=GAST%2F5652&search=pancreatitis&rank=1~150&source=see_link
Manifestasi Pankreatitis Akut
• Kriteria 2 dari 3:
• Nyeri hebat abdomen biasanya daerah epigastrium dengan
onset akut dan menjalar ke punggung
• Kenaikan enzim amilase dan lipase lebih dari 3x
• Gambaran pankreatitis akut CT scan dengan kontras, MRI,
atau USG
• Grey-Turner’s sign  ekimosis pada pinggang
• Cullen’s sign  ekimosis periumbilikal
• Ikterik
• Nodul nekrosis lemak subkutan (pannikulitis)

Freedman SD, Lewis MD. Pancreatitis in adults. Uptodate 2016.


Pankreatitis Akut
• Diagnosis pankreatitis akut:
• Klinis
 Nyeri epigastrium akut menjalar ke punggung, adanya faktor risiko
alkoholisme atau penyakit bilier
• Pemeriksaan laboratorium
 Peningkatan amilase dan/atau lipase lebih dari 3 kali
• Evaluasi radiologi.
 CT scan bermanfaat untuk menemukan inflamasi & menyingkirkan
penyakit lain.
 Pemeriksaan contrast-enhanced computed tomographic (CECT)
dan/atau MRI pankreas sebaiknya dilakukan jika diagnosis belum
jelas atau klinis tidak membaik dalam 48-72 jam pertama
perawatan di RS
Pankreatitis Akut
• Enzim pankreas keluar  nekrosis lemak dan inflamasi
retroperitoneal atau perdarahan intraabdomen
• Menyebar melalui ligamen rotundum ke umbilikus  Cullen sign
• Penyebaran dari retroperitoneum ke jaringan subkutan pinggang 
Grey Turner’s sign.
A. Cullen Sign
B. Grey-Turner Sign
Klasifikasi Pankreatitis Akut
Klasifikasi Pankreatitis
Tatalaksana
Pankreatitis
Akut

NPOnil per os (tidak


ada asupan oral)

https://teachmemedicine.org/cleveland-clinic-acute-pancreatitis/
Pankreatitis
Soal No. 244
Seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun, datang ke dokter
rumah sakit untuk kontrol berkala sakit perut yang dimulai 6
bulan lalu. Nyeri perut hilang timbul di perut bagian kanan,
disertai diare yang kadang berdarah. Pasien juga mengeluhkan
sering lemas, mual, dan merasa makin kurus. Hasil
pemeriksaan fisik tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 89 x/menit, frekuensi napas 19 x/menit,
suhu 37C. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran
lesi tidak berpola dari ileum hingga rektum. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Kolitis ulseratif
B. Irritable bowel disease
C. Irritable bowel syndrome
D. Crohn disease
E. Karsinoma kolon
Soal No. 244
• Pasien kemungkinan mengalami IBD tipe kolitis ulseratif
karena ditemukan adanya nyeri perut yang hilang timbul
dan diare berdarah. Adanya gambaran lesi tidak
berpola,kemungkinan merupakan lesi kontinyu dari ileum
hingga rectum menguatkan diagnsosis ke arah kolitis
ulseratif.
• Pilihan B, tidak ada istilah ini.
• Pilihan C, pada IBS biasanya terdapat keluhan diare atau
konstipasi yang akan membaik dengan BAB.
• Pilihan D, pada chron disease biasanya akan didapatkan
gambaran skip lesion.
• Pilihan E, pada Ca colon akan didapatkan perubahan pola
defekasi dan BB turun
IBD
• IBD: penyakit kronik karena aktiviasi
imun di mukosa saluran cerna.

• Kolitis ulseratif
• Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare
dengan/tanpa darah.
• Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase mukus tanpa
diare.
• Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri
bawah.
• Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden, hingga
universal colitis.

• Crohn disease
• Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
• Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah makan,
• Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di
kanan bawah

Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.


Cheifettz A. Management Active Crohn Disease. 0 JAMA, May 22/29, 2013—Vol 309, No. 20
IBD
Soal No. 245
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan
nyeri abdomen sejak 3 tahun smrs. Nyeri dirasakan
disertai dengan kram perut. Pasien juga mengeluh
terkadang mengalami diare namun tidak berdarah. Tidak
ada mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
TD 115/70 mmHg, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
37,2C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan kontras didapatkan gambaran string
sign. Apakah kemungkinan diagnosis pasien ini?
A. Crohn disease
B. Ulcerative colitis
C. Tumor
D. IBS
E. GERD
Soal No. 245
• Pasien diatas mengalami nyeri abdomen dengan diare
yang tidak berdarah. Adanya gambaran string sign pada
pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa pasien
mengalami chron disease.
• Pilihan B, kolitis ulcerative biasanya ditandai dengan diare
berdarah dan gambaran lesi kontinyu. Pada pemeriksaan
kontras akan ditemukan gambaran lead pipe.
• Pilihan C, pada tumor kolon akan didapatkan gambaran
massa pada kolon.
• Pilihan D, pada IBS akan ditandai dengan diare atau
konstipasi yang akan membaik setelah BAB.
• Pilhan E, pada GERD ditandai dengan rasa terbakar di
dada.
Gambaran Radiologi Chron
Disease
Aphthous ulcers – First
sign
Gambaran Radiologi Chron
Disease
Aphthous ulcers – First
sign
Cobblestone
appearance - due to
deep fissuring ulcers
around inflamed
mucosa
Gambaran Radiologi Chron Disease
Aphthous ulcers – First
sign
Cobblestone
appearance
String sign – due to
spasm or fibrosis of
intestinal wall
Gambaran Radiologi Chron Disease

Aphthous ulcers – First


sign
Cobblestone
appearance
String sign
Fistulas, strictures,
abscesses

Ileo-Ileal Fistula
Kolitis ulseratif Crohn’s disease
Inflamasi Mukosa Transmural
Luas area Rectum  proksimal Mulut – anus
Continuous Skip lesion
50% proctosigmoiditis, 30%
left-sided colitis, 20%
pancolitis
Patologi Mukosa rapuh Mukosa tidak rapuh
Ulkus difus Ulkus aphthous
Pseudopolip Cobblestone, fisura
Barium enema Tepi kabur (granularitas Lesi tajam, cobblestone,
mukosa halus) ulkus dan fisura panjang,
Haustra kolon hilang “lead “string sign”
pipe”
Mikroskopik Inflamasi superfisial Inflamasi transmural
PMN Limfosit
Abses kripti Granuloma non-kaseosa
Fibrosis, ulkus, fisura
Soal No. 246
Seorang laki-laki berusia 33 tahun diantar ke RS dengan keluhan
sulit makan dan minum sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan
disertai dengan muntah setiap kali menelan makanan serta
penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak lemah, tekanan darah 90/60 mmHg,
denyut nadi 86x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu
afebris, kesan gizi kurang. Pemeriksaan fisik lain dalam batas
normal. Pada pemerikaasaan imaging didapatkan bird’s beak
appearance. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Atresia esophagus
B. Akalasia sekunder
C. Esofagitis refluks
D. Akalasia primer
E. Stenosis pylorus
Soal No. 246
• Adanya keluhan berupa sulit makan dan minum dan
penurunan berat badan serta gambaran bird’s beak
apperanace menunjukkan bahwa kemungkinan pasien
mengalami akalasia primer.
• Pilihan A, pada atresia esofagus biasanya akan didapatkan
gejala sejak kecil dan ditandai dengan adanya drooling.
• Pilihan B, pada akalasia sekunder biasanya terdapat
penyebab sekunder seperti infeksi virus polio atau akibat
Chagas disease.
• Pilihan C, pada GERD akan didapatkan rasa terbakar di
dada.
• Pilhan E, pada stenosis pylorus biasanyaa akan
didapatkan muntah non bilier pada anak dan massa
sebesar buah zaitun pada epigastrium.
Akalasia
• Akalasia ditandai dengan tidak adanya peristaltis
korpus esofagus bagian bawah dan sfingter
esofagus bagian bawah, sehingga saat makanan
masuk tidak dapat relaksasi secara sempurna.
• Dari segi etiologi:
• Akalasia primer: penyebab jelas tidak diketahui
• Akalasia sekunder: infeksi, tumor intraluminer, ataupun
obat antikolinergik
Akalasia
• Manifestasi klinis
• Disfagia, baik makanan padat maupun cair
(>90% kasus), yang pada awal keluhan hilang
timbul
• Regurgitasi (70% kasus)
• Penurunan berat badan
• Nyeri dada (30% kasus), biasa dirasakan saat
minum air dingin
• Batuk dan pneumonia aspirasi
Akalasia
• Diagnosis
• Gejala klinis
• Pemeriksaan penunjang
• Radiologis Barium swallow
(meal)
• dilatasi esofagus, sering
berkelok-kelok, memanjang
dengan ujung distal
meruncing berbentuk paruh
burung
• Endoskopi saluran cerna atas
• manometri
Imaging
Soal No. 247
Laki-laki 47 tahun datang dengan keluhan kembung dan
nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu. . Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 120/90mmHg, RR 20x/mnt, HR
80x/mnt dan suhu 36C Hasil pemeriksaan fisik terdapat nyeri
tekan epigastrium +. Pada hasil pemeriksaan penunjang
lainnya ditemukan urea breath test (+). Apakah terapi yang
diberikan pada pasien tersebut?

A. Klaritromisin + Amoksisilin + PPI


B. Clyndamycin + metronidazole +PPI
C. Sefadroxil + amoxcycilin + B2 blocker
D. Rifaximin + amoxcycilin +B2 blocker
E. Azitromycin + amoxcycilin + B2 blocker
Soal No. 247
• Adanya keluhan kembung dan nyeruiu pertu dan nyeri
tekan epigastrium dengan urea breath test (+)
menunjukkan bahwa pasien mengalami infeksi oleh
helicobacter pylori.
• Pada infeksi H Pylori tatalakasana adalah dengan
pemberian triple therapy berupa klaritromisin,
amoksisilin dan PPI.
Infeksi H.pylori
Microbiology
• Small curved microaerophilic
gram-negative rods 2-4ųm long.
• Selective medium required for
isolation-10% sheep blood agar +
selective antibiotic supplement.
• Incubated at 80-85% N2, 5-10%
CO2, 5-10% H2 O @ 37ºC.
• Identified by urease, oxidase,
catalase.
• Transmisi secara fekal –oral.

Manifestasi Klinis
• Dispepsia

Sumber : Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL et all. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th edition. New York : Mc Graw Hill; 2015
Infeksi H. pylori
• Batang gram negative, berflagel, urease dan
katalase (+), mikroaerofilik
Patogenesis

Sumber : Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL et all. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th edition. New York : Mc Graw Hill; 2015
Helicobacter pylori memiliki faktor virulensi antara lain:

• Urease dapat menciptakan ammonia dari urea,


mengakibatkan peningkatan pH sehingga mendukung
UREASE keidupan bakteri.

• untuk penempelan dengan mukosa lambung serta


penarikan neutrophil serta monosit yang berperan dalam
PicB dan
ADHESIN kerusakan mukosa lambung

• berfungsi mendegradasi mucus serta lapisan pelindung


PROTEASE
mukosa.
Infeksi H. pylori
Urea Breath Test
• Urea breath test (UBT) merupakan prosedur
diagnostik cepat dalam mendeteksi Helicobacter
pylori.
• Didasarkan pada kemampuan H. pylori untuk
mengubah urea menjadi amonia dan karbon
dioksida.

Sumber : Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL et all. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th edition. New York : Mc Graw Hill; 2015
Urea Breath Test
1.Patient swallows a
labeled C13/14 urea
tablet. Dissolves to
release 14C-urea.
2.If present, H. pylori
metabolizes 14C-urea to
labeled carbon dioxide
(14CO2) and ammonia via
the enzyme urease.

H2N(13/14CO)NH2 + H20 →
urease → 2NH3 + 13/14CO2

3. 14CO2 is transported in
the blood to the lungs.
4.Patient exhales. 14CO2 is
captured for analysis.

Sumber :Heliprobe ® System available from : www.izotop.hu/pdf/ragyo/pylori_a.pptx


Terapi Eradikasi H. pylori
Soal No. 248
Pasien perempuan berusia 35 tahun datang ke RS dengan
keluhan lemas dan lesu sejak 6 bulan smrs. Pasien
memiliki riwayat vegetarian. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 95x/mnt, RR 22x/mnt
dan suhu 37C. Pada pemeriksaan konjungtiva didapatkan
anemis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan MCV
110. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Defisiensi asam folat


B. Defisiensi B12
C. Defisiensi piridoksin
D.Defisiensi Fe
E. Defisiensi thiamin
Soal No. 248
• Adanya keluhan lesu dan lemas, serta gambaran konjungtiva
anemis menunjukkan kemungkinan bahwa pasien mengalami
anemia.
• Gambaran makrositik (MCV 110) pada pemeriksaan
laboratorium dengan faktori risiko vegetarian menunjukkan
bahwa pasien kemungkinan mengalami defisiensi B12.
• Pilihan A, pada def asam folat biasanya tidak terjadi pada
vegetarian.
• Pilihan C, defisiensi piridoksin biasanya bermanifestasi sebagai
dermatitis, glossitis dan anemia mikrositik.
• Pilihan D, pada def Fe biasanya ditandai dengan anemia
mikrositik.
• Pilhan E, pada defisiensi thiamin biasanya akan ditandai
dengan penyakit beri-beri.
DEFISIENSI VITAMIN B12
Etiologi
• Pernicious anemia (lack of intrinsic factor)—most
common cause in the Western hemisphere
• Gastrectomy / Bariatric surgery
• Poor diet (e.g., strict vegetarianism); alcoholism
• Crohn’s disease, ileal resection (terminal ileum
approximately the last 100 cm)
• Other organisms competing for vitamin B12
Diphyllobothrium latum infestation (fish tapeworm)
Blind-loop syndrome (bacterial overgrowth)
Anemia Makrositik
• Vegetarian diet:
• Consume less total protein than omnivores, but meet
the recommended dietary allowances.
• ferritin levels are lower, but not depleted.
• Serum vit B12 in vegans are generally lower
• Calcium intake is lower
• Vitamin D is less consumed

Modern Nutrition in Health & Disease.


Absorbsi Vitamin B12
Defisiensi Vitamin B12
Defisiensi Vitamin B12
Diagnosis
• Apusan darah tepi
Megaloblastik anemia
Hypersegmented
neutrofil
• Vit B 12 serum rendah (<
100pg/mL)
• Meningkatnya kadar
asam metilmalonic dan
homosistein
• Antibodi thdp faktor
intrinsik (pd anemia
pernisiosa)
• Schiling test
Soal No. 249
Seorang wanita berusia 54 tahun dibawa ke IGD dengan
keluhan lemas. Pasien juga mengeluhkan mual muntah dan
nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 95x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C . Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
anemis, ikterik, hepar teraba 4 cm dibawah arcus costae. Pada
pemeriksaan Laboratorium didapatkan Hb 7,8, leukosit 5.600,
MCV 85, MCH 30, bilirubin total 15,5 bilirubin direk 1,5.
Apakah kemungkinan penyebab kasus diatas?

A. Anemia def besi


B. Anemia hemolitik
C. Anemia penyakit kronis
D. Thalassemia
E. Anemia aplastic
Soal No. 249
• Pasien diatas kemungkinan mengalami anemia hemolitik
karena ditemukan adanya keluhan lemas, dengan Hb
rendah, dan tanda-tanda hemolitik seperti icterus dan
peningkatan kadar bilirubin indirek.
• Pilihan A, pada anemia def besi biasanya ditandai dengan
anemia mikrositik.
• Pilihan C, pada anemia penyakit kronis biasanya ditandai
dengan anemia normostik atau anemia mikrositik.
• Pilihan D, pada thalassemia dapat ditemukan tanda-tanda
hemolitik namun pada pemeriksaan MCV akan rendah.
• Pilhan E, pada anemia aplastic akan ditemukan
pansitopenia tanpa organomegali.
Anemia hemolitik
• Hemolysis is the destruction or removal of red
blood cells from the circulation before their normal
life span of 120 days
• Hemolysis presents as acute or chronic anemia,
reticulocytosis, or jaundice.
• Premature destruction of erythrocytes occurs
intravascularly or extravascularly
• The etiologies of hemolysis often are categorized as
acquired or hereditary
Anemia Hemolitik
Soal No. 250
Pasien perempuan 45 tahun datang ke RS dengan keluhan
utama BAB berwarna hitam sejak 2 hari smrs. Pasien terbiasa
meminum obat rematik sejak 1 tahun terakhir. Pasien juga
mengeluh mual dan muntah serta cepat Lelah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, HR 80x/mnt,
RR 18x/mnt. Pada pemeriksaan laboratorium Hb 8,7 leukosit
4000, trombosit 250.000. Pada apusan darah tepi ditemukan
gambaran anemia mikrositik hipokromik, anisopoikilositosis,
sel cerutu (+). Apakah kemungkinan penyebab anemia yang
terjadi pada pasien tersebut?

A. Defisiensi Fe
B. Defisiensi asam folat
C. Defisiensi B12
D. Defisiensi vit A
E. Defisiensi vit C
Soal No. 250
• Adanya Hb 8,7 dan gambaran mikrositik dengan sel cigar
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami anemia
defisiensi besi.
• ADB pada pasien tersebut kemungkinan disebabkan karena
adanya perdarahan kronik dari saluran cerna akibat
penggunaan obat rematik (kemungkian NSAID/steroid).
• Pilihan B, pada defisiensi asam folat akan ditemukan anemia
megaloblastik.
• Pilihan C, pada defisiensi B12 akan d8temukan anemia
megaloblastik.
• Pilihan D, defisiensi Vitamin A biasanya akan bermanifestasi
sebagai xeroftalmia.
• Pilhan E, pada defisiensi vitamin C dapat ditemukan adanya
petekie dan perdarahan gusi.
Anemia Mikrositik Hipokrom

MCV & MCH ↓

GDT

Besi serum

Besi serum ↑ Besi serum N/↑ Besi serum ↓

Besi sumsum tulang  Pemeriksaan Hb F/A2 Kadar ferritin

Ferritin↓ Ferritin N/↑

Anemia sideroblastik Talasemia, Kelainan Hb Defisiensi besi penyakit kronik


Anemia Defisiensi Besi
• Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang
berperan dalam pembentukan heme.
Anemia Defisiensi besi

Harrison’s principles of internal medicine.


Etiologi
• Perdarahan saluran cerna atau menstruasi
• Kurangnya besi dalam diet
• Gangguan penyerapan besi pada pasien dengan
gastrektomi
• Phlebotomi berulang
• Meningkatnya kebutuhan besi (terutama saat hamil)
• Hemosiderosis
• hemoglobinuria (hemolysis intravaskular)
• Infeksi cacing tambang
Anemia Defisiensi Besi
(Tatalaksana)
• Suplemen Besi (Ferrous Sulfat)
• 300 mg/hari selama 6-12 bulan Atau sampai Hb normal + 8 minggu (WHO)
• dapat ditambah suplemen vitamin C untuk menambah penyerapan besi
• Ferrous sulfate (contains 20% elemental iron per mg of mineral salt)
• Ferrous fumarat(contains 33% elemental iron per mg of mineral salt)
• Ferrous gluconate(contains approximately 10 to 14% elemental iron per
mg of mineral salt)

• Terapi besi parenteral


 Iron dextran dapat diberikan secara IV atau IM
 Jarang diperlukan karena biasanya pasien berespon dengan terapi oral.
 Terapi ini berguna pada pasien yang absorbs besinya buruk.

• Transfusi PRC dibutuhkan


• bila Hb < 6g/dl atau
• Hb > 6g/dl dengan penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat,
gagal jantung dan distress pernapasan)
Soal No. 251
Perempuan usia 23 tahun datang ke IGD dengan keluhan
lemas. Pasien memiliki riwayat transfusi darah tanpa
adanya perdarahan sejak kecil. Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 95x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan rontgen
didapatkan gambaran hair-on-end appearance. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A.Thalasemia
B. Sickle cell disease
C. Anemia aplastik
D.Leukemia
E. Multiple myeloma
Soal No. 251
• Adanya keluhan lemas dengan riwayat transfuse darah
sejak kecil dan gambaran hair on end appearance
menunjukkan bahwa pasien mengalami thalassemia.
• Pilihan B, pada sickle cell disease akan ditemukan
gambaran anemia hemolitik dan gambaran Hb seperti
bulan sabit.
• Pilihan C, pada anemia aplastic akan didapatkan
gambaran pasitopenia tanpa organomegali.
• Pilihan D, pada leukemia akan didapatkan peningkatan
kadar leukosit.
• Pilhan E, pada multiple myeloma dapat ditemukan nyeri
pada tulang, gagal ginjal dan peningkatana serum
kalsium.
THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin
terdiri dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta (kromosom 11, kelainan berupa mutasi)  yang
mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa (Kromosom 16, kelainan berupa delesi)
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.


Thalasemia
• Thalassemia is among the most common genetic
disorders worldwide.
• Approximately 4.83% of the world’s population carry globin
variants, including 1.67% of the population that are
heterozygous for alpha-thalassemia and beta-thalassemia.
• The highest concentration of alpha-thalassemia is found
in Southeast Asia and the African west coast.
• For example, the prevalence is 5% to 10% in Thailand.
• It is also common among blacks, with a prevalence of
approximately 5%.
• The worldwide prevalence of beta-thalassemia is
approximately 3%;
• in certain regions of Italy and Greece the prevalence reaches
15% to 30%.
• This high prevalence can be found in Americans of Italian or
Greek descent.
Etiologi
• Beta-thalassemia
• terjadi karena adanya point mutation.
• Rendahnya sintesis beta-globin peningkatan non
fungsional rantai alpha-globin (Heinz bodies) 
sitotoksik dan menyebabkan hemolisis intramedula dan
eritropoesis yg tidak efektif.

• Alpha-thalassemia
• duplikasi rantai α-globin pada kromosom 16
menghasilkan 4α-globin gen (αα/αα).
• α-thalassemia terjadi jika terdapat delesi pd gen
tersebut.

Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
 facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Manifestasi Klinis
Beta-thalassemia:
• Heterozygous beta-thalassemia (thalassemia minor): no or mild anemia, microcytosis
and hypochromia, mild hemolysis manifested by slight reticulocytosis and splenomegaly.
• Homozygous beta-thalassemia (thalassemia major): intense hemolytic anemia;
transfusion dependency; bone deformities (skull and long bones); hepatomegaly;
splenomegaly; iron overload leading to cardiomyopathy, diabetes mellitus, and
hypogonadism; growth retardation; pigment gallstones; susceptibility to infection.
• Thalassemia intermedia caused by combination of beta- and alpha-thalassemia or beta-
thalassemia and Hb Lepore: resembles thalassemia major but is milder.

Alpha-thalassemia:
• Silent carrier: no symptoms.
• Alpha-thalassemia trait: microcytosis only.
• Hemoglobin H disease: moderately severe hemolysis with microcytosis and
splenomegaly.
• The loss of all four alpha-globin genes is incompatible with life (stillbirth of hydropic
fetus).

Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
• CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW  
• Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic stippling
• Hiperbilirubinemia
• Tes Fungsi hati abnormal (late findings krn
overload Fe)
• Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
• Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)

• Analisis Hb peripheral blood smear of patient with homozygous beta


• HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
kualitatif doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
Tata laksana thalassemia
• Transfusi darah, indikasi pertama kali • Splenektomi  jika memenuhi
jika:
– Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan kriteria
dengan jarak 2 minggu • Splenomegali masif
– Hb>7 disertai gejala klinis spt facies
cooley, gangguan tumbuh kembang • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
ml/kg/tahun
• Transfusi darah selanjutnya jika hb<8
g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL • Transplantasi (sumsum tulang,
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit)
darah umbilikal)
• Medikamentosa
– Asam folat (penting dalam pembentukan • Fetal hemoglobin inducer
sel) 2x 1mg/hari
– Kelasi besi  menurunkan kadar Fe
(meningkatkan Hgb F yg membawa
bebas dan me<<< deposit hemosiderin). O2 lebih baik dari Hgb A2)
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 ng/ul,
atau 10-20xtransfusi, atau menerima 5 L
darah. • Terapi gen
– Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit  stress oksidatif
>>)
– Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi
• Support psikososial
Soal No. 252
Pasien laki-laki usia 30 tahun datang ke praktek dokter
dengan keluhan lemas dan sering merasa tidak bergairah.
Pasien terkadang juga sering mengalami perdarahan yang
sulit berhenti. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 95x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 9 mg/dL,
Leukosit 30.000 dengan myeloblast 85% dan trombosit
100.000. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. ALL 1
B. ALL 2
C. ALL 3
D. AML 1
E. AML 3
Soal No. 252
• Adanya keluhan lemas yang disertai dengan perdarahan
yang sulit dikonsumsi serta pemeriksaan lab yang
menunjukkan leukositosis mengarahkan diagnosis ke arah
leukemia.
• Kemungkina leukemia yang dialami oleh pasien adalah
acute myeloblastic leukemia karena ditemukan adanya
myeloblast > 20%, penurunan Hb dan trombositopenia.
• Jenis AML yang memberikan gambaran myeloblast
adalah AML 1.
• Pilihan A,B,C, ALL biasanya terjadi pada anak-anak dan
disertai dengan peningkatan limfoblas.
• Pilhan E, pada AML 3 biasanya ditemukan promyelosit
dominan dengan gambaran auer rod.
AML
• Karakteristik
Mieloblast imatur yg
sangat besar dgn inti yg
banyak
Adanya Auer rod 
gumpalan bahan granula
azurophilik yang tampak
seperti jarum yang
memanjang berukuran
lebar 0,1 – 2 µ, dan
panjang 3 – 6 µ pada
sitoplasma blas leukemia.
Subtipe AML
Klasifikasi
The traditional French–American–British (FAB) classification of
AML is as follows:
• M0 - Undifferentiated leukemia  6 percent of AML
• M1 - Myeloblastic without differentiation  25 percent of
AML
• M2 - Myeloblastic with differentiation  28 percent of AML
• M3 – Promyelocytic  13 percent of AML  Sekarang disebut
APL with PML-RARA
• M4 – Myelomonocytic; M4eo - Myelomonocytic with
eosinophilia
• M5 - Monoblastic leukemia; M5a - Monoblastic without
differentiation; M5b - Monocytic with differentiation
• M6 - Erythroleukemia
• M7 - Megakaryoblastic leukemia
Soal No. 253
Seorang Laki-laki berusia 27 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan sering
lemas dan pandangan gelap tiba-tiba. Keluhan sudah dirasakan sejak 3 hari
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/70mmHg, HR
92x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu 36,7°C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis (+/+), rhonki di apex paru (+/+). Pada pemeriksasan
laboratorium didapatkan Hb 7 gr/dL, leukosit 4000/uL dan trombosit
250.000. Pasien merupakan pasien TB dan HIV yang sedang dalam
pengobatan ARV. Apa obat yang dapat menyebabkan kondisi pasien
tersebut?
A. Lamivudine
B. Tenofovir
C. Nevirapin
D. Efavirenz
E. Zidovudine
Soal No. 253
• Obat ARV yang mempunyai efek anemia adalah
zidovudine.
• Pilihan A, lamivudine bersifat hepatotoksik.
• Pilihan B, tenofovir bersifat nefrotoksik.
• Pilihan C, nevirapin dapat menyebabkan hepatotoksik
dan skin rash.
• Pilihan D, efavirens dapat menyebabkan gangguan
neurologis.
Terapi HIV
• NRTI/Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor:
• Zidovudine, stavudine, lamivudine, emtricitabine, entecavir.
• Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor: tenofovir, adefovir

• NNRTI/Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor:


• efavirenz, nevirapin, delavirdin

• Panduan WHO 2013, merekomendasikan tenofovir +


lamivudin/emtricitabin + efavirenz sebagai pilihan
memulai terapi.
Efek Samping ARV
ARV Efek Samping ARV Efek Samping
Tenofovir Disfungsi tubulus renal Lamivudin Neuropati perifer (jarang)
Sindrom Fanconi Lipoatrofi atau lipodistrofi
Penurunan densitas tulang Asidosis laktat
Asidosis laktat Hepatomegali dengan steatosis
Hepatomegali dengan steatosis
Eksaserbasi hepatitis B
Zidovudin Anemia Nevirapin Hepatotoksik
Neutropenia berat Hipersensitivitas obat
Miopati
Lipoatrofi atau lipodistrofi
Intoleransi saluran cerna
Asidosis laktat
Hepatomegali dengan steatosis
Efavirenz Toksisitas SSP Stavudin, Neuropati perifer
Hepatotoksik didanosin
Kejang
Hipersensitvitas
Ginekomastia
Soal No. 254
Pasien laki-laki berusia 65 tahun datang dibawa oleh
keluarganya dengan penurunan kesadaraan sejak 1 hari smrs.
Sebelumnya pasien mengalami demam dan batuk-batuk 3 hari
smrs. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD:
80/60 mmHg, HR 132x/mnt, RR 32x/mnt dan suhu 39C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan CRT memanjang. Pada
pemeriksaan Laboratorium didapatkan Hb 11 mg/dL, leukosit
28000 dan trombosit 200.000. Setelah dilakukan resusitasi
dengan kristaloid, keadaan pasien tidak membaik. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Syok cardiogenic
B. Syok hipovolemik
C. Syok sepsis
D. Sepsis
E. SIRS
Soal No. 254
• Adanya penurunan kesadaran dengan tanda-tanda infeksi
sebelumnya menunjukkan bahwa pasien mengalami
sepsis.
• Adanya hipotensi yang tidak membaik dengan terapi
cairan menunjukkan bahwa pasien mengalami syok
sepsis.
• Pilihan A, pada syok kardiogenik biasanya dapat dijumpai
tanda-tanda kerusakan jantung seperti infark miokard.
• Pilihan B, pada syok hipovolemik biasanya didapatkan
riwayat hilangnya volume intravascular.
• Pilhan E, SIRS ditandai dengan adanya takikardia,
takipneu, hipotermia/hipertermia dan
leukosit/leukopenia.
Sepsis Guideline 2016

• SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction


Kriteria Sepsis Lama
Etiologi Sepsis
Sepsis 2016
Perbedaan kriteria sepsis lama
dan baru
Terminologi Sepsis Kriteria Lama Sepsis 2016
Sepsis SIRS disertai dengan Disfungsi organ akibat
infeksi fokal infeksi (SOFA > 2)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi Tidak ada
organ
Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi Sepsis yang
walaupun dengan membutuhkan
pemberian cairan adekuat vasopressor untuk
mempertahankan
MAP>65 dan laktat >2
mmol/L
Soal No. 255
Seorang laki-laki usia 67 tahun mengeluhkan demam, nyeri
perut, sejak beberapa hari yang lalu. Pasien juga mengeluh
keluhan disertai dengan mual muntah. Pada pemeriksan fisik
didapatkan konjungtiva ikterik (+), nyeri otot gastrocnemius
(+). Pasien mengaku sekitar 3 hari yang lalu terdapat riwayat
kebanjiran (+). Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dan ditemukan organisme berbentuk spiral
dengan saling mengait di bagian ujungnya. Terapi yang tepat
untuk diberikan adalah…

A. Asiklovir 5x800 mg
B. Ketoconazole 2x200 mg
C. Penisilin 1.5 juta IU
D. Metronidazol 3x500 mg
E. Azithromycin 1x1 gr
Soal No. 255
• Adanya demam, nyeri perut, sklera ikerik dan nyeri
gastrocnemius menunjukkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami ikterik leptospirosis/ Weil disease.
• Pada weil disease pasien harus dilakukan rawat inap dan
diberikan antibiotic berupa penisilin 1,5 juta IU.
Leptospirosis
Infection through the
mucosa or wounded skin

Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ

Disseminate
hematogenously to all
organs

Multiplication can cause:


• Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
• Uremia & bacteriuria in the kidney
• Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
• Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Pemeriksaan Penunjang Leptospira
• Leukopenia Baku emas:
• Trombositopenia dapat • Pemeriksaan serologi IgM
terjadi antileptospira dengan
• Shift to the left metode Microscopic
Agglutination Test (MAT)
• Bilirubin meningkat pada
Weil’s disease
• Pemeriksaan serologi IgM • Kultur (hasilnya seringkali
negatif)
antileptospira dengan
ELISA • Hingga 10 hari penyakit,
spesimen diambil dari
darah atau LCS
• Minggu kedua sampai hari
ke 30 setelah sembuh,
spesimen dari urine.
Leptospirosis
• Anicteric leptospirosis (90%), • Icteric leptospirosis or Weil's
follows a biphasic course: disease (10%), monophasic
• Initial phase (4–7 days): course:
• sudden onset of fever,
• severe general malaise, – Prominent features are renal and
• muscular pain (esp calves), liver malfunction, hemorrhage
conjunctival congestion, and impaired consciousness,
• leptospires can be isolated from – The combination of a direct
most tissues. bilirubin < 20 mg/dL, a marked 
• Two days without fever follow. in CK, &  ALT & AST <200 units is
• Second phase (up to 30 days): suggestive of the diagnosis.
• leptospires are still detectable in – Hepatomegaly is found in 25% of
the urine. cases.
• Circulating antibodies emerge,
meningeal inflammation, uveitis & – Therapy is given for 7 days :
rash develop.
• Penicillin (1.5 million units
• Therapy is given for 7 days: IV or IM q6h) or
• Doxycycline 2x100 mg (DOC) • Ceftriaxone (1 g/d IV) or
• Amoxicillin 3x500 mg • Cefotaxime (1 g IV q6h)
• Ampicillin 3x500 mg
Soal No. 256
Seorang laki-laki berusia 49 tahun datang dengan keluhan nyeri
daerah ketiak sejak 3 hari yang lalu. Riwayat terdapat luka di
daerah lengan atas. Pasien juga mengeluhkan benjolah pada
ketiak yang terasa nyeri dan panas. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt , RR
22x/mnt dan suhu 36C. Pada pemeriksaan status lokalis
didapatkan gambar seperti berikut.

Apakah kemungkinan diagnosis


pasien ini?
A. Limfangitis
B. Limfadenitis B
C. Limfoma Hodgkin
D. Limfadenitis TB
E. Limfedema
Soal No. 256
• Adanya gambaran kemerahan yang berbentuk seperti
alur dengan riwayat luka pada daerah lengan atas dan
pembengkakan KGB pada aksila menunjukkan bahwa
pasien mengalami infeksi pada saluran limfa yang disebut
dengan limfangitis.
• Pilihan B, pada limfadenitis TB akan didapatkan
pembengkakan KGB dan nekrosis perkijuan pada hasil
biopsy benjolan.
• Pilihan C, pada limfoma Hodgkin akan didapatkan gejala
BB turun keringat malam dan gambaran reed Stenberg
cell pada biopsy.
• Pilihan E, pada limfedema akan didapatkan
pembengkakan pada ekstremitas yang biasanya
unilateral.
Limfangitis
• Definisi
Inflamasi pd saluran limfatik yg terjadi akibat infeksi pd bagian distal dari
saluran tersebut.

• Etiologi
 Penyebab tersering beta-hemolytic streptococci (GABHS)
 Staphylococcus aureusPseudomonas species
 Streptococcus pneumoniae - A relatively uncommon cause of
lymphangitis
 Pasteurella multocida - Associated with dog and cat bites; can cause
cellulitis and lymphangitis
 Gram-negative rods, gram-negative bacilli, and fungi - May cause
cellulitis and resultant lymphangitis in immunocompromised hosts
 Aeromonas hydrophila - Can contaminate wounds that occur in
freshwater
 Wuchereria bancrofti - This filarial nematode is a major cause of acute
lymphangitis worldwide; signs and symptoms of lymphangitis caused
by W bancrofti are indistinguishable from those of bacterial
lymphangitis
Limfangitis
• Manifestasi Klinis
Riwayat trauma pd kulit
Demam, menggigil, malaise, turun nafsu
makan, nyeri otot

• Pemeriksaan Fisik
erythematous and irregular linear
streaks extend from the primary
infection site toward draining regional
nodes. These streaks may be tender and
warm.
The primary site may be an abscess, an
infected wound, or an area of cellulitis.
Blistering of the affected skin may occur.
Lymph nodes associated with the
infected lymphatic channels are often
swollen and tender.
Patients may be febrile and tachycardic.
Limfangitis
• Pemeriksaan
Lab  leukositosis
Kultur

• Tatalaksana
Penicillin possibly sufficient, but 1 wk of dicloxacillin or
cephalexin 500 mg PO qid commonly used to ensure
antistaphylococcal coverage; if CA-MRSA suspected, then
use oral Bactrim DS one PO bid or clindamycin 300mg PO
q6H.
Reserve vancomycin 1 g IV every 12 hr for patients
requiring IV therapy.
If allergic to penicillin:
1. Clindamycin 300 mg PO qid for 7 days or
2. Erythromycin 500 mg PO qid for 7 days.
3. Levofloxacin 500 mg PO daily or moxifloxacin 400 mg PO
daily for 7 days.
Soal No. 257
Laki-laki 58 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri hebat
di perut hingga tembus ke punggung. Pasien sudah sering
mengeluhkan rasa tidak nyaman di daerah umbilical. Pasien
sebelumnya dikatakan memiliki riwayat penyakit pelebaran
pembuluh darah perut. Riwayat trauma disangkal. Dari
pemeriksaan fisik pasien tampak mengalami penurunan
kesadaran dan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 9 g/dL. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?

A. Tromboemboli arteri mesenterica


B. Trombus pd vena mesenterica
C. Oklusi a.renalis
D. Diseksi aorta abdominalis
E. Ruptur aneurysma aorta abdominalis
Soal No. 257
• Adanya tanda-tanda syok hemoragik seperti penuruna
kesadaran dan konjungtiva anemis yang sebelumnya
didahului oleh nyeri hebat di perut menunjukkan bahwa
pasien kemungkinan mengalami rupturnya aneurisma
aorta abodomina.
• Pilihan A, pada tromnboemboli arteri mesenterica
ditandai dengan nyeri perut, muntah dan diare tiba-tiba.
• Pilihan B, pada thrombus vena mesenterica jarang terjadi
dan biasanya ditandai dengan nyeri perut dan diare
berdarah.
• Pilihan C, oklusi arteri renalis akan bermanifestasi sebagai
gagal ginjal akut.
• Pilhan D, diseksio aorta abdominal biasanya jarang terjadi
dan dapat ditandai dengan nyeri abdomen.
Abdominal Aorta
Abdominal Aorta Aneurysm (AAA)
• Risk factors:
• men older than 65 years
• peripheral atherosclerotic vascular disease.
• Usually asymptomatic until they expand or rupture.
• Expanding AAA signs and symptoms:
• severe, constant low back, flank, abdominal, or groin pain.
Syncope may be the chief complaint.
• Physical exam: pulsatile abdominal mass (fewer than half of all
cases)
• Ruptured AAA:
• shock (cyanosis, mottling, altered mental status, tachycardia,
hypotension),
• pain due to ruptured AAA.
• Patients may have normal vital signs in the presence of a
ruptured AAA as a consequence of retroperitoneal containment
of hematoma
Pemeriksaan Penunjang
• USG
• standard imaging technique for AAA
• Plain radiography
• aortic wall calcification, seen less
than half of the time
• Computed tomography (CT) and CT
angiography (CTA)
• This form of imaging is the main
modality for defining and planning
open or endovascular AAA repair;
• CT offers certain advantages over CT demonstrates abdominal aortic
ultrasonography in defining aortic aneurysm (AAA). Aneurysm was noted
size, rostral-caudal extent, during workup for back pain, and CT was
involvement of visceral arteries, and ordered after AAA was identified on
extension into the suprarenal aorta radiography. No evidence of rupture is seen.
Pemeriksaan Penunjang
• Magnetic resonance imaging
• This permits imaging of the aorta comparable to that
obtained with CT and ultrasonography, without
subjecting the patient to dye load or ionizing radiation
• Angiography
• With the fine resolution afforded by CTA, conventional
angiography is rarely indicated to define the anatomy
Tatalaksana
• Surgical repair. The primary methods of AAA repair
are as follows:
• Open - This requires direct access to the aorta via a
transperitoneal or retroperitoneal approach
• Endovascular - This involves gaining access to the lumen
of the abdominal aorta, usually via small incisions over
the femoral vessels; an endograft, typically a polyester
or Gore-Tex graft with a stent exoskeleton, is placed
within the lumen of the AAA, extending distally into the
iliac arteries
Epidemiology
• Ruptured abdominal aortic aneurysms (AAAs) cause 12,000
deaths per year, 8,000 of these are infra-renal.
• Women are much less frequently affected.
• Ruptured abdominal aortic aneurysm (AAA) is one of the
most fatal surgical emergencies, with an overall mortality
rate of 90%.
• Rupture of a thoracic aneurysm has a greater than 97%
fatality rate.
Risk factors
• The presence of an aneurysm is a risk for rupture.
• The larger the lesion, the more likely it is to bleed;
aneurysms over 6 cm have a 25% annual risk of rupture.
• Smoking and hypertension are additional risks
Ruptured Abdominal aortic
aneurysm (RAAA)
• Ruptured AAA presents with a classical triad of pain in
the flank or back, hypotension and a
pulsatile abdominal mass; however, only about half
have the full triad. Tachycardia
develops. Shock may occur.
• The patient will complain of the pain and may feel cold,
sweaty and faint on standing.
• The following symptoms are listed with approximate
frequency of presentation
• Abdominal pain (60%)
• Back pain (70%)
• Syncope (30%)
• Vomiting (20%)
Soal No. 258
Seorang wanita datang IGD dengan keluhan nyeri dada kiri yang
menjalar ke lengan kiri. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD
150/90mmHg, HR 90x/mnt, RR 30x/mnt dan suhu 36,7. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan kolesterol total 287 mg/dl,
GDS 178 mg/dl. Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil
normal. Diduga pasien ada penyempitan pembuluh darah
koroner. Dokter kemudian memberikan obat penurunan kolesterol.
Pasien juga kemudian diberikan obat anti agregasi trombosit yang
memberikan efek terapi dalam beberapa hari karena merupakan pro
drug. Obat apakah yang dimaksud?

A. Asetosal
B. Warfarin
C. Ciloztazol
D. Enoxaparin
E. Klopidogrel
Soal No. 258
• Pasien diberikan obat antiagregasi trombosit. Anti
trombosit yang termasuk pro drug adalah clopidogrel.
• Pro drug merupakan obat yang baru aktif setelah
mengalami proses metabolism didalam tubuh.
• Pilihan A, asetosal atau aspirin adalah anti agregasi
trombosit namun bukan prodrug.
• Pilihan B, warfarin adalah antikoagulan.
• Pilihan C, cilozatazol adalah vasodilator dan anti agregasi
platelet.
• Pilhan E, enoxaparin adalah antikoagulan.
Anti Platelet
• Pro drug  a pharmacologically inactive substance
that is the modified form of a pharmacologically
active drug to which it is converted (as by
enzymatic action) in the body.
Antiplatelet

NB: Masih dalam clinical trial


Antiplatelet
Soal No. 259
Seorang pasien laki-laki berumur 50 tahun datang ke IGD
dengan keluhan berdebar debar dan dada terasa sesak.
Dari pemeriksaan didapatkan TD 130/80 mmHg, HR
180x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Dokter hendak
meresepkan obat antiaritmia. Dokter mengedukasi pasien
bahwa obat tersebut mempunyai efek samping fibrosis
paru. Obat apa yang dapat mengakibatkan hal tersebut?

A. Propanolol
B. Verapamil
C. Lidocaine
D. Amiodarone
E. Propafenone
Soal No. 259
• Obat antiaritmia yang dapat memberikan komplikasi
berupa fibrosis paru adalah amiodarone.
• Pilihan A, propranolol dapat menyebabkan efek samping
beruapa bradikardia, eksaserbasi PPOK atau Asma.
• Pilihan B, Verapamil merupakan obat golongan CCB yang
efek sampingnya adalah AV block, hiperprolaktinemia dan
konstipasi.
• Pilihan C, lidocaine dapat menyebabkan kelaianan saraf
pusat dan depresi kardiovaskular
• Pilhan E, propafenon merupakan antiaritmia kelas 1C
yang dapat menyebabkan aritmia pada pasien post infark
miokard.
Soal No. 260
Seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun, datang dengan
keluhan sesak nafas saat beraktivitas. Keluhan kadang
dirasakan pada malam hari dan mengganggu tidur pasien.
Pasien juga mengeluh kedua tungkai membengkak. Pasien
memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol. Dari pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 140/80 mmHg, HR 82x/min, RR
32x/min, S 36.9C. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ada rhonki
di kedua basal paru, dan pemeriksaan CTR 0,69. Apakah marker
yang berguna dalam penegakkan diagnosis pasien tersebut?

A. NT pro BNP
B. CK dan CKMB
C. Troponin
D. LDH
E. Mioglobin
Soal No. 260
• Pasien mengalami sesak nafas yang bertambah dengan
aktivitas. Adanya othopneu dan paroksismal nocturnal
dsypneu menunjukkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami CHF.
• Pada CHF pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan NT pro BNP.
• Piluhan B, C dan E, CKMB, troponin dan mioglobin
merupakan enzim jantung yang akan meningkat kadarnya
pada keadaan infark miokard.
• Pilihan D, LDH merupakan enzim yang kadarnya
meningkat jika terjadi kerusakan pada sel-sel tubuh.
Gagal Jantung
• disfungsi jantung berkurangnya aliran darah dan suplai
oksigen ke jaringan  tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh
• Pembagian:
• Gagal jantung kanan (terjadi pada hipertensi pulmonal primer,
tromboemboli), dengan gejala kongesti cairan sistemik dan Gagal
jantung kiri (akibat kelemahan ventrikel kiri) berakibat pada
penurunan perfusi sistemik.
• Low Output Heart Failure (biasanya terjadi akibat hipertensi,
kardiomiopati dilatasi, kelainan katub)dan High Output Heart Failure
(ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik, seperti
hipertiroid, anemia dan kehamilan)
GAGAL JANTUNG KONGESTIF

• Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan


2 kriteria minor
• Kriteria minor dapat diterima bila tidak disebabkan
oleh kondisi medis lain seperti hipertensi pulmonal,
penyakit paru kronik, asites, atau sindrom nefrotik
• Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif dan
78% spesifik untuk mendiagnosis

Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.


Archives of Family Medicine 1999.
Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan oleh


otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang atau
mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan
pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah.
BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP.
• Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar
NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP
digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.
Soal No. 261
Seorang laki-laki berusia 48 tahun dibawa ke dokter praktik
umum dengan keluhan nyeri dada kiri yang menjalar ke
punggung dan lengan kiri yang dirasakan sejak 1 jam yang lalu.
Keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat, disertai
keringat dingin dan mual muntah. Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan TD 170/100 mmHg, HR 90x/menit, RR
20x/menit, S: 36C. Apakah tatalaksana awal yang paling tepat?

A. Aspirin 160 mg
B. Nitrogliserin
C. Clopidogrel 300 mg
D. Aspirin 320 mg
E. Kardioversi
Soal No. 261
• Pasien mengalami nyeri dada kiri khas angina yang sudah
dirasakan sejak 1 jam.
• Pada tatalaksana awal angina obat yang dapat diberikan
adalah aspirin 320 mg loading dose untuk mencegah
progresi terbentuknya sumbatan pada arteri coroner.
• Pilihan A, aspirin yang diberikan adalah 320 mg.
• Pilihan B, nitrogliserin dapat mengurangi nyeri dada dan
diberikan setelah aspirin.
• Pilihan C, clopiidogrel dapat diberikan sebagai tambahan.
• Pilhan E, kardioversi biasanya dilakukan jika pasien
mengalami takiaritmia yang tidak stabil.
TATALAKSANA ACS
ACS
Soal No. 262
Seorang pasien laki-laki berusia 51 tahun diantar oleh keluarganya ke
IGD RS dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 1 jam yang lalu. Nyeri
dada dijalarkan ke lengan kiri sampai ke punggung. Keluhan disertai
sesak napas, mual serta muntah. Pasien memiliki riwayat hipertensi
dan diabetes melitus. Pasien adalah seorang perokok aktif sejak
masih muda. Pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 90 kg, tinggi
badan 165 cm, tekanan darah 180/110 mmHg, denyut nadi 96
x/menit, frekuensi napas 26 x/menit. Hasil pemeriksaan EKG
ditemukan adanya ST elevasi di segmen V2-V6 dan kimia darah
CKMB 73 ng/ml (normal 0-8,8 ng/mL). Apakah tatalaksana dibawah
ini yang paling penting diberikan kepada pasien tersebut?

A. Mannitol 20%
B. Alteplase
C. Asam asetilsalisilat
D. Aspirin
E. Klopidogrel
Soal No. 262
• Pasien kemungkinan mengalami nyeri dada khas angina yang
termasuk ke dalam STEMI karena adanya gambaran ST elevasi
pada EKG dan peningkatan enzim jantung.
• Pada STEMI yang onset kurang dari 12 jam maka tatalaksana
yang dapat diberikan adalah fibrinolitik atau PCI.
• Pada pilihan jawaban fiibrinolitik yang dapat diberikan adalah
alteplase
• Pilihan A, mannitol diberikan pada pasien dengan
peningkatan TIK.
• Pilihan C, D, aspirin dapat diberikan tattalaksana awal untuk
mencegah progresi terbentuknya thrombus lebih lanjut.
• Pilhan E, klopidogrel merupakan anti agregasi trombosit yang
dapat ditambahkan setelah pemberian aspirin.
Fibrinolitik
Soal No. 263
Wanita usia 28 tahun mengeluhkan sensitif terhadap sinar
matahari. Pasien juga mengeluh terdapat nyeri-nyeri pada
persendian. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kulit eritem
disertai squama tipis di daerah malar. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt,
RR 22x/mnt dan suhu 37C. Sebelunya pasien diketahui ada
riwayat mengonsumsi obat anti aritmia. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan ANA (+). Apakah obat antiaritmia yang
dikonsumsi oleh pasien sehingga menyebabkan keluhan
tersebut?

A. Lidokain
B. Procainamid
C. Amiodarone
D. Diltiazem
E. Ibutilid
Soal No. 263
• Adanya keluhan berupa badan pegal-pegal yang disertai
dengan malar rash (+) dan ANA (+) serta riwayat pemberian
obat antiaritmia sebelumnya menunjukkan bahwa pasien
mengalami efek samping dari procainamide yaitu drug
induced lupus eritematosus.
• Amiodaron merupakan obat golongan antiaritmia yang efek
sampingnya adalah fibrosis paru, hepatotoksik dan gangguan
hormone tiroid.
• Pilihan A, lidocaine dapat menyebabkan kelaianan saraf pusat
dan depresi kardiovaskular
• Pilihan D, diltiazem dapat menyebabkan konstipasi, flushing,
edema
• Pilhan E, ibutilid adalah antiaaritmia kelas III dapat
menyebabkan torsades de pointes.
Drug Induced Lupus
• Definisi
• Certain drugs may trigger an autoimmune response; most
often, these drugs induce autoantibodies, which may occur
in a significant number of patients, but most of these
patients do not develop signs of an autoantibody-
associated disease.
• In some patients, a clinical syndrome with features similar
to systemic lupus erythematosus (SLE) may develop, which
is termed drug-induced lupus.
Patogenesis
• Potential disease mechanisms include:
• Abnormalities in oxidative drug metabolism
• Drugs acting as haptens or agonists for drug-specific T cells
• Cytotoxic drug metabolites causing pathology
• Drugs nonspecifically activating lymphocytes
• Drug metabolites disrupting central immune tolerance
• Abnormalities in thymus function
Causative Drugs
• Definite – procainamide, hydralazine, minocycline,
diltiazem, penicillamine, isoniazid (INH), quinidine, anti-
tumor necrosis factor (TNF) alpha therapy (most
commonly with infliximab and etanercept), interferon-
alfa, methyldopa, chlorpromazine, and practolol.

• Probable –anticonvulsants (phenytoin, mephenytoin,


trimethadione, ethosuximide, carbamazepine),
antithyroid drugs, antimicrobial agents (sulfonamides,
rifampin, nitrofurantoin), beta blockers, lithium,
paraaminosalicylate, captopril, interferon gamma,
hydrochlorothiazide, glyburide, sulfasalazine,
terbinafine, amiodarone, ticlopidine, and docetaxel
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Lab
Diagnosis
• There are no definitive tests or criteria for the diagnosis of
drug-induced lupus; however, the diagnosis of drug-
induced lupus is highly likely in the presence of the
following:
• A history of taking one or more of the drugs known to be
associated with this condition for at least one month, and often
much longer with the development of at least one clinical
feature characteristic of SLE.
• A positive test for antinuclear antibodies (ANA).
• A positive test for antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) can
be present in patients who have been treated with certain agents.
• Anti-histone antibodies are strongly associated with some forms of
drug-induced lupus.
• Anti-dsDNA antibodies are not found in most forms of drug-induced
lupus.
• Spontaneous resolution of the clinical manifestations of the
disease, typically within several weeks but sometimes up to
several months after the offending drug has been discontinued.
Tatalaksana
• The initial step in treatment is to stop the offending
medication.
• Specific manifestations should then be treated
temporarily until they resolve using the same
approaches used in patients with idiopathic
systemic lupus erythematosus (SLE).
264.
Nona Raden Ajeng Kartini, usia 16 tahun datang dengan keluhan sering
tidak fokus ketika belajar di sekolah, pasien juga sering mengeluhkan
lemah letih lesu. Pasien juga tidak menyenangi hobi yang dulu pasien
sukai yaitu jalan-jalan karena merasa lemas. Pasien juga merasa bersalah
karena keluhannya ini pasien mendapat nilai jelek dan takut tidak naik
kelas. Pasien mengatakan memang suka sulit makan dan tidak suka daging
karena amis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam batas normal. BB
40 TB 150. Konjungtiva anemis (+). Pada pemeriksaan apusan darah tepi
tampak sel kecil warna pucat.
Diagnosa pada pasien ini adalah:
A. Anemia defisiensi besi dengan status gizi normal
B. Anemia defiziensi besi dengan status gizi kurang
C. Depresi Ringan
D. Depresi Sedang
E. Anemia hipositik hipokrom
Analisis
• Pada pasien dengan keluhan letih lesu
dan dengan konjungtiva anemis
mengarahkan kepada anemia
• Karena pada pemeriksaan darah tepi
didapatkan sel kecil pucat,
kemungkinan adalah pencil cell yang
menandakan anemia defisiensi besi,
diperburuk dengan kondisi pasien
yang sulit makan. Pilihan anemia
mikrositik hipokrom tidak spesifik
• Pasien dikatakan gizi kurang karena
BMI 40/(1.5 x 1.5) didapatkan hasil
1.778 atau underweight karena
dibawah 18.5
• Pilihan depresi tidak menjadi Pencil Cell
diagnosis utama pada pasien ini
karena ada gangguan organic yang
harus ditangani terlebih dahulu.
Klasifikasi berat badan Orang Asia
Anemia Defisiensi Besi
• Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang
berperan dalam pembentukan heme.
Anemia Defisiensi besi

Harrison’s principles of internal medicine.


Anemia Defisiensi Besi (tahapan
klinis)
Etiologi
• Perdarahan saluran cerna atau menstruasi
• Kurangnya besi dalam diet
• Gangguan penyerapan besi pada pasien dengan
gastrektomi
• Phlebotomi berulang
• Meningkatnya kebutuhan besi (terutama saat hamil)
• Hemosiderosis
• hemoglobinuria (hemolysis intravaskular)
• Infeksi cacing tambang
Anemia Defisiensi Besi
(Tatalaksana)
• Suplemen Besi (Ferrous Sulfat)
• 300 mg/hari selama 6-12 bulan Atau sampai Hb normal + 8 minggu
(WHO)
• dapat ditambah suplemen vitamin C untuk menambah penyerapan besi

• Terapi besi parenteral


 Iron dextran dapat diberikan secara IV atau IM
 Jarang diperlukan karena biasanya pasien berespon dengan terapi oral.
 Terapi ini berguna pada pasien yang absorbs besinya buruk.

• Transfusi PRC dibutuhkan


• bila Hb < 6g/dl atau
• Hb > 6g/dl dengan penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat,
gagal jantung dan distress pernapasan)
265
Tuan Ki Hajar Dewantara, 56 tahun datang ke igd dengan keluhan
nyeri dada disertai jantung berdebar-debar. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD 90/60. N: 156x /menit RR: 20 x/menit S:
36OC. Gambaran EKG didapatkan sebagai berikut:
Tindakan yang harus
segera dilakukan adalah:
A. Sedasi dan
Defibrilasi
B. Sedasi dan
Kardioversi
C. Amiodarone 150 mg
dalam 10 menit
D. Injeksi Magnesium
Sulfat 1 gram dalam
10 menit ditambah
Sotalol 75 mg dalam
5 jam
E. Manuver Vagal
Analisis Soal
• Gambaran EKG pada kasus ini adalah VT polimorfik
torsades de pointes, yang tidak stabil karena
disertai dengan nyeri dada dan jantung berdebar-
debar
• Penanganan pada VT polimorfik tidak stabil adalah
dengan defibrilasi, bukan kardioversi, sebesar 360
joule
• Amiodarone tidak digunakan pada kasus VT
polimorfik
• pilihan D, MgSO4 dan beta blocker dapat digunakan
pada kasus torsades yang stabil
266.
Tuan Soedirman, 19 tahun datang dengan keluhan batuk dan sesak
sejak 30 menit yang lalu. Pasien mempunyai riwayat alergi dingin,
bila malam hari pasien akan merasa sesak dengan bunyi ngik-ngik
dan disertai batuk kering. Sekarang pasien lebih suka berada pada
posisi duduk. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 110/70, Nadi
114x/menit Respirasi 28x/menit, suhu 36OC. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan terdengar wheezing pada saat ekspirasi.
Diagnosis pada pasien ini adalah..
A. Asma
B. Bronkiolitis
C. PPOK
D. Obstructive Sleep Apnea
E. Asma COPD Overlap Syndrome (ACOS)
Analisis soal
• Pada pasien didapatkan riwayat alergi dingin, yang
kemungkinan adalah udara dingin memicu bronkokonstriksi
sehingga membuat restriksi di saluran nafas, dan
menghasilkan suara wheezing, keadaan ini disebut Asma
• PPOK terjadi pada seorang perokok kronis, dan biasa baru
muncul setelah usia 40 tahun
• sementara ACOS adalah gejala PPOK yang muncul pada
orang yang juga memiliki Asma, sehingga menghasilkan
gambaran asma yang tumpang tindih dengan PPOK
• ACOS masih berupa syndrome, belum ada kriteria diagnosis
definitive.
• Bronkiolitis terjadi pada anak-anak, dan disertai dengan
demam, sementara suara nafas pada OSA lebih ke arah
stridor saat tidur akibat airway yang sempit
Asma
• Inflamasi kronik pada saluran nafas yang berhubungan dengan
hiperreaktifitas saluran respirasi & keterbatasan aliran udara
akibat adanya penyempitan bronchus yang bersifat reversibel.
• Gejala klinis
– kondisi stabil (steady-state)  keluhan batuk malam hari dan sesak nafas
saat olahraga
– saat serangan asma (asthma-attack exacerbation) 
sesak berat dan ditandai dengan suara nafas mengi.
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.
• Riwayat penyakit / gejala :
– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator
• Pemeriksaan Gold Standar  spirometri dengan kombinasi bronkodilator

GINA 2017
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017)
Karakteristik Kriteria
Riwayat gejala respirasi variatif • Umumnya terdapat > 1 gejala respirasi
Wheezing, napas pendek, dada • Gejala bervariasi dari segi waktu dan intensitas
terasa sesak dan batuk • Gejala lebih berat saat malam hari/bangun tidur
• Dicetuskan oleh aktivitas fisik, tertawa, alergen, udara
dingin
• Timbul/semakin parah dengan infeksi virus

Confirmed variable expratory airflow limitation:


Obstruksi saluran napas yang variatif • FEV1 < 80%, dan minimal pada satu kali pengukuran dimana
FEV1 <80%, didapatkan FEV1/FVC <75% (dewasa) / <90%
(anak)
• Semakin variatif, diagnosis asma semakin kuat.

Positive bronchodilator reversibility test Dewasa: peningkatan FEV1>12% dan >200 mL baseline dalam 10-
(lebih mungkin positif jika sebelumnya 15 menitGINA
pemberian
2017
albuterol 200-400 mcg/ekuivalennya
terapi dihentikan: SABA stop ≥ 4 jam, LABA Anak: peningkatan FEV1 >12% nilai prediksi
≥ 15 jam)

Variabilitas eksesif dalam pengukuran peak Dewasa: rerata variabilitas diurnal PEF > 10% Anak:
expiratory flow 2x sehari selama 2 minggu rerata variabilitas diurnal PEF > 13%
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017) (cont)
Karakteristik Kriteria

Confirmed variable expratory airflow limitation:

Positive exercise challenge test • Dewasa: FEV1 turun >10% dan >200 mL baseline
• Anak: FEEV1 turun >12% prediksi atau PEF >15%

Positive bronchial challenge test Penurunan FEV1 ≥ 20% dengan pemberian dosis standar
(umumnya pada dewasa) metacholine atau histamin, atau FEV1 turun ≥ 15% dengan
hiperventilasi standar, uji salin hipertonik atau manitol

Variabilitas eksesif antar kunjungan Dewasa: variasi FEV1 >12% dan >200 mL pada setiap
rawat jalan (less reliable) kunjungan, di luar kasus infeksi respirasi
Anak: variasi FEV1 >12% atau PEF >15% (dapat termasuk
kasus infeksi respirasi)

GINA 2017
267.
Tuan Cipto Mangunkusumo 30 tahun datang ke PKM
dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan di sertai demam, mual, dan BAK keluar sedikit-
sedikit. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80, HR
115x/menit , RR 26x/menit, Suhu 38.5oC, terdapat nyeri
tekan suprapubik. Hasil lab urinalisis leukosit lebih dari
106/LPB dan nitrit urin (+). Apa terapi yang tepat untuk
kasus diatas?
A. Ciprofloksasin 2x500 mg selama 5 hari
B. Cefixim 2x100 mg selama 5 hari
C. Azytromisin 1x500 mg selama 3 hari
D. Klindamisin 2x 100 mg selama 7 hari
E. Amoksisilin 2x500 mg selama 7 hari
Analisis soal
• Pada pasien didapatkan keluhan BAK tidak lampias
serta demam dan nyeri suprapubic yang
menandakan Cystitis.
• Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya bakteri
pada urinalisis leukosit lebih dari 106/LPB (normal
laki-laki 104 dan nitrit urin (+))
• Terapi lini pertama yang diberikan pada ISK adalah
cotrimoxazole, nitrofurantoin atau Fosfomycin,
namun karena tidak ada maka dipilih lini kedua
yaitu Ciprofloxacin.
Infeksi Saluran Kemih
• Escherichia coli adalah penyebab utama UTIs.
• Bakteri lainnya yang dapat menyebabkan UTI:
Klebsiella spp.,
other Enterobacteriaceae,
Staphylococcus saprophyticus, and
enterococci.
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
• Rute infeksi saluran kemih:
Ascending
• kolonisasi uretra, lalu infeksi menyebar ke
atas
Hematogen
• bakteri ke ginjal berasal dari bakteremia
Limfogen
•dari abses retroperitoneal atau infeksi
intestin
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi Saluran Kemih
• Pielonefritis
Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria, leukosit
esterase +.
• Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih
Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.
• Urethritis:
Inflamasi pada uretra
Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Terapi
pada
Cystitis

https://emedicine.medscape.com/article/233101-treatment#d8
268.
Tuan Bung Tomo, 45 tahun datang ke dokter dengan keluhan
lemas sejak 2 minggu yg lalu. Keluhan disertai buang air kecil
yang banyak terutama pada malam hari, dan pasien juga
cepat haus dan minum banyak. Selain itu, pasien juga orang
yang suka mengemil. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan TD:130/80 N: 80 R: 20 S: 36,5, lab sederhana:
pemeriksaan urin tampung 24 jam pasien didapatkan total
urine 3.2 L, GDS: 187 mg/dL GDP: 120 mg/dL. Hormon apa yg
paling mungkin menyebabkan kelainan?
A. Insulin
B. Anti diuretik hormone
C. Cortisol
D. Aldosteron
E. Androgen
Analisis Soal
• Pada kasus di atas didapatkan pasien lemas, dengan
keluhan BAK yang sering dan banyak serta total urin 24
jam lebih dari 3 L mengarah kepada diabetes insipidus,
yang merupakan defisiensi dari Anti Diuretic Hormone
(ADH)
• Untuk diabetes mellitus, kriteria tidak terpenuhi karena
tidak ada GDP > 126 mg/dL atau GDS > 200 mg/dL
• Cortisol berperan dalam penyakit cushing,
• aldosterone dalam pengaturan tekanan darah dan
• androgen adalah sex hormone
Penegakkan diagnosis diabetes insipidus
Diagnosis Diabetes insipidus

Diseases of Water Balance: Hypernatremia - Renal and Urology


269.
Tuan Mohammad Hatta usia 62 tahun datang dengan keluhan
nyeri pada sendi lutut, terutama pada kaki kiri. Nyeri
dirasakan terutama saat beraktivitas seperti naik tangga
dengan awalnya kaku sendi pada pagi hari selama kurang
dari 30 menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan genu didapatkan
krepitasi. Dari foto rontgen didapatkan osteofit, dan sclerosis
subkondral. Grade berapakah penyakit tersebut?
A. I
B. II
C. III
D. IV
E. V
Analisis Soal
• Keluhan nyeri pada lutut yang bersifat lebih berat satu
sisi, dengan keluhan kaku pada pagi hari mengarahkan
diagnosis kepada osteoarthritis
• Gambaran sclerosis atau pengerasan tulang di bawah
tulang rawan (subchondral) adalah gambaran
osteoarthritis grade III
• Grade 1 -> gambaran osteofit dan penyempitan sendi
tidak jelas
• Grade 2 -> gambaran osteofit dan penyempitan sendi
yang jelas
• Grade 4 -> gambaran destruksi tulang, kissing joint
• Tidak ada grade 5 osteoarthritis
Osteoartritis
• Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
• Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang 
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.


Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Arthritis
Prevalens Female>male, >50
tahun, obesitas
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


270.
Tn. Edward Douwes Dekker, usia 30 tahun, datang ke RS dibawa keluarganya
karena penurunan kesadaran. Pasien merupakan penderita HIV (+) akibat sifatnya
yang seorang satyriasis, dan hingga sekarang belum mendapatkan ARV. Pasien
memang tidak mau berobat karena malu, meski makin lama mengalami gangguan
penglihatan dan batuk dan sesak yang semakin parah. Selain itu berat badan
pasien juga turun 15 kg dari awalnya 70 kg akibat diare selama 2 bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 24x/mnt
dan suhu 38OC. Pemeriksaan fisik didapatkan oral thrush, dan pada foto toraks
didapatkan infiltrate bilateral difus. Pada pemeriksaan CT scan terdapat ring
enhanced lesion pada otak.
Berada pada HIV stadium berapakah pasien ini?
A. HIV stadium 1
B. HIV stadium 2
C. HIV stadium 3
D. HIV stadium 4
E. HIV stadium 5
Analisis Soal
• Pada pasien terdapat diagnosis HIV, dengan penyulit
gangguan kesadaran dengan gambaran CT scan ring
enhanced lesion yang kemungkinan adalah
toxoplasmosis.
• Selain itu juga ditemukan batuk dengan rontgen
infiltrate bilateral difus yang merupakan pneumonia
atypical, yang biasa pada HIV disebabkan oleh
Pneumocytis jirovecii.
• Pada pasien juga ditemukan HIV wasting syndrome,
dengan penurunan BB lebih dari 10% akibat diare yang
sudah berlangsung lebih dari sebulan
• Semua ini adalah gejala HIV stadium IV
Analisis Soal
• HIV stadium 1  ditandai dengan limfadenopati
generalisata
• HIV stadium 2  ditandai dengan herpes zoster
atau cheilitis angularis
• HIV stadium 3  ditandai dengan TB paru, oral
thrush atau diare kronik
• HIV stadium 5  tidak ada HIV stadium 5
CNS Toxoplasmosis

• Gambaran Ring Enhanced Lesion


Neuroradiology teaching files
HIV

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV
1. Acute HIV syndrome:
• Experienced in 50–70%
of individuals with HIV
infection
• acute clinical syndrome
occurs 3–6 weeks after
primary infection.
• The typical clinical
findings occur along with
a burst of plasma
viremia.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV
2. The Asymptomatic Stage—Clinical Latency
– The length of time from initial infection to the development
of clinical disease. Median time for untreated patients is 10
years.
– Active virus replication is ongoing and progressive during this
asymptomatic period.
– The rate of disease progression is directly correlated with HIV
RNA levels.
• Patients with high levels of HIV RNA in plasma progress to
symptomatic disease faster than do patients with low levels of HIV
RNA.
• During the asymptomatic period of HIV infection, the average rate
of CD4+ T cell decline is 50/L per year.
• When the CD4+ T cell count falls to <200/L, the resulting state of
immunodeficiency is severe enough to place the patient at high
risk for opportunistic infection and neoplasms and, hence, for
clinically apparent disease.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV
3. Symptomatic Disease
• Symptoms of HIV disease can
appear at any time during the
course of HIV infection.

• The more severe and life-


threatening complications of
HIV infection occur in patients
with CD4+ T cell counts <200/L.

• AIDS:
– HIV infection & a CD4+ T cell
count <200/L or
– HIV infection who develops one
of the HIV-associated diseases
considered to be indicative of a
severe defect in cell-mediated
immunity (category C)

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV/AIDS
HIV/AIDS
271.
Tuan Tuanku Imam Bonjol, usia 35 tahun datang ke dokter keluhan
lemas. Pasien adalah seorang pekerja kantor. Pasien semenjak satu
bulan terakhir memiliki kebiasaan makan vegetarian karena
keyakinannya bahwa membunuh binatang itu salah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tidak anemis, namun
hasil pemeriksaan lab Hb 10 mg/dL, MCV 125 fl, MCH 30 pg, MCHC
29 g/dL. Edukasi yang diberikan bagi pasien ini adalah?
A. Menghentikan vegetarian karena itu berbahaya bagi kesehatan
B. Menyuruh pasien makan protein hewani semingu sekali
C. Meminta pasien makan sayur lebih banyak
D. Tingkatkan konsumsi susu dan telur
E. Meminta pasien untuk rutin menyuntikkan vitamin B12 sebagai
substitusi
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan kemungkinan mengalami
anemia defisiensi B12 karena didapatkan anemia
makrositer atau megaloblastic dengan MCV > 96 fl,
dan pasien tidak mengkonsumsi sumber B12 yang
cukup karena mayoritas berasal dari sumber
hewani, sementara folat banyak terdapat pada
sayuran hijau.
• Pada pasien karena merupakan seorang vegetarian
yang masih makan telur dan susu dapat
ditingkatkan konsumsinya untuk mencukupi
kebutuhan vitamin B12, tidak perlu memakai
suplemen.
Anemia Makrositik
• Anemia makrositik megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vit B12 dan asam
folat. Keduanya memberi gambaran makro-ovalosit dan neutrofil
hipersegmentasi.

• Gangguan pembentukan DNA akibat defisiensi vitamin tersebut mengakibatkan


kematian sel darah di sumsum tulang, yang dapat memberi gambaran
pansitopenia serta ikterus (hiperbilirubinemia indirek)

• Gejala anemia yang timbul, antara lain cepah lelah dan pucat, kekuningan.

• Gangguan neurologi hanya terjadi pada defisiensi vitamin B12, tidak pada
defisiensi folat. Gejala neurologi yang ditemukan:
• Neuropati perifer: kesemutan, kebas, lemas
• Kehilangan sensasi proprioseptif (posisi) dan getaran
• Gangguan memori, depresi, iritabilitas
• Neuropati optik: penglihatan kabur, gangguan lapang pandang
Anemia Makrositik

• Folate is present in most foods


including eggs, milk, yeast,
mushrooms, and liver but is especially
abundant in green leafy vegetables.
• Cobalamin is present in most foods of
animal origin including milk, eggs,
and meat.
Clinical laboratory hematology. 3rd ed.
Defisiensi vitamin B12
• Anemia makrositik megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vit B12 dan asam
folat. Keduanya memberi gambaran makro-ovalosit dan neutrofil
hipersegmentasi.

• Gangguan pembentukan DNA akibat defisiensi vitamin tersebut mengakibatkan


kematian sel darah di sumsum tulang, yang dapat memberi gambaran
pansitopenia serta ikterus (hiperbilirubinemia indirek)

• Gejala anemia yang timbul, antara lain cepah lelah dan pucat, kekuningan.

• Gangguan neurologi hanya terjadi pada defisiensi vitamin B12, tidak pada
defisiensi folat. Gejala neurologi yang ditemukan:
• Neuropati perifer: kesemutan, kebas, lemas
• Kehilangan sensasi proprioseptif (posisi) dan getaran
• Gangguan memori, depresi, iritabilitas
• Neuropati optik: penglihatan kabur, gangguan lapang pandang
Folic Acid Deficiency
272.
Tuan Abdul Harris Nasution, 17 tahun, datang ke klinik
dengan keluhan, rasa terbakar dan panas di dada.
Pasien juga mengeluhkan terkadang makanan terasa
kembali ke tenggorokan dan sering bersendawa sejak 1
bulan ini. Pada pemeriksaan pasien tampak obesitas,
namun pemeriksaan tanda vital dalam batas
normal,selain itu didapatkan meteorismus (+), nyeri
epigastrium (-).
Edukasi apa yang anda berikan kepada pasien tersebut?
A. Menghindari minum softdrink
B. Minum kopi
C. Jangan terlambat makan
D. Sering makan snack
E. Selalu minum obat nyeri perut
Analisis soal
• Pada pasien diatas dicurigai mengalami
gastroesofageal reflux disease (GERD) karena rasa
terbakar di dada dan sering bersendawa. Faktor
resiko GERD pada pasien ini adalah obesitas
• Pada GERD harus dihindari minuman yang
mengandung kafein atau soda.
• Kafein dapat memicu sekresi asam lambung dan
soda dalam lambung akan mengembang dan
mendorong asam lambung ke esophagus.
GERD
• Definition:
• Suatu gangguan di mana isi lambung mengalami refluks
secara berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan
terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.

• Symptoms:
• Heartburn; midline retrosternal burning sensation that
radiates to the throat, occasionally to the intrascapular
region.
• Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation of
excessive saliva.

GI-Liver secrets
GERD
Clinical Presentation of GERD
Typikal
Ektraesofageal
• Heartburn
• Laryngitis
• Regurgitation
• Asthma

Atypikal • Sinusitis

• Chest pain • Chronic cough

• Nausea • Aspiration pneumonia

• Vomiting • Dental erosion

• Bloating • Bronchospasm

• Dyspepsia • Sore throat

• Epigastric pain

Badillo R, et al. World J Gastrointest Pharmacol Ther. 2014.


Richter JE. Gastroenterol Clin North Am. 2007.
Faktor Resiko GERD
Faktor resiko GERD Faktor yang Memperburuk GERD

Obesitas Merokok
Hernia Hiatal Makan dalam jumlah besar
Hamil Makan dekat dengan waktu
Gangguan Jaringan Ikat (e.g: tidur
marfan syndrome) Makan makanan berlemak atau
gorengan
Minum kopi, teh, minuman
bersoda atau alcohol
Memakai NSAID seperti Aspirin

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6107529/
273.
Nona Dewi Sartika, 24 tahun datang ke praktik dokter mengeluh lemas
dan sulit berkonsentrasi sejak 2 minggu terakhir ini. Sejak 2 tahun yang
lalu, pasien mempunyai riwayat sering demam pada malam hari dan
sering terdapat memar pada tungkai dan palmar. Terkadang pasien juga
sering nyeri sendi terutama pada lutut. Semenjak 2 tahun terakhir pasien
juga sering batuk kering dan sesak hilang timbul, tapi membaik jika
pasien minum OBH. PF konjungtiva anemis, Hb 6 g/dL, leukosit 9500 x
103/µL dan trombosit 188.000 x 103/µL.
Diagnosis apakah yang utama pada pasien ini?
A. TB paru
B. Anemia on chronic disease
C. Anemia pernisiosa
D. Juvenile Idiopathic Arthritis
E. Anemia hemolitik
Analisis Soal
• Pada pasien ditemukan gejala demam pada malam
hari disertai dengan ruam kulit dan nyeri sendi, dan
juga disertai dengan batuk kering persisten dan
sesak. Penyakit dengan kombinasi gejala utama
pada kulit dan paru-paru yang kronis adalah
sarcoidosis.
• Akan tetapi keluhan utama pada pasien adalah
pusing dan sulit konsentrasi, dengan adanya
konjungtiva anemis dan Hb 6 mg/dL, maka
diagnosis yang lebih utama pada pasien ini adalah
anemia pada penyakit kronis.
Analisis Soal
• Kasus ini bukan TB, karena batuk tidak berdahak, dan
juga keluhan utama pasien bukan ke arah batuk atau
demamnya
• Anemia pernisiosa adalah anemia akibat defisiensi
vitamin B-12, biasanya karena kurang asupan atau
malabsorpsi
• Juvenile idiopathic arthritis akan menimbulkan nyeri
lutut, dan sering terjadi pada perempuan usia remaja,
akan tetapi tidak menyebabkan gangguan paru maupun
kulit.
• Pada anemia hemolitik seharusnya ditemukan gejala
ikterik
Sarcoidosis
Sarcoidosis adalah penyakit langka yang menyebabkan
bengkak-bengkak kulit yang kemerahan dan kecil, disebut
granuloma. Sarcoidosis mempengaruhi paru-paru dan
kulit
Gejala utama sarcoidosis:
• Lesi nodus kemerahan di kulit
• Sesak nafas
• Batuk kering yang persisten
Pada beberapa orang dengan sarcoidosis gejala dapat
membaik tanpa terapi, atau biasa gejala bersifat ringan.
https://www.nhs.uk/conditions/sarcoidosis/
https://foundation.chestnet.org/patient-education-resources/sarcoidosis/
Anemia Penyakit Kronis
• Anemia inflamasi atau anemia penyakit kronis
adalah gangguan homeostasis besi yang
dilakukan oleh hepcidin-25 sebagai respons
terhadap keadaan inflamasi
• Anemia ini bersifat normocytic normochromic
pada umumnya, hanya 25% kasus bersifat
mikrositik hipokrom
Penyebab Anemia Penyakit Kronis
274.
Tuan Teuku Umar, usia 54 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS karena
kuning pada seluruh badan, BAK kuning pekat, BAB putih dempul, berat
badan menurun. TTV nadi 134x/mnt, suhu 37.8, RR 38x/mnt. Pemeriksaan
didapatkan sklera ikterik, hepar teraba 3 jari di bawah arcus kosta dan
teraba keras, spleen teraba membesar (S2). Sebelumnya pasien memang
sudah sakit lama dengan sering kembung dan perut yang semakin
membesar dan sering nyeri di perut kanan atas namun tidak mau
berobat. Bilirubin total 14 mg/dL (N < 1.4 mg/dL), bilirubin direk 11.8 (N
< 0.03 mg/dL), SGOT 517 U/L dan SGPT 580 U/L (N <= 50 U/L), ALP 730
U/L (N= 50-300 U/L), dan AFP 640 ng/mL (N= 4ng/ml). Diagnosis yang
mungkin pada pasien ini adalah?
A. Hepatitis akut
B. Hepatitis kronik
C. Kolelithiasis
D. Kolesistitis
E. Hepatoma
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan keluhan obstruksi pada saluran
bilier berupa BAB dempul dan BAK seperti teh dengan
peningkatan bilirubin direct
• Akan tetapi sebelumnya pasien memang sudah ada
keluhan perut semakin membesar dengan nyeri
kuadran kanan atas dan sering merasa kembung,
kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah
hepatoma, yang kemungkinan sekarang sudah
menyumbat saluran bilier.
• Hepatoma pada pasien ini juga diperkuat dengan
hepatomegaly yang teraba keras dan peningkatan
marker AFP serta enzim hati lainnya.
Analisis Soal
• Pada kolecystitis akan ditemukan murphy sign atau
nyeri pada penekanan kuadran kanan atas, dan
• kolelithiasis tidak dipilih karena tidak menyebabkan
hepatomegaly
• Pada hepatitis kronik akan menyebabkan paling
mungkin adalah sirosis, namun pada sirosis akan
terjadi pengecilan liver dan seharusnya tidak teraba
secara palpasi, tidak dipilih hepatitis akut karena
penyakit pasien sudah berlangsung lama.
Hepatoma/Hepatocellular
Carcinoma
Keganasan hati, terutama Faktor Risiko: infeksi hepatitis
berhubungan dengan kronis, aflatoksin, sirosis
hepatitis B dan hepatitis C. Gejala:
Seringkali tidak bergejala.
• ↑ ɑ-fetoprotein pada > 50%
Gejala baru timbul di tahap kasus
lanjut, seperti: • Hati teraba keras, bisa
• Perut makin membesar terdapat nodul
• Nyeri abdomen kanan atas • Adanya bruit atau friction rub
pada perabaan hati
• Ikterik
• Mudah kenyang
• Penurunan berat badan
• Teraba massa di abdomen
kanan atas
275.
Nona Martha Christina Tiahahu 20 tahun datang ke IGD
dengan keluhan nyeri ulu hati, kadang disertai mual muntah.
Keluhan sering muncul hilang dan timbul terutama saat perut
kosong. Keluhan pasien biasa membaik bila minum antacid
atau sehabis makan. BAB dan BAK dalam batas normal tidak
pernah berwarna gelap. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan pada epigastrium.
Tatalaksana kausatif yg tepat adalah?
A. Obat golongan pro kinetik
B. Obat golingan anti spasmodik
C. Obat golongan anti histamin
D. Obat golongan PPI
E. Obat golongan analgetik
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan nyeri ulu hati, terutama
saat perut kosong yang membaik dengan
pemberian makanan atau pemakaian antasida, hal
ini sesuai dengan gejala ulkus duodenum.
• Pemberian terapi pada ulkus peptikum/duodenum
yang paling poten adalah dengan Proton Pump
Inhibitor (PPI) seperti omeprazole dan lansoprazole
Analisis soal
• Obat prokinetic adalah obat yang meningkatkan
motilitas saluran cerna dengan meningkatkan
kontraksinya tanpa meningkatkan ritme frekuensinya,
prokinetic membantu pengosongan lambung lebih
cepat, contohnya metoklorpramid, doomperidon
• Obat anti spasmodic adalah untuk mengurangi gejala
nyeri gastrointestinal, seperti papaverine atau
buscopan
• Antihistamin yang digunakan pada golongan ini adalah
golongan H2 blocker, namun tidak sepoten PPI
• Tidak ada rekomendasi pemberian analgetic pada nyeri
ulkus peptikum/duodenum
Tatalaksana
Sumber: Fauci, A.S. et al (2012) Harrison Principles of Internal Medicine. 18th Ed
276.
Nyonya Cut Meutia, 68 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 1
bulan terakhir ini. Pasien datang dengan membawa hasil cek gula
gds 176. Keluhan sering merasa lapar disangkal, pasien malah
merasa anoreksia, tapi ada keluhan sering merasa haus dan sering
BAK bahkan pasien pernah sampai mengompol. Pasien lalu
dilakukan pengecekan gula darah puasa dan didapatkan hasilnya
117 mg/dL terus dilakukan TTGO dan setelah 2 jam didapatkan
hasil 143 mg/dL.
Diagnosis pada pasien ini adalah?
A. Diabetes Melitus Tipe 2
B. Toleransi Glukosa Puasa Terganggu
C. Toleransi Glukosa Puasa dan Post Prandial Terganggu
D. Toleransi Glukosa Post Prandial Terganggu
E. Mature Onset Diabetic of the Young
Analisis
• Pada pasien didapatkan GDS 176 tanpa keluhan seluruh
3P yang menyertai sehingga tidak bisa dikategorikan
sebagai diabetes mellitus.
• Pada pasien yang dicurigai diabetes mellitus dapat
dilakukan pemeriksaan gula darah puasa dan TTGO,
pada pasien didapatkan GDP >100 mg/dL dan TTGO
>140 mg/dL sehingga pasien ini mengalami gangguan
toleransi glukosa puasa dan post prandial
• MODY adalah gangguan fungsi sel beta pancreas yang
biasa muncul pada pasien dengan usia yang lebih muda
Kriteria diagnosis Diabetes
Mellitus
1. Ditemukan gejala klinis klasik (polyuria, polydipsia,
nocturia, enuresis, penurunan berat badan,
polifagia), dan kadar GDS ≥200 mg/dl, atau
2. Kadar GDP ≥126 mg/dl, atau
3. Kadar gula darah ≥200 mg/dl pada jam ke-2 TTGO,
atau
4. HbA1c >6.5% (standar NGSP dan DCCT)
5. Pada penderita asimptomatis dengan GDS ≥200
mg/dl, harus konfirmasi dengan GDP atau TTGO
terganggu.

Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.


Kriteria diagnosis DM dan
toleransi glukosa terganggu
Algoritma DM

Panduan praktik klinis


dokter Indonesia
Perbedaan Antara DM T1, DM T2
dan MODY

C- PEPTIDE Absent Normal to high Normal


277.
Tuan Wage Rudolf Supratman, 35 thn datang mengeluh
batuk kental warna hijau disertai flek darah dalam 1
bulan terakhir. Mengeluh lemas seluruh badan dan
nafsu makan turun. Ayah pasien juga mengeluh
keluhan serupa dan sudah menjalani pengobatan 6
bulan. TTV normal. Dari PF didapatkan ronkhi pada
kedua lapang paru, wheezing (-). Pemeriksaan yang
paling dianjurkan pada pasien ini adalah?
A. Tes Cepat Molekular
B. Sputum BTA
C. Kultur Bakteri
D. Spirometri
E. Bronkoskopi
Pembahasan
• Pada kasus ini, keluhan batuk berdahak disertai
darah dan penurunan nafsu makan selama sebulan,
apalagi ditambah ada riwayat keluarga serupa dan
sedang pengobatan selama 6 bulan mengarahkan
diagnosis kepada TB paru.
• Menurut algoritma TB nasional 2016, pemeriksaan
pertama yang dianjurkan untuk TB adalah Tes
Cepat Molekuler
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
Tuberculosis
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB

MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR

Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
278.
Tuan Amir Hamzah, 45 tahun datang ke puskesmas ingin berkonsultasi
karena akan pergi ke Lembah baliem Papua. Dia akan pergi dalam 2
minggu sejak hari ini dan akan tinggal selama sebulan. Akan tetapi pasien
sedikit takut karena daerah tersebut rawan akan penyakit malaria dan
pasien tidak ingin jatuh sakit. Profilaksis yang tepat diberikan adalah ?
A. Primakuin 0,24/mg/kgbb, 1 minggu sebelum berangkat sampai
dengan 1 minggu setelah kembali
B. Piperakuin 4 mg, 1 minggu sebelum berangkat sampai 2 minggu
setelah kembali
C. Kina 10 mg/kgbb , 4 hari sebelum berangkat sampai dengan 4 minggu
setelab kembali
D. Chloroquin 500 mg setiap hari, 1 minggu sebelum berangkat sampai
4 minggu setelah kembali
E. Doksisiklin 100 mg setiap hari, 1-2 hari sebelum berangkat sampai
dengan 4 minggu
Analisis soal
• Pada soal di atas ditanyakan mengenai profilaksis
untuk malaria
• Pilihan yang paling tepat adalah yang E. Doksisiklin
100 mg setiap hari, 1-2 hari sebelum berangkat
sampai dengan 4 minggu
• Pilihan D tidak tepat karena klorokuin dosisnya
benar 500 mg tapi diberikan setiap minggu bukan
setiap hari
Profilaksis Malaria
NON FARMAKOLOGIS
• Tidur menggunakan kelambu yang sudah
dicelup pestisida
• Menggunakan obat pembunuh nyamuk
(mosquito repellant)
• Proteksi diri saat keluar dari rumah (baju
berlengan panjang, kus/stocking)
• Proteksi kamar atau ruangan menggunakan
kawat anti nyamuk
Profilaxis Malaria
Initiation
(time before Discontinuation
Drug Dose Freq. first (time after last
exposure to exposure)
malaria)

Areas with chloroquine-resistant Plasmodium falciparum


Atovaquone- 5-8 kg, 1/2 pediatric tablet daily; Once daily 1-2 days 7 days
proguanil 9-10 kg, 3/4 pediatric tablet
(Malarone) daily;
Pediatric tablet: 11-20 kg, 1 pediatric tablet
62.5 mg- 25 mg daily;
Adult tablet: 21-30 kg, 2 pediatric tablets
250 mg - 100 mg daily;
31-40 kg, 3 pediatric tablets
daily;
≥41 kg, 1 adult tablet daily
Mefloquine ≤9 kg, 1/8 tablet or 5 mg salt per Once 3 weeks 4 weeks
hydrochloride kg weekly preferable; 2
250 mg salt (228 mg 10-19 kg, 1/4 tablet weeks
base) 20-30 kg, 1/2 tablet acceptable
31-45 kg, 3/4 tablet
≥46 kg, 1 tablet

Doxycycline 100 mg ≥8 years old, 2 mg per kg of Once daily 1-2 days 4 weeks
orally once daily (maximum dose
100 mg/day)
Initiation
n
Drug Dose Freq. (time before
(time after last
exposure)
exposure)
Areas with chloroquine-sensitive P. falciparum
Chloroquine 8.3 mg salt per kg of (5 Once weekly 1-2 weeks 4 weeks
phosphate mg base per kg of body
500 mg salt (300 mg weight)
base)
Hydroxychloroquine 6.5 mg salt per kg of (5 Once weekly 1-2 weeks 4 weeks
sulfate mg base per kg of body
400 mg salt (310 mg weight)
base)
Atovaquone-proguanil (as in 1st row above) Once daily 1-2 days 7 days
(Malarone)
Mefloquine (as in 2nd row above) Once weekly 3 weeks preferable; 2 4 weeks
hydrochloride weeks acceptable
250 mg salt (228 mg
base)
Doxycycline ≥8 years old, 2 mg per Once daily 1-2 days 4 weeks
100 mg kg of orally once daily
(maximum dose 100
mg/day)

Presumptive antirelapse therapy (to prevent relapse due to P. vivax or P. ovale)


Primaquine phosphate 0.8 mg per kg of salt Once daily As soon as possible 14 days
26.3 mg salt (15 mg (0.5 mg per kg of base) following exposure for
base) which another
prophylactic drug taken
279.
Tuan Antasari, 45 th, datang dengan keluhan utama bengkak
kedua kaki dan mata, lemas, dan sesak. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD: 140/90, HR 90x/menit RR:
28x/menit, suhu 37.2o C, Pada pemeriksaan fisik terdapat
pitting edema dan ascites, protein urin 3+.
Pada kasus ini bila dilakukan biopsy ginjal, gambaran yang
paling mungkin didapat adalah?
A. Membranous proliferative
B. Minimal change disease
C. Fibrillary-immunotactoid glomerulopathy
D. Membranous nephropathy
E. Focal segmental glomerulosclerosis
Analisis Soal
• Pada soal didapatkan gejala proteinuria, edema
anasarca yang menandakan sindrom nefrotik
• Gambaran sindrom nefrotik yang paling umum
pada orang dewasa adalah focal segmental
glomerulosclerosis
• Sementara pada anak-anak lebih umum minimal
change disease
280.
Tuan Pattimura, 50 tahun datang dengan keluhan
badannya menguning sejak 2 hari yang lalu disertai
dengan demam. Pasien mengeluh nyeri perut kanan
bawah dan BAK warna seperti teh. Pasien mengatakan
bahwa ia merupakan pemakai narkoba suntik sudah
lama sejak 20 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan hepatomegali. HbsAg (-), IGM Anti HBc (-),
Anti HCV (+), HCV RNA (+). Apakah diagnosisnya?
A. Non hepatitis C
B. Hepatitis C akut
C. Hepatitis C kronik
D. Hepatitis B akut
E. Hepatitis C Kronik
Pembahasan
• Pada pasien gejala yang terdapat adalah demam,
ikterik dengan keluhan nyeri perut dan BAK warna
Teh. Keluhan demam dan ikterik ditemukan pada
hepatitis akut.
• Marker yang menandakan pada pasien ini adalah
hepatitis C akut adalah Anti HCV (+) dengan HCV
RNA (+). Bila kasus kronik HCV RNA akan menetap
dengan Anti HCV yang mulai menurun atau negatif
• IgM anti HBc adalah marker untuk hepatitis B akut,
disertai dengan peningkatan HbsAg
Hepatitis
• Inflamasi hepar yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab.
• Penyebab hepatitis: autoimun, hepatitis imbas obat, virus,
alkohol, dan lain-lain.
• Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang dominan
menyerang hepar. Hepatitis jenis ini paling sering disebabkan
oleh virus hepatotropik (virus Hepatitis A, B, C, D, E).
• Incubation periods for hepatitis A range from 15–45 days
(mean, 4 weeks), for hepatitis B and D from 30–180 days
(mean, 8–12 weeks), for hepatitis C from 15–160 days (mean, 7
weeks), and for hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6
weeks).
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.
Hepatitis
281
Tuan Sultan Hamengkubowono, laki-laki usia 25 tahun mengeluhkan
lemas sejak 1 tahun belakangan dan memberat 2 hari yang lalu. Riwayat
tranfusi tanpa adanya perdarahan, DM dan hipertensi disangkal. Pasien
biasa mengeluhkan nyeri perut dan keram otot, terkadang disertai nyeri
kepala dan punggung. Keluhan juga ditambah dengan BAK berwarna
gelap bila suhu dingin terutama setiap malam hari dan terkadang pasien
muncul memar kulit tanpa adanya luka sebelumnya. Pemeriksaan fisik TD
120/80 HR 115x/menit RR 22x/menit, Suhu 37.3oC, conjungtiva anemis
minimal, sklera ikterik minimal, terdapat nodul-nodul kulit kemerahan
dan ekimosis di kulit, terdapat hepatomegaly, ascites minimal, lien
schufner 3. Laboratorium menunjukkan Hb 9 g/dL, Leukosit 3200 x 103/µL
dan trombosit 95.000 x 103/µL. Uji ham positif
Diagnosis pasien tersebut adalah?
A. Anemia aplastik
B. Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
C. Anemia hemolitik autoimun cold type
D. Thalasemia Mayor
E. Anemia penyakit kronis
Analisis Soal
• Pasien dengan gejala lemas mengarahkan kepada
anemia, karena ada keluhan BAK seperti teh terutama
pada malam hari dipikirkan ke gejala paroxysmal
nocturnal hemoglobinuria (PNH) yang merupakan
destruksi sel darah oleh system komplemen terutama
pada malam hari
• PNH akan menyebabkan anemia hemolitik,
pansitopenia dan thrombosis, dan pada pemeriksaan
didapatkan tes ham positif.
• Thrombosis dapat terjadi pada vena hepatica seperti
pada pasien ini menyebabkan hepatomegaly, vena
lienalis menyebabkan splenomegaly dan vena dermis
menyebabkan nodul kulit, serta ditemukan ekimosis
yang juga merupakan tanda thrombocytopenia
Analisis Soal
• Tidak dipilih anemia aplastic, meski terdapat
pansitopenia pada pasien karena anemia aplastic
pada pasien disebabkan oleh PNH yang merupakan
diagnosis utama
• AIHA cold type tidak menyebabkan
thrombositopenia, begitu pula dengan thalassemia
• Anemia penyakit kronis tidak akan menyebabkan
leukopenia dan thrombositopenia, juga tidak akan
menyebabkan hepatosplenomegali
Paroksismal Nokturnal
Hemoglobinuria
• Hemoglobinuria nokturnal paroksismal (PNH) adalah
kelainan yang jarang, kronis, dan melemahkan yang
paling sering muncul pada usia dewasa awal dan
biasanya berlanjut sepanjang hidup pasien.
• PNH mengakibatkan kematian sekitar 50% individu
yang terkena karena komplikasi trombotik dan, sampai
saat ini, tidak memiliki terapi khusus.
• Nama kelainan ini adalah istilah deskriptif untuk
konsekuensi klinis pemecahan sel darah merah (RBC)
dengan pelepasan hemoglobin ke dalam urin, yang
paling nyata sebagai urin berwarna gelap di pagi hari
• Trias dari PNH meliputi hemolytic anemia,
pancytopenia, and thrombosis

https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Paroksismal Nokturnal
Hemoglobinuria
• Paroksismal nocturnal hemoglobinuria adalah penyakit genetic
mutase pada gen PIGA (phosphatidylinositol glycan class A) pada
kromosom X
• Mutasi ini menyebabkan defek pada protein permukaan sel
hematopoietic yang Kelompok penting dari protein membran
yang kurang dalam semua yang mengatur system komplemen,
termasuk faktor percepatan peluruhan (DAF), atau CD55 [8];
homologous restriction factor (HRF), atau protein pengikat C8;
dan inhibitor membran reaktif lisis (MIRL), atau CD59. [9]
• Tidak adanya protein pengatur ini menghasilkan amplifikasi yang
tidak terkontrol dari sistem komplemen. Ini menyebabkan
kerusakan intravaskular pada membran RBC, hingga derajat yang
bervariasi
• Trombosis pada PNH disebabkan oleh kurangnya CD59 pada
membran trombosit, menyebabkan nyeri perut, hepatomegaly
dan ascites

https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Gejala-gejala PNH
• Kerusakan membran RBC dengan komplemen menyebabkan
pelepasan hemoglobin ke dalam sirkulasi.
• Hemoglobin bebas bersirkulasi dan berikatan ireversibel dengan
oksida nitrat (NO), menurunkan kadar NO dalam darah tepi.

• Karena NO mengatur tonus otot polos, penurunan level NO


menyebabkan kontraksi otot polos dengan akibat vasokonstriksi,
penyempitan usus, dan hipertensi paru. Gejala yang dihasilkan
mungkin termasuk yang berikut:
• Sakit perut
• Kembung
• Sakit punggung
• Sakit kepala
• Disfungsi ereksi
• Kelelahan
https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Gejala-gejala PNH
• NO juga berperan dalam regulasi trombosit.
• Trombosis adalah penyebab kematian paling umum
pada orang dengan PNH, terhitung 50% dari
kematian akibat penyakit ini.
• Situs trombosis yang paling sering termasuk vena
hepatik, paru, serebral, dan dalam dan superfisial,
serta vena kava inferior

https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Gejala-gejala PNH
• Pasien dengan PNH akan mengalami pansitopenia
• anemia menyebabkan pucat;
• infeksi dapat menunjukkan gejala demam; dan
• perdarahan, seperti perdarahan mukosa atau ekimosis kulit,
menunjukkan trombositopenia yang mirip dengan anemia aplastik.
• Temuan pemeriksaan fisik lainnya dapat meliputi:
• Hepatomegali dan asites (thrombosis vena hepatica
dan cava atau sindrom Budd-Chiari)
• Splenomegali dengan adanya trombosis vena lienalis
• Suara usus yang menurun akibat nekrosis usus
• Papilledema di hadapan trombosis vena serebral
• Nodul kulit berwarna merah dan nyeri dengan
adanya trombosis vena derma
Gejala PNH

• Manifestasi paling umum dari PNH adalah urin


berwarna gelap pada malam hari dan mulai
menjernih di pagi hari
https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Diagnosis
• Tes-tes yang terlibat dalam menegakkan diagnosis
hemoglobinuria nokturnal paroksismal (PNH)
menunjukkan adanya sel darah merah (RBC) yang
sangat sensitif terhadap aksi hemolitik komplemen.
Tes-tes ini meliputi:
• Flow Cytometry
• Acid Ham Test
• Complement Lysis sensitivity test
• Sucrose lysis test
• Namun, kebanyakan laboratorium sudah tidak
melakukan Ham test atau sucrose lysis test, jadi
diagnosis PNH lebih sering dilakukan dengan flow
cytometry atau complement lysis sensitivity test

https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Flow Cytometry

• Flow cytometry digunakan untuk mendeteksi glycoprotein


CD59 dan CD55 yang meregulasi fungsi system
komplemen.
• Jika kedua gen ini tidak ada pasien didiagnosis sebagai
PNH
https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Complement lysis sensitivity test
Tes Sensitivitas lisis oleh komplemen oleh Rosse and Dacie
adalah metode yang paling akurat untuk mendiagnosis PNH.
RBCs disentisisasi dengan potent lytic anti-I antigen dan
dihemolisis dengan serum sebagai sumber komplemen. Dan
hasilnya dibagi kedalam tiga grup pasien dengan PNH:
• PNH I cells berespon normal terhadap komplemen
• PNH II cells lebih sensitive terhadap komplemen daripada
normal cells
• PNH III cells sangat sensitive terhadap komplemen,hanya
perlu 1/20 dari jumlah komplemen standar di dalam darah
untuk hancur, grup sel ini meningkat pada pasien dengan
PNH berat.

https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Acid Ham Test
• Ham test mendemonstrasikan
abnormalitas RBC pada PNH
dengan mengasamkan serum
darah yang normal.
• Pasien dengan PNH memiliki
RBC yang akan terlisis dengan
serum pada temperature Keterangan:
ruangan dan suhu tubuh (37°C) C = Control
dibandingkan dengan normal Pt = Patient
(tidak ada hemolysis).

https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
Penanganan
• Pasien dengan PNH yang mengembangkan trombosis akut
• harus segera mulai menggunakan eculizumab, jika mereka belum
meminumnya
• karena hal ini mengurangi risiko perluasan atau kambuhnya
trombosis.
• Jika tidak, penatalaksanaan komplikasi trombotik mengikuti
prinsip standar
• termasuk penggunaan heparin secara darurat, kemudian terapi
perawatan dengan penggunaan antikoagulan oral, seperti warfarin.
• Pemberian steroid tidak banyak membantu karena modulasi
komplemen sulit dikendalikan meski oleh glukokortikoid
dosis tinggi.
• Dosis prednison dewasa biasanya adalah 20-40 mg / hari (0,3-0,6
mg / kg / hari) diberikan setiap hari selama hemolisis dan diubah
menjadi hari-hari alternatif selama remisi.

https://emedicine.medscape.com/article/207468-clinical
282
Nona Cut Nyak Dien, usia 20 tahun datang dengan keluhan mudah
lelah, rambut rontok, dan sering merasa silau sejak 1 minggu yang
lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada sendi bahu,
siku, lutut dan pergelangan kaki sejak 3 bulan yang lalu. Selain
keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan demam dan terkadang
sesak. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg,
nadi 96 kali/menit, RR 17 kali/menit, suhu 36,7 C. Dari hasil
pemeriksaan kepala didapatkan ruam kemerahan di wajah.
Pemeriksaan autoantibodi yg paling spesifik adalah?
A. Ana test
B. Anti ds-dna
C. Rhemautoid factor
D. CD4
E. Anti SM
Pembahasan
• Adanya keluhan mudah Lelah, rambut rontok
dengan ruam kemerahan di wajah serta gejala nyeri
sendi dan sesak (kemungkinan karena pleuritis)
mengarahkan ke gejala SLE
• Pemeriksaan antibody yang paling spesifik untuk
mendiagnosis SLE adalah Anti Sm atau Anti Smith
antibody
SLE
• Merupakan
penyakit inflamasi
autoimun kronis
peradangan pada
kulit, sendi, ginjal,
paru-paru, sistem
saraf dan organ
tubuh lainnya
• Akibat
Hipersensitivitas
tipe 3

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.


Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.
Kriteria Diagnostik
Marker Antibody

https://emedicine.medscape.com/article/332244-workup#c8
283
Nyonya Keumalahayati 55 tahun mengeluh sesak dan demam
tinggi sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasa semakin
memberat beserta batuk hijau kental, demam naik turun
dirasa selama 4 hari sebelumnya. Dua minggu sebelumnya
pasien ke Jawa Timur. Pasien demam dan batuk selama 1
minggu dan temannya juga sama mengeluh hal serupa. TD
110/70 RR 20 x/menit N 80 x/min dan suhu 38 C. Dari PF
auskultasi ronkhi di kedua lapang paru, wheezing (-).
Berapakah skor penilaian CURB-65 pasien?
A. 0
B. 1
C. 2
D. 3
E. 4
Pembahasan
• Pada pasien didapatkan gejala pneumonia yang
diperkuat atas ditemukannya batuk berdahak serta
ronki
• Akan tetapi tidak ada kegawatdaruratan pada
pneumonia seperti yang tertera pada nilai skor CURB-
65, berupa penurunan kesadaran, uremia, tachypnea,
hipotensi dan usia > 65 tahun maka skor pada pasien ini
adalah 0
• Penilaian asesmen perlu tidaknya rawat inap pada
pneumonia bisa menggunakan CURB-65 atau PSI
• Pada pasien seperti ini penanganan pneumonia bisa
dengan rawat jalan
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
• Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
• Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
CURB-65

https://www.grepmed.com/images/747/severity-diagnosis-score-admission-curb65-stratification-risk
Pneumonia Severity Index

https://www.grepmed.com/images/747/severity-diagnosis-score-admission-curb65-stratification-risk
284
Tuan Sunan Kalijaga, 45 tahun datang dengan keluhan
muntah darah. Pasien mengeluh keluar darah merah segar
dari mulutnya +-500cc. Pasien sebelumnya keluhannya
hanyalah penyakit kuning dan perut yang membuncit akibat
kebiasaannya dulu minum alcohol secara kronis. TD 180/90
mmHg, HR 115x/menit, RR 24x/menit, suhu 37.5OC. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan spider navy diperut dan
ginekomastia, serta eritem pada palmar dengan asterixis (+).
Diagnosis yg paling mungkin adalah?
A. Pecah Varises esofagus
B. Ulkus duodenum
C. Ulkus gaster
D. Striktur Esofagus
E. Zenker Diverticulum
Pembahasan
• Keluhan muntah darah pada pasien dengan riwayat
sirosis hepatis paling mungkin disebabkan oleh
pecahnya varises esophagus
• Pada pasien sirosis ditegakkan atas ditemukan
stigmata sirosis seperti ginekomastia, spider navy,
asterixis dan palmar erythema
• Kemungkinan penyebab sirosis pada pasien adalah
akibat hepatitis alkoholik
• Zenker Diverticulum adalah pembentukan kantong
diverticulum di faring, diatas otot krikofaring
HIPERTENSI PORTAL & VARISES
ESOFAGUS
• Hipertensi portal
mengakibatkan varises
di tempat anastomosis
portosistemik:
• Hemoroid di anorectal
junction,
• Varises esofagus di
gastroesophageal
junction,
• Kaput medusa di
umbilikus.
ANATOMI VENA OESOPHAGEA

V.Gastrica
brevis
3 Jalur Utama
Kolateral
Portosistemik
pada Sirosis
Hepatis dan
Komplikasinya
PVO (Pecahnya Varises Oesophagus)
• Salah satu komplikasi terbanyak ditemui pada
pasien gangguan hati, terutama sirosis hati
• 25-35% pasien sirosis hati  varises oesophagus
• Diagnosis PVO:
• Tanda2 perdarahan saluran cerna bagian atas, mis:
hematemesis, melena, anemia, penurunan tekanan
darah
• Tanda2 sirosis hati, mis: caput medusae, gynecomastia,
dll.

Kusumobroto H. Penatalaksanaan perdarahan varises esophagus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5.Interna Publising; 2009. h.222-6
Rupture of Esophageal Varices
• Rupture of esophageal varices is dependent on
variceal pressure.
• Increase in intra-abdominal pressure markedly
increases variceal pressure.
• Constipation and vomiting may precipitate esophageal
variceal bleeding.
• Cough is not unusual in liver cirrhosis patients, but only
severe cough can precipitate esophageal variceal bleeding.
• Heavy alcohol binges may precipitate esophageal variceal
bleeding.

Liau WC, et al. Potential Precipitating Factors of Esophageal Variceal Bleeding: A Case – Control Study. Am J Gastroenterol 2011; 106:96–103
Tatalaksana Khusus Perdarahan Variseal
• Tatalaksana perdarahan variseal
• Tamponade balon dalam 24 jam
• Obat vasoaktif
• Vasopresin 0,5-1mg/menit selama 20-60 menit
• Somatostatin 250 mcg bolus diikuti drip 250 mcg/jam
• Ocreotide drip 50 mcg/jam
• Endoskopi
• Profilaksis antibiotik
• Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan sampi
tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah
keadaan stabil  hematemesis melena (-)
• Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari setelah KU stabil
• Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
• Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
• Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati
diberikan :
• Laktulosa 4 x 1 sendok makan
• Neomisin 4 x 500 mg/ Ciprofloxacin 2 x 500mg
• Obat ini diberikan sampai tinja normal.
Zenker Diverticulum
285.
Tuan Sultan Hasanuddin, Laki-laki 56 tahun mengalami penurunan
kesadaran. Pasien memiliki riwayat DM tipe 2 sejak usia 40 tahun.
Pasien tidak rutin kontrol ke dokter dan hanya membeli obat DM
sendiri diapotek. Pasien minum obat hanya bila merasa badannya
tidak enak. Menurut keluarga, pasien hari ini mencoba puasa dari
kemarin dan pasien pagi ini belum sempat sarapan dan langsung
tiba-tiba pingsan.
Penyebab penurunan kesadaran yang paling mungkin adalah:
A. Hipertensi
B. Hipogikemi
C. HHS
D. KAD
E. Ensefalopati Diabetikum
Pembahasan
• Penurunan kesadaran pada DM tipe 2 dapat terjadi akibat
Hipoglikemia, KAD maupun HHS.
• Pada soal dipertimbangkan KAD karena pasien ada riwayat
puasa sehingga pada pasien DM tipe 2, defisiensi insulin akan
menyebabkan penggunaan asam lemak sebagai energi
menghasilkan keton. Keton yang berlebih akan menyebabkan
ketoasidosis.
• Tidak dipilih HHS karena HHS memiliki progresivitas lambat,
berupa dehidrasi, biasa terjadi pada orang tua yang jarang
minum air dan gula darah tidak terkontrol
• Hipoglikemia tidak dipilih karena tidak dikatakan ada
penggunaan obat DM tanpa makan sebelumnya.
• Ensefalopati diabetikum adalah komplikasi mikrovaskular DM
secara progresif, menyebabkan demensia, dan bukan
penurunan kesadaran
285. Ketoasidosis Diabetik
• Pencetus KAD:
• Insulin tidak
adekuat
• Infeksi
• Infark

• Diagnosis KAD:
• Kadar glukosa 250
mg/dL
• pH <7,35
• HCO3 rendah
• Anion gap tinggi
• Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
Harrison’s principles of internal medicine
THT-KL
286.
Pasien laki-laki bernama anak California berusia 6 tahun
dengan keluhan benjolan di leher kiri depan. Pasien merasa
tidak nyaman akan benjolan yang muncul ini. Ukuran panjang
3 cm, berada di tepi atas M. SCM. Terdapat lubang di ujung,
bila ditekan keluar cairan mukoid. Benjolan dikatakan sudah
ada sejak lahir. Berasal darimanakah benjolan yang terdapat
pada pasien?
A. Branchial apparatus
B. Branchial clefts
C. Thyroid
D. Cervical sinus
E. Kelenjar keringat
Analisis Soal
• Anak usia 6 tahun dengan benjolan leher kiri depan,
benjolan berukuran 3 cm, berada pada tepi atas M.
Sternocleidomastoideus dan benjolan dikatakan sudah
ada sejak lahir  kemungkinan besar kelainan yang
mendasari yaitu kista brankial yang berasal dari
branchial cleft
• Pilihan jawaban Dadalah lekukan sementara yang
terdapat pada bagian leher embryo, terdiri dari arkus
brankialis. Pada perkembangannya akan menghilang,
bila menetap, akan menjadi cervical sinus cyst, yang
dapat terdiri dari kista brankial, thyroglossal duct cysts,
dermoid cysts, dan median cervical cleft.
Kista brankial
• Benjolan kongenital pada leher
yang berbatasan dengan
bagian posterior otot
sternokleidomastoideus akibat
gangguan celah brankial
• Lebih sering terjadi pada usia
dewasa muda perempuan 3:2
laki-laki
• Terdapat beberapa
patofisiologi namun belum
jelas
• Tatalaksana dapat dilakukan
ekstripasi
Kista Branchial (Branchial Cleft Cyst)

• Tanda dan gejala klinis


• Massa soliter
• Tidak nyeri
• Riwayat bengkak
intermiten terutama
berhubungan dengan
infeksi saluran napas.
• Karakteristik massa:
permukaan licin, kenyal,
fluktuasi (+)
• Lokasi: sepertiga bawah
batas anteromedial m.
sternocleidomastoideus.
• Bila terinfeksi, dapat
tampak sinus, pus (+)
287.
Seorang laki-laki berusia 47 thn datang bersama istrinya ke klinik
dokter umum dengan keluhan mendengkur saat tidur. Keluhan
disampaikan istrinya yg seringkali merasa terganggu saat tidur malam
hari. Saat tidur, pasien seringkali terlihat seperti tersedak dan henti
napas sementara kemudian terbangun. Keluhan berkurang saat
penderita tidur miring. Riwayat sakit menelan berulang. Riwayat
kecelakaan 20 thn yg lalu. Riwayat hipertensi terkontrol. BB 94kg, TB
155cm. Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 84x/menit,
frekuensi napas 20x/menit,temperatur 36,8°C. pemeriksaan rinoskopi
anterior: kavum nasi lapang, septum di tengah, tidak ada deviasi.
Cavum oris: tonsil T3/T3, kripta melebar, tidak tampak hiperemis
maupun detritus. Penyebab dari keluhan pasien adalah…
A. Polip nasi
B. Tonsillitis akut
C. Trauma
D. Hipertensi
E. Obesitas
Analisis Soal
• Laki-laki, 47 tahun dengan keluhan mendengkur
saat tidur, seringkali terlihat seperti tersedak dan
henti napas sementara kemudian terbangun 
berkurang saat penderita tidur miring. Riwayat sakit
menelan berulang. PF: obesitas, tonsil T3/T3, kripta
melebar, tidak tampak hiperemis maupun detritus.
• Dari anamnesis dan PF yang tertulis di atas, pasien
mengalami OSA yang paling sering disebabkan oleh
obesitas.
• Faktor risiko lain: struktur yang abnormal, riwayat
keluarga, konsumsi alcohol/sedatives, hipotiroid.
OSA

• Intermittent obstruction of the airflow  sleep apnea – lasts


10-30 seconds (or longer) and results in hypoxia  awake
288. Soal
Anak perempuan, An. Rianti Kinaryoshi, 5 tahun, datang ke
puskesmas Bantar Gebang diantar bersama ibunya dengan
keluhan keluar cairan yang berbau dari lubang kecil di depan
daun telinga sejak 1 minggu yang lalu. Ibu pasien
mengatakan bahwa sebelumnya pasien pernah mengalami
keluhan seperti ini, namun belum pernah diobati
sebelumnya. Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah…
A. OMA
B. OM efusi
C. Otitis eksterrna difus
D. Fistul preauricular
E. OMSK
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini kemungkinan mengarah pada
Fistel Preaurikula, karena terdapat keluhan keluar
cairan berbau dari lubang kecil di depan daun
telinga dan terdapat riwayat keluhan yang sama
sebelumnya
• Pilihan jawaban A-C, dan E tidak dipilih karena
keluhan pasien tidak berasal dari dalam liang
telinga, tapi di depan aurikula
• Sehingga jawaban yang paling tepat adalah D. Fistel
Preaurikula
Fistula
Preaurikula
• Fistula preaurikula terjadi bila
terdapat kegagalan
penggabungan tuberkel ke
satu dan tuberkel ke dua.
• Biasanya berupa fistula pd
kulit anterior dari helix pd
tragus bagian atas.
• Kelainan herediter yang
bersifat dominan.
• Dari muara fistel sering keluar
cairan yang berasal dari
kelenjar sebasea
• Jika terjadi infeksi 
pembentukkan abses.
Tatalaksana
• Biasanya pasien datang karena obstruksi atau infeksi
fistula sehingga terjadi pioderma atau selulitis.
• Infeksi akut diatasi dengan pemberian antibiotik.
• Jika sudah terbentuk abses, dilakukan insisi untuk
drainase abses.
• Tindakan operasi diperlukan jika cairan keluar
berkepanjangan atau terjadi infeksi berulang
sehingga mengganggu aktivitas.
• Sewaktu operasi, fistel harus diangkat seluruhnya
untuk mencegah kekambuhan.
289. Soal
Anak laki-laki, 13 tahun, datang ke IGD dengan keluhan
mimisan tidak berhenti dari hidung kanan dan kiri sejak 4
jam lalu. Perdarahan kurang lebih sebanyak 1/2 gelas air
mineral kemasan. Sebagai pertolongan pertama, sudah dicoba
dengan menekan hidung namun tidak berhasil. Pasien
memiliki riwayat mimisan sejak kecil namun dapat berhenti
sendiri. Pasien terakhir mimisan 6 bulan lalu namun tidak
sebanyak ini. Pasien riwayat dirawat dengan AML satu bulan
yang lalu. Apa tatalaksana selanjutnya?
A. Elevasi 30
B. Kompres hangat
C. Tampon bellocq
D. Tampon boorzolf
E. Penekanan hidung selama 20 menit
Pembahasan Soal
• Pasien ini kemungkinan mengalami epistaksis posterior
karena datang dengan mimisan sejak 4 jam yang lalu,
yang banyak (1/2 gelas air mineral), dan tidak berhenti
dengan menekan hidung.
• Epistaksis posterior yang dialami pasien ini
kemungkinan diakibatkan karena AML yang diderita
pasien
• Tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien ini
adalah pemasangan tampon Bellocq disertai dengan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui status
leukemia dan status hemostasis pasien
• Maka jawaban yang tepat adalah C. Tampon bellocq
• Tampon boorzolf tidak ada
Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
• Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan
• Bersihkan hidung dari darah & bekuan
• Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
• Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


• Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
Epistaksis Posterior
• Perdarahan berasal dari a.
ethmoidalis posterior atau a.
Sphenopalatina
• sering sulit dihentikan.
• Etiologi:
• Kelainan darahhemofilia, von
Willebrand
• Kelainan hemostasisLeukemia,
pemakaian antikoagulan atau
antiplatelet
• Terjadi pada pasien dengan
hipertensi atau arteriosklerosis.
• Terapi:
• tampon bellocq/posterior selama
2-3 hari.
• Cari factor penyebab

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Epistaksis
• Epistaksis anterior:
• Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior
• Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
• Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
• Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


290. Soal
Seorang laki-laki, 55 tahun, datang ke poliklinik RS dengan
keluhan pusing berputar sejak 30 menit yang lalu. Keluhan
pusing berputar dirasakan selama 10-30 detik. Keluhan
dirasakan memberat saat pemeriksaan membuka mata dan
pada saat merubah posisi kepala. Pasien juga mengeluh
mual dan muntah sehingga pasien sulit untuk menjadi tidak
mau makan. TTV dalam batas normal. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan pada pasien untuk menegakkan diagnosis
adalah…
A. Tes Romberg
B. Tes Dix hallpike
C. Tes epley maneuver
D. Tes nystagmus
E. Test gliserin
Pembahasan Soal
• Kemungkinan diagnosis pada pasien adalah vertigo perifer karena
terdapat keluhan pusing berputar, diperberat dengan membuka
mata dan perubahan posisi, disertai mual dan muntah berat
(tidak mau makan)
• Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan vertigo
perifer yang dialami pasien adalah dengan tes Dix hallpike,
apabila positif, maka pasien mengalami BPPV
• Tes Romberguntuk menilai adanya gangguan keseimbangan,
dapat untuk menentukan tipe vertigo yang dialami pasien,
vertigo sentral atau perifer, terutama dilakukan bila terdapat
kecurigaan adanya vertigo sentral
• Tes epley manuvermanuver terapi untuk BPPV, bukan tes
diagnostic
• Tes nystagmustes untuk melihat arah nystagmus pada pasien,
dapat digunakan untuk menentukan vertigo perifer dan vertigo
sentral
• Tes glycerineuntuk membantu diagnosis meniere’s disease
• Maka Jawaban yang paling tepat adalah B. Tes Dix hallpike
Vertigo Periver: BPPV vs non BPPV
BPPV Non-BPPV
Tidak selalu diprovokasi gerakan
Diprovokasi gerakan kepala
kepala
Diagnosis: Perasat Dix-Hallpike, Diagnosis: Head Thrust (Impulse) Test,
Sidelying, Roll Dynamic Visual Acuity Test
Nistagmus vestibuler pada tes posisi:
Nistagmus vestibuler pada tes posisi:
arah ke sisi telinga yang sehat, tidak
arah ke sisi telinga yang sakit, terdapat
terdapat masa laten, dapat terjadi
masa laten, dapat terjadi reverse
reverse nistagmus, tidak selalu
nistagmus, terdapat decay (fenomena
ditemukan decay (fenomena
kelelahan).
kelelahan).
Diagnosis BPPV
• BPPV is diagnosed based on medical history, physical examination,
the results of vestibular and auditory (hearing) tests, and possibly
lab work to rule out other diagnoses.
• Vestibular tests include the Dix-Hallpike maneuver and the Supine
Roll test.
• These tests allow a physician to observe the nystagmus elicited in response
to a change in head position. The problematic semicircular canal can be
identified based on the characteristics of the observed nystagmus.
• Dix-Hallpike (also referred to as the Nylen-Barany) manoeuvre is the
definitive diagnostic test for posterior canal BPPV
Tes dix-hallpike
Pemeriksaan BPPV
Interpretasi tes dix-hallpike(Untuk Kanalis
Semisirkularis Posterior & Anterior)

Interpretasi tes roll (Untuk Kanalis


Semisirkularis Horizontal)
BPPV
Manuver BPPV
Kanalis Manuver Manuver
Semisirkularis Diagnostik Terapeutik
Office treatment: Epley Maneuver, modified
Epley Maneuver, Semont Maneuver,
Dix Hallpike atau modified Semont Maneuver
Posterior
Sidelying Home treatment: Brandt-Daroff Manuever,
modified Epley Maneuver, modified Semont
Maneuver

Dix Hallpike atau Reverse Epley Manuever


Anterior
Sidelying

Supine Roll Test


Barbecue rotation (Lempert roll maneuver)
Horizontal (Pagnini-McClure)
atau Gufoni atau Vannuchi-Asprella

https://www.uptodate.com/contents/benign-paroxysmal-positional-vertigo
291. Soal
Seorang perempuan, Nn. Chantika Ontosoroh, 17 tahun, datang ke
IGD diantar oleh kedua orang tuanya dengan keluhan pusing
berputar disertai dengan mual dan muntah. Pasien mengaku baru
saja berpergian dengan menggunakan angkutan umum sejauh 200
km karena ingin mudik dan berlebaran di kampung halaman. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Ttv normal. Apakah penyebab kasus
diatas?
A. Motion sickness
B. BPPV
C. Meniere disease
D. Labirinitis
E. Vertigo
Pembahasan Soal
• Pasien ini mengalami pusing berputar disertai dengan
mual dan muntah, serta terdapat riwayat bepergian
dengan angkutan umum. Dari data ini kemungkinan
pasien mengalami Motion sickness
• Pilihan B tidak dipilih karena keluhan muncul setelah
bepergian dengan angkutan umum
• Pilihan Ctidak terdapat trias meniere (vertigo, tuli
dan tinnitus)
• Pilihan Dtidak dipilih karena pada labirinitis, gejala
yang terjadi adalah vertigo yang terus menerus, dan
disertai penurunan pendengaran
• Pilihan Etidak spesifik
• Maka, jawaban yang paling tepat adalah A. Motion
Sickness
Motion Sickness
• Unpleasant condition that occurs when persons are
subjected to motion or the perception of motion, considered
to be physiological.
• Common symptoms:
• nausea, nonvertiginous dizziness, and malaise.
• Pathophysiology:
• conflicted input from vestibular, visual, and proprioceptive
receptors.
• Conflict causes more severe symptoms when the patient is
passively moved at certain frequencies.
• Physical signs:
• yawning, belching, perioral and facial pallor.
• Increased salivation, diaphoresis, and flushing.
Motion Sickness ada 3 macam berdasarkan ketidak
seimbangan inputnya, yaitu:
• Gerakan yang terasa tetapi tidak terlihat
• Gerakan yang terlihat tetapi tidak terasa
• Gerakan yang terlihat dan terasa tetapi tidak
cocok/sejalan satu sama lain
• Visual tips to minimize motion sickness:
• Try to see a wide horizon.

Motion Sickness: •

Look toward motion.
Do not do any close work or read.
Management • Wear sunglasses.
• Close your eyes.
• Proprioceptive tips to minimize motion
NON-PHARMACOLOGICAL: sickness:
• Connect with steering device.
• Minimize motion:
• Support head
• Pick a stable vehicle
• Avoid neck torsion
• Occupy the center/front, midline of
• Stand
vehicle
• Recline as much as possible
• Choose a location at ground floor or
waterline
• Reduce vestibular symptoms: PHARMACOLOGICAL
• Reduce off-axis motion • Skopolamin
• Support the head
• Dimenhidrinat
• Recline head back 30 degree
• Promethazine
292. Soal
Pasien perempuan bernama Ny. Ratna Galih Susatno, usia 40
tahun datang ke Poliklinik Cahaya Hati diantar oleh suaminya
dengan keluhan penurunan pendengaran. Pasien tidak
mengetahui kapan keluhan ini muncul, tapi pasien merasa
perlahan-lahan makin sulit mendengar. Namun, bila berada
di suasana bising, pasien merasa lebih jelas mendengar.
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien ini adalah…
A. Antihistamin
B. Steroid topical
C. Dekongestan
D. Na florida
E. Antibiotic
Pembahasan Soal
• Pasien ini kemungkinan mengalami otosklerosis karena
pasien wanita, mengalami penurunan pendengaran
perlahan, dan merasa lebih jelas mendengar di suasana
bising (paracusis willisii)
• Pada otosklerosis, terapi medikamentosa yang dapat
diberikan adalah D. Na fluoride
• Pilihan Aterapi pada rhinitis alergi dan motion
sickness
• Pilihan Bterapi pada rhinitis alergi
• Pilihan Cterapi pada rhinitis dan OMA
• Pilihan E  terapi pada infeksi bakteri
293. Soal
Pasien perempuan, bernama Ny. Intan Samudra Hati, 39
tahun, datang ke praktek dokter umum dengan keluhan
penurunan pendengaran. Pasien juga mengeluhkan rasa
penuh di telinga. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan
Shwarte sign + arahnya jam 6. Pasien akan direncanakan
pemeriksaan timpanometri. Maka kemungkinan hasil
timpanometri yang akan didapatkan adalah tipe…
A. Tipe A
B. Tipe C
C. Tipe B
D. Tipe AD
E. Tipe AS
Pembahasan Soal
• Pasien ini kemungkinan mengalami otosklerosis karena pasien
wanita, mengalami penurunan pendengaran dan pada otoskopi
didapatkan Shwartze sign +
• Pada otosklerosis, hasil timpanometri yang akan didapatkan adalah
tipe AS, karena spongiosis pada tulang stapes akan menyebabkan
kekakuan pada tulang pendengaran
• Tipe A Fungsi telinga tengah normal
• Tipe C keadaan membran timpani yang retraksi dan malfungsi dari
tuba Eustachius
• Tipe Bcairan di telinga tengah (kavum timpani), misalnya pada
otitis media efusi
• Tipe Adkeadaan membran timpani yang flaksid atau diskontinuitas
(kadang-kadang sebagian) dari tulang-tulang pendengaran
• Maka dipilih jawaban E. Tipe AS
294. Soal
Seorang perempuan usia 25 tahun datang ke Klinik Cahaya Medika
dengan keluhan pendengaran berkurang yang makin lama makin
berat. Pasien cenderung bisa mendengar lebih baik apabila berada
di tempat yang ramai. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa CT Scan. Hasil pemeriksaan Ct scan menunjukan
adanya kalsifikasi dari capsula ottica. Apa tatalaksana yang tepat
untuk pasien ini?
A. mastoidektomi
B. miringotomi
C. stapedektomi
D. miringoplasty
E. craniotomy
Pembahasan Soal
• Pasien ini kemungkinan mengalami otosklerosis
karena pasien wanita, mengalami penurunan
pendengaran perlahan, dan merasa lebih jelas
mendengar di tempat yang ramai (paracusis
willisii), serta pada hasil CT scan didapatkan
kalsifikasi dari capsula otica
• Manajemen pembedahan pada pasien otosklerosis
adalah stapedectomy atau stapedotomy
• Maka jawaban yang tepat adalah C. Stapedektomi
292-294. OTOSKLEROSIS
• Spongiosis tulang stapes (tersering)  rigid  tidak bisa menghantarkan
suara ke labirin
• Otosklerosis terkait faktor genetik, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan
kelainan serupa.
• Rasio perempuan: laki-laki 2:1.
• Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.

• Gejala & tanda:


– Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik
– Tinnitus
– Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai
– Schwarte sign: membran timpani eritema karena vasodilatasi
pembuluh darah promontorium.
– Tuba Eustachius intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit
telinga lain
Otosklerosis
• Diagnosis:
– Membran timpani utuh, normal, mungkin berwarna kemerahan
akibat pelebaran pembuluh darah promontium (Schwarte’s sign)
– Tuba paten tanpa riwayat penyakit telinga/trauma telinga
sebelumnya
– Diperkuat dengan pemeriksaan audiometri nada murni dan
impedance
– CT scan: kalsifikasi pada oval window, round window, koklea,
labirin(capsula ottica)
• Etiologi
– Penyebab jelas belum diketahui.
– RNA virus measles ditemukan pada otosclerotic foci in footplates
yang diangkat pada saat pembedahan.
– Measles virus infection may activate the gene responsible for
otosclerosis.
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Otosclerosis
• This disease is exclusive
to the otic capsule and
may affect the patency
of the cochlea by
sclerosis of the round
window membrane
• Otospongiotic bone
formation has caused
obliteration of the
round window niche
(white arrow)
Otic capsule
• Dense osseous labyrinth of the inner ear that
surrounds the cochlea, the vestibule and the
semicircular canals (blue arrow)
292 & 293. Tatalaksana
• stapedectomy atau stapedomy; diganti
dengan prosthesis.
• Pemberian sodium fluoride
293. Timpanometri
• Definisi:
– Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi dan fungsi
dari telinga tengah, merupakan bagian dari
audiometri impedans
Interpretasi:
• Tipe A
• Fungsi telinga tengah normal
• Tipe As
• terdapat kekakuan pada tulang-tulang
pendengaran atau membran timpani co:
otoskresosis, membran timpani berparut
• Tipe Ad
• keadaan membran timpani yang flaksid atau
diskontinuitas (kadang-kadang sebagian) dari
tulang-tulang pendengaran
• Tipe B
• cairan di telinga tengah (kavum timpani),
misalnya pada otitis media efusi
• Tipe C
• keadaan membran timpani yang retraksi dan
malfungsi dari tuba Eustachius
Interpreting A Tympanogram
Type Interpretation Tracing
A Normal middle ear function Normal maximum height on tracing
As ■ The TM is stiffer than normal. Can result Lower than normal peak height on tracing
from:
• Reduced mobility of the TM related to
• scarring
• A small amount of fluid in the middle ear
• space
• Ossicular fixation that partially decreases
the mobility (e.g., otosclerosis)

Ad ■ The TM is more moveable than normal. Can Higher than normal peak height on tracing
result from:
• Disarticulation of the bony structures in
• the middle ear
• A TM that has healed over a previous
• perforation but is thinner and more
• mobile than expected

B ■ The TM is not moving at all. Can result from: No evidence of peak height on tracing.
• Middle ear fl uid “Flat tympanogram”
• Severe scarring of the TM
• Tympanosclerosis
• Cholesteatoma or middle ear tumor
• Cerumen or obstruction in ear canal
■ A large volume (>2.0) type B could indicate:
• Perforation in the TM
• Patent tympanostomy tube
• Previous mastoidectomy

C Can result from: Pressure greater than –150 mm H2O, which


■ Eustachian tube dysfunction indicates negative peak pressure on tracing
Scott K. Quick Reference for Otolaryngology. New York:Springer; 2014
295. Soal
Laki-laki, 40 tahun, berobat ke puskesmas dengan keluhan
hidung tersumbat sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan
disertai adanya lendir kuning kental yang mengalir di
tenggorok dan napas berbau. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan konka hidung edema, hiperemis dan secret
kental kehijauan di daerah meatus nasi media. Apakah
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
A. Rontgen foto schuller
B. Rontgen foto waters
C. Rontgen foto thorax
D. CT scan brain
E. MRI nasofaring
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah Sinusitis, karena
terdapat gejala hidung tersumbat sejak 4 bulan, PND (lendir
kuning kental yang mengalir di tenggorok), napas berbau,
dan secret kental kehijauan di daerah meatus nasi media.
• Pada sinusitis, pemeriksaan penunjang gold standar adalah
dengan CT scan paranasal, namun dipilihan jawaban tidak
ada
• Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
dengan foto Ro Waters, terutama untuk sinusitis maksilaris
dan frontalis
• Pilihan Auntuk kelainan pada mastoid
• Pilihan Duntuk menilai kelainan pada otak
• Maka jawaban yang tepat adalah B. Roetgen foto Waters
Maxillary Sinuses
• Largest sinuses
– 3.5 cm high
– 2.5 – 3 cm wide

• Within maxilla
– Above upper teeth

• Paired & symmetric

• Communicates with middle nasal


meatus

• Clinically, in adults the most


commonly affected sinuse
followed by the ethmoid cells,
the frontal sinus, and finally
the sphenoidal sinus.

http://www.fulspecialista.hu/en/nose/maxillary-sinusitis
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Frontal Sinuses
• Second largest sinuses
– 2 – 2.5 cm

• Normally:
– Between tables of vertical
plate in frontal bone
– Can extend beyond frontal
bone inot the orbital
plates

• Rarely symmetrical

• Number varies
(occassionally absent)

• Drain into middle nasal


meatus
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Diagnosis
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
– rinoskopi anterior dan posterior,
– transiluminasi
• Foto polos:
• posisi waters, PA, lateral
– Tapi hanya menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal).
– Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level, penebalan mukosa.
• CT scan:
– mampu menilai anatomi hidung & sinus
– adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta perluasannya
– Pemeriksaan gold standard untuk sinusitis
– Karena mahal, hanya dikerjakan utk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.
• Sinuskopi
– pungsi menembus dinding medial sinus maksila atau meatus inferior
dengan alat endoskop.

Mangunkusomo E., Soetjipto D. Sinusitis dalam Soepardi E. A. et al : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI. 2007
Sinus trans-illumination test
• Performed in a dark room.

• High-intensity light source placed inside patient’s mouth


or against the cheek (for maxillary sinus) & under medial
aspect of supra-orbital ridge (for frontal sinus).

• Trans-illumination normal = no sinusitis

• Trans-illumination absent = sinus filled with pus

• Trans-illumination dull = equivocal result


Waters Caldwell

https://id.pinterest.com/yamahafreddy/skull-sinuses-facial-bones/ imageradiology.blogspot.co.id/2012/09/x-ray-pns-position-occipito-frontal.html
Modalitas X-Ray
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus

Schedel PA & lateral PA: frontal sinus


Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller Lateral mastoid


Towne Posterior wall of maxillary sinus
Stenver Os Temporal
Caldwell Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim
Rhese/oblique Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, &
floor of orbit.
296. Soal
Pasien perempuan, Nn. Lemonia Susetyo, 28 tahun, berobat
ke poliklinik RS dengan keluhan hidung tersumbat lebih dari 4
hari dalam seminggu selama 3 bulan berturut-turut. Keluhan
ini disertai bersin lebih dari 5 kali tiap pagi atau saat terkena
debu, tapi tidak sampai menganggu aktivitas. Terdapat
riwayat alergi seafood. Pada pemeriksaan fisik terlihat konka
hipertrofi livid dengan sekret putih banyak. Diagnosis pasien
adalah…
A. Rhinitis alergi persisten ringan
B. Rhinitis vasomotor
C. Rhinitis alergi intermiten sedang berat
D. Rhinitis alergi persisten sedang berat
E. Rhinitis intermiten ringan
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah Rinitis
Alergi karena terdapat gejala hidung tersumbat,
bersin tiap pagi dan saat terkena debu, terdapat
riwayat atopi (alergi seafood), dan pada terlihat
konka livid dengan secret putih.
• Berdasarkan frekuensi kekambuhan (4 hari dalam
seminggu selama 3 bulan berturut-turut) dan
derajat keparahan saat kambuh (tidak sampai
menganggu aktivitas), maka kemungkinan pasien
ini termasuk A. rhinitis alergi persisten ringan
Rhinitis Alergi
Deskripsi
• Rhinitis alergi
Anamnesis:
Diagnosis adalah
Serangan penyakit
bersin berulang inflamasi
terutama bila terpajan yang
alergen
disertai rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, gatal, lakrimasi,
disebabkan
riwayat atopi oleh reaksi alergi pada pasien
atopiPF dan Rinoskopi anterior: Mukosa edema, basah, pucat/livid, sekret
yang sebelumnya sudah tersensitisasi
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
dengan alergen
geographic yang sama
tongue, cobblestone serta
appearance
Penunjang: Darah tepi: eosinofil meningkat, IgE spesifik meningkat, Sitologi
dilepaskannya
hidung, Prick test, suatu mediator
Alergi makanan kimia
: food challenge test ketika
terjadi paparan berulang.
Terapi • Hindari faktor pencetus
• Medikamentosa (antihistamin H1, oral dekongestan, kortikosteroid
topikal, sodium kromoglikat)
• Operatif konkotomi (pemotongan sebagian konka inferior) bila konka
inferior hipertrofi berat.
• Imunoterapi dilakukan pada kasus alergi inhalan yang sudah tidak
responsif dengan terapi lain. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan
IgG blocking antibody dan penurunan IgE.
Rinitis Alergi
297. Soal
Pria, Tn. Muhammad Agus Santoso, 45 tahun, datang dengan keluhan
suara parau sejak 3 bulan SMRS. Keluhan ini dirasa menetap dan
makin memburuk, disertai dengan terabanya pembesaran kelenjar
leher sebelah kanan. Pasien juga mengeluh kadang disertai batuk dan
sesak (+). Riwayat keluarga (-), riwayat merokok sejak usia 17 tahun.
Pemeriksaan Fisik, TTV DBN, pada laringoskopi anterior tampak masa
di plika vokalis dextra, berbenjol, tampak rapuh dan mudah
berdarah. Penyebabnya dari penyakit pasien ini adalah…
A. merokok
B. nitrosamin
C. infeksi
D. makanan pengawet
E. Minuman Soda
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Karsinoma Laring karena
terdapat keluhan suara parau yang menetap dan makin
memburuk, disertai dengan pembesaran kelenjar leher
sebelah kanan, dan pada laringoskopi anterior tampak
masa di plika vokalis dextra, berbenjol, tampak rapuh
dan mudah berdarah.
• Pada karsinoma laring, factor risiko utama adalah
merokok, seperti pada pasien, pasien telah merokok
dari usia 17 tahun.
• Maka jawaban yang paling tepat adalah A. Merokok
Laryngeal Cancer
Karsinoma Laring
• Tumor ganas pada laring.
• Faktor risiko: merokok (utama), konsumsi alkohol, laki-laki, infeksi HPV, usia,
diet rendah sayur, pajanan thd cat, radiasi, asbestos, diesel, refluks
gastroesofageal.
• Gejala:
– Suara serak
– Dispnea dan stridor
– Disfagia
– Batuk, hemoptisis
– Gejala lain: nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, mudah lelah, penurunan
berat badan
– Pembesaran KGB
– Nyeri tekan laring
• Pemeriksaan fisik dengan laringoskopi: tampak massa ireguler pada pita suara.
• Pemeriksaan penunjang:
– Biopsi
– CT scan/MRI untuk mengetahui perluasan massa
Epidemiology
• Most common head and neck CA (excluding skin)
• The laryngeal cancer can develop mostly in three parts of the
larynx:
– The glottis
– The supraglottis
– The subglottis
• Male : Female = 4 : 1
• > 90% squamous cell cancer
Incidence by Site (US)
Supraglottic 40%
Glottic 59%
Subglottic 1%
American Cancer Society: Cancer Facts and Figures 2008. Atlanta, Ga: American Cancer Society, 2008.
Risk Factors
• Age. Cancer of the larynx occurs most often in people over the age of
55.
• Gender. Men are four times more likely than women to get cancer of
the larynx.
• Race. African Americans are more likely than whites to be diagnosed
with cancer of the larynx.
• Smoking. Smokers are far more likely to get cancer of the larynx.
• Alcohol. People who drink alcohol are more likely to develop laryngeal
cancer
• A personal history of head and neck cancer. Almost one in four people
who have had head and neck cancer will develop a second primary
head and neck cancer.
• Occupation. Workers exposed to sulfuric acid mist or nickel or asbestos
have an increased risk of laryngeal cancer.
• HPV, GERD implicated
Clinical Presentation
• Signs and symptoms • Gejala & tanda keganasan laring:
– Mass effect: hoarseness, – suara serak,
dysphagia, hemoptysis, neck – disfagia,
mass, airway compromise (difficulty
breathing), aspiration – hemoptisis,
– Throat pain, ear pain (referred – massa di leher,
through CN X branch) – nyeri tenggorok,
• Suggests advanced stage – nyeri telinga,
– Hoarseness = allow for early – Batuk persisten
detection of glottic cancer – Bau mulut
– Supraglottic CA = tend to present – gangguan jalan napas, &
later
– aspirasi.
• Usually present w/bulkier tumors
before Si/Sx present
– Laringoskopi: laring tampak
penonjolan seperti jamur, friabel
• More likely to present w/node
mets d/t richer lymphatics
(mudah berdarah), nodular,
ulseratif, atau perubahan warna
– Weight loss
saja.
Clinical Presentation – cont’

• Physical Exam
– Complete head and neck exam
• Palpation for nodes; restricted laryngeal crepitus.
– Quality of voice
• Breathy voice = cord paralysis
• Muffled voice = supraglottic lesion
– Laryngoscopy
• Laryngeal mirror
• Fiberoptic exam (lack depth perception)
• Note: contour, color, vibration, cord mobility, lesions.
– Stroboscopic video laryngoscopy
• Highlights subtle irregularities: vibration, periodicity, cord closure
Laryngeal cancer workup
• Radiology
– Contrast-enhanced CT scan and MRI 
extension of tumor into vita structure
– Chest X-ray  present metastasis
– PET-CT
• Laboratory
– CBC, blood gas, thyroid function, renal
and hepatic function
• Histopathology
– 96% squamous cell carcinoma
– squamous cell carcinoma means that
abnormal-appearing squamous cells,
and often keratin, are beneath the area
where the usual basement membrane
lies.
Imaging
• CT or MRI
– Evaluate pre-epiglottic or paraglottic space
– Laryngeal cartilage erosion
– Cervical node mets
• PET
– Role under investigation, currently not standard of care
– Specific application
• Identifying occult nodal mets
• Distinguish recurrence vs radionecrosis or other prior tx sequalae
• Ultrasound
– In Europe: used to identify cervical mets and laryngeal abn.
• Direct laryngoscopy with biopsy
• Histologic subtypes
– Squamous cell carcinoma
• > 90% of causes
• Linked to tobacco and excessive alcohol
(R) Source: http://www.medscape.com/content/2002/00/44/25/442595/442595_fig.html
(L) Source: http://www.som.tulane.edu/classware/pathology/medical_pathology/New_for_98/Lung_Review/Lung-62.html
Penyakit Laring Lainnya

Papilloma

Nodul pita suara Polip pita suara

Laringitis
Penyakit Laring
Diagnosis Karakteristik
Polip pita suara Lesi bertangkai unilateral, dapat berwarna keabuan (tipe
mukoid) atau merah tua (angiomatosa). Gejala: suara parau.
Lokasi di sepertiga anterior/medial/seluruhnya.
Umum dijumpai pada dewasa, namun bisa pada semua usia.
Nodul pita suara Suara parau, riwayat penggunaan suara dalam waktu lama.
Lesi nodul kecil putih, umumnya bilateral, di sepertiga
anterior/medial.
Laringitis Inflamasi laring, gejala suara parau, nyeri menelan/bicara, batuk
kering, dapat disertai demam/malaise.
Mukosa laring hiperemis, edema di atas dan bawah pita suara.
Papilloma laring Massa seperti buah murbei berwarna putih kelabu/kemerahan.
Massa rapuh, tidak berdarah.
Gejala: suara parau, dapat disertai batuk dan sesak.
Lokasi pada pita suara anterior atau subglotik.
298. Soal
Seorang laki-laki, Tn. Abraham Abdi Negara, usia 35 tahun,
datang ke Puskesmas Kecamatan Bantar Gebang dengan
keluhan nyeri pada gigi setelah memakan kacang goreng.
Pasien sebelumnya sering mengeluhkan sakit pada giginya,
tapi tidak pernah berobat ke dokter gigi karena pasien takut.
Pada pemeriksaan gigi didapatkan caries dentis gigi molar II
bawah. Apakah komplikasi paling sering dari keadaan
tersebut?
A. Abses submandibula
B. Sinusitis maksilaris
C. Abses peritonsil
D. Tonsilitis
E. Sinusitis frontalis
Pembahasan Soal
• Pasien ini mengalami caries dentis, karena ditemukan
caries dentis pada gigi molar II bawah.
• Sesuai anatomi, akar gigi molar II tersebut ada di inferior
dari otot myelohyoid, sehingga penyebaran infeksi ke arah
rongga submandibular, sehingga dapat menyebabkan
komplikasi abses submandibula dan angina Ludwig
• Dari pilihan jawaban yang ada, maka dipilih A. Abses
submandibula
• Pilihan Bsecara anatomi tidak memungkinkan, dapat
merupakan komplikasi caries dentis pada gigi bagian atas
• Pilihan CKomplikasi dari tonsillitis kronis
• Pilihan D Bukan merupakan komplikasi
• Pilihan Etidak ada hubungan dengan caries dentis
Caries Dentis
Definisi
• Penyakit akibat mikroba dimana karbohidrat mengalami fermentasi
oleh bakteri  membentuk asam  demineralisasi bagian gigi yg
inorganik dan disintegrasi bagian gigi organik.
• Caries dentis adalah pembusukan enamel gigi oleh bakteri.
• Terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor protektif dan faktor
patologis dalam rongga mulut.
• Tanda dan gejala
– Nyeri, biasanya muncul ketika makan atau minum sesuatu yang dingin,
panas, atau manis.
– Gigi sensitif
– Nyeri ketika mengunyah
– Pemeriksaan rongga mulut: tampak lubang di gigi dan plak coklat
kehitaman di permukaan gigi.
• Komplikasi: inflamasi jaringan sekitar, gigi tanggal dan abses
Fig. 13-2 Dental caries

Copyright © 2005 by Elsevier


Inc. All rights reserved.
Dental caries
Komplikasi Infeksi Odontogenik
(caries dentis dan penyakit periodontal)
• Superficial orofacial space infections
• Osteomyelitis of the jaw
– The mandible is much more susceptible to osteomyelitis than
the maxilla
– Symtomps:
• Severe mandibular pain and can be accompanied by anesthesia or
hypoesthesia on the affected side
• In protracted cases, mandibular trismus may develop
• Hematogenous dissemination  important cause of
infective endocarditis
• Association with cardiovascular disease
– An association between poor oral health and chronic
periodontitis with coronary and cerebrovascular disease has
been well established epidemiologically
Superficial orofacial space infections
Buccal and submental
spaces
• Picture A:
– Infections arising from
mandibular or maxillary
bicuspid and molar teeth tend
to extend in a lateral or buccal
direction
• Picture B:
– Lingual aspect of the
mandible:
• (a) apices of the involved
tooth above the myohyoid
muscle, with spread of
infection to the sublingual
space;
• (b) apices of involved
tooth below the
mylohyoid muscle, with
spread of infection into
the submandibular space.
Abses Submandibula
• Ruang Submandinbula tdd:
• ruang sublingual dan ruang submandibula
Etiologi
• Sumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, kel. Limfa
submandibula
Gejala dan Tanda
• Demam & nyeri leher, bengkak di
bawah mandibula dan atau bawah
lidah, dapat berfluktuasi, trismus

Terapi
• Antibiotika dosis tinggi utk aerob &
anaerob
• Evakuasi abses
Abses Submandibula
Abses Leher Dalam
ABSES ABSES ABSES ABSES ANGINA
PERITONSIL RETROFARING PARAFARING SUBMANDIBULA LUDOVICI

ISPA, Selulitis ec
Komplikasi Penjalaran
ETIOLOGI limfadenitis Penjalaran infeksi penjalaran
tonsilitis infeksi
retrofaring infeksi

Odinofagia, Trismus, Nyeri, dasar


otalgia, Nyeri, disfagia, Trismus, pembengkakan mulut
GEJALA DAN regurgitasi, demam, leher indurasi bawah membengkak
TANDA foetor ex ore, kaku, sesak sekitar angulus mandibula/ mendorong
hipersalivasi, napas, stridor mandibula bawah lidah, lidah
trismus fluktuasi kebelakang

Paltum mole Dinding Riwayat sakit


bengkak, uvula belakang faring gigi, mengorek
PEMERIKSAAN rontgen rontgen
terdorong, ada benjolan atau mencabut
detritus unilateral gigi

Antibiotik, obat AB parenteral


AB parenteral AB parenteral AB parenteral
kumur, pungsi, dosis tinggi,
TERAPI dosis tinggi, dosis tinggi, dosis tinggi, insisi
insisi, insisi
insisi abses insisi
tonsilektomi
299. Soal
Laki-laki, 28 tahun, datang dengan keluhan pilek sejak tadi
malam setelah berkendara antar kota menggunakan sepeda
motor. Pasien mengeluh tidak bisa tidur karena hidung
tersumbat dan sering berganti posisi saat tidur. Riwayat alergi
dan merokok disangkal. Keadaan umum dalam batas normal.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan edema konka
inferior dengan sekret minimal. Apakah pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa?
A. Hitung eosinophil
B. skin prick
C. IgG spesifik
D. nasal brush
E. rontgen
Pembahasan Soal
• Pasien ini kemungkinan mengalami Rinitis Vasomotor karena terdapat
keluhan pilek, yang dapat berpindah posisi (pasien sering berganti posisi
saat tidur, kemungkinan agar hidung tidak tersumbat), tidak ada riwayat
alergi dan pada rinoskopi didapatkan edema konka inferior dengan sekret
minimal.
• Kemungkinan pencetus pada pasien ini adalah suhu dan kelelahan
(berkendara antar kota menggunakan sepeda motor saat malam hari).
• Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk rhinitis vasomotor,
pemeriksaan dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis lain, terutama
membedakan dengan rhinitis alergi
• Pada rhinitis alergi, pemeriksaan pilihan adalah skin prick test dan IgE
spesifik
• Pilihan ATidak dipilih karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
rendah untuk mendiagnosis rhinitis alergi
• Pilihan CUntuk menentukan infeksi mikroorganisme spesifik
• Pilihan Dmetode pemeriksaan terbaru untuk menentukan diagnosis
asma dan derajat asma dengan mengidentifikasi genetic biomarker
• Pilihan ETidak spesifik Roetgen apa yang dimaksud
• Sehingga Jawaban yang tepat adalah B. Skin prick test
Rhinitis vasomotor
• Definisi :
– keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, hormonal atau pajanan obat
– Rinitis non imunologis
• Etiologi :
– belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik seperti
asap, bau tertentu (parfum, asap rokok, cat semprot, tinta),
alkohol, makanan pedas, kelelahan, emosi/stress, faktor
lingkungan seperti suhu dan perubahan tekanan udara.
• Patofisiologi:
– Diduga disebabkan peningkatan aktivitas kolinergik (hidung berair)
dan peningkatan sensitivitas neuron nosiseptif (obstruksi nasal)
• Diagnosis:
– Ditandai dengan gejala obstruksi nasal, rinorea, dan kongesti.
– riw. hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung
posisi pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang
dicetuskan oleh rangsangan non spesifik
• Rinoskopi anterior:
– Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua
dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi)
disertai sedikit sekret mukoid
• Pemeriksaan penunjang
– Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk rhinitis vasomotor,
pemeriksaan dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis lain,
terutama membedakan dengan rhinitis alergi
– Pada rhinitis alergi, pemeriksaan pilihan adalah skin prick test
dan IgE spesifik
• Kedua pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik
daripada hitung jenis eosinophil, nasal cytology, dan total serum IgE

https://www.aafp.org/afp/2005/0915/p1057.html
Rhinitis
Rinitis Vasomotor:
Tatalaksana
• Tatalaksana Rinitis vasomotor
didasarkan pada keluhan yang
dominan:
– Rhinorea + bersin + congesti
nasal +PND akan diberikan
antihistamin topical.
– Rhinorea saja akan diberikan
antikolinergik topical.
– Congesti nasal + obstruksi nasal
akan diberikan antiinflamasi
topical (kortikosteroid topical).
– Cell mast stabilizer (sodium
cromolyn) dipakai bila
antihistamin topical dan
antikolinergik topical tidak
memberikan respon adekuat.

Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.


DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
RINITIS ALERGI
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:


RINITIS
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
VASOMOTOR
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
RINITIS HIPERTROFI
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada
RINITIS ATROFI / pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
OZAENA tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior,
sekret & krusta hijau.

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


RINITIS
topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
MEDIKAMENTOSA
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa,


RINITIS AKUT
demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
300. Soal
Pasien Tn. Devano Nugroho datang dengan keluhan hidung
buntu. Keluhan ini sudah lama dirasakan, tapi saat ini makin
terasa menganggu. Terdapat riwayat keluhan hidung
tersumbat hilang timbul dan bersin-bersin, terutama pagi
hari. Saat dilakukan pemeriksaan, didapatkan massa warna
pucat bertangkai, massa menutupi sebagian besar hidung.
Diagnosa pasien ini adalah…
A. polip hidung grade I
B. polip hidung grade II
C. polip hidung grade III
D. polip hidung grade IV
E. polip hidung grade V
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Polip Nasi, karena terdapat
keluhan hidung buntu dan kemungkinan pasien
memiliki riwayat rhinitis alergi (keluhan hidung
tersumbat hilang timbul dan bersin-bersin, terutama
pagi hari), serta dari pemeriksaan, didapatkan massa
warna pucat bertangkai
• Dalam narasi soal dikatakan massa menutupi sebagian
besar hidung, sehingga dipikirkan belum menutup
seluruh rongga hidung (IV), namun telah melebihi
meatus medius (II), sehingga klasifikasi yang paling
tepat adalah C. Polip nasi grade III
Polip Nasal
• Polyp is a white-greyish soft tissue containing fluid within
nasal cavity, which is caused by mucosal inflammation.
• Nasal polyps do not occur in children except in the
presence of cystic fibrosis.
• Symptoms & signs:
– nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain,
frontal headache.
– Rhinoscopy: pale mass at meatus medius, smooth & moist,
pedunculated and move on probing.
• Therapy:
– Corticosteroid (eosinophilic polyp has good response
compared with neutrophilic polyp)
– polipectomy if no improvement.
Grading Polip Nasal
301. Soal
Pasien laki-laki, bernama Tn. Adi Nugroho Wibowo, berusia 42
tahun, mengeluhkan keluar darah dari hidung. Keluhan ini
tidak disertai nyeri, namun pasien merasa ada yang bergerak-
gerak di dalam hidungnya. Pada pemeriksan fisik didapatkan
TD 120/70, FN 85x/m, RR 20x/m. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior ditemukan benda asing bulat, berwarna merah
kehitaman. Apa tatalaksana yang dapat dilakukan?
A. Ekstraksi benda asing dengan pinset
B. Ekstraksi benda asing dengan air tembakau
C. Ekstraksi benda asing dengan alligator
D. Ekstraksi benda asing dengan anastesi lokal
E. Ekstraksi benda asing dengan pengait
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Benda Asing pada hidung
karena pada rinoskopi anterior ditemukan benda asing
bulat, berwarna merah kehitaman.
• Karena bentuknya yang bulat sehingga pasien merasa
benda tersebut bisa bergerak-gerak.
• Pada benda asing di hidung yang berbentuk bulat,
maka alat yang dapat dipakai untuk ekstraksi adalah
hooked probe (pengait) dan balloon catheter
• Dari pilihan jawaban yang ada, maka dipilih E. Ekstraksi
benda asing dengan pengait
• Forsep alligator dan Pinset dapat digunakan untuk
benda yang tidak bulat
Benda Asing di Hidung
• Benda asing yang sering:
– Penghapus, pil, baterai, cincin, ssedotan, kelereng
• Gejala:
– Rinore unilateral dengan caira kental dan berbau
– Hidung tersumbat
– Kadang kadang menimbulkan nyeri, epistaksis, demam
– Efek iritasirinitis, sinusitis, otitis media akut, tetanus, perforasi septum nasii
• Diagnosis: rinoskopi anterior
• Tata laksana:
– Bila benda dapat terlihat dan terjangkau dengan mudah
• Instrumen  Pinset bayonet, alligator forsep, hooked probe
– Benda yang kecil dan bulatsulit untuk dijepit
• Balloon catheters memakai folley catheters no. 5-8F
• Hooked probebenda dengan permukaan rata dan licin, yang sulit dijepit
• Benda bulat: jangan menggunakan pinset
– Benda yang besar dan menyumbat total
• Tekanan positifekspiratory paksa pada hidung yang terkena
– Benda yang berbentuk sferis, licin dan mudah terlihat
• Suction
– Binatang hidup: matikan dulu dengan minyak/ parafin - alkohol
– Antibiotik
– Tetes hidung
Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. | Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Penatalaksanaan Benda Asing Hidung
• Jika objeknya tidak tervisualisasi atau bulat, maka menggunakan balloon-
catheter adalah metode yang dapat digunakan
• Jika objeknya memiliki permukaan rata/licin dan sulit dijepitPengait/hook
probe

Brown L, Denmark TK, Wittlake WA, Vargas EJ, Watson T, Crabb JW. Procedural sedation use in the ED: management
of pediatric ear and nose foreign bodies. Am J Emerg Med. 2004 Jul. 22(4):310-4
Penatalaksanaan Benda Asing Hidung
• Jika objeknya dapat tervisualisasi dan berbentuk
tidak bulat, maka instrument langsung dapat
digunakan, seperti alligator forsep

Brown L, Denmark TK, Wittlake WA, Vargas EJ, Watson T, Crabb JW. Procedural sedation use in the ED: management
of pediatric ear and nose foreign bodies. Am J Emerg Med. 2004 Jul. 22(4):310-4
Penatalaksanaan Benda Asing Hidung
• Untuk Benda asing yang besar dan oklusif
dapat digunakan tekanan positif untuk
mendorong benda keluar

Brown L, Denmark TK, Wittlake WA, Vargas EJ, Watson T, Crabb JW. Procedural sedation use in the ED: management
of pediatric ear and nose foreign bodies. Am J Emerg Med. 2004 Jul. 22(4):310-4
Komplikasi akibat benda asing hidung
Epistaxis adalah komplikasi yang paling sering, namun
dapat menghilang hanya dengan kompresi.
Benda asing dapat menyebabkan peradangan, kerusakan
mukosa yang menyebar ke struktur di sekitarnya.
Komplikasi dapat muncul berupa:
• Sinusitis
• Perforasi Septum

Benda asing organic lebih mungkin untuk membengkak


dan menimbulkan gejala lebih daripada inorganic.

Kiger JR, Brenkert TE, Losek JD. Nasal foreign body removal in children. Pediatr Emerg Care. 2008
Nov. 24(11):785-92; quiz 790-2.
302. Soal
Seorang laki-laki, 35 tahun datang dengan keluhan nyeri pada
leher sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai nyeri menelan
sehingga pasien tidak dapat makan dan minum, mulut tidak
bisa terbuka dan demam. Pada pemeriksaan tanda vital, TD:
120/90 nadi: 90x/m, RR: 24x/m. Pemeriksaan fisik didapatkan
tonsil t1-t4, hiperemis dan edema, peritonsil hiperemis dan
edema, uvula ke arah kanan, faring tidak dapat di evaluasi.
Komplikasi apa yang paling sering terjadi?
A. Abses retrofaring
B. Abses quisy
C. Absel bukal
D. Abses parafaring
E. Abses submandibular
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah abses peritonsil atau
disebut juga abses Quinsy karena terdapat gejala
tonsillitis (nyeri menelan, tonsil t1-t4, hiperemis dan
edema), disertai dengan gejala nyeri pada leher,
trismus (mulut tidak bisa terbuka ), demam, dan PF
didapatkan RR: 24x/m. Pemeriksaan fisik didapatkan
tonsil t1-t4, hiperemis dan edema, peritonsil hiperemis
dan edema, uvula ke arah kanan
• Secara epidemiologis, komplikasi tersering dari abses
peritonsil adalah abses parafaring
• Maka dipilih jawaban D. Abses parafaring
Abses Peritonsil/ Quinsy
Abses Peritonsilar
Tonsilitis yang tidak diobati dengan adekuat  penyebaran infeksi  pembentukan
pus di peritonsil

Symptoms & Signs

Nyeri hebat + penjalaran ke sisi telinga yang sama


(otalgia)
Odinofagia & disfagia  drooling
Iritasi pada m. pterifoid interna/medial  trismus
Uvula bengkak  terdorong kesisi kontralateral

Therapy
Aspirasi jarum  bila pus (-)  selulitis  antibiotik.
Bila pus (+)  abses
Bila pus ada pada aspirasi jarum  disedot sebanyak mungkin
Abses Peritonsil
• Abses peritonsil terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.
• Biasanya unilateral
• Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis.
• Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri
menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga
(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), hipersalivasi,
suara sengau, dan (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula
dengan nyeri tekan
• Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan, tampak
permukaan hiperemis.
• Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan kekuningan. Tonsil
terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak, dan terdorong ke
sisi kontralateral.
• Bila terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya menyebabkan
iritasi m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.
Infiltrat Peritonsil Abses Peritonsil
Waktu (setelah tonsilitis akut) 1-3 hari 4-5 hari
Trismus Biasanya kurang/tidak ada Ada

• Untuk memastikan infiltrate atau abses peritonsil, dilakukan pungsi percobaan di


tempat yang paling bombans (umumnya pada kutub atas tonsil).
 Jika pus (+): abses
 Jika pus (-): infiltrate

Terapi Abses Peritonsil


Stadium Infiltrasi Stadium Abses
• Antibiotika dosis tinggi : • Antibiotik
• Penisilin 600.000-1.200.000 unit DAN • Bila telah terbentuk abses, dapat
metronidazol 3-4 x 250-500 mg dilakukan needle aspiration atau insisi
• Ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 drainase.
mg • Kemudian dianjurkan operasi
• Sefalosporin 3-4 x (250-500 mg). tonsilektomi , paling baik 2-3 minggu
• Obat simtomatik . sesudah drainase abses.
• Kumur-kumur dengan air hangat dan
kompres dingin pada leher.
Abses Peritonsil
Tatalaksana
• Managemen awal :
 Transport dgn pemberian oksigen
 Perhatikan ABCs (airway, breathing, and circulation)
 If the patient’s airway is compromised  immediate endotracheal intubation or, if this cannot
be accomplished, cricothyroidotomy or tracheostomy; alternatively, awake fiberoptic
bronchoscopy
 Resusitasi cairan jika diperlukan
 Antipiretik jika suhu naik
 Analgesik yg adekuat untuk mengatasi nyeri

• If acute surgical management of PTA is indicated, the following 3 options are available:
 Needle aspiration
 Incision and drainage
 Quinsy tonsillectomy (eg, simultaneous tonsillectomy with open abscess drainage)

• Additional pharmacologic therapy may include the following:


 Empiric antibiotics
 Adjunctive steroids
302. Complications of Peritonsillar
Abscess
Most common to rarest complications:
• Parapharyngeal abscess
• Retropharyngeal abscess
• Laryngeal edema leading to airway
compromise
• Rarely pneumonia or lung abscess following
aspiration of a ruptured abscess.
• Sepsis
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519520/
Komplikasi Abses Peritonsil
• Abses pecah spontan
– Menyebabkan Perdarahan, aspirasi, piemia
• Penjalaran infeksi dan abses ke daerah
parafaring
– Terjadilah abses parafaring
– Dapat berlanjut ke mediastinummediastinitis
• Bila terjadi penjalaran ke intracranial
– Trombus sinus kavernosus
– Meningitis
– Abses otak
Abses Parafaring
• Etiologi
– Langsung, akibat tusukan jarum saat tonsilektomi
– Supurasi kel. Limfa leher dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan
vertebra servikal
– Penjalaran infeksi ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula

• Gejala dan Tanda


– Trismus, indurasi/ pembengkakan disekitar angulus mandibula, demam tinggi,
pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial

• Diagnosis
Riwayat penyakit, foto rontgen jaringan lunak AP
atau CT scan

• Terapi
Antibiotika dosis tinggi parenteral untuk aerob &
anaerob
Evakuasi abses (insisi dari luar dan intra oral)
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
303. Soal
Seorang anak bernama An. Callista Nathaniel Ayundra,
usia 8 tahun datang dengan keluhan penurunan
pendengaran telinga kanan sejak beberapa hari terakhir
ini. Riwayat OMA (-) dan riwayat keluar cairan dari telinga
sebelumnya (-). Pada pemeriksaan didapatkan adanya
cerumen. Hasil pemeriksaan garpu tala didapatkan rinne
(+) kanan, Weber lateralisasi ke kanan, swabach
memanjang. Apakah jenis ketulian yang dialami pasien?
A. Tuli Konduksi
B. Tuli Campuran
C. Tuli Sensorineural
D. Tuli akibat bising
E. Tuli kongenital
Pembahasan Soal
• Jenis ketulian yang dialami pasien adalah tuli konduktif
karena terdapat keluhan penurunan pendengaran
telinga kanan sejak beberapa hari terakhir ini, ada
cerumen dan hasil pemeriksaan garpu tala didapatkan
rinne (+) kanan, Weber lateralisasi ke kanan, swabach
memanjang.
• Tuli konduktif dibawah 30 dB, dapat memberikan hasil
Rinne (+)
• Tuli konduktif pada pasien ini kemungkinan karena
adanya serumen
• Tidak dipilih Tuli campuran karena Tuli campuran tidak
dapat didiagnosis dengan uji penala
• Maka jawaban yang tepat adalah A. Tuli konduktif
Uji Penala
• Cara Pemeriksaan :
– Tes Rinne  penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus
mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga
• Positif (+) bila masih terdengar
• Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber  penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis
tengah kepala
– Tes Swabach  penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan
pada prosesus mastoid pemeriksa.
• Memendek bila pemeriksa masih mendengar
• Jika pemeriksa tidak mendengar maka penala digetarkan pada processus mastoid
pemeriksa lebih dulu. Sampai tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera
dipindahkan pada proc mastoideus telinga pasien, bila pasien masih dapat
mendengar bunyi maka swabach pasien memanjang.
Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
304. Soal
Pasien Tn. Rahmat Hidayat Akbar, 40 tahun, datang dengan keluhan
penurunan pendengaran terutama telinga kiri. Pasien merupakan
pekerja pabrik dan tidak pernah memakai APD karena tidak
disediakan. Pasien telah bekerja selama kurang lebih 10 tahun. Saat ini
pasien kesulitan mendengar, terutama pada suasana ramai. Bila
dilakukan pemeriksaan penala maka akan didapatkan hasil…
A. Rinne (-), Schawabach memanjang, Webber lateralisasi kiri
B. Rinne (-), Schawabach memendek, Webber lateralisasi kanan
C. Rinne (+), Schawabach memendek, Webber lateralisasi kanan
D. Rinne (+), Schawabach memanjang, Webber lateralisasi kanan
E. Rinne (+), Schawabach memendek, Webber lateralisasi kiri
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien adalah Tuli akibat Bising (NIHL)
karena terdapat keluhan penurunan pendengaran
terutama telinga kiri, pekerja pabrik yang tidak pernah
memakai APD, telah bekerja selama 10 tahun dan
terdapat cocktail party deafness (kesulitan mendengar,
terutama pada suasana ramai)
• NIHL termasuk dalam tuli sensorineural, maka hasil
penala yang benar adalah Rinne (+), Schawabach
memendek, Webber lateralisasi kananPilihan
Jawaban C
• Pilihan Ahasil pemeriksaan penala pada tuli
konduktif
Tuli akibat bising (NIHL = Noise
Induced Hearing Loss)
• Kerusakan bagian organ Corti : membran, stereosilia, sel rambut,
• Klinis:
– pendengaran terganggu biasanya bilateral
– Telinga berdenging
– Riwayat terpajan bising dalam jangka waktu lama
– Bising > 85 dB >8 jam perhari atau 40 jam perminggu
– Pada gangguan pendengaran cukup berat, sukar menangkap percakapan
– Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi, atau lateralisasi ke sisi yg lebih baik
(tuli sensorineural)
– Audiogram : tuli sensorineural, penurunan pada frek 3000- 6000Hz, terdapat
takik pd frek 4000Hz (“Kahart Notch”)
– Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
• Pencegahan NIHL  Hearing Conversation Program:
– Pemeriksaan berkala audiometri tiap 6 bulan pada populasi berisiko
– Penggunaan hearing protection (ear plug, ear muff)
Audiogram
305. Soal
Wanita bernama Nn. Citra Kirana Aditya, berusia 20 tahun,
datang bersama pacarnya ke Poliklinik Cinta Putih dengan
keluhan nyeri telinga kanan sejak 4 hari. Pemeriksaan fisik
umum, tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan daerah
telinga didapatkan vesikel dengan dasar eritem multipel di
sekitar aurikula, terasa nyeri. Komplikasi tersering yang dapat
terjadi pada penyakit ini adalah…
A. Bells palsy
B. Post herpetic neuralgia
C. Encephalitis
D. Parese N VII
E. Trigeminal neuralgia
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Herpes zoster otikus
karena terdapat keluhan nyeri telinga kanan dan
ditemukan vesikel dengan dasar eritem multipel
di sekitar aurikula yang terasa nyeri.
• Komplikasi yang terjadi pada herpes zoster otikus
adalah sindrom Ramsay hunt, tapi tidak ada
dipilihan jawaban
• Pada sindrom Ramsay hunt, salah satu gejala
yang terjadi adalah parese N. VII, sehingga dipilih
jawaban D. Parese N. VII
• Pilihan B dan E komplikasi dari infeksi kulit
akibat virus herpes zoster
Herpes Zoster Otikus
• Etiologi
 Reaktivasi infeksi virus
varicella zoster pada
telinga dalam, telinga
tengah atau telinga luar.
• Manifestasi klinis
 Otalgia berat
 Erupsi vesikular pada
kanalis eksternus dan
pinna
• Komplikasi
 Ramsay Hunt syndrome
Ramsay Hunt Syndrome
• Definisi
 Infeksi virus herpes terlokalisasi yg
melibatkan nervus VII dan ganglia
genikulatum sehingga menyebabkan
hilangnya pendengaran, vertigo dan
paralisis nervus fasialis.
• Manifestasi klinis
 Adanya vesikel pada
Pinna
Canalis auditorius eksternus
Distribusi nervus fasialis
 Paralisis wajah pd sisi yg terkena
 Gejala auditori dpt berupa tinnitus, tuli, vertigo
dan nystagmus.
Ramsay Hunt Syndrome
Tatalaksana akut Tatalaksana Kronis
 Acyclovir (800 mg PO five times  Duloxetine and amitriptyline are
qd for 10 days), famciclovir (500 effective in postherpetic pain.
mg tid for 7 days), or  Other agents for postherpetic
 valacyclovir (1 g q8h for 7 days) pain include gabapentin and
may hasten pregabalin.
 healing.  Narcotic analgesics may
 Use of prednisone (60 mg PO qd occasionally be necessary.
for 7 days or on a tapering
regimen, 40 mg PO for 2 days, 30
mg for 7 days, followed by
tapering course) is
recommended by some authors
but its use remains controversial.
 Analgesics should be used as
indicated.
306. Soal

Pasien laki-laki bernama Tn. Bambang Akbar Maladewa,


usia 37 tahun, datang ke Poliklinik mengeluh gangguan
pendengaran sejak 3 minggu yang lalu. Gangguan
pendengaran ini dirasakan semakin memberat. Pada
pemeriksaan otoskopi didapatkan sebagai berikut:
Diagnosis pasien ini adalah…
A. Otosklerosis
B. Timpanosklerosis
C. Miringitis bullosa
D. OMA
E. OME
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Timpanosklerosis karena terdapat keluhan
gangguan pendengaran yang semakin memberat disertai gambaran
otoskopi yang sesuai dengan timpanisklerosis (bercak keputihan pada
membrane timpani dengan bentuk seperti gambaran tapal kuda)
• Maka jawaban yang benar adalah B. timpanosklerosis
• Pilihan Apada otosklerosis, pada otoskopi yang dapat ditemukan
adalah Swartze sign (+)
• Pilihan C pada otoskopi ditemukan adanya bula pada membrane
timpani dengan membrane timpani kemerahan
• Pilihan Dditemukan demam, riwayat batuk pilek, nyeri telinga dan
gambaran otoskopi, membrane tipani hiperemis sampai terbentuk pus
dan perforasi
• Pilihan E penurunan pendengaran tanpa adanya demam, riwayat
batuk pilek, tidak nyeri telinga, pada otoskopi ditemukan membrane
timpani suram, retraksi dan adanya air bibble
307. Soal
Seorang laki-laki, Tn. Anton Setiawan Mazzini, 30 tahun, mengeluhkan
penurunan pendengaran pada telinga kanan. Tidak ada keluhan nyeri
atau pun keluar cairan. Riwayat suka mengorek telinga dengan (suatu)
logam/besi. Pada pemeriksaan otoskopi, nampak membran timpani
intak, terdapat bercak keputihan seperti tapal kuda pada membrane
timpani. Apa etiologi dari penyakit pasien ini?
A. infeksi
B. inflamasi
C. gangguan endokrin
D. alergi
E. herediter
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah
Timpanosklerosis karena terdapat keluhan penurunan
pendengaran pada telinga kanan, riwayat trauma (suka
mengorek telinga dengan (suatu) logam/besi) dan
ditemukan bercak keputihan seperti tapal kuda pada
membrane timpani
• Etiologi timpanosklerosis pada pasien ini kemungkinan
karena trauma pada membrane telinga (mengorek
telinga dengan logam), yang menyebabkan inflamasi
pada membrane telinga, yang pada akhirnya terbentuk
jaringan parut (scarring), saat proses penyembuhan
• Maka dari pilihan jawaban yang ada, jawaban yang
tepat adalah B. Inflamasi
306-307. Tympanosclerosis
• Tympanosclerosis is the
term used to describe a
sclerotic or hyalin
change in the mucous
membrane of the
middle ear and mastoid
• Thick white patch in the
tympanic membrane

http://jamanetwork.com/journals/jamaotolaryngology/article-abstract/598930
Timpanosklerosis
• Timpanosklerosis merupakan scarring dan
penebalan dari membran timpani.
Timpanosklerosis juga dapat melibatkan tulang
telinga dan telinga tengah.
• Faktor risiko:
 Otitis media berulang
 Riwayat pembedahan membran timpani
 Riwayat penggunaan tuba timpanostomi
 Trauma inflamasi membrane timpaniscarring
• Diagnosis
 Patch putih ireguler pada membran timpani
 Audiometri  tuli konduktif
• Tatalaksana
 Hearing aid
 Pembedahan untuk menghilangkan bagian yang
sklerotik
Pathogenesis
• Recurrent
inflammation of middle
ear causes irreversible
changes and
destruction of collagens
in tympanic membrane
• Hyaline degeneration
and calcification ensues
– Fusing into homogenous
mass
Clinical Presentation
• Conductive hearing loss • Treatment
• Occasional “fullness” – Hearing aids
sensation in the ear due – Surgery
to increased rigidity of • sound conduction can
often be restored only by
the membrane interposition of grafts
308. Soal
Pasien laki-laki, bernama Tn. Anton Wisnutama, berusia 35
tahun, diantar istrinya ke Puskesmas Muara Gembong dengan
keluhan nyeri pada telinga kiri. Keluhan ini disertai dengan
juga penurunan pendengaran. Pada pemeriksaan telinga kiri
didapatkan membran tympani hiperemis (+), tampak bulla
pada membrane tympani. Faktor penyebab dari keluhan ini
adalah…
A. Genetik
B. Virus
C. Jamur
D. Autoimun
E. Trauma
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Miringitis Bulosa
karena terdapat keluhan nyeri pada telinga kiri
disertai dengan penurunan pendengaran, dan
didapatkan membran tympani hiperemis (+),
dengan bulla pada membrane tympani
• Miringitis bullosa dapat disebabkan oleh
infeksi viru dan bakteri
• Maka jawaban yang tepat adalah B. Virus
Bullous myringitis
• Pathogenesis of Myringitis bullosa is very
poorly understood
– association with common cold
– Inflammation is thought to involve the lateral
surface of the tympanic membrane and the
medial portion of the canal wall
– Perhaps the bullae are the end result of a viral or
Mycoplasma invasion of the Tympanic membrane
Myringitis
• Myringitis, or inflammation of the TM, may be
accompanied by hearing impairment and a sensation
of congestion and earache.
– <3 weeks  acute myringitis
– >3 weeks  subacute myringitis
– >3 months  chronic myringitis

• Acute myringitis can occur because of direct trauma to


the TM through penetration by a foreign body.
• An explosion, a change in the pressure in an airplane
cabin, a blow to the ear with the palm, can cause
trauma to the TM.

http://emedicine.medscape.com/article/858558-overview#a5
Myringitis
Myringitis Description
Acute myringitis direct trauma to the TM through penetration by a
foreign body.
Primary myringitis caused by unsuccessful removal of a foreign body,
such as a live insect, or it may occur during self-
cleaning of the ear.
Acute bullous myringitis consequence of a bacterial infection such as
Streptococcus pneumoniae or a viral infection
such as influenza, herpes zoster, and others.
Acute hemorrhagic myringitis consequence of a bacterial or a viral infection.
Fungal myringitis fungal infection of the TM's epidermis.
Eczematous myringitis cases of dermal eczema of the TM's epidermis.
Myringitis granulosa TM is covered with granulation tissue.
Secondary myringitis Caused by acute otitis media or chronic otitis
media

http://emedicine.medscape.com/article/858558-overview#a5
Miringitis
309. Soal
Pasien anak bernama An. Wulandari Endang Basuki, usia 18
tahun datang ke poliklinik Sehat Ceria dengan keluhan hidung
tersumbat sudah sejak 1 tahun ini. Hidung tersumbat timbul
tanpa adanya demam, pilek dan batuk. Pasien mengatakan
hidungnya pernah terkena bola saat bermain. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan TTV dalam batas normal.
Kemungkinan yang menyebabkan keluhan pasien adalah…
A. Polip nasi
B. Rinitis alergi
C. Deviasi septum nasi
D. Rinitis presisten berat
E. Rinitis vasomotor
Pembahasan Soal
• Pasien ini mengalami keluhan hidung tersumbat
sudah sejak 1 tahun ini, tanpa adanya demam,
pilek dan batuk, riwayat trauma (hidung pernah
terkena bola saat bermain)
• Dari pilihan jawaban yang ada, keluhan pasien ini
kemungkinan disebabkan C. Deviasi septum nasi,
karena riwayat trauma sebelumnya
• Pilihan jawaban A, B, D, dan Etidak dipilih
karena tidak ada keluhan demam, batuk dan pilek
sebelumnya
309. SEPTAL DEVIATION
• Causes:
– Septal deformity can be
congenital or acquired,
– although it should be
recognized that a completely
straight septum is the
exception rather than the rule
• Symptoms:
– Deformity of nose
– Nasal obstruction, may be
apparent when lying to the
side
– No systemic symptoms if
uncomplicated

Ballenger’s Otorhinolaryngology
Causes
• Congenital • Acquired
– Development – Trauma, commonly
abnormality contact sports,
– Birth trauma playground games, or a
– Connective tissue traffic accident
disorders: Marfan, Ehler- – Adults/teenagers often
Danlos don’t remember the
incident

https://www.health.harvard.edu/a_to_z/deviated-septum-a-to-z
Diagnostic
• Physical
• X-ray
• CT-Scan
• Nasoendoscopy
Treatment
• Septoplasty or
submucous resection
have been described to
correct septal deviation
310. Soal
Pasien laki-laki, Tn. Muhammad Akbar Wijaya, 50 tahun
datang dengan keluhan perdarahan dari hidung 2 jam
yang lalu. Keluhan pasien ini disertai dengan riwayat
adanya hidung tersumbat dan berbau sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan adanya benjolan di leher.
Benjolan tidak terasa nyeri. Saat rinoskopi anterior
terlihat massa. Apakah penyebab kelainan pada pasien?
A. merokok
B. nitrosamin
C. infeksi
D. makanan pengawet
E. Alergi
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah KNF karena terdapat keluhan
perdarahan dari hidung 2 jam yang lalu, disertai dengan
riwayat adanya hidung tersumbat dan berbau seblumnya
dan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher
• Dari pilihan jawaban yang ada, penyebab KNF adalah infeksi
dari EBV
• Rokok merupakan salah satu factor risiko yang signifikan
untuk KNF, namun berkaitan dengan infeksi EBV
– Rokok dapat mereaktivasi EBV, sehingga dapat memicu
terjadinya KNF
• Nitrosamin dan makanan pengawet tidak menaikkan risiko
terjadinya KNF bila dikonsumsi saat dewasa
• Maka jawaban yang tepat adalah C. Infeksi
Karsinoma Nasofaring

• Karsinoma nasofaring merupakan


keganasan pada nasofaring dengan
predileksi pada fossa Rossenmuller.
• Prevalensi tumor ganas nasofaring
di Indonesia cukup tinggi, 4,7 per
100.000 penduduk.
Risk factor Nasopharyngeal
Carcinoma
• EBVprimary etiologic agent
• smoking
• associated with nasopharyngeal carcinoma and may be
involved in the pathogenesis of nasopharyngeal
carcinoma by causing EBV reactivation
• alcohol intake
• Lymphoepithelioma tumors
• male patient
• and age > 54 years
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2614987/
Nitrosamines and Nitrites?
• Nitrite is used to preserve meat products, can
change into nitrosamines if food get cooked, etc
• Intake of nitrosamines and nitrite (food
preservatives) as an adult was not associated with
risk of NPC
• High intakes of nitrosamines and nitrite during
childhood and weaning were associated with
increased risks of NPC for foods other than soy
products
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10797279
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
2. Gejala telinga
3. Gejala mata
4. Gejala saraf
5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
• Gejala telinga: • Gejala hidung:
– rasa penuh di telinga, – ingus bercampur darah,
– rasa berdengung, – post nasal drip,
– rasa tidak nyaman di – epistaksis berulang
telinga
– rasa nyeri di telinga, – Sumbatan hidung
– otitis media serosa unilateral/bilateral
sampai perforasi
membran timpani • Gejala telinga, hidung,
– gangguan pendengaran nyeri kepala >3 minggu
tipe konduktif, yang
biasanya unilateral  sugestif KNF
Manifestasi Klinis
• Gejala lanjut • Gejala lokal lanjut
– Limfadenopati servikal – gejala saraf
• Penyebaran limfogen • Penjalaran petrosfenoid
• Konsistensi keras, tidak – dapat mengenai saraf
nyeri, tidak mudah anterior (N II-VI),
digerakkan sindroma petrosfenoid
• Soliter Jacob
• KGB pada leher bagian • Penjalaran
atas jugular superior, petroparotidean
bawah angulus mandibula
– mengenai saraf
posterior (N VII-XII),
sindrom horner,
sindroma
petroparatoidean
Villaret
KGB Leher
IKK &
FO R E N S I K
311.
Seorang anak mengalami luka robek di dahi akibat jatuh di
bawa ibunya ke dokter klinik. Tetapi peralatan di klinik untuk
menjahit tidak lengkap. Sehingga dokter klinik merujuk anak
tersebut ke rumah sakit untuk di jahit. Di RS, anak tersebut
dijahit oleh dokter klinik yg tadi yg memang bekerja di RS
tsb. Anak tersebut mendapat penanganan tanpa mendaftar
administrasi. Bagaimana sikap dokter tersebut?
A. Melanggar peraturan institusi tempat bekerja
B. Melanggar kode etik
C. Melakukan malpraktek
D. Tidak melayani dengan baik
E. Melayani dengan melebihi kewajaran
Analisis Soal
• Anak 2 tahun dibawa ke klinik karena mengalami luka robek di dahi.
Peralatan di klinik tidak lengkap sehingga dokter klinik merujuk ke
RS. Di RS, anak tersebut dijahit oleh dokter klinik tadi yg memang
bekerja di RS tsb tanpa melakukan pendaftaran administrasi 
Melanggar peraturan institusi tempat bekerja
• Pada soal ini tidak didapatkan pelanggaran dalam kodeki, dan
pasien tdk cedera krn pelayanan dokter sehingga tidak ada
malpraktekPilihan B dan C salah
• Pasien ini tetap dilakukan pelayanan dengan baikdilakukan
penjahitan sesuai prosedur pada luka robek, maka pilihan D dan E
juga salah
• Namun, pasien ini di rawat di RS tanpa melakukan pendaftaran
administrasi, hal ini kemungkinan melanggar institusi tempat
bekerja, dimana biasanya setiap RS mewajibkan semua pasien yang
masuk, mendaftar terlebih dahulu
Pelanggaran Pelayanan Kedokteran

• Pelanggaran dalam pelayanan kedokteran dapat


berupa:
1. Etik: KODEKI – berisikan kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, diri sendiri, dan teman sejawat
2. Disiplin: standar profesi dokter
3. Hukum (pidana dan perdata): hukum publik
312.
Anak laki-laki 10th diantar ibunya ke faskes tingkat 1 dengan
keluhan demam 1 minggu. Dari hasil pemeriksaan dokter
didapatkan coated tongue dan demam stepladder sehingga dicurigai
sebagai demam typhoid. Namun untuk memastikannya perlu
pemeriksaan widal. Sayangnya di faskes tersebut tidak tersedia
pemeriksaan widal. Pasien pengguna BPJS. Apa yg harus dilakukan?
A. Merujuk anak ke RS lain yg kerjasama dengan BPJS
B. Merujuk anak ke faskes tingkat 1 lain yg tersedia tes widal dan
kerjasama dengan BPJS
C. Membawa sample darah anak ke lab swasta dan pasien
membayar fee for service
D. Membawa sample darah anak ke lab swasta dan pembiayaan
dilakukan dengan hasil klaim dari faskes tingkat satu
E. Membawa sample darah anak ke RS yg kerjasama dengan BPJS
Analisis Soal
• Anak 10 tahun datang ke faskes tingkat ingin
memeriksa tes widal krn dicurigai demam
tifoid Pemeriksaan lab tes widal tidak termasuk
yang ditanggung BPJS dalam faskes tingkat 1
• Oleh karena itu, Pasien harus dirujuk ke faskes
tingkat lebih lanjut yaitu rumah sakit namun
ditujukan ke poliklinik bukan hanya sampel
darah saja yang dirujuk ke laboratoriumPilihan
Jawaban A. benar
Analisis Soal
313.
Seorang pasien datang ke IGD diantar penyidik kesadan menurun
dengan GCS 7 terdapat luka terbuka di bagian kepala. Polisi
mengatakan pasien sehabis kecelakaan tertabrak bus. Setelah
diperiksa, dokter memutuskan harus segera melakukan operasi untuk
menghentikan perdarahan. Saat ini sedang dicoba untuk
menghubungi keluarga pasien namun masih belum tersambung.
Bagaimana tentang inform consentnya?
A. informed consent dengan istri
B. informed consent dengan anak kandung
C. informed consent dengan penyidik
D. tidak informed consent
E. loading dengan NaCl 0.9% dan whole blood, pertahankan TTV
sambal menunggu persetujuan
Analisis Soal
• Pada kasus kegawat daruratan, apabila tidak
memungkinkan untuk meminta persetujuan,
dokter dapat melakukan tindakan demi
menyelamatkan nyawa pasien. Hal ini
dinamakan presumed consent
• Jadi jawabannya pada kasus ini adalah tidak
inform consent
INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau


sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam
keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
– Saudara kandung
Good Samaritan dalam Kasus
Kegawatdaruratan
• Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam
peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh
negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan
dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang
secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien
dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain
untuk kecederaan yang dialaminya.

• Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus


dipenuhi adalah:
– Kesukarelaan pihak penolong.
– Itikad baik pihak penolong.
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
314.
Nyonya Yui Uehara, 46 tahun berobat ke puskesmas dengan
keluhan pusing, pasien adalah seorang yg tidak mampu yang
tinggal di rumah sepetak dengan ukuran hanya 3 x 3 meter.
Pasien tidak memiliki jaminan kesehatan, dan oleh petugas
puskesmas disarankan mengikuti jaminan kesehatan BPJS
untuk golongan tidak mampu. Bila terdaftar di BPJS, termasuk
dalam golongan apa ibu tersebut?
A. Penerima batuan iuran
B. Pekerja penerima upah
C. Pekerja tidak menerima upah
D. Bukan pekerja penerima upah
E. Bukan pekerja tidak penerima upah
Analisis Soal
Pasien tidak mampu akan masuk ke dalam BPJS
golongan PBI, dengan syarat memenuhi syarat-
syarat untuk mendapat bantuan iuran
Golongan lainnya adalah
• Pekerja penerima upah -> dibayar oleh
perusahaan atau pemerintah bila PNS
• Bukan pekerja penerima upah -> pekerjaan
jasa seperti dokter, pengacara
• Bukan Pekerja -> penerima pension, veteran
KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
PESERTA PBI
• Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta
Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan
orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari
Pemerintah sebagai peserta program Jaminan
Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin
yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur
melalui Peraturan Pemerintah.

http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9
Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak
Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi)
• Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
• Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
• Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
• Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
• Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
• Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
• Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
• Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
• Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
• Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
• Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
• Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
• Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
• Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/
non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html
315.
Seorang wanita bernama Megumi Sawa, usia 28 tahun,
merasa malas membayar biaya bulanan JKN karena
pasien sudah memiliki asuransi pribadi dan mengatakan
bahwa membayar JKN cuma buang-buang uang untuk
pelayanan setengah jidat. Dalam kasus penunggakan
bayaran seperti ini, sampai kapan JKN seseorang
dikatakan tidak aktif karena masalah iuran?
A. 1 bulan
B. 2 bulan
C. 3 bulan
D. 4 bulan
E. 5 bulan
Analisis Soal
• Berdasarkan Permenkes 82 tahun 2018 dan
perpres no 82 tahun 2018 pasal 42, yang
berbunyi Dalam hal Peserta dan/ atau Pemberi
Kerja tidak membayar luran sampai dengan akhir
bulan berjalan maka penjaminan Peserta
diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan
berikutnya.
• Jadi bila terdapat tunggakan iuran, bulan
berikutnya penjaminan bagi kepesertaan BPJS
dihentikan
• Jadi jawabannya adalah 1 bulan
Ringkasan Denda Iuran BPJS (Permenkes
82 thn 2018)
Ketentuan denda pelayanan atas keterlambatan pembayaran iuran JKN-KIS sebagai
berikut :
• Denda hal keterlambatan pembayaran Iuran JKN-KIS lebih dari 1 (satu) bulan sejak
tanggal 10, maka penjamin peserta diberhentikan sementara.
• Pemberhentian sementara penjaminan peserta berakhir dan kepesertaan kembali
aktif apabila:
– peserta membayar iuran tertunggak paling banyak untuk waktu 24 bulan.
– Membayar iuran pada bulan peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara
jaminan
• Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif kembali,
peserta JKNKIS wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap
pelayanan kesehatan rawat inap.
• Denda sebagaimana yang dimaksud adalah sebesar 2,5 % (dua koma lima persen)
dari setiap biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan
ketentuan :
– Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.
– Besar denda paling tinggi Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

• Pelunasan denda harus dilakukan dalam 3x24 jam sejak masuk rawat inap atau
sebelum pasien pulang.
Perpres no 82 tahun 2018 Pasal 42:
Tunggakan dan Denda
• Pada Perpres no 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal
42 ayat (1-6) menyatakan:
1. Dalam hal Peserta dan/ atau Pemberi Kerja tidak membayar luran
sampai dengan akhir bulan berjalan maka penjaminan Peserta
diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan berikutnya.
2. Dalam hal pemberi kerja belum melunasi tunggakan iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) kepada BPJS Kesehatan,
Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya
membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang
diberikan.
3. Pemberhentian sementara penjaminan Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir dan status kepesertaan aktif
kembali, apabila Peserta:
• telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk waktu 24 bulan;
dan
• membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin mengakhiri pemberhentian
sementara Jaminan.
Perpres no 82 tahun 2018 Pasal 42
Tunggakan dan Denda
4. Pembayaran iuran tertunggak bisa dibayarkan oleh peserta atau
pihak lain atas nama peserta
5. Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan
aktif kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar denda kepada
BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap tingkat
lanjutan yang diperolehnya.
6. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yaitu sebesar 2,5% (dua
koma lima persen) dari perkiraan biaya paket Indonesian Case Based
Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur awal untu k setiap bulan
tertunggak dengan ketentuan:
– Jumlah bulan tertunggak paling banyaK 12 (dua belas) bulan; dan
– besar denda paling tinggi Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
316.
Nyonya Yua Aida, usia 28 tahun mengeluh batuk-batuk kering
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien bekerja di pabrik benang
sejak 3 tahun yang lalu. Tiga bulan yang lalu pasien
dipindahtugaskan ke bagian pewarnaan benang, selain
pasien, teman kerja pasien dari bagian baru juga mengalami
keluhan serupa dengan pasien. Pasien memiliki BPJS
ketenagakerjaan. Jenis BPJS apa yang akan digunakan pada
kasus pasien?
A. BPJS kesehatan
B. BPJS ketenagakerjaan
C. BPJS pensiun
D. BPJS hari tua
E. BPJS kecelakaan kerja
Analisis soal
• Pada soal ini pasien batuk-batuk setelah
dipindah kerja di pabrik benang. Selain pasien
juga ada rekan kerja yang mengalami keluhan
serupa, sehingga kemungkinan kasus ini
adalah penyakit akibat kerja
• Pada kasus penyakit akibat kerja yang
menanggung adalah BPJS ketenagakerjaan.
• BPJS ketenagakerjaan menanggung kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja.
BPJS Ketenagakerjaan
Program BPJS Ketenagakerjaan antara lain:
• Jaminan Kecelakaan Kerja
– kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi ke dan pulang dari
tempat kerja, serta perjalanan dinas
• Jaminan Kematian
– Uang tunai yang diberikan pada ahli waris ketika peserta meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja
• Jaminan Hari Tua
– Uang tunai akumulasi iuran+hasil pengembangan yang dibayarkan
pada saat peserta mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, atau
cacat total tetap
• Jaminan Pensiun
– Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta yang telah
memenuhi iuran minimun 15 tahun (180 bulan)
JAMINAN BPJS KETENAGAKERJAAN
Jaminan Kecelakaan Kerja
• Perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
pergi ke dan pulang dari tempat kerja, serta perjalanan
dinas.
• Yang diberikan:
– Perawatan tanpa batas biaya sesuia kebutuhan medis.
– Santunan upah selama tidak bekerja (6 bulan pertama
100%, 6 bulan kedua 75%, seterusnya hingga sembuh 50%)
– Santunan kematian sebesar 48x upah yang dilaporkan oleh
perusahaan atau peserta
– Beasiswa pendidikan 1 anak bagi peserta meninggal
dunia/cacat total akibat kecelakaan kerja sebesar
Rp12.000.000,00
PENYAKIT AKIBAT KERJA
• Jika diduga Kasus KK-PAK (kecelakaan kerja/ penyakit akibat kerja),
maka penjamin awal adalah BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan
tidak menerbitkan SEP (surat eligibilitas peserta).

• BPJS Ketenagakerjaan menindaklanjuti informasi yang disampaikan


oleh BPJS Kesehatan/ Rumah Sakit/ Peserta/ Pemberi Kerja dan
memastikan kasus tersebut selambatlambatnya 2 X 24 jam hari
kerja sejak informasi diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan.

• Apabila bukan kasus KK-PAK maka BPJS Ketenagakerjaan


menerbitkan surat keterangan bukan kasus KK-PAK dan
membatalkan jaminan awal selanjutnya BPJS Kesehatan
menerbitkan SEP sesuai ketentuan yang berlaku.

Frequently Ask Question (Faq) Kerjasama Pelayanan BPJS Kesehatan Dan BPJS Ketenagakerjaan
317.
Nona Tsukasa Aoi, usia 58 tahun datang ke klinik dengan
keluhan keputihan dan perdarahan dari jalan lahir. Setelah
diperiksa, dokter kllinik mendiagnosa pasien dengan kanker
serviks dan harus dirujuk ke dokter spesialis. Dokter tersebut
lalu membuat surat rujukan.
Tindakan dokter tersebut termasuk penatalaksanaan apa
dalam prinsip kedokteran keluarga?
A. Komprehensif
B. Kontinu
C. Kolaboratif
D. Terpadu
E. Holistik
Analisis
• Dalam soal dikatakan dokter merujuk pasien ke dokter
spesialis untuk menangani pasien, dalam hal ini berarti
dokter meminta bantuan elemen lain untuk menangani
pasien, dalam hal ini adalah dokter spesialis, yang
berarti termasuk prinsip terpadu
• Kontinu berarti ada tindak lanjut seperti follow up,
holistic berarti juga memperhatikan aspek bio psiko
social dan komprehensif berbasis pada pencegahan
• Tidak ada prinsip kolaboratif dalam kedokteran
keluarga, hal ini termasuk dalam prinsip terpadu
PRINSIP PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
• Holistik
• Komprehensif
• Terpadu
• Berkesinambungan

Danasari. 2008. Standar Kompetensi Dokter Keluarga. PDKI : Jakarta


Pelayanan Kedokteran Keluarga
HOLISTIK
• Mencakup seluruh tubuh jasmani dan rohani
pasien (whole body system), nutrisi
• Tidak hanya organ oriented
• Patient and Family oriented
• Memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial pada ekosistemnya.
Pelayanan Kedokteran Keluarga
KOMPREHENSIF
• Tidak hanya kuratif saja, tapi pencegahan dan
pemulihan
• Health promotion
• Spesific protection
• Early diagnosis and Prompt treatment
• Disability limitation
• Rehabilitation
• Penatalaksanaan tidak hanya patient oriented,
tapi juga family oriented dan community oriented
Pelayanan Kedokteran Keluarga
BERKESINAMBUNGAN
• Tidak sesaat, ada follow upnya dan
perencanaan manajemen pasien

TERPADU / TERINTEGRASI
• Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah
di dapat bekerja sama dengan pasien,
keluarga, dokter spesialis atau tenaga
kesehatan lain
318.
Nyonya Aoi Takizawa, 27 tahun berobat ke Puskesmas untuk
keluhan mastitis semenjak menyusui anaknya yang pertama
dalam satu bulan terakhir ini. Setelah konsultasi dan
pengambilan obat, pasien pulang tanpa membayar biaya
pengobatan karena memiliki JKN.
Pasien tidak perlu membayar karena pembiayaan tersebut
termasuk dalam proses pembiayaan secara?
A. Kapitasi
B. Out of pocket
C. INA CBG's
D. Reinbursement
E. Fee for service
Analisis Soal
• Pada proses pembiayaan JKN di layanan primer
dilakukan secara kapitasi, dengan biaya per bulan
dibayarkan sesuai dengan jumlah penduduk yang
ditanggung BPJS di wilayah cakupan fasyankes tersebut
• Out of pocket dan fee for service bila pasien membayar
sesuai layanan yang diterima
• INA-CBGs merupakan pembayaran sesuai dengan paket
harga per penyakit sesuai kode ICD-10 di layanan
kesehatan sekunder
• Reinbursement merupakan pembayaran penggantian
biaya yang dikeluarkan pasien, contohnya penggantian
biaya oleh asuransi
Sistem Pembayaran BPJS Kesehatan
• Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan
untuk faskes primer (puskesmas, klinik
pratama, dokter praktek perorangan) adalah
kapitasi dan non kapitasi untuk kasus tertentu.

• Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan


untuk faskes sekunder dan tersier adalah case
payment menggunakan INA CBGs serta non
INA CBGs untuk kondisi tertentu.
Pembayaran Klaim BPJS Kepada
Fasilitas Kesehatan
Perpres 111/2013 pasal 38:
1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan
atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling
lambat:
a. tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara
pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan
b. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima
lengkap bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada
Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari
jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu)
bulan keterlambatan.
PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Tarif Non Kapitasi
• Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di
luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
a. pelayanan ambulans
b. pelayanan obat program rujuk balik;
c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk
pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh
bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan
g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP
Penyakit yang Termasuk dalam
Program Rujuk Balik

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf
Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder
& Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.

• Non INA-CBGs: tarif diluar tarif paket INACBG untuk


beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu
kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis,
CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim
dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 52 tahun 2016


319.
Nona Arisa Misato, 30 tahun adalah seorang pegawai dengan
4 anak karena pasien menikah di usia muda. Sayangnya saat
mau membawa anaknya yang keempat untuk berobat tidak
dicover BPJS, karena BPJS ketenagakerjaan hanya mengcover
5 orang, yang berarti hanya ayah, ibu dan 3 orang anak.
Untuk anggota tambahan di luar itu akan terkena biaya
berapa persen dari gaji Nona Arisa?
A. 1%
B. 2%
C. 2.5%
D. 5%
E. 10%
Analisis soal
• Untuk pekerja penerima upah, BPJS hanya
menanggung keluarga inti meliputi istri/suami dan
anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak
angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
• Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah
yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu
dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu
persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan,
dibayar oleh pekerja penerima upah.
ANGGOTA KELUARGA YANG DITANGGUNG
PADA PROGRAM BPJS
• Pekerja Penerima Upah :
– Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri
dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
– Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah,
dengan kriteria:
• Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
• Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun
yang masih melanjutkan pendidikan formal.

• Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat


mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).

• Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi


anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

• Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi


kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
ANGGOTA KELUARGA YANG
DITANGGUNG
• Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar
sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan,
dibayar oleh pekerja penerima upah.

• Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima
upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar
– Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

– Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

– Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
320.
Dokter muda Megumi Haruka, 22 tahun mendadak jatuh sakit
menjelang UKMPPD karena menderita goodpasture syndrome, keluhan
ini sudah muncul lama namun pasien terus memaksa kuliah dan jaga
hingga akhirnya tidak kuat karena Hemoglobinnya terus turun.
Temannya yang juga sesame koas memfoto lalu menshare tentang
penyakit temannya itu ke grup angkatan. Namun dokter Megumi
tidak setuju atas perbuatan tersebut.
Asas apakah yang dilanggar oleh teman dokter tersebut?
A. Justice
B. Otonomi
C. Beneficence
D. Non maleficence
E. Prima Facie
Analisis soal
• Pada kasus ini yang dilanggar adalah hak pasien
agar orang lain tidak mengetahui penyakit yang
diderita dirinya, hal ini sesuai dengan kaidah
bioetik Otonomi.
• Prima Facie adalah keputusan pengambilan
kaidah bioetik yang terbaik apabila terdapat
dilemma dari 2 kaidah bioetik yang saling
bertentangan, contohnya pemberian Lovenox
pada kasus DVT tapi pasien tidak mau karena
Lovenox terbuat dari serum babi
321.
Nyona Akiko Takizawa, memiliki seorang bayi premature, usia gestasi 30 minggu
yang sudah dirawat selama 10 hari, kejang terus – menerus dan depresi nafas
menggunakan ventilator karena didiagnosis encephalitis. Anak pasien dirawat
dengan tanggungan BPJS. Tiba-tiba ada konsul dari IGD bahwa ada bayi dengan
pneumonia dan gagal nafas dan membutuhkan ventilator juga sedangkan disana
masih dipakai untuk bayi tersebut dan tidak ada yang lain. Orang tua dengan bayi
pneumonia tersebut meminta penanganan yang terbaik dan bersedia membayar
secara umum bahkan lebih untuk anaknya.
Anda sebagai dokter PICU diminta mengambil keputusan. Tindakan anda sebagai
dokter adalah…
A. Mengatakan kepada nyona Akiko bahwa ada pasien yang lebih
membutuhkan ventilator sehingga anaknya harus dirujuk, karena gagal nafas
lebih berat daripada ensefalitis.
B. Mengatakan bahwa ICU tidak ada ventilator dan meminta pasien dirujuk
C. Mengutamakan pasien di IGD dan merujuk bayi nyonya Akiko ke RSUD
karena tanggungan umum jauh lebih untung dari BPJS, dan BPJS biasa selalu
ngaret
D. Mengutamakan pasien di IGD dan merujuk bayi nyonya Akiko ke RSUD
karena anda bisa dapat uang tambahan dari keluarga pasien
E. Mengatakan bahwa ICU tidak ada ventilator karena pasien BPJS lebih berarti
daripada pasien umum karena sesuai kaidah moral Justice
Analisis soal
• Sesuai dengan kaidah bioetik Justice, artinya
semua pasien sama dan harus ditangani sesuai
dengan urutan, tidak memandang status, jumlah
uang ataupun jaminan penanggung pasien, oleh
karena itu pilihan E salah, jadi pilihan paling
tepat adalah B.
• Gagal nafas dan depresi nafas karena ensefalitis
tidak dapat dibandingkan mana yang lebih
darurat, jika 2-2nya membutuhkan ventilator
maka pasien ditangani sesuai urutan kedatangan,
maka pilihan A,C dan D salah
320-321 KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Beneficence (Berbuat baik)
• General beneficence
– Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian
– Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
• Specific beneficence
– Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien
– Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah
sakit/ pihak lain
– Maksimalisasi akibat baik
– Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada
yang hidup)
• Prinsip tindakan
– Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal
– Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien
– “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya
• Contoh tindakan
– Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien,
peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan teknisnya
– Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan
bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Non-Maleficence
• Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh
berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi
akibat buruk
• Primum non nocere: First do no harm
• Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal:
– Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
– Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
– Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)
– Norma tunggal, isinya larangan
• Contoh tindakan:
– Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak
mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai
komoditi
– Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu
pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran
amat banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya
– Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia,
sengaja malpraktik etis
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Autonomy
Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang
ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau campur
tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam
berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien;
bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Justice
• Justice (Keadilan)
• Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness), yaitu:
– Memberi sumbangan dan menuntut pengorbanan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur
dari kebutuhan dan kemampuan pasien
• Jenis keadilan:
– Komparatif (perbandingan antarkebutuhan penerima)
– Distributif (membagi sumber): sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani ;
secara material kepada:
• Setiap orang andil yang sama
• Setiap orang sesuai kebutuhannya
• Setiap orang sesuai upayanya
• Setiap orang sesuai jasanya
– Sosial: kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama
• Utilitarian: memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan
memaksimalkan nikmat/ keuntungan bagi pasien
• Libertarian: menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substansif atau materiil)
• Komunitarian: mementingkan tradisi komunitas tertentu
• Egalitarian: kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu
rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan bersama)
– Hukum (umum)
• Tukar-menukar: kebajikan memberkan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak
• Pembagian sesuai denan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms
Autonomy: the norms of respecting and Veracity: to provide accurate, timely, objective, and
supporting individual autonomous comprehensive transmission of information, ensure
decisions patient’s understanding
Privacy: to respect the right that individuals and
families have to keep personal information,
decisions, spaces, activities, and relationships under
their own control
Confidentiality: to prevent the re-disclosure of
private information to anyone else without patient’s
authorization
Beneficence: prioritize relieving, Fidelity: obligation of a professional to faithfully
lessening, or preventing harm, actions carry out an activity that benefits the patient, abstain
that provide benefits to others from an activity that would/could cause harm
Non maleficence: avoiding actions that
would cause harm to others
Justice: fair distribution of benefits, -
risks, and costs among patients
Prinsip Prima Facie
• Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter
diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi
“tabrakan” antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut.

• Prima facie: dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang


dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-
”absah” sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi
konkrit terabsah.

• Contoh keadaan yang membutuhkan prinsip prima facie:


pasien dengan Hb 5 g/dl. Dokter menyatakan bahwa pasien
harus transfusi darah segera. Tetapi pasien menganut
kepercayaan bahwa tidak boleh menerima bagian tubuh
dari manusia lain sama sekali.
322.
Tuan Shigeru Kawada, 50 tahun datang ke keluarga karena sesak napas.
Setelah di suntik Ceftriaxone IV disuatu klinik oleh seorang dokter
setelah sebelumnya melakukan skin test, pasien megap-megap dan
sesak nafas. Dokter klinik tersebut langsung menangani dengan
adrenalin dan fluid challenge, dan pasien terselamatkan, akan tetapi
keluarga pasien tidak senang akan hal tersebut.
Mana dari hal dibawah ini yang menyebabkan dokter klinik tersebut
dapat di tuntut pidana?
A. Jika dokter tersebut praktek tidak dengan SIP
B. Penyuntikan antibiotic yang membuat alergi melanggar Kodeki
C. Penyuntikan antibioticnya salah harusnya secara intramuskular
D. Dokter jaga tidak melakukan tindakan sesuai posedur
E. Mencelakakan pasien dengan menyebabkan syok anafilaktik
Analisis Soal
• Pada kasus ini merupakan sebuah syok anafilaktik yang
merupakan sebuah unforeseeable adverse event. Jadi kasus
syok anafilaktik tidak dapat dituntut sebagai sebuah
malpraktek karena tidak dapat dicegah, apalagi tidak ada
keterangan bahwa pasien alergi obat itu sebelumnya, jadi
pilihan E salah
• Apabila kasus ini merupakan malpraktek maka merupakan
sebuah pelanggaran disiplin bukan kodeki, jadi pilihan B
juga salah
• Ceftriaxone dapat disuntikkan secara IM maupun IV jadi
pilihan C juga salah
• Pada kasus ini dokter jaga tidak dapat dituntut karena
sudah sesuai prosedur dengan melakukan skin test
(Pilihan D salah), kecuali jika praktek tanpa SIP yaitu
pilihan A.
INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
PREVENTABLE
• Kesalahan nakes
Pasien cedera ADVERSE MALPRAKTIK
• Dapat dicegah
• Karena berbuat (commission) EVENT
• Karena tdk berbuat
(ommision)
Acceptable
Risk

Process of UNPREVENTABLE Unforseeable


care Pasien cedera Risk
(Non error) ADVERSE EVENT
Complication
of Disease
Adverse Event
Unpreventable Adverse Event
• Acceptable risk: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko
yang harus diterima dari pengobatan yang tidak dapat dihindari.
Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca kemoterapi

• Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat diduga


sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson Syndrome pasca pasien
minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi obat sebelumnya.

• Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan


bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit. Contoh:
Pasien luka bakar dalam perawatan mengalami sepsis.
MALPRAKTEK/ KELALAIAN MEDIS

• Malpraktek pada prinsipnya merujuk pada suatu


praktek profesi yang buruk karena tidak sesuai standar
profesi yang telah ditetapkan sebelumnya.

• Dapat berupa pelanggaran terhadap standar


kompetensi, standar perilaku, dan standar pelayanan.

• Tidak semua kerugian yang timbul dalam pelayanan


kedokteran dapat dikategorikan malpraktek, karena
ada kerugian yang terjadi meski dokter telah
melakukan tindakan sesuai standar.
Unsur Yang Harus Dipenuhi Dalam Malpraktek

• Duty of care
– Dokter telah menyatakan kesediaan untuk merawat pasien
tersebut. Harus ditinjau juga legalitas dari semua pihak (dokter,
pasien, RS).
• Breach of duty
– Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi
kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.
• Injury
– Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang timbul
dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya kesempatan
mendapat penghasilan.
• Proximated cause
– Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas antara
tindakan dokter dengan kerugian yang dialami pasien.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
323.
Dokter Kumitsu Yamada, 40 tahun, seorang dokter anestesi, bangun
tidur dengan sakit tenggorokan, badan meriang, setelah melihat
cermin, dokter tersebut yakin dia menderita tonsillitis gara-gara
kemarin habis pesta barbeque kebanyakan makan chicken karaage.
Sayangnya dokter tersebut ada 3 operasi kecil hari itu. Dokter tetap
melakukan op karena sayang jasa medisnya lumayan. Sayangnya
karena tidak konsentrasi karena sakit, pada op ke 3 hampir salah
memasukkan obat, harusnya midazolam jadi morfin.
Pelanggaran yang jelas dilanggar dokter adalah…
A. Etik
B. Disiplin
C. Pidana
D. Perdata
E. Tata Negara
Analisis Soal
• Sesuai kodeki pasal 20 seorang dokter harus
memelihara kesehatannya supaya bekerja dengan baik,
dokter pada kasus tersebut kebanyakan makan gorengan
sehingga sakit tidak bisa berkonsentrasi bekerja
sehingga melanggar etik
• Jika salah memasukkan obat berarti pelanggaran disiplin
kedokteran, akan tetapi kasus ini termasuk kejadian
nyaris cedera karena obat belum dimasukkan, sehingga
tidak masuk pelanggaran disiplin.
• Pelanggaran disiplin adalah segala tindakan yang tidak
sesuai dengan SOP, baik itu menimbulkan cedera pada
pasien atau tidak.
PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI), yang berisi kewajiban
umum, kewajiban terhadap pasien, dan kewajiban terhadap teman
sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan  komite etik di institusi


pelayanan  MKEK  ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat

• Sanksi dapat berupa : Penasehatan, peringatan lisan, peringatan


tertulis, pembinaan perilaku,reschooling (pendidikan/pelatihan
ulang), atau pemecatan sementara sebagai anggota IDI yang diikuti
dengan mengajukan saran tertulis kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk mencabut izin praktek sementara.

PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran terhadap standar profesi
kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
Sanksi Perdata Menurut KUH Perdata
• Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian
membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239 KUH
Perdata,

• Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah


perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen) atau perjanjian
teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH Perdata.

• Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter


bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya (perawat,
paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam melaksanakan
perintah atau petunjuk dokter. Bawahan dokter tersebut merupakan
perpanjangan tangan dokter (verlengende arm van de geneesher) dalam
melakukan tindakan medik. Pasal yang digunakan adalah pasal 1367 ayat
(3) KUH Perdata,
Etik Murni dan Etikolegal
Pelanggaran Etik Murni Pelanggaran Etikolegal
• Menarik imbalan jasa yang tidak wajar • Pelayanan kedokteran di bawah
dari pasien atau menarik imbalan jasa standar
dari sejawat dan keluarganya • Menerbitkan surat keterangan palsu
• Mengambil alih pasien tanpa • Melakukan tindakan medik yang
persetujuan sejawatnya bertentangan dengan hukum
• Memuji diri sendiri di depan pasien, • Melakukan tindakan medik tanpa
keluarga atau masyarakat indikasi
• Pelayanan kedokteran yang • Pelecehan seksual
diskriminatif • Membocorkan rahasia pasien
• Kolusi dengan perusahaan farmasi
atau apotik
• Tidak mengikuti pendidikan
kedokteran berkesinambungan
• Dokter mengabaikan kesehatannya
sendiri
324.
Pada bulan Januari 2019, ditemukan 15 anak menderita varicella di
daerah tertentu. Pada daerah tersebut memang anak-anak tidak
pernah ada yang mendapat vaksin varicella. Lalu sayangnya, anak-anak
ini tidak diisolasi di rumah mereka sehingga 10 hari setelahnya
kemudian 5 orang terkena lagi penyakit yang sama di sekolah
tersebut dan juga 5 orang di lingkungannya. Total jumlah anak di
daerah itu sebanyak 153 orang.
Berapakah secondary attack rate pada kasus ini?
A. 5/153
B. 25/153
C. 5/138
D. 10/138
E. 25/138
Analisis Soal
• Secondary attack rate adalah:

• Jadi (5 kasus di sekolah + 5 kasus di


lingkungan)/(153 – 15 kasus pada serangan
pertama)
• Hasilnya 10/138
UKURAN FREKUENSI PENYAKIT

• Insidens: merefleksikan jumlah kasus baru (insiden)


yang berkembang dalam suatu periode waktu di
antara populasi yang berisiko.

• Prevalens: merefleksikan jumlah seluruh kasus


(kasus lama+kasus baru) dalam suatu periode
waktu di antara populasi yang berisiko.

• Attack rate: sama dengan insidens, namun istilah


ini digunakan dalam kondisi epidemi atau KLB.
Ukuran-ukuran frekuensi yang digunakan
dalam epidemiologi
Rumus
• Insidens = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko x100%

• Prevalens = jumlah seluruh kasus/jml populasi berisikox100%

• Attack rate = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko


x100%

• Catatan: jumlah populasi berisiko tidak sama dengan jumlah


seluruh populasi. Misalnya, jumlah seluruh populasi adalah
500 orang, 400 orang di antaranya sudah diimunisasi campak.
Maka bila menghitung insidens/prevalens campak, yang
menjadi penyebut adalah sejumlah 100 orang.
UKURAN MORBIDITAS PENYAKIT (1)
Definisi Rumus
Insidens/ insidens Jumlah kasus baru dalam Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
kumulatif/ incidence periode waktu tertentu berisiko di awal periode
rate/ attack rate/
attack risk Attack rate/risk lebih sering
digunakan pada konteks KLB.

Secondary attack rate jumlah penderita baru suatu Jumlah penderita baru pd serangan
penyakit yang terjangkit pada kedua/ (jumlah populasi berisiko-
serangan kedua dibandingkan jumlah orang yang terkena
dengan jumlah penduduk serangan pertama)
dikurangi orang/penduduk yang
pernah terkena penyakit pada
serangan pertama.

Incidence density rate jumlah penderita baru suatu Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
(or person-time rate) penyakit yang ditemukan pada berisiko di awal periode (dalam
suatu jangka waktu tertentu satuan orang-waktu)
(dalam satuan orang-waktu)
Ukuran Morbiditas Penyakit (2)
Definisi Rumus
Point prevalence Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
waktu tertentu, misalnya jumlah dan kasus baru)/ jumlah populasi
seluruh kasus hipertensi per berisiko pada satu waktu yang
tanggal 1 April 2017. spesifik (tanggal tertentu atau jam
tertentu).

Period prevalence Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
periode tertentu, misalnya jumlah dan kasus baru)/ jumlah populasi
seluruh kasus hipertensi dari berisiko pada satu periode
Januari-Desember 2016. tertentu.

Jumlah populasi berisiko diambil


dari jumlah populasi pada
pertengahan periode.
Ukuran Mortalitas Penyakit
Ukuran Definisi
Crude death rate/ angka angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kematian kasar satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000
325.
Baru-baru ini angka kejadian Ca Cervix terus meningkat dan
membuat dana yang dikeluarkan BPJS semakin banyak. Untuk
menanggulangi hal tersebut, pemerintah mencanangkan
program utama bagi perempuan usia produktif untuk
melakukan screening untuk Ca serviks sedini mungkin.
Dalam prinsip pencegahan, program tersebut termasuk
dalam?
A. Early diagnosis and prompt treatment
B. Healthy promotion
C. Specific protection
D. Rehabilitation
E. Disability limitation
Analisis Soal
• Prinsip deteksi dini kanker serviks termasuk ke
dalam prinsip early diagnosis, untuk
penanganan lebih awal untuk mencegah
komplikasi, jadi jawabannya adalah early
diagnosis and prompt treatment
• Health promotion -> Pamflet, penyuluhan
• Specific Protection -> vaksinasi
• Disability limitation -> Kontrol DM/HT
• Rehabilitation -> Rehabilitasi pasca stroke, etc
FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan

• Dilakukan pada orang sehat


Specific • Mencegah terjadinya kesakitan
protection • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

• Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & • Tujuannya kuratif
prompt treatment • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

• Dilakukan pada orang sakit


Disability • Membatasi kecacatan
limitation • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
• Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Primordial Prevention & Quartenary
Prevention
Primordial prevention Quartenary prevention
• consists of actions to minimize future • Action taken to identify patient at risk
hazards to health and hence inhibits of over-medicalization, to protect
the establishment of factors which him from new medical invasion, and
are known to increase the risk of to suggest him interventions ethically
disease. acceptable.
• It addresses broad health
determinants rather than preventing • For example:
personal exposure to risk factors, – the avoidance of screening without
which is the goal of primary foundation, such as in prostate cancer
prevention. – The appropriate use of antibiotics in
upper respiratory tract infections
• The difference with primary
prevention:
– Primary prevention seeks to prevent the
onset of specific diseases via risk
reduction by altering behaviors or
exposures that can lead to disease or by
enhancing resistance to the effects of
exposure to a disease agent.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311333/
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
326.
Diketahui terdapat outbreak SARS di Hongkong pada bulan Maret 2003. Dari hasil
rekapan kasus antara semua rumah sakit di Hongkong selama 4 bulan terakhir
didapatkan grafik di bawah ini:

Termasuk tipe apakah kurva tersebut?


A. Point source epidemic
B. Continous Common source epidemic
C. Intermittent source epidemic
D. Propagated source epidemic
E. Mixed source epidemic
Analisis Soal

• Pada kasus di atas terdapat outbreak mendadak pada bulan Maret


(Peningkatan kasus 2 x lipat), yang kemungkinan merupakan point
source epidemic karena banyak orang sakit secara bersamaan,
namun setelahnya makin banyak orang yang sakit jadi
kemungkinan penyakitnya menyebar secara propagated, jadi kasus
ini adalah mixed epidemic.
Analisa Soal
• Tidak dipilih continuous common source
karena kasus ini berupa kasus penyakit yang
dapat menyebar melalui udara antara host to
host, pada kasus penyakit menular seperti ini,
lebih dipilih propagated.
• Pada intermittent source, insiden kasus akan
hilang timbul, tapi pada kasus ini insiden
terjadi sepanjang bulan
POLA EPIDEMI PENYAKIT MENULAR

• Common source: satu orang atau sekelompok


orang tertular penyakit dari satu sumber yang
sama, dibagi menjadi:
– Point
– Continuous
– Intermittent

• Propagated/ progressive: penyakit menular dari 1


orang ke orang yang lain (sehingga umumnya
muncul penyakit baru dengan jarak 1 masa
inkubasi).
Penyebaran KLB (Summary)
• Common source epidemic  KLB karena terpaparnya sejumlah orang dalam
suatu kelompok secara menyeluruh dan relatif singkat, agen paparan umum
terbagi:
– Point source epidemic  paparan tunggal, ex: keracunan makanan
– Continue outbreak  paparan berulang dengan kurva puncak tunggal, ex:
paparan polutan
– Intermittent outbreak  paparan berulang dengan jumlah tidak beraturan
dan kurva puncak tidak beraturan (kasus hilang timbul)
• Propagated/Progressive Epidemic  penyakit menular dari 1 orang ke orang
lain baik langsung ataupun melalui vektor, relatif lama waktunya karena
umumnya muncul dengan jarak 1 masa inkubasi, ex: KLB DBD
• Mixed epidemic  gabungan common source dan propagated epidemic, ex:
kasus shigellosis saat festival (penularan serempak dan kasus meningkat tinggi
atau common source) kemudian 1 minggu kemudian muncul lagi karena
penularan orang ke orang (propagated)
• Pseudo-epidemic  wabah palsu karena jumlah kasus yang dilaporkan melebihi
seharusnya Permenkes RI No.1401/MENKES/PER/X/2010
Point Source Epidemic
• Terjadi bila sekelompok orang terpapar sumber
penyakit dalam waktu singkat sehingga setiap orang
menjadi sakit dalam waktu hampir bersamaan.

Contoh:
Insidens hepatitis A di
Penssylvania yang terjadi
akibat sayuran yang
mengandung virus hepatitis
A yang dikonsumsi
pengunjung restoran pada
tanggal 6 November.
Continuous Common Source Epidemic
• Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus
menerus berminggu-minggu atau lebih panjang.

Contoh:
Paparan air yang mengandung
bakteri terjadi terus menerus,
sehingga insidens diare terjadi
berminggu-minggu.
Intermittent Common Source Epidemic
• bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang tetapi insidens kasus baru terjadi
hilang timbul.
Propagated/ Progressive Epidemic
• Penularan dari satu orang ke orang lain
• Pada penyakit yang penularannya melalui kontak atau melalui
vehikulum.
• Propagated/progressive pandemic  propagated epidemic yang
terjadi lintas negara.

Contoh:
Kasus campak yang satu ke
kasus campak yang lain
berjarak 11 hari (1 masa
inkubasi).
Mixed Epidemic
• Gabungan antara common source epidemic
dan propagated epidemic.
Contoh:
Kasus shigellosis di sebuah festival
musik. Awalnya terjadi penularan
serempak saat festival berlangsung.
Sehingga beberapa hari setelah
festival, kejadian shigellosis meningkat
sangat tinggi (common source
epidemic). Namun satu minggu
kemudian, muncul lagi kasus
shigellosis karena penularan dari satu
orang ke orang lain (propagated
epidemic).
327.
Seorang anak 14 tahun bernama Hitomi Tanaka dibawa ibunya ke klinik
dokter karna 2 bulan tidak menstruasi dan ibunya merasa anaknya
menderita amenorea sekunder. Setelah anamnesis, Anak mengaku
dibawa sama pacarnya 2 bulan lalu ke kosan dan sempat ada riwayat
berhubungan seksual. Sang ibu tidak terima akan hal tersebut dan
meminta agar kandungan anaknya digugurkan.
Supaya dokter tersebut tidak terkena pasal 349 KUHP, maka dokter
tersebut harus?
A. Merujuk untuk aborsi ke RS yang memiliki tim aborsi
B. Menunjukkan tempat untuk melakukan aborsi, karena tidak
dicover BPJS
C. Memberi terapi hormon
D. Memberi edukasi kehamilan
E. Melakukan aborsi karena pasien belum layak hamil
Analisis Soal
• Pasal 349 berbunyi jika seorang dokter, bidan atau juru
obat membantu melakukan kejahatan abortus, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal 346, 347 dan 348 itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukan.
• Abortus yang diperbolehkan hanya bila kehamilan
mengancam nyawa ibu atau janin telah mati dalam
kandungan atau sang ibu merupakan korban perkosaan.
• Jadi sebagai dokter umum kita sudah mengetahui kasus
pada pasien ini tidak layak aborsi jadi tidak perlu
diteruskan ke tim kelayakan aborsipilihan A tidak tepat
• Jadi tindakan yang dapat dilakukan dokter adalah
memberi D. edukasi kehamilan, karena tidak ada
indikasi aborsi pada pasien ini
ABORTUS PROVOKATUS
• Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
– Abortus spontan
– Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:
Abortus provokatus terapeutikus & Abortus
provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.
Abortus buatan (provokatus), jika ditinjau dari aspek hukum
dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
• Abortus buatan legal
– Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat
dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer
juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius/
medisinalis, karena alasan yang sangat mendasar untuk
melakukannya adalah untuk menyelamatkan
nyawa/menyembuhkan si ibu.
• Abortus buatan ilegal
– Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada
untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh
tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan
cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus
criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Idries A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit
Binarupa Aksara. 1997
Indikasi Medis Abortus Provocatus
• Abortus yang mengancam (threatened • Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang
abortion) disertai dengan perdarahan mengandung, misalnya penyakit
yang terus menerus, atau jika janin jantung organik dengan kegagalan
telah meninggal (missed abortion). jantung, hipertensi, nephritis, tuberkul
• Mola Hidatidosa osis paru aktif, toksemia
• Infeksi uterus akibat tindakan abortus gravidarum yang berat.
kriminalis. • Penyakit-penyakit metabolik,
• Penyakit keganasan pada saluran jalan misalnya diabetes yang tidak terkontrol
lahir, misalnya kanker serviks atau jika yang disertaikomplikasi
dengan adanya kehamilan akan vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
menghalangi pengobatan untuk • Epilepsi yang luas dan berat.
penyakit keganasan lainnya pada tubuh • Hiperemesis gravidarum yang berat
seperti kanker payudara. dengan chorea gravidarum.
• Prolaps uterus gravid yang tidak bisa • Gangguan jiwa, disertai dengan
diatasi. kecenderungan untuk bunuh diri. Pada
• Telah berulang kali mengalami operasi kasus seperti ini, sebelum melakukan
caesar. tindakan abortus harus dikonsultasikan
dengan psikiater.
Payung Hukum Abortus Provokatus
Medisinalis/ Abortus Terapeutik
• UU Kesehatan No.23 Tahun 1992
– Mengatur indikasi dapat dilakukan abortus provokatus
dan syaratnya

• UU Kesehatan No.36 Tahun 2009


– Ditambahkan mengenai diperbolehkannya abortus
provokatus pada kasus kehamilan akibat pemerkosaan
– Dilakukan sebelum usia kehamilan 6 minggu, kecuali
pada kasus gawat darurat
Sanksi Tindak Abortus Provokatus
Kriminalis
• KUHP Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

• KUHP Pasal 347


1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama 12 tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Sanksi Tindak Abortus Provokatus
Kriminalis
• KUHP Pasal 348
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

• KUHP Pasal 349


Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
328.
Seorang dokter bernama dokter Momoka Nishina, ingin
meneliti fakto risiko stunting di puskesmas Okinawa. Dokter
mengambil sampel 100 balita stunting dan 100 balita tidak
stunting. Saat pengambilan data, seluruh ibu sampel
ditanyakan tentang berat badan lahir, riwayat asi eksklusif,
dan pola gizi anak saat usia 0-2 tahun.
Di bawah ini yang merupakan kekurangan dari desain
penelitian tersebut adalah…
A. Prevalence bias
B. Recall bias
C. Validitas data kurang
D. Waktu pengambilan data terlalu lama
E. Reliabilitas data kurang
Analisis Soal
• Penelitian di atas adalah penelitan case control, karena
diambil grup bayi dengan stunting dan tidak stunting lalu
diwawancara ibunya, tentang berat badan lahir dan riwayat
ASI eksklusif sebelumnya.
• Kelemahan dari case control adalah data tidak reliabel,
pilihan E benar namun kurang spesifik.
• Tepatnya data tidak reliabel karena sangat rentan terhadap
Recall Bias atau kemampuan sang ibu mengingat kejadian
di masa lampau, sehingga dipilih pilihan B.
• Prevalence/incidence bias adalah kesalahan peneliti
memilih kasus tidak pada awal pasien terdiagnosa sehingga
angka survival pasien menurun, biasanya terjadi pada studi
yang memakai pasien dengan prognosis buruk, misalnya
cholangiocarcinoma stadium 4
Bias Penelitian
• Definisi: keselahan sistematis dalam metode pemilihan
subjek, pengumpulan data, pelaksanaan penelitian,
atau analisis penelitian yang menyebabkan kesalahan
taksiran efek paparan dan risiko mengalami penyakit,
atau efek intervensi terhadap variabel hasil.

• Macam-macam bias penelitian:


– Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek penelitian
– Bias pengukuran
• Secara umum
• Pada uji klinis
Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek
• Bias prevalens/insidens (Neyman’s bias)
– Terjadi apabila subyek penelitian mencakup pasien dengan penyakit dengan
mortalitas tinggi pada fase awal, dan angka kematiannya menurun dengan
perjalanan waktu, atau
– Pasien yang onset penyakit atau kelainan faktor risikonya sulit dideteksi.
– Contoh: studi tentang penyakit jantung bawaan, kemungkinan melibatkan
pasien dengan kelainan berat seperti TGA yang mortalitasnya tinggi dalam
bulan-bulan pertama kehidupan. Jika penelitian mencakup subjek yang
usianya lebih dari 1 tahun, kemungkinan pasien dengan PJB berat tidak
mempunyai kesempatan untuk dipilih sebagai subjek.
– Cara untuk mengurangi bias: melakukan studi insidensi, jadi hanya pasien baru
saja yang diikutkan. Dalam penelitian tentang PJB, subjek penelitian direkrut
sejak lahir.
• Admission rate/referral bias (Berkson’s fallacy)
– Terjadi pada studi yang menggunakan subjek yang dirawat di rumah sakit 
mempengaruhi kesetaraan antar kelompok subjek yang diteliti karena
perbedaan indikasi rawat.
– Contoh: studi tentang lama rawat pasien geriatri di rumah sakit. Akan timbul
bias antar subjek penelitian yang masuk dengan indikasi rawat berat dan yang
tidak.
– Cara mengurangi bias: menghimpun kelompok (subjek sehat, subjek dengan
penyakit ringan, sedang, berat). Kelompok kontrol yang lebih dari satu juga
dapat mengurangi bias ini.
Bias pengukuran/measurement bias

• Bias pengamat
– Distorsi konsisten (baik disadari ataupun tidak) yang
dilakukan peneliti dalam menilai atau melaporkan
hasil pengukuran.
• Bias subjek
– Distorsi konsisten subjek penelitian; karena merasa
sedang menjadi subjek penelitian maka subjek
cenderung bekerja lebih baik dan lebih serius (efek
Hawthorne)
– Recall bias termasuk dalam bias subjek; misalnya
pasien kanker payudara lebih bersungguh-sungguh
mengingat durasi konsumsi pil KB dibanding pasien
kontrol.
• Bias instrumen
– Kesalahan sistematik akibat tidak akuratnya alat ukur.
Bias pengukuran pada penelitian klinis
• Bias prosedur
– Terjadi bila pengukuran, prosedur, terapi, dll dilakukan pada kelompok
yang dibandingkan tidak sama. Misalnya pasien dengan hipertensi
lebih sering diukur tekanan darahnya.
• Recall bias
– Terutama pada studi case control, terjaddi karena kurang
akurat/optimalnya ingatan tentang pajanan faktor risiko.
• Bias akibat pengukuran yang kurang sensitif
– Terjadi akibat alat ukur yang digunakan kurang sensitif.
• Bias deteksi
– Terjadi akibat perubahan kemampuan suatu alat ukur untuk
mendeteksi penyakit.
– Karena lebih sensitif, penyakit terdeteksi lebih dini, sehingga seakan-
akan tingkat survival-nya lebih tinggi pula.
• Bias ketaatan (compliance bias)
– Terjadi karena perbedaan ketaatan mengikuti prosedur antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya.
329.
Seorang dokter datang ke sebuah daerah yang penghuninya sangat
padat dimana para penduduk di daerah tersebut melakukan mandi
cuci dan kakus di satu sungai yang sama. Dokter tersebut khawatir
akan kesehatan para penduduk tersebut sehingga berusaha
mencanangkan untuk membuat jamban tempat penampungan kepada
kepala desa agar penduduknya terhindar dari penyakit.
Apakah jenis jamban yang dapat dipilih pada lingkungan padat
penghuni?
A. Aqua Privy
B. Pit privy
C. Water seal latrine
D. Bored hole latrine
E. Trench latrine
Analisis Soal
• Pada soal ini dikatakan area padat penghuni dengan kata lain
kemungkinan tidak ada area kosong sehingga sulit untuk
memenuhi kriteria rumah sehat bahwa jarak septic tank dari
sumber air harus paling tidak 10 meter
• Jarak ini untuk mencegah agar tidak terjadi penyerapan material
feses melalui air ke dalam tanah dan bercampur ke sumber air,
sehingga pilihan pit latrine atau trench latrine tidak dapat dipilih
karena perlu jarak dari septic tank jamban tersebut ke sumber air
• Agar tidak bercampur dengan sumber air, maka perlu dibuat
dinding khusus untuk septic tank, dapat menggunakan aqua privy
atau water seal latrine, akan tetapi, water seal latrine lebih dipilih
karena satu septic tank dapat digunakan untuk beberapa
keluarga sekaligus pada area padat penduduk.
• Bored hole latrine dipakai bila ingin membuat jamban secara
cepat dan hanya bisa digunakan oleh 1-2 individu
Aqua Privy
• Aqua privy adalah septic tank
kecil tepat dibawah area
jongkok dengan drop pipe
terletak di bawah air yang
merupakan water seal
• Water seal mencegah
pengeluaran bau dan toxin oleh
feses ke tanah, akan tetapi sulit
untuk dibuat karena harus
membuat tangki khusus agar air
tidak terserap ke tanah
• Kapasitas: Untuk keluarga
dengan 7 pengguna
• Kapasitas: 0,6-0,8 m³
• Waktu untuk pengurasan ulang
jamban: sekitar 6 bulan

https://akvopedia.org/wiki/Aqua_privy
Pit Privy/ Pit Latrine
• Pit privy atau dikenal juga dengan
pit latrine adalah sebuah toilet
kering, dimana feses yang masuk
langsung ditimbun ke dalam
tanah
• Air yang digunakan untuk flush
atau untuk membersihkan akan
diserap ke tanah, sehingga perlu
diberi jarak ke sumber air
terdekat
• Pit latrine banyak dipakai di area
rural terutama negara
berkembang, karena mudah
dibuat dan tidak perlu
perawatan
• Kapasitas tergantung seberapa
dalam dari pit privy tersebut

https://akvopedia.org/wiki/Pit_privy
Water Seal
Latrine
• Water seal latrine
adalah tipe jamban yang
paling banyak
digunakan di
perumahan modern
• Feses akan terdorong ke
pit saat diguyur dan
didorong dengan air
atau istilahnya di flush
• Water seal latrine
merupakan modifikasi
dari aqua privy

https://sswm.info/content/water_seal_latrine
Borehole Latrine
• Borehole latrine
adalah jamban
darurat yang dapat
dibuat dengan cepat
bila dibutuhkan
segera di daerah rural
• Borehole memiliki
kedalaman 5-10
meter dikombinasikan
dengan toilet slab di
atasnya
https://sswm.info/content/borehole-latrine
Trench Latrine

• Trench latrine
adalah pit latrine
yang dibagi
menjadi beberapa
kelompok toilet.
• Trench latrine
dibuat untuk
menjadi area BAB
terbuka terutama
di area rural.
https://sswm.info/content/trench-latrine
330.
Tuan Mori Takeda, 52 tahun merupakan seorang pekerja
pabrik. Selama pasien bekerja di pabrik, pasien selalu
mendengarkan suara berkekuatan sekitar 90db. Oleh dokter
setelah tes dengan garputala dengan beragam frekuensi,
pasien dikatakan mengalami noise induced hearing loss.
Apa yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
bahwa ini adalah penyakit akibat kerja?
A. Menentukan faktor dari pasien sendiri selama bekerja
B. Melakukan proteksi dengan ear plug
C. Menganamnesis manager perusahaan
D. Menyuruh pasien mengganti tempat kerja untuk melihat
apakah keluhannya berkurang
E. Meminta pasien untuk melakukan tes audiometri
Analisis Soal
• Sesuai dengan 7 langkah
menentukan penyakit
akibat kerja, yang
termasuk dari langkah
tersebut adalah A.
menentukan factor
individu selama bekerja
• Pilihan E tidak dipilih
karena sudah ditegakkan
diagnosis klinis, tes
audiometri tidak
membedakan apakah NIHL
disebabkan karena
pekerjaan atau tidak
PENYAKIT AKIBAT KERJA vs PENYAKIT
BERHUBUNGAN DENGAN KERJA
Penyakit akibat kerja (occupational Penyakit yang berhubungan dengan
disease) pekerjaan (work related disease)
• Penyakit yang mempunyai penyebab • Penyakit yang mempunyai beberapa
yang spesifik atau asosiasi yang kuat agen penyebab, dimana faktor pada
dengan pekerjaan/ lingkungan kerja, pekerjaan memegang peranan barsama
yang pada umumnya terdiri dari satu dengan faktor risiko lainnya dalam
agen penyebab yang sudah diakui (ILO) berkembangnya penyakit yang
• Berkaitan dengan faktor penyebab mempunyai etiologi yang kompleks.
spesifik dalam pekerjaan, sepenuhnya • Penyakit dapat diperberat, dipercepat
dipastikan dan faktor tersebut dapat atau kambuh oleh pemaparan di tempat
diidentifikasi, diukur dan dikendalikan. kerja dan dapat mengurangi kapasitas
(WHO) kerja. Sifat perorangan, lingkungan, dan
• Misal : keracunan Pb, asbestosis, faktor sosial budaya umumnya
silikosis, muskoloskeletal disorder berperanan sebagai faktor resiko.
(MSDS), anthrax, tobacosis, • Misal : asma, hipertensi, TBC
pneumokoniosis
Penyakit Akibat Kerja
• Dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja
terdapat 3 (tiga) prinsip yang harus
diperhatikan:
– Hubungan antara pajanan yang spesifik dengan
penyakit.
– Frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja
lebih tinggi daripada pada masyarakat.
– Penyakit dapat dicegah dengan melakukan
tindakan promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Aspek Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
• Diagnosis penyakit akibat kerja memiliki :
– Aspek medik: dasar tata laksana medis dan tata
laksana penyakit akibat kerja serta membatasi
kecacatan dan keparahan penyakit.
– Aspek komunitas: untuk melindungi pekerja lain
– Aspek legal: untuk memenuhi hak pekerja

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
7 Langkah
Diagnosis Penyakit
Akibat Kerja

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
331.
Dalam pengawasan sebuah pabrik sepatu, petugas puskesmas
melakukan identifikasi hazard dan analisa risiko K3 pekerjanya. Dari
hasil analisis, didapatkan bahwa masalah kesehatan utama adalah low
back pain akibat posisi membungkuk saat pekerja menjahit sepatu.
Petugas puskesmas menyarankan untuk meninggikan meja dan alas
bekerja untuk penjahitan sepatu.
Berdasarkan hierarki pengendalian bahaya, tindakan yang disarankan
petugas puskesmas termasuk?
A. Eliminasi
B. Substitusi
C. Modifikasi/kontrol teknik
D. Administratif
E. APD
Analisis Soal
• Pada soal ini dikatakan dilakukan modifikasi berupa
meninggikan meja dan alas bekerja untuk penjahitan
sepatu untuk mencegah nyeri punggung. Maka
jawabannya adalah modifikasi/kontrol teknik atau
disebut juga perancangan
• Eliminasi/substitusi dilakukan dengan cara
membuang/mengganti bahan, biasa dilakukan pada
bahan kimia yang berbahaya
• Administrasi berupa pengaturan jam kerja, tanda
bahaya, label dan lainnya
• APD adalah penggunaan pelindung seperti head cap,
masker, gown, sarung tangan dan boots
Hirarki Pengendalian Bahaya K3
(Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Adziem HI. Ahli K3 Umum. Sistem manajemen keselamatan kerja


Hirarki Pengendalian Resiko K3

Hierarki Pengendalian Resiko K3


Eliminasi Eliminasi Sumber Bahaya
Substitusi
Substitusi
Alat/Mesin/Bahan Tempat Kerja/Pekerjaan
Modifikasi/Perancangan Aman Mengurangi Bahaya
Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja
yang Lebih Aman
Prosedur, Aturan,
Pelatihan, Durasi Kerja,
Administrasi
Tanda Bahaya, Rambu, Tenaga Kerja Aman
Poster, Label Mengurangi Paparan
Alat Perlindungan Diri
APD
Tenaga Kerja

Adziem HI. Ahli K3 Umum. Sistem manajemen keselamatan kerja


332.
Seorang Mayat ditemukan di danau. Mayat tampak
bercampur dengan lumpur dan ditemukan beberapa bagian
kulit seperti ada bekas gigitan dan jaringan kulit yang robek.
Namun setelah diamati lebih lanjut, tidak ada tanda-tanda
pembusukan, tangan kaki masih bisa digerakkan, namun
terlihat keriput, kulit merah
Kapankah waktu perkiraan kematian?
A. < 12 jam
B. > 12 jam
C. ~ 24 jam
D. > 24 jam
E. 3-4 hari
Analisis Soal
• Pada soal dikatakan tangan kaki masih dapat digerakkan,
dan kulit berwarna merah, tidak ada tampak kebiruan yang
menandakan lebam mayat yang menandakan kurang dari 6
jam dari waktu kematian
• Pada kasus ini dipikirkan mayat masih baru, atau meninggal
tepatnya kurang dari 2 jam karena kaku mayat dimulai dari
otot yang kecil seperti kaki dan tangan, sehingga paling
tepat dari pilihannya adalah < 12 jam
• Jika lebih dari 12 jam seharusnya kaku mayat sudah mulai
terlihat terutama bagian tangan dan kaki
• Jika 24 jam atau lebih dari itu seharusnya sudah mulai
tampak tanda-tanda pembusukan terutama dimulai dari
daerah caecum
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR
MORTIS)

Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions


Body temperature Body stiffness Time since death
warm not stiff dead not more than three
hours
warm stiff dead 3 to 8 hours
cold stiff dead 8 to 36 hours
cold not stiff dead more than 36 hours
SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo
Forensic Entomology [web site]. Available from
http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.
CADAVERIC SPASM
• Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana
terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh
otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi
primer.

• Berhubungan dengan kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat


setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal

• Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup –
grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas.

• Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa


hidupnya, misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada
kasus tenggelam ; terjadi sesaat setelah kematian, sebelum onset normal
dari rigor mortis.
333.
Sebuah mayat perempuan muda ditemukan di sekitar pinggiran
pembuangan sampah. Setelah dilakukan pemeriksaan kepada mayat,
didapatkan kemungkinan korban tersengat listrik akibat menyentuh
kabel yang masih tersambung ke aliran listrik di sekitar area
pembuangan tersebut. Hasil pemeriksaan didapatkan hasil terdapat
luka bakar di bagian telunjuk dan ibu jari tangan pasien.
Mekanisme kematian dari pasien yang tersengat listrik adalah?
A. Syok neurogenik
B. Aritmia kordis
C. Asfiksia
D. Dehidrasi
E. Luka Bakar Otak
Analisis Soal
• Listrik dengan daya besar dapat menyebabkan
kematian karena luka bakar secara luas
merusak jaringan tubuh
• Akan tetapi pada soal luka bakar bersifat kecil
karena hanya pada tangan korban, jadi lebih
dipilih kemungkinan terjadi aritmia jantung
berupa fibrilasi ventrikel yang membuat
korban meninggal
LUKA LISTRIK
Ada 2 jenis tenaga listrik yang dapat menimbulkan
luka listrik yaitu :
• Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
• Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah
(DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik
(600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC)
seperti listrik rumah, pabrik, dll
Akibat Luka Listrik
KOEPPEN menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4
kelompok yaitu :
• Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA)
dengan transitional R yang tinggi efek yang berbahaya (-).
• Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg
transitional R < dari kel.I  hilangnya kesadaran, aritmia dan
spasme pernafasan.
• Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A),
transitional R < dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek biologisnya
sama dg kel. II. Jk > 0,3s  vibrilasi ventrikel irreversibel.
• Kelompok IV : kuat arus > 3A  cardiac arrest
Pemeriksaan Luar Luka Listrik
• Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat
kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan
edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo).
• Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut
terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk
parels terdiri dari kalsium fosfat.
• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama
sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat
menjadi hitam dan hangus terbakar
• Exogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan
tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus
terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai
dengan patahnya tulang-tulang .
Electrocution

• Daya listrik yang besar dapat membuat


kerusakan jaringan berupa luka bakar,
namun yang paling sering terjadi adalah
fibrilasi jantung dan henti jantung.
• Efek listrik ke saraf berupa neuropati perifer,
pada pasien yang tidak tewas tersengat
listrik, dapat terjadi neuropati terutama
pada area masuknya listrik
Leslie Alexander Geddes, Rebecca A. Roeder, Handbook of Electrical Hazards and
Accidents Lawyers & Judges Publishing Company, 2006
334.
Seorang pasien anak dirawat di rumah sakit karena batuk dan
demam. Orang tua pasien merasa dokter yang merawat
kurang ramah dan tidak memberikan informasi tentang
diagnosis anak mereka. Mereka ingin berpindah rumah sakit
dan meminta data medis dari dokter untuk pindah ke rumah
sakit lain.
Hak apakah yang dimiliki orang tua pasien atas informasi
pasien selama perawatan?
A. Fotokopi rekam medis
B. Resume rekam medis
C. Rekam medis asli
D. Fotokopi rekam medis berlegalisir
E. Surat keterangan sakit
Analisis Soal
• Rekam medis adalah milik rumah sakit dan pasien
jadi tidak dapat dibawa ke luar dari rumah sakit
• Hak yang dimiliki oleh keluarga untuk informasi
perawatan pasien selama dirawat di RS berupa
resume medis yang dibuat oleh dokter yang
merawat
• Tidak ada pemfotokopian rekam medis secara
keseluruhan, yang difotokopi biasanya hanya
berupa hasil laboratorium
Kepemilikan Rekam Medis
• Permenkes No.269 tahun 2008: isi Rekam Medis
adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam
Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau
institusi kesehatan.

• Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa


berkas rekam medis itu merupakan milik sarana
pelayanan kesehatan, yang harus disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun
terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat.
Kepemilikan Rekam Medis
• Aplikasi: Karena isi Rekam Medis merupakan milik
pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika
dokter atau petugas medis menolak memberitahu
tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada
keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk
bertindak sebaliknya.

• Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik


institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien
meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi
jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.
335.
Pada tahun 2015, kejadian flu H5N1 awalnya muncul hanya
pada sejumlah 6 orang di Republik Rakyat China, namun pada
bulan ke 2 jumlahnya bertambah menjadi 100 orang terkena
di dalam 3 provinsi di china. Selanjutnya seiring dengan
berjalannya waktu dalam waktu 3 bulan, penyakit tersebut
menyebar lagi hingga ke Indonesia, Flilipina, Singapore.
Kejadian pada penyakit flu H5N1 ini disebut sebagai?
A. Pandemi
B. Epidemi
C. Endemi
D. Wabah
E. Kejadian Luar Biasa
Analisis Soal
• Kejadian epidemi sama dengan KLB atau wabah
yaitu peningkatan jumlah kasus yang mendadak
pada sebuah populasi, kriterianya adalah
peningkatan kasus 2 x lipat, angkanya naik 3 x
berturut-turut atau muncul kasus baru yang
belum pernah ada atau sudah punah sebelumnya
• Sementara pada kasus ini terjadi epidemic yang
sudah menyebar antar negara dalam benua Asia
jadi kasus ini termasuk pandemic
• Endemik adalah penyakit yang selalu ada dalam
suatu populasi sepanjang tahun.
Penyebaran Penyakit (Summary)
• Epidemik  peningkatan jumlah penyakit yang banyak dan tiba-tiba
dalam suatu populasi
• Endemik  penyakit yang biasa terjadi di suatu populasi, ex: malaria
di Papua
• Pandemik  penyebaran penyakit yang terjadi secara cepat yang
mengenai area geografis yang tersebat luas, ex: Flu Burung di Asia
• Outbreak  Epidemik yang terjadi secara mendadak di area yang
kecil, dan jumlah kasus disebut attack rate, ex: keracunan makanan di
kecamatan Cempaka Putih
• Sporadik  keadaan dimana masalah kesehatan yang ada di suatu
wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan
waktu.

Permenkes RI No.1401/MENKES/PER/X/2010
KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT

• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu


daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

• Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya
memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada
wilayah yang lebih sempit (misalnya di satu
kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB
berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di
slide selanjutnya).

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
336.
Tuan Momochi Fukuoka, 34 tahun datang
ke IGD RS karena luka pada lengan atas
tangan kanannya, pada pemeriksaan
didapatkan gambar sebagai berikut:
Berdasarkan pemeriksaan fisik luka lecet,
luka tersebut memiliki arah luka yang
mana?
A. Dari dalam ke luar
B. Dari kanan ke kiri
C. Dari medial ke lateral
D. Dari proximal ke distal
E. Tidak dapat ditentukan
Analisis Soal

• Dari gambar tersebut


terlihat luka lecet geser
yang menggesek kulit
luar (warna putih) dari
puncak tangan ke arah
telapak tangan jadi yang
benar adalah dari
proksimal ke distal
berdasarkan posisi
anatomi tubuh
Posisi Anatomi
Perlukaan akibat kekerasan
Pelbagai jenis kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
• Kekerasan tumpul
• Kekerasan tajam
• Tembakan senjata api

o Kekerasan bersifat alam


• Luka akibat api
• Luka akibat listrik

o Kekerasan bersifat kimiawi


• Luka akibat asam keras
• Luka akibat basa kuat
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan
warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan,
kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi
penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

• Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah


satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

• Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
– Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
– Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata


yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip
dengan luka yang cukup dalam.
337.
Seorang peneliti ingin mengetahui besarnya pengaruh extrak
daun jati belanda terhadap kadar kolesterol (mg/dl) mencit.
Digunakan 20 ekor mencit yang dibagi menjadi 4 kelompok
yaitu kelompok extrak daun jati belanda 10 mg, extrak daun
jati belanda 10 mg, simvastatin 5 mg dan control negative,
setelah 2 minggu diukur kadar kolesterol mencit (mg/dL).
Uji statistic apa yang digunakan?
A. ANOVA
B. Chi-square
C. Pearson
D. Regresi linear
E. Uji T-Independent
Analisis Soal
• Pada soal ini diinginkan untuk melakukan
penelitian perbandingan rata2 kadar kolestrol
pada 4 grup penelitian. Karena terdapat 4 grup
berarti 2 x 4, maka analisis statistiknya
menggunakan ANOVA
• Regresi linier adalah analisis lanjutan dari analisis
korelasi dengan hasil dalam bentuk sebuah
formula persamaan, misalnya persamaan kadar
kolestrol (x) dengan persentase lemak tubuh (y)
adalah 2x = 3y + 15
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Uji Parametrik (2 kategorik VS numerik)

• z-test is a statistical test to help determine the probability that new data will be near the
point for which a score was calculated.
• A z-score is calculated with population parameters such as “population mean” and
“population standard deviation” and is used to validate a hypothesis that the sample drawn
belongs to the same population.
• A t-test is used when the population parameters (population mean and population
standard deviation) are not known.
338.
Seorang kepala puskesmas di daerah Maluku ingin
mengetahui surveilance kasus demam berdarah pada suatu
daerah yg endemis di sekitar kepulauan Aru. Kasus ini terus
terjadi sepanjang tahun dan pengamatan secara berkala
ditujukan untuk menentukan adanya kemungkinan kenaikan
kasus.
Laporan mengenai data tersebut dapat diperoleh dari
lembar?
A. Lembar W1
B. Lembar W2
C. Lembar B1
D. Lembar B2
E. Lembar B3
Analisis Soal
• Data mengenai jumlah penyakit dari wilayah
puskesmas dilaporkan pada laporan bulanan B1,
sehingga menggunakan laporan tersebut dapat
dilihat kenaikan dari angka sebuah penyakit
• Lembar W1 dan W2 bukan laporan bulanan
berkala, hanya digunakan pada kasus KLB
• Lembar B2 adalah lembar permintaan Obat, B3
untuk laporan KIA KB dan B4 untuk kegiatan
puskesmas.
Laporan Puskesmas ke Dinas Kesehatan
Laporan W1(Laporan Wabah) Laporan W2
• Isi Laporan: Tempat KLB, Jumlah • Laporan mingguan KLB.
P/M, Gejala/tanda-tanda. • Isi laporan : jumlah penderita dan
• Dalam jangka waktu 24 jam kematian PMTKLB selama satu
setelah mengetahui kepastian minggu yang tercatat di
(hasil pengecekan lapangan) Puskesmas.
adanya tersangka KLB. • Pembuatan laporan setiap
• Selain melalui pos, penyampaian minggu.
isi laporan dapat dilakukan • Pengiriman laporan : setiap
dengan sarana komunikasi cepat Senin/Selasa.
lainnya, sesuai situasi dan kondisi • Pembuat laporan : Kepala
yang ada. Puskesmas.
• Pembuat laporan: Kepala
Puskesmas.
Pelaporan Puskesmas
Berdasarkan pada Keputusan Dirjen Bina Kesmas
No. 590/BM/DJ/INFO/V/96 mengenai
penyederhanaan SP2TP, laporan bulanan
puskesmas terbagi menjadi:
• Laporan B1: Data kesakitan
• Laporan B2: Laporan pemakaian dan lembar
permintaan obat
• Laporan B3: data gizi, KIA, imunisasi dan
pengamatan penyakit menular
• Laporan B4: data kegiatan pusksmas
Laporan B1 Puskesmas
• Laporan B1 adalah laporan penyakit terbanyak rawat
jalan di puskesmas
Laporan B2
• Laporan B2 adalah laporan pemakaian dan pemintaan
obat puskesmas
Laporan B3
• Laporan B3 adalah
laporan mengenai
KIA dan KB
Laporan B4
• Laporan B4 adalah
laporan kegiatan
puskesmas bulanan
339.
Seorang pasien perempuan bernama Rio Nakamura, usia 33
tahun datang dengan keluhan menstruasi tidak teratur,
hiperglikemia dan pertumbuhan rambut terutama di ketiak
yang berlebihan. Anda sebagai dokter mendiagnosa pasien
dengan polycystic ovarian syndrome dan sebagai dokter
faskes primer akan merujuk dan melimpahkan penanganan
PCOS kepada spesialis obsgyn.
Jenis rujukan yang dilakukan oleh anda adalah…
A. Collateral referral
B. Interval referral
C. Cross referral
D. Split referral
E. Specialistic referral
Analisis Soal
• Pada kasus di atas didapatkan pelimpahan perawatan
pasien sepenuhnya kepada dokter spesialis obsgyn dan
dokter tidak memegang lagi jadi termasuk cross
referral
• Jika dokter masih menangani pasien sambal pasien
dirujuk maka disebut collateral referral
• Split referral bila merujuk ke beberapa dokter dan
dokter tidak memegang pasien lagi
• Interval bila hanya merujuk untuk sementara waktu
dan akan dirujuk kembali ke dokter yang merujuk
• Tidak ada istilah specialistic referral
Jenis Rujukan Berdasarkan
Tingkatannya
• Rujukan horizontal : rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
– Misalya rujukan dari RS tipe B ke RS tipe B lainnya

• Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan


antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat
dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
– Misalnya rujukan dari puskesmas ke RS
JENIS RUJUKAN
• Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
• Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
• Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
• Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
340.
Puskesmas Bojong Gede ingin meningkatkan kesehatan
penduduk di lingkungan kerjanya dengan menekankan pada
program GERMAS sesuai dengan anjuran dari Menteri
kesehatan. Kegiatan ini juga berguna untuk deteksi dini dalam
kegiatan posbindu guna mendeteksi individu yang menderita
darah tinggi atau diabetes.
Langkah pertama dalam kegiatan GERMAS di bawah ini
adalah?
A. Aktivitas fisik 30 menit per hari
B. Stop merokok
C. Stop alkohol
D. Membersihkan lingkungan
E. Menggunakan Jamban
Analisis Soal
Tahap awal GERMAS berfokus pada 3 kegiatan,
yaitu:
• Melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari
• Mengonsumsi sayur dan buah
• Memeriksa kesehatan secara rutin

Jadi pilihan yang tepat sebagai langkah awal


adalah pilihan A
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS)
• Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
merupakan suatu tindakan sistematis dan
terencana yang dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh komponen bangsa dengan
kesadaran, kemauan dan kemampuan
berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas
hidup.
• Pelaksanaan GERMAS dimulai dari keluarga yang
merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang
dapat membentuk kepribadian.
GERMAS dapat dilakukan dengan cara:
• Melakukan aktivitas fisik
• Mengonsumsi sayur dan buah
• Tidak merokok
• Tidak mengonsumsi alkohol
• Memeriksa kesehatan secara rutin
• Membersihkan lingkungan
• Menggunakan jamban

Tahap awal GERMAS berfokus pada 3 kegiatan, yaitu:


• Melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari
• Mengonsumsi sayur dan buah
• Memeriksa kesehatan secara rutin
OBSTETRI
&
GINEKOLOGI
341.
Seorang wanita bernama Ny. Pregnasia Tulipwiranti berusia 47 tahun
G6P5A0 usia kehamilan 30 minggu datang ke Puskesmas dengan
keluhan keluar air-air sejak satu hari sebelumnya. Jarak antar anak
2,5 tahun dan semua anak dilahirkan secara sectio caesaria. Dokter
Puskesmas memutuskan untuk merujuk pasien ke rumah sakit.
Namun, karena rumah pasien berjarak jauh dengan rumah sakit,
pasien baru dapat dirujuk dan tiba di rumah sakit keesokan harinya.
Setelah sampai di rumah sakit, anak dalam kandungan meninggal.
Kemungkinan penyebab kematian janin adalah..
A. Multiparitas dan terlambat merujuk
B. Usia ibu terlalu tua dan terlambat mengenali tanda bahaya
C. Jarak anak terlalu dekat dan terlambat merujuk
D. Riwayat sectio caesarea berulang dan terlambat merujuk
E. Infeksi cairan ketuban
Analisis Soal
• Pasien wanita usia 47 tahun G6P5A0 usia kehamilan 30
minggu keluhan air-air sejak satu hari lalu. Jarak anak
2,5 tahun dan semua dilahirkan secara SC. Setelah
dirujuk satu hari hingga ke rumah sakit, anak dalam
kandungan meninggal  janin dicurigai mengalami
IUFD dalam hal ini disebut still birth (janin keadaan
mati diatas 28 minggu)
• Faktor risiko IUFD pada pasien ini adalah usia tua, yang
seharusnya sudah diperhatikan sejak trimester
pertama, sehingga dipilih jawaban B. usia ibu yang
terlalu tua dan terlambat mengenali tanda bahaya
Still Birth
• Kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati
yang telah mencapai usia 28 minggu
• Intrauterine fetal death (IUFD)  kematian
yang terjadi saat usia kehamilan >20 minggu
dan janin sudah mencapai 500 gram atau
lebih
• Faktor risiko :
1. Ibu (usia ibu tinggi
2. Janin (infeksi intranatal)
3. Tali pusat (lilitan tali pusat)
Risk factors for stillbirth
The risk factor are identifiable in the first trimester, including:
• Maternal medical disorders
• Nulliparity
• Cigarette smoking
• Obesity
• Advanced maternal age
• Black race
• Previous stillbirth
• Previous small for gestational age newborn or abruption
• Social issues (unmarried, history of intimate partner violence)
• Recreational use of drugs
• Conception via assisted reproductive technology
• Maternal sleep-disordered breathing
342.
Pasien seorang wanita bernama Ny. Bandriah Rumpini berusia
32 tahun P2A0. Pasien baru melahirkan satu hari yang lalu
dengan riwayat ketuban pecah dini dua hari sebelum
persalinan. Saat ini, pasien datang dengan keluhan demam
dan menggigil. Pasien juga mengeluh keluar darah dari jalan
lahir yang berbau. Pemeriksaan fisik TD 130/70 mmHg, N 98
x/menit, P 20 x/menit, S 38C. Pemeriksaan lokal: lokia rubra,
lendir hijau, berbau. Etiologi penyakit tersebut adalah:
A. Staphylococcus piogenes
B. Giadia lambia
C. Chlamydia
D. Bakterial vaginosis
E. E. Coli
Analisis Soal
• Wanita 32 tahun P2A0, H+1 melahirkan dengan
riwayat ketuban pecah dini dua hari sebelum
persalinan. Demam (S 38C), menggigil, keluar darah
dari jalan lahir yang berbau (lokia rubra, lendir hijau,
berbau)  infeksi puerpurium
• Infeksi puerpurium biasa disebabkan oleh
polimikrobial, seperti E. Coli, Streptococcus
pyogenes, dan Staphylococcus aureus  pilihan E.
• Pilihan Atidak ada bakteri jenis ini
Infeksi Puerpurium
• Infeksi traktus genitalis setelah melahirkan dengan
periode 42 hari setelah kelahiran janin & ekspulsi
plasenta.
343
Pasien perempuan bernama Ny. Waen Copia berusia 34 tahun
P4A0 diantar suami untuk periksa kesehatan. Saat ini pasien
tidak ada keluhan yang berarti. Pemeriksaan fisik TD 120/70
mmHg, N 80 x/menit, P 16 x/menit, S 370C. Pemeriksaan lokal:
inspekulo: tampak vesikel berukuran 2 mm di servikks. Dokter
melakukan biopsi: didapatkan cairan jernih. Hasil pemeriksaan
histopatologi adalah terdapat sel silindris menipis dan sel
kubus. Diagnosis pasien adalah:
A. Herpes genital
B. Kista Bartholin
C. Kista Nabothian
D. Kanker serviks
E. Kista gartner
Analisis Soal
• Pasien tanpa keluhan yang berarti, pada
pemeriksaan tampak vesikel berukuran 2 mm
di serviks.
• Hasil biopsi: cairan jernih, dan histopatologis
sel silindris menipis dan sel kubus. Hal
tersebut mengarahkan pada kista Nabothi.
Kista Nabothi
• Etiologi
– Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel skuamosa
• Gejala & Tanda
– Berbentuk seperti beras
dengan permukaan licin

• Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain seperti keganasan
serviks
• Terapi: observasi ; Bila simptomatik  drainase
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001514.htm
344
Pasien perempuan bernama Ny. Ngopisa Tentaria berusia 23 tahun
G1P0A0 usia kehamilan 3 bulan datang ke dokter dibawa oleh
suaminya dengan keluhan mual dan muntah sejak tiga hari yang lalu.
Keluhan tersebut disertai dengan hilangnya nafsu makan. Pasien tidak
bisa makan dan minum sama sekali. Pasien tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari akibat keluhan tersebut. Pemeriksaan fisik
didapatkan KU lemah, kesadaran somnolen, TD: 90/70 mmHg, N 120
x/menit, lemah, R 24 x/menit, S 36,70C. Dokter melakukan
pemeriksaan urin hasilnya keton +3. Diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Hiperemesis gravidarum gr I
B. Hiperemesis gravidarum gr II
C. Hiperemesis gravidarum gr III
D. Hiperemesis gravidarum gr IV
E. Emesis gravidarum
Analisa Soal
• Pasien hamil 3 bulan datang dengan mual dan
muntah, hingga tidak mau makan sama sekali,
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari,
lemah  hiperemesis gravidarum.
• Terdapat kesadaran somnolen, penurunan
tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi,
keton +3  sesuai dengan hiperemesis
gravidarum grade II.
Hiperemesis Gravidarum
Definisi
• Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
• Kondisi pada kehamilan yang ditandari dengan mual muntah yang
berat, menurunnya berat badan, dan gangguan elektrolit
• Terjadi pada trimester 1: Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya
akan membaik dengan sendirinya sekitar minggu ke-12

Etiologi
• Hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan hCG, hCG
yang meningkat dapat menyebabkan hipertiroidisme intermiten
karena meningkatkan reseptor hormone TSH

Komplikasi
• Akibat mual muntah → dehidrasi → elektrolit berkurang,
hemokonsentrasi, aseton darah meningkat → kerusakan liver
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Faktor Resiko
• Faktor resikonya adalah keadaan apapun yang
menyebabkan hCG meningkat, seperti:
– Obesitas
– Kehamilan gemeli
– Nuliparitas
– Mola hidatidosa
– Riwayat kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum

RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• Mual muntah pada kehamilan tanpa komplikasi, frekuensi <5 x/hari
• 70% pasien: Mulai dari minggu ke-4 dan 7
• 60% : membaik setelah 12 minggu
• 99% : Membaik setelah 20 minggu

Hyperemesis gravidarum
• Mual muntah pada kehamilan dengan komplikasi
– dehidrasi
– Hiperkloremik alkalosis,
– ketosis
Grade 1 Penurunan nafsu makan, nyeri epigastrium, peningkatan nadi
>100x/menit, tekanan darah menurun, dehidrasi
Grade 2 Apatis, nadi meningkat dan lemah, ikterik, oliguria, hemokonsentrasi,
nafas bau aseton
Grade 3 Syok hipovolemik, Somnolen-Koma, Ensefalopati Wernicke
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Diagnosis

• Pasien dengan trias


klinis hyperemesis
gravidarum perlu
dilakukan pengecekan
terutama keton
urin/dipstick,
hematocrit, elektrolit,
transaminase darah dan
marker thyroid
Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in
Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A
1821–6
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana

Buku saku Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Kementerian Kesehatan RI
345
Pasien perempuan bernama Ny. Ampumin Topsiah berusia 28
tahun datang dengan keluhan keluar bercak-bercak darah dari
vagina disertai jaringan menggumpal berwarna merah gelap.
Sebelumnya ada nyeri perut hingga ke pinggang seperti saat
haid. Pasien mengaku sudah terlambat haid selama dua bulan.
Pemeriksaan: ostium terbuka, terdapat darah dan sedikit
jaringan di vagina. Kemungkinan diagnosis pasien tersebut
adalah…
A. Abortus iminens
B. Abortus insipiens
C. Abortus inkomplit
D. Vasa previa
E. Plasenta previa
Analisa soal
• Pasien terlambat haid dua bulan mengaku
keluar bercak darah dari vagina disertai
jaringan menggumpal warna merah gelap.
Ada nyeri (+)  mengarah pada abortus
• Pemeriksaan: ostium terbuka, terdapat darah
dan sedikit jaringan di vagina.  sesuai untuk
abortus inkomplit
Abortus
• Definisi:
– ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
– WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram
Abortus
• Diagnosis  dengan bantuan USG
– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme,
DM), malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol,
faktor immunologis & defek anatomis seperti uterus didelfis,
inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Jenis Abortus
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan • leukositosis
• Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
• Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
• Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik
<90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok
• Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan
tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
• Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
• Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
• Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana Abortus Inkomplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
• Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
– Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang
346
Seorang perempuan berusia 25 tahun sedang hamil 9 bulan
datang ke IGD dirujuk oleh bidan karena pasien mengeluh
nyeri perut mendadak dan perdarahan pervaginam berwarna
kehitaman. Gerakan bayi berkurang, nyeri ulu hati, pandangan
berkunang-kunang dengan kaki bengkak. Pada pemeriksaan
fisik keadaan umum tampak lemah. TD 160/ 100 mmHg. Perut
kaku seperti papan. Pada pemeriksaan laboratorium Hb 8,5
g/dl. Proteinuria +++. Diagnosis pada pasien ini adalah :
A. Solutio plasenta + PEB
B. Plasenta previa + PEB
C. Partus imaturus + PER
D. Solutio plasenta + Eklampsia
E. Plasenta previa + Eklampsia
Analisa Soal
• Pasien kemungkinan mengalami solusio plasenta
atas dasar adanya nyeri perut mendadak disertai
perdarahan berwarna kehitaman, pada
pemeriksaan ditemukan perut seperti papan dan
gerakan bayi berkurang serta anemia.
• Pada pasien juga terdapat pandangan berkunang,
kaki bengkak, peningkatan tekanan darah, serta
proteinuria sehingga mengarahkan pada adanya
PEB.
• Karena itu dipilih jawaban A, solusio plasenta
dan PEB.
Solusio Plasenta
• Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

• Diagnosis
– Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

• Faktor Predisposisi
– Hipertensi
– Versi luar
– Trauma abdomen
– Hidramnion
– Gemelli
– Defisiensi besi
Solusio Plasenta: Gambaran Klinis
• Solusio Placenta Ringan
– Luas plasenta yang terlepas < 25% atau < 1/6 bagian (Jumlah perdarahan < 250 ml)
– kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
– Tumpahkan darah yang keluar terlihat seperti pada haid, sukar dibedakan dari
plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman
– Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada

• Solusio Placenta Sedang


– Luas plasenta yang terlepas 25-50% (Jumlah perdarahan 250 ml-1.000 ml
– Kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%
– Gejala dan tanda sudah jelas: rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut
jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia

• Solusio Placenta Berat


– Luas plasenta yang terlepas > 50%, dan jumlah perdarahan > 1.000 ml
– Gejala dan tanda klinik jelas: keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan
hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal
yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
• Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
– Lengkap  ekstraksi vakum
– Belum ada/ lengkap  SC
– Kenyal, tebal, dan tertutup  SC

• Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
• DJJ normal, lakukan seksio sesarea
• DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
• DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
– pecahkan ketuban dengan kokher:
– Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
• DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
Preeklampsia
• Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
– 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
– 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
– 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
– 4. Edema Paru

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
– 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Pre Eklampsia Berat
347
Pasien wanita bernama Ny. Asiah Kasih berusia 30 tahun
datang dengan keluhan nyeri pada kemaluan. Keluhan
sudah dirasakan sejak seminggu sebelumnya. Riwayat
keputihan disangkal. Pemeriksaan fisik genital ditemukan
benjolan di vagina, warna sama dengan kulit sekitar, tidak
berdarah, tidak ada fluktuasi. Diagnosis kelainan tersebut
adalah…
A. Kista bartolin
B. Kista vagina
C. Kista gartner
D. Polip vagina
E. Abses bartolini
Analisa Soal
• Pasien datang dengan nyeri pada kemaluan
sejak seminggu sebelumnya, tanpa riwayat
keputihan. Pemeriksaan fisik: benjolan di
vagina, tanpa tanda peradangan sehingga
mengarahkan pada diagnosis kista bartholin.
• Kista gartner  benjolan di vagina, ukuran
kecil <2 cm, bisa terdapat nyeri
• Abses bartolin benjolan disertai tanda
peradangan dan fluktuasi.
Ginekologi
Jenis Keterangan
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di
belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma
atau infeksi
Kista Nabothi Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti
(ovula) dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan
permukaan licin (tampak spt beras)

Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran
bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai introitus. Tangkai
mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan
dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan.

Karsinoma Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-benjol,
Serviks rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu
displasia atau lesi in-situ hingga invasif.

Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis
dan ulserasi.
KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
• Bulat, kelenjar seukuran kacang • Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu
masuk vagina arah jam 5 & jam 7 • Disebabkan oleh obstruksi
• Normal: tidak teraba sekunder pada duktus akibat
• Duktus: panjang 2 cm & terbuka inflamasi nonspesifik atau
pada celah antara selaput himen trauma
& labia minora di dinding lateral
posterior vagina • Kebanyakan asimptomatik
Bartholin Cyst
• Bartholin cyst • Bartholin abscess
– If the orifice of the – An obstructed Bartholin
Bartholin duct becomes duct can become infected
obstructed, mucous and form an abscess
produced by the gland
accumulates, leading to
cystic dilation proximal to
the obstruction.
– Obstruction is often caused
by local or diffuse vulvar
edema.
– Bartholin cysts are usually
sterile and the gland is not
affected.

Uptodate.com
Clinical Presentation
• Bartholin cyst :
– Unilateral, 1-3 cm
– typically painless, and may be asymptomatic or mild pain
– Most Bartholin cysts are detected during a routine pelvic examination or by the woman
herself.
– Larger cysts  discomfort, typically during sexual intercourse, sitting, or ambulating.
– Patients may also find the presence of a cyst to be disfiguring, even in the absence of
symptoms.
– Cysts are likely to have clear or white fluid.

• Bartholin abscesses :
– typically present with such severe pain and swelling and patients are unable to walk, sit,
or have sexual intercourse.
– Abscesses have a purulent discharge that is typically yellow or green
– Fever - One-fifth of patients with abscess are febrile
– Unilateral, warm, tender, soft, or fluctuant mass in the lower medial labia majora or lower
vestibular area, occasionally surrounded by erythema (cellulitis) and edema
(lymphangitis).
– A large abscess, however, can expand into the upper labia.
– If the abscess is very close to the surface, pus may break through the thin layer of skin at a
point (pointing) and may drain spontaneously.
Kista & Abses Bartholin: Terapi
• Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia
< 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik
• Simptomatik
– Kateter Word selama 4-6 minggu
– Marsupialization: Alternatif kateter Word, biasanya
dilakukan jika rekuren tidak boleh dilakukan bila
masih terdapat abses  obati dulu dengan antibiotik
spektrum luas Kateter Word
– Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya 
dilakukan bila tidak ada infeksi aktif, jarang dilakukan
karena menyebabkan disfigurasi
anatomis serta nyeri

• Pada wanita > 40 tahun


• Biopsi dilakukan untuk
menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html
Treatment
• Cyst • Abscess
– No intervention is necessary – The mainstay of treatment is
for asymptomatic Bartholin I&D (Insicion and Drainage)
cysts. with placement of a Word
– A possible exception to this is catheter, under local
women age 40 years or older, anesthesia.
for whom some experts – Immediate pain relief occurs
suggest incision and drainage upon drainage of pus.
(I&D) to allow a biopsy to – Antibiotic therapy is only
exclude carcinoma. given in patients with risk
– Cysts that are disfiguring or factors or clinical findings
symptomatic are treated is indicative of a more severe
the same manner as a infection or for recurrent
Bartholin abscess. abscesses.
– Marsupialization refers to a
procedure whereby a new
ductal orifice is created.
• This is achieved by incising
the cyst/abscess and then
everting and suturing the
epithelium to the skin at the
edge of the incision.
348
Seorang pasien wanita bernama Ny. Asmilatiwati berusia 21
tahun G1P0A0 hamil 39 minggu. Pasien datang ke Puskesmas
dengan keluhan mulas-mulas dan keluar lendir darah sejak
sehari sebelumnya. Pasien sudah 20 jam di dukun dan sejak 3
jam terakhir anaknya mau lahir tetapi belum kunjung lahir.
Pada pemeriksaan tampak pembukaan lengkap, ketuban (-),
kepala bayi di Hodge 4. Bagaimana penanganan pada kondisi
ini?
A. Ekstraksi vakum
B. Drip oksitosin
C. Pimpin mengejan
D. Sectio caesaria
E. Rujuk
Analisa Soal
• Pasien hamil 39 minggu sudah in partu dimana terdapat
mulas-mulas, keluar lendir darah, dan kemungkinan sudah
dipimpin meneran oleh dukun(sudah 3 jam terakhir,
anaknya mau lahir, tapi tidak lahir-lahir). Pada pemeriksaan
pembukaan lengkap, ketuban (-), kepala bayi di Hodge 4.
Hal ini menandakan pasien mengalami persalinan kala II
lama.
• Pada kondisi ini, ibu kemungkinan sudah Lelah, sehingga
tidak dapat dipimpin mengejan lagi, selain itu bila kala II
lama, dan tanpa diketahui kondisi his, sudah lebih dari 2
jam, di Puskesmas, maka harus di RUJUK, untuk persiapan
dilakukan SC
• Ekstraksi vakum tidak dipilih karena kemungkinan kelelahan
pada ibu dan masih terdapat kemungkinan bayi memang
tidak dapat dilahirkan per vaginam (kala II sudah selama 3
jam, tanpa diketahui kondisi His )
Persalinan Lama
• Waktu persalinan memanjang karena
kemajuan persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase


kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:
– Distosia pada kala I fase aktif: grafik
pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis
bertindak/ sudah memotong garis
bertindak, ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang:
Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1
jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2
jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Persalinan dengan Alat Bantu
• Indikasi
– Ibu: kelelahan, sudah mengedan > 20 menit
– Bayi: Bayi kekurangan oksigen

• Syarat
– Kepala janin sudah mencapai pintu bawah panggul
– Pembukaan rahim sudah lengkap
– Selaput ketuban sudah pecah/ dipecahkan
Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum
Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan
lembut

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Kelelahan ibu  masih kooperatif – Ibu dengan resiko tinggi ruptur
dan dapat mengejan uteri
– Partus tak maju – Kondisi ibu tidak boleh
– Toksemia gravidarum mengejan
– Memperpendek persalinan kala II, – Panggul sempit (CPD)
penyakit jantung kompensasi, • Janin
penyakit fibrotik – Bayi prematur (belum memiliki
• Janin moulage yang baik  kompresi
– Adanya gawat janin (ringan) forceps  perdarahan
periventrikular)
• Waktu
– Letak lintang, presentasi muka,
– Kala persalinan lama presentasi bokong, kepala janin
menyusul
Persalinan dengan Vakum
Syarat
• Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
• Presentasi kepala
• Cukup bulan (tidak premature)
• Tidak ada kesempitan panggul
• Anak hidup dan tidak gawat janin
• Penurunan hodge III+
• Kontraksi baik/ terdapat his
• Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

Komplikasi
• perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,
aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi
perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu
Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps
• Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya
• Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Sama dengan ekstraksi vakum, – Sama seperti pada ekstraksi
hanya ibu sudah tidak mampu vakum
mengejan/ his tidak adekuat

• Janin • Janin
– Adanya gawat janin – Sama seperti pada ekstraksi
vakum
• Waktu
– Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
– Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal
Persalinan dengan Forcep
Syarat:
• Presentasi belakang kepala atau muka dengan
dagu di depan atau kepala menyusul pada
sungsang
• Pembukaan lengkap
• Penurunan kepala 0/5 (Hodge IV)
• Kontraksi baik dan ibu tidak gelisah
• Ketuban sudah pecah
• Dilakukan di rumah sakit rujukan

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
EKSTRAKSI VAKUM VS EKSTRAKSI FORCEPS

KEUNGGULAN VAKUM KERUGIAN VAKUM

• Tehnik pelaksanaan relatif lebih • Proses persalinan


mudah membutuhkan waktu yang
• Tidak memerlukan anaesthesia lebih lama
general • Tenaga traksi pada ekstraktor
• Ukuran yang akan melewati vakum tidak sekuat ekstraksi
jalan lahir tidak bertambah cunam
(cawan penghisap tidak • Pemeliharaan instrumen
menambah ukuran besar ekstraktor vakum lebih rumit
bagian anak yang akan melwati • Ekstraktor vakum lebih sering
jalan lahir) menyebabkan icterus
• Trauma pada kepala janin relatif neonatorum
rendah
349
Seorang pasien wanita bernama Ny. Suriati Purnama berusia
28 tahun G2P1A0 usia kehamilan 32 minggu datang ke klinik
dengan keluhan keluar perdarahan dari jalan lahir beberapa
jam yang lalu. Keluhan nyeri perut disangkal pasien. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/70 mmHg, N 90 x/menit.
Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan darah (+) pada forniz
posterior, ostium tertutup. Apa diagnosis pada pasien ini?
A. Plasenta letak rendah
B. Plasenta letak marginal
C. Solusio plasenta
D. Plasenta previa
E. Plasenta akreta
Analisa Soal
• Pasien hamil 32 minggu datang dengan
perdarahan dari jalan lahir, tidak ada nyeri
perut, pemeriksaan inspekulo darah (+) di
forniks posterior dan ostium tertutup 
mengarahkan pada perdarahan antepartum
ec plasenta previa.
• Solusio plasenta  tidak dipilih karena
biasanya disertai nyeri perut
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

• Etiologi dan Faktor Risiko


– Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
• Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara,
primigravida tua, bekas SC, bekas
operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI
Letak plasenta normal Plasenta let. rendah Plasenta previa lateralis Plasenta previa totalis
Plasenta Previa
• Gejala dan Tanda
• Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang
• Darah: merah segar
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan
kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin
(Winkjosastro, 2002).
• Pemeriksaan
• Risiko plasenta akreta >> pada
kehamilan dengan plasenta
previa
• USG: >> lakuna plasenta pada 15-
20 minggu  gambaran moth-
eaten atau swiss cheese = plasenta
akreta
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
Plasenta
Plasenta Previa: Tatalaksana
Previa: Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat Waktu menuju 37 minggu


masih lama  rawat jalan
usia kehamilan  kembali ke RS jika
terjadi perdarahan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Tatalaksana Plasenta Previa
Tatalaksana Umum
• PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea.
Pemerik¬saan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk
menentukan sumber perdarahan.
• Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
• Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
• Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan
• Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif
350
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Tuniah Absiayhti berusia 40
tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan keluar bercak darah
kemerahan dari vagina sejak satu bulan yang lalu. Pasien mengeluh
berdarah saat melakukan hubungan seksual. Pasien memiliki tiga anak
dan yang terkecil usia empat tahun. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital
dalam batas normal. Pemeriksaan genital terdapat massa 2 cm di
serviks dengan permukaan erosi, nyeri, cairan vagina berbau disertai
darah. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut?
A. Marsupialisasi
B. Pap smear
C. Biopsi
D. Pemberian obat
E. Insisi dan eksisi
Analisa Soal
• Pasien datang dengan keluhan perdarahan usai
berhubungan seksual, ditemukan massa di serviks,
permukaan erosi, nyeri, cairan vagina berbau disertai
darah mengarahkan pada adanya keganasan di serviks.
• Dengan demikian pemeriksaan yang tepat adalah
biopsi. Cone biopsi juga berfungsi sebagai terapeutik,
selain sebagai diagnostik.
• Marsupialisasi  salah satu pilihan tatalaksana untuk
kista bartholin
• Pap smear  metode deteksi lesi pra kanker, tidak
digunakan pada kasus ini karena sudah ada gejala dan
tampak lesi massa di serviks.
Kanker Serviks
• Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
• Perubahan sel dari normal  • HPV (faktor utama) 50% oleh
pre kanker (displasia)  HPV 16 & 18
kanker • Multipartner
• Insidens : usia 40-60 tahun • Merokok
• Riwayat penyakit menular
seksual
• Berhubungan seks pertama
pada usia muda
• Kontrasepsi oral
• Multiparitas
• Status ekonomi sosial rendah
• Riwayat Keluarga
• Imunosupresi
• Defisiensi nutrien dan vitamin
Etiologi
HPV
(Human Papilloma Virus)
Terutama tipe risiko tinggi
memiliki kemampuan
untuk menonatifkan p53
dan pRb epitel serviks
berperan sebagai
penghambat
kelangsungan siklus sel.
Kanker Serviks: Tanda dan Gejala

• Perdarahan pervaginam
• Perdarahan menstruasi lebih lama dan lebih banyak
dari biasanya
• Perdarahan post menopause atau keputihan >>
• Perdarahan post koitus
• Nyeri saat berhubungan
• Keputihan (terutama berbau busuk + darah)
• Massa pada serviks, mudah berdarah
• Nyeri pada panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan
berkemih, nyeri pada kandung kemih dan rektum

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks: Diagnostik

• Diagnostik
– Pelayanan primer: anamnesis dan pemeriksaan
fisik
– Pelayanan Sekunder: kuret endoserviks,
sistoskopi, IVP, foto toraks dan tulang, konisasi,
amputasi serviks
– Pelayanan Tersier: Proktoskopi

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Pemeriksaan
• Biopsi Cone
Prosedur diagnostik dan terapeutik
Pemeriksaan
• HPV DNA testing
 Meningkatkan sensitifitas hingga 96% bersama
dengan Pap Smear.
 HPV tidak dapat dikultur di laboratorium sehingga
digunakan teknologi molekuler untuk mendeteksi
DNA HPV dari sampel servikal, misalnya, dengan PCR.
Tatalaksana Lesi Prakanker
• Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan,
sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang
ada.
• Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat
dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA.
• Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau
see and treat program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka
selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh
dokter umum atau bidan yang sudah terlatih.
• Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal
direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan
kolposkopi.
• Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter
Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ)
untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik.
351
Seorang pasien wanita bernama Ny. Rutina Enisha berusia 25
tahun datang dengan keluhan benjolan pada payudara kanan
yang mulai dirasakan sejak satu tahun yang lalu. Pasien belum
menikah, riwayat menyusui (-). Pada pemeriksaan fisik TD
120/70 mmHg, N 80 x/menit, S 360C. Pemeriksaan lokalis
didapatkan benjolan ukuran 2 cm, berbatas tegas, mobile,
tanda peradangan (-), pembesaran KGB axilla (-). Pemeriksaan
penunjang untuk diagnosis kondisi ini adalah:
A. Mamografi
B. USG Payudara
C. Tomografi
D. CT Scan
E. Rontgen
Analisa Soal
• Keluhan pasien 25 tahun, benjolan di payudara
kanan sejak setahun lalu, pemeriksaan lokal
benjolan 2 cm, batas tegas, mobile, tanpa tanda
peradangan dan pembesaran KGB mengarahkan
pada diagnosis fibroadenoma mammae (FAM).
• Pemeriksaan untuk kondisi ini adalah USG
payudara untuk membedakan massa solid dan
kistik.
• Mamografi digunakan untuk skrining pada pasien
yang asimtomatik, terutama untuk pasien diatas
35 tahun.
The Breast
Tumors Onset Feature
Breast cancer 30-menopause Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma < 30 years They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic 20 to 40 years lumps in both breasts that increase in size and
mammae tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge
Mastitis 18-50 years Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides 30-55 years intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Tumors smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
Duct Papilloma 45-50 years occurs mainly in large ducts, present with a serous or
bloody nipple discharge
Pemeriksaan Radiologis Payudara
• USG Mamae
– Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
– Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
– Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi ‘ dense’ breast
Mammography
• Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang
asimptomatik
• Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang
asimtomatik dan memiliki resiko tinggi terkena kanker
payudara :
– Wanita yang memiliki saudara dengan kanker payudara
yang terdiagnosis premenopaus
– Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko
ganas pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal
hyperplasia
• Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih yang
simptomatik dengan adanya massa pada payudara
atau gejala klinis kanker payudara yang lain

www.rad.washington.edu
• Treatment FAM:
– Watchfull waiting
– Traditional open excisional biopsy
• Biopsy
– Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk
diperiksa
– Untuk menentukan adanya suatu penyakit
352
Seorang pasien wanita bernama Ny. Stefie Galmora berusia 27
tahun datang di antar suaminya. Pasien post melahirkan
secara spontan di dukun dua jam sebelumnya. Setelah bayi
keluar plasenta dikeluarkan dengan cara ditarik kencang,
perdarahan dari jalan lahir terus menerus, lalu pasien pingsan.
Pemeriksaan fisik TD 90/60 mmHg, N 110 x/menit, P 18
x/menit, S 350C. Pemeriksaan TFU teraba 2 jari bawah pusat,
kontraksi uterus hilang timbul. Diagnosis kondisi ini adalah…
A. Retensio plasenta
B. Inversio uteri
C. Atonia uteri
D. Robekan jalan lahir
E. Sisa plasenta
Analisa Soal
• Pasien mengalami perdarahan post partum setelah
sebelumnya plasenta dilahirkan dengan cara ditarik
kencang. Pemeriksaan terdapat tanda syok, TFU teraba 2
jari bawah pusat dengan kontraksi uterus hilang timbul.
Kemungkinan penyebab perdarahan pada pasien adalah
adanya sisa plasenta.
• Retensio plasenta merupakan kondisi dimana plasenta
tidak lahir, tidak tepat untuk kasus di soal karena plasenta
sudah dilahirkan.
• Inversio uteri tidak dipilih karena pada soal uterus masih
teraba, sementara pada inversio uteri tidak teraba.
• Atonia uteri juga tidak tepat karena TFU sudah dua jari di
bawah pusat menandakan uterus mengaami kontraksi yang
membuat proses involusi terjadi.
• Robekan jalan lahir tidak dipilih karena tidak ada
keterangan mengenai robekan pada soal.
Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri • Palpasi uterus


– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
• Trauma – trauma traktus • Memeriksa plasenta dan ketuban:
– lengkap atau tidak.
genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
• Tissue (jaringan)- retensi – Robekan rahim.
plasenta – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo :
– untuk melihat robekan pada serviks,
• Thrombin – koagulopati vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
• Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

• Perdarahan segera • Pucat Robekan jalan


• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • Lemah lahir
lahir • Menggigil
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap

• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan

• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat

• Sub-involusi uterus • Anemia Perdarahan


• Nyeri tekan perut bawah • Demam terlambat
• Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

• Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / • Syok Robekan dinding


atau pervaginam • Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
• Nyeri perut berat atau akut abdomen • Denyut nadi ibu cepat uteri
353
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Belagio Luvita
berusia 20 tahun G1P0A0 usia kehamilan 24 minggu. Pasien
mengaku rutin pemeriksaan kehamilan di bidan. Saat ini
pasien tidak ada keluhan apapun. Pemeriksaan fisik TD 140/80
mmHg, N 90 x/menit, P 18 x/menit., S 360C. DJJ 138 x/menit.
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan di sangkal.
Bagaimana penanganan pasien ini?
A. Segera lahirkan bayi
B. MgSO4 dan segera lahirkan bayi
C. Pemberian MgSO4
D. Edukasi tentang makanan, istirahat.
E. Berikan antihipertensi
Analisa Soal
• Pasien hamil 24 minggu datang untuk kontrol, tekanan
darah 140/80 mmHg. Karena tidak ada keterangan
proteinuria dan tidak ada riwayat hipertensi sebelum
kehamilan, maka pasien dapat dikatakan mengalami
hipertensi dalam kehamilan.
• Pada pasien hipertensi dalam kehamilan (hipertensi
gestasional), tatalaksana umum adalah memantau
tekanan darah, urin, dan kondisi janin setiap minggu.
• Oleh karena itu pilihan jawaban yang tepat adalah D,
edukasi tentang makanan dan istirahat.
• Antihipertensi tidak diberikan rutin pada hipertensi
gestasional, kecuali bila tekanan darah semakin
meningkat dan menunjukkan tanda preeklampsia.
maka tidak dipilih jawaban E.
Hipertensi dalam kehamilan
Definisi
- Tekanan darah sistolik ≥140 atau
tekanan darah diastolic ≥ 90
mmHg
- Pada 2 kali pemeriksaan dengan
jarak 4-6 jam
Faktor predisposisi hamil
- Hidroamnion - Kehamilan
- DM pertama
- Gangguan vaskuler - Kehamilan dengan
plasenta vili korionik tinggi
(kembar atau
- Faktor herediter mola)
- Riwayat - Memiliki penyakit
preeklampsia KV sebelumnya
sebelumnya
- Obesitas sebelum
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan WHO, 2013
Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.
Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• PreEklampsia
• PreEklampsia Berat
• Superimposed PreEklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
- Tekanan darah sistolik ≥140 atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali
normal <12 minggu pasca salin
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Tidak ada gangguan organ
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan,
diberikan antihipertensi
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
354
Seorang pasien wanita bernama Ny. Maxima Wimbeldon berusia 28
tahun G1P0A0 usia kehamilan 39 minggu datang dengan keluhan nyeri
perut bawah sejak beberapa jam yang lalu. Keluhan tersebut disertai
keluarnya darah bercampur lendir. Pemeriksaan fisik TD 120/80 mmHg,
N 80 x/menit. TFU 37 cm, letak kepala, DJJ 144 x/menit, his 3x/10
menit selama 40 detik. Pembukaan 3 cm, effacement 75%, presentasi
kepala anterior. Setelah 3 kali evaluasi selama 24 jam tidak ada
kemajuan persalinan. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Fase laten memanjang
B. Fase aktif memanjang
C. Kala I fase laten
D. Kala I fase aktif
E. Kala II
Analisa Soal
• Pasien hamil aterm dalam kondisi in partu
dengan pembukaan 3 cm, his 3x/10 menit
selama 40 detik, effacement 75%  kala I
fase laten.
• Setelah 3 kali evaluasi dalam 24 jam tidak ada
kemajuan persalinan, menandakan adanya
fase laten yang memanjang sehingga jawaban
yang tepat adalah opsi A.
• Masalah kala I:
– Gangguan His/ Power:  Masalah kala III:
• Inersia uteri  persalinan  Retensio Plasenta
lama
• Kontraksi uterus hipertonik
• Inkoordinasi kontraksi uterus
– Gangguan Passage
• Disproprosi kepala-panggul
– Gangguan Passenger  Masalah kala IV:
• Malposisi, malpresentasi  Perdarahan Post Partum
• Disproporsi kepala-panggul  Atonia uteri (Tone)
 Robekan (Tissue)
 Masalah kala II:  Jaringan (Tissue)
 Distosia Bahu  Faktor koagulasi
 Kala II lama (thrombin)
Persalinan Lama
• Waktu persalinan memanjang karena
kemajuan persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase


kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:
– Distosia pada kala I fase aktif: grafik
pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis
bertindak/ sudah memotong garis
bertindak, ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang:
Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1
jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2
jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio sesarea.
b. Tatalaksana Khusus
– Tentukan penyebab persalinan lama.
• Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap
kontraksinya <40 detik)
• Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar
• Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir
• Gabungan dari faktor-faktor di atas
– Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi.
– Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk gangguan Passenger
dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi
persalinan
– Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio sesarea.
– Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24
jam) jika ditemukan:
• Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), ATAU
• Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU
• Usia kehamilan <37 minggu
355
Seorang wanita bernama Ny. Kerziana berusia 26 tahun
P1A0 pasca melahirkan 5 hari yang lalu. Pasien mengeluh
tidak dapat menyusui bayinya karena putting pada
payudara tertarik ke dalam. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan inverted nipple (+), teraba nyeri, tidak dapat
dikeluarkan saat pemeriksaan, payudara bengkak dan
kemerahan. Grade pasien ini adalah:
A. Grade 1
B. Grade 2
C. Grade 3
D. Grade 4
E. Grade 5
Analisa Soal
• Pasien post partum tidak dapat menyusui bayinya
karena puting tertarik ke dalam  inverted nipple.
• Pada pemeriksaan fisik: puting tidak dapat dikeluarkan
saat pemeriksaa  sesuai dengan grade 3.
• Grade 1  dapat dikeluarkan dengan mudah dengan
tekanan jari di sekitar areola dan terkadang dapat
keluar dengan sendirinya.
• Grade 2  dapat dikeluarkan dengan tekanan jari,
tetapi masuk kembali setelah tekanan di lepar.
Gangguan Proses Menyusui:
Inverted Nipple
• Etiologi: kongenital
(pendeknya duktus
laktiferus)

• Terapi:
– Massage dengan minyak
zaitun
– Tarik perlahan dan jepit
dengan jari selama
beberapa detik atau
menggunakan nipple
retractor
– Menggunakan nipple
shield saaat menyusui
Diagnosis
• Grade 1
– Puting tampak datar atau masuk ke dalam
– Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar areola.
– Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi
– Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.

• Grade 2
– Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan dilepas
– Terdapat kesulitan menyusui.
– Terdapat fibrosis derajat sedang.
– Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan.
– Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot polos.

• Grade 3
– Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan pembedahan untuk
dikeluarkan.
– Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui
– Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan
– Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang parah
356
Seorang wanita berumur 35 tahun bernama Ny. Shotiah
datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 jam yang lalu.
Pasien mengaku terlambat haid dua bulan. Pasien sudah
menikah enam tahun. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum
lemah, TD 80/60 mmHg, nadi 100 x/menit lemah.
Pemeriksaan palpasi bimanual goyang portio nyeri (+).
Pemeriksaan laboratorium Hb 6,8. Diagnosis pasien ini
adalah…
A. Peritonitis difusa
B. Salfingitis
C. Apendisitis perforasi
D. Kehamilan ektopik terganggu
E. PID
Analisa Soal
• Pasien mengaku terlambat haid dua bulan datang dengan
keluhan nyeri perut, tampak lemah, terdapat tanda syok
(penurunan tekanan darah), pemeriksaan palpasi: nyeri
goyang portio (+) dan anemia (Hb 6,8). Adanya nyeri perut
pada pasien terlambat haid, anemia, tanpa perdarahan
jalan lahir yang signifikan disertai nyeri goyang portio,
mengarahkan pada kehamilan ektopik terganggu.
• Peritonitis difusa  demam, nyeri perut, ada gangguan
pencernaan.
• Salfingitis  merupakan bentuk paling sering dari PID,
gejala serupa dengan PID
• Apendisitis perforasi  nyeri perut terutama kanan bawah,
demam, masalah pencernaan (mual, muntah, konstipasi,
diare)
• PID  nyeri perut, nyeri goyang portio, tidak terdapat
terlambat haid.
Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang terjadi
diluar kavum uteri

• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Nyeri goyang porsio
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok dan penurunan
kesadaran
– Kadang disertai febris
Neurologic basis for abdominal pain in
Ectopic Pregnancy
• Pain receptors in the abdomen KET
respond to mechanical and chemical
stimuli.
• Ectopic pregnancies usually occur in Darah mengiritasi
the fallopian tube, but sometimes peritoneum
within the cervical canal or a
cesarean delivery scar.
Saraf simpatis bekerja
• Clinical manifestations are usually
related to free blood in the
peritoneal cavity due to extrauterine
Nyeri
pregnancy rupture or bleeding, and
vary depending upon the location
Neurologic basis for abdominal pain in Ectopic
Pregnancy
• Pain receptors in the abdomen respond to mechanical and chemical
stimuli.
• Stretch is the principal mechanical stimulus involved in visceral
nociception, although distention, contraction, traction,
compression, and torsion are also perceived
• Visceral receptors responsible for these sensations are located on
serosal surfaces, within the mesentery, and within the walls of
hollow viscera.
• Visceral mucosal receptors respond primarily to chemical stimuli,
while other visceral nociceptors respond to chemical or mechanical
stimuli.
• Ectopic pregnancies usually occur in the fallopian tube, but
sometimes within the cervical canal or a cesarean delivery scar.
• Clinical manifestations are usually related to free blood in the
peritoneal cavity due to extrauterine pregnancy rupture or
bleeding, and vary depending upon the location
Implantasi embrio

Memicu inflamasi

Pendesakan jaringan Edema Iritasi peritoneum


sekitar Darah di ruang Merangsang saraf
peritoneal merangsang simpatis
reseptor mekanik
(stretch receptor)
Nyeri Nyeri
Ectopic Pregnancy
• The most common site of ectopic implantation is
the fallopian tube, accounting for approximately
98% of cases.
– Fallopian tube sites include the ampullary, isthmic,
fimbrial, and interstitial portions.
• Additional sites include the cervix, ovary,
cesarean scar, and abdominal cavity.
• Sonographic evidence of an extrauterine
pregnancy is definitive for the diagnosis of an
ectopic pregnancy but occurs in fewer than one-
third of patient
Predileksi

Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod
Health Care, 2011;: 1-10
KET: Kuldosentesis

• Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum

• Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan


tenakulum  jarum 16-18 G dimasukkan lewat
forniks posterior kearah cul-de-sac

• Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau


cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik
KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
• Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
357
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Pekanyah berusia 20 tahun
G1P0A0 usia kehamilan 9 bulan datang ke Puskesmas dengan keluhan
perut kencang-kencang yang semakin lama semakin kuat sejak 8 jam
yang lalu. Air ketuban belum keluar. Pertambahan berat selama hamil
adalah 25 kg. Pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis, TD 110/70
mmHg, N 80x/menit, R 20 x/menit, S 36,50C. Pemeriksaan kehamilan
TFU 41 cm, His 2x/10 menit selama 20 detik. Portio tebal dan lunak,
pembukaan 3 cm hodge I. Apa yang menghambat persalinan pasien
tersebut?
A. Hambatan pengeluaran bahu
B. Hambatan pengeluaran plasenta
C. Hambatan kala 1 persalinan
D. Ancaman kala 3 persalinan
E. Ancaman solusio plasenta
Analisa Soal
• Pasien hamil aterm datang dengan tanda in partu
sejak 8 jam his 2x/10 menit selama 20 detik,
portio tebal dan lunak, pembukaan 3 cm Hodge I.
Selama kehamilan, pasien bertambah berat
badan 25 kg. Kemungkinan pasien ini mengalami
hambatan kala 1 persalinan.
• Opsi A dan B tidak dipilih karena merupakan
masalah pada persalinan kala 2 dan 3, sementara
pasien masih kala 1.
• Opsi D dan E tidak ada istilah ancaman kala 3
atau ancaman solusio plasenta.
Persalinan Lama
• Waktu persalinan memanjang karena
kemajuan persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase


kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:
– Distosia pada kala I fase aktif: grafik
pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis
bertindak/ sudah memotong garis
bertindak, ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang:
Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1
jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2
jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio sesarea.
b. Tatalaksana Khusus
– Tentukan penyebab persalinan lama.
• Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap
kontraksinya <40 detik)
• Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar
• Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir
• Gabungan dari faktor-faktor di atas
– Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi.
– Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk gangguan Passenger
dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi
persalinan
– Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio sesarea.
– Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24
jam) jika ditemukan:
• Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), ATAU
• Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU
• Usia kehamilan <37 minggu
HIS NORMAL
• Selama kehamilan: kontraksi ringan (Braxton-Hicks)
• Kehamilan > 30 minggu: kontraksi lebih sering
• Kehamilan > 36 minggu: kontraksi lebih meningkat dan lebih kuat

• Awal Kala I
– Tiap 10 menit sekali, lama 20-40 detik
• Selama Kala I
– Meningkat 2-4 kali/10 menit, lama 60-90 detik
• Kala II
– 4-5 kali/10 menit, lama 90 detik, disertai periode relaksasi

• Pemantauan Manual
– Pantau his selama 10 menit, telapak tangan ditelakkan di fundus untuk
mengetahui kekuatan dan lama kontraksi
– Pantau DJJ dan lihat tanda-tanda hipoksia
– Lakukan pencatatan pada partograf
358
Seorang pasien wanita bernama Ny. Evina berusia 22 tahun
G1P0A0 usia kehamilan 28 minggu datang untuk pemeriksaan
kehamilan rutin. Saat ini pasien tidak ada keluhan.
Pemeriksaan fisik TD 150/90 mmHg, N 80 x/menit, P 20
x/menit, S 36,80C. Tidak ada riwayat DM maupun hipertensi
sebelumnya. Dokter melakukan pemeriksaan rutin didapatkan
protein urin +2. Apa diagnosis pasien tersebut?
A. Preeklampsia
B. Preeklampsia berat
C. Hipertensi gestasional
D. Hipertensi kronik
E. Superimposed preeklampsia
Analisa Soal
• Pasien hamil 28 minggu tekanan darah 150/90
mmHg, protein urin +2, tanpa ada riwayat
tekanan darah tinggi sebelumnya sehingga tidak
sesuai untuk hipertensi kronik maupun
superimposed preeklampsia.
• Adanya proteinuria menyingkirkan opsi hipertensi
gestasional.
• Pasien belum dapat memenuhi preeklampsia
berat karena tekanan darah <160/110 mmHg
darah sehingga jawaban yang paling tepat adalah
pilihan A yaitu pre eklampsia.
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali
normal <12 minggu pasca salin
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Tidak ada gangguan organ
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Superimposed Preeklamsia

Superimposed preeklampsia
- Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat
usia kandungan <20 minggu disertai dengan kriteria
preeklamsia

Eklampsia
- Kejang umum dan/atau koma
- Ada tanda preeklampsia
- Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti
epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis

Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Preeklampsia
• Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
– 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
– 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
– 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
– 4. Edema Paru

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
– 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Pre Eklampsia Berat
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
• Antihipertensi

• Pertimbangan terminasi kehamilanharus dilahirkan


dalam 12 jam setelah kejang

Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Route of delivery in Severe Preeclampsia

• Preeclampsia with features of severe disease (formerly


called severe preeclampsia) is generally regarded as an
indication for delivery.
• Delivery minimizes the risk of development of serious
maternal and fetal complications, such as
– cerebral hemorrhage,
– hepatic rupture,
– renal failure,
– pulmonary edema,
– seizure,
– bleeding related to thrombocytopenia,
– abruptio placentae, or fetal growth restriction
Route of delivery in Severe Preeclampsia

• The route of delivery is based on standard


obstetrical indications
• Prolonged induction and inductions with a low
likelihood of success are best avoided. For
example,
– cesarean delivery may be recommended for women
with preeclampsia with severe features who are less
than 32 weeks of gestation and have an unfavorable
cervical examination, given the relatively high
frequency of abnormal intrapartum fetal heart rate
tracings and low likelihood of a successful vaginal
delivery (less than 30 percent)
359
Seorang pasien wanita bernama Ny. Pesondra berusia 23
tahun G1P0A0 usia kehamilan 10 minggu datang ke dokter
dengan keluhan menjadi lebih sering buang air kecil. Pasien
mengaku mengalami demam selama beberapa hari terakhir.
Pada pemeriksaan fisik TD 110/70 mmHg, N 80 x/menit, P 18
x/menit, S 37,70C. Dokter melakukan pemeriksaan urin
didapatkan leukosit urin +3. Diagnosis pasien tersebut adalah:
A. Kista Bartholin
B. Bartolinitis
C. Vaginitis
D. Infeksi saluran kemih
E. Vulvitis
Analisa Soal
• Pasien hamil 10 minggu keluhan lebih sering
buang air kecil, demam (+), pemeriksaan urin
leukosit urin +3 mengarahkan pada infeksi
saluran kemih.
• Kista bartholin dan bartolinitis  ditandai
dengan benjolan di bibir vagina.
• Vulvitis dan vaginitis  infeksi vulvovagina,
kemerahan, iritasi, keputihan.
Urinary tract infection in Pregnancy
• Urinary tract infections (UTIs) are common in
pregnant women.
• By convention, UTI is defined either as a
lower tract (acute cystitis) or upper tract
(acute pyelonephritis) infection
• As in nonpregnant women, Escherichia coli is
the predominant uropathogen found in both
asymptomatic bacteriuria and UTI in pregnant
women
Asymptomatic Bacteriuria
• We screen all pregnant women at least once for asymptomatic bacteriuria.
• Screening for asymptomatic bacteriuria is performed at 12 to 16 weeks
gestation with a midstream urine for culture.
• The diagnosis is made by finding high-level bacterial growth (≥105 colony
forming units [cfu]/mL or, for group B Streptococcus, ≥104 cfu/mL) on urine
culture in the absence of symptoms consistent with UTI.
• Management of asymptomatic bacteriuria :
– Antibiotic therapy tailored to culture results, which reduces the risk of
subsequent pyelonephritis and is associated with improved pregnancy
outcomes.
– Following treatment, follow-up cultures are performed to confirm sterilization
of the urine. For those women with persistent bacteriuria, prophylactic or
suppressive antibiotics may be warranted in addition to retreatment.
Acute Cystitis
• Acute cystitis should be suspected in pregnant women who
complain about new onset dysuria, frequency, or urgency.
• The diagnosis is made by finding of bacterial growth on
urine culture in this setting.
• Management of acute cystitis :
– Empiric antibiotic therapy that is subsequently tailored to
culture results.
– Potential options for empiric and directed therapy include beta-
lactams, nitrofurantoin, and fosfomycin (table 1).
– As with asymptomatic bacteriuria, follow-up cultures are
performed to confirm sterilization of the urine. For those
women with persistent bacteriuria or recurrent cystitis,
prophylactic or suppressive antibiotics may be warranted in
addition to retreatment.
Acute pyelonephritis
• Acute pyelonephritis during pregnancy is suggested by the presence of flank
pain, nausea/vomiting, fever (>38ºC), and/or costovertebral angle tenderness, with
or without the typical symptoms of cystitis, and is confirmed by the finding of
bacteriuria in the setting of these symptoms.
• Pregnant women may become quite ill and are at risk for both medical (eg, sepsis,
respiratory failure) and obstetrical complications from pyelonephritis
• Management of acute pyelonephritis :
– hospital admission for parenteral antibiotics, preferably broad spectrum beta-lactams
(table 2).
– Antibiotic therapy can be converted to an oral regimen tailored to the susceptibility
profile of the isolated organism following clinical improvement.
– Oral options are generally limited to beta-lactams or, if in the second
trimester, trimethoprim-sulfamethoxazole. Following the treatment course, suppressive
antibiotics are typically used for the remainder of the pregnancy to prevent recurrence.
• It is generally accepted that penicillins (with or without beta-lactamase inhibitors),
cephalosporins, aztreonam, and fosfomycin are safe in pregnancy. Because of
possible but uncertain associations with adverse birth outcomes, we generally
avoid nitrofurantoin during the first trimester and trimethoprim-
sulfamethoxazole during the first trimester and near term unless no other options
are available.
360
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Tuti Badriah berusia
36 tahun datang dengan keluhan nyeri perut dan anus. Perut
terasa penuh disertai buang air besar cair di sertai darah.
Pasien memiliki riwayat kanker serviks. Enam bulan lalu,
pasien menjalani radioterapi. Pemeriksaan fisik TD 90/60
mmHg, N 110 x/menit, P 18 x/menit. Bagaimana
penatalaksanaan awal non farmakologis dari pasien ini?
A. Pasang NGT
B. Modifikasi diet
C. Transfusi darah
D. Tirah baring
E. Analgetik
Analisa Soal
• Pasien nyeri perut dan anus, buang besar cair
disertai darah, dengan riwayat kanker serviks dan
menjalani radioterapi enam bulan yang lalu 
mengarahkan pada efek samping gastrointestinal
akibat radioterapi tipe late (lambat) karena
terjadi enam bulan pasca radiasi.
• Tatalaksana non farmakologis yang tepat adalah
modifikasi diet, dimana pasien dianjurkan untuk
menghindari makanan berlemak, berbumbu
tajam, dan tinggi serat untuk mengurangi keluhan
beban usus dalam mencerna makanan.
Radiation Therapy Related Toxicity for
Gynecology Malignancies
• Radiation therapy (RT) can be associated with
side effects that can occur at any time during
treatment or even years later.
– Acute toxicities  during or shortly after the
course of treatment.
– Subacute toxicities  manifest 4 to 12 weeks after
RT has been completed.
– Late toxicities  after three months.

https://www.uptodate.com/contents/treatment-related-toxicity-from-the-use-of-radiation-therapy-for-
gynecologic-
malignancies?search=Radiation%20Proctitis&source=search_result&selectedTitle=6~29&usage_type=default&
display_rank=6#H15665245
Radiation Therapy Related Toxicity for
Gynecology Malignancies
• Gastrointestinal toxicity (GI) toxicity  most common
source of side effects.
• Acute radiation injury
– The small bowel is very sensitive to the early effects of RT,
and when it is contained within the RT field, radiation
injury can present acutely as nausea and vomiting
– In general, the symptoms of bowel wall mucosal injury can
include cramping, diarrhea, anorexia, malaise, rectal
discomfort, and tenesmus.
– Acute effects on large bowel can produce fecal urgency,
clustered bowel movements, and tenesmus. Bowel
obstruction, ileus, and GI bleeding are not characteristic of
acute enteropathy, but can be seen as late toxicity.
Radiation Therapy Related Toxicity for
Gynecology Malignancies
• Late GI toxicity  In most cases, there is a latency of
six months to several years until late bowel
complications are observed
• The symptoms of late GI toxicity include:
– Chronic diarrhea
– Malabsorption
– Recurrent bouts of ileus or obstruction
– Proliferative mucosal telangiectasias or ulcerations – The
development of mucosal telangiectasias and/or ulcerations
is related to vascular sclerosis and is most commonly
observed in the rectosigmoid colon (radiation-induced
proctopathy). The signs can include painless
hematochezia, tenesmus, or pain.
Radiation Therapy Related Toxicity for
Gynecology Malignancies
• Treatment of GIT radiation injury  symptomatic
– Proctitis and rectal discomfort often respond to small
enemas with hydrocortisone or cod liver oil, anti-
inflammatory suppositories, and a low-residue diet
with no grease, spices, or insoluble fiber
– Ondansetron
– Antidiarrheal medications
– Sucralfate, mesalazine, and glutamine
– Probiotic
361
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Baniaspati berusia
27 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari vagina.
Cairan tersebut berbau. Pasien juga mengeluh nyeri saat
berhubungan seksual. Riwayat hamil 9 tahun yang lalu dan
saat ini menggunakan AKDR. Pemeriksaan fisik TD 110/70
mmHg, N 80 x/menit, P 18 x/menit. Inspekulo: tampak sekret
berwarna kuning dan berbau. Diagnosisnya adalah…
A. Radang panggul
B. Vaginitis
C. Ca uteri
D. Kista bartolin
E. Vaginismus
Analisa Soal
• Pasien keluar cairan dari vagina dan berbau, nyeri saat
berhubungan seksual, pemeriksaan inspekulo: tampak
sekret berwarna kuning dan berbau  mengarahkan pada
vaginitis. Yang tersering adalah bakterial vaginosis.
• Radang panggul  gejala: nyeri perut bawah, pemeriksaan:
nyeri goyang portio
• Ca uteri  perdarahan di luar siklus menstruasi, tampak
massa di vagina, perut terasa begah.
• Kista bartolin  benjolan di bibir vagina, asimtomatik
• Vaginismus  nyeri saat berhubungan seksual, akibat
kontraksi otot vagina, berhubungan dengan gangguan
psikiatri
Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah
yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab
inflamasi pada vagina

• Etiologi
– Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum , Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella,
Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae

• Gejala klinis
– Keputihan, vagina berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni

• Faktor risiko
– Penggunaan antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda
servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4
kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
– Didapatkan clue cell (sel epitel vagina yang dikelilingi oleh kokobasil)
– pH > 4,5
– Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
– Whiff test + (pemeriksaan KOH 10%
didapatkan fishy odor sebagai akibat dari
pelepasan amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri)
Bakterial Vaginosis: Tatalaksana
• Pada infeksi asimtomatik tidak perlu diberikan terapi
• Pada infeksi simtomatik: antibiotik merupakan pilihan utama
• Pilihan obat:
• Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari
• Metronidazole gel 0.75%, one full applicator (5 g) intravaginally, once a day
for 5 days
• Clindamycin cream 2%, one full applicator (5 g) intravaginally at bedtime
for 7 days
• Alternative regiment
– Tinidazole 2 g orally once daily for 2 days
– Tinidazole 1 g orally once daily for 5 days
– Clindamycin 300 mg orally twice daily for 7 days
– Clindamycin ovules 100 mg intravaginally once at bedtime for 3 days
• Perempuan hamil: 2 x 500 mg selama 7 hari atau 3 x 250 mg selama 7
hari atau Klindamisin 2 x 300 mg selama hari
http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm
Bakterial Vaginosis: Komplikasi
• Komplikasi Umum
– Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis
paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi
paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV
dan IMS lain

• Komplikasi obstetrik
– Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran
prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan
dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)
Bakterial Vaginosis pada Kehamilan:
Komplikasi
• Gejala
– Duh tubuh berbau ikan busuk dan berwarna
keabuan

• Pemeriksaan
– Clue cells, sniff test

• Berhubungan dengan kelahiran preterm dan


infeksi pelviks post partum
362
Sepasang suami istri bernama Tn. Adika dan Ny. Wiranda
masing-masing berusia 30 dan 28 tahun datang ke dokter
untuk berkonsultasi. Pasangan ini ingin memiliki anak kedua.
Sebelumnya pasangan sudah punya 1 anak berusia 12 tahun.
Pasangan ini sudah melakukan hubungan intim rutin, tetapi
belum berhasil. Istri memiliki riwayat memakai IUD selama 3
tahun. Diagnosis yang tepat untuk pasien ini adalah:
A. Infertil primer 9 tahun
B. Infertile primer 12 tahun
C. Infertile sekunder 3 tahun
D. Infertil sekunder 9 tahun
E. Infertil sekunder 12 tahun
Analisa Soal
• Pasangan suami istri datang untuk berkonsultasi
karena ingin memiliki keturunan, setelah
sebelumnya anak pertama berusia 12 tahun.
Pasien ada riwayat menggunakan IUD selama 3
tahun.
• Dengan demikian, pasien ini mengalami
infertilitas sekunder dan karena ada riwayat
pemakaian kontrasepsi selama 3 tahun, sehingga
infertilitas sekundernya berlangsung selama 9
tahun.
Infertilitas
• Infertilitas :
– kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-
kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
• Infertilitas sekunder:
– ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan
kehamilannya.
• Infertilitas idiopatik :
– pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes
ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal
• Fekunditas: kemampuan seorang perempuan untuk hamil.
• Data dari studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang
perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25%
• Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat
dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.
363
Seorang pasien wanita bernama Ny. Adelia Kushandar berusia
25 tahun G1P0A0 usia kehamilan 18 minggu datang ke dokter
diantar suaminya dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir.
Pasien mengaku keluar jaringan seperti daging. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/70 mmHg, N 80 x/menit,
P 18 x/menit. Pemeriksaan speculum: OUE terbuka, darah
mengalir, tampak jaringan sisa. Tatalaksana yang tepat
adalah…
A. Kuretase
B. Observasi
C. Induksi
D. Misoprostol
E. Berikan oksitosin
Analisa Soal
• Pasien hamil 18 minggu dengan perdarahan dari
jalan lahir dan riwayat keluar jaringan seperti
daging  abortus.
• Pemeriksaan tampak OUE terbuka, darah
mengalir, tampak jaringan sisa mengarahkan pada
abortus inkomplit.
• Tatalaksana pada abortus inkomplit adalah AVM
(<16 minggu) atau kuretase. Karena usia
kehamilan pasien adalah 18 minggu maka dipilih
kuretase sebagai tatalaksananya.
Abortus
• Definisi:
– ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
– WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram
Abortus
• Diagnosis  dengan bantuan USG
– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme,
DM), malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol,
faktor immunologis & defek anatomis seperti uterus didelfis,
inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Jenis Abortus
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Tatalaksana Abortus Inkomplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
• Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
– Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang
364
Seorang wanita bernama Ny. Pusdika raya berusia 30 tahun
G1P0A0 usia kehamilan 34 minggu datang dibawa oleh
keluarganya dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak
dua hari yang lalu. Keluhan disertai demam tinggi sejak 1 hari
yang lalu. Perut mulas disangkal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 110/70 mmHg, N 98 x/menit, P 16 x/menit, S
390C. Inspekulo: cairan ketuban (+) berbau busuk. Tatalaksana
untuk kondisi tersebut adalah…
A. Antibiotik saja
B. Antibiotik + terminasi
C. Kortikosteroid
D. Kortikosteroid + terminasi
E. Salbutamol
Analisa Soal
• Pasien hamil 34 minggu datang dengan
keluhan air-air tanpa perut mulas 
mengarahkan pada ketuban pecah dini.
• Satu hari yang lalu, pasien demam tinggi,
cairan ketuban berbau busuk 
korioamnionitis.
• Tatalaksana untuk korioamnionitis adalah
pemberian antibiotik kombinasi (ampisilin
dan gentamisin) dan terminasi kehamilan.
Korioamnionitis
• Etiologi dan Faktor Risiko
– Infeksi ascending dari vagina (IMS, BV)
– serviks pendek
– Persalinan prematur
– Persalinan lama
– Ketuban pecah lama
– Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ulang
– Alkohol
– Rokok
• Gejala dan Tanda
– Demam > 38 C (paling sering), takikardia ibu > 100 bpm, takikardia janin >
160 bpm, cairan ketuban/keputihan purulen atau berbau, nyeri fundus
saat tidak berkontraksi, leukositosis ibu > 15.000
• Bila terdapat 2 atau lebih gejala dan tanda diatas  risiko sepsis
neonatal >>>
http://emedicine.medscape.com/article/973237-medication
Korioamnionitis: Tatalaksana

• Bila diagnosis tegak  pikirkan terminasi


kehamilan

• Antibiotik  terutama yang dapat mencegah


GBS (Guillain-Barre Syndrome)

• Kortikosteroid pada kehamilan < 34 minggu

http://emedicine.medscape.com/article/973237-medication
Tatalaksana

• Rujuk pasien ke rumah sakit.


• Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g I tiap 6 jam
ditambah gentamisin 5 mg/kgBB I setiap 24 jam.
• Terminasi kehamilan. Nilai serviks untuk menentukan cara
persalinan:
– Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
– Jika serviks belum matang: matangkan dengan prostaglandin
dan infus oksitosin, atau lakukan seksio sesarea
• Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika
setelah persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio
sesarea, lanjutkan antibiotika dan tambahkan metronidazol
500 mg IV tiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
365
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Sofyah berusia 32
tahun P2A0 datang dengan keluhan berupa keluar darah dari
jalan lahir. Ibu baru saja melahirkan anak keduanya 2 hari yang
lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan fundus sulit teraba,
tonus uterus tidak ada. Kemudian, pemeriksaan darah
didapatkan Hb 6 g/dL. Apakah pemeriksaan penunjang
selanjutnya yang dapat membantu menegakkan diagnosis
pada pasien tersebut?
A. USG Abdomen
B. Complete blood count
C. Analisis gas darah
D. Hitung jenis leukosit
E. CT Scan
Analisa Soal
• Keluhan pasien adalah keluar darah dari jalan
lahir setelah 2 hari sebelumnya melahirkan, dan
pemeriksaan darah didapatkan Hb 6 g/dL 
anemia ec post partum hemorrhage.
• Pada pemeriksaan fisik, fundus sulit teraba dan
tonus uterus tidak ada, mengarahkan pada
kemungkinan penyebab perdarahan adalah
atonia uteri.
• Untuk menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan USG abdomen.
Perdarahan Postpartum: Atonia Uteri
• Merupakan penyebab tersering PPH

• Faktor Risiko dan Etiologi


– Overdistensi uterus (makrosomia, polihidramnion, gemelli,
bekuan darah dll)
– Kontraksi uterus lemah akibat persalinan lama atau induksi
– Implantasi plasenta di segmen bawah uterus
– Toksin Bakteri (korioamnionitis), hipoksia, atau hipotermia
– Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia
dengan hipotensi)
– Persalinan terlalu cepat
– Riwayat atonia uteri sebelumnya
http://emedicine.medscape.com/article/275038-treatment#d12 | http://patient.info/doctor/postpartum-haemorrhage | Depkes RI. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit

Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
Infus oksitosin dalam NS** • Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
• Hematoma
parametrial
Tidak berhasil • Ruptur uteri
• Inversio uteri
• Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna **Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml
Berhasil Kompresi aorta abdominalis larutan NaCl 0,9%/Ringer
Tekan segmen bawah atau aorta Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.

Terkontrol Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak membaik,
dimulai dari yang konservatif. pilihan tindakan operatif yang dapat dilakukan:
B-Lynch/embolisasi arteri uterina/ Ligasi a. uterina & ovarika/ histerektomi subtotal
Transfusi Rawat & Observasi
Atonia Uteri: Terapi
• Atonia Uteri - Bimanual Massage
366
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Kenanga berusia 25
tahun G1P0A0 usia kehamilan 38 minggu datang dengan
keluhan nyeri kepala dan nyeri ulu hati sejak 3 jam yang lalu.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Saat ini
tekanan darah 180/100 mmHg, N 90 x/menit, P 20 x/menit.
Denyut jantung janin (+) 138 x/menit. His (-). Proteinuria (+).
Diagnosis pasien tersebut adalah…
A. PEB Impending eklampsia
B. PEB
C. Eklampsia
D. PEB dengan edema paru
E. Superimposed PEB
Analisa Soal
• Pasien hamil 38 minggu datang dengan nyeri
kepala dan nyeri ulu hati, ada riwayat
hipertensi sebelumnya  hipertensi kronik.
• Pemeriksaan tekanan darah 180/100 mmHg,
DJJ (+) 138 x/menit, proteinuria (+)  sesuai
dengan superimposed preeklampsia.
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Superimposed Preeklamsia

Superimposed preeklampsia
- Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat
usia kandungan <20 minggu disertai dengan kriteria
preeklamsia

Eklampsia
- Kejang umum dan/atau koma
- Ada tanda preeklampsia
- Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti
epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis

Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
367
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Monalita berusia 40
tahun datang ke dokter dengan keluhan keluar darah saat
berhubungan seksual, ada darah keluar dari vagina di luar
siklus menstruasi. Riwayat melahirkan dua kali, selama ini
metode kontrasepsi yang dilakukan koitus interruptus. Pada
pemeriksaan inspekulo tampak massa bertangkai dari serviks.
Pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis adalah:
A. Pemeriksaan darah
B. LED
C. Kolposkopi
D. Biopsi
E. USG transvaginal
Analisa Soal
• Keluhan pasien adalah keluar darah saat
berhubungan seksual, keluar darah di luar siklus
menstruasi, dan pada pemeriksaan, tampak
massa bertangkai dari serviks.  mengarah pada
polip serviks.
• Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah biopsi.
• Pemeriksaan ini bertujuan untuk menyingkirkan
adanya kemungkinan keganasan.
• Selain sebagai diagnostik, biopsi juga dapat
dilakukan sebagai terapeutik (polipektomi).
Polip Serviks
• Tumor dari endoserviks  tumbuh berlebihan dan
bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh
• Tangkai dapat memanjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus
• Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan
polip mengalami peradangan
dengan metaplasia skuamosa
atau ulserasi dan perdarahan
Polip Serviks
• Etiologi
– Akibat infeksi, inflamasi kronik, respon abnormal terhadap
estrogen, kongesti pembuluh darah di kanal serviks

• Gejala dan Tanda


– Perdarahan abnormal (biasanya spotting) saat: antara periode
menstruasi, setelah menopause, setelah hubungan seksual,
setelah douching
– Polip dapat terinfeksi  keputihan dengan mukus
putih/kekuningan

• Terapi
– Tidak perlu dibuang kecuali berdarah, sangat besar, atau
berbentuk tidak biasajaringan yang diambil dilakukan
pemeriksaan histopatologi (biopsy)
– Dipotong oleh forsep khusus lalu hentikan perdarahan
(ekstirpasi massa)
http://www.webmd.com/women/tc/cervical-polyps-topic-overview
368
Seorang wanita bernama Ny. Anisa Subrandito berusia 25
tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri perut bawah
disertai keluar sekret kuning kental dan berbau sejak 3 hari
yang lalu. Pasien sudah menikah tetapi belum memiliki
keturunan. Pada pemeriksaan ginekologi didapatkan sekret
mukopurulen dan bau disertai dengan tanda chandelier (+).
Plano test (-). Diagnosis pasien tersebut adalah:
A. Kehamilan ektopik
B. Salpingitis akut
C. Mioma uteri
D. Ruptur uteri
E. Ca serviks
Analisa Soal
• Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah,
keluar sekret kuning kental dan berbau, pada
pemeriksaan ginekologi didapatkan sekret
mukopurulen dan bau disertai dengan tanda chandelier
(+)  mengarahkan pada salpingitis akut
• Chandelier sign  salah satu tanda patognomonik
untuk PID dimana pasien mengalami nyeri hebat ketika
dilakukan pemeriksaan bimanual hingga melakukan
gerakan tangan ke atas seperti menggapai lampu
(chandelier).
• Tanda ini merupakan gejala klinis, tidak ditemukan
dalam USG.
• Kehamilan ektopik  tidak dipilih karena plano test (-).
Analisa Soal
• Mioma uteri  perdarahan banyak dan lama
selama masa haid ataupun di luar masa haid.
• Ruptur uteri  pasien kesakitan, kontraksi
uterus hilang, dan ligamentum rotundum
teraba seperti kawat listrik.
• Ca serviks  perdarahan dari jalan lahir saat
berhubungan seksual, perdarahan di luar
siklus menstruasi. s
PELVIC INFLAMMATORY DISEASE
• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012


Salphingitis
• Inflamasi pada tuba fallopi

• Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering
dari PID

• Faktor Risiko
– Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C)
– Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard

• Gejala dan Tanda


– Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah,
nyeri goyang serviks

• Diagnosis
• Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks
• Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti
keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

• Terapi
– Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin)
– Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral
– Operatif bila antibiotik gagal

http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
USG pada PID
• USG banyak dilakukan untuk evaluasi PID. Gambaran
PID pada pemeriksaan USG adalah: tuba falopii yang
menebal, terisi cairan, dan gambaran seperti roda gigi
(cogwheel sign).
• Pada pasien dengan endometritis, USG akan
menunjukkan gambaran cairan atau gas dalam ruang
endometrium, penebalan yang heterogen, atau garis
endometrium yang samar, namun penemuan ini pun
tidak konsisten.
• Bila terjadi abses tubo-ovarium, akan tampak
kumpulan kistik multilocular berdinding tebal, disertai
multiple fluid levels.
PID: Pengobatan
• Harus berspektrum luas
• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:


 Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
 Pasien hamil
 Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
 Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
 Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
 Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
369
Seorang pasien bernama Ny. Imprisan berusia 28 tahun
G2P1A0 hamil 28 minggu datang dengan keluhan gatal dan
keputihan. Pemeriksaan fisik ditemukan TD 110/80 mmHg, N
80 x/menit, P 18 x/menit. Pemeriksaan kulit sekitar vagina
tampak erithem, pada liang vagina keluar cairan putih yang
menggumpal seperti susu. Apa kemungkinan organisme
penyebab penyakit pada pasien tersebut?
A. Hemophillus ducreyi
B. Gardnerella vaginalis
C. Candida albicans
D. Neisseria gonorrhoeae
E. Trichomonas vaginalis
Analisa Soal
• Pasien hamil 28 minggu datang dengan keluhan gatal
dan keputihan, tampak eritem, keluar cairan putih yang
menggumpal seperti susu mengarahkan pada
candidiasis dan penyebabnya adalah Candida albicans.
• Hemophillus ducreyi  penyebab ulkus mole, ulkus di
kemaluan yang kotor dan terasa nyeri
• Gardnerella vaginalis  penyebab bakterial vaginosis,
keputihan keabuan, bau amis
• Neisseria gonorrhoeae  penyebab gonore, keputihan
atau asimtomatik
• Trichomonas vaginalis  keputihan kuning hijau,
berbusa, bau tidak enak, strawberry cervix.
Kandidiasis vaginalis
• Kandidiasis adalah infeksi pada vagina
yang disebabkan oleh jamur Candida sp.
• Diagnosis:
– Duh tubuh vagina putih kental dan
bergumpal, tidak berbau
– Rasa gatal
– Disuria/nyeri berkemih
– Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
KOH 10% untuk melihat pseudohifa dan
miselium
• Faktor predisposisi
– Penggunaan antibiotik spektrum luas,
peningkatan kadar estrogen, diabetes
melitus, HIV/AIDS, imunokompromais.
• Mikroskopik:
– Sel berbentuk panjang-panjang 
pseudohifa
– Sel-sel bulat/oval  yeast-like cells
– Terdapat blastospora
Kandidiasis Vaginalis: Terapi (PPK
Perdoski 2017)
• Klotrimazol 500 mg, intravagina dosis tunggal (A, 1)
• Klotrimazol 200 mg, intravagina selama 3 hari (A, 1)
• Nistatin 100.000 IU intravagina selama 7 hari
• Flukonazol*** 150 mg, per oral, dosis tunggal (Tidak boleh untuk ibu hamil)
• Itrakonazol*** 2x200 mg per oral selama 1 hari (Tidak boleh untuk ibu hamil)
• Itrakonazol*** 1x200 mg/hari per oral selama 3 hari (Tidak boleh untuk ibu
hamil)
• CDC: Mikonazol 100 mg, intravaginal, selama 7 hari
• CDC: Mikonazol 200 mg intravaginal selama 3 hari
• Catatan:
– Wanita hamil sebaiknya tidak diberikan obat sistemik
Diagnosis Banding

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Terapi

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
370
Seorang pasien perempuan bernama Ibu Sandra berusia 55
tahun P5A1 datang dengan keluhan keluar benjolan dari jalan
lahir. Benjolan semakin lama semakin besar, awalnya masih
dapat masuk dan dimasukkan dengan jari, tetapi Sekarang
sudah berada di luar. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80
mmHg, N 80 x/menit, P 16 x/menit. Apa mekanisme yang
menyebabkan benjolan tersebut adalah…
A. Kelemahan ligamentum sakrouteri
B. Kelemahan ligamentum rotundum
C. Kelemahan otot dasar panggul
D. Usia tua
E. Multipara
Analisa Soal
• Keluhan keluar benjolan dari jalan lahir, benjolan
makin lama makin besar, awalnya masih dapat
masuk dan dimasukkan dengan jari, tetapi
sekarang sudah berada di luar  mengarahkan
pada prolaps organ pelvic (POP).
• Multiparitas menjadi salah satu faktor risiko
kondisi ini.
• POP pada pasien ini belum dapat ditentukan
apakah kompartemen anterior atau posterior,
maka mekanisme yang menyebabkan benjolan
tersebut adalah kelemahan otot dasar panggul.
Pelvic organ prolapse (POP)
• The herniation of the pelvic organs to or beyond the vaginal walls. Commonly used
terms to describe specific sites of female genital prolapse include:
• Anterior compartment prolapse – Hernia of anterior vaginal wall often associated
with descent of the bladder (cystocele)
• Posterior compartment prolapse – Hernia of the posterior vaginal segment often
associated with descent of the rectum (rectocele)
• Enterocele – Hernia of the intestines to or through the vaginal wall.
• Apical compartment prolapse (uterine prolapse, vaginal vault prolapse) – Descent
of the apex of the vagina into the lower vagina, to the hymen, or beyond the
vaginal introitus
– The apex can be either the uterus and cervix, cervix alone, or vaginal vault,
depending upon whether the woman has undergone hysterectomy. Apical
prolapse is often associated with enterocele.
• Uterine procidentia — Hernia of all three compartments through the vaginal
introitus.

• The terms anterior vaginal wall prolapse and posterior vaginal wall prolapse are
preferred to cystocele and rectocele because vaginal topography does not reliably
predict the location of the associated viscera in POP
POP
• Risk Factor :
– Advance age
– Parity
– Obesity
– Hysterectomy
– Family history
– Race and ethnicity
Cystocele
Symptoms
• In mild cases of anterior prolapse, you may not notice any
signs or symptoms. When signs and symptoms occur, they
may include:
• A feeling of fullness or pressure in your pelvis and vagina
• Increased discomfort when you strain, cough, bear down or
lift
• A feeling that you haven't completely emptied your bladder
after urinating
• Repeated bladder infections
• Pain or urinary leakage during sexual intercourse
• In severe cases, a bulge of tissue that protrudes through your
vaginal opening and may feel like sitting on an egg
Prolaps Uteri
Definisi
• Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya

• Insidens: meningkat dengan bertambahnya usia

Gejala dan Tanda


• Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari
vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai
hidronefrosis
• Sitokel (BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, stres inkontinensia), rektokel
(konstipasi), koitus terganggu, leukorea (ec jongesti daerah serviks), luka
gesek pada portio, enterokel (rasa berat dan penuh pada panggul),
servisitis (bisa menyebabkan infertilitas), menoragia ec bendungan

Komplikasi
• Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
Classification of
Genitourinary Prolapse
• The Pelvic Organ Prolapse Quantification
(POPQ)by The international continence society. It
is based on the position of the most distal portion
of the prolapse during straining
– Stage O: no prolapse
– Satge 1 : more than 1 cm above the hymen
– Stage 2 : witihin 1 cm proximal or distal to the plane
of the hymen
– Stage 3 : more than 1 cm below the plane of the
hymen but protrudes no further than 2 cm less than
the total length of vagina
– Stage 4: there is complete eversion of the vagina
• Baden Walker or Beecham classification
systems:
– 1st degre : cervix is visible when the perineum is
depressed – prolapse is contained within the
vagina
– 2nd degree: cervix prolapsed through the introitus
with the fundus remaining in the pelvis
– 3rd degree: procidentia (complete prolaps)- entire
uterus is outside the introitus
Treatment
• Treatment is indicated for women with symptoms of
prolapse or associated conditions (urinary, bowel, or
sexual dysfunction).
• Obstructed urination or defecation or hydronephrosis
from chronic ureteral kinking are all indications for
treatment, regardless of degree of prolapse .
• Treatment is generally not indicated for women with
asymptomatic prolapse
• Treatment is individualized according to each patient’s
symptoms and their impact on her quality of life
• Women with symptomatic prolapse can be managed expectantly,
or treated with conservative or surgical therapy.
• Both conservative and surgical treatment options should be
offered. There are no high quality data comparing these two
approaches.
1. Expectant management — Expectant management is a viable
option for women who can tolerate their symptoms and prefer to
avoid treatment.
2. Conservative management — Conservative therapy is the first
line option for all women with POP, since surgical treatment incurs
the risk of complications and recurrence:
– Pessarium, pelvic floor muscle excercise, esterogen therapy
3. Surgical treatment — Surgical candidates include women with
symptomatic prolapse who have failed or declined conservative
management of their prolapse. There are numerous surgeries for
prolapse including vaginal and abdominal approaches with and
without graft materials
371
Seorang pasien wanita bernama Ny. Subradiah berusia 55
tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak lima hari
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 100/70
mmHg, N 80 x/menit, P 22 x/menit. Pemeriksaan paru
didapatkan ronkhi basah di basal paru. Sebelumnya
pasien sudah pernah terdiagnosis penyakit kista ovari.
Apa diagnosis yang paling mungkin pada pasien tersebut?
A. Kartagener syndrome
B. Meigs syndrome
C. Efusi pleura
D. Pseudo-Meigs syndrome
E. Alport syndrome
Analisa Soal
• Pasien dengan riwayat kista ovarium datang dengan
keluhan sesak napas, ronkhi basah di basal paru 
mengarah pada meigs syndrome karena memenuhi
sebagian dari trias meigs syndrome yakni tumor jinak
ovarium, efusi pleura, dan asites.
• Kartagener syndrome  sindrom yang ditandai dengan
diskinesia siliar primer dan situs invertus totalis.
• Pseudo-meigs syndrome  gejala menyerupai meigs
syndrome, tetapi disebabkan oleh tumor organ pelvic selain
ovarium, umumnya berhubungan dengan keganasan di
gastrointestinal
• Alport syndrome  kelainan genetik yang meliputi
penyakit ginjal, tuli, dan kelainan mata.
Meigs Syndrome
• Trias dari tumor jinak ovarium, efusi pleura, dan asites yang akan
mereda setelah tumor diangkat

• Etiologi paling sering adalah fibroma ovarium, tumor Brenner


(neoplasma epitelial dan stroma jinak), dan tumor sel granulosa

• Gejala klinis yang sering didapatkan adalah kelelahan, sesak napas,


adanya massa abdomen-pelvis, perubahan berat badan, batuk tidak
produktif, kembung, amenore pada usia premenopause, dan
menstruasi tidak teratur

• Pemeriksaan fisis didapatkan adanya massa pelvis disertai tanda


efusi pleura dan asites
Meigs Syndrome: Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium: darah lengkap,
serum elektrolit, fungsi ginjal,
fungsi hati, fungsi koagulasi,
Ca125

• Imaging: CT-scan abdomen


dan thorax, foto rontgen
thorax, parasentensis cairan
asites

• Terapi: Bedah, suportif

http://emedicine.medscape.com/article/255450
372
Seorang pasien wanita bernama Ny. Ella Badriah berusia 25
tahun G1P0A) usia kehamilan 37 minggu datang dibawa oleh
keluarganya dengan keluhan kencang-kencang di perut sejak
satu hari sebelumnya. Kencang-kencang tersebut terasa
teratur dan semakin sering. Pemeriksaan fisik TD 170/100
mmHg, N 90 x/menit, P 20 x/menit. Dokter melakukan
pemeriksaan urin hasilnya proteinuria ++. Pengobatan yang
diberikan adalah…
A. MgSO4 4 gram
B. MgSO4 6 gram
C. MgSO4 8 gram
D. MgSO4 20 gram
E. MgSO4 22 gram
Analisa Soal
• Pasien mengalami pre eklampsia berat atas
dasar adanya peningkatan tekanan darah
(170/100 mmHg) di kehamilan 37 minggu dan
disertai proteinuria. Pasien juga mengeluh
kencang-kencang di perut satu hari
sebelumnya.
• Tatalaksana yang tepat untuk kondisi ini
adalah pemberian MgSO4 4 g sebagai dosis
awal.
Preeklampsia
• Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
– 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
– 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
– 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
– 4. Edema Paru

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
– 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Pre Eklampsia Berat
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
373
Seorang pasien perempuan berusia 38 tahun datang
dengan keluhan perut bawah terasa penuh. Keluhan
muncul setelah melahirkan setahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, N 80
x/menit, P 14 x/menit. Pemeriksaan USG ditemukan
penonjolan serviks ke anterior. Diagnosis yang paling
mungkin dari kondisi tersebut adalah…
A. Fistula rektovagina
B. Inkontinensia alvi
C. Prolaps uteri
D. Rektokel
E. Sistokel
Analisa Soal
• Pasien datang dengan perut bawah terasa penuh, setelah
melahirkan setahun yang lalu. Pemeriksaan USG tampak
penonjolan serviks ke anterior  mengarahkan pada
prolaps uteri.
• Fistula rektovagina  adanya saluran antara rektum dan
vagina, feses keluar dari vagina.
• Inkontinensia alvi  tidak dipilih karena tidak ada gejala
yang menunjukkan adanya masalah buang air besar
• Rektokel  tidak dipilih, karena biasanya gejalanya berupa
sulit BAB disertai benjolan di kemaluannya dan ada
posterior bulging yang saat ditekan keluar feses dari anus
• Sistokel  tidak dipilih, karena gejala berupa keluhan
buang air kecil dan infeksi saluran kemih berulang.
Prolaps Uteri
Definisi
• Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya

• Insidens: meningkat dengan bertambahnya usia

Gejala dan Tanda


• Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari
vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai
hidronefrosis
• Sitokel (BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, stres inkontinensia), rektokel
(konstipasi), koitus terganggu, leukorea (ec jongesti daerah serviks), luka
gesek pada portio, enterokel (rasa berat dan penuh pada panggul),
servisitis (bisa menyebabkan infertilitas), menoragia ec bendungan

Komplikasi
• Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
Classification of
Genitourinary Prolapse
• The Pelvic Organ Prolapse Quantification
(POPQ)by The international continence society. It
is based on the position of the most distal portion
of the prolapse during straining
– Stage O: no prolapse
– Satge 1 : more than 1 cm above the hymen
– Stage 2 : witihin 1 cm proximal or distal to the plane
of the hymen
– Stage 3 : more than 1 cm below the plane of the
hymen but protrudes no further than 2 cm less than
the total length of vagina
– Stage 4: there is complete eversion of the vagina
• Baden Walker or Beecham classification
systems:
– 1st degre : cervix is visible when the perineum is
depressed – prolapse is contained within the
vagina
– 2nd degree: cervix prolapsed through the introitus
with the fundus remaining in the pelvis
– 3rd degree: procidentia (complete prolaps)- entire
uterus is outside the introitus
Treatment
• Treatment is indicated for women with symptoms of
prolapse or associated conditions (urinary, bowel, or
sexual dysfunction).
• Obstructed urination or defecation or hydronephrosis
from chronic ureteral kinking are all indications for
treatment, regardless of degree of prolapse .
• Treatment is generally not indicated for women with
asymptomatic prolapse
• Treatment is individualized according to each patient’s
symptoms and their impact on her quality of life
• Women with symptomatic prolapse can be managed expectantly,
or treated with conservative or surgical therapy.
• Both conservative and surgical treatment options should be
offered. There are no high quality data comparing these two
approaches.
1. Expectant management — Expectant management is a viable
option for women who can tolerate their symptoms and prefer to
avoid treatment.
2. Conservative management — Conservative therapy is the first
line option for all women with POP, since surgical treatment incurs
the risk of complications and recurrence:
– Pessarium, pelvic floor muscle excercise, esterogen therapy
3. Surgical treatment — Surgical candidates include women with
symptomatic prolapse who have failed or declined conservative
management of their prolapse. There are numerous surgeries for
prolapse including vaginal and abdominal approaches with and
without graft materials
374
Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun P2A0 datang
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir setelah 7 hari
post melahirkan di tolong oleh bidan. Pemeriksaan tanda
vital dalam batas normal. Pemeriksaan lokalis abdomen
cembung, fundus uteri tidak dapat dinilai, kontraksi
uterus tidak teraba, robekan perineum grade I. Kondisi
klinis pada pasien adalah:
A. Pengecilan uteri sesuai usia
B. Atonia uteri
C. Subinvolusional uteri
D. Perdarahan post partum lambat
E. Prolaps uteri
Analisa Soal
• Pasien mengalami late post partum hemorrhage
atas dasar adanya keluhan keluar darah dari jalan
lahir setelah 7 hari persalinan. Pada pemeriksaan
fundus uteri tidak dapat dinilai, kontraksi uterus
tidak teraba  mengarahkan pada subinvolusi
uteri.
• Atonia uteri tidak dipilih karena merupakan
penyebab perdarahan post partum awal (early
post partum hemorrhage), sifatnya akut dan
segera terjadi setelah persalinan.
• Pilihan D tidak dipilih karena tidak spesifik.
Subinvolusi uterus
• Kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi
dan menyebabkan terjadi perdarahan post partum
• Etiologi:
– Infeksi pada endometrium
– Sisa plasenta
– Bekuan darah intrauteri
– Mioma uteri
• Manifestasi klinis :
– Gejala tidak langsung muncul, perdarahan biasanya
muncul beberapa minggu postpartum (paling sering 4-6
minggu postpartum)
Late (secondary) pph
• Secondary (also called
late) PPH is generally
defined as any
significant uterine
bleeding occurring
between 24 hours and
12 weeks postpartum
• However, definitions
vary (eg, between 48
hours and 6 weeks
postpartum).
Normal Uterine involution
• Immediately after delivery of the placenta, the uterus begins to return
to its nonpregnant size and condition, a process termed uterine
involution.
• Contraction of the interlacing myometrial muscle bundles constricts the
intramyometrial vessels and impedes blood flow, which is the major
mechanism preventing hemorrhage at the placental site.
• Phase :
– Immediately after delivery  the fundus is normally firm,
nontender, globular, and located midway between the symphysis
pubis and umbilicus.
– In the next 12 hours  it rises to just above or below the umbilicus,
then recedes by approximately 1 cm/day to again lie midway
between the symphysis pubis and umbilicus by the end of the first
postpartum week.
– It is not palpable abdominally by two weeks postpartum and attains
its normal nonpregnant size by six to eight weeks postpartum.
• This process is modestly affected by predelivery uterine
overdistention, multiparity, and cesarean delivery (the
uterus is slightly larger in these cases), and by
breastfeeding (the uterus is slightly smaller in women
who are breastfeeding)
• The weight of the uterus decreases from approximately
1000 g immediately postpartum to 60 g six to eight
weeks later.
• Although assessment of uterine size is routinely
performed in the early postnatal period, there is no
evidence that uterine size is predictive of complications
375
Seorang pasien perempuan
berusia 29 tahun P2A0 datang ke
Puskesmas post melahirkan
datang dengan membawa
bayinya yang menangis merintih.
Ditemukan keadaan plasenta
seperti gambar di bawah.
Hal apakah yang mungkin
menjadi penyebab kejadian
tersebut:
A. Kalsifikasi plasenta
B. Faktor paritas
C. Riwayat ANC
D. Usia ibu
E. Malnutrisi
Analisa Soal
• Pasien datang membawa
bayi yang menangis
merintih, kemungkinan
bayi tersebut mengalami
asfiksia.
• Salah satu faktor risiko
asfiksia adalah insufisiensi
plasenta akibat kalsifikasi
plasenta, seperti yang
nampak pada gambar di
soal.
Kalsifikasi
plasenta
Neonatal Asphyxia

• Deprivation of oxygen to a newborn infant that


lasts long enough during the birth process to
cause physical harm, usually to the brain
• Etiology:
– Intrauterine hypoxia
– Infant respiratory distress syndrome
– Transient tachypnea of the newborn
– Meconium aspiration syndrome
– Pleural disease (Pneumothorax,
Pneumomediastinum)
– Bronchopulmonary dysplasia

http://en.wikipedia.org/wiki/Perinatal_asphyxia
Placental Vascular Calcification
• Placental calcification is the deposition of calcium-phosphate
minerals in placenta tissue.
• Placental calcification is diagnosed non-invasively by
ultrasonographic examination and identification of echogenic foci,
and is used as a marker of viral infection
• Placental calcification is classified by Grannum grading. The
Grannum classification system includes grades 0, I, II, and III. Grades
0 placentas display homogenous texture with minimal mineral
deposition; on the other end of the spectrum grade III placentas
are highly calcified and characterized by echogenic indentations
resembling cotyledons.
• Highly calcified grade III placentas often prompt expedited delivery
and have been associated with a higher risk of adverse pregnancy
outcome.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6090024/
Placental Vascular Calcification:
Complication
• Pregnancy-induced hypertension
• Fetal growth restriction
• Low birth weight
• Fetal distress
• Perinatal asphyxia

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6090024/
376
Seorang pasien wanita bernama Ny. Tarandita berusia 28
tahun G1P0A0 hamil 32 minggu datang di antar suaminya
untuk memeriksa kehamilan. Pasien belum ada tanda
inpartu. Pemeriksaan leopold didapatkan leopold 1
tampak keras bulat, leopold 2 teraba memanjang di sisi
kiri, leopold 3 teraba lunak, belum masuk PAP. Apa
presentasi janin tersebut:
A. Presentasi kepala
B. Presentasi bokong
C. Presentasi kaki
D. UUK
E. UUB
Analisa Soal
• Pasien hamil 32 minggu datang untuk
pemeriksaan.
• Leopold 1 keras bulat  kepala,
• Leopold 2 teraba memanjang di sisi kiri 
punggung kiri.
• Leopold 3 teraba lunak, belum masuk PAP 
bokong.
• Dengan demikian presentasi janin adalh
presentasi bokong.
Presentasi Bokong
• Bila bokong merupakan bagian terendah janin
• Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech (bokong murni), incomplete breech
(termasuk di dalamnya presentasi bokong kaki)
• Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC, karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi
• Etiologi
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


377
Seorang perempuan bernama Ny. Asmarandana berusia 29 tahun
G1P0A0 usia kehamilan 31 minggu datang untuk kontrol kehamilan.
Pasien merasa belakangan sering lemas. Pemeriksaan fisik konjungtiva
palpebra anemia (+/+), sklera ikterik (-/-), pembesaran kelenjar getah
bening leher (-), hepar dan lien sulit dinilai. Hasil Hb 9, leukosit 5000,
trombosit 165.000, RDW 27%, MCV 75. Pemeriksaan darah tepi
tampak agranulositosis, poikilositosis, dan gambaran anemia
mikrositer. Tatalaksana y ang tepat adalah:
A. Pemberian eritropoietin
B. Transfusi PRC
C. Sulfas ferosus 3x200
D. Transfusi + sulfas ferosus 3x200
E. Zat besi IV
Analisa Soal
• Pasien hamil 31 minggu datang dengan
keluhan sering lemas, pada pemeriksaan
konjungtiva anemias, Hb 9, dan pemeriksaan
darah tepi agranulositosis, poikilositosis, dan
gambaran anemia mikrositer  anemia
defisiensi besi pada kehamilan.
• Tatalaksana yang tepat untuk kondisi ini
adalah pemberian sulfas ferosus 3X200mg.
• Transfusi diberikan bila kadar Hb <7 g/dL.
Anemia pada Kehamilan
• Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin.
• Diagnosis
– Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau
< 10,5 g/dl (pada trimester II)

• Faktor Predisposisi
– Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat 

– Kelainan gastrointestinal
– Penyakit kronis
– Riwayat Keluarga

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Anemia pada Kehamilan: Tatalaksana
• Bila diagnosis telah tegak
– Pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi
– Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet
tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg asam
folat.
– Bila tidak tersedia pemeriksaan apusan  beri suplementasi besi +
asam folat 3x/hari selama 90 hari  bila ada perbaikan  lanjut
hingga 42 hari pascasalin  tidak ada perbaikan  rujuk

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Tatalaksana Umum
• Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan
pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel
darah merah.
• Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan
suplementasi besi dan asam folat.
– Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet
tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg
asam folat.
– Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan
3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan
pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin.
– Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat
kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat
pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


• Tabel jumlah kandungan besi elemental yang
terkandung dalam berbagai jenis sediaan
suplemen besi yang beredar:
Tatalaksana Khusus
• Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin < 15
ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari. Apabila
kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
– Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana
bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik
• Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan
ektopik, atau perdarahan pasca persalinan
– Infeksi kronik
• Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:
– Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin B12 1 x
250 – 1000 μg
– Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
• Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 %
• Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-kunang, atau takikardia
(frekuensi nadi >100x per menit)
• Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut
jantung janin secara berkala.
Tatalaksana Khusus
• Absorpsi besi non-heme dapat dihambat oleh:
– asam phytic (inositol hexaphosphate dan inositol
pentaphosphate) yang terdapat dalam sereal dan
biji-bijian
– Polifenol yang terdapat dalam beberapa jenis
sayuran, kopi, teh, dan minuman anggur (wine).
• Substansi tersebut mengikat besi non-heme
sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh.

Beck, K. L., Conlon, C. A., Kruger, R., & Coad, J. (2014). Dietary determinants of and possible solutions to
iron deficiency for young women living in industrialized countries: a review. Nutrients, 6(9), 3747–3776.
doi:10.3390/nu6093747
Komplikasi Maternal dari Anemia
• Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada ibu
dan fetus.
• Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi pada
ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL.
• Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat meningkatkan
morbiditas dalam kehamilan seperti infeksi, peningkatan lama
rawat di rumah sakit, dan masalah kesehatan umum lainnya.
• Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6 gr/dL,
komplikasi berbahaya dapat terjadi akibat gagal jantung kongestif
dan penurunan oksigenasi jaringan, termasuk pada otot jantung.
• Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik dapat
mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti plasenta previa,
solusoi plasenta, persalinan melalui tindakan section caesaria, dan
perdarahan post partum.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Komplikasi Fetal dari Anemia
• Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin
masih belum jelas. Namun, pada beberapa
literatur disebutkan anemia berhubungan
dengan penurunan kadar hemoglobin pada
bayi premature, abortus spontaneous, bayi
berat lahir rendah, dan kematian janin.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
378
Seorang pasangan suami istri datang dengan keluhan belum
memiliki keturanan sejak menikah 1,5 tahun yang lalu. Suami
berusia 30 tahun, istri berusia 28 tahun. Istri mengaku
menstruasi teratur setiap bulan. Suami memiliki kebiasaan
minum kopi dan ada riwayat asam urat sehingga
mengonsumsi obat allopurinol. Pasangan ini mengaku rutin
melakukan hubungan intim dan berolahraga. Apa yang
menjadi penyebab risiko infertilitas pada suami?
A. Kafein dari kopi
B. Allopurinol
C. Gangguan anatomi
D. Aktivitas fisik kurang
E. Frekuensi hubungan intim kurang
Analisa Soal
• Pasangan suami istri belum memiliki keturunan
setehal 1,5 tahun menikah, rutin berhubungan
intim  infertilitas primer.
• Suami memiliki kebiasaan minum kopi dan
riwayat asam urat sehingga mengonsumsi
allopurinol
– Kafein dalam kopi  tidak memengaruhi infertilitas
– Allopurinol dapat menurunkan kemampuan sperma
untuk membuahi oosit  menyebabkan infertilitas.
• Karena itu pilihan jawaban yang tepat adalah B.
Infertilitas
• Infertilitas :
– kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-
kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
• Infertilitas sekunder:
– ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan
kehamilannya.
• Infertilitas idiopatik :
– pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes
ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal
• Fekunditas: kemampuan seorang perempuan untuk hamil.
• Data dari studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang
perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25%
• Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat
dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.
Faktor Resiko Infertilitas
• Gaya Hidup
Faktor Laki – laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan
setidaknya sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh
faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting
dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas.
• Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:11
– Kelainan urogenital kongenital atau didapat
– Infeksi saluran urogenital
– Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel)
– Kelainan endokrin
– Kelainan genetik
– Faktor imunologi
Infertilitas pada Pria: Etiologi

https://www.andrologyaustralia.org/your-health/male-infertility/
379
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Dyahsari berusia 35 tahun
G3P1A1 kehamilan 36 minggu datang dengan keluhan keluar cairan
dari vagina dan keluar tali pusat 10 menit yang lalu. Riwayat ANC rutin,
pemeriksaan USG didapatkan cairan ketuban sangat banyak.
Pemeriksaan fisik keadaan umum baik, tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan obstetric his 2x dalam 10 menit selama 10 detik, DJJ
90x/menit regular, dan teraba tali pusat pada jalan lahir dengan
pembukaan 3 cm. Apa tindakan yang paling tepat?
A. Sectio caesaria
B. Forcep
C. Partus per vaginam
D. Vakum
E. Observasi kemajuan persalinan
Analisa Soal
• Pasien hamil 36 minggu, in partu kala I fase
laten, keluar cairan dan darah serta tali pusat
sejak 10 menit yang lalu, mengarahkan pada
prolaps tali pusat (tali pusat menumbung).
• Adanya polihidramnion merupakan salah satu
faktor risiko prolaps tali pusat.
• Pada pasien sudah terdapat tanda gawat janin
(DJJ 90x/m) sehingga tatalaksana paling tepat
adalah tindakan sectio caesaria.
Prolaps Tali Pusat
• Terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum
janin
• Faktor Risiko
Prolaps Tali Pusat
• Diagnosis Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila:
– Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih rendah
dari bagian terendah janin (tali pusat terkemuka, saat
ketuban masih utuh)
– Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali
pusat menumbung, saat ketuban sudah pecah)

• Faktor Predisposisi
– Multiparitas
– Kehamilan multipel
– Ketuban pecah dini
– Hidramnion
– Tali pusat yang panjang
– Malpresentasi
Prolaps Tali Pusat

Prolaps tali pusat terbagi menjadi :


• Tali pusat terkemuka  tali pusat tampak atau teraba pd jalan lahir lebih
rendah dari bagian terendah janin, ketuban masih utuh.
• Tali pusat menumbung  tali pusat tampak pd vagina, ketuban sudah
pecah.
• Occult prolapse (tali pusat tersembunyi)  tali pusat terletak di samping
kepala atau di dekat pelvis tapi tidak dalam jangkauan jari pada
pemeriksaan vagina.

Occult prolapse
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Tatalaksana umum Prolaps Tali Pusat
Tali pusat terkemuka
– Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat diminimalisasi
dengan posisi knee chest atau Trendelenburg
– Rujuk ibu untuk seksio sesarea
Tali pusat menumbung  Perhatikan apakah tali pusat masih berdenyut atau tidak.
 Tidak berdenyut: janin telah mati  sebisa mungkin pervaginam tanpa
tindakan agresif
 Masih berdenyut:
Berikan oksygen.
Hindari memanipulasi tali pusat. Jangan memegang atau memindahkan
tali pusat yang tampak pada vagina secara manual
Posisi ibu Trendelenburg atau knee-chest
Dorong bagian terendah janin ke atas secara manual untuk mengurangi
kompresi pada tali pusat
Rujuk untuk SC. Pada saat proses transfer dengan ambulans, posisi knee
chest kurang aman, sehingga posisikan ibu berbaring ke kiri.

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Tatalaksana Khusus Prolaps Tali Pusat

• Di rumah sakit, bila persalinan pervaginam tidak


dapat segera berlangsung (persalinan kala I), lakukan
seksio sesarea.
• Bila persalinan pervaginam dapat segera berlangsung
(persalinan kala II), pimpin persalinan sesegera
mungkin.
• Siapkan segera resusitasi neonatus

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. WHO. 2013
380
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Lucie berusia 16
tahun G1P0A0 usia kehamilan 39 minggu datang dengan
keluhan nyeri perut yang tembus ke punggung sejak 6
jam yang lalu. Ada darah dan lendir keluar dari jalan lahir.
Pemeriksaan fisik TFU 30 cm, letak kepala, his
3x/10menit, divergen, pembukaan serviks 5 cm, station
+3. Fase persalinan pasien ini adalah:
A. Fase laten
B. Fase laten memanjang
C. Fase aktif + inertia uteri
D. Fase aktif
E. Fase aktif memanjang
Analisa Soal
• Pasien hamil aterm, nyeri perut tembus ke
punggung sejak 6 jam, darah dan lendir keluar
dari jalan lahir, his 3x10 menit, divergen,
pembukaan serviks 5 cm, station +3  in
partu, kala I fase aktif.
Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal
40 “). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

• Gejala dan tanda kala II persalinan


– Dor-Ran  Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
– Tek-Num  Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vagina
– Per-Jol Perineum menonjol
– Vul-Ka  Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
– Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
– Pembukaan serviks telah lengkap, atau
– Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

• Tanda pelepasan plasenta


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus 
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Manajemen Aktif Kala III

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Kemenkes RI.
381
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Gustiah Randi
berusia 28 tahun P1A0 datang dengan keluhan nyeri di
payudara setiap menyusui bayinya. Pasien mengaku baru
keluar ASI setelah 3 hari post partum. Karena nyeri tersebut,
pasien takut tidak bisa menyusui dengan baik. Pada
pemeriksaan lokalis tampak payudara kanan bengkak, putting
eritem dan luka (+). Diagnosis pasien tersebut adalah…
A. Cracked nipple
B. Mastitis
C. Abses payudara
D. Abses sub areola
E. Fistula sub areola
Analisa Soal
• Pasien post partum datang dengan keluhan rasa nyeri tiap
menyusui bayinya, payudara kanan bengkak, puting eritem,
serta luka mengarahkan pada cracked nipple.
• Mastitis  tidak dipilih karena pada pasien tidak terdapat
tanda peradangan pada payudara, dan pasien tidak demam
• Abses payudara  gejala menyerupai mastitis ditambah
fluktuasi (+)
• Abses sub areola  abses yang terjadi pada wanita tidak
menyusui, ditandai dengan bengkaknya area areolar
disertai tanda peradangan, faktor risiko: tindik payudara
(piercing)
• Fistula sub areola  adanya fistula atau saluran di area
areolar, dapat terjadi akibat tindik payudara. Bila terinfeksi
dapat menjadi abses subareolar.
Gangguan Proses Menyusui: Cracked Nipple
• Perawatan puting payudara
– Jangan digosok terlalu keras atau menggunakan sabun 
meningkatkan kekeringan dan iritasi
– Apabila basah/terlalu lembab  diangin-anginkan

• Tatalaksana
– Gunakan ASI/lanolin/krim untuk melembabkan
– Tetap susui bayi
– Gunakan nipple shield sebagai alternatif terakhir  karena
dapat mengurangi produksi ASI
382
Seorang ibu bernama Ny. Fitsratyah berusia 25 tahun G1P0A0
usia kehamilan 12 minggu datang dengan keluhan badan
lemas. Sebelumnya pasien muntah-muntah >5x per hari
disertai penurunan nafsu makan. Sejak 2 minggu terakhir
pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 2 kg.
Bibir pasien tampak kering. Pemeriksaan fisik TD 80/60
mmHg, N 110 x/menit, ketonuria (+). Apa tatalaksana awal
pasien ini?
A. Infus NaCl 0.9%
B. Infus D5%
C. Infus multivitamin
D. Oksigen 2l/menit nasal kanul
E. Berikan minum
Analisa Soal
• Pasien hamil 12 minggu, datang dengan
keluhan badan lemas, muntah >5x per hari,
penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan 2 kg dalam 2 minggu, bibir tampak
kering  hiperemesis gravidarum.
• Penurunan tekanan darah, pneingkatan nadi,
ketonuria (+)  HEG grade 2.
• Tatalaksana awal yang tepat adalah rehidrasi
dengan infus NaCl 0.9%.
Hiperemesis Gravidarum
Definisi
• Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
• Kondisi pada kehamilan yang ditandari dengan mual muntah yang
berat, menurunnya berat badan, dan gangguan elektrolit
• Terjadi pada trimester 1: Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya
akan membaik dengan sendirinya sekitar minggu ke-12

Etiologi
• Hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan hCG, hCG
yang meningkat dapat menyebabkan hipertiroidisme intermiten
karena meningkatkan reseptor hormone TSH

Komplikasi
• Akibat mual muntah → dehidrasi → elektrolit berkurang,
hemokonsentrasi, aseton darah meningkat → kerusakan liver
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Faktor Resiko
• Faktor resikonya adalah keadaan apapun yang
menyebabkan hCG meningkat, seperti:
– Obesitas
– Kehamilan gemeli
– Nuliparitas
– Mola hidatidosa
– Riwayat kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum

RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• Mual muntah pada kehamilan tanpa komplikasi, frekuensi <5 x/hari
• 70% pasien: Mulai dari minggu ke-4 dan 7
• 60% : membaik setelah 12 minggu
• 99% : Membaik setelah 20 minggu

Hyperemesis gravidarum
• Mual muntah pada kehamilan dengan komplikasi
– dehidrasi
– Hiperkloremik alkalosis,
– ketosis
Grade 1 Penurunan nafsu makan, nyeri epigastrium, peningkatan nadi
>100x/menit, tekanan darah menurun, dehidrasi
Grade 2 Apatis, nadi meningkat dan lemah, ikterik, oliguria, hemokonsentrasi,
nafas bau aseton
Grade 3 Syok hipovolemik, Somnolen-Koma, Ensefalopati Wernicke
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Diagnosis

• Pasien dengan trias


klinis hyperemesis
gravidarum perlu
dilakukan pengecekan
terutama keton
urin/dipstick,
hematocrit, elektrolit,
transaminase darah dan
marker thyroid
Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in
Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A
1821–6
Asesmen Hiperemesis Gravidarum –
PUQE Score
• Klasifikasi ini dipakai untuk penentuan penanganan hyperemesis
gravidarum pada pasien selanjutnya
RCOG. The Management of Nausea and
Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis
Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana

Buku saku Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Kementerian Kesehatan RI
383
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Tsaniah berusia
26 tahun P1A0 post partum normal datang untuk kontrol
post partum setelah 3 hari sebelumya melahirkan. Pasien
mengeluh masih keluar darah banyak. Pada pemeriksaan
ditemukan adanya robekan mukosa vagina tetapi mukosa
perineum serta sfingter ani masih intak. Derajat
berapakah robekan pada pasien ini?
A. Grade I
B. Grade II
C. Grade 3a
D. Grade 3b
E. Grade 4
Analisa Soal
• Pasien post partum 3 hari, masih mengalami
perdarahan. Pada pemeriskaan ditemukan
robekan mukosa vagina, mukosa perineum
dan sfingter ani masih intak  sesuai dengan
ruptur perineum grade I.
I Luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura
posterior tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik

II Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa


vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot
perineum. Jahit menggunakan teknik penjahitan laserasi
perineum.

III Robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura


posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot
sfingter ani.

IV Mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit


perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan
rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali
keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga
atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
384
Seorang pasien perempuan Ny. Kenisa berusia 47 tahun P6A0
datang dengan keluhan perdarahan pasca melahirkan akibat
plasenta yang tidak kunjung keluar >1 jam setelah bayi lahir.
Persalinan sebelumnya ditolong oleh bidan. Pasien sudah
mendapat dua kali suntikan oksitosin. Pemeriksaan fisik TD
100/70 mmHg, N 84 x/menit, P 20 xmenit, S 36. Pemeriksaan
laboratorium ditemukan Hb 8. Tatalaksana yang tepat adalah:
A. Rehidrasi cairan
B. Oksigen
C. Bimanual eksterna
D. Palpasi eksterna
E. Manual plasenta
Analisa Soal
• Pasien post partum datang dengan perdarahan
karena plasenta tidak kunjung keluar >1 jam
setelah bayi lahir, dan sudah diberikan oksitosin
dua kali, dan pemeriksaan menunjukkan Hb 8
(anemia)  HPP ec retensio plasenta.
• Tatalaksana yang tepat untuk kondisi ini adalah
manual plasenta.
• Rehidrasi cairan tidak dipilih karena tanda vital
pada pasien ini masih dalam batas normal, belum
terdapat penurunan tekanan darah dan
peningkatan nadi yang merupakan tanda syok.
Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
• Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
• Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
• Terapi: stabilisasi tanda vital
dan manual plasenta
385
Seorang pasien perempuan bernama Ibu Tuti berusia 25
tahun P1A0 post partum 4 hari yang lalu datang dengan
keluhan buang air besar berdarah. Nyeri perut disangkal,
mual dan muntah juga disnagkal. Saat ini pasien sedang
menyusui bayinya. Pemeriksaan fisik TD 110/70 mmHg, N
80 x/menit, P 14 x/menit. Hormon apa yang
memengaruhi terjadinya buang air besar berdarah?
A. Estrogen
B. Progesteron
C. Prolaktin
D. FSH
E. LH
Analisa Soal
• Pasien post partum 4 hari, buang air besar berdarah,
tanpa keluhan nyeri perut, mual dan muntah. Pasien
sedang menyusui bayinya.
• Pada ibu menyusui salah satu hormon yang akan
meningkat adalah prolaktin. Prolaktin berperan dalam
produksi ASI.
• Pada beberapa penelitian terhadap pasien sirosis
menunjukkan bahwa pasien yang mengalami
perdarahan gastrointestinal memiliki kadar serum
prolaktin yang tinggi, serupa dengan mereka yang
sedang menyusui.
• Oleh karena itu, hormon yang kemungkinan
menyebabkan BAB berdarah pada pasien di soal ini
adalah prolaktin.
Serum Prolactin and Gastrointestinal
Bleeding
• Human prolactin is currently viewed as a
hormone of pituitary origin, whose production
(i.e., serum levels) is controlled by dopamine and
its biological actions relate exclusively to lactation
and reproductive functions
• Higher serum prolactin levels were found in
patients with the complications of cirrhosis of the
liver such as hepatic encephalopathy,
hepatorenal syndrome, coagulopathy,
oesophageal varices with upper GI bleed,
spontaneous bacterial peritonitis.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5583769/
386
Seorang ibu bernama Ny. Widuri berusia 28 tahun datang
dengan perdarahan pervaginam sejak beberapa hari yang lalu.
Pasien sedang hamil dua bulan. Plano test (+). Hasil
pemeriksaan USG Abdomen: snow storm appearance. Dokter
melakukan kuretase dan jaringan diperiksakan ke
laboratorium PA. Hasil PA menunjukkan vili membesar,
cysterna vili, dan hypertrofi trofoblas. Diagnosis pasien ini
adalah:
A. Mola invasif
B. Mola hidatidosa
C. Koriokarsinoma
D. Abortus
E. Plasenta site mola
Analisa Soal
• Pasien mengalami perdarahan per vaginam sejak beberapa
hari, hamil 2 bulan, plano test (+), USG abdomen
menunjukkan snow storm appearance  mengarahkan
pada kehamilan mola.
• Pemeriksaan PA menunjukkan villi membesar, cysterna
villi, dan hipertrofi trofoblas  mengarahkan pada mola
hidatidosa.
• Mola invasif tidak dipilih karena pada temuan patologi
akan terdapat infiltrasi vili hingga ke miometrium.
• Koriokarsinoma  ditandai dengan adanya anaplastik
sitotrofoblas dan syncytiotrophoblast tanpa vili korionik.
• Plasenta site mola  istilah yang lebih tepat adalah
placental site nodule, merupakan tempat implantasi
plasenta ditandai dengan adanya trofoblas non-neoplastik.
Mola Hidatidosa

• Definisi
– Latin: Hidatid  tetesan air, Mola  Bintik

– Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan


pertumbuhan abnormal dari vili korionik
(membesar, edem, dan vili vesikular dengan
banyak trofoblas proliferatif)
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko

• Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun


• Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
• Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
• Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa
Trofoblastik Gesatasional Maligna
MOLA INVASIF Plasental-Site
(DESTRUENS) KORIOKARSINOMA Trophoblastic Tumor
• Jaringan mola menembus • Perbedaan dengan mola • Tumbuh dari trofoblas
miometrium  dapat destruens: tidak ada vili ditempat implantasi
menyebabkan perforasi korionik, tumbuh dalam plasenta
uterus dan perdarahan pola bifasik (sinsitio dan
intraabdominal sitotrofoblas) • Diferensiasi terutama
sitotrofoblas, sedikit
sinsitiotrofoblas 
• Metastasis • Tumbuh cepat dan kadar HCG lebih
– Daerah pelvis atau jauh bermetastasis dalam rendah dari
waktu singkat koriokarsinoma

GEJALA DAN TANDA


• Kadar HCG serum menetap atau meningkat • Nyeri abdominal  metastasis hati/ GI
pada pasien observasi setelah mola • Hemoperitoneum
hidatidosa • Perdarahan hingga syok hematologik
• Defisit neurologis: letargi-koma  metastasis otak
• Metastasis ke saluran genital bawah: papul
• Jaundice  bila metastasis menyebabakn
ungu kehitaman atau nodul, sangat vaskular obstruksi bilier
dan dapat berdarah hebat saat biopsi
http://emedicine.medscape.com/article/279116-overview
Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis

T I P E KO M P L I T T I P E PA R S I A L
• Perdarahan pervaginam setelah • Seperti tipe komplit hanya lebih
amenorea
ringan
• Uterus membesar secara abnormal dan
menjadi lunak • Biasanya didiagnosis sebagai
• Hipertiroidism aborsi inkomplit/ missed abortion
• Kista ovarium lutein • Uterus kecil atau sesuai usia
• Hiperemesis dan pregnancy induced kehamilan
hypertension
• Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL • Tanpa kista lutein

Karakteristik Mola Komplit Mola Parsial


Jaringan Embrionik/ Fetal Tidak ditemukan Ditemukan, tidak sempurna

Pembengkakan hidatidiform vili korionik Difus Fokal


Hiperplasi tropoblas Difus Fokal
Scalloping vili korionik Tidak ditemukan Ditemukan
Inklusi stroma tropoblas Tidak ditemukan Ditemukan
Mola Hidatidosa: Diagnosis
• Pemeriksaan kadar hCG  sangat
tinggi, tidak sesuai usia kehamilan
(mola komplit)
• Pemeriksaan USG 
• Komplit: ditemukan adanya gambaran
vesikuler atau badai salju yang merupakan
karakteristik pembengkakan vili korionik
yang difus dan vesikuler  snow storm/
honeycomb
• Partial: terdapat bakal janin dan plasenta.
swiss cheese pattern dan plasenta yang
membesar. Gambaran swiss cheese
pattern menandakan adanya ruang-ruang
kistik yang ditemukan pada pemeriksaan
USG. Selain pada mola parsial, gambaran
swiss cheese juga dapat ditemukan pada
kasus lain, seperti plasenta akreta.
• Pemeriksaan Doppler  tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin
Tatalaksana
Mola Hidatidosa
• Kuretase dengan kuret
tumpul dilakukan
pemeriksaan PA pada
seluruh jaringan kerokan
• 7-10 hari setelah kuret
tumpul dilakukan kuretase
tajam untuk memastikan
uterus benar-benar kosong
dan memeriksa tingkat
proliferasi sisa-sisa
trofoblas yang dapat
ditemukan
Blunt Curette Sharp Curette
387
Seorang pasien wanita bernama Ny. Simalakama berusia
20 tahun G1P0A0 usia kehamilan 38 minggu dirujuk ke
Unit gawat darurat oleh bidan karena sejak 20 jam lalu
belum partus. Pada pemeriksaan dalam ditemukan
pembukaan lengkap, UUK arah jam 3 hodge III.
Ditemukan vulva bengkak dan hiperemis. Tindakan yang
paling tepat untuk kondisi pasien ini adalah:
A. Forseps
B. Vakum
C. Sectio caesaria
D. Observasi persalinan
E. Induksi Persalinan
Analisa Soal
• Pasien hamil 38 minggu, belum partus setelah 20
jam di bidan, pemeriksaan: pembukaan lengkap,
UUK arah jam 3 hodge III, vulva bengkak dan
hiperemis.
• Pasien mengalami kala 2 lama dan tatalaksana
yang tepat adalah sectio caesaria.
• Pilihan A dan B tidak tepat karena sudah terdapat
edema vulva dan hiperemis, dapat memperburuk
perdarahan jalan lahir bila dilakukan persalinan
per vaginam.
Sectio Caesarea
• Prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen
dan uterus, disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim

• Indikasi
– Plasenta Previa sentralis dan lateralis(posterior)
– Panggul Sempit(Panggul dengan CV 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan pervaginam, 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan,
baru setelah gagal dilakukan seksio caesaria sekunder
– Disproporsi sefalo-pelvik(ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan
panggul)
– Ruptura uteri mengancam
– Partus Lama
– Partus Lama(prolonged labor)
– Partus Tak Maju
– Distosia servik
– Pre-eklampsia dan hipertensi
Sectio Caesarea: Indikasi

• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif
1. Pasien menolak 1. Infeksi sisitemik (sepsis,
2. Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
3. Hipovolemia berat, syok 2. Infeksi sekitar suntikan
4. Koagulapati atau mendapat 3. Kelainan neurologis
terapi antikagulan
4. Kelainan psikis
5. TIK meninggi
5. Bedah lama
6. Fasilitas resusitasi minimal
6. Penyakit jantung
7. Kurang pengalaman/ tanpa
didampingi konsultan 7. Hipovolemia ringan
anesthesia. 8. Nyeri punggung kronis
388
Seorang ibu bernama Ny. Urisyah berusia 20 tahun G1P0A0
usia kehamilan 18 minggu datang untuk kontrol antenatal care
pertama kali. Pasien mengalami luka di bibir vagina dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium VDRL (+). Pemeriksaan
USG: hidrops fetalis. Pengobatan yang bisa diberikan untuk
mencegah kelainan kongenital adalah:
A. Benzatin penisillin, 2.4 juta unit, IM, single dose
B. Benzatin penisilin, 2.4 juta unit, IM, 3 kali pemberian
selang 1 minggu
C. Penisilin prokain, 1 juta unit, IM
D. Doksisiklin 2x100mg 7 hari
E. Benzatin penisilin, 1.2 juta unit, IM
Analisa Soal
• Pasien hamil 18 minggu, dengan luka di bibir
vagina dan pemeriksaan VDRL (+)  sifilis
dalam kehamilan, kemungkinan sifilis primer.
• Pengobatan untuk mencegah kelainan
kongenital adalah benzatin penisilin 2,4 juta
unit, IM, dosis tunggal.
• Pilihan B merupakan tatalaksana untuk sifilis
latent lambat (late latent syphilis).
Sifilis Pada Kehamilan
• Gejala dan tanda seperti sifilis pada umumnya

• Diobati sedini mungkin  sebelum hamil atau pada triwulan I


untuk mencegah penularan terhadap janin

• Risiko infeksi janin antepartum atau sifilis kongenital


berhubungan dengan stadium  paling tinggi pada stadium
primer dan sekunder, namun fase aten dan titer rendah masih
dapat menginfeksi

• Titer VDRL > 1:8 menunjukkan infeksi awal dan bakteremia

• Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi


wassermann dan VDRL, bila perlu diobati

http://www.cdc.gov/std/tg2015/syphilis-pregnancy.htm
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana

https://www.uptodate.com/contents/syphilis-in-pregnancy#H1972014971
389
Seorang ibu Ny. Qanitasyiah berusia 32 tahun G3P2A0
usia kehamilan 37 minggu datang dengan keluhan nyeri
perut, mulas-mulas, sejak sehari yang lalu. Pada
pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan lengkap,
portio melesap, bagian terbawah janin teraba lunak.s
Perasat yang digunakan yang sepenuhnya bergantung
pada kekuatan ibu meneran adalah:
A. Bracht
B. Daventer
C. Muller
D. Mc Robert
E. Woods
Analisa Soal
• Pasien hamil 37 minggu, in partu, bagian terbawah
janin teraba lunak  presentasi bokong.
• Perasat yang menggunakan kekuatan ibu untuk
meneran adalah perasat Bracht.
• Daventer  perasat untuk melahirkan bahu belakang
• Muller  perasat untuk melahirkan bahu dan lengan
• Mc robert  Manuver yang dilakukan pada distosia
bahu
• Woods  rotasi bahu belakang pada tatalaksana
distosia bahu.
Perasat Bracht
• Bokong janin dipegang hingga kedua ibu jari penolong
ada pada bagian belakang pangkal paha & empat jari-
jari lain berada pada bokong janin (gambar 1)

• Ibu meneran  arahkan punggung anak ke perut ibu


(hiperlordosis )sampai kedua kaki lahir pegangan
dirubah sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada
lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari
berada pada pinggang janin (gambar 2)

• Dengan pegangan tersebut  gerakan hiperlordosis


dilanjutkan sedikit kearah kiri/kanan sesuai dengan
posisi punggung anak  dilakukan sampai lahir mulut-
hidung-dahi & seluruh kepala anak
• Saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan
suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin
Bracht Maneuver
1. the breech was allowed to deliver
spontaneously to the umbilicus
without push or pull.
2. The knee-extended legs of the
flexed breech were not brought
down.
3. The body and extended legs were
then grasped in both hands, with
the fingers around the lower back
and the thumbs around the
posterior aspect of the thighs,
while the upward and anterior
rotation of the body was
maintained.
Bracht Maneuver
4. When the anterior rotation was
nearly complete the baby’s body
was held, not pressed, against the
mother’s symphysis using only a
force equivalent to the weight of
that portion of the baby already
born.
5. The mere maintenance of this
position, added to the uterine
contractions and, if necessary,
gentle suprapubic pressure by an
assistant, allowed the baby’s head
to deliver spontaneously in full
extension
Perasat Muller
Perasat Klasik/ Deventer
390
Seorang pasien bernama Ibu Dudlipam berusia 28 tahun
G1P0A0 datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak dua hari yang lalu. Keluhan disertai demam (+),
mual (+), muntah (+) dan nyeri pinggang. Pemeriksaan
fisik: TD 110/70 mmHg, N 90 x/menit, P 18 x/menit, S
380C. Nyeri ketok CVA (+). Pengobatan yang paling tepat
untuk kondisi pasien tersebut adalah..
A. Amoxicillin
B. Cotrimoxazole
C. Mefloquin
D. Metronidazole
E. Levofloxacin
Analisa Soal
• Pasien hamil dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak dua hari an glalu, demam (+), mual (+), muntah
(+), nyeri pinggang (+). Nyeri ketok CVA (+) 
mengarahkan pada pielonefritis dalam kehamilan.
• Antibiotik untuk pielonefritis akut yang dapat
digunakan selama kehamilan adalah golongan
penicillin, sehingga jawaban yang tepat adalah A,
amoxicillin.
• Tidak dipilih B, karena pada pasien ini tidak jelas usia
kehamilannya, sedangkan Kotrimoksazol sebaiknya
dihindari pada trrimester pertama dan ketiga
• Maka pilihan jawaban yang paling aman adalah A.
Amoksisilin
Urinary tract infection in Pregnancy
• Urinary tract infections (UTIs) are common in
pregnant women.
• By convention, UTI is defined either as a
lower tract (acute cystitis) or upper tract
(acute pyelonephritis) infection
• As in nonpregnant women, Escherichia coli is
the predominant uropathogen found in both
asymptomatic bacteriuria and UTI in pregnant
women
Acute pyelonephritis
• Acute pyelonephritis during pregnancy is suggested by the presence of flank
pain, nausea/vomiting, fever (>38ºC), and/or costovertebral angle tenderness, with
or without the typical symptoms of cystitis, and is confirmed by the finding of
bacteriuria in the setting of these symptoms.
• Pregnant women may become quite ill and are at risk for both medical (eg, sepsis,
respiratory failure) and obstetrical complications from pyelonephritis
• Management of acute pyelonephritis :
– hospital admission for parenteral antibiotics, preferably broad spectrum beta-lactams
(table 2).
– Antibiotic therapy can be converted to an oral regimen tailored to the susceptibility
profile of the isolated organism following clinical improvement.
– Oral options are generally limited to beta-lactams or, if in the second
trimester, trimethoprim-sulfamethoxazole. Following the treatment course, suppressive
antibiotics are typically used for the remainder of the pregnancy to prevent recurrence.
• It is generally accepted that penicillins (with or without beta-lactamase inhibitors),
cephalosporins, aztreonam, and fosfomycin are safe in pregnancy. Because of
possible but uncertain associations with adverse birth outcomes, we generally
avoid nitrofurantoin during the first trimester and trimethoprim-
sulfamethoxazole during the first trimester and near term unless no other options
are available.

Anda mungkin juga menyukai