Anda di halaman 1dari 40

Skenario 1

PENAMPAKAN
Seorang laki-laki 18 tahun datang ke IGD diantar pembimbing Pramuka dengan
keluhan meracau dan gelisah. Pengantar mengatakan bahwa kejadian ini muncul tibatiba saat pasien sedang mengikuti perkemahan sabtu dan minggu. Selama kemah
pasien tidak bisa tidur, hanya makan dan minum sedikit. Pasien ketakutan, berteriak
teriak, bicara kacau, mengatakan melihat penampakan setan dan terlihat bicara
sendiri, marah dan seolah menjawab pertanyaan seseorang. Kadang pasien tiba-tiba
diam dan tampak kaku. Pasien tidak mengenali teman dan guru pembimbing
pramukanya. Bibir pasien tampak kering dan mata cekung. Pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 130/ 90 mmHg, nadi 100x/menit dan suhu 40C. Menurut
keluarga sudah lama pasien mengeluh sering pusing dan kaku di leher.
I. KATA SULIT
1. Meracau
Mengeluarkan bunyi berulang tanpa ada arti khusus
Berbicara tidak karuan saat sakit / menginggau
2. Gelisah
Selalu khawatir, merasa tidak berada dalam zona nyaman
3. Mata cekung
Disebabkan karena dehidrasi
4. Pusing
Rasa tidak nyaman karena sakit kepala
II. RUMUSAN MASALAH
1. Diagnosis Banding ?
2. Mengapa pasien sudah lama pusing dan kaku leher ?
3. Pada kasus lebih dulu dehidrasi atau hipertensi ?
4. Kenapa pasien tidak bias tidur dan makan sedikit ?
5. Hasil pemeriksaan fisik ?
6. Mengapa tiba-tiba diam dan kaku leher ?
7. Mengapa tidak mengenali orang sekitar ?
1 |BBDM SKENARIO I

8. Kaitan pemeriksaan fisik dan meracau, tidak mengenali orang sekitar ?


9. Gawat darurat gak ? langkah pertama dokter IGD ?
10. Pemeriksaan Penunjang ?
III. ANALISIS MASALAH
1.
Delirium onset kurang dari 6 bulan, cepat, hilang timbul setiap hari.
Alasan : gangguan kesadaran + perhatian rasa takut
Gangguan kognitif daya ingat hilang
Skizoprenia
Alasan : halusinasi, gelisah, bicara tidak jelas, +/- 1 bulan
Halusinasi
Alasan : halusinasi akut singkat
Gangguan psikotik ringan
1 hari s/d 1 bulan
+ waham, halusinasi,, meracau, katatonik
2. Karena kemungkinan pasien terkena infeksi
3. Infeksi tidak makan dan minum dehidrasi
4. Karena curiga meningitis pasien hilang selera makan
5. TD = Prehipertensi, nadi = normal, suhu = febris
6. Gejala meningitis terdapat kaku leher.
7. Penurunan kesadaran linglung
Tidak berpikir jernih disorientasi dan tidak mengenal orang lain.
8. Meningitis delirium meningitis
9. Resusitasi, penurunan demam, antibiotic. Semua kasus halusinasi termasuk
kegawadararuratan dalam psikiatri
10. Lab, CBC, Radiologi, EEG, Karnig sign dan brudzinki sign

2 |BBDM SKENARIO I

Psikiatri, Radiologi (CT Scan), Lab


(Lumbal Pungsi)

Demensia, Gangguan Psikotik dan Depresi

IV. PETA KONSEP


Anamnesis

Diagnosis
Pasti

Diagnosis Banding

3 |BBDM SKENARIO I

Pemeriksa

V. SASARAN BELAJAR
1. Tanda tanda delirium
2. Tanda tanda meningitis
3. Pemeriksaan fisik, status mental dan pemeriksaan penunjang
4. Tatalaksana meningitis dan delirium
5. Sistem rujukan
VI. BELAJAR MANDIRI

1. Tanda tanda delirium


1.1 Definisi
Delirium merupakan gangguan fungsi otak dengan gangguan kognitif dan
perilaku, penyakit ini merupakan penyakit yang sering terjadi dan sudah dijelaskan
selama berabad-abad, namun sering tidak terdiagnosis atau salah diagnosis dan
berpotensi untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas.
1.2 Epidemiologi
Delirium adalah gangguan kesadaran dan gangguan kognitif akut yang
umumnya terjadi pada usia lanjut. Telah dilaporkan prevalensi delirium di USA
pada pasien berusia lanjut di ruang Intensive Care Unit (ICU) berkisar 78-87%. Di
Indonesia, prevalensi delirium bervariasi yaitu 14-56%, dengan angka kematian di
rumah sakit sekitar 25-30%. Kejadian delirium di rumah sakit dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) berkisar 17- 47,3%.
1.3 Etiologi
Penyebab utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit
sistemik, serta intoksikasi maupun keadaan putus zat. Terdapat 4 (empat) subkategori
delirium berdasarkan sejumlah penyebab, yaitu:
1 Delirium akibat kondisi medis umum, seperti infeksi
4 |BBDM SKENARIO I

2
3
4

Delirium yang diinduksi oleh obat-obatan, seperti zat psikoaktif


Delirium dengan etiologi multiple, seperti trauma kepala dan penyakit ginjal
Delirium yang tak tergolongkan.
1.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis delirium meliputi terganggunya kesadaran, seperti penurunan
tingkat kesadaran; terganggunya atensi yang mencakup berkurangnya kemampuan
memfokuskan, mempertahankan, atau mengalihkan atensi; hendaya dalam bidang
fungsi kognitif lain yang dapat bermanifestasi sebagai disorientasi (khususnya
terhadap waktu dan tempat) dan penurunan fungsi memori; awitan yang relatif
cepat (biasanya dalam hitungan jam atau hari); durasi singkat (biasanya selama
beberapa hari atau minggu); dan seringkali fluktuasi keparahan serta manifestasi
klinis lain yang nyata dan tidak dapat diramalkan terjadi sepanjang hari, kadang
memburuk di malam hari (senja), terkadang dengan hendaya kognitif serta
disorganisasi yang cukup parah.
Gambaran klinis terkait sering muncul dan menonjol, meliputi disgorganisasi

proses pikir (berkisar dari tangensialitas ringan hingga inkoherensi nyata), gangguan
persepsi seperti ilusi dan halusinasi, hiperaktivitas dan hipoaktivitas psikomotor,
gangguan siklus tidur-bangun (gejala yang sering berupa tidur yang terfragmentasi di
malam hari, dengan atau tanpa rasa kantuk di siang hari), perubahan mood (dari
iritabilitas sampai disforia, ansietas, atau bahkan euforia yang nyata), serta
manifestasi lain dari fungsi neurologis yang terganggu (contoh: hiperaktivitas atau
instabilitas otonom, kejang mioklonik, dan disartria).
1.5 Kriteria Diagnosis Berdasarkan PPDGJ-III

5 |BBDM SKENARIO I

A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap


lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian
B. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia).
C. Gangguan Psikomotor berupa hipoaktivitas atau hiperaktivitas, pengalihan
aktivitas yang tidak terduga, waktu bereaksi yang lebih panjang, arus
pembicaran yang bertambah atau berkurang, reaksi terperanjat yang meningkat.
D. Gangguan siklus tidur berupa insomnia, atau pada kasus yang berat tidak
dapat tidur sama sekali atau siklus tidurnya terbalik yaitu mengantuk siang hari.
Gejala memburuk pada malam hari dan mimpi yang mengganggu atau mimpi
buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi setelah bangun tidur.
E. Gangguan emosional berupa depresi, ansietas, takut, lekas marah, euforia,
apatis dan rasa kehilangan akal.
2.

Tanda tanda meningitis

2.1 MENINGITIS VIRAL


2.1.1 Etiologi meningitis viral :

6 |BBDM SKENARIO I

Gambar 1.1 Enterovirus

Gambar 1.2 Harpes Virus

2.1.2 Tanda dan gejala :


Viral meningitis, seperti meningitis bakteri akut, biasanya dimulai dengan
gejala yang menunjukkan infeksi virus (misalnya, demam, mialgia, gangguan GI
atau gejala pernapasan), diikuti oleh gejala dan tanda meningitis (sakit kepala,
7 |BBDM SKENARIO I

demam, kaku kuduk). Manifestasi cenderung mirip dengan meningitis bakteri


tetapi biasanya kurang parah (misalnya, kaku kuduk mungkin kurang jelas).
2.2 MENINGITIS BACTERIAL
2.2.1 Etiologi utama :
Bersifat purulenta
Pada meningitis meningokokus, predromnya ialah infeksi nasofaring

2.2.2 Gejala dan tanda :


Gambar 2.1
Neisseria gonorrhea
Gambar
2.2 Staphylococcus
aureus
Meningitis
bakteri dimulai
dengan
3 sampai 5 hari
dari

Gambar
2.3 H. influenza
gejala
nonspesifik
dan

progresif berupa malaise, demam, iritabilitas, dan muntah.Gejala meningeal khas dan
tanda-tanda termasuk demam, takikardia, sakit kepala, fotofobia, perubahan status
8 |BBDM SKENARIO I

mental (misalnya, lesu, obtundation), kaku kuduk (meskipun tidak semua pasien
melaporkannya), dan Staphylococcus aureus menyebabkan nyeri punggung.
Kejang terjadi pada awal hingga 40% dari anak-anak dengan meningitis
bakteri akut dan dapat terjadi pada orang dewasa. Sampai dengan 12% dari pasien
datang dalam keadaan koma. Meningitis parah dapat menyebabkan edema papil.
Gejala infeksi sistemik oleh organisme dapat menyebabkan ruam, petechiae,
purpura atau (yang menyarankan meningococcemia); konsolidasi paru (sering
meningitis karena S. pneumoniae); atau murmur jantung (endokarditis yang
menyarankan-misalnya, sering disebabkan oleh S. aureus atau S. pneumoniae).
I.

Tanda-tanda patognomonik

Peteki dan purpura

(meningiokokus)

Eksantema

(pneumokokus dan H. Influenza)

Artritis dan artralgia (meningiokokus dan H. Influenza)

Otitis media

Hemoragi pada kulit (septikemia meningiokokus)

II.

(pneumokokus)

Tanda Lokalisatorik

Khas untuk meningitis purulenta ialah kaku kuduk dan likuor yang
memperlihatkan ciri-ciri :

Pleiositosis polinuklearis yang berjumlah > 1000/mm3

Kadar glukosa yang rendah

Protein dalam likuor meninggi

Preparat dan biakan likuor memperlihatkan bakteri

II.3MENINGITIS TUBERCULOSA
9 |BBDM SKENARIO I

Penyebaran dari infeksi primer kuman TB

Gejala dibagi menjadi 3 stadium :


o Stadium prodromal
o Stadium transisi
o Stadium terminal

Stadium prodromal
o Panas naik perlahan atau tanpa panas
o Iritable/ apatis
o Nyeri kepala, anorexia, mual, muntah
o Belum tampak kelainan neurologis

Stadium transisi
o Suhu > tinggi, kesadaran menurun, kejang
o Kaku kuduk, opistotonus,
o Ubun ubun menonjol, kelumpuhan saraf mata

Stadium terminal
o Hiperpireksia
o Kelumpuhan
o Koma menjadi lebih dalam
o Pupil melebar & tidak bereaksi sama sekali

10 |BBDM SKENARIO I

o Nadi dan pernapasan tidak teratur

Meninges yang paling berat radang bagian basal


komplikasi umum : hidrosefalus

Pada meningitis tuberkulosa didapati likuor yang :

Jernih

Pleiositosis limpositer yang berjumlah 10-350/mm3

Kadar glukosa yang lebih rendah dari 40 mg%

Jumlah protein yang lebih dari 40m4%

Kadar Cl dibawah 680 mg%


Gambar 3.1 Myobacterium TB

3. Pemeriksaan fisik, status mental, dan Pemeriksaan


Penunjang
3.1 PEMERIKSAAN FISIK
3.1.1 PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI
1. GCS
2. Tanda Rangsang Meningeal
3. Pemeriksaan Nervus Kranial
4. Pemeriksaan Sensorik
5. Pemeriksaan Motorik
6. Pemeriksaan Otonom
7. Pemeriksaan Keseimbangan
11 |BBDM SKENARIO I

GCS
Mata (E):
-

4 : bisa membuka mata spontan

3 : buka mata kalau diajak bicara/disuruh

2 : buka mata dg rangsang nyeri

1 : tdk bisa buka mata

Motorik (M):
-

6 : bergerak mengikuti perintah

5 : gerakan menepis

4 : gerakan menghindar

3 : dekortikasi (fleksi, aduksi bahu)

2 : deserebrasi (ekstensi)

1 : tidak bergerak

Verbal (V):
-

5 : bicara terorientasi (Oriented)

4 : bicara meracau (Confused conversation)

3 : mengeluarkan kata dengan rangsang nyeri

2 : hanya mengerang dengan rangsang nyeri

1 : tidak ada suara

Total score: E + M + V
Range: 3 15
Mild coma (Ringan) : 13 15
Moderate coma (Sedang) : 9 12
Severe coma (Berat) : < 8

Tanda Rangsang Meningeal


-

Tidur tanpa bantal

Cek dulu ada kuduk kaku atau tidak (geleng-gelengkan kepala)

12 |BBDM SKENARIO I

Periksa kaku kuduk (tangan kiri pemeriksa di belakang kepala pasien,


tangan kanan di dada pasien)

Brudzinsky I amati ada/tidaknya fleksi pada lutut saat melakukan


pemeriksaan kaku kuduk

- Laseque fleksi pada sendi panggul dengan tungkai lurus (normalnya:


Laseque > 60)
-

Kernig lanjutannya laseque, lutut ditekuk, paha 90, lalu lutut diluruskan
(normalnya: Kernig > 135)

13 |BBDM SKENARIO I

Brudzinsky II sambil melakukan laseque dan kernig, lakukan fleksi


maksimal dari sendi panggul utk liat apakah ada fleksi di lutut
sebelahnya

Contoh pelaporan yang normal: kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), Laseque > 60,
Kernig > 135,
Brudzinsky II (-)
Pemeriksaan Nervus Kranial
Untuk semua komponen sensorik, harus dipastikan GCS pasien
15.
Nervus I (olfaktorius):

Kernig Sign

14 |BBDM SKENARIO I

Brudzinsky Sign

Dengan rangsang kopi, teh, atau tembakau. Jangan gunakan alkohol atau
bahan lain yang menimbulkan iritasi mukosa (yang nantinya juga akan
rangsang n.V)

Nilai 1 per 1 (1 hidung ditutup, mata ditutup), bandingkan kiri dan kanan
Adakah bau yang tercium pak? Bau apa?

Laporan: normosmia, hiposmia, anosmia

Nervus II (optikus):
-

Visus Snellen chart atau bisa jg pemeriksaan visus bedside dg hitung


jari (hasilnya nanti /60; pelaporannya misalnya visus 2/60 bedside
harus ditulis bedside karena artinya bukan visus sesungguhnya 2/60)

Refleks cahaya (jalur aferen)

Lapang pandang (kampimetri)

Warna : tes ishihara, atau tanya warna dasar aja (bedside) misalnya pake
pulpen yang warna merah trs tanya ini warna apa pak

- Nilai satu per satu, mata yang tidak diperiksa ditutup dg telapak tangan
tanpa ditekan
Nervus III (okulomotor), IV (trochlear), VI (abducens)
-

Fiksasi kepala pasien

Perhatikan kelopak (ada ptosis/tidak)

Perhatikan kedudukan bola mata

- Minta mata pasien unuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa (bentuk H)


Nervus V (trigeminus)
Komponen sensorik: frontalis, zigomatik, mandibularis
utk tiap area dilakukan pemeriksaan sensorik raba halus (tissue
dipilin), nyeri (jarum), suhu (tabung reaksi), getar; bandingkan
dengan kontralateral
-

Komponen motorik: m.masseter dan m.temporalis (pelipis)


Minta pasien untuk menggigit yang kuat, amati kontraksi pelipis

15 |BBDM SKENARIO I

Nervus VII (fasialis)


-

Motorik kasar : otot wajah minta pasien mengeerutkan dahi


(m.frontalis), tutup mata (m.orbicularis oculi), menggembungkan pipi
(m.bucinator), senyum (m.orbicularis oris), menegangkan leher dan
katupkan gigi (m.platisma)

Sensorik khusus 2/3 anterior lidah

Otonom kelenjar air mata, air liur

Nervus VIII (vestibulokoklear)


-

Auditorik tes berbisik, garputala

Vestibularis

Nervus IX (glosofaringeal) dan X (vagus)


-

Inspeksi arkus faring normalnya uvula di tengah, kalau ada parese


maka uvula ketarik ke sisi yang sehat

Suara sengau bila parese

Nervus XI (aksesorius)
-

M.trapezius angkat bahu

M.sternocleidomastoideus untuk cek yang sebelah kiri: pasien


diminta untuk menengok ke kiri sementara pemeriksa menahan
dagunya; kalau untuk cek yang kanan lakukan sebaliknya

Nervus XII (hipoglosus)


-

Lidah : amati ada atrofi (kerut-kerut di pinggir lidah), lalu apakah letak lidah
di tengah (kalo ada parese di dalam mulut, lidah mencong ke arah yang
sehat; waktu dijulurkan mencong ke arah yang sakit)

Pemeriksaan Sensorik
16 |BBDM SKENARIO I

Lakukan pemeriksaan secara sistematis dari wajah sampai kaki, pada dua
sisi tubuh (bandingkan kiri-kanan, atas-bawah), dermatomal (untuk tahu lesi
m.spinalis). Pemeriksaan meliputi raba halus, nyeri, suhu.
Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan motorik terbagi atas pemeriksaan: tonus, trofi, kekuatan otot,
refleks
Pertama-tama inspeksi gaya
jalan Pemeriksaan tonus:
-

Palpasi tonus otot pasien

- Gerak-gerakan tangan dan kaki pasien dgn cepat dan lambat (fleksi dan
ekstensi)
o Eutoni

: normal

o Hipotoni

: flaccid

: rigid (lagpipe atau cogwheel phenomenon), atau

Hipertoni

spastis (clasp knife phenomenon)


Pemeriksaan trofi: dilihat terutama di otot dorsum manus dan pretibial hipertrofi,
eutrofi, hipotrofi
Kekuatan otot :
-

Yang diperiksa : Tangan bahu, siku, pergelangan, jari; Kaki gelang


panggul, lutut, gelang kaki, jari kaki.

Berikan tahanan sedistal mungkin dari segmen yang diperiksa.

Penilaian:
o 5 : melawan tahanan normal o 4 : melawan tahanan ringan o 3 :
melawan gravitasi
o 2 : gerakan horizontal
o 1 : tidak bergerak tapi bisa kontraksi
o 0 : tidak ada kontraksi

Refleks :
-

Refleks fisiologis: patella, achilles, biseps, triseps

17 |BBDM SKENARIO I

o + 1 : menurun
o + 2 : normal
o + 3 : hiperrefleks
o + 4 : klonus
-

Refleks patologis:
Babinsky-group (positif apabila didapatkan ekstensi jempol kaki dan fleksi 4
jari lainnya)
o Babinskyo Chaddock
o Schaeffer
o Openheim
o Gordon

Pemeriksaan Keseimbangan
-

Jangan lupa: minta pasien untuk membuka sepatu

Romberg : berdiri kaki rapat, buka mata 30 detik tutup mata 30 detik
(Romberg + kalau jatuh) interpretasi: apabila tutup mata kemudian jatuh,
kelainan pada proprioseptif atau vestibular; kalau mata terbuka kemudian
jatuh, kelainan pada cerebellum

- Romberg dipertajam: berdiri dengan 1 kaki tepat pada ujung kaki yang lain,
buka mata
30 detik tutup mata 30 detik
- Fukuda : jalan 30 langkah sambil tutup mata Fukuda + apabila pasien
berputar > 30
atau geser > 1 meter
-

Tandem gait

Past pointing
3.2 STATUS MENTAL

PEMERIKSAAN STATUS MENTALIS PASIEN DENGAN DELIRIUM


18 |BBDM SKENARIO I

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Tujuan Diagnosis Multiaksial
1.
Mencakup informasi yang komprehensif (Gangguan jiwa, kondisi medik
umum / masalah psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga
dapat membantu dalam :

Perencanaan Terapi.

Meramalkan outcome atau prognosis.

2.

3.

Format yang mudah dan sistematik, sehingga dapat membantu:

Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis.

Menangkap kompleksitas situasi klinis.

Menggambarkan heterogenitas individual dengan disgnosis klinis yang sama.


Memacu penggunaan model bio-psiko-sosial dalam klinis,

pendidikan,

dan penelitian.
Diagnosis multiasksial terdiri dari 5 aksis :
Aksis I
: - Gangguan Klinis
- Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis
Aksis II
: - Gangguan Kepribadian
- Retardasi Mental
Aksis III
: Kondisi Medik Umum
Aksis IV
: Masalah Psikososial dan Lingkungan
Aksis V
: Penilaian Fungsi Secara Global
Catatan :
Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologic atau pathogenesis.
Hubungan antara Aksis I-II-III dan Aksis IV dapat timbal-balik saling
mempengaruhi.
Aksis I

F00-F09 : Gangguan mental organik (+) simptomatik.

F10-F19 : Gg Mental & perilaku <=> zat psikoaktif.

F20-F29 : Skizofrenia, Gg.Skizotipal & Gg.Waham.

F30-F39 : Gangguan suasana perasaan (Afek/Mood).

19 |BBDM SKENARIO I

F40-F48 : Gg neurotik, Gg somatoform dan Gg terkait stress.

F50-F59 : Sindrom perilaku <=> Gangguan fisiologis fisik.

F62-F68 : Perubahan kepribadian <=> Non organik, Gg impuls.

F80-F89 : Gangguan perkembangan psikologis.

F90-F98 : Gg perilaku & emosional onset kanak-remaja.

F99

Aksis II

F60

: Gangguan jiwa YTT

: Gangguan kepribadian khas.

F60.0 : Gangguan kepribadian paranoid.

F60.1 : Gangguan kepribadian akizoid.

F60.2 : Gangguan kepribadian disosiasi.

F60.3 : Gangguan kepribadian emosional tak stabil.

F60.4 : Gangguan kepribadian histrionik.

F60.5 : Gangguan kepribadian anankastik.

F60.6 : Gangguan kepribadian cemas.

F60.7 : Gangguan kepribadian dependen.

F60.8 : Gangguan kepribadian khas lainnya.

F60.9 : Gangguan kepribadian YTT.

F61 : GANGGUAN KEPRIBADIAN CAMPURAN DAN LAINNYA.

F61.0 : Gangguan kepribadian campuran.

F61.1 : Perubahan kepribadian yang bermasalah.

F70-F79 : RETARDASI MENTAL.

Z03.2 : TIDAK ADA DIAGNOSIS AKSIS II

R46.8 : DIAGNOSIS AKSIS II TERTUNDA

Aksis III

Bab I A00-B99
20 |BBDM SKENARIO I

Penyakit infeksi dan parasit tertentu.

Bab II C00-D48

Neoplasma.

Bab IVE00-G90

Penyakit endokrin, nutrisi & metabolik.

Bab VI G00-G99

Penyakit susunan saraf.

Bab VII

H00-H59

Penyakit mata dan adneksa.

Bab VIII

H60-H95

Penyakit telingan dan proses mastoid.

Bab IXI00-I99

Bab X J00-J99

Penyakit sistem pernafasan.

Bab XIK00-K93

Penyakit sistem pencernaan.

Bab XII

L00-L99

Penyakit kulit dan jaringan subkutan.

Bab XIII

Moo-M99

Penyakit sist muskuloskletal&jar ikat

Bab XIV

N00-N99

Penyakit sistem genitourinaria.

Bab XV

O00-O99

Kehanilan,kelahiran anak & masa nifas.

Bab XVII

Q00-Q99

Malformasi kongenital, deformasi.

Bab XVIII

R00-R99

Gejala,tanda & temuan klinis lab abnormal

Bab XIX

S00-T98

Cedera,keracunan & akibat kausa ekst.

Bab XX

V01-Y98

Kausa eksternal dari morbiditas dan mortalitas.

Bab XXI

Z00-Z99

Faktor = Status kesehatan dan pelayanan

Penyakit sistem sirkulasi.

kesehatan
Aksis IV

Masalah dengan Primary Support Group (keluarga).

Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial.

Masalah pendidikan.

Masalah pekerjaan.

Masalah perumahan.

Masalah ekonomi.

Masalah akses ke pelayanan kesehatan.

Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal.

21 |BBDM SKENARIO I

Masalah psikososial dan lingkungan lain.

Aksis V
GLOBAL ASSESSMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE

100-91 Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang

tidak tertanggulangi.
90-81 Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari

masalah harian biasa.


80-71 Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,

pekerjaan, sekolah, dll.


70-61 Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam

fungsi, secara umum masih baik.


60-51 Gejala sedang(moderate), disabilitas sedang.

50-41 Gejala berat (serious), disabilitas berat.

40-31 Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan

komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.


30-21 Disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu

berfungsi hampir semua bidang.


20-11 Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam

komunikasi dang mengurus diri.


10-01 Seperti diatas tapi persisten dan lebih serius,

Informasi tidak adekuat.

22 |BBDM SKENARIO I

Berdasarkan PPDGJ-III, Pasien dengan delirium mempunyai diagnostic multiaksial


sebagai berikut :
Aksis I
: F05.8 Delirium lainnya
F06.0 Halusinosis organik
F06.7 Gangguan kognitif ringan
F06.8 Gangguan mental lain YDK akibat kerusakan dan disfungsi
otak dan pemyakit fisik
Aksis II
: Z 03.2 Tidak ada diagnosis Aksis II
Aksis III
: A39 Meningococcal infection
Aksis IV
: Tidak Ada (None)
23 |BBDM SKENARIO I

Aksis V
: GAF =
Sumber : Maslim Rusdi. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta
3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.3.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering
dilakukan pada segala umur, dan relatif aman
Indikasi
1 Kejang atau twitching
2 Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI
3 Koma
4 Ubun-ubun besar membonjol
5 Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
6 TBC milier
7 Leukemia
8 Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis
9 Sepsis
Pemeriksaan Darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap

Darah (LED), Kadar glukosa, Kadar Ureum, Elektrolit.


Pada
Meningitis
serosa

di

peningkatan

dapatkan
leukosit

saja. Pada meningitis


Tuberkulosa
didapatkan

peningkatan LED
Pada
Meningitis
purulenta di dapatkan
peningkatan leukosit

24 |BBDM SKENARIO I

3.3.2 Pemeriksaan Radiologi


Pada foto toraks mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang paru atau
abses paru. Sutura yang melebar pada anak mencurigakan akan adanya efusi subdural
atau abses otak.
Sken tomografik pada meningitis mungkin akan menunjukkan adanya sembab
otak dan hidrosefalus. Sken tomografik ini akan berguna untuk mengetahui adanya
komplikasi seperti abses otak atau efusi subdural.

3.3
1.

Pemeriksaan Psikiatri
Gambar 3.3 CT Meningitis Bacterial Akut

MMSE (MiniMental State

Examination)
-

Test ini digunakan untuk memeriksa gangguan kognitif, tingkat keparahan


gangguan kognitif, dan respon terapi

Test ini berupa pertanyaan lisan/ tertulis yang ditujukan kepada pasien
dengan waktu pengerjaan kurang dari 5 menit

Maksimal nilai yang bisa didapatkan dari test ini adalah 30 point

Hal yang dinilai : orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, ingatan, bahasa,


kemampuan untuk mengikuti perintah yang sederhana

25 |BBDM SKENARIO I

Langkah Pemeriksaan :
-

Jika score 23 indikasi organic brain syndrome

Kekurangan test ini : sensitivitas rendah

26 |BBDM SKENARIO I

2. CAM (Confusion Assessment Method)


-

Terdiri dari 2 bagian test :


o Bag. Pertama : menilai keseluruhan gangguan kognitif
o Bag. Kedua

: menilai apakah pasien delirium atau memiliki

kebingungan reversible, ada 4 sifat yang dinilai


-

Bagian kedua test menilai 4 sifat :


o Acute onset and fluctuating course (use collateral history and
consider serial AMTS/MMSE)
o Inattention (distractible, cant focus, cant follow a conversation,
playing with bedclothes)
o Disorganised thinking (rambling, illogical flow of ideas, switching
of subjects)
o Altered level of consciousness (vigilant, lethargic / drowsy, stupor,
coma)

27 |BBDM SKENARIO I

Kekurangan test ini :


o false positif 10%
o Hanya melihat ada/ tidaknya delirium tapi tidak mendeteksi parah/
tidaknya sehingga tidak dapat dibuat acuan untuk melihat
perbaikan kondisi

4. Tatalaksana
4.1 TATA LAKSANA DELIRIUM
Menurut Permenkes No. 5 Tahun 2014 mengenai pelayanan di fasilitas kesehatan
primer, tujuan utama penatalaksanaan delirium antara lain :
1. Mencari dan mengobati penyebab delirium
2. Memastikan keamanan pasien
3. Mengobati gangguan perilaku terkait delirium (contoh: agitasi psikomotor)

Tata laksana delirium sebagai salah satu kegawatdaruratan psikiatri berpatokan pada
Pedoman Pelayanan Kegawat Daruratan Psikiatrik. Dalam pedoman tersebut
dipaparkan secara jelas mulai dari kriteria diagnostik hingga tata laksana penyakit.

28 |BBDM SKENARIO I

Penatalaksaan :
Kondisi pasien harus dijaga agar terhindar dari risiko kecelakaan selama
perawatan.

Apabila pasien telah memperoleh pengobatan, sebaiknya tidak menambahkan


obat pada terapi yang sedang dijalankan oleh pasien.

Bila belum mendapatkan pengobatan, pasien dapat diberikan obat anti


psikotik. Obat ini diberikan apabila ditemukan gejala psikosis dan atau agitasi.

Terapi Medis
Prinsip :
Mengobati underlying disease, menghentikan pengobatan dan pemakaian zatzat pemicu
Mengobati simptom dan gejala klinis yang timbul

29 |BBDM SKENARIO I

Melakukan intervensi personal dan lingkungan hingga fungsi kognitif kembali


optimal
1. Antipsikotik (neuroleptik)
Terapi farmakologi hanya diberikan pada kasus delirium tipe
hiperaktif yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya atau
adanya kegagalan psikoterapi. Pemberian terapi dimulai dari
antipsikotik per oral dosis rendah seperti haloperidol
Haloperidol
Cara kerja : menghambat reseptor dopamin dan serotonin tipe 2
Efek samping : gejala ekstrapiramidal
Merupakan antipsikotik potensi tinggi yang paling umum digunakan.
Aman digunakan baik melalui jalur oral maupun intravena.
Haloperidol

intravena

lebih

sedikit

menyebabkan

gejala

ekstrapiramidal dibanding penggunaan per oral.


Dosis :
Haloperidol 0,5 mg tiap 4-6 jam, dapat ditingkatkan sampai
maksimal 10 mg per hari.
Pada geriatri, dosis maksimal 3 mg per hari.
Pada kasus dengan agitasi yang berat atau dalam kondisi
dimana pemberian haloperidol per oral tidak memungkinkan,
dapat diberikan injeksi haloperidol 2,5 mg IM, dapat diulang
setiap 30 menit.
Dosis maksimal pemberian pada orang dewasa adalah 10
mg/hari. Dosis maksimal bagi geriatri sebesar 5 mg/hari.

30 |BBDM SKENARIO I

2. Short-acting sedative
Indikasi : untuk delirium akibat putus obat/alkohol
Digunakan turunan benzodizepine seperti lorazepam dan diazepam
Efek samping : depresi napas
K.I : pasien geriatri, pasien dengan masalah paru
3. Terapi cairan dan nutrisi
4. Pendekatan Personal dan Lingkungan
Dilakukan untuk membantu pasien membina hubungan dengan
lingkungan dan agar bisa melakukan aktivitas sehari hari dengan
mandiri
Intervensi personal yang dapat dilakukan :
1. Kebutuhan Fisiologis
a. Kebutuhan nutrisi dan cairan harus terpenuhi
b. Atasi gangguan tidur dengan cara :

Kolaborasi pemberian obat tidur

Beri susu hangat

Berbicara lembut

Libatkan keluarga

Buat jadwal tetap untuk bangun & tidur

Hindari tidur diluar jam yang telah ditetapkan

Mandi sore dengan air hangat

Hindari

konsumsi

minuman

yang

dapat

menyebabkan sulit tidur seperti kopi dan


minuman berkafein lainnya
31 |BBDM SKENARIO I

Lakukan metode relaksasi sebelum tidur (ex.


napas dalam)

c. Atasi disorientasi dengan cara :

Kondisikan ruangan selalu terang

Tenpatkan jam dan kalender dalam ruangan

Lakukan kunjungan sesering mungkin

Orientasikan pasien pada situasi lingkungan

Beri nama/petunjuk/tanda yang jelas pada


ruangan & kamar

Orientasikan

pasien

pada

barang

milik

pribadinya

Sediakan TV atau radio untuk relaksasi dan


mempertahankan kontak dengan dunia luar

Ikutkan dalam terapi aktivitas kelompok yang


berkaitan dengan program

orientasi (orang,

tempat, waktu)

d. Atasi halusinasi dengan cara :

Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku


yang merusak diri

Jangan tempatkan benda-benda yang berbahaya


di dalam ruangan

Orientasikan pada realita

Timbulkan suasana dan rasa aman

Libatkan keluarga untuk selalu mendukung


pasien

32 |BBDM SKENARIO I

Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan


perawatan

2. Komunikasi
Atasi gangguan komunikasi dengan cara menggunakan kalimat
yang jelas, singkat dan padat. Jangan gunakan istilah-istilah
medis dan memberikan opsi yang terlalu banyak pada pasien.
3. Pendidikan Kesehatan

Dokter maupun perawat harus mengetahui betul


permasalahan pasien, stresor, pengobatan dan rencana
perawatan pasien

Siapkan rencana perawatan di rumah. Jelaskan rencana


tersebut pada pasien dan anggota keluarga. Beri
petunjuk lisan dan tertulis

4.2 ANTIPIRETIK

2.2.2 Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan
cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP) .
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan
tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam
sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas.

33 |BBDM SKENARIO I

Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah


digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja
analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak
menyebabkan iritasi serta peradangan lambung.
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum
puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati,
sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 %
dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui
urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon
yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal
bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada
dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.
Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan
suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti
salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan
Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat
biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan
lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan
keseimbangan asam basa.
Sediaan dan Posologi
Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup
yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan
kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis Parasetamol untuk
dewasa 300 mg-1g per kali, dengan maksimum 4g per hari, untuk anak 6-12 tahun:
34 |BBDM SKENARIO I

150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60mg/kali,
pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari.

4.3 Terapi Meningitis


4.3.1 Antibiotik

Usia 1 3 bulan :
-

Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +


Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Dewasa
-

Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +


Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

4.3.2 Terapi Deksametason


Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis
bakterial yang menggunakan deksametason menunjukkan

perbaikan proses

inflamasi, penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit
didapatkan kerusakan otak.
Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae
tipe B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan
insidens

gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki

gangguan pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan


deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 20 menit sebelum
35 |BBDM SKENARIO I

atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4
hari.

5. Rujukan
SISTEM RUJUKAN

Sistem rujukan adalah


Suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang
diselenggarakan secara timbal balik, baik vertical dalam arti dari satu strata sarana
pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun
horizontal dalam arti antara strata sarana pelayanan kesehatan yang sama.

SKILL

Tingkat kemampuan 1 (Knows)

Tingkat kemampuan 2 (Knows How)

Tingkat kemampuan 3 (Shows)

Tingkat kemampuan 4 (Does)

4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai


internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

SKDI

Tingkat kemampuan 1:mengenali dan menjelaskan

Tingkat kemampuan 2 : mendiagnosis dan merujuk

36 |BBDM SKENARIO I

Tingkat kemampuan 3 : mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan


awal, dan merujuk

3A Bukan Gawat Darurat

3B Gawat Darurat

Tingkat kemampuan 4 : Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan


secara mandiri dan tuntas.

Keuntungan sistem rujukan

1. Pelayanan lebih dekat, pertolongan lebih cepat, murah dan memberi rasa aman pada
pasien dan keluarga.
2. Penataran teratur, pengetahuan dan keterampilan petugas daerah meningkat, makin
banyak pengelolaan kasus mandiri.
3. Memudahkan masyarakat di daerah terpencil untuk memperoleh tenaga ahli dan
fasilitas kesehatan.

Macam-macam rujukan

Rujukan upaya kesehatan perorangan

Rujukan kasus
Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen)
Rujukan ilmu pengetahuan

Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Rujukan sarana dan logistik


Rujukan tenaga
Rujukan operasional

37 |BBDM SKENARIO I

Kriteria pasien yang dirujuk


Adalah apabila memenuhi salah satu dari :

1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.


2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu

Cara Merujuk Pasien

38 |BBDM SKENARIO I

Persiapan Rujukan

Persiapan tenaga kesehatan

Persiapan keluarga

Persiapan surat

Persiapan Alat

Persiapan Obat

Persiapan uang

Persiapan donor darah

Prosedur Rujukan
39 |BBDM SKENARIO I

1. prosedur standar merujuk pasien


2. prosedur standar menerima rujukan pasien
3. prosedur standar memberi rujukan balik pasien
4. prosedur standar menerima rujukan balik pasien

40 |BBDM SKENARIO I

Anda mungkin juga menyukai