Anda di halaman 1dari 92

Skenario 4

“Telinga Tidak Dapat Mendengar”

Seorang pasien berusia 37 tahun datang dengan keluhan telinga sebelah kanan
tidak dapat mendengar sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri pada
telinga dan pusing berputar yang hilang timbul. Riwayat trauma disangkal. Pada
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan Test penala didapatkan:
- Rinne Test
Auricula Dekstra/AD (+) : Air Conduction (AC) > Bone Conduction (AC)
Auricula Sinistra/AS (+) : AC < BC
- Weber Test
AD lateralisasi ke sisi sehat
AS tidak ada lateralisasi
- Schwabach Test
AD : memendek (+)
AS : sama dengan pemeriksa
STEP 1
1) Test Penala : pemeriksaan tes kualitatif untuk telinga yang terdiri dari
Rinne Test, Weber Test, dan Schwabach Test.
2) Rinne Test : Untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran
tulang pada telinga yang diperiksa.
3) Weber Test : Uji pendengaran untuk menilai adakah lateralisasi ke sebelah
kanan atau kiri.
4) Schwabach Test : Tes untuk membandingkan hantaran tulang pada orang
yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarnya normal.
STEP 2
1) Apa saja penyebab yang bisa membuat kondisi Px seperti itu?
2) Bagaimana patomekanisme terjadinya keluhan pada Px?
3) Bagaimana interpretasi dari tes penala pada Px tersebut?
4) Bagaimana penegakkan diagnosis yang dapat dilakukan?
5) Bagaimana tatalaksana yang dapat dilakukan?

1
STEP 3
1) Disebabkan karena tuli sensorineural. Tuli sensorineural ini dapat
disebabkan oleh
a) Kongenital
b) Tumor
c) Ototoksik
d) Penyakit SSP
e) Infeksi Virus
2) Patomekanisme
a) Terjadi pembengkakkan pada endolimfe yang menyebabkan
rupturnya membran Reissner sehingga terjadi gangguan
pendengaran.
b) Terjadi penekanan di ujung saraf vestibular sehingga menyebabkan
gangguan keseimbangan seperti pusing berputar atau vertigo.
3) Interpretasi tes penala:
a) Rinne Test
(+) bila masih terdengar AC > BC
(-) bila sudah tidak terdengar AC < BC
b) Weber Test
Lateralisasi ke salah satu telinga apabila terdengar lebih keras ke
salah satu telinga.
(1) Tuli konduktif, apabila lateralisasi ke telinga sakit.
(2) Tuli sensorineural, apabila lateralisasi ke telinga sehat.
c) Schwabach Test
(1) Tuli konduktif apabila memanjang.
(2) Tuli sensorineural apabila memendek.
4) Penegakan diagnosis:
a) Anamnesis
(1) Gangguan pendengaran
(2) Riwayat trauma kepala
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Tes bisik

2
(2) Tes penala
(3) Tes koordinasi : Romberg Test
5) Tatalaksana:
a) Farmakologi
(1) Simtomatik
(2) Steroid
(3) Diuretik
b) Non-farmakologi
(1) Pembedahan
(2) Tirah baring
(3) Rehabilitas
STEP 4
1) Etiologi :
Tuli sensorineural
a) Kongenital
Kelainan tidak sempurnanya pembentukan organ saat embriologi
b) Tumor
Tumor pada bagian batang otak
c) Ototoksik
Mengkonsumsi obat
d) Infeksi Virus
Virus yang menyerang sistem saraf pusat (SSP)
2) Gejala disebabkan oleh adanya hidrops limfe pada koklea dan vestibular.
Hidrops hilang timbul. Pada pemeriksaan histopatologi ruang temporal
ditemukan pelebaran dan perubahan morfologi pada membran Reissner

Terjadi penonjolan ke dalam skala vestibulix terutama di daerah apeks
koklea helikotrema. Saccus juga mengalami pelebaran yang dapat
menekan utriculus.
Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks koklea lalu
meluas ke bagian tengah atau basal koklea menyebabkan saraf menerima
nada rendah.

3
3) Interpretasi tes penala:
a) Rinne Test
(+) pada telinga kanan AC > BC
b) Weber Test
Tuli sensorineural karena terdapat lateralisasi ke telinga yang sehat
yaitu ke telinga kiri.
c) Schwabach Test
Tuli sensorineural karena suara memendek.
4) Diagnosis:
a) Anamnesis
(1) Terjadi penurunan pendengaran pada telinga kanan atau kiri
(2) Mendadak atau tiba-tiba
(3) Berdengung atau tinnitus
(4) Keluar cairan
(5) Nyeri
(6) Riwayat penyakit dahulu seperti vertigo (pusing berputar),
trauma, obat-obatan, dan Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK)
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Inspeksi aurikula : bentuk, simetrisitas, posisi
(2) Palpasi aurikula : di area mastoid, edema, benjolan
(3) Pemeriksaan dengan otoskopi : CAE ( discharge, corpus
alineum) dan membran tympani (cone of light, warna dan
bentuk)
(4) Tes Bisik
Tes nada rendah-tinggi
(+) bila pasien sukar mendengar dari 5 cm
(5) Tes Penala
Dengan Rinne Test, Weber Test, dan Schwabach Test.
(6) Tes Koordinasi (Romberg Test)
Kelainan vestibuler : Px dengan hanya mata tertutup akan
goyang sampai terjatuh

4
Kelainan Serebelar : Px dengan mata tertutup dan terbuka akan
goyang sampai terjatuh.
5) Tatalaksana:
a) Farmakologi
(1) Diuretik
(2) Steroid seperti metilprednisolon
(3) Simtomatik
b) Non-farmakologi
(1) Tirah baring
(2) Diet rendah natrium

MIND MAP

GANGGUAN
PENDENGARAN

Etiologi
Tatalaksana
Telinga Luar,
Tengah, dan Dalam

Penegakan
Patofisiologi Diagnosis
Manifestasi
Klinis

STEP 5
1) Klasifikasi dari gangguan pendengaran (luar, tengah, dan dalam) dari
Etiologi, Patomekanisme, Manifestasi Klinis, Penegakkan Diagnosis,
Tatalaksana (farmako dan non-farmako), serta Komplikasi
a) Patomekanisme dihubungkan dengan organ yang berperan atau
terlibat sehingga menimbulkan gejala
b) Prinsip tatalaksana
STEP 6
Belajar Mandiri

5
STEP 7

1. KLASIFIKASI GANGGUAN PENDENGARAN (TELINGA LUAR,


TELINGA TENGAH DAN TELINGA DALAM)
A. TELINGA LUAR
1. SERUMEN PROP
Definisi
Serumen merupakan gabungan dari hasil produksi kelenjar yang
secara fisiologis menghasilkan secret, yakni kelenjar sebasea dan
kelenjar seruminosa, serta deskuamasi epitel kulit dan partikel debu. 1
Etiologi
Pada keadaan normal serumen dapat bermigrasi sendiri keluar,
namun jika jumlah serumennya berlebihan maka akan terbentuk
gumpalan serumen yang kemudian menyumbat di liang telinga. 1
Faktor Resiko
Serumen diproduksi pada sepertiga liang telinga (daerah tulang
rawan) memiliki sifat asam, dan memiliki fungsi sebagai proteksi.
Produksi serumen ini biasanya memiliki konsistensi yang lunak, namun
kadang-kadang kering. Hal ini dipengaruhi oleh: 1
a. Faktor keturunan
b. Faktor iklim
c. Usia
d. Keadaan lingkungan.
Patofisiologi
Serumen: gabungan hasil dari kelenjar sebasea dan kelenjar
seruminosa, serta deskuamasi epitel kulit dan partikel debu.

Jika terjadi gangguan fungsi epitel kulit serta disfungsi gerakan


rahang, maka proses migrasi serumen dari arah membrane timpani ke
arah luar akan terganggu

Lambat laun, akan terjadi penumpukan serumen di liang telinga,


dan terbentuklah gumpalan serumen.
6
Gumpalan serumen

Obstruki Mengembang

Tuli Konduktif Memberi Tekanan

Rasa Tidak Nyaman

Skema 1.1. Patofisiologi Serumen Prop. 1

Penegakan Diagnosis
Anamnesis : Tinnitus, gangguan dengar terutama pada
saat air masuk kedalam, dan disertai rasa
tertekan. 1
Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan tes penala, didapatkan
penurunan pendengaran berupa tuli
konduktif. 1
Pemeriksaan Penunjang : Audiometri. 1
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita serumen prop adalah dengan
membersihkan serumennya. Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan
dengan konsistensinya: 1
a. Serumen lunak:
Dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
b. Serumen prop
Merupakan serumen yang keras dan menimbulkan obstruksi di
telinga. Sehingga untuk mengeluarkannya serumen harus dilunakan
lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. Jika
serumen telah melunak maka lakukan irigasi atau dikeluarkan
dengan pengait atau karet.
c. Serumen yang terdorong jauh ke dalam:
Sebelum melakukan irigasi, pastikan pasien tidak ada riwayat
perforasi membran timpani, lalu lakukan irigasi.
7
Irigasi dilakukan menggunakan air hangat sesuai dengan suhu
tubuh memakain spuit atau botol irigasi bertekanan, lalu air
dibiarkan mengalir sepanjang dinding superior liang telinga lalu
keluar dan ditampung dengan wadah dibawah telinga. Jika masih
ada sisa cairan irigasi atau residu serumen, gunakan kateter
(suction).
Konseling dan Edukasi
a. Menganjurkan pasien untuk tidak membersihkan telinga secara
berlebihan, baik dengan cotton bud atau alat lainnya. 1
b. Menganjurkan pasien untuk menghindari memasukkan air atau
apapun ke dalam telinga. 1
Komplikasi
a. Radang pada aurikula
Selulitis, perikondritis, kondritis. 1
b. Radang pada meatus acusticus eksternus
Otitis eksterna sirkumkripta, otitis eksterna difus, otitis eksterna
maligna, otomikosis. 1
c. Radang pada membrane timpani
Miringitis bulosa, miringitis granular kronis. 1

2. OTITIS EKSTERNA
Definisi
Otitis eksterna merupakan radang akut atau kronis pada liang
telinga akibat infeksi bakteri, jamur, atau virus. 1
Otitis eksterna sirkumskripta merupakan infeksi pada pilosebasea
(folikel rambut) di klit sepertiga luar liang telnga yang awalnya berupa
folikulitis namun berlanjut membentuk furunkel atau abses kecil.
Radang umumnya melibatkan bagian kartilago lateral dari telinga luar,
terutama meatus. 1
Otitis eksterna difus merupakan infeksi pada kulit dua sepertiga
dalam liang telinga, ditandai keadaan liang telinga hiperemis dengan
edema tidak berbatas tegas. 1

8
Otitis eksterna kronik merupakan infeksi dan radang difus kronik
atau penyembuhan tidak sempurna pada liang telinga selama lebih dari
tiga bulan yang menimbulkan jaringan sikatriks pemicu stenosis pada
liang telinga. 1
Otitis eksterna maligna merupakan infeksi difus pada liang telinga
luar dan struktur lain di sekitarnya termasuk basis cranii yang
berpotensi letal. 1
Etiologi
Tabel 1.1. Etiologi Otitis Eksterna. 2
OE.Sirkumskripta OE Difus OE Kronik OE Maligna
Staphylococcus Pseudomonas OE akut akibat P. aeruginsa
aureus aeruginosa bakteri/jamur
yang tidak
ditangani
dengan baik
Staphylococcus Eschericia coli Iritasi kulit S. aureus
albus akibat secret
dari OM
Proteus Trauma Aspergillus
mirabilis berulang
Infeksi Benda asing Proteus
sekunder pada
OMSK
Kelainan kulit:
dermatitis
seboroik,
psoriasis.

9
Faktor Resiko
a. Perubahan pH di liang telinga. Umumnya, pH dalam liang telinga
bersifat normal atau asam. pH basa membuat fungsi proteksi turun
sehingga infeksi menjadi mudah terjadi. 2
b. Keadaan udara hangat dan lembap dalam liang telinga
mempermudah tumbuhnya jamur dan kuman. 2
c. Trauma ringan saat mengorek telinga. 2
d. Maserasi telinga. 2
e. Tidak adanya serumen, sumbatan serumen. 2
f. Benda asing dalam liang telinga. 2
g. Iklim hangat dan lembap. 2
h. Pemakaian alat bantu dengar. 2
i. Diabetes mellitus. 2
j. Imunokompromais. 2
k. Kondisi kulit: dermatitis, seboroik, psoriasis. 2
l. Keringat berlebihan. 2
Patofisiologi
Otitis Eksterna Sirkumkripta
Furunkel adalah infeksi kuman stafilokokus pada folikel rambut.
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa
kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen,
maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pada apilosebaseus, sehingga
membentuk furunkel. 2

Gambar 1.1. Furunkel pada Kanalis Akustikus Eksternus. 2

10
Otitis Eksterna Difus
Peradangan difus pada kulit liang telinga yang meluas ke aurikula
dan lapisan epidermis dari membran timpani. Penyakit ini paling sering
terjadi pada keadaan dengan kelembaban tinggi dan panas serta pada
perenang. Keringat yang berlebihan merubah pH kulit liang telinga dari
asam menjadi basa sehingga menimbulkan pertumbuhan kuman
patogen. Terdapat dua faktor yang paling responsibel terhadap kondisi
ini, yaitu trauma liang telinga dan invasi kuman patogen. Trauma dapat
terjadi akibat mengorek telinga secara radikal, instrumen yang kurang
ahli saat ekstraksi serumen, dan saat membersihkan telinga setelah
berenang dimana kulit liang telinga terjadi maserasi. Kerusakan terus
menerus pada kulit liang telinga menyebabkan invasi kuman patogen. 1

Gambar 1.2. Otitis Eksterna Difus. 2


Gejala klinisnya dapat akut atau kronis dengan berbagai derajat
keparahan: 1
a. Fase Akut
Ditandai dengan sensasi panas terbakar dalam liang telinga, diikuti
nyeri saat menggerakkan mandibula. Telinga biasanya mengeluarkan
sekret serous yang kemudian menjadi kental dan purulen. Dinding
liang telinga mengalami inflamasi. Penumpukan debris dan sekret yang
disertai pembengkakan liang telinga menimbulkan gangguan dengar

11
konduktif. Pada kasus berat, dapat terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening regional, nyeri tekan dengan selulitis jaringan sekitarnya.
b. Fase Kronis
Fase kronis memiliki karakteristik iritasi dan sangat gatal. Ini
adalah responsibel untuk eksaserbasi akut dan reinfeksi. Sekret hanya
sedikit bahkan kadang-kadang kering hingga membentuk krusta. Kulit
liang telinga menebal dan bengkak sehingga membentuk celah. Jarang
sekali terjadi hipertrofi kulit yang menimbulkan stenosis (otitis eksterna
stenosis kronis).
Otitis Eksterna Maligna
Merupakan infeksi telinga luar yang berpotensi mengancam
kehidupan. Terjadi pada pasien tua dengan diabetes dan
immunocompromised. Kelainan mikroangiopati dan disfungsi sel imun
merupakan predisposisi terjadinya infeksi. 1
Menurut Benecke, derajat otitis eksterna maligna dapat dibagi tiga,
yaitu: 1
Derajat I : infeksi terbatas pada jaringan lunak dan kartilago.
Derajat II : keterlibatan jaringan lunak dan erosi tulang temporal.
Derajat III : ekstensi intrakranial atau erosi tulang temporal.

Gambar 1.3 Otitis Eksterna Maligna. 1

12
Skema 1.2. Patofisiologi Otitis Eksterna. 1
Penegakan Diagnosis
Otitis Eksterna Sirkumkripta
Anamnesis, terdapat otalgia hebat (muncul saat penekanan
perkondrium dan muncul spontan saat membuka mulut), gangguan
pendengaran, otorea jika abses ruptur. Pada pemeriksaan fisik, tampak
furunkel pada liang telinga, terdapat secret jika terjadi ruptur abses. 1
Otitis Eksterna Difus
Anamnesis, terdapat otalgia, gatal, telinga terasa penuh, keluarnya
secret telinga berbau, serta gangguan pendengaran. 1
Pemeriksaan fisik, pada otoskopi didapatkan liang telinga sempit,
eritema, edema, secret telinga berbau. Terdapat nyeri tekan pada tragus,
muncul nyeri pada saat menarik auricula ke atas dan ke belakang. Serta
didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar getah bening
(periauricula, cervical anterior). 1
Otitis Eksterna Maligna
Anamnesis didapatkan gatal, nyeri, secret liang telinga banyak,
pembengkakan liang telinga. Pada pemeriksaan fisik jaringan granulasi
pada dinding liang telinga dekat sambungan tulang kartilago
menimbulkan otalgia hebat. Paresis saraf fasialis. Sindrom foramen
jugular. 1
13
Pemeriksaan penunjang dengan cek darah rutin, laju endap darah
untuk menilai responterhadap antibiotik, biopsy jaringan granulasi pada
liang telinga. Uji sensitivitas terhadap atibiotik antipseudomonas, kultur
sekret purulen. 1
Diagnosis ditegakkan dengan: 1
1) Kultur eksudat liang telinga menggunakan suatu apusan kalsium
alginate.
2) Pemeriksaan hitung jenis leukosit dan laju endap darah.
3) Komorditas adalah hal yang penting diketahui (misal: diabetes,
HIV).
4) CT-Scan untuk melihat ekstensi penyakit.
5) Bone scan untuk mendokumentasikan osteomilitis (nonspesifik) dan
mungkin sembuh selama beberapa bulan setelah resolusi terjadi.
6) Gallium-67 scan sebagai indikator infeksi yang aktif dan berguna
untuk mengikuti perjalanan penyakit, juga positif dalam jaringan
lunak dan infeksi tulang. Pengulangan gallium scan setiap 4 minggu
untuk menentukan kelanjutan pengobatan.
Penatalaksanaan
Otitis Eksterna Sirkumkripta
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Jika sebelum fase
supurasi: 1
1) Terapi lokal, obat tetes telinga, salep
2) Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan antibiotik sistemik,
ofloksasin, polimiksin B.
3) Antiseptik, asam asetat 2-5% dalam alkohol
4) Obat simtomatik
Analgetik, obat antiinflamasi nonsteroid, steroid topical. Steroid
dapat mengurangi edema dan otalgia.

Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril selanjutnya


dilakukan insisi drainase. Lokal diberikan antibiotik dalam bentuk
salep, seperti polymixin B atau bacitracin atau antiseptik (asam asetat 2-
5% dalam alkohol). 1
14
Otitis Eksterna Difus
Fase akut diberi pengobatan sebagai berikut: 1
1) Pembersihan telinga. Ini adalah faktor utama yang sangat penting
dalam pengobatan otitis eksterna difus. Seluruh sekret dan debris
harus dikeluarkan secara gentle. Perhatian khusus harus diberikan
pada bagian resesus anteroinferior yang membentuk “blind pocket”
dimana sekret sering tertumpuk. Pembersihan telinga dapat
dilakukan dengan kapas kering, penyedot (suction clearance) atau
irigasi liang telinga dengan normal salinesteril hangat.
2) Tampon telinga. Setelah telinga dibersihkan, diberikan tampon kasa
yang dibasahi dengan preparat steroid-antibiotik yang dimasukkan
ke liang telinga dan diberikan nasihat pada pasien untuk menjaga
kelembaban dengan meneteskan obat tersebut 2-3 kali sehari.
Tampon diganti 2-3 hari sekali. Obat tetes steroid lokal membantu
meringankan edema dan eritema dan menghilangkan gatal.
Aluminium asetat (8%) atau silver nitrat (3%) adalah astrigen
ringan yang dapat digunakan dalam bentuk tampon sehingga
membentuk koagulum protektif untuk mengeringkan liang telinga.
3) Antibiotik. Golongan antibiotik sistemik berspektrum luas adalah
yang paling sering digunakan terutama pada keadaan selulitis dan
limfadenitis akut.
4) Analgetik. Digunakan untuk mengurangi nyeri. Tujuan pengobatan
pada fase kronis adalah: 1
c. Mengurangi bengkak liang telinga sehingga pembersihan telinga
dapat dilakukan secara efektif.
d. Menghilangkan gatal sehingga kebiasaan menggaruk atau
mengorek telinga dapat dihentikan sehingga rekurensi dapat
terkontrol di kemudian hari. Tampon kasa dengan ichthammol
glycerine 10% dimasukkan ke liang telinga untuk mengurangi
edema. Kemudian diikuti dengan pembersihan telinga dengan
perhatian khusus pada resesus meatal antero-inferior. Gatal
dapat dikontrol dengan aplikasi krim antibiotik steroid topikal.

15
Jika kulit liang telinga mulai menebal hingga membengkak serta
sudah resisten pada semua pengobatan medikamentosa, misal
otitis eksterna stenosis kronis, maka dapat dilakukan
pembedahan.
Otitis Eksterna Maligna
1) Tangani penyakit yang mendasarinya. 1
2) Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan uji sensitivitas. 1
3) Pembedahan
Mastoidektomi dengan dekompresi saraf fasialis, petrosektomi
subtotal, reseksi tulang temporal parsial. 1
Komplikasi
a. Otitis Media. 2
b. Otitis Media Supuratif Kronis. 2
B. TELINGA TENGAH
1. OTITIS MEDIA AKUT
Definisi
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat
dan singkat kurang dari tiga minggu disertai gejala local dan sistemik. 1
Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dali
otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius
tergannggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
terganggu. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab
paling sering. Penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (10-52%).
Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (27-52%),
Pneumococcus, Moraxella flatanhalis (2-15%), Haemophilus
Influenzae adalah bakteri patogen yang sering ditemukan pada anak di
bawah usia lima tahun, meskipun juga patogen pada orang dewasa. 3
Faktor Resiko [3]
a. Bayi prematur
b. Usia kurang dari 2 tahun

16
c. Kurang ASI
d. Gangguan anatomi (celah palatum)
e. Alergi
f. Imunodefisiensi.
Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
lewat saluran eustachius. Saat bakteri melalui saluran eustachius,
mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran eustachius menyebabkan lendir
yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga. 1
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung
gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak
dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri dan yang
paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya. 1

17
Skema 1.3. Patofisiologi Otitis Media Akut. 1
Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga
tengah, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran
timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan
edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian
lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah
menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung
dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan
virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit banyak
tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. 1
Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga
tengah, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran
timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan
edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian
lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah
menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung
dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan
virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit. 1

18
Penegakan Diagnosis
Gejala otitis media bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya
unilateral pada orang dewasa, dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan
hilang secara spontan bila terjadi perforasi spontan membrana timpani
atau setelah dilakukan miringotomi (insisi membrana timpani). Gejala
lain dapat berupa keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan
pendengaran, dan tinitus. Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditoris
eksternus sering tampak normal, dan tak terjadi nyeri bila aurikula
digerakkan. Membrana timpani tampak merah dan sering
menggelembung. Nyeri di telinga yang terkena adalah gejala tersering
otitis media akut. Pada bayi / todler, demam, rewel, dan menari-narik
telinga dapat menandakan otitis media akut. Anoreksia, muntah, dan
diare dapat menyertai otitis media akut. Rasa penuh yang tidak enak di
telinga sering terjadi pada otitis media dengan efusi. 1
Secara umum gejala anak dengan OMA, yaitu: 1
a. Nyeri telinga
b. Keluarnya cairan dari telinga
c. Berkurangnya pendengaran
d. Demam
e. Sulit makan
f. Mual dan muntah
g. Riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi.
Selain itu, keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, yaitu: 1
a. Otorrhea, bila terjadi ruptur membran timpani
b. Keluhan nyeri telinga (otalgia)
c. Demam
d. Anoreksia
e. Limfadenopati servikal anterior
f. Otitis media serosa
g. Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh
atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan

19
suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba Eustachius
berusaha membuka.
h. Membran timpani merah, atau tampak kusam (warna kuning
redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik) sering
menggelembung tanpa tonjolan tulang (dapat terlihat gelembung
udara dalam telinga tengah), dan tidak bergerak pada otoskopi
pneumatik (pemberian tekanan positif atau negatif pada telinga
tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop), dan
dapat mengalami perforasi.
Tabel 1.2 Perbandingan Gambaran Klinis. 1
Gambaran Otitis Ekterna Akut Otitis Media Akut

Ada bila membrana


Mungkin ada mungkin
Otorea timpani berlubang ;
tidak
cairan banyak keluar

Persisten, samapai Hilang ketika


Otalgia membangunkan membrana timpani
penderita dimalam hari rupture

Ada pada palpasi


Nyeri tekan aural Biasanya tidak ada
aurikula

Demam, infeksi saluran


Gejala sistemik Tak ada
napas atas, rhinitis

Edema kanalis
Ada Tak ada
auditorius eksternus

Eritema,
Membrana timpani Tampak normal menggelembung, dapat
mengalami perforasi

Kehilangan
Tipe konduktif Tipe konduktif
pendengaran

20
Stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya adalah: 3
1) Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan
negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau
keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan
otitis media serosa akibat virus atau alergi.

Gambar 1.4. Stadium Oklusi Otitis Media Akut. 3


2) Stadium Hiperemis (Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa
sehingga sukar terlihat.

Gambar 1.5 Stadium Hiperemis Otitis Media Akut. 3

21
3) Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema
yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.

Gambar 1.6 Stadium Supurasi Otitis Media Akut.3


4) Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi
kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah
keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.7

Gambar 1.7 Stadium Perforasi Otitis Media Akut. 3


5) Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang
dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman
rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.

22
Gambar 1.8 Stadium Resolusi Otitis Media Akut. 3
Klasifikasi Otitis Media

Skema 1.4. Klasifikasi Otitis Media


Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. 1
1) Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka
kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin
1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau
dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan
memberikan antibiotik. 1
2) Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung,
dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus,
sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah
23
penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi
awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam
darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak
diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. 1
3) Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh.
Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat
berkurang. 1
4) Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri
dalam 7-10 hari. 1
5) Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar.
Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu,
namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis. 1
Komplikasi
Komplikasi intrakranial meliputi: 1
1) Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan
komplikasi infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu
melalui penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada
waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus,
atau stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza,
koliform, atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-
arachnoid bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang
menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal.
2) Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis
interna. Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus

24
dianggap keadaan gawat darurat bedah saraf, karena harus
mendapatkan pembedahan segera untuk mencegah kematian.
3) Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter
dan tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah.
Abses ekstradural jika tidak tertangani dengan baik dapat
menyebabkan meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak
(lobus temporal atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.

25
4) Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami
perlusan retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus
hingga ke daerah sinus cavernosus. Komplikasi ini sering
ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang
terjadi.
5) Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak
dapat timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus
temporal di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk
sebagai perluasan langsung infeksi telinga atau tromboflebitis.
6) Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan
temuan cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan
terdapat edema papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut
atau kronis.
Komplikasi intratemporal meliputi: 3
1) Facial paralisis
2) Labirintitis
3) Abses Subperiosteal.

Barotrauma
Barotraurna adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan
yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau
menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila
perbedaan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi
tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga cairan keluar dari
pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang- kadang disertai dengan
ruptur permbuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga
mastoid tercampur darah.
Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga,
autofoni, perasaan ada air dalarm telinga dan kadang-kadang tinitus
26
dan vertigo. Pengobatan biasanya cukup dengan cara konservatif saja,
yaitu dengan memberikan dekongestan lokal atau dengan melakukan
parasat Valsalva selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas.
Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap di
dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu memasang pipa
ventilasi (Grommet).
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan
selalu mengunyah permen karet atau melekukan parasat Valsalva,
terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.
2. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut
otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. 1

27
Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya
berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang
dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down syndrome. Adanya
tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. 1
Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif
tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV,
sindrom kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi
telinga kronis. 1
Faktor Resiko [3]
a. Infeksi saluran nafas atas yang terus berulang
b. Riwayat otitis media akut
c. Terapi otitis media akut yang terlambat diberikan.
Patofisiologi
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan
dengan tuba eustakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik,
maupun faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki fungsi penting
yang berhubungan dengan kavum timpani, diantaranya fungsi
ventilasi, fungsi proteksi, dan fungsi drainase. Penyebab endogen
maupun eksogen dapat mengganggu fungsi tuba dan menyebabkan
otitis media. Penyebab endogen misalnya gangguan silia pada tuba,
deformitas palatum, atau gangguan otot-otot dilatator tuba. Penyebab
eksogen misalnya infeksi atau alergi yang menyebabkan inflamasi
pada muara tuba. 1
Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau komplikasi otitis
media akut (OMA) yang mengalami perforasi. Namun, OMSK juga
dapat terjadi akibat kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet

28
tube) pada kasus otitis media efusi (OME). Perforasi membran timpani
gagal untuk menutup spontan, sehingga mudah terjadi infeksi berulang
dari telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan. Keadaan ini
menyebabkan otorea yang persisten. 1
Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius
sehingga kavum timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga
infeksi dengan otorea terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan
pada membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler,
mengakibatkan terjadi iskemi pada suatu titik, yang selanjutnya terjadi
titik nekrotik yang berupa bercak kuning. Bila disertai tekanan akibat
penumpukan discharge dalam kavum timpani dapat mempermudah
terjadinya perforasi membran timpani. 1
Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu
berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari
kanalis auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas
masuk ke dalam kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam
kavum timpani menyebabkan infeksi yang mudah berulang atau
bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini ditetapkan
berdasarkan waktu dan penggolongan stadium didasarkan pada
keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran
patologi disebabkan oleh proses yang bersifat eksaserbasi atau
persisten, efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan
sikatrik. 1

29
Skema 1.5. Patofisiologi OMSK. 3
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi
mukosa sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret
mucoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten
yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses
pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis
dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi drainase.
Keadaan seperti ini menyebabkan OMSK menjadi penyakit persisten. 1
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke
telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan
mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk
kolesteatoma akuisita sekunder. Kolesteatoma merupakan media yang
cukup sesuai bagi pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk.

30
Kolesteatoma bersifat destruktif, sehingga mampu menghancurkan
tulang di sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh
reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh
proses kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel.18 Pada proses
penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran
atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk ini
akan cepat rusak pada periode infeksi aktif. 1
Manifestasi Klinis [1]
a. Otorea pada OMSK tanpa kolesteatoma terdapat secret mucoid,
intermitten.
b. Otorea pada OMSK dengan kolesteatoma terdapat secret purule,
persisten, berbau khas, terkadang berbercak darah.
c. Tuli konduktif atau campuran tergantung ukuran dan lokasi
perforasi membaran timpani serta keadaan telinga tengah.
d. Otalgia jika proses telah invasif.
Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis [3]
b. Keluarnya cairan telinga selama jangka waktu tertentu.
c. Riwayat OMA berulang, perforasi traumatic, atau pemasangan
pipa ventilasi pada telinga.
d. Penurunan pendengaran pada telinga yang sakit.
e. Umumnya tanpa nyeri atau rasa tidak nyaman pada telinga.
f. Riwayat OMSK persisten setelah terapi adekuat kemungkinan
kolesteatoma.
b. Pemeriksaan Fisik [3]
1) Inspeksi pinna dan region postauricular
2) Otoskopi, jaringan parut pada liang telinga luar (otitis eksterna
sekunder), polip dan jaringan granulas, ukuran dan lokasi
perforasi membrane timpani, edem dan inflamasi mukosa
telinga tengah, cairan telinga bervariasi (jernih, purulen,
serosa).

31
3) Pemeriksaan Penunjang [3]
a. Apusan secret dari telinga tengah untuk biakan
mikrobiologi aerob dan anaerob serta uji sensitivitas.
b. Tes fistula, dilakukan jika ada gejala vestibuler, dengan
inspeksi nasofaring termasuk orifisium tuba serta uji
pendengaran memakai garpu tala.
c. Pemeriksaan audiologi, pada pemeriksaan audiometri
penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas.
d. Pemeriksaan radiologi
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya
pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang
skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior
telinga tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara
longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini
dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatoma.

32
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya
infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas: 1
1) Konservatif
2) Operasi
A. OMSK Benign Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan
untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran. 1
B. OMSK Benign Aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah:
1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Tujuan pembersihan telinga adalah membuat lingkungan yang
tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret
telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme. 1
2) Pemberian antibiotika: 1
a. Pemberian antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila
sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Mengingat pemberian
obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman
penyebab dan uji resistensi.

33
Bubuk telinga yang digunakan seperti: Acidum boricum
dengan atau tanpa iodine, Terramycin Asidum borikum 2,5 gram
dicampur dengan khloromicetin 250 mg.
Menurut panduan pengobatan OMSK dari WHO tahun 2004,
disebutkan bahwa antibiotik tetes telinga lebih efektif dari
antibiotik oral. Selain itu, juga didapatkan rekomendasi WHO
bahwa antibiotik quinolone lebih baik dari antibiotik non-
quinolone. Dengan demikian, penggunaan antibiotik quinolone
topikal (contoh: ofloxacin) sangat direkomendasikan oleh WHO.
Akan tetapi, ada hipotesis yang menduga bahwa penambahan
corticosteroid topikal pada pengobatan ofloxacin akan membantu
penyembuhan otitis media.
Sebanyak 110 pasien OMSK diacak untuk mendapatkan tetes
telinga ofloxacin atau tetes telinga kombinasi ofloxacin +
dexamethasone kemudian dievaluasi pada hari ke-5, ke-10, dan
ke-15. Parameter yang dievaluasi adalah kesembuhan klinis dan
eradikasi mikrobiologi. Hasil yang didapatkan adalah kesembuhan
klinis pasien yang mendapat ofloxacin vs pasien yang mendapat
ofloxacin + dexamethasone 84,61%.
b. Pemberian antibiotik sistemik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan
pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang
ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2
golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung
kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon.
Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak
menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.

34
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan
ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai
aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.
Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidinm
dan seftriakson) juga aktif terhadap Pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA
sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat
mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid
untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat
diberikan dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan
kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama
2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
C. OMSK Maligna
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe aman
atau bahaya, antara lain mastoidektomi sederhana, mastoidektomi
radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti,
timpanoplasti, pendekatan ganda timpani plastik.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya
infeksi atau kolesteatoma, sarana yang tersedia serta pengamanan
operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau luas kerusakan yang

35
sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi
itu atau dimodifikasinya.
1) Mastoidektomi Sederhana
Mastoidektomi dilakukan untuk menghilangkan sel-sel udara
mastoid yang sakit. Sel-sel ini berada di suatu rongga di tengkorak, di
belakang telinga. Sel-sel yang sakit sering hasil dari infeksi telinga
yang telah menyebar ke dalam tengkorak. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid
dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan
telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki. Ahli bedah membuka tulang mastoid, menghilangkan sel-
sel udara yang terinfeksi, dan menguras telinga tengah. 1
2) Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid
dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi satu ruangan. 1
Operasi untuk pengelolaan kolesteatoma luas melibatkan
exenteration dari sisa sel mastoid udara dan penghapusan posterior
dan dinding superior kanal auditori eksternal dan sisa-sisa membran
timpani dan telinga tengah ossicles untuk exteriorize rongga mastoid
dan telinga tengah melalui saluran pendengaran eksternal. 1
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan
patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi
pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini adalah pasien
tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang
dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat
pendidikan dan karier pasien. 1

36
Ahli bedah dapat menghapus gendang telinga dan telinga tengah
struktur, kadang-kadang cangkok kulit ditempatkan di telinga tengah.
Modifikasi operasi ini adalah dengan memasang tandur (graft) pada
rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga
rongga operasi kering permanen. Tetap terdapat cacat anatomi, yaitu
meatus liang telnga luar menjadi lebar. 1
3) Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah
atik, tetap belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Ini
adalah bentuk kurang parah dari mastoidektomi radikal. Tidak semua
tulang telinga tengah dikeluarkan dan gendang telinga tersebut
dibangun. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran
yag masih ada. 1
4) Miringoplasti
Miringoplasti adalah operasi khusus dirancang untuk menutup
membran timpani yang rusak. Pendekatan untuk telinga dapat
dilakukan dengan transkanal, endaural, atau retroauricular.
Pendekatan transkanal membutuhkan pencahayaan yang lebih sedikit
bedah dan menyebabkan penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya
adalah keterbatasan potensi eksposur. Pendekatan endaural dapat
meningkatkan eksposur di telinga dengan jaringan lunak lateral atau
tulang rawan tumbuh dengan cepat, tapi sekali lagi, ia cenderung
untuk membatasi pandangan bedah. Pendekatan retroauricular
memungkinkan untuk eksposur maksimal tetapi membutuhkan
sayatan kulit eksternal. 1

37
5) Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan
yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan
dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. 1
Timpanoplasti dilakukan untuk memberantas penyakit dari telinga
tengah dan merekonstruksi mekanisme pendengaran, dengan atau
tanpa okulasi dari membran timpani. 1
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali
harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan
bentuk rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan
lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan operasi ini
terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai 12 bulan. 1
Komplikasi [1]
1) Mastoiditis
2) Labirinitis
3. OTOSKLEROSIS
Definisi
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis di daerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnya
mengeras menjadi sklerotik. Sehingga stapes menjadi kaku dan tidak
dapat menghantarkan suara ke labirin dengan baik kemudian terjadilah
gangguan pendengaran. 1
Etiologi
Otosklerosis bersifat herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan. Tetapi penetrance dan ekspresi di masing-masing degree
sangat berbeda sehingga sulit dibuat inheritance patternnya. 1

38
Penyebab otosklerosis belum dapat diketahui dengan pasti.
Diperkirakan beberapa faktor ikut sebagai penyebab atau merupakan
predisposisi terjadinya otosklerosis seperti faktor herediter, endokrin,
metabolik, infeksi measles, vaskuler autoimun, tapi semuanya tidak bisa
dibuktikan proses terjadinya secara pasti. Dari bebrapa penelitian
genetik dinyatakan otosklerosis diturunkan secara autosomal dominan
dengan penetrasi inkomplit 20%-40%. Otosklerosis bersifat
heterogenetik dengan lebih dari satu gen yang menunjukkan fenotipe
otosklerosis. Dari beberapa kasus dinyatakan gen yang berhubugan
dengan otosklerosis adalah COLIAI gen yang merupakan salah satu
dari dua gen yang mengkode type I kolagen dari tulang. 1
Diduga virus measles juga merupakan predisposisi terjadinya
otosklerosis. Secara epidemiologi dibuktikan dengan menurunnya
angka kejadian otosklerosis sejak ditemukannya vaksin measles. Infeksi
virus measles diduga menyebabkan persistennya virus measles pada
kapsul otik. Dengan pemeriksaan mikroskop elektron pada stapes
penderita otosklerosis post stapedektomi didapatkan struktur filamen
pada retikulum endoplasmik dan sitosol dari osteoblas dan preosteoblas
yang merupakan gambaran morfologi dari measles nucleocapsid.
Dalam penelitian immunohistochemical juga disebutkan adanya
ribonucleic acid dari virus measles pada lesi otosklerosis. Pada perilimf
juga didapatkan peningkatan antibodi terhadap virus measles. Dari
kenyataan tersebut ada teori yang menyatakan bahwa infeksi virus
measles menginisiasi terjadinya otosklerosis. 3
Faktor Resiko
Otosklerosis sering dimulai di usia pertengahan tapi bisa juga lebih
awal (15-45 thn). Angka kejadian 90 % pada usia 15-45 tahun, dua
persen di bawah usia 2 tahun, tiga persen antara 10-15 tahun dan empat
persen diatas usia 45 tahun. Angka kejadian otosklerosis lebih banyak
didapatkan pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 2:1.
Pada wanita hamil penyakit otosklerosis memburuk menjadi lebih
progresif dibanding wanita tidak hamil. Sering mulainya tuli menyertai

39
kehamilan atau tampak kehamilan mempercepat terjadinya otosklerosis.
Beberapa peneliti menemukan bahwa kurang lebih 50% dari penderita
otosklerosis memiliki keluhan gangguan pendengaran meningkat
sehubungan dengan kehamilannya. 2
Patofisiologi
Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat
multifokal di area- area endokondral tulang temporal. Secara histologis
proses otosklerosis dibagi menjadi 3 fase, fase otospongiosis (fase
awal), fase transisional, dan otosklerosis (fase lanjut). Tapi secara klinis
dibagi 2 fase otospongiosis dan otosklerosis. 2
Pada awalnya terjadi proses spongiosis (fase hipervaskulerisasi).
Pada fase ini terjadi aktivitas dari selsel osteosit, osteoblas dan histiosit
yang menyebabkan gambaran sponge. Aktivitas osteosit akan
meresorbsi jaringan tulang di sekitar pembuluh darah yang akan
mengakibatkan sekunder vasodilatasi. Pada pemeriksaan otoskopi akan
tampak gambaran Schwartze sign. Aktivitas osteosit yang meningkat
akan mengurangi jaringan kolagen sehingga tampak gambaran
spongiosis. 2
Pada fase selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika
osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi
perubahan densitas sklerotik pada tempat-tempat yang mengalami
spongiosis. Jika proses ini terjadi pada foramen ovale di dekat kaki
stapes, maka kaki stapes akan menjadi kaku dan terjadilah tuli
konduksi. Hal ini terjadi karena fiksasi kaki stapes akan menyebabkan
gangguan gerakan stapes sehingga transmisi gelombang suara ke
telinga tengah (kopling osikule) terganggu. Jika foramen ovale juga
mengalami sklerotik maka tekanan gelombang suara menuju telinga
dalam (akustik kopling) juga terganggu. 2
Pada fase lanjut tuli koduksi bisa menjadi tuli sensorineural yang
disebabkan karena obliterasi pada struktur sensorineural antara koklea
dan ligamentum spirale. Hal tersebut bisa juga disebabkan oleh
kerusakan outer hair cell yang disebabkan oleh pelepasan enzim

40
hidrolitik pada lesilesi spongiosis ke telinga dalam. Masuknya bahan
metabolit ke telinga dalam menurunnya vaskularisasi dan penyebaran
sklerosis secara langsung ke telinga dalam yang menghasilkan
perubahan kadar elektrolit dan perubahan biomekanik dari membran
basiler juga menjadi penyebab terjadinya tuli sensorineural. 2
Bagian yang tersering terkena adalah anterior dari foramen ovale
dekat fissula sebelum fenestrum ovale. Jika bagian anterior stapes dan
posterior kaki stapes terkena disebut fiksasi bipolar. Jika hanya kaki
stapes saja disebut biscuit footplate. Jika kaki stapes dan ligamen
anulare terkena disebut obliterasi otosklerosis. 2
Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Pendengaran menurun secara progresif yang biasanya bilateral
asimetris, tinnitus, vertigo, paracusis willisii. 1
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan otoskop ditemukan membran timpani utuh,
kadang-kadang tampak promontorium agak merah jambu.
Gambaran tersebut dinamakan tanda Schwartze yang
menandakan adanya fokus otosklerosis yang sangat vaskuler. 2

Gambar 8.1 Otosklerosis. 2


Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif.
(Rinne negative) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif
didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan
memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada
frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih
41
kuat daripada hantaran udara. Weber test menunjukan lateralisasi
ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih
besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang
bising (Paracusis Willisi). 2
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif
ringan sampai sedang yang menunjukkan adanya penurunan
hantaran udara pada frekuensi rendah. Hantaran tulang normal.
Air-bone gap lebih lebar pada frekuensi rendah. Dalam beberapa
kasus tampak adanya cekungan pada kurva hantaran tulang. hal ini
berlainan pada frekuensi yang berbeda namun maksimal pada 2000
Hz yang disebut dengan Carhart’s notch (5 dB pada 500 Hz, 10 dB
pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan 5dB pad 4000 Hz). Pada
otosklerosis dapat dijumpai gambaran Carhart’s notch. 2
Hasil Timpanometri dapat menunjukkan compliance menurun
(As) atau normal. Refleks stapedial mungkin normal pada fase awal
tetapi tidak didapatkan pada fiksasi stapes. Speech reception
threshold dan speech discrimination sering normal, kecuali pada
kasus dengan terlibatnya koklea. 2
CT-Scan dapat memperlihatkan gambaran tulang-tulang
pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolucent
didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini,
dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. 2
Penatalaksanaan
Mayoritas penatalaksanaan otosklerosis ditujukan untuk
memperbaiki gangguan pendengaran. Hanya sebagian kecil yang
disertai dengan gangguan vestibuler yang membutuhkan penanganan
yang lebih spesifik sesuai kausanya. 2
Medikamentosa, walau saat ini sudah jarang dipakai tapi sodium
fluoride masih bisa dipakai untuk terapi suportif. Ion-ion fluoride akan
menggantikan hydroxyl radical yang normal sehingga terbentuk
fluroapatite complex yang lebih stabil dibandingkan hidroxyapatite

42
kristal. Fluoroapatite complex akan menghambat aktivitas osteoklas
dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan histologis. 2
Disamping itu penggunaan fluoride juga bisa menghambat
progresifitas otosklerosis. Dosis sodium fluoride antar 20-120 mg/hari.
Evaluasi keberhasilan bisa dilihat dari hilangnya gambaran schwartze
sign, kestabilan pendengaran, perbaikan CT-Scan di kapsul otik. Efek
samping terapi sangat ringan misalnya berupa gejala gastrointestinal
seperti mual-muntah yang bisa dihindari dengan penurunan dosis atau
dengan pemberian kapsul selaput. Pada penderita otosklerosis yang
mendapatkan terapi ini 80% didapatkan perbaikan keluhan dan tidak
memburuknya progresifitas keluhan. 2
Alat bantu mendengar, biasanya digunakan pada stadium lanjut
otosklerosis yang tidak memenuhi indikasi untuk operasi. Misalnya
pada otosklerosis dengan tuli sensorineural dimana sudah didapatkan
kerusakan di koklea yang prognose keberhasilan operasinya kecil
sekali. Pada kasus ini dianjurkan untuk penggunaan alat pembantu
mendengar atau penggunaan BAHA (bone anchored hearing aid) bisa
unilateral atau bilateral. Sedangkan pada kasus dengan tuli
sensorineural severe atau profound bilateral dianjurkan untuk
pemasangan koklear implan. 2
Pembedahan, mayoritas penderita lebih memilih tindakan operasi
untuk penatalaksanaan otosklerosis. Angka keberhasilan operasi cukup
baik lebih dari 90% penderita mendapatkan perbaikan pendengaran
dengan air bone gap kurang dari 10 dB. Prosedur operasi hanya
membutuhkan waktu satu hari bisa dengan lokal anstesi atau general
anastesi. Rata- rata operasi dapat selesai dalam 45-60 menit. Ada
beberapa tehnik operasi yaitu stapedektomi total, partial dan
stapedotomi. Sebelum operasi harus dipastikan bahwa fungsi NVIII
masih baik yang berarti fungsi penerimaan dan transmisi suara menuju
otak masih baik. Sehingga prognosis keberhasilan post operasi lebih
baik. 2

43
Komplikasi
a. Floating footplate, saat stapedectomy, footplate terkadang keluar
dari ceruk yang mengelilinginya (kaki stapes yang terapung).
Sering terjadi saat usaha pemindahan yang mendorong kaki stapes
melewati vestibulum. Lubang yang aman dibor ke dalam footplate
saat permulaan prosedur akan membantu pemindahan footplate
tanpa floating. Sebagai alternative, sebuah lubang kecil dapat dibor
di perbatasan promontorium untuk membantu pemindahan dari
floating footplate. 2
b. Biscuit footplate, ketika focus otosklerotik dibatasi pada kaki
stapes itu sendiri, footplate menjadi menebal dan dikenal dengan
biscuit footplate. Manipulasi dari kasus ini dapat menyebabkan
floating footplate. Untuk alasan ini, laser obliteration dari biscuit
footplates sendiri sering digunakan. 2
4. MASTOIDITIS
Definisi
Mastoiditis adalah suatu peradangan pada telinga tengah yang
merupakan komplikasi dari otitis media supuratif kronis. 3
Etiologi [3]
a. Streptococcus pneumoniae
b. Streptococcus β-haemolyticus grup A
c. Staphylococcus aureus
d. Moraxella catarrhalis
e. Haemophillus insfluenza
f. Pseudomonas aeruginosa
g. Mycobacterium sp.
h. Aspergillus fumigatus
i. Nocardia asteroids.

44
Gambar 1.9. Mastoiditis. 3
Faktor Resiko [3]
a. Riwayat otitis media supiratif kronik, otitis eksterna
b. Infeksi saluran nafas atas berulang
c. Riwayat otitis media akut
d. Usia.
Klasifikasi
1) Mastoiditis Akut
lnfeksi telinga tengah

Menyebar lewat mukosa hingga ke tulang mastoid

Akumulasi materi infeksi termasuk eksudat purulen pada sel-sel udara
mastoid

Erosi tulang-tulang sekitar
Timbul osteitis pada sistem sel udara mastoid atau periosteitis pada
prosessus mastoid

Kerusakan struktur yang menyerupai sarang lebah dan pembentukan
kavitas menyerupai abses.

Skema 1.9. Patofisiologi Mastoiditis Akut. 3

45
2) Mastoiditis Kronik
Kolesteatoma

Agregasi epitel skuamosa yang tumbuh dan mengganggu struktur
maupun fungsi normal dari jaringan lunak dan tulang sekitar

Diperberat oleh infeksi aktif (sekresi enzim osteolitik dari jaringan
epitel).

Skema 1.10. Patofisiologi Mastoiditis Kronik. 3


Patogenesis

Sel-sel udara mastoid dengan telinga tengah



Akumulasi cairan / infeksi

Hiperemis selulae mastoid

Transudat/eksudat

Nekrosis tulang

Hilang dinding sel koalesensi. 3
Skema 1.11. Patogenesis Mastoiditis.
Fase-fase pada mastoiditis: 3
a. Hiperemia mukosa pada selulae mastoid
b. Transudasi dan eksudasi cairan dan/atau pus dalam selulae mastoid
c. Nekrosis tulang akibat hilangnya vaskularisasi septum
d. Hilangnya dinding sel dengan koalesensi ke dalam kavitas abses
e. Ekstensi proses inflamasi ke area sekitarnya.

46
Penegakan Diagnosis
Manifestasi klinik dari mastoiditis adalah nyeri telinga, otore
(keluar cairan dari dalam telinga), demam, nyeri tekan, kemerahan dan
penebalan sekitar prosessus mastoideus. 2
1) Anamnesis [2]
a. Riwayat otitis media, otorea persisten lebih dari 3 minggu
b. Otorea
c. Otalgia (nycri di dalam/belakang telinga dan memburuk pada
malam hari)
d. Demam tinggi
e. Nyeri kepala
f. Penurunan pendengaran
g. Dapat disertai tanda dan gejala otitis media akut.
2) Pemeriksaan Fisik [2]
a. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh
b. Pemeriksaan kepala dan telinga
c. Edema
d. Eritema pada telinga
e. Nyeri dan radang pada prosessus mastoiditis → ASM
f. Perubahan posisi pinna (aurikula ke lateral akibat abses
subperiosteal)
g. Proptosis aurikula
h. Penebalan periosteal.
i. Otoskop, Tanda-tanda otitis media, kantong pada dinding
superoposterior liang telinga, protrusi sentral dari membran
timpani biasanya diakibatkan pus.
3) Pemeriksaan Penunjang [2]
a. Darah lengkap, leukositosis, laju endap darah meningkat
b. Pemeriksaan mikrobiologi
Bahan sediaan dari eksudat purulen, Biakan pewarnaan Gram,
dan basil tahan asam

47
c. Timpanosentesis/miringotomi
d. Audiometri
e. Foto polos mastoid → perselubungan mastoid dengan destruksi
tulang pada ASM
f. Computed tomography (CT) scan tulang temporal dengan
resoulasi tinggi (HRCT).
Penatalaksanaan
Karena obat obatan sulit mencapai hingga tulang mastoid.
dibutuhkan penanganan berulang atau jangka panjang. Infeksi ditangani
dengan injeksi antibiotik dikombinasi dengan antibiotik oral sambil
terus di observasi sehingga pasien perlu dirawat inap selama beberapa
hari. Apabila antibiotik gagal. Tata laksana berikutnya dilakukan
dengan pembedahan. 2
1) Mastoiditis akut tanpa osteitis/periosteltis: 2
Terapi empiris dengan antibiotik untuk mikroorganisme
penyebab otitis media akut (Streptococcus pneumontae,
Haemophillus Influenza, Moxarella catarrhalis) yang umumnya
sefalosporin generasi III
a. Sefotaksim 50180 mg/kg/hari hingga 1 g IV diberikan tiap 4 jam
b. Seftriakson 50-75 mg/kg/hari hingga l g IV. diberikan tiap 12
jam
Jika tidak dilakukan operasi mastoid. Gunakan steroid dosis
tinggi intravena untuk mengurangi edema mukosa dan menstimulasi
drainase alami dari aditus ad antrum ke dalam telinga tengah.
2) Mastoiditis akut dengan osteitis
a. Mastoidektomi untuk membuang bagian tulang dan membuat
drainase dari mastoid dilanjutkan dengan pemasangan pipa
timpanostomi
b. Antibiotik intravena,dengan daya penetrasi intrakranial yang
baik
i. Vankomisin 2 g IV per hari dibagi jadi 2-4 kali sehari

48
ii. Seftriakson 1-2 g IV/lM per hari atau dibagi 2 kali sehari
selama 4-14 hari
3) Mastoiditis akut dengan periosteitis
a. Antibiotik parenteral
b. Steroid dosis tinggi
c. Pemasangan pipa timpanostomi untuk drainase
4) Mastoiditis kronik/berat
a. Antibiotik untuk Staphylococcus aureus dan basil gram negatif
seperti Pseudomonas sp. (tikarsilin klavulanat 3 g IV setiap 4-6
jam). Dapat pula diberikan terapi simtomatlk: Analgesik dan
antipiretik.
Komplikasi [2]
a. Petriositis
b. Perluasan ke intrakranial: meningitis, abses otak, abses epidural,
abses subdural
c. Labirinitis
d. Vertigo
e. Osteomielitis
f. Paralisis Nervus VII
g. Abses subperiosteal
5. OBSTRUKSI TUBA EUSTACHIUS
Tuba eustaksius ialah organ yang menghubungkan telinga tengah
dengan nasofaring dan erat sekali kaitanya dengan penyakit-penyakit
kedua struktur tersebut. 1/3 bagian lateral tuba yang berhubungan
dengan telinga tengah tengah berupa tulang, sedangkan 2/3 medial
adalah fibrokartilaginosa. Fungsi tuba eustaksius yaitu: 1
1. Vantilasi
2. Drainase
3. Proteksi telinga tengah dari kontaminasi sekresi nasofaring
Tuba eustaksius selalu tertutup, melindungi telinga tengah dari
kontaminasi sekresi telinga tengah dan organisme patogenik. Proteksi
normal ini dapat terganggu akibat menghembus hidung yang terlalu

49
kuat atau terus menerus sehingga organisme dapat masuk ke telinga
tengah.
Etiologi dan Patogenesis
Disebabkan oleh berbagai keadaan termasuk peradangan, seperti
nasofaringitis atau adenoiditis. Bila suatu tumor nasofaring menyumbat
tuba eustaksius, temuan klinis pertama adalah berupa cairan dalam
telingah tengah. Obstruksi tuba eustaksius dapat juga disebabkan oleh
benda asing, misalnya tampon posterior untuk pengobatan epistaksis,
atau trauma mekanis akibat adenoidektomi yang terlalu agresif sehingga
terbentuk parut dan penutupan tuba. 1
Diagnosis
Diagnosis didapatkan secara klinis dengan terdapatnya keluhan,
faktor risiko dan temuan pemeriksaan fisik. Pasien dengan Tuba
Eustachius Terbuka (TEP) akan mengeluhkan autofomi, mendengar
suara nafas sendiri, rasa penuh di telinga, tinitus, gangguan
pendengaran dan kadang-kadang datang dengan keluhan vertigo.
Autofoni pada TEP disebabkan karena organ ini selalu terbuka sehingga
terdapat aliran udara abnorrmal dari nasofaring ke telinga selama
bernapas. 1
Pemeriksaan Fisik [1]
1) Otoskop pneumatic
Didapatkan membran tympani utuh dan hypermobile dimana
membran tympani bergerak sesuai dengan pernafasan.
2) Nasoendoskopi
Didapatkan defek longitudinal konkaf pada dinding anterolateral
tuba serta katub muara tuba yang terus menerus.
Pemeriksaan Penunjang [1]
1) Audiometri
Terdapat 2 pemeriksaan audiometri dalam mendiagnosis TEP, yaitu
audiometri nada murni dan audiometri nasal. Pada pemeriksaan
audiometri nada murni, akan didapatkan hasil dalam batas normal
atau tuli konduksi. Pada pemeriksaan N-audiometri akan didapatkan

50
hasil terdengarnya impuls suara yang disajikan pada lubang hidung
dan dihantarkan melalui TEP. Semakin berat derajat keparahan TEP
pasien, semakin kuat intesitas suara yang didengar pada telinga
yang sakit. Pada pemeriksaan ini sumber suara disajikan pada sisi
lubang hidung kontralateral ditutup ditutup dengan jari agar tidak
terjadi kebocoran suara melalui sisi yang tidak diperiksa. Telinga
yang sakit ditutup dengan plug dan telinga yang sehat diberi
masking bising.
2) Timpanometri
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan beberapa puncak (saw tooth
pattern) sesuai pernafasan pasien, hal ini diakibatkan oleh mobilitas
dari MT akibat adanya suara yang masuk ke telinga tengah melalui
TE.
Penatalaksanaan
Tidak ada standard baku dalam penatalaksanaan TEP. Dalam
penatalaksanaan TEP hal yang pertama menjadi pilihan adalah terapi
konservatif, tindakan pembedahan dilakukan apabila gagal secara
konservatif atau berulangnya TEP setelah terapi konservatif. 1
a. Terapi Konservatif
Dapat berupa meningkatkan berat badan, penggunaan estrogen
topikal, perak nitrat, bubuk boric, phenol dan sediaan lain yang akan
membuat edema mukosa orifisium ET. Terdapat beberapa sediaan
yang akan menimbulkan edema atau penebalan pada lapisan
mukosa disekitar katub TE. Penggunaan nasal saline fisiologis
topikal merupakan pilihan pertama dan paling murah dalam segi
biaya. 1
Premarin dapat digunakan secara topikal sebagai obat tetes hidung.
Premarin 25 mg didilusi dalam 30 ml sodium chloride dan
digunakan sebagai tetes hidung 3 kali sehari selama 6 minggu. Efek
samping penggunaan sediaan ini berupa epistaksis dan iritasi
hidung. 1

51
Terapi konservatif lain berupa bubuk boric dan asam salisilat
dengan perbandingan 4;1 yang diaplikasikan pada muara tuba di
nasofaring dengan kateter sehingga membuat mukosa iritasi dan
edema. 1

C. TELINGA DALAM
1. MENIERE’S DISEASE
Definisi
Meniere’s disease adalah Suatu penyakit dengan gangguan
membran telinga dalam dengan ciri-ciri gangguan pendengaran, vertigo
dan tinnitus yang secara patologik berhubungan dengan distensi hidrop
dari sistem endolimfatik. 3
Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari penyakit ini disebabkan karena
adanya gangguan dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan
hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe
mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media.
Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai saat ini belum dapat
dipastikan. Ada beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya
hidrops, antara lain: 3
a. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
b. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
c. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
d. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi
penimbunan endolimfa
e. Infeksi telinga tengah
f. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
g. Trauma kepala
h. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
i. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
j. Infeksi virus golongan herpesviridae
k. Herediter
l.
52
Faktor Resiko
Pedisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan
kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem
imunnya. 3
Mempunyai alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi
dengan panyakit Meniere adalah Sakus endolimfatikus mungkin
menjadi organ target dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh
mengadakan reaksi terhadap makanan tertentu. Kompleks antigen-
antibodi mungkin menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus
endolimfatikus. Kemudian ada hubungan antara alergi dan infeksi virus
yang menyebabkan hidrops dari sakus endolimfatikus. 3
Trauma kepala jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam
dianggap dapat menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus.
Anggapan ini diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang
mempunyai riwayat fraktur tulang temporal. 3
Patofisiologi
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan
pelebaran dan perubahan pada morfologi pada membran Reissner.
Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di daerah apeks
koklea (helikotrema). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat
menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari
apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan
basal koklea. Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh
pembengkakan pada kompartemen endolimfatik, bila proses ini
berlanjut dapat terjadi ruptur membran Reissner sehingga endolimfe
bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan
pendengaran sementara yang kembali pulih setelah membrana kembali
menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali normal. Hal ini
yang menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila tidak
terjadinya serangan. Terjadinya Low tone- Hearing Loss pada gejala
awal yang reversibel disebabkan oleh distorsi yang besar pada daerah
yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear membesar ke

53
arah skala vestibuli dan skala timpani. Mekanisme terjadinya serangan
yang tiba-tiba dari vertigo kemungkinan disebabkan terjadinya
penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea pada kanal
ampula. Penonjolan kanal ampula secara mekanis akan memberikan
gangguan terhadap krista. Tinitus dan perasaan penuh di dalam telinga
pada saat serangan mungkin disebabkan tingginya tekanan
endolimfatikus. 3
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Riwayat gejala klinis, muncul pertama kali pada orang yang
relatif berusia muda (biasanya sekitar 30 tahun). 3
a. Gangguan pendengaran berfluktuasi, terjadi pada saat serangan
atau sekitar serangan vertigo. Biasanya dialami satu telinga,
tidak sama pada kedua telinga. 3
b. Vertigo episodik, biasanya berlangsung 2 – 24 jam. Vertigo
sering sangat cepat dan diperparah dengan gerakan kepala.
Sering disertai muntah, berkeringat, jantung berdebar dan
kecemasan. 3
c. Tinitus. 3
d. Perasaan tertekan atau rasa penuh di dalam telinga. 3
e. Deviasi gaya berjalan dan kecenderungan untuk jatuh. 3
2) Pemeriksaan Fisik
Tes penala didapatkan tuli sensorineural, dimana rinne (+),
weber (lateralisasi ke telinga sehat), schwabach (memendek). Tes
koordinasi untuk menilai ada atau tidaknya gangguan keseimbangan
pada pasien.3 Test romberg (berdiri di kedua kaki dengan mata
tertutup), tes untegerger’s stepping (berjalan pada titik tertentu
dengan mata tertutup) hasilnya mungkin hanya menunjukkan
gangguan keseimbangan sedang. Selama serangan mistagmus
horizontal, pada pemeriksaan otoskopi hasilnya normal. 3

54
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Audiologi
Audiometri didapatkan tuli sensorineural frekuensi rendah
atau frekuensi rendah dan tinggi dengan gambaran V terbalik
yang akan mendatar seiring perjalanan penyakit. 3
Tes dehidrasi gliserol (gliserin) untuk membuktikan
hidroops endolimfe melalui pengukuran ambang batas nada
murni serial dan skor diskriminasi selama diuresis, berfungsi
untuk diagnosis dan prognosis operasi pirau. 3
b. Elektrokokleografi
Mengukur potensial listrik yang dibangkitkan suara dari
telinga tengah. 3
c. Elektronistagmografi
Dengan tes kalori untuk mengetahui ada tidaknya disfungsi
vestibuler perifer. 3

55
d. Uji vestibular-evoked myogenic potential (VE-MP)
Untuk mengukur reflex vestibulokolik yang dapat
berkurang atau hilang pada pasien dengan penyakit Meniere. 3
e. Radiologi
MRI dengan kontras gadolinium untuk eksklusi kelainan
retrokoklear. CT-Scan untuk melihat ada tidaknya hydrops
endolimfe. 3

Algoritma Penegakan Meniere’s Disease

Skema 1.6. Penegakan Diagnosis Meniere Diseases Akibat Vertigo. 3

56
Skema 1.7. Pendekatan Diagnosis Tinnitus. 3
Tabel 1.3. Skala Diagnostik Penyakit Meniere. 3
Certain Meniere Disease Definitive Meniere Disease
Episode vertigo karakteristik pada penyakit
Meniere tanpa disertai gangguan
pendengaran.
Tuli sensorineural yang bersifat fluktuatif
Possible Meniere Disease atau menetap dengan gangguan
keseimbangan namun tanpa episode definitif
vertigo.
Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi
diatas.
Satu episode definitf dari vertigo
Gangguan pendengaran yang dibuktikan
Probable Meniere Disease dengan audiometri minimal satu kali.
Tinitus dan perasaan penuh ditelinga.
Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi

57
diatas.
Dua atau lebih episode vertigo dengan durasi
minimal 20 menit.
Gangguan pendengaran yang dibuktikan
Definite Meniere Disease dengan audiometri minimal satu kali.
Tinitus dan perassan penuh ditelinga.
Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi
di atas.

Penatalaksanaan

Skema 1.8. Algoritma Penatalaksanaan Meniere’s Disease. 3


58
1) Terapi Medis Profilaksis
Terapi medis diarahkan untuk mengatasi proses penyakit yang
mendasarinya atau mengontrol serangan vertigo selama eksaserbasi
penyakit. 3
a. Vasodilator
Vasodilator yang sering digunakan adalah Betahistin HCl 8
mg 3 kali sehari, jika tidak terdapat ulkus peptikum. Alternatif
lain adalah asam nikotinat, histamine dan siklandelat.
Vasodilator digunakan akibat gangguan pada endolimfe oleh
kelainan vaskuler. 3
b. Antikolinergik
Probantin telah digunakan sebagai terapi meniere karena
teori bahwa hidrops endolimfatik disebabkan oleh disfungsi
susunan saraf autonom di telinga dalam. 3
c. Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin berdasarkan atas teori bahwa penyakit
meniere akibat defisiensi vitamin. Vitamin yang biasa diberikan
adalah vitamin B kompleks, asam askorbat dan senyawa sitrus
bio-flavonoid (Lipoflavonoid). 3
d. Diet rendah garam dan Pemberian diuretik
Diet rendah garam dan pemberian diuretic dimaksudkan
adalah agar menurunkan jumlah cairan tubuh dengan harapan
juga menurunkan cairan endolimfe. 3
e. Program pantang makanan
Terapi ini kadang digunakan pada meniere yang bias
disebabkan akibat terjadinya suatu alergi makanan. 3
2) Terapi simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan untuk menghentikan atau
mengurangi hebatnya serangan vertigo dan tanpa berdalih berusaha
mengoreksi sebab dasar penyakit Meniere. 3

59
a. Sedative
Sedative dalam dosis ringan seperti fenobirtal atau
trankulizer seperti diazepam (Valium) sering menolong pasien
rileks dan menurunkan frekuensi serangan vertigo. 3
b. Antihistamine dan antiemetic
Antihistamin dan antiemetic tertentu efektif menghentikan
atau mengurangi keparahn seringan vertigo pada pasien
Meniere. Antihistamin yang sering diberikan adalah
dimenhidrinat (dramamine) dan siklizin (Marezine). Sedangkan
antiemetic yang biasa digunakan adalah antiemetic diferidol. 3
c. Depresan vestibuler
Depresan vestibuler digunakan unruk mencegah atau
mengurangi keparahan serangan vertigo dan untuk terapi pasien
selama eksaserbasi penyakit ini sampai terjadi remisi spontan. 3
d. Pembedahan
Pembedahan dianjurkan jika gejalanya tidak dapat diatasi
dengan terapi farmakologi selama 3-6 bulan. Prosedur
pembedahan konservatif, misalnya operasi dekompresi salus
endolimfatikus, ditujukan untuk mempertahankan pendengaran
pad telinga yang mengalami gangguan. Tindakan ini
mengandung resiko menyebabkan kerusakan pendengaran dan
betujuab ubtuk mengatasi serangan vertigo, serta dapat
mencegah penyakit Meniere. Pembedahan dibagi menjadi 3
kelompok yaitu bedah destruktif, bedah destruktif sebagian dan
bedah nondestruktif. 3
Labirinektomi atau destruksi total pada labirintus
membranaseus, merupakan jaminan pasti untuk menyembuhkan
vertigo pada penyakit Meniere, tetapi terpaksa harus
mengorbankan pendengaran secar total pada telinga yang
bersangkutan. Tindakan ini boleh dipertimbangkan bila
kehilangan pendengaran pada salah satu telinga sudah demikian

60
berat sedang telinga yang satu lagi masih mampu
mempertahankan fungsi normalnya. 3
Selain itu, dapat juga dilakukan operasi sakus
endolimfatikus, mencakup mastoidektomi dan dekompresi atau
pembuatan pirau pada sakus endolimfatikus yang
menghubungkan ruang subarachnoid ke skala vestibule atau ke
skala timpani. Selain itu, operasi pembuatan pirau bertujuan
untuk menurunkan tekanan hydrops endolimfe tanpa tindakan
destruktif. 3
Komplikasi
Setelah 10-20 tahun jika tidak ditangani dengan baik,
vertigo dan ketulian yang terjadi menjadi tuli sedang hingga
tuli berat. Pada Meniere tuli yang terjadi biasanya unilateral
dari 25% hingga 40% pasien ketulian dapat berkembang ke
telinga kontralateral. 3

2. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing
berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh
perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya
keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. 1

61
Etiologi
Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik,
penyebab terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis
vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat
juga sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien post operasi
atau bed rest total lama. 1
Faktor Resiko
Salah satu faktor risiko yang berperan pada kejadian BPPV adalah
hipertensi. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg. 1
Klasifikasi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu: 1
1) Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini
paling sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85
sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu
kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung
bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah
bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat
kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.
2) Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal
pertama kali dengan karakteristik vertigo posisional yang diikuti
nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang
terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah
telinga di posisi bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat
kearah telinga di posisi atas) selama kepala dipalingkan ke salah
satu sisi dalam posisi telentang. Nistagmus geotropik terjadi karena
adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam
lumen posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan
nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari

62
utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis)
atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior
kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik).
Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh
perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya
tertanam di sakulus dan utrikulus) lepas dan bergerak dalam lumen
dari salah satu kanal semisirkular. Kristal tersebut merangsang sel-sel
rambut di saluran setengah lingkaran posterior, menciptakan ilusi
gerak. Batu-batu kecil yang terlepas (kupulolitiasis) didalam telinga
bagian dalam menyebabkan BPPV. Batu-batu tersebut merupakan
kristal-kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat pada kupula.
Kupula menutupi makula, yang adalah struktur padat dalam dinding
dari dua kantong-kantong (utrikulus dan sakulus) yang membentuk
vestibulum. Ketika batu-batu terlepas, mereka akan mengapung dalam
kanal semisirkular dari telinga dalam. Kalsium karbonat sendiri dua
kali lipat lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak
sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain.
Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal semisirkular,
akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada
kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. 1
Berdasarkan hukum Ewald kedua, stimulasi ampulopetal lebih kuat
daripada stimulasi ampulofugal pada kanalis semisirkularis horizontal.
Arah putaran kepala yang mengakibatkan intensitas vertigo dan
nistagmus yang kuat akan menunjukkan letak telinga yang sakit pada
nistagmus geotropik dan telinga yang sehat pada nistagmus
apogeotropik. 1

63
Faktanya, dari pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopik telinga
bagian dalam pasien-pasien yang menderita BPPV memperlihatkan
batu-batu tersebut Debris kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa
penyebab seperti trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak
keadaan dapat terjadi tanpa didahului trauma atau penyakit lainnya.
Mungkin dapat juga disebabkan oleh perubahan protein dan matriks
gelatin dari membrane otolith yang berhubungan dengan usia.
Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan demineralisasi tulang
pada umumnya. 1
Tabel 1.4. Perbedaan Vertigo Central dan Perifer. 1

Ciri-ciri Vertigo Perifer Vertifo Central


Lesi Sistem vestibular (telinga Sistem vertebrobasiler dan
dalam, saraf perifer) gangguan vaskular (otak,
batang otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional Iskemik batang otak,
proksimal jinak (BPPV), vertebrobasiler
penyakit maniere, insufisiensi, neoplasma,
neuronitis vestibuler, migren basiler
labirinitis, neuroma
akustik, trauma
Gejala gangguan SSP Tidak ada Diantaranya : diplopia,
parestesi, gangguan
sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria,
gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga berdenging dan Kadang-kadang Tidak ada
atau tuli
Nistagmus spontan + -

64
Penegakan Diagnosis
Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan,
sulit untuk berkonsentrasi, dan mual. Kegiatan yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala dapat berbeda-beda pada tiap individu,
tetapi gejala dapat dikurangi dengan perubahan posisi kepala
mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul dikarenakan perubahan
posisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau pun saat
bangkit dari tempat tidur. 1
Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam
durasi yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang
terjadi dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi,
frekuensi, and intensitas. 1
1) Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang
dari 10-20 detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang
memicu adalah berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral,
bangun dari tempat tidur, melihat ke atas maupun ke belakang, dan
membungkuk. Vertigo juga dapat disertai dengan keluhan mual. 1
2) Pemeriksaan Fisik
Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior dapat
di diagnosa ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari vertigo
yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya
gravitasi dan ketika dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan
nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-Hallpike
Test.Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-Hallpike,
dan tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang
memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-
Hallpike negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal
lateral. 1

65
3) Pemeriksaan Penunjang
Radiografi
Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa
rutin dari BPPV karena BPPV sendiri tidak memiliki karakteristik
tertentu dalam gambaran radiologi. Tetapi radiografi ini memiliki
peran dalam proses diagnosis jika gejala yang muncul tidak khas,
hasil yang diharapkan dari percobaan tidak sesuai, atau jika ada
gejala tambahan disamping dari kehadiran gejala-gejala BPPV,
yang mungkin merupakan gabungan dari central nervous system
ataupun otological disorder. 1
Vestibular Testing Electrony
Memiliki kegunaan yang terbatas dalam mendiagnosa BPPV
kanalis, karena komponen torsional dari nistagmus tidakbisa
diketahui dengan menggunakan teknik biasa. Di sisi lain, dalam
mendiagnosa BPPV kanalis horizontal, nistagmus hadir saat
dilakukan tes. Tes vestibular ini mampu memperlihatkan gejala
yang tidak normal, yang berkaitan dengan BPPV, tetapi tidak
spesifik contohnya vestibular hypofunction (35% dari kasus BPPV)
yang umumnya ditemukan pada kasus trauma kapitis ataupun
infeksi virus. 1
Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan
vertigo yang disertai mual muntah hebat, sehingga belum
memungkinkan untuk dilakukan tindakan maneuver diagnostik.
Preparat yang diberikan adalah golongan vestibular depresan disertai
anti emetik.1
Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang
terlibat. Tujuan terapi adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis
atau kupula, mengarahkan agar keluar dari kanalis semisirkularis
menuju utrikulus melalui ujung non ampulatory kanal. 1

66
Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani
BPPV kanalis horizontal: 1
1) Barbeceau Manuver
Pasien diminta untuk berputar 360° dalam posisi tidur, dimulai
dengan telinga yang sakit diposisi bawah, berputar 90° sampai satu
putaran lengkap (360°). Setiap posisi dipertahankan selama 30
detik. Manuver ini akan menggerakkan otokonia keluar dari kanal
menuju utrikulus kembali.
2) Log Roll maneuver
Pasien berputar 270° dalam posisi tidur miring ke sisi telinga
yang sakit, berputar 90° tiap satu menit menuju ke telinga yang
sehat dengan total putaran 270°.
3) Gufoni Maneuver
Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan
direbahkan dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan
selama satu menit setelah nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam
posisi rebah, kepala pasien diputar 450 ke depan (hidung ke atas),
posisi ini dipertahankan selam dua menit. Pasien kembali ke posisi
semula. Terapi ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus
apogeotropik menjadi nistagmus geotropic.
4) Forced Prolonged Position Maneuver
Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit
berada di posisi atas selama 12 jam. Posisi ini diharapkan mampu
melepaskan otokonia yang melekat pada kupula, dan memasukkan
otokonia ke utrikulus kembali dengan bantuan gravitasi.
Barbecue maneuver adalah manuver terapi yang paling banyak
digunakan para klinisi untuk BPPV kanalis horizontal tipe
kanalolithiasis maupun kupulolithiasis, namun sampai saat ini belum
ditemukan laporan yang membandingkan efektifitas masing-masing
teknik.
Penatalaksanaan BPPV kanalis horizontal tipe kupulolithiasis
sampai saat ini masih merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi.

67
Prinsip penatalaksanaan tipe kupulolithiasis adalah melepaskan
otokonia dari kupula, dan memasukkannya kembali ke utrikulus. Hal ini
dapat diketahui dengan berubahnya nistagmus apogeotropik menjadi
geotropik.
Keberhasilan terapi di konfirmasi dengan melakukan manuver
provokasi ulang, jika masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka
manuver terapi diulang kembali. Umumnya pada manuver provokasi
yang ketiga, gejala vertigo dan nistagmus tidak muncul lagi.
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria: 1
1) Asimptomatis, pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar,
dan head roll test tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2) Perbaikan, secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih
dari 70%, pasien mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya
dihindari. Secara objektif nistagmus horizontal masih muncul pada
manuver provokasi.
3) Tidak ada perbaikan, jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang
<70%, dan nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.
BPPV kanalis horizontal beremisi lebih cepat dan lebih baik
daripada BPPV posterior, hal ini dikarenakan posisi ujung kanalis
semisirkularis horizontal yang terbuka dan sejajar dengan utrikulus
sewaktu kepala berada pada posisi sejajar bidang horizontal bumi,
sehingga otokonia yang berada di sepanjang kanalis dapat kembali
spontan ke utrikulus.
Komplikasi
1) Canal Switch
Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi kanal
vertikal, partikel-partikel yang berpindah tempat dapat bermigrasi
hingga sampai ke kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari kasus.
Pada kasus ini, nistgamus yang bertorsional menjadi horizontal dan
geotropik. 1

68
2) Canalith Jam
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan
merasakan beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual,
muntah dan nistagmus. 1
3. LABIRINITIS
Definisi
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini
dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik atau
merupakan suatu proses tunggal pada labirin saja. 1
Etiologi
Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intra
temporal dari radang telinga tengah. Penderita otitis media kronik yang
kemudian tiba-tiba vertigo, muntah dan hilangnya pendengaran harus
waspada terhadap timbulnya labirinitis supuratif. 1
Patogen Penyebab pada labirinitis akut (serous) mikroorganisme
penyebab S. pneumoni, Streptokokus dan Hemofilus influenza. Pada
labirinitis kronik mikroorganisme penyebab biasanya disebabkan
campuran dari basil gram negatif, Pseudomonas, Proteus dan E.coli.
Virus citomegalo, virus campak, mumps dan rubella (measles, mumps,
rubella = MMR), virus herpes, influenza dan HIV merupakan patogen
penyebab pada labirinitis viral. 1

69
Faktor Resiko
Riwayat otitis media supuratif kronis, usia, infeksi saluran nafas
atas, konsumsi alkohol, merokok. 2
Klasifikasi
Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis
bakteri (supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari
rongga telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom
atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale tapi dapat juga
timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui cairan
yang menghubungkan ruang subaraknoid dengan ruang perilimf di
koklea, melalui akuaduktus koklearis atau melalui daerah kribrosa pada
dasar modiolus koklea. 1
Menurut Schuknecht membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium: 1
1) Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat
perubahan kimia di dalam ruang perilimf yang disebabkan oleh
proses toksik atau proses supuratif yang menembus membran barier
labirin seperti melalui membran rotundum tanpa invasi bakteri.
2) Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam
ruang perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang.
Pada keadaan ini kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi
keseimbangan irreversible.
3) Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri
dengan respons inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama.
Keadaan ini biasanya merupakan suatu komplikasi dari penyakit
telinga tengah kronis dan penyakit mastoid.
4) Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana
terkontrolnya proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya
jaringan fibrous sampai obliterasi dari ruangan labirin dengan
terbentuknya kalsifikasi dan osteogenesis. Stadium ini disebut juga
stadium penyembuhan.1
Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh
berbagai macam virus. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya

70
berbagai penyakit yang disebabkan virus dengan gejala klinik yang
berbeda seperti infeksi virus mumps, virus influenza, dll. 1
Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu: 1
a. Labirinitis lokalisata (labirinitis sirkumskripta, labirinitis serosa)
merupakan komplikasi otitis media dan muncul ketika mediator
toksik dari otitis media mencapai labirin bagian membran tanpa
adanya bakteri pada telinga dalam.
b. Labirinitis difusa (labirinitis purulenta, labirinitis supuratif)
merupakan suatu keadaan infeksi pada labirin yang lebih berat dan
melibatkan akses langsung mikroorganisme ke labirin tulang dan
membran.
Patofisiologi
Stadium Akut:

Akibat perubahan kimia di ruang perilimf



Akibat proses toksik atau proses supuratif

Menembus membran barrier labirin.2
Stadium Akut Supuratif:
Invasi dalam perilimf

Respon tubuh

Kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.
Skema 1.9. Patofisiologi Stadium Akut pada Labirinitis. 2

Stadium Kronik Supuratif : Terlibatnya labirin oleh bakteri dengan


respons inflamasi jaringan sudah dalam
waktu yang lama. 1

71
Stadium Fibroseus : Terbentuknya jaringan fibrous sampai
obliterasi dari ruangan labirin dengan
terbentuknya klasifikasi dan osteogenesis. 1
Penegakan Diagnosis
Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari
gangguan fungsi vestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinya
vertigo dan kurang pendengaran derajat ringan hingga menengah secara
tiba-tiba. Pada sebagian besar kasus, gejala ini dapat membaik sendiri
sejalan dengan waktu dan kerusakan yang terjadi juga bersifat
reversible. 1
Pada labirinitis difusa (supuratif), gejala yang timbul sama seperti
gejala pada labirinitis lokalisata tetapi perjalanan penyakit pada
labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati gangguan
vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai
nistagmus. Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada
penderita ini tidak dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga.
Penderita berbaring dengan telinga yang sakit ke atas dan menjaga
kepala tidak bergerak. Pada pemeriksaan telinga tampak perforasi
membrana timpani. 1
Pada labirinitis viral, penderita didahului oleh infeksi virus seperti
virus influenza, virus mumps, timbul vertigo, nistagmus kemudian
setelah 3-5 hari keluhan ini berkurang dan penderita normal kembali.
Pada labirinitis viral biasanya telinga yang dikenai unilateral. 1
1) Anamnesis: 2
a. Mual dan muntah
b. Pusing berputar / vertigo mendadak
c. Gangguan pendengaran
d. Nistagmus
e. Riwayat influenza, mumps, rubella, otitis media supuratif
kronik.

72
2) Pemeriksaan Fisik:
a. Test Penala
Rinne : (+)
Weber : Lateralisasi ke telinga yang sehat
Schwabach : Memendek
Jadi tuli sensorineural. 1
b. Romberg Test
Positif (+) karna Vertigo. 2
c. Otoskop
Membran timpani tampak perforasi.1
3) Pemeriksaan Penunjang: 1
a. Pemeriksaan Audiogram
b. Pemeriksaan kultur
c. CT scan.
Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada labirinitis adalah: 1
a. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan
vestibulokoklea yang lebih lanjut.
b. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya.
Farmako: 1
a. Amoxicilin 3 x 500 mg PO
b. Diazepam 3 x 5-10 mg
c. Pembedahan: miringotomi.
Pengawasan yang ketat dan terus menerus harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya perluasan ke intrakranial dan di samping itu
dilakukan tindakan drainase dari labirin. Antibiotika diberikan untuk
mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Jika tanda rangsangan
meningeal dijumpai maka tindakan pungsi lumbal harus segera
dilakukan. 1

73
Komplikasi [2]
1) Meniere Disease
2) BPPV (Benign Proxysmal Position Vertigo)
3) Meningitis.

PERBEDAAN LABHIRINITIS DAN MENIERE’S DISEASE


1) Labhirinitis
Pada gejala dan tanda pada labirintis difusa, gejala yang timbul
sama seperti gejala pada labirintis lokalisata tetapi perjalanan
penyakit pada labirintis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat,
didapati gangguan: 1
a. Vestibular
b. Vertigo yang hebat
c. Mual muntah dengan disertai nistagmus
d. Gangguan pendengaran yang menetap
e. Tidak dijumpai demam
Patogen penyebab pada labirintis akut (serous) mikroorganisme
penyebab S. Pneumoni, streptokokus dan hemofilus influenza. Pada
labirinitis kronik mikroorganisme penyebab biasanya disebabkan
campuran dari basil gram negatif, pseudomonas, proteus, dan E. Coli. 1
2) Meniere’s Disease
Pada gejala sangat bervariasi tidak semua penderita memiliki gejala
yang sama. Namun demikian, dikenal dengan Classic meinere’s
yang berhubungan dengan empay gejala yaitu: 1
a. Vertigo yang episodik (baik sensasi maupun gerakan) atau
pusing.
b. Fluktuasi, progresif, penurunan pendengaran pada unilateral (1
telinga) atau bilateral (kedua telinga), biasanya jarang terjadi
c. Tinitus unilateral atau bilateral
d. Rasa penuh atau penekanan pada suatu atau kedua telinga.

74
4. NEURITIS VESTIBULER
Definisi
Neuritis vestibularis adalah disfungsi akut pada sistem vestibuler
yang ditandai dengan timbulnya vertigo akut dengan nistagmus spontan
yang disertai dengan gejala vegetatif. Neuritis vestibuler merupakan
penyakit dengan urutan ketiga terbanyak sebagai penyebab vertigo
vestibuler perifer. Neurutis vestibuler dapat terjadi baik pada laki-laki
maupun perempuan, khususnya mengenai kelompok usia dewasa. 2
Etiologi
Penyebab utama dari neuritis vestibuler sampai saat ini masih
menjadi perdebatan. Agen virus, gangguan vaskuler dan reaksi imun
dicurigai berperan dalam neuritis vestibuler: 2
a. Infeksi virus, misalnya reaktivasi virus herpes simpleks tioe 1 laten
pada ganglia vestibuer
b. Oklusi pembuluh darah
c. Mekanisme imunologi
Kelainan yang dapat ditemukan: 1
1) Perubahan degenerative pada saraf vestibuler ganglion scarpa dan
neuroepitel vestibuler
2) Cedera saraf vestibuler.
Patofisiologi
Penyebab utama neuritis vestibuler sampai saat ini masih menjadi
perdebatan. Agen virus, gangguan vaskuler dan reaksi imun dicurigai
berperan dalam neuritis vestibuler. Beberapa teori menjelaskan
penyebab tersering neuritis vestibuler adalah virus. Namun bukti nyata
tentang penyebab pasti dari neuritis vestibuler masih etiopatogenesis.
Penyebab utama neuritis vestibuler sampai saat ini masih menjadi
perdebatan. Agen virus, gangguan vaskuler dan reaksi imun dicurigai
berperan dalam neuritis vestibuler. Beberapa teori menjelaskan
penyebab tersering neuritis vestibuler adalah virus. Namun bukti nyata
tentang penyebab pasti dari neuritis vestibuler masih terbatas. Pada
studi terhadap tulang temporal pasien dengan neuritis vestibuler

75
menunjukkan beberapa spektrum cedera dari normal hingga timbulnya
degeneratif yang siginfikan menyebabkan perubahan pada nervus
vestibuler, ganglion scarpa dan neuroepitel vestibuler. Adanya
kehilangan struktur neuron pada ganglion vestibuler dan atropi pada
epitel sensori vestibuler yang terkait menunjukkan infeksi virus yang
terisolasi pada nervus vestibuler. Lokasi cedera paling sering
ditemukan di bagian nervus vestibuler superior. 2
Terjadinya ganguan pada masukan neuronal aferen di salah satu
apparatus vestibuler. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan masukan
neurologis vestibuler ke siste, saraf pusat yang memicu vertigo. 2
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis [2]
a. Vertigo berat dan mendadak (bertambah saat kepala
ditegakkan) disertai mual dan muntah
b. Instabilitas postural namun masih dapat berjalan tanpa terjatuh
c. Didahului infeksi saluran napas bagian atas beberapa hari
sebelumnya.
2) Pemeriksaan Fisik [2]
a. Nistagmus horizontal dengan komponen transisional
b. Penurunan sinyal vertibuler pada sisi telinga yang sakit
sehingga terjadi eksitasi vestibuler relative pada telinga yang
sehat → fase cepat menuju telinga yang sehat, sedangkan fase
lambat menuju kearah telinga yang sakit. Dapat dihilangkan
dengan fiksasi visual menghadap kearah fase lambat.
c. Arah nistagmus tidak berubah seuai dengan arah pandangan
(gaze)
3) Pemeriksaan Penunjang [2]
a. Tes vestibuler : Respon kalori pada telinga yang sakit
menurun atau tidak
b. Radiologi
CT : Menilai kelainan anatomi pada batang otak
sebelum dan ventrikel IV

76
MRI : Untuk mengetahui adanya infark atau perdarahan
pada batang otak dan serebelum terutama pada
pasien dengan faktor risiko stroke.8
Penatalaksanaan
Pasien dengan kecurigaan kecurigaan neuronitis vestibuler dirujuk
ke spesialis THT. 2
1) Farmakologi
Terapi simtomatik dan suportif selama fase akut. 2
a. Supresan vestibuler
Antagonis reseptor H1Dimenhidrinat untuk menghilangkan
stimulasi vestibuler dan menekan fungsi labirin lewat efek
antikolinergik sentral dengan dosis 50-100 mg PO/IV/IM
setiap 4-6 jam jangan melebihi 400 mg/hari. Difenhidramin
digunakan untuk menangani gangguan vestibuler yang
menyebabkan mual dan muntah dengan dosis 20-50 mg PO
setiap 4-6 jam/hari jangan melebihi 300 mg/hari. Meklizin
digunakan untuk menurunkan eksitabilitas leabirin telinga
tengah dan menghambat konduksi pada jaras vestibuler-
serebelar yang nantinya akan mengurangi gejala mual dan
muntah. 2

77
b. Antiemetik [2]
1) Graniseron 2x1 mg PO/kg atau 10µg/kg IV
2) Metoclopramide 3x10 mg PO atau 10 mg IM
c. Kortikosteroid
Prednisone digunakan untuk mengurangi inflamasi dan
2
edema saraf vestibuler serta apparatus vestibuler.
Komplikasi
Komplikasi pada neuritis vestibuler antara lain adalah benign
paroxysmal positioning vertigo (BPPV) dan somatoform phobic
postural vertigo. Tingkat kekambuhan neuritis vestibuler cukup rendah,
sekitar 1,9% mengalami kekambuhan 29-39 bulan setelah episode yang
pertama. 2
5. PRESBIAKUSIS
Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga)
yang terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi
rendah atau tinggi serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses
menua secara umum. 1
Etiologi
Penyebab kurang pendengaran akibat degenerasi dimulai dengan
terjadinya atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat
laun secara progresif terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah
basal hingga ke daerah apeks yang pada akhirnya terjadi degenerasi sel-
sel pada jaras saraf pusat dengan manifestasi gangguan pemahaman
bicara. Kejadian presbikusis diduga mempunyai hubungan dengan
faktor-faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup
atau bersifat multifaktor. 1
Faktor Resiko [1]
a. Jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengalami penurunan
pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan
pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan.

78
Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini
disebabkan laki-laki lebih sering terpapar bising di tempat
pekerjaan dibandingkan perempuan.
b. Paparan bising, Gangguan pendengaran akibat bising adalah
penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang awalnya tidak
disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari.
Sifatnya tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada
ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat
parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan
perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain
yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti
bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding
dengan kerusakan yang didapat.
c. Genetik, usia >60 tahun, utotoksis, hipertensi.
Klasifikasi
Tabel 1.4. Beragam Jenis Presbiakusis. 1
Karakterist Diskriminasi
Jenis Patogenesis Audiometri
ik wicara
-Atrofi organ -Kehilangan -Nada murni
corti pendengaran -↓ Tajam
-↓ jumlah sel pada nada mendadak
rambut tinggi setelah
Terkait
-Degenerasi simetris frekuensi
Dengan
Sensorik saraf sekunder -Usia 2000 Hz.
hilangnya
pertengahan
frekuensi
-gejala
trauma pada
trauma
bising
↓ sel neuron -Semua
Kehilangan
Neural koklea dan Semua usia frekuensi
Berat
jaras auditorik -↓ Tajam

79
mendadak
setelah
frekuensi
2000 Hz.
-Atrofi stria -Semua
vaskularis frekuensi
-Potensial (tampak
mikrofonik datar)
menurun Dimulai -Garis
Kehilangan
Metabolik -↓ Fungsi sel pada usia ambang
Ringan
-↓ biokimia pertengahan dengar lebih
koklea mendatar
-Perubahan yang
kualitas berangsur
endolimfe menurun.
-Perubahan 3)
gerakan
mekanik
ductus Terkait
koklearis Pada usia steepness
Mekanik
-Atrofi lig. pertengahan kehilangan
Spiralis nada tinggi
-Membran
basilaris lebih
kaku

Patofisiologi
a. Degenerasi Koklea
Patofisiologi terjadinya presbikusis menunjukkan adanya
degenerasi pada stria vaskularis (tersering). Bagian basis dan apeks
koklea pada awalnya mengalami degenerasi, tetapi kemudian
meluas ke regio koklea bagian tengah dengan bertambahnya usia.

80
Degenerasi hanya terjadi sebagian tidak seluruhnya. Degenerasi sel
marginal dan intermedia pada stria vaskularis terjadi secara
sistemik, serta terjadi kehilangan Na+K+ ATPase. Kehilangan
enzim penting ini, dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
imunohistokimia. 1
Prevalensi terjadinya presbikusis metabolik (strial presbyacusis)
cukup tinggi. Stria vaskularis yang banyak mengandung
vaskularisasi, pada penelitian histopatologi tikus kecil yang
mengalami penuaan terdapat keterlibatan vaskuler antara faktor
usia dengan terjadinya kurang pendengaran. 1
Analisis dinding lateral dengan kontras pada pembuluh darah
menunjukkan hilangnya stria kapiler. Perubahan patologi vaskular
terjadi berupa lesi fokal yang kecil pada bagian apikal dan bawah
basal yang meluas pada regio ujung koklea. Area stria yang tersisa
memiliki hubungan yang kuat dengan,5 mikrovaskular normal dan
potensial endokolear. Analisis ultrastructural menunjukkan
ketebalan membran basal yang signifikan, diikuti dengan
penambahan deposit laminin dan akumulasi imunoglobulin yang
abnormal pada pemeriksaan histokimia. Pemeriksaan histopatologis
pada hewan dan manusia menunjukkan hubungan antara usia
dengan degenerasi stria vaskularis. 1
Degenerasi stria vaskularis akibat penuaan berefek pada
potensial endolimfe yang berfungsi sebagai amplifikasi koklea.
Potensial endolimfatik yang berkurang secara signifikan akan
berpengaruh pada amplifikasi koklea. Nilai potensial endolimfatik
yang menurun menjadi 20mV atau lebih, maka amplifikasi koklea
dianggap kekurangan voltage dengan penurunan maksimum.
Penambahan 20 dB di apeks koklea akan terjadi peningkatan
potensial sekitar 60 dB didaerah basis. 1
Degenerasi stria yang melebihi 50%, maka nilai potensial
endolimfe akan menurun drastis. Gambaran khas degenerasi stria
pada hewan yang mengalami penuaan, terdapat penurunan

81
pendengaran sebesar 40 50 dB dan potensial endolimfe 20 mV
(normal=90 mV). Ambang dengar ini dapat diperbaiki dengan cara
menambahkan 20 25 dB pada skala media. Cara mengembalikan
nilai potensial endolimfe untuk mendekati normal adalah
mengurangi penurunan pendengaran yang luas yang dapat
meningkatkan ambang suara compound action potential (CAP)
sehingga menghasilkan sinyal moderate high. Degenerasi stria
vaskularis, yang disebut sebagai sumber energi (battery) pada
koklea, menimbulkan penurunan potensial endolimfe yang disebut
teori dead battery pada presbikusis. 1
b. Degenerasi Sentral
Degenerasi sekunder terjadi akibat degenerasi sel organ corti
dan saraf- saraf yang dimulai pada bagian basal koklea hingga
apeks. Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus
auditorius akan meningkatkan nilai ambang CAP dari nervus.
Penurunan fungsi input-output dari CAP pada hewan percobaan
berkurang ketika terjadi penurunan nilai ambang sekitar 5-10 dB.
Intensitas sinyal akan meningkatkan amplitudo akibat peningkatan
CAP dari fraksi suara yang terekam. Fungsi input-output dari CAP
akan terefleksi juga pada fungsi input-output dari potensial saraf
pusat. Pengurangan amplitudo dari potensial aksi yang terekam
pada proses penuaan memungkinkan terjadinya asinkronisasi
aktifitas nervus auditorius. 1
Keadaan ini mengakibatkan penderita mengalami kurang
pendengaran dengan pemahaman bicara yang buruk. Prevalensi
jenis ketulian ini sangat jarang, tetapi degenerasi sekunder ini
penyebab terbanyak terjadinya presbikusis sentral. 1
c. Mekanisme Molekuler
Penelitian tentang penyebab presbikusis sebagian besar
menitikberatkan pada abnormalitas genetik yang mendasarinya,
dan salah satu penemuan yang paling terkenal sebagai penyebab

82
potensial presbikusis adalah mutasi genetik pada DNA
mitokondrial. 1

Tabel 1. Perbedaan Perbikusis dengan Otosklerosis. 1


Perbedaan Presbikusis Otosklerosis
Etiologi Adanya degenerasi dan Adanya proses spongiosis
perubahan struktur pada pada kapsul tulang labirin di
koklea dan N. VIII. daerah kaki os stapes.
Perubahan yang paling
sering adalah degenerasi sel
sel rambut penunjang pada
organ corti.
Faktor resiko 1. Keturunan 1. Keturunan
2. Pola makan 2. Perdarahan pada
3. Metabolisme stapes
4. Bising
5. Gaya hidup

Gejala klinis 1. Berkurangnya 1. Berkurangnya


pendengaran secara pendengaran secara
progresif. progresif.
2. Telinga berdenging 2. Tinitus.
(Tinitus). 3. Vertigo.
3. Tidak bisa 4. Bilateral
memahami dan 5. Kesulitan mendengar
mendengar suara nada rendah.
percakapan bila latar
suaranya adalah
kebisingan.
4. Bila ada suara
dengan intensitas
tinggi telinga akan

83
sakit.
5. Bilateral.
Diagnosis 1. Pada pemeriksaan 1. Pada pemeriksaan
otoskopik, membran ditemukan membran
timpani tampak timpani utuh, normal
suram. atau dalam batas-
2. Mobilitas berkurang. batas normal.
3. Terdapat tulis 2. Tuba biasanya paten
sensorineural. dan tidak terdapat
4. Pada tahap awal riwayat penyakit
terdapat penurunan telinga atau trauma
yang tajam (s/oprng) kepala atau telinga
setelah frekuensi sebelumnya.
2000 Hz. Gambaran 3. Diagnosis diperkuat
ini khas pada dengan pemeriksaan
presbikusis jenis audiometri nada
sensorik dan neural. murni dan
5. Garis ambang dengar pemeriksaan
pada audiogram jenis impedance.
metabolik dan 4. Dilaporkan juga
mekanik lebih bahwa kemungkinan
mendatar, kemudian terlihat gambaran
pada tahap. membrana timpani
berikutnya yang kemerahan oleh
berangsurangsur karena terdapat
terjadi penurunan. pelebaran pembuluh
Pada semua jenis darah promontium
presbikusis tahap (Schwafte's
lanjut juga terjadi sign).Pasien merasa
penurunan pada pendengaran
frekuensi yang lebih terdengar lebih baik
rendah. dalam ruangan bising

84
6. Pemeriksaan (Paracusis Willisii).
audiometri tutur
menunjukkan adanya
gangguan
diskriminasi wicara
(speech
discrimination).
Keadaan ini jelas
terlihat pada
presbikusis jenis
neural dan koklear.
Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran
pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan
progresif lambat. Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang
tinggi. Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan telinga hidung
tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari.
Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif. Kadang-kadang
disertai dengan tinitus yaitu persepsi munculnya suara baik di
1
telinga atau di kepala.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada telinga biasanya normal setelah
pengambilan serumen, yang merupakan problem pada penderita
usia lanjut dan penyebab kurang pendengaran terbanyak. Pemberian
sodium bicarbonat solusi topikal 10%, sebagai serumenolitik. Pada
membran timpani normal tampak transparan. 1
Pada test penala didap tkan tuli sensorineural, dan pada
audiometri didapatkan tuli nada tinggi, bilateral. Namun pada
presbikusis tahap lanjut terjadi penurunan pada frekuensi lebih
rendah. 1

85
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya
pemeriksaan audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf nada
tinggi, bilateral dan simetris. Penurunan yang tajam (slooping) pada
tahap awal setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada
presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering
ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik
dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan. Semua jenis presbikusis tahap
lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.
Audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wicara (speech discrimination) dan biasanya keadaan ini jelas
terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear. 1
Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan
lainnya pada presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB. Manusia
sebenarnya sudah mempunyai strain DNA yang menyandi
terjadinya presbikusis. Sehingga dengan adanya penyebab
multifaktor risiko akan memperberat atau mempercepat presbikusis
terjadi lebih awal. 1
Pemeriksaan audiometri tutur pada kasus presbikusis sentral
didapatkan pemahaman bicara normal sampai tingkat phonetically
balanced words dan akan memburuk seiring dengan terjadinya
overstimulasi pada koklea ditandai dengan adanya roll over.
Penderita presbikusis sentral pada intensitas tinggi menunjukkan
penurunan dalam nilai ambang tutur sebesar 20% atau lebih. v
Penatalaksanaan
Presbikusis adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
kita dapat memaksimalkan fungsi yang masih ada dan meningkatkan
kualitas hidupnya. 1
a. Melatih keterampilan membaca gerak bibir (speech reading)
Membaca gerak bibir dapat membantu pasien dengan
diskriminasi bicara. 1

86
b. Assestive device
Alat bantu ini bekerja dengan cara amplifikasi sinyal telepon,
telepon dan mendengar suara bel. Perangkat elektronik ini berguna
untuk meningkatkan kenyamanan dalam mendengar pada kondisi
lingkungan tertentu. 1
c. Alat Bantu Dengar
Alat bantu ini dapat meningkatkan kemampuan sebagian besar
pasien usia lanjut untuk dapat berkomunikasi. Namun pada pasien
dengan diskriminasi bicara pada keadaan bising, mengalami
kesulitan dalam meggunakan alat bantu dengar karena gangguan
yang terjadi adalah tingkat persepsi. 1
5. TULI MENDADAK
Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara
tiba-tiba. Jenis ketuliannya adalah sensorineural, penyebabnya tidak dapat
langsung diketahui, biasanya terjadi pada satu telinga.Beberapa ahli
mendefinisikan tuli mendadak sebagai penurunan pendengaran
sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut
pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari 3
hari. 1
Kerusakan terutama di koklea dan biasanya bersifat permanen,
kelainan ini dimasukkan ke dalam keadaan darurat neurotologi. Tuli
mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain oleh iskemia
koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan
tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit Meniere dan
neuroma akustik. Tetapi yang biasanya dianggap sebagai etiologi dan
sesuai dengan definisi di atas adalah iskemia koklea dan infeksi virus. 1
Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau
perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan arteri
ujung (end artery), sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah
ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia mengakibatkan
degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis.

87
Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membran basal jarang terkena. 1
Beberapa jenis virus, seperti virus parotis, virus campak, virus
influensa B dan mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organ corti,
membran tektoria dan selubung myelin saraf akustik.Ketulian yang terjadi
biasanya berat, terutama pada frekuensi sedang dan tinggi. 1
Manifestasi Klinis
Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau
menahun secara tidak jelas. Kadang-kadang bersifat sementara atau
berulang dalam serangan, tetapi biasanya menetap. Tuli yang bersifat
sementara biasanya tidak berat dan tidak berlangsung lama. Kemungkinan
sebagai pegangan harus diingat bahwa perubahan yang menetap akan
terjadi sangat cepat. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat disertai
dengan tinitus dan vertigo. 1
Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu
telinga, dapat disertai dengan tinitus dan vertigo. Kemungkinan ada gejala
dan tanda penyakit virus seperti parotis, varisela, variola atau pada
anamnesis baru sembuh dari penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan
klinis tidak terdapat kelainan telinga. 1
Diagnosis
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lain. 1
Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala
yang menyertai serta faktor predisposisi penting untuk mengarahkan
diagnosis. Pemeriksaan fisik termasuk tekanan darah sangat diperlukan.
Pada pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai kelainan pada telinga yang
sakit. Pada pemeriksaan pendengaran (audiologi): 1
a. Tes penala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang sehat,
Schwabach memendek.
Kesan: tuli sensorineural.
b. Audiometri nada murni: tuli sensorineural riangan sampai berat.

88
Pemeriksaan Penunjang:
a. Tes SISI (short increment sensitivity index)
Skor : 100% atau kurang dari 70 %
Kesan : dapat ditemukan rekrutmen.
b. Tes Tone decay atau refleks kelelahan negatif
Kesan : bukan tuli retrokoklea.
Audiometri tutur (speech audiometry)
SDS (speech discrimination score)
Kurang dari 100%
Kesan: tuli sensorineural
Audiometri impedans:
Timpanogram tipe A (normal) refleks stapedius ipsilateral negatif atau
positif, sedangkan kontra lateral positif.
Kesan: tuli sensorineural koklea.
BERA (pada anak) menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai
berat. Pemeriksaan ENG (Elektronistagmografi) mungkin terdapat paresis
kanal. 1
Pemeriksaan tomografi komputer (CT Scan) dan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) dengan kontras diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis seperti neuroma akustik dan malformasi tulang
temporal. Bila diduga kemungkinan adanya neuroma akustik, pasien
dikonsulkan ke bagian saraf. Pemeriksaan arteriografi diperlukan untuk
kasus yang diduga akibat trombosis. 1
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen,
hipotiroid, penyakit autoimun dan faal hemostasis. Untuk mengetahui ada
tidaknya hiperkoagulasi darah pada pasien tuli mendadak dapat dilakukan
pemeriksaan faal hemostasi dan tes penyaring pembekuan darah. Penderita
perlu dikonsulkan ke Sub-Bagian Hematologi Penyakit Dalam dan Bagian
Kardiologi untuk mengetahui adanya kelainan darah dan hal-hal yang
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. 1

89
Penatalaksanaan
1. Tirah baring sempuna (total bed rest) istirahat fisik dan mental selama
dua minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stres yang besar
pengaruhnya pada keadaan kegagalan neurovaskular. 1
2. Vasodilatansia injeksi yang cukup kuat disertai dengan pemberian tablet
vasodilator oral tiap hari. 1
3. Prednison (kortikosteroid) 4 X 10 mg (2 tablet), tapering off tiap 3 hari
(hati-hati pada pasien diabetes melitus). 1
4. Vitamin C 500 mg 1 x 1 tablet/hari, vitamin E 1x 1 tablet. 1
5. Neurobion (neurotonik) 3 X 1 tablet/1hari. 1
6. Diit rendah garam dan rendah kolesterol. 1
7. Inhalasi oksigen 4 X 15 menit (2 liter / menit). 1
Obat anti virus sesuai dengan virus penyebab.
8. Hiperbarik oksigen terapi (HB)
Pada pasien diabetes perlu diperhatikan, sebaiknya diberikan
kortikosteroid injeksi dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula darah
secara rutin setiap hari serta konsultasi ahli penyakit dalam. Apabila hasil
konsultasi dengan Sub Bagian Hematologi Penyakit Dalam dan Bagian
Kardiologi ditemukan kelainan, terapi ditambah, sesuai dengan nasehat
bagian tersebut. 1
Saat ini telah dikenal terapi oksigen bertekanan tinggi dengan
teknik pemberiaan oksigen hiperbarik adalah dengan memasukkan pasien
ke dalam suatu ruangan (chamber) yang bertekanan 2 ATA. 1
Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap minggu selama satu
bulan. Perbaikan pendengaran pada tuli mendadak adalah sebagai berikut:
1

1. Sangat baik, apabila perbaikan lebih dari 30 dB pada 5 frekuensi.


2. Sembuh, apabila perbaikan ambang pendengaran kurang dari 30 dB
pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan di bawah 25 dB
pada frekuensi 4000 Hz.
3. Baik, apabila bila rerata perbaikan 10-30 dB pada 5 frekuensi.

90
4. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan kurang dari 10 dB
pada 5 frekuensi.
Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan di
atas, dapat dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).
Apabila dengan alat bantu dengar juga masih belum dapat berkomunikasi
secara adekuat perlu dilakukan psikoterapi dengan tujuan agar pasien
dapat menerima keadaan. Rehabilitasi pendengaran agar dengan sisa
pendengaran yang ada dapat digunakan secara maksimal bila memakai alat
bantu dengar dan rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume,
nada dan intonasi oleh karena pendengarannya tidak cukup untuk
mengontrol hal tersebut. 1
Prognosis
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor yaitu:
kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, usia,
derajad tuli saraf dan adanya faktor-faktor pre-disposisi. 1
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar
kemungkinan untuk sembuh, bila sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan
sembuh menjadi lebih kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap,
tetapi dapat juga tidak sembuh, hal ini disebabkan oleh karena faktor
konstitusi pasien seperti pasien yang pernah mendapat pengobatan obat
ototoksik yang cukup lama, pasien diabetes melitus, pasien dengan kadar
lemak darah yang tinggi, pasien dengan viskositas darah yang tinggi dan
sebagainya, walaupun pengobatan diberikan pada stadium yang dini. 1
Pasien yang cepat mendapat pemberian kortikosteroid dan atau
vasodilator mempunyai angka kesembuhan yang lebih tinggi, demikian
pula dengan kombinasi pemberian steroid dengan heparinisasi dan
karbogen serta steroid dengan obat fibrinolisis. Usia muda mempunyai
angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan usia tua, tuli sensorineural
berat dan sangat berat mempunyai pronosis lebih buruk dibandingkan
dengan tuli sensorineural nada rendah dan menengah. Tinitus adalah gejala
yang paling sering menyertai dan paling mengganggu disamping vertigo
dan perasaan telinga penuh. 1

91
Gejala vertigo dan perasaan telinga penuh lebih mudah hilang
dibandingkan dengan gejala tinnitus. Ada ahli yang berpendapat bahwa
adanya tinnitus menunjukkan prognosis yang lebih baik. 1

92

Anda mungkin juga menyukai