Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PSIKIATRI SKENARIO 1

Mengamuk

KELOMPOK XI
ADITYA PRIMA WARDANA G0014006
ANISA NAZIHA G0014034
DANIELA RATNANI G0014062
ERINDA KUSUMA WARDANI G0014086
FADHLAN HIDAYAT G0014090
I GUSTI AGUNG ANGGIA NOVERINA G0014116
M. FAKHRI K. W. G0014140
MAYGITHA WAHYUNINGTYAS G0014154
PATRICIA ARINDITA EKA PRADIPTA G0014184
RISWANDA SATRIA A. P. G0014204
RUSYDINA FILLAH A. G0014210
YULIA ANGGRAENI G0014246
ZARAH TIN CAHYANINGRUM G0014250

TUTOR : MARTINI, Dra., M.Si.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2016BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 1

Mengamuk

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke IGD RS oleh keluarga dan tetangganya
karena mengamuk hampir membakar rumahnya sendiri. Menurut keluarganya pasien
sering marah-marah dan teriak-teriak tanpa sebab sejak 4 minggu yang lalu. Pasien juga
jadi sering curiga terhadap orang lain, bahkan pasien juga merasa bahwa tetangga dan
keluarganya merencanakan niat jahat terhadap dirinya. Menurut keluarga, sepertinya dia
mengalami stress karena hal tersebut terjadi setelah beberapa kali melamar oerkerjaan di
beberapa tempat tidak diterima. Sehari-harinya tampak tidak terawat, tidak mau mandi,
tampak bingun, pakaian kusut dan kumal.

Keluarganya pernah membawanya ke paranormal namun tidak ada perbaikan,


kemudian atas saran kepala desa dia dibawa ke rumah sakit jiwa. Dokter jaga RSJ
mengatakan bahwa pada pasien didapatkan waham, halusinasi, dan derealisasi yang
menyebabkan perilaku aneh.

Dokter jaga mengatakan bahwa pasien harus dirawat di rumah sakit beberapa hari
dan kontrl rutin untuk penanganan yang lebih baik.
Langkah I: Mengklarifikasikan dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario. Istilah yang perlu diklarifikasi adalah sebagai berikut:

1. Waham

Disebut juga delusi, merupakan keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan (realita eksternal) atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar
belakang kebudayaannya, biarpun dibuktikan kemustahilan hal tersebut, tidak bisa
dibantah oleh orang lain walaupun dengan logika dan realita yang ada, dan keyakinan
tersebut tidak dapat diterima oleh orang lain. Etilologinya tidak diketahui,
kemungkinan berhubungan dengan gangguan pada sistem limbik dan ganglia basalis.

2. Derealisasi

Persaan aneh tentang lingkungnnya dan tidak sesuai kenyataan, misalnya segala
sesuatu dialaminya seperti dalam mimpi atau perasaan gangguan persepsi di mana
pasien merasa lingkungan di sekitarnya berubah.

3. Stress

Respon seseorang pada suatu hal atau suatu kejadian yang mengancam atau
menantang individu tersebut. Sedangkan suatu hal atau suatu kejadian yang
menimbulkan stress disebut dengan stressor (Feldman, 2009).

4. Halusinasi

Gangguan persepsi tanpa ada stimulus dari luar.


Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan dalam skenario ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana epidemiologi dan faktor resiko dari kasus di skenario?

2. Apa saja kriteria seseorang dikatakan sehat mental?

3. Bagaimana cara pemeriksaan status mental pada pasien?

4. Bagaimana interpretasi gejala-gejala yang ada pada pasien?

5. Bagaimana mekanisme terjadi stress dan bagaimana manajemen stress?

6. Bagaimana seseorang dikatakan mengalami gangguan jiwa?

7. Apa saja macam-macam waham dan halusinasi beserta kriterianya?

8. Mengapa pasien harus dirawat di RSJ dan bagaimana penatalaksanaannya?

9. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus psikiatri?

10. Apa saja DD dari skenario ini?

11. Bagaimana terapi dan penanganan awal pada pasien?


Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara
mengenai permasalahan.

1. Bagaimana epidemiologi dan faktor resiko dari kasus di skenario? (Pertanyaan


dijadikan LO)

2. Apa saja kriteria seseorang dikatakan sehat mental?

Sehat Mental

Menurut WHO (2011) kesehatan mental didefinisikan sebagai keadaan


kesejahteraan di mana setiap individu menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi
tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan
mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya nya. Sedangkan ciri-ciri sehat
mental menurut WHO adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai kemampuan menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan


, meskipun kenyataan itu buru ;

2. Mempunyai rasa kepuasan dari

3. Usahanya atau perjuangan hidupnya.

4. Mempunyai kesenangan untuk memberi dari pada menerima;

5. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan

6. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling


memuaskan;

7. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari ;

8. Mengarahkan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan


konstruktif;

9. Mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu mendidik


3. Bagaimana cara pemeriksaan status mental pada pasien?

Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang


menggambarkan tentang keseluruhan pengamatan pemeriksa dan kesan tentang pasien
psikiatri saat wawancara. Yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:

1 Kesan Umum: mengamati bentuk tubuh, postur, ketenangan, pakaian,


penampilan, dan sebagainya

2 Perilaku dan aktivitas psikomotor: mengamati cara berjalan gerakan dan aktivitas
pasien, adakah tiks, manerisme, gerakan streotipik, atau hiperaktivitas, agitasi,
dan sebagainya. Dan juga sikap terhadap pemeriksa, seperti bekerja sama, atau
menggoda, atau apatis, bermusushan dan sebagainya

3 Mood dan afek: mood digambarkan dengan depresi, kecewa, mudaha marah,
cemas, euforia, dan sebaginya. Sementara afeknya meningkat, tumpul,
menyempit, atau normal. Juga dinilai keserasian antara mood dan afeknya.

4 Pembicaraan: mengamati pembicaraan paisen, monoton, keras, gagap, spontan


dan lain sebagianya. Juga dinilai ada tidaknya logorrhea, flight of idea, maupun
asosiasi longgar.

5 Gangguan persepsi: apakah ada halusinasi, ilusi, depersonalisasi, maupun


derealisasi.

6 Bentuk pikiran: menilai apakah realistik, nonrealistrik, autistik, maupun irasional.

7 Isi pikiran: termasuk mencermati adakah waham, preokupasi, obsebsi, fobia, dan
lain sebaginya

8 Tingkat kesadaran: dinilai secara kuantitatif berdasarkan glascow coma scale


(sadar, somnolen, stupor, koma, letargi)

9 Orientasi: dinilai orientasi terhadap waktu, tempat, orang, dan situasi

10 Daya ingat: menilai daya ingat jauh, daya ingat masa lalu , daya ingat baru saja,
dan daya ingat segera. Dilkukan dengan menanyakan peristiwa pada masa anak-
anak, peristiwa penting yang terjadi pada masa muda, peristiwa beberapa bulan
lau, apa yang dimakan saat sarapan, dan lain sebagainya.

11 Konsentrasi dan perhatian: meminta pasien mengulangi enam angka maju


kemudian muindur, mengulang tiga kata segera dan tiga sampai lima menit
kemudian. Pasien diminta mengurangi 100 dengan 7 secaqra berurutan.

12 Kemampuan visuospasial: pasien diminta menghitung uang kembalian setelah


dibelanjakan, jarak antar kota, dan sebagainya

13 Pikiran abstrak

14 Pengendalian impuls: impuls seksual, agresif, atau lainnya.

15 Pertimbangan dan tilikan: menanyakan kemampuan pasien dalam aspek


pertimbangan sosial, misalnya saat terjadi kebakaran, dan juga menilai kesadaran
dan pengertian pasien bahwa dia sakit.

4. Bagaimana interpretasi gejala-gejala yang ada pada pasien? (Pertanyaan


dijadikan LO)

5. Bagaimana mekanisme terjadi stress dan bagaimana manajemen stress?

Stres dan penyesuaian diri

Stres adalah istilah dari ilmu kedokteran yang secara harfiah diartikan
sebagai tekanan atau ketegangan yang memiliki kecenderungan mengganggu tubuh.
Dari sudut pandang psikologi, stres dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang
mengganggu kita untuk beradaptasi atau mengatasi suatu masalah (Santrock, 2003).

Stres bisa datang dari lingkungan, tubuh atau pikiran kita sendiri. Stres dari
lingkungan mungkin disebabkan karena kebisingan, polusi, keramaian, situasi kacau,
dan segala macam ancaman lain. Stres dari tubuh disebabkan oleh kondisi sakit, luka,
ketegangan tubuh, atau penyakit-penyakit metabolik tertentu (Santrock, 2003).
Sumber stress psikologis

Sumber atau pembangkit keadaan stress disebut stressor. Stressor dapat


menimbulkan beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stress, yaitu frustasi,
konflik, tekanan atau krisis.. Ini dapat dirasakan sebagai unsur dari luar. Oleh
individu, stressor itu dipersepsikan sebagai tanda ancaman atau kebutuhan; keadaan
eksitasi itu sendiri dapat menjadi stressor apabila melebihi batas intensitas tertentu.
Kita dapat mengatakan, bahwa bagi pasien kita, omongan yang tidak menyenangkan
merupakan salah satu stressor, dan berbagai perasaan kesal, sakit kepala dan mual
merupakan manifestasi keadaan stress sebagai respons atas stressor itu. Pada
penelitian lebih lanjut atas pasien tersebut terungkap bahwa pendekatan oleh teman-
temannya juga merupakan stressor baginya, meskipun biasanya manusia merasakan
pendekatan oleh teman-teman sebagai hal yang menyenangkan. Nampak disini,
bahwa suatu rangsang dapat dirasakan sebagai hal yang menyenangkan pada orang
satu, dan sebagai stressor pada orang lain; bahkan pada waktu tertentu, sesuatu jenis
rangsang tertentu dapat menyenangkan pada waktu ini dan merupakan stressor di
waktu lain. Ini menggambarkan suatu kenyataan penting: bahwa sifat stressor bukan
inherent terletak pada jenis rangsangan, melainkan pada penanggapan rangsangan itu
oleh organisme (Maramis, 2009).

(1) Frustasi

Timbul bila ada aral melintang (stresor) antara kita dan tujuan kita, misalnya bila kita
mau berpiknik lantas kemudian hujan deras atau mobil mogok, atau mangga di pohon
keliatan enak sekali bagi si anak, tetapi tiba-tiba keluar seekor anjing yang galak
(Maramis, 2009).

(2) Tekanan

Juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari biarpun kecil


tetapi bila di tumpuk-tumpuk dan berlangsung terus menerus (stresor jangka
panjang), dapat menimbulkan stress yang hebat. Tekanan, seperti juga frustasi dapat
bersal dari dalam atau luar individu (Maramis, 2009).

(3) Konflik
Terjadi apabila kita tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam atau tujuan.
Memilih yang satu berarti tidak tercapai tujuan yang lain. Ibarat kita ada disimpang
jalan tetapi kita tidak dapat memilih ke kiri atau ke kanan, misalnya seorang pemuda
ingin menjadi seorang dokter, tetapi sekaligus takut akan tanggungjawab kelak bila
sudah jadi ( konflik mau-tak-mau atau pendekatan pengelakan). Atau jika kita harus
memilih antara sekolah terus atau menikah; mengurus rumah tangga atau terus aktif
dalam organisasi; antara tugas dan ambisi istri atau ibu kesenangan sekarang atau
ideologi, orang tua atau panggilan (konflik pendekatan ganda) (Maramis, 2009).

(4) Krisis

Adalah keadaan karena stresor mendadak dan besar sehingga menimbulkan stress
pada seorang individu atau kelompok, misalnya : kematian, kecelakaan, penyakit
yang memerlukan operasi, masuk sekolah untuk pertama kali. Terdapat banyak
tempat dengan banyak krisis (konsentrasi krisis), misalnya ruang gawat darurat di
rumah sakit, kamar bersalin, kamar bedah, taman kanak-kanak dan tingkat pertama
pada suatu fakultas pada minggu- minggu pertama tahun kuliah baru, desa yang kena
bencana alam dan kekurangan makanan sesudahnya, atau bila kemudian bantuan
makanan datang (tadi krisis karena tidak ada makanan, kemudian krisis karena tiba-
tiba ada makanan) (Maramis, 2009).

Contoh lain lagi adalah konflik yang terjadi bila kita harus memilih antara beberapa
hal yang semuanya tidak kita inginkan, misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau
menganggur, menikah dengan orang yang tidak simpatik atau kemungkinan tidak
menikah sama sekali; berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai pengecut
(konflik pengelakan ganda) (Lubis, B. 1989).

Konflik merupakan pertentangan dalam diri, dan dapat dilihat bahwa konflik
meningkatkan ketegangan seringkali suatu ketegangan yang menganggu dan tidak
menyenangkan, sehingga berupa stress (Lubis, B. 1989).

Konflik intrapsikik yaitu konflik antara komponen-komponen jiwa itu sendiri, yang
bukan merupakan konflik yang disadari, bukan yang dihayati nyata sevagai
pergumulan batin antara dorongan, motif atau keinginan, melainkan konflik nirsadar
(Lubis, B. 1989).
Manajemen Stres

Bila stres dirasakan sebagai permasalahan yang mengganggu aktivitas dan


kualitas kehidupan, maka penting dilakukan penanganan dengan segera terhadap stres
tersebut dengan manajemen pengelolaan yang baik dan pendekatan yang menyeluruh
(holistic), yakni mencakup pengelolaan secara fisik (organobiologik), psikologi-
psikiatri, psikososial, dan psikoreligious. Secara garis besar terdapat dua tahap, yaitu
tahap pencegahan dan terapi (Santrock, 2003).

Tahap pencegahan agar seseorang tidak jatuh ke dalam stres, maka


diperlukan gaya hidup yang sehat, hidup teratur, serasi, selaras, dan seimbang secara
horizontal antara dirinya dan sesama orang lain dan lingkungan sekitarnya, serta
secara vertikal antara diriny dan penciptanya Allah SWT, yang menciptakan alam
semesta (Santrock, 2003).

Tahap terapi, meliputi terapi somatik dan intervensi psikososial. Terapi


somatik adalah penanganan gangguan stres dengan menggunakan obat-obatan
(psikofarmaka) yang berguna untuk memulihkan gangguan fungsi pada
neurotransmitter (sinyal penghantar) di susunan saraf pusat otak. Cara kerja
psikofarmaka adalah jalan memutuskan jaringan atau sirkuit psikoneuroimunologi,
sehingga stresor psikososial yang mengenai seseorang tidak lagi mempengaruhi
fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ tubuh lainnya. Obat-obatan yang
sering digunakan dalam penanganan stres dan gangguan lain yang terkait dengan
stres adalah golongan psikotropika, seperti obat anti psikotik, obat anti anxieta, obat
anti depresan, dan lain-lain. Selain itu dapat juga dengan pendekatan somatik yang
bisa dilakukan dengan terapi elektrokonvulsi dan psikosurgeri (Santrock, 2003).

Pada seseorang yang mengalami stres, selain diberikan pengelolaan dengan terapi
somatik, seperti terapi psikofarmaka, terapi elektro konvulsi dan terapi psikosurgeri,
juga penting diberikan pendekatan dengan terapi psikososial termasuk psikoterapi
keluarga (Santrock, 2003).

Kehidupan yang seimbang adalah pertukaran antara melakukan segala sesuatu


yang ingin kita lakukan dan melakukan segala hal yang harus kita lakukan. Sering
kali kita menginginkan yang terbaik untuk kedua-duanya, tetapi kita tidak memahami
bahwa kita harus berusaha menyeimbangkan prioritas yang kadang saling
bertentangan (Santrock, 2003).

Pendekatan Agama (Religi)

Dewasa ini perkembangan terapi di dunia kedokteran sudah berkembang ke arah


pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian ternyata tingkat
religiusitas seseorang erat hubungannya dengan daya tahan dalam menghadapi
problematika kehidupan yang merupakan stresor psikososial. Dalam perkembangan
manusia seutuhnya ternyata perkembangan biologis, psikologis, dan sosial
(biopsychosocial devlopment) berkembang sejajar (paralel) dengan perkembangan
spiritual seseorang (Santrock, 2003).

Pentingnya agama dalam kesehatan juga dapat dilihat dari batasan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO, 1984) yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual)
merupakan salah satu unsur penting dari pengertian sehat seutuhnya. Para peneliti
seperti Harrington A (1996) dan Monakow V. Goldstein (1997) mencoba mencari
hubungan antara ilmu pengetahuan (neuroscientific concepts) dengan dimensi
spiritual yang masih dianggap belum jelas, namun diyakini adanya hubungan tersebut
dalam presentasinya yang berjudul Brain and Religion diyakini adanya titik
ketuhanan (God Spot) dalam susunan saraf pusat. Sebagai contohnya adalah ketika
orang yang stres dengan gangguan kecemasan yang kemudian diberi obat anti cemas,
maka yang bersangkutan akan menjadi tenang. Namun, pada orang yang sama
dengan berdoa dan dzikir kepada Allah SWT juga akan memperoleh ketenangan dan
kesembuhan. Hal ini memperkuat prinsip bahwa terapi medis dan terapi agama
adalah saling menguatkan (Santrock, 2003).

Pendekatan dimensi religi ini dimaksudkan membangkitkan kekuatan keimanan


dan motivasi untuk sembuh dari penyakitnya sesuai dengan agama yang diyakini
seeorang. Dalam Islam banyak digunakan pendekatan doa dan dzikir dalam
menghadapi gangguan, stres, dan penyakit, krisis ataupun musibah yang menimpanya
serta kita selalu diingatkan bahwa apapun yang menimpa kita pada hakekatnya semua
itu adlah milik Allah SWT dan kita semua kelak akan dikembalikan kepada-Nya
(Giardano, 2005).
Mekanisme Koping Stress

Mekanisme koping stress adalah suatu usaha untuk mengontrol, mengurangi, atau
belajar untuk menoleransi suatu ancaman yang menyebabkan stress. Mekanisme ini
dapat dibagi dua, yaitu:

a Koping yang berfokus pada emosi, dimana individu akan mencoba untuk mengatur
emosinya dalam menghadapi stress, berusaha untuk mengubah perasaan yang
dialaminya tentang suatu masalah.

b Koping yang berfokus pada masalah, dimana individu akan berusaha untuk
memodifikasi masalah atau sumber yang menyebabkan stress (Feldman, 2009).

Terdapat pula mekanisme koping lainnya yang tidak sesuai untuk menghadapi stress
karena mekanisme koping ini cenderung menghindari kenyataan dan masalah,
bukannya menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, seperti

a Avoidance coping, dimana individu akan cenderung menghindari stressor. Hal ini bisa
dilakukan dengan berharap sesuatu yang cenderung mustahil, atau dengan
mengonsumsi obat, meminum minuman beralkohol, atau makan berlebihan.

b Defense mechanism, dimana individu akan berusaha untuk mengurangi kecemasan


dengan menyembunyikan stressor dari dirinya sendiri dan orang lain. Mekanisme ini
akan memberi kesempatan individu tersebut untuk menghindari stress dengan
berpura-pura bahwa stressor itu tidak ada.

c Emotional insulation, dimana individu berhenti merasakan emosi apapun, sehingga


individu tetap tidak akan terpengaruh dan tergerak oleh suatu pengalaman positif
maupun negatif (Feldman, 2009).

6. Bagaimana seseorang dikatakan mengalami gangguan jiwa? (Pertanyaan


dijadikan LO)

7. Apa saja kriteria dan macam-macam waham dan halusinasi beserta


kriterianya?
Kriteria waham:

1 Pasien percaya 100% bahwa isi pikirannya benar

2 Bersifat egosentrik

3 Tidak sesuai dengan rasio, logika

4 Tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun, termasuk dengan cara yang logis dan
realistik

5 Pasien hidup atau berperilaku menurut wahamnya

8. Mengapa pasien harus dirawat di RSJ dan bagaimana penatalaksanaannya?

Indikasi dilakukan rawat inap pada pasien psikiatri

Indikasi dilakukan rawat inap pada pasien psikiatri adalah:

1 Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain.

2 Bila perawatan di rumah tidak memadai

3 Untuk keperluan observasi lebih lanjut.

Pada pasien waham/delusi, sebelum dirawat inap, perlu dilakukan


pemeriksaan medis lengkap dan pemeriksaan neurologi untuk menentukan penyebab
kelainannya psikotik atau bukan, dan perlu dilakukan pengawasan terhadap perilaku
impuls berat seperti keinginan untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.

9. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus psikiatri? (Pertanyaan dijadikan


LO)

10. Apa saja DD dari skenario ini? (Pertanyaan dijadikan LO)

11. Bagaimana terapi dan penanganan awal pada pasien? (Pertanyaan dijadikan LO)
Langkah 4. : Menginventarisasi permasalahan-permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit sekarang

pasien

Onset
Anamnesis (keluhan utama)

Faktor resiko

Pemeriksaan stauts mental

pasien

Diagnosa banding

Diagnosa

Tatalaksana dan prognosis


Langkah 5. : Merumuskan tujuan pembelajaran

Berdasarkan diskusi tutorial yanh sudah berjalan, didapatkan tujuan pembelajaran berupa:

1. Bagaimana epidemiologi dari kasus di scenario

2. Interpretasi pemeriksana status mental pada scenario

3. Kriteria waham dan halusinasi

4. Cara penegakan diagnosis penyakit psikiatri

5. Diagnosis Banding

6. Tata laksana dan penanganan awal kasus di skenario


Langkah VII. : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.

Menjelaskan epidemiologi dan fakto risiko dari kasus skenario

Epidemiologi

Prabandari, dkk (2003) menyebutkan bahwa prevalensi skizofrenia di Indonesia


diperkirakan 1 permil, meski angka yang pasti belum diketahui karena penelitian
prevalensi skizofrenia secara khusus belum dilakukan di Indonesia. Berdasarkan data
rekam medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tahun 2009, diketahui dari
12.377 penderita yang dirawat jalan yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah
9.532 (96,51%) dengan berbagai tipe dan diketahui dari 1.929 penderita yang dirawat
inap yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah 1.581 (81,96%).

Kasus skizofrenia jumlahnya tidak mempunyai angka-angka yang pasti. Angka


prevalensi di dunia menunjukkan 1% dari seluruh penduduk dunia, perbandingan yang
sama antara penderita laki laki dan wanita, pada laki-laki mulai umur 18-25 tahun
sedang wanita biasanya mulai umur 26-45 tahun, dan jarang muncul pada masa anak-
anak, bila muncul pada masa anak-anak biasanya mengenai 4-10 anak diantara 10.000
anak. Mengacu pada data WHO, prevalensi penderita skizofrenia sekitar 0,2% hingga
2%. Sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Kondisi
yang ada lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan tidak
tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang ada. Pasien
pasien yang Universitas Sumatera Utaramenderita skizofrenia dibiarkan berada di jalan
jalan, bahkan ada pula yang dipasung oleh keluarga. Dengan kondisi seperti ini
memungkinkan terjadi peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke
waktu(Sasanto, 2009)

Faktor risiko

a. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

b. Kembar identik Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen
mereka identik 100% (Videbeck, 2008).
c. Struktur otak abnormal

Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT


scan, Magnetic Resonance Imaging(MRI), dan Positron Emission
Tomography(PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak
dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa
individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit
(Carpenter, 2000).

d. Sosiokultural

Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara


berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih
baik daripada di negara maju (Jenkins, 2003).Di Negara berkembang, terdapat
jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat disekeliling orang-orang
dengan skizofrenia dan menyediakan lebih banyak kepedulian terhadap
penderita.Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang lebih sedikit
melakukan tindakan permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika
dibandingkan dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju.Hal ini
mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota
keluarga penderita skizofrenia.

e. Tampilan emosi

Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang


keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar kemungkinannya
untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit
atau kurang mengekspresikan emosi (Hooley, 2000).

1. Menjelaskan interpretasi pemeriksaan status mental pada pasien

Pada kasus di skenario pasien mengalami waham, halusinanasi, dan derealisai.

2. Menjelaskan apa sana macam-macam waham dan halusinansi


Macam-macam waham:

1. Waham kendali pikir (thought of being controlled). Penderita percaya bahwa


pikirannya, perasaan atau tingkah lakunya dikendalikan oleh kekuatan dari luar.

2. Waham kebesaran (delusion of grandiosty). Penderita mempunyai kepercayaan


bahwa dirinya merupakan orang penting dan berpengaruh, mungkin mempunyai
kelebihan kekuatan yang terpendam, atau benar-benar merupakan figur orang
kuat sepanjang sejarah (misal : Jendral Sudirman, Napoleon, Hitler, dll).

3. Waham Tersangkut. Penderita percaya bahwa setiap kejadian di sekelilingnya


mempunyai hubungan pribadi seperti perintah atau pesan khusus.
Penderita percaya bahwa orang asing di sekitarnya memperhatikan dirinya,
penyiar televisi dan radio mengirimkan pesan dengan bahasa sandi.

4. Waham bizarre, merupakan waham yang aneh. Termasuk dalam waham bizarre,
antara lain : Waham sisip pikir/thought of insertion (percaya bahwa seseorang
telah menyisipkan pikirannya ke kepala penderita); waham siar pikir/thought of
broadcasting (percaya bahwa pikiran penderita dapat diketahui orang lain,
orang lain seakan-akan dapat membaca pikiran penderita); waham sedot
pikir/thought of withdrawal (percaya bahwa seseorang telah mengambil keluar
pikirannya); waham kendali pikir;waham hipokondri

5. Waham Hipokondri. Penderita percaya bahwa di dalam dirinya ada benda yang
harus dikeluarkan sebab dapat membahayakan dirinya.

6. Waham Cemburu. Cemburu disini adalah cemburu yang bersifat patologis

7. Waham Curiga. Curiga patologis sehingga curiganya sangat berlebihan

8. Waham Diancam. Kepercayaan atau keyakinan bahwa dirinya selalu diikuti,


diancam, diganggu atau ada sekelompok orang yang memenuhinya.

9. Waham Kejar. Percaya bahwa dirinya selalu dikejar-kejar orang

10. Waham Bersalah. Percaya bahwa dirinya adalah orang yang bersalah
11. Waham Berdosa. Percaya bahwa dirinya berdosa sehingga selalu murung

12. Waham Tak Berguna. Percaya bahwa dirinya tak berguna lagi sehingga sering
berpikir lebih baik mati (bunuh diri)

Halusinasi itu banyak jenisnya, misalnya:

a. Halusinasi penglihatan : tak berbentuk (sinar, kilapan atau cahaya) atau bentuk
(orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya atau tidak)

b. Halusinasi pendengaran : suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian


alamiah atau musik

c. Halusinasi penciuman : mencium suatu bau

d. Halusinasi pengecapan : rasa mengecap sesuatu

e. Halusinasi perabaan (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau


seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya

f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang atau


anggota badannya bergerak

g. Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul dari tubuhnya

h. Halusinasi hipnagogik : ada kalanya pada seorang yng normal, tepat sebelum
tertidur persepsi sensorik bekerja salah

i. Halusinasi hipnopompik : terjadi sebelum terbangun penuh dari tidurnya

j. Halusinaasi histerik : timbul pada neurosis histerik karena konflik emosional

k. Formication : halusinasi taktil dimana pasien merasa ada serangga yang


merayap dibawah kulit, sering terjadi pada pengguna kokain.

3. Menjelaskan bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus psikiatri

4. Menjelaskan diferensial diagnosis yang mungkin


a. Skizofrenia

Skizofrenia adalah adanya kelainan pada otak ditandai dengan psikosis/


kelainan mental berat dimana pikiran dan emosi sangat terganggu sehingga
kehilangan kontak dengan realitas eksternal. Gejalanya dapat dibagi menjadi 4:

1) Gejala positif: halusinasi, delusi, kelainan pada pikiran, pembicaraan yang


tidak teratur, dan adanya kelainan gerakan.

2) Gejala negatif, hilangnya ekspresi emosional dan hilangnya motivasi untuk


melakukan sesuatu, menarik diri secara sosial.

3) Gejala kognitif: kehilangan kemampuan kognisi seperti memori, perhatian,


dan fungsi eksekutif, dan kehilangan kemampuan untuk mengenali hubungan
interpersonal.

4) Gejala mood: dapat terlihat senang atau sedih sekali namun sulit dimengerti
(Sadock BJ & Sadock VA, 2007).

Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM-5 adalah ditemukannya 2


dari gejala sebagai berikut:

1) Delusi

2) Halusinasi

3) Bicara tidak beraturan

4) Gejala katatonik, berupa kelainan pada gerakan dan perilaku, dapat beruapa
hiperaktivitas, dan catalepsy.

5) Adanya gejala negatif

Ditemukannya 2 gejala tersebut salah satunya harus merupakan delusi,


halusinasi, atau bicara tidak teratur. Gejala tersebut harus timbul minimal 6 bulan dan
pasien mengalami gejala aktif selama minimal 1 bulan atau kurang dari 1 bulan pada
pasien yang sudah diobati. Juga terdapat kemunduran sosial dan pekerjaan dalam
waktu yang signifikan.

Secara epidemiologi, laki-laki dan perempuan sama. Pada laki-laki, onset


terjadinya skizofrenia lebih cepat yaitu usia 10-25 tahun, sedangkan pada perempuan
antara 25-30 tahun. Prognosis pasien skizofrenia bisa baik dan juga buruk. Prognosis
baik jika terjadi pada usia tua, sementara jika terjadi pada usia muda, maka
prognosisnya buruk.

Farmakoterapi Skizofrenia

Pada umumnya pengobatan psikosis berjangka lama, sekurang-kurangnya 2


tahun, tak jarang malah seumur hidup. Guna menghindari terjadinya diskenesia tarda
sebagai efek smaping long term, maka disarankan untuk setiap enam bulan diselingi
dengan istirahat satu bulan.

Obat- obat antipsikotis digunakan untuk meredakan emosi dan agresi, dapt
pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian-impian dan
pikiran-pikiran khayal (halusinasi) serta normalisasi kelakuan-kelakuan yang tidak
normal.

Selain daya antipsikotis obat ini juga memiliki bermacam-macam khasiat


lain: antara lain:

1) Ansiolitik:dapat meniadakan rasa bimbang, takut, gelisah dan agresi yang


hebat

2) Anti emetic: berdasarkan perintangan neurotransmisi dari CTZ kepusat


muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin.

3) Analgetik: beberapa neuroleptika mempuyai daya kerja analgetik kuat


(levopromazine, haloperidol, dan droperidol)

Sedangkan pembagian obat Skizopren berdasarkan simpton yang muncul :

1) Obat-obat klasik
Umumnya dimulai dari suatu obat klasik, terutama bila diperlukan efek
sedatif lorpromazin, trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki, atau pimozida jika
pasien justru perlu diaktifkan.Efek antipsikotika beru menjadi nyata setelah terapi 2-3
minggu. Bila sesudah masa latensi, obat-obat tersebut kurang efektif, perlu dicoba
obat-obat lain dari kelompok kimiawi lain. Flutenazin dekaonat digunakan sebagai
profilakse untuk mencegah kambuhnya penyakit.Thioridazin berguna pada lansia
untuk mengurangi pada GEP dan gejala antikolinergis.

Obat-obat klasik terutama efektif untuk meniadakan simtom positif, dan


efefknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal 2 tahun dan
tak jarang seumur hidup.

2) Obat-obat atypis

Obat-obat atypis lebih ampuh untuk simtom negatif kronis, mungkin karena
pengikatannya pada reseptor D1 dan D2 lebih kuat.Sulpirida, risperidon, dan
olanzapin dianjurkan bila obat-obat klasik tidak efefktif lagi atau bila terjadi terlalu
banyak efek samping.

3) Obat-obat tambahan

Antikolinergika (trihexyfenidil, orfenadrin) dan beta-blockers


(propanolol).Obat-obat ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek-efek
samping antipsikotika, terutama gejala extrapiramidal (GEP).Benzodiazepin
diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan.

4) Penanganan alternatif

Sejumlah psikiater telah berhasil baik dengan mengkombinasikan vitamin


dan mineral tertentu dalam mega dose.Cara ini terdiri dari pemberian nutrien tepat
dengan antar perbandingan yang tepat kesel-sel tubuh. Vitamin yang diberikan adalah
vitamin C(3x1 g), niasinamida (3x1-2 g), piridoksin (2-3x 250 mg), dan vitamin E
(1x 400 mg). Pilihan ini didasarkan pada sering ditemukan kekurangan vitamin-
vitamin tersebut diotak penderita skizofrenia.
b. Kelainan Skizofreniform

Kelainan skizofreniform mempunyai gejala sama seperti skizofrenia, dimana


terdapat gejala aktif selama 1 bulan dengan onset kurang dari 6 bulan.
Epidemiologinya lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Etioploginya tidak diketahui, dengan prognosis 60-80 % berlanjut menjadi
skizofrenia.

5. Menjelaskan tatalaksanan dan penanganan awal kasus scenario

Manajemen penderita skizofrenia didasarkan pada fase yang sedang dialami.


Pada fase akut dengan gejala seperti psikosis dapat diberikan antipsikotik yang bias
berupa antagonis serotonin dopamine generasi kedua. Pada fase stabilisasi dan
maintenance, terapi bertujuan untuk mencegah relaps. Pada fase ini diberikan
antipsikotik dan benzodiazepin paling tidak selama 5 tahun.

Karena farmakoterapi skizofrenia berjalan dalam rentang waktu yang panjang,


risiko ketidakpatuhan menjadi besar pula. Pada kasus ketidak patuhan, psikiater
dapat memberikan antipsikotik secara injeksi yang memiliki waktu kerja panjang
dan lebih mudah dikontrol oleh dokter yang menanganinya.

Farmakoterapi juga meninggalkan efek samping. Efek samping yang pertama


adalah efek samping ekstrapiramidal, dimana akan bermanifestasi menyerupai gejala
Parkinson. Pada kasus ini diberikan profilaksis anti-Parkinson berupa antikolinergik.
Efek samping kedua adalah tardive dyskinesia yang merupakan gerakan involunter
oleh otot-otot wajah dan rahang. Efek ini dapat menyebabkan terpengaruhnya cara
makan, napas, jalan, dan bicara. Efek samping lainnya berupa mulut kering,
konstipasi, pandangan kabur, dan hilang ingatan (Sadock&Sadock, 2007).

a. Jenis Obat Antipsikotik :

Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua


bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke
dua (APG ll).
APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal,
nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala
positif.

APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang
atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom
psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan
halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah
Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala
dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.

APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau


antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke
empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping
extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia
untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.

b. Efek Samping

Tetapi pemakaian lama APG I dapat memberikan efek samping berupa: gangguan
ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan
menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala
negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik
seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi.

Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol). Obat-


obat ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika,
terutama GEP. Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan
kecemasan.

Efek samping Yang umum terjadi : insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala. Efek
samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi,
dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan penglihatan, priapismus,
disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia urin, rinitis,
ruam dan reaksi alergi lain.

Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun insiden dan


keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan haloperidol), seperti:
tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat
akut, gejala ini biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau
dengan pemberian obat antiparkinson bila diperlukan.

Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant syndrome (namun


jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan otonom,
kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini
terjadi, penggunaan obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan.

Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia


termasuk takikardia reflek dan hipertensi.

Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang


bersifat dose-dependent, dapat berupa galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan
siklus menstruasi dan amenorrhoea.Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan
kadar enzim hati kadang-kadang terjadi. Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan
trombosit pernah terjadi.

Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air
dengan hiponatraemia, disebabkan oleh polidipsia atau sindrom gangguan sekresi
hormon antidiuretik (ADH); tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan
terjadinya serangan.

1) Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)

Parkinsonisme, efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian


obat. Terdapat trias gejala parkinson adalah:

a) Tremor: paling jelas pada saat istirahat


b) Bradikinesia : muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada
saat berjalan

c) Rigiditas : gangguan tonus otot (kaku)

2) Reaksi distonia : kontraksi otot singkat atau bisa juga lama


Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak
terkontrol

3) Akathisia

Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti


adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan
gerakan mengguncang pada saat duduk.Ketiga efek samping di atas bersifat
akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).

4) Tardive dyskinesia

Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan


jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan
involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak
seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.

5) Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic.

Side efect. Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang


termasuk efek samping anti kolinergik adalah: mulut kering, konstipasi,
pandangan kabur akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot
siliaris) menyebabkan presbiopia, hipotensi orthostatik, akibat
penghambatan reseptor adrenergik, kongesti/sumbatan nasal.

c. Uraian Obat

1) Zofredal 2 mg

Indikasi : Skizoprenia akut dan kronik, keadaan psikotik lainnya dengan


gejala positif atau negatif. Kontraindikasi : hipersensitifitas
Dosis :

Hari I = 2 x sehari 1 mg

Hari ke II = 2 x sehari 2 mg

Hari ke III = 2 x sehari 3 mg

Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada tahap pengobatan selanjutnya.


Sebaiknya dilakukan dalam interval waktu tidak kurang dari satu minggu.

Dosis pemeliharaan = 2 x sehari 2-4 mg dosis maksimum 2 x sehari 8 mg.


Pasien usia lanjut, pasien dengan penyakit ginjal atau gangguan fungsi hati : dosis
awal 2 x sehari 0,5 mg sehari.

Efek Samping :

Pada sejumlah penelitian, risperidone umumnya merupakan antipsikotik yang


terbukti efektif dan aman serta dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita. Efek
samping yang agak sering dilaporkan antara lain agitasi, akatisia, hiperkinesia, pusing,
mengantuk, mual dan muntah.

Namun obat golongan ini mempunyai efek samping berupa: gangguan


ekstrapiramidal, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi
seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif.
Untuk menangani efek samping inilah maka diberikan tablet tryhexyphenidyl 32
mg/hari.

2) Triheksifenidil 2 mg

Merupakan obat antispasmodik yang bekerja menghambat secara langsung


pada sistem saraf parasimpatik, juga berefek relaksasi otot polos.

Indikasi : Semua jenis parkinson, post enchepalitik, ateriosklerosis dan


idiopatik, digunakan untuk mencegah dan mengontrol kelainan estrapiramidal yang
disebabkan oleh obat SSP seperti reserpin dan fenotiasin termasuk tremor, salivasi
yang biasanya menyertai parkinson, efektif menurunkan spasme otot, berguna
mengurangi depresi. Mengontrol gejala ekstrapirimidial yang diakibatkan oleh terapi
obat

Dosis :Untuk parkinson : 6-10 mg/hari.

Efek Samping : penyakit hati dan ginjal, hipertensi, glaukoma

3) Methioson

Komposisi :

Metionin 100 mg, Kolin tartrat 100 mg, Vitamin B1 2 mg, Vitamin B2 2 mg,
Vitamin B6 2 mg, Vitamin B12 0,67 g, Vitamin E 3 mg, Nikotinamida 6 mg,
Pantotenol 3 mg, Biotin 100 g, Asam Folat 400

Indikasi :

Kekurangan vitamin, Disfungsi hati akibat sakit kuning, infeksi dan subtansi
hepatotoksik, pengobatan dengan sinar-x, degenerasi lemak, infiltrasilemak.Gangguan
hati setelah operasi

Dosis: 2-3 tablet sehari

Zofredal merupakan antipsikotik yang mengandung resperidon. Risperidone


merupakan antagonis selektif monoaminergik dengan afinitas kuat terhadap reseptor
serotonin tipe 2 (5-HT2) dan dopamin tipe 2 (D2) yang memberikan efek antipsikotik.

Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

a) Onset efek primer (efek klinis) : 2-4 minggu

b) Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam

c) Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)


d) Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga
tidak mengganggu kualitas hidup penderita.

e) Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau


haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk
pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.

Cara/lama pemberian mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda),
dievaluasi setiap 2 minggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian
dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi). Diturunkan setiap 2 minggu (dosis
maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-
2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4 Minggu) lalu stop.

Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi


pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5
sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada
penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
antikolinergik agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet tryhexyphenidyl
32 mg/hari.

d. Cara Perawatan Antipsikotik

Kesulitan utama penanganan semua gangguan jiwa adalah tidak adanya


keinsyafan sakit pada kebanyakan pasien. Mereka menganggap halusinasi dan pikiran
khayalan sebagai suatu yang sejati/riil, dan selalu berfikir dirinya tidak sakit, sehingga
sering sekali menolak minum obat.

Psikoterapi

Penanganan skizofrenia paling efektif terdiri atas kombinasi dari


farmakoterapi bersama psikoterapi, termasuk terapi kelakuan kognitif, yang juga
disebut terapi bicara. Psikiater berusaha membangun hubungan baik dengan pasien
dan memperoleh kepercayaan mereka, juga mencoba membantu mengatasi problema
psikis mereka, serta memberi petunjuk bagaimana menghadapi masalah.

Obat-obat Klasik

Umumnya dimulai dengan suatu obat klasik, terutama klorpromazin bila


diperlukan obat sedatif, trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki, atau pimozida
jika pasien perlu diaktifkan. Efek antipsikotika menjadi nyata setelah 2-3 minggu. Bila
sesudah masa latensi, obat-obat tersebut kurang efektif, perlu dicoba obat-obat lain
dari kelompok kimiawi lain. Flufenazin dekanoat digunakan sebagai profilakse untuk
mencegah kambuhnya penyakit. Thioridazin berguna pada lansia untuk mengurangi
GEP dan gejala antikolinergis. Obat-obat klasik terutama edektif untuk meniadakan
simptom positif dan efeknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama
minimal 2 tahun dan tak jarang seumur hidup.

e. Obat-obat atypis

Obat-obat atypis lebih ampuh untuk simpom negatif kronis, mungkin karena
pengikatannya pada reseptor-D1 dan D2 lebih kuat. Sulpirida, risperidon, dan
olanzapin dianjurkan bila obat-obat klasik tidak efektif lagi atau bila terjadi terlalu
banyak efek samping. Karena klozapin dapat menyebabkan agranulositosis hebat (1-
2% dari kasus), selama terapi perlu dilakukan penghitungan leukosit setiap minggu.

Obat-obat tambahan

Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol).


Obat-obat ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika,
terutama GEP. Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan.

Penanganan Alternatif

Sejumlah psikiater telah berhasil baik dengan mengkombinasi vitamin dan


mineral tertentu dalam megadose. Penanganan ortomolekuler ini berdasarkan
penemuan bahwa pasien skizofrenia mengalami defisiensi nutrien-nutrien
bersangkutan. Cara ini terdiri dari pemberian nutrien tepat dengan antar-
perbandingan yang tepat ke sel-sel tubuh. Yang diberikan adalah vitamin C,
niasinamid, piridoksin, dan vitamin E. Pilihan ini didasarkan pada sering
ditemukannya kekurangan vitamin-vitamin tersebut di otak penderita skizofrenia.

f. Obat Antiansietas

Obat antisietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,


transquilizer minor dananksioliktik.

Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazep
am atau klordiazepoksid. Antiansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan
somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara
gejala-gejala insomnia dan ansietas.

No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis aniuran

1 Diazepam Benzodiazepin Tab 2- 5 mg Peroral 10-


30mg/hr, 2-3x/hari
Paenteral IV/IM

2-10 mg/kali, setiap 3-4


jam

2 Klordiazepoksoid Benzodiazepin Tab 5 mg 15-30 mg/hari

Kap 5 mg 2-3 x/sehari

3 Lorazepam Benzodiazepin Tab 0,5-2 mg 2-3 x 1 mg/hr

4 Clobazam Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr

5 Brumazepin Benzodiazepin Tab 1,5-3-6 mg 3 x 1,5 mg/hr

6 Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr

7 Klorazepat Benzodiazepin Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg /hr

8 Alprazolam Benzodiazepin Tab 0,25-0,5-1 3 x 0,25-0,5 mg/hr


mg

9 Prazepam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr

10 Sulpirid NonBenzodiazepin Cap 50 mg 100-200 mg/hari

11 Buspiron NonBenzodiazepin Tab 10 mg 15-30 mg/hari


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pasien Tuan. X, usia 25 tahun laki-laki mengalami gangguan scizofrenia.

Kriteria scizofrenia yang ada pada pasien:

o Waham curiga : pasien merasa orang-orang di sekitarnya


merencanakan niat jahat kepadanya

o Halusinasi

o Derealisasi

o Gejala-gejala yang menetap selama 4 minggu

B. Saran

Tutorial kelompok kami pada skenario ini sudah cukup baik, semua pertanyaan
sudah terjawab berdasarkan sumber ilmiah. Namun, ketika tutorial berjalan masih
terdapat penjelasan yang kurang lengkap atas pertanyaan-pertanyaan yang ada
sehingga perlu dilengkapi di laporan tutorial. Selain itu, mahasiswa disarankan
untuk lebih mempersiapkan materi tutorial sebelum pelaksanaan tutorial.
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Assosiation. (2013). Diagnostic and Statistical manual of Mental


Disorders Fifth Edition DSM-5. Washington DC: New School Library.

Feldman, R.S. (2009) Understanding Psychology. New York: The McGraw-Hill


Companies, Inc.

Jiloha R.C., Bhatia M.S. (2010) Psychiatry for General Practicioners. New Delhi: New
Age International.

Maramis, Willy F., Maramis, Albert A. (2009) Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi
Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

Maslim, Rusdi. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas Dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya.

Nuhriawangsa, I. (2011). Simtomatologi Psikiatri. Solo: Fakultas Kedokteran Universitas


Sebelas Maret.

Sadock B.J., Sadock V.A. (2007) Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. 10thed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai