Anda di halaman 1dari 9

A.

Anatomi Sistem Saraf Pusat


Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan,
di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus,
dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri
menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore & Argur, 2007).

Gambar 1. Bagian-bagian Otak (FitzGerald MJT, 2002)


Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan.
Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus
parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (Irani, 2009).
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum.
Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian
belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung
posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima
impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan
segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan
dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral
dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol
gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara;
dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas
sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata (Gilman, 2003).
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 2. Area Otak


2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.
Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang
batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian
atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan.
Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu
dan sebagainya.
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta
pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala
yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun
dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum.
Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran b.
Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain
dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf
Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons.
b. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang
otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata
terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan
dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan
dari pons dan medulla (Moore & Argur, 2007).

B. Pengertian Stroke
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (WHO, 1978).
Secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 golongan yaitu stroke yang paling banyak
dijumpai yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik
terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian
proses patologik pada daerah iskemik, sedangkan stroke hemoragik terjadi apabila lesi
vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak (National Collaborating Centre for
Chronic Conditions, 2008).

C. Patofisiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa
tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Pasokan
oksigen dan zat makanan ke otak menjadi terganggu. Stroke bukan merupakan penyakit
tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau
dislipidemia.
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan
subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah
ini mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri
disekitar perdarahan. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil
karena terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak
dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair,
sehingga terbentuk suatu rongga.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering muncul
antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah
penurunan kesadaran dan kejang.

D. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke
hemorrhagik. Stroke hemoragik diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak,
sedangkan stroke non hemoragik/iskemik disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak
yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak (Martono
H. Kuswardhani, 2009).
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. penyumbatnya
adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam
darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau
pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Sekitar 85 %
kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark pada
dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah
yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-
ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi ruang-
ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan
menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada
otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorrhage) atau dapat
juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid
hemorrhage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada
kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena
penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma).
Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif),
akan tetapi bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang
sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah
akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai
dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke hemoragik, yaitu:
a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien
harus diatasi beberapa jam setelah mengalami cedera untuk dapat
mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural yang
robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak.
c. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid) dapat
terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling sering
adalah kebocoran aneurisma
d. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi dalam
otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah (National Collaborating Centre
for Chronic Conditions, 2008).

E. Penegakan Diagnosis Stroke Hemoragik


Anamnesis
Yang perlu ditanyakan pada pasien dengan kecurigaan stroke hemoragik adalah tanda-
tanda gejala prodormal dan gejala parenkim otak. Gejala prodormal yaitu gejala
peningkatan tekanan intrakranial dapat berupa:
1. Sakit kepala
2. Muntah-muntah
3. Kesadaran menurun
Gejala penekanan parenkim otak (perdarahan intraserebral), memberikan gejala
tergantung daerah otak yang tertekan/terdorong oleh bekuan darah
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasanya dapat ditemukan pemeriksaan fisik
yang signifikan yaitu
1. GCS
2. Kelumpuhan saraf kranial
3. Kelemahan motorik
4. Defisit sensorik
5. Gangguan otonom
6. Gangguan neurobehavior
Pemeriksaan fisik yang baik sesharusnya akan memberikan gambaran klinis perkiraan
diagnosis topis lesi.

Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan/ MRI Brain
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke hemoragik.
Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis
stroke. Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
2. CT/MR Angiografi Brain
3. EKG
4. Doppler Carotis
5. Transcranial Doppler
6. Lab : Hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin),
Activated Partial Thrombin Time (APTT), waktu prothrombin (PT), INR, gula
darah puasa dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid, C-reactive protein (CPR), laju
endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin /
CKMB), serum elektrolit, analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit.
7. Thorax foto
8. Urinalisa
9. Echocardiografi (TTE/TEE)
10. Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
11. DSA Serebral
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem scoring yaitu sistem
yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk rumah sakit. Sistem
scoring yang sering digunakan adalah “Siriraj Hospital Score”
Siriraj Hospital Score
Versi original:
= (0,80 x kesadaran) + (0,66 x muntah) + (0,33 x sakit kepala) + (0,33 x tekanan
darah sistolik) – (0,9 x atheroma) – 3,71

Versi disederhanakan:
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x tekanan darah
sistolik) – (3 x atheroma) – 12

Kesadaran:
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : perdarahan otak; < -1 : infark otak
Sensitivitas : untuk perdarahan 89,3%; untuk infark 93,2%
F. Tatalaksana Stroke Hemoragik
Tatalaksana Umum Stroke Hemoragik:
1. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
2. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
3. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika dipelukan)
4. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
5. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
6. Gastroprotektor, jika diperlukan
7. Manajemen nutrisi
8. Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
Tatalaksana Spesifik Stroke Hemoragik
1. Koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine Complex Concentrate, jika perdarahan
karena antikoagulan)
2. Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium Antagonist, Beta
blocker, Diuretik)
3. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
4. Pencegahan stroke hemoragik (manajemen factor risiko)
5. Neuroprotektor
6. Perawatan di Unit Stroke
7. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Tindakan Operatif
1. Kraniotomi evakuasi hematom, sesuai indikasi
2. Kraniotomi dekompresi, sesuai indikasi
3. VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi (PERDOSSI, 2016)

1. FitzGerald MJT, Folan-Curran J. Clinical Neuroanatomy and Related Neuroscience. 4th


ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2002.
2. Gilman S, Newman SW, eds. Cerebrospinal fluid. Manter and Gantz's Essentials of
Clinical Neuroanatomy and Neurophysiology. 10th ed. Philadelphia, Pa: FA Davis;
2003. 227-33.
3. Irani DN, ed. Cerebrospinal Fluid in Clinical Practice. Philadelphia, Pa: Saunders;
2009.
4. Moore K.R., Argur K.M. R. 2007. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipocrates.h. 114-
116.
5. World Health Organization. 1978. Cerebrovascular disorders: a clinical and research
classification. Geneva: World Health Organization.
6. National Collaborating Centre for Chronic Conditions. 2008. Stroke: national
clinical guideline for diagnosis and initial management of acute stroke and transient
ischaemic attack (TIA). London: Royal College of Physicians.
7. Martono H. Kuswardhani RA. 2009. Stroke dan Penatalaksanaannya oleh Internis.
Interna Publishing. Jakarta.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2016. Acuan Panduan
Praktis Klinik Neurologi. Jakarta: PERDOSSI.
9.

Anda mungkin juga menyukai