Anda di halaman 1dari 31

Skenario

BENJOLAN PADA LEHER

Tn Y, berusia 40 tahun berkunjung ke praktek dokter umum dengan


keluhan adanya benjolan pada leher. Benjolan pada leher tersebut dirasakan 7
bulan terakhir. Akhirnya benjolan tersebut berukuran kecil semakin lama semakin
besar ukurannya. Selain keluhan tersebut Tn Y juga mengeluh berat badan
semakin menurun, berdebar-debar dan sering berkeringat. Dokter perlu
memeriksa terhadap benjolan tersebut apakah terjadi pembesaran kelenjar
limfonodus di sekitar leher atau pembesaran organ di sekitar leher.

Tn Y perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fungsi


hormon dan pemeriksaan USG pada daerah leher agar d

apat ditemukan diagnosis penyakit dengan tepat.

RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa Tn Y mengeluh berat badan menurun?


2. Mengapa benjolan semakin membesar?
3. Apakah ada hubungan keluhan dengan pembesaran atau benjolan pada
leher?
4. Apakah ada hubungan berkeringat dan berdebar dengan benjolan?
5. Apakah hubungan usia dengan penyakit Tn Y?
6. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan terhadap Tn Y?
7. Apa diagnosis sementara dan diagnosis banding Tn Y?

HIPOTESIS

1. Ketika hormon tiroid naik, lalu kerja jantung meningkat dan metabolisme
menjadi cepat. peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya
hormon tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik
yang ada di dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka pemakaian senyawa
glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa otot sehingga
berat badan pun bisa mengalami penurunan.
2. Kelenjar tiroid yang membesar akan menyebabkan terjadinya
pembengkakan pada leher
3. Mungkin terjadi infeksi atau adanya tumor benigna atau maligna
4. Hubungannya karena adanya peningkatan metabolisme basal dan
menyebabkan berkeringat.
5. Pembesaran dapat berhubungan dengan faktor resiko dari limfadenopati,
limfadenitis yang faktor resikonya kepada orang yang berusia >40 tahun
6. Pemeriksaan fisik, USG, TSH, T3 dan T4
7. Hipertiroid. DD : Limfadenitis, Tb kelenjar, Ca tiroid

Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan

Hipertiroid, Hipotiroid, Tumor Tiroid

1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Diagnosis
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Prognosis

HIPERTIROID

A. Definisi

Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical


Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupa
peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar
tiroid melebihi normal. Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk
thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi
keduanya, di aliran darah.

Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek metabolic yang


beredar secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3 atau keduanya. Subklinis
hipertiroidisme mengacu pada kombinasi konsentrasi serum TSH yang tidak
terdeteksi dan konsentrasi serum T3, T4 normal, terlepas dari ada atau tidak
adanya tanda-tanda gejala klinis
B. Epidemiologi

Hipertiroidisme menyerang wanita 5 kali lebih sering dibanding laki-laki dan


insidennya akan memuncak pada usia ketiga serta keempat. Penderita penyakit
tyroid saat ini 2% sampai dengan 5 % adalah kebanyakan wanita, wanita tersebut
1% sampai dengan 2% adalah wanita reproduktif.

Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien dengan
hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60 tahun.
Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa. Adenoma autonom dan racun multi-
nodular gondok lebih sering terjadi di Eropa dan daerah lain di dunia di mana
penduduk cenderung mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka juga lebih
tinggi pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun (Pauline, 2007).

C. Etiologi

Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid


(Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis
anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme adalah
penyakit Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan
membentuk thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang
sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002).
1. Tiroid :
a. Grave’s disease 80% karena ini
Terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan
adanya penyakit autoimun lainnya misalnya DM tipe I
b. Adenoma toksik
c. Toksik nodular goiter
d. McCune-Albrigth
e. Tiroiditis sub akut
f. Tiroiditis limfositik kronik
2. Hipofisis :
a. Adenoma hipofisis
b. Hipofisis resisten terhadap T4
3. Lain :
a. Eksogen
b. Iodine induced hyperthyroidism
c. hCG

D. Patofisiologi

Patogenesis
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:
Hipotalamus Hipofisis Tiroid
(menerima
TRH/TIH)

Kurang Lebih Pengeluaran TIH ReseptorTSH/TIH


(tiroid inhibiting merangsang kelenjar tiroid
hormon)

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluaran Pengeluaran


tiroid di tubuh tiroid ke pembuluh hormon hormon
darah dan jaringan tiroid tiroid
dihentikan (T3& T4)

Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative

Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu peningkatan kadar
hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi feedback negative menuju
hipotalamus. Ketika feedback negative diterima oleh hipotalamus, maka akan
terjadi pengeluaran hormone inhibiting yang akan menurunkan sekresi/pembuatan
hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid tidak mengalami suatu kelainan,
apabila terjadi suatu kelainan pada tiroid maka proses yang akan terjadi adalah
sebagai berikut .

Hipotalamus Hipofisis Tiroid


(menerima
TRH/TIH)

Lebih Pengeluaran Reseptor TSH/TIH


TIH ditutupi oleh TSI
(Tiroid (Tiroid Stimulating
Inhibiting Imunoglobulin)
Hormone)

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluaran Pengeluaran


tiroid di tubuh tiroid ke pembuluh hormon hormon
darah dan jaringan tiroid tidak tiroid
makin meningkat dihentikan (T3& T4)

Dari bagan d
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hormone tiroid. Hal
ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH oleh Tiroid Stimulating
Inhibitor yang akan merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone
tiroid secara terus menerus. Ketika produksi hormone tiroid telah dirasa cukup
oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan balik negative kepada
hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang akan
menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan
memberikan efek kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI
sehingga kelenjar tiroid akan melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.

Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone tiroid, maka


akan didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan T4 tanpa adanya
peningkatan hormone TSH. Kejadian ini didapatkan pada kasus penderita
hipertiroidisme, yang akan menyebabkan peningkatan kadar metabolism di dalam
tubuh dan peningkatan tmbuh kembang dari penderita tersebut.

Patofisiologi
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang
merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat.
Akibat peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan
emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan.
Kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat,
tekanan nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal
jantung. Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama
ketidakstabilan atrial menyebabkan ketidakteraturan irama jantung,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung.Ancaman bagi kehidupan
di kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur tubuh naik sampai
41o C, detak jantung meningkat, hipotensi, muntah dan diare.
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri
khas atau tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang menyertai
penyakit Graves, yaitu:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi
sitotoksik yang bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor
yang ditemukan di orbital fibroblast, otot orbital, dan jaringan tyroid.
Sitokin yang berasal dari limfosit yang disintesis menyebabkan
inflamasi di orbital fibroblast dan otot ekstraokular, dan hasilnya
adalah pembengkakan pada otot orbital.
Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat ditambahkan
terjadi akibat peningkatan hormone tiroid, penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia
juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen
retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya
terjadi pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar
(Silbernagl, et al., 2006).
Pengamatan eksoftalmus dapat dimilai menggunakan suatu metode
yang dinamakan NO SPECS:
0 = No signs or symptom
1 = Only signs (lid retraction or lag)
2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 = Proptosis (>22 mm)
4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 = Corneal involvement
6 = Sight loss
Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara
keseluruhan, dan kadang-kadang kronologi gangguan pada mata
pasien tidak berurutan seperti yang tertera di daftar NO SPECS untuk
menilai derajat keparahan yang diderita pasien tersebut. Sehingga
ditakutkan hasilnya jadi kurang valid.
1) Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara visualisasi
antara iris bagian bawah dengan palpebra bagian bawah. Untuk
Graves Disease biasanya iris pasien bisa terlihat di bagian bawah
palpebra, padahal normalnya tidak.
2) Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat
exopthalmometer (Harrison, 2005).
b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit Parkinson,
tremor pada penyakit Graves merupakan tremor lembut, bukan tremor
kasar. Tremor halus terjadi dengan frekuensi 10-15 x/detik, dan
dianggap sebagai efek dari bertambahnya kepekaan sinaps saraf
pengatur tonus otot di daerah medulla (Guyton, 2007).Gejala lain
yang mengiringi penyakit Graves, diantaranya:
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan
asupan makanan yang lebih banyak untuk megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon
tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik
yang ada di dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka pemakaian
senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa
otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan (Guyton,
2007).
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon
tiroid dapat merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan
hormon-hormon yang dibentuk medulla suprarenal, yaitu
epinephrin dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara menstimulasi
α dan β reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran
plasma otot jantung (Guyton, 2007).
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi getah
pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga hipertiroidisme
seringkali menyebabkan diare.

E. Manifestasi Klinis
Gejala dan Tanda : Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum
termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia dan diare, keringat
banyak, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat
badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda
tirotoksik pada mata , dan takikardia ringan umumnya terjadi pada umumnya
terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya masa otot dapat sangat berat sehingga
pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat
pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-
pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih
menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan,
tremor, nervous, dan penurunan berat badan.

F. Diagnosis
 Anamnesis
Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama, yaitu
tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak tampak.
Tiroidal dapat berupa goiter karena hiperplasia kelenjar tiroid dan
hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala
hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas simpatis
yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat berlebih, berat badan menurun sementara nafsu makan.
meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi otot.
Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati dan
infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya.
Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada hipertiroid
perlu juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang memiliki
penyakit yang sama atau memiliki penyakit yang berhubungan dengan
autoimun

 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi ekstratiroidal yang
berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-80% pasien yang ditandai
dengan mata melotot, fissura paplebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan
kegagalan konvergensi. Pada manifestasi tiroidal dapat ditemukan goiter
difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu badan meningkat, dan tremor.

 PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau FT41 (free
thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti
tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH serum, test
penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine uptake) dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).

 Gold Standard Diagnosis


Gold standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH dan FT4.

G. Penatalaksanaan
 Farmakologis
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid. Terdapat 2
kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang dipasarkan dengan
nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang dipasarkan dengan nama
metimazol dan karbimazol. Mekanisme kerja obat antitiroid bekerja
dengan dua efek, yaitu efek intra dan ekstratiroid. Berikut merupakan
mekanisme masing-masing efek.
a. Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin
sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan
T4.
b. Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4 menjadi
T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan mekanisme aksi
ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU).
Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol
20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah
itu dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respon klinis dan
biokimia. Jika ditemukan dosis awal belum memberikan perbaikan klinis,
dosis dapat dinaikan bertahap hingga dosis maksimal, sementara jika
dosis awal sudah memberi perbaikan klinis maupun biokimia, dosis
diturunkan hingga dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Pemilihan PTU dan
metimazol dapat disesuaikan dengan kondisi klinis karena berdasarkan
kemampuan menghambat penurunan segera hormon tiroid di perifer,
PTU lebih direkomendasikan.
 Nonfarmakologis
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi untuk
diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari
baik dari makanan main dari suplemen, konsumsi protein tinggi 100-125
gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk mengatasi proses pemecahan protein
jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur, serta mengurangi rokok,
alkohol, dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.

HIPOTIROID
A. Definisi

Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit akibat kekurangan produksi


hormon tiroid atau adanya defek pada reseptornya. Kelainan tersebut dapat
ditemukan sejak lahir yang sering dikenal sebagai hipotiroid kongenital, namun
bila tampak gejala-gejala setelah periode fungsi tiroid yang tampaknya normal
maka kelainan ini merupakan kelainan yang “didapat” yang biasanya akibat defek
kongenital karena manifestasi defisiensinya terlambat.

B. Epidemiologi

Hipotiroid merupakan penyakit yang ditemukan dengan perbandingan 1 :


5000 dari kelahiran hidup dan biasanya ditemukan 80 – 90 % pada bayi dengan
usia < 3 bulan, lebih sering mengenai perempuan dengan perbandingan antara
perempuan dan laki-laki 2 : 1.

C. Etiologi

 Disgenesis Tiroid
Defek perkembangan (disgenesis tiroid) merupakan 90% dari bayi yang terdeteksi
hipotiroidisme. Pada sekitar sepertiga bayi tidak ditemukan adanya sisa jaringan
tiroid (aplasia), sedangkan duapertiga lainnya jaringan tiroid yang tidak sempurna
ditemukan pada lokasi ektopik, dari dasar lidah (tiroid lidah) sampai posisi
normalnya di leher.

Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir tidak bergejala
walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini dianggap berasal dari
perpindahan transplasenta sejumlah sedang tiroksin ibu (T 4) yang memberikan
kadar janin 25-50% normal pada saat lahir. Kadar T 4 serum yang rendah ini dan
secara bersamaan kadar TSH meningkat memungkinkan pendeteksian neonatus
dengan hipotiroid.

Jaringan tiroid ektopik (lidah, bawah lidah, subhioid)dapat memberikan jumlah


hormon tiroid yang cukup selama bertahun-tahun atau dapat gagal pada masa
anak-anak. Anak yang terkena biasanya datang karena tumbuh massa pada dasar
lidah atau pada linea mediana leher, biasanya setinggi hioid. Kadang-kadang
disertai dengan kista duktus tiroglossus. Pengambilan secara bedah jaringan tiroid
ektopik dari individu eutiroid dapat mengakibatkan hipotiroidisme karena tidak
memiliki jaringan tiroid yang lain.

 Antibodi Penyekat-Reseptor Tirotropin (TRBAb)


TRBAb dahulu disebut penghambat imunoglobulin pengikat tiroid (TBII).
Penyebab hipotiroidisme kongenital sementara yang tidak biasa adalah antibodi
ibu yang lewat secara transplasenta yang menghambat pengikatan TSH pada
reseptornya pada neonatus. Frekuensinya adalah 1 dalam 50.000-100.000 bayi.
Harus dicurigai adanya riwayat penyakit tiroid autoimun ibu termasuk tiroiditis
Hashimoto, penyakit Graves, hipotiroidisme pada terapi penggantian, ng
hipotiroidisme kongenital berulang yang bersifat sementara pada saudara kandung
berikutnya. Diagnosis yang benar dalam kasus ini adalah mencegah pengobatan
berkepanjangan yang tidak perlu, waspada klinis terhadap kemungkinan berulang
pada kehamilan berikutnya, dan menawarkan prognosis yang baik pada orang tua.

 Sintesis Tiroksin yang Kurang Sempurna


Berbagai defek pada biosintesis hormon tiroid dapat mengakibatkan
hipotiroidisme kongenital, dan bila defeknya tidak sempurna akan terjadi
kompensasi dan mulainya hipotiroidisme dapat terlambat selama beberapa tahun.
Defek ini ditentukan secara genetik dan dipindahkan dengan cara autosom resesif.

 Radioyodium
Hipotiroidisme telah dilaporkan akibat dari pemberian radioyodium secara tidak
sengaja selama kehamilan untuk pengobatan kanker tiroid atau hipertiroidism.
Pemberian yodium radioaktif pada wanita yang sedang menyusui juga
terkontraindikasi karena dengan mudah dieksresikan dalam susu.

 Defisiensi Tirotropin
Defisiensi TSH dan hipotiroidisme dapat terjadi pada keadaan apapun yang terkait
dengan defek perkembangan kelenjar pituitaria atau hipotalamus. Lebih sering
pada keadaan ini, defisiensi TSH akibat defisiensi hormon pelepas tiroropin
(TRH). Mayoritas bayi yang terkena memiliki defisiensi kelenjar pituitaria
multipel dan datang dengan hipoglikemi, ikterus persisten, dan mikropenis
bersama dengan displasia septo-optik, celah bibir linea mediana, hipoplasia wajah
tengah, dan anomali wajah linea mediana yang lain.

 Ketidaktanggapan Hormon Tirotropin


Hipotiroidisme kongenital ringan telah dideteksi pada bayi baru lahir yang
selanjutnya terbukti menderita pseudohipoparatiroidisme tipe Ia. Penyebab
molekular resistensi terhadap TSH pada penderita ini adalah gangguan
menyeluruh aktivasi cAMP yang disebabkan oleh defisiensi genetik subunit α
guanin nukleotid pengatur protein. Keadaan ketidaktanggapan TSH murni yang
telah dideteksi, yaitu kadar T4 serum rendah, kadar TSH serum dengan
radioimmunoassay dan bioassay meningkat, dan tidak ada respon terhadap
pemberian TSH eksogen.

 Ketidaktanggapan Hormon Tiroid


Semakin bertambah jumlah penderita yang ditemukan yang menderita resistensi
terhadap kerja endogen dan eksogen T4 dan T3. Kebanyakan penderita menderita
gondok, dan kadar T4, T3, T4 bebas, dan T3 bebas meningkat. Ketidaktanggapan
ini dapat bervariasi di antara jaringan. Mungkin ada tanda klinis hipotiroidisme
yang tidak terlihat, termasuk retardasi mental, retardasi pertumbuhan, dan
maturasi skeleton terlambat ringan serta satu manifestasi neurologis yaitu
peningkatan hubungan gangguan hiperaktivitas defisit perhatian.

 Penyebab Lain Hipotiroid (Obat)


Hipotiroidisme kongenital dapat merupakan akibat dari paparan janin terhadap
yodium atau obat antitiroid yang berlebihan. Keadaan ini bersifat sementara dan
tidak boleh keliru dengan bentuk-bentuk hipotiroidisme lain. Pada neonatus,
penggunaan antiseptik mengandung yodium topikal pada kamar perawatan anak
dan oleh ahli bedah juga dapat menyebabkan hipotiroidisme kongenital
sementara, terutama pada bayi dengan BBLR. Sedangkan pada anak yang lebih
besar, sumber yodium biasanya dalam sediaan paten yang digunakan untuk
mengobati asthma.

D. Patofisiologi

Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau


gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :

 Hipotalamus membuat “thyrotropin releasing hormone (TRH)” yang


merangsang hipofisis anterior.
 Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (thyroid stimulating
hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
 Kelenjar tiroid mensintesis hormone tiroid (triiodothyronin = T3 dan
tetraiodothyronin = T4 = thyroxin) yang merangsang metabolisme
jaringan yang meliputi : konsumsi oksigen, produksi panas tubuh,
fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-
vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon lain.

E. Manifestasi Klinis

Hipertiroid mempunyai tanda dan gejala yang bervariasi yaitu :

-          Banyak keringat -          Denyut nadi cepat, seringkali


>100x/menit
-          Tidak tahan panas
-          Berat badan turun, meskipun
-          Sering BAB, kadang diare banyak makan rasa capai
-          Jari tangan gementar (tremor) -          Otot lemas, terutama lengan
-          Nervus, tegang, gelisah, atas dan paha
cemas, mudah tersinggung -          Rambut rontok
-          Jantung berdebar cepat -          Kulit halus dan tipis
-          Haid menjadi tidak teratur -          Pikiran sukar konsentrasi
-          Bola mata menonjol dapat -          Kehamilan sering berakhir
disertai dengan penglihatan ganda dengan keguguran
-          Denyut nadi tidak teratur -          Terjadi perubahan pada mata
terutama pada usia diatas 60 th bertambahnya pembentukan air
-          Tekanan darah meningkat mata, iritasi dan peka terhadap
cahaya

F. Diagnosis
Anamnesis :
o       Apakah berasal dari daerah gondok endemik?

o       Struma pada ibu. Apakah ibu diberi KI, PTU waktu hamil?

o       Adakah keluarga yang struma?

o       Perkembangan anak.

Gejala klinis :
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5;
tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan
kemungkinan hipotiroid kongenital.

Tabel : Skor Apgar pada hipotiroid kongenital

Gejala klinis Skore

Hernia umbilicalis 2

Kromosom Y tidak ada (wanita) 1

Pucat, dingin, hipotermi 1

Tipe wajah khas edematus 2

Makroglosi 1

Hipotoni 1

Ikterus lebih dari 3 hari 1

Kulit kasar, kering 1

Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1

Konstipasi 1

Berat badan lahir > 3,5 kg 1

Kehamilan > 40 minggu 1


Total 15

Laboratorium :
o Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk
memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4
rendah disertai TSH meningkat maka diagnosis sudah
dapat ditegakkan.
o Pemeriksaan darah perifer lengkap, air kemih, tinja,
kolesterol serum (biasanya meningkat pada anak > 2
tahun).
o Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi
perlu diperiksa antibodi antitiroid. Kadar TBG
diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila
dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada respon.

Results in Results in
Name Normal Value
Hypothyroidism Hyperthyroidism

0.3 – 5.0µU/mL or
Thyroid Stimulating
High Low
Hormone (TSH)
0.3 – 5.0 mU/L

Total T4 5 – 11µg/dL or
Low High
Immunoassay 64 – 142 nmol/L

Free T4 Index 6.5 – 12.5 Low High

Total T3 95 – 190 ng/dL or


Normal or Low High
Immunoassay 1.5 – 2.9 nmol/L

Free T3 Index 20 – 63 Normal or Low High


Radiologis :
 USG atau CT scan tiroid.

 Tiroid scintigrafi, membantu memperjelas penyebab


yang mendasari bayi dengan hipotiroidisme
kongenital. Pasien meminum radioaktif yodium atau
technetium dan ditunggu hingga substansi tersebut ada
pada kelenjar tiroid. Jika tiroid berfungsi maka akan
terlihat level penyerapan yang sama pada seluruh
kelenjar tiroid. Bila ada aktivitas berlebih akan terlihat
daerah berwarana putih. Sedangkan area yang kurang
aktif akan terlihat lebih gelap.
 Umur tulang (bone age), adanya retardasi
perkembangan tulang misalnya disgenesis epifise atau
deformitas veterbra.
 X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella
besar dan sutura yang melebar, tulang antar sutura
(wormian) biasanya ada, terlihatnya sella tursika yang
membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi
dan penipisan.

G. Penatalaksanaan
Hormon tiroid

Obat pilihan adalah Sodium L-Thyroxine, diberikan sedini mungkin.

1.   Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis


seperti tabel berikut :

Umur Dosis µg/kg BB/hari

0-3 bulan 10-15

3-6 bulan 8-10

6-12 bulan 6-8

1-5 tahun 5-6

2-12 tahun 4-5

> 12 tahun 2-3

  Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal.

2. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan
therapeutic trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah
dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan klinis, dosis dapat
ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100
μg/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik
dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung
dari etiologi hipotiroid.
3. Penundaan atau keterlambatan pengobatan akan meningkatkan
risiko komplikasi
4. Monitoring pengobatan harus dilakukan setiap bulan pada tahun
pertama dan selanjutnya setiap 2-3 bulan
5. Pemantauan tumbuh kembang yang optimal namun hindari
overtreatment
6. Kasus transien hipotiroid kongenital boleh tidak diobati, namun jika
penurunan T4 dan peningkatan TSH menetap harus segera diobati.

H. Komplikasi
- Gondok 
Stimulasi terus menerus agar tiroid mengeluarkan hormon, dapat
menyebabkan kelenjar membesar. Gondok dapat mengganggu
pernapasan dan saat menelan makanan.
- Gangguan jantung 
Hipertiroid dapat meningkatkan kadar kolestrol, mengganggu fungsi
jantung, pembesaran jantung dan gagal jantung.
- Gangguan mental 
Misalnya depresi.
- Peripheral neuropathy 
Merusak saraf perifer, yaitu saraf yang membawa informasi dari otak
dan saraf tulang belakang ke seluruh tubuh.
- Myxedema 
Gejalanya adalah sensitiv terhadap suhu dingin, mengantuk, sangat
lesu dan pingsan. Pemicu myxedema coma adalah sedativ, infeksi
dan stress.
- Infertilitas 
Kadar hormon tiroid yang terlalu rendah dapat menyebabkan
gangguan pada ovulasi.
- Cacat lahir 
Mengalami gangguan mental maupun fisik.

I. Prognosis
Diagnosis seawal mungkin dan terapi yang adekuat akan memberikan
hasil yang lebih baik.

KEGANASAN PADA TIROID

A. Definisi
Karsinoma Tiroid Karsinoma tiroid jarang terjadi, dilaporkan hanya 1,5%
dari keganasan seluruh tubuh. Biasanya menunjukkan keganasan sistem endokrin.
Kebanyakan karsinoma tiroid merupakan lesi well differentiated. Subtipe mayor
karsinoma tiroid yang sering ditemukan yaitu :

• Karsinoma papiler (75%-85% kasus)

• Karsinoma folikular (10%-29% kasus)

• Karsinoma meduler (5% kasus)

• Karsinoma anaplastik (<5% kasus)

B. Epidemiologi

Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh


di negara-negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari
sepuluh keganasan tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di seluruh
dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer Society
memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika
Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan kematian. Di Amerika
Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari seluruh jenis
kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita
dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1.

Karsinoma tiroid merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang


terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Diantara tumor-tumor
epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak
ditemukan daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel
folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10 year
survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non epitelial
lain jarang ditemukan.

C. Etiologi

Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa
penelitian, dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma
tiroid yaitu genetik dan lingkungan. Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (iodine), genetik dan hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor
tersebut. Sedangkan pada karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab
terjadinya karsinoma ini. Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah
genetik dan sampai saat ini belum diketahui karsinogen yang menjadi penyebab
berkembangnya karsinoma meduler dan anaplastik. Diperkirakan karsinoma
anaplastik tiroid berasal dari perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
(papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.

D. Patofisiologi

Penyebaran dan metastasis :

1. Penyebaran intraglandular tiroid : Kelenjar tiroid kaya akan jaringan


limfatik, tumor dapat menyebar di dalamnya
2. Penyebaran ekstraglandular tiroid : tumor dapat menembus kapsul tiroid,
menyerang jaringan sekitar tiroid ke medial posterior menginfeksi trakea.
3. Metastasis kelenjar limfe : Ca tiroid sering bermetastasis ke kelenjar limfe
anterior laring, pretrakea, paratrakea, kelompok kelenjar limfa, profunda
leher superior, medula inferior.
4. Metastasis jauh : Ca tiroid sering bermetastasis jauh, tersering ke paru-
paru lalu ke tulang.

E. Gambaran Klinis

Gambaran Klinis Kebanyakan penderita datang disebabkan oleh karena


pembesaran tiroid atau dijumpainya nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan
yang tidak diketahui, kebanyakan penderita adalah perempuan. Usia tidaklah
begitu penting oleh karena lesi-lesi malignan dapat ditemukan pada usia yang
sangat muda hingga yang sangat tua. Meskipun demikian, hal yang penting
diketahui adalah telah berapa lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah
pertumbuhannya lambat, cepat atau timbul secara tiba-tiba. Informasi ini
merupakan diagnostik yang signifikan karena nodul atau massa multipel yang
tumbuh perlahan sedikit sekali yang menjadi malignan dibandingkan dengan
pembesaran nodul soliter yang berkembang dengan cepat. Ukuran yang
bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga sebagai hemorrhage.

Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri
diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan
acute hemorrhage, tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel Hűrtle
(jarang) dan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak
memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang
besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada oesofagus dan
trakea.

F. Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik

Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya,


terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-benjol, berjumlah
tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas
nodul.

- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang membedakan neoplasma jinak dan ganas tiroid


belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonin
(tumor marker) dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan
karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human
Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker terutama
pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk
karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total merupakan
indikator tumor residif.

- Pemeriksaan Isotop scan dan Ultrasonographic

Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan sitologi saat ini digunakan
untuk mengevaluasi nodul-nodul pada tiroid. IS memiliki spesifisitas tinggi dalam
mendiagnosis neoplasma malignan apabila akumulasi ekstratiroid 99mTc
pertechnetate atau I 3IJ pada nodul metastasis servikal atau demarcated nodul
tiroid ”cold” kabur dipertimbangkan positif. Karsinoma tiroid terlihat sebagai
nodul hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun demikian beberapa lesi
benign juga mirip dengan gambaran echographic seperti pada lesi malignan.

- Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih dari 50 tahun dan merupakan
metode utama yang digunakan untuk diagnosis preoperatif pada anakanak dan
dewasa. Biopsi aspirasi jarum halus memegang peranan yang penting dalam
mendeteksi neoplasma tiroid dan membantu dalam penanganan reseksi
pembedahan selanjutnya serta mengidentifikasi lesi-lesi non neoplastik yang dapat
ditangani secara konservatif. Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang
sensitif dan spesifik untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak publikasi yang
mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum halus ini. Akan tetapi,
walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah dan sering tanpa
komplikasi, biopsi aspirasi jarum halus juga memiliki keterbatasan-keterbatasan
yaitu :

• Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk memberikan diagnosis


banding nodul pada hypercellular goitre dan neoplasma folikular benign dan
malignan. Keterbatasan ini menyebabkan ahli sitologi sering mendiagnosisnya
sebagai suspect (4-24%) dan mengharuskan penderita untuk melakukan
lobectomy untuk diagnosis yang lebih obyektif.

• Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu (1,3-17%) yang


akhirnya akan menyebabkan kegagalan penanganan neoplasma malignan.

• Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu diagnosis disebabkan


karena material inadekuat (2-31%) sehingga menurunkan akurasi metode ini dan
jumlah penderita yang menjalani lobectomy meningkat untuk mendapatkan hasil
diagnosis yang lebih akurat. Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan
pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada multinodul goiter. Empat
sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan
angka ini meningkat dengan ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi (>60%).

- Klasifikasi Sitologi Biopsi Jarum Halus

Klasifikasi sitologi biopsi jarum halus dikatakan :

1. Jinak Sel-sel epitel tersebar dan sebagian membentuk kelompokan atau


mikrofolikular. Inti sel bulat atau oval dengan kromatin yang padat dan homogen.
Sitoplasma sedikit dan agak eosinofilik, tetapi terkadang ditemukan sel-sel
onkositik. Sejumlah koloid dapat ditemukan.

2. Curiga Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan folikular. Inti sel
membesar, bulat atau oval dengan kromatin yang bergranul dan anak inti yang
menonjol. Sitoplasma eosinofilik, bergranul, dikarakteristikkan dengan perubahan
sel-sel onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai.

3. Ganas
• Bentuk papiler : sel-sel epitel tersusun dalam gambaran papiler. Inti bulat atau
oval dengan adanya pseudoinklusi nuklear, nuclear grooves dan/atau bentuk
palisading.

• Bentuk meduler : sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi dengan inti bentuk
bulat, oval atau lonjong. Inti terletak eksentrik dengan gambaran plasmasitoid.
Struktur amiloid jarang terlihat.

• Bentuk anaplastik : terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya multinucleated giant
cell dan sel-sel bentuk lonjong. Inti besar, bizarre, satu atau banyak, dan kromatin
kasar dan anak inti yang menonjol. Kadang dijumpai mitosis atipik.

- Staging Karsinoma Tiroid

Stadium Klinik Berdasarkan Sistem TNM :


T (Tumor primer)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak didapat tumor primer

T1 Tumor dengan ukuran 2cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid

T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 2cm namun tidak lebih dari 4cm, masih
terbatas pada tiroid

T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid, atau
tumor dengan ukuran berapa saja dengan perluasan ekstratiroid minimal
(misal perluasan ke sternohyoid muscle atau perithyroid soft tissue)

T4a Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah meluas keluar kapsul tiroid
hingga menginvasi subcutaneous soft tissue, larynx, trachea, esophagus,
atau recurrent laryngeal nerve

T4b Tumor menginvasi prevertebra fascia atau melapisi arteri karotid atau
pembululuh darah mediastinum

Seluruh tumor undifferentiated (anaplastic) dianggap T4

T4a Karsinoma anaplastik intratiroid – surgically resectable

T4b Karsinoma anaplastik ekstratiroid – surgically unresectable

N (Kelenjar getah bening regional)

Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

N1a Metastasis ke level VI kelenjar getah bening ( pretracheal, paratracheal,


dan relaryngeal/Delphian)

N1b Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral atau
mediastinum posterior
M (Metastasis jauh)

Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

- Imunohistokimia

• TGB dan TTF-1 tertampil pada lebih dari 95% differentiated thyroid carcinoma

• Cytokeratin 19 biasanya terekspresi pada karsinoma papiler tetapi dapat juga


dijumpai pada keganasan tiroid lain

• Vimentin terekspresi bersama dengan cytokeratin pada kebanyakan tumor tiroid

• HBME-1 dan galectin 3 berguna meskipun bukan merupakan marker spesifik


untuk differentiated thyroid carcinoma

• Undifferentiated (anaplastic) thyroid carcinoma secara tipikal negatif untuk TGB


dan TTF-1 tetapi selalu mengekspresikan cytokeratin

• 95% karsinoma medulari positif untuk calcitonin

• CEA dijumpai pada kebanyakan karsinoma meduler, tidak dijumpai pada


karsinoma tiroid lain

• Marker generic neuroendocrine positif pada karsinoma meduler termasuk NSE,


synaptophysin, chromogranin A dan B dan secretogranin II

• Karsinoma meduler positif untuk TTF-1 tetapi negatif untuk TGB3

G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan : Tiroidektomi total
2. Non-pembedahan : Radiasi interna

H. Komplikasi pada Tiroidektomi


1. Perdarahan
2. Cedera n.laringeus rekuren
3. Terangkatnya kelenjar paratiroid

I. Prognosis

Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan
untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear
atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan. Sedangkan
pada tall-cell variant dan columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh
karena memiliki behavior yang sangat agresif.

Karsinoma folikular lebih agresif daripada karsinoma papiler. Prognosis


bergantung pada invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan dengan
ukuran tumor (<1,0cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari setengah
penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi tergantung
pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor, atau jaringan
sekitarnya.

Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung pada


usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet dan
metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan
terhadap ukuran tumor yang besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.
DAFTAR PUSTAKA

Amory, JK., Irl BH. 2011. Hyperthyroidism from Autoimmune Thyroiditis in a


Man with Type 1 Diabetes Mellitus: a Case Report. Journal of Medical Case
Reports 2011, 5:277

Bettendorf M. Thyroid disorders in children from birth to adolescence. Eur J Nucl


Med. 2002

Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Basic and Clinical Endocrinology.


Jakarta: Sagung Seto.

Digeorge, A. Hipotiroidisme. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3.


Jakarta : EGC. 2000

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC
Harrison, Tinsley R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th
Edition. United States of America: McGraw-Hill Companies.

Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T., 2011.
Hyperthyroidism. http://emedicine.medscape.com (Diakses tanggal 3 November
2014)

Palacios, SS. Eider, PC. Juan, CG. 2012. Management of Subclinical


Hyperthyroidism. International Journal of Endocrinology and Metabolism April
2012; 10(2): 490-496

Pauline, M. Chamacho., Hossein, Gharib., Glen, W. Sizemore. 2007. Evidence-


Based Endocrinology.

Rose, S. R. Update Newborn Screening and Therapy for Congenital


Hypothyroidism. Off. J of AAP. Pediatrics. 2006

Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H., Natalia
S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal: 1225-36

Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku


kedokteran: EGC

Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai