RUMUSAN MASALAH
HIPOTESIS
1. Ketika hormon tiroid naik, lalu kerja jantung meningkat dan metabolisme
menjadi cepat. peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya
hormon tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik
yang ada di dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka pemakaian senyawa
glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa otot sehingga
berat badan pun bisa mengalami penurunan.
2. Kelenjar tiroid yang membesar akan menyebabkan terjadinya
pembengkakan pada leher
3. Mungkin terjadi infeksi atau adanya tumor benigna atau maligna
4. Hubungannya karena adanya peningkatan metabolisme basal dan
menyebabkan berkeringat.
5. Pembesaran dapat berhubungan dengan faktor resiko dari limfadenopati,
limfadenitis yang faktor resikonya kepada orang yang berusia >40 tahun
6. Pemeriksaan fisik, USG, TSH, T3 dan T4
7. Hipertiroid. DD : Limfadenitis, Tb kelenjar, Ca tiroid
Tujuan Pembelajaran
1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Diagnosis
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Prognosis
HIPERTIROID
A. Definisi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien dengan
hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60 tahun.
Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa. Adenoma autonom dan racun multi-
nodular gondok lebih sering terjadi di Eropa dan daerah lain di dunia di mana
penduduk cenderung mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka juga lebih
tinggi pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun (Pauline, 2007).
C. Etiologi
D. Patofisiologi
Patogenesis
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:
Hipotalamus Hipofisis Tiroid
(menerima
TRH/TIH)
Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative
Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu peningkatan kadar
hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi feedback negative menuju
hipotalamus. Ketika feedback negative diterima oleh hipotalamus, maka akan
terjadi pengeluaran hormone inhibiting yang akan menurunkan sekresi/pembuatan
hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid tidak mengalami suatu kelainan,
apabila terjadi suatu kelainan pada tiroid maka proses yang akan terjadi adalah
sebagai berikut .
Dari bagan d
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hormone tiroid. Hal
ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH oleh Tiroid Stimulating
Inhibitor yang akan merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone
tiroid secara terus menerus. Ketika produksi hormone tiroid telah dirasa cukup
oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan balik negative kepada
hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang akan
menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan
memberikan efek kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI
sehingga kelenjar tiroid akan melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.
Patofisiologi
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang
merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat.
Akibat peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan
emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan.
Kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat,
tekanan nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal
jantung. Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama
ketidakstabilan atrial menyebabkan ketidakteraturan irama jantung,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung.Ancaman bagi kehidupan
di kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur tubuh naik sampai
41o C, detak jantung meningkat, hipotensi, muntah dan diare.
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri
khas atau tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang menyertai
penyakit Graves, yaitu:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi
sitotoksik yang bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor
yang ditemukan di orbital fibroblast, otot orbital, dan jaringan tyroid.
Sitokin yang berasal dari limfosit yang disintesis menyebabkan
inflamasi di orbital fibroblast dan otot ekstraokular, dan hasilnya
adalah pembengkakan pada otot orbital.
Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat ditambahkan
terjadi akibat peningkatan hormone tiroid, penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia
juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen
retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya
terjadi pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar
(Silbernagl, et al., 2006).
Pengamatan eksoftalmus dapat dimilai menggunakan suatu metode
yang dinamakan NO SPECS:
0 = No signs or symptom
1 = Only signs (lid retraction or lag)
2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 = Proptosis (>22 mm)
4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 = Corneal involvement
6 = Sight loss
Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara
keseluruhan, dan kadang-kadang kronologi gangguan pada mata
pasien tidak berurutan seperti yang tertera di daftar NO SPECS untuk
menilai derajat keparahan yang diderita pasien tersebut. Sehingga
ditakutkan hasilnya jadi kurang valid.
1) Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara visualisasi
antara iris bagian bawah dengan palpebra bagian bawah. Untuk
Graves Disease biasanya iris pasien bisa terlihat di bagian bawah
palpebra, padahal normalnya tidak.
2) Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat
exopthalmometer (Harrison, 2005).
b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit Parkinson,
tremor pada penyakit Graves merupakan tremor lembut, bukan tremor
kasar. Tremor halus terjadi dengan frekuensi 10-15 x/detik, dan
dianggap sebagai efek dari bertambahnya kepekaan sinaps saraf
pengatur tonus otot di daerah medulla (Guyton, 2007).Gejala lain
yang mengiringi penyakit Graves, diantaranya:
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan
asupan makanan yang lebih banyak untuk megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon
tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik
yang ada di dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka pemakaian
senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa
otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan (Guyton,
2007).
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon
tiroid dapat merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan
hormon-hormon yang dibentuk medulla suprarenal, yaitu
epinephrin dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara menstimulasi
α dan β reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran
plasma otot jantung (Guyton, 2007).
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi getah
pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga hipertiroidisme
seringkali menyebabkan diare.
E. Manifestasi Klinis
Gejala dan Tanda : Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum
termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia dan diare, keringat
banyak, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat
badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda
tirotoksik pada mata , dan takikardia ringan umumnya terjadi pada umumnya
terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya masa otot dapat sangat berat sehingga
pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat
pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-
pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih
menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan,
tremor, nervous, dan penurunan berat badan.
F. Diagnosis
Anamnesis
Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama, yaitu
tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak tampak.
Tiroidal dapat berupa goiter karena hiperplasia kelenjar tiroid dan
hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala
hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas simpatis
yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat berlebih, berat badan menurun sementara nafsu makan.
meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi otot.
Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati dan
infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya.
Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada hipertiroid
perlu juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang memiliki
penyakit yang sama atau memiliki penyakit yang berhubungan dengan
autoimun
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi ekstratiroidal yang
berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-80% pasien yang ditandai
dengan mata melotot, fissura paplebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan
kegagalan konvergensi. Pada manifestasi tiroidal dapat ditemukan goiter
difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu badan meningkat, dan tremor.
PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau FT41 (free
thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti
tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH serum, test
penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine uptake) dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).
G. Penatalaksanaan
Farmakologis
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid. Terdapat 2
kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang dipasarkan dengan
nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang dipasarkan dengan nama
metimazol dan karbimazol. Mekanisme kerja obat antitiroid bekerja
dengan dua efek, yaitu efek intra dan ekstratiroid. Berikut merupakan
mekanisme masing-masing efek.
a. Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin
sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan
T4.
b. Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4 menjadi
T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan mekanisme aksi
ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU).
Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol
20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah
itu dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respon klinis dan
biokimia. Jika ditemukan dosis awal belum memberikan perbaikan klinis,
dosis dapat dinaikan bertahap hingga dosis maksimal, sementara jika
dosis awal sudah memberi perbaikan klinis maupun biokimia, dosis
diturunkan hingga dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Pemilihan PTU dan
metimazol dapat disesuaikan dengan kondisi klinis karena berdasarkan
kemampuan menghambat penurunan segera hormon tiroid di perifer,
PTU lebih direkomendasikan.
Nonfarmakologis
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi untuk
diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari
baik dari makanan main dari suplemen, konsumsi protein tinggi 100-125
gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk mengatasi proses pemecahan protein
jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur, serta mengurangi rokok,
alkohol, dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.
HIPOTIROID
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
Disgenesis Tiroid
Defek perkembangan (disgenesis tiroid) merupakan 90% dari bayi yang terdeteksi
hipotiroidisme. Pada sekitar sepertiga bayi tidak ditemukan adanya sisa jaringan
tiroid (aplasia), sedangkan duapertiga lainnya jaringan tiroid yang tidak sempurna
ditemukan pada lokasi ektopik, dari dasar lidah (tiroid lidah) sampai posisi
normalnya di leher.
Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir tidak bergejala
walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini dianggap berasal dari
perpindahan transplasenta sejumlah sedang tiroksin ibu (T 4) yang memberikan
kadar janin 25-50% normal pada saat lahir. Kadar T 4 serum yang rendah ini dan
secara bersamaan kadar TSH meningkat memungkinkan pendeteksian neonatus
dengan hipotiroid.
Radioyodium
Hipotiroidisme telah dilaporkan akibat dari pemberian radioyodium secara tidak
sengaja selama kehamilan untuk pengobatan kanker tiroid atau hipertiroidism.
Pemberian yodium radioaktif pada wanita yang sedang menyusui juga
terkontraindikasi karena dengan mudah dieksresikan dalam susu.
Defisiensi Tirotropin
Defisiensi TSH dan hipotiroidisme dapat terjadi pada keadaan apapun yang terkait
dengan defek perkembangan kelenjar pituitaria atau hipotalamus. Lebih sering
pada keadaan ini, defisiensi TSH akibat defisiensi hormon pelepas tiroropin
(TRH). Mayoritas bayi yang terkena memiliki defisiensi kelenjar pituitaria
multipel dan datang dengan hipoglikemi, ikterus persisten, dan mikropenis
bersama dengan displasia septo-optik, celah bibir linea mediana, hipoplasia wajah
tengah, dan anomali wajah linea mediana yang lain.
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Diagnosis
Anamnesis :
o Apakah berasal dari daerah gondok endemik?
o Struma pada ibu. Apakah ibu diberi KI, PTU waktu hamil?
Gejala klinis :
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5;
tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan
kemungkinan hipotiroid kongenital.
Hernia umbilicalis 2
Makroglosi 1
Hipotoni 1
Konstipasi 1
Laboratorium :
o Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk
memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4
rendah disertai TSH meningkat maka diagnosis sudah
dapat ditegakkan.
o Pemeriksaan darah perifer lengkap, air kemih, tinja,
kolesterol serum (biasanya meningkat pada anak > 2
tahun).
o Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi
perlu diperiksa antibodi antitiroid. Kadar TBG
diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila
dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada respon.
Results in Results in
Name Normal Value
Hypothyroidism Hyperthyroidism
0.3 – 5.0µU/mL or
Thyroid Stimulating
High Low
Hormone (TSH)
0.3 – 5.0 mU/L
Total T4 5 – 11µg/dL or
Low High
Immunoassay 64 – 142 nmol/L
G. Penatalaksanaan
Hormon tiroid
2. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan
therapeutic trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah
dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan klinis, dosis dapat
ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100
μg/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik
dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung
dari etiologi hipotiroid.
3. Penundaan atau keterlambatan pengobatan akan meningkatkan
risiko komplikasi
4. Monitoring pengobatan harus dilakukan setiap bulan pada tahun
pertama dan selanjutnya setiap 2-3 bulan
5. Pemantauan tumbuh kembang yang optimal namun hindari
overtreatment
6. Kasus transien hipotiroid kongenital boleh tidak diobati, namun jika
penurunan T4 dan peningkatan TSH menetap harus segera diobati.
H. Komplikasi
- Gondok
Stimulasi terus menerus agar tiroid mengeluarkan hormon, dapat
menyebabkan kelenjar membesar. Gondok dapat mengganggu
pernapasan dan saat menelan makanan.
- Gangguan jantung
Hipertiroid dapat meningkatkan kadar kolestrol, mengganggu fungsi
jantung, pembesaran jantung dan gagal jantung.
- Gangguan mental
Misalnya depresi.
- Peripheral neuropathy
Merusak saraf perifer, yaitu saraf yang membawa informasi dari otak
dan saraf tulang belakang ke seluruh tubuh.
- Myxedema
Gejalanya adalah sensitiv terhadap suhu dingin, mengantuk, sangat
lesu dan pingsan. Pemicu myxedema coma adalah sedativ, infeksi
dan stress.
- Infertilitas
Kadar hormon tiroid yang terlalu rendah dapat menyebabkan
gangguan pada ovulasi.
- Cacat lahir
Mengalami gangguan mental maupun fisik.
I. Prognosis
Diagnosis seawal mungkin dan terapi yang adekuat akan memberikan
hasil yang lebih baik.
A. Definisi
Karsinoma Tiroid Karsinoma tiroid jarang terjadi, dilaporkan hanya 1,5%
dari keganasan seluruh tubuh. Biasanya menunjukkan keganasan sistem endokrin.
Kebanyakan karsinoma tiroid merupakan lesi well differentiated. Subtipe mayor
karsinoma tiroid yang sering ditemukan yaitu :
B. Epidemiologi
C. Etiologi
Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa
penelitian, dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma
tiroid yaitu genetik dan lingkungan. Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (iodine), genetik dan hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor
tersebut. Sedangkan pada karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab
terjadinya karsinoma ini. Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah
genetik dan sampai saat ini belum diketahui karsinogen yang menjadi penyebab
berkembangnya karsinoma meduler dan anaplastik. Diperkirakan karsinoma
anaplastik tiroid berasal dari perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
(papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.
D. Patofisiologi
E. Gambaran Klinis
Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri
diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan
acute hemorrhage, tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel Hűrtle
(jarang) dan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak
memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang
besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada oesofagus dan
trakea.
F. Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Laboratorium
Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan sitologi saat ini digunakan
untuk mengevaluasi nodul-nodul pada tiroid. IS memiliki spesifisitas tinggi dalam
mendiagnosis neoplasma malignan apabila akumulasi ekstratiroid 99mTc
pertechnetate atau I 3IJ pada nodul metastasis servikal atau demarcated nodul
tiroid ”cold” kabur dipertimbangkan positif. Karsinoma tiroid terlihat sebagai
nodul hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun demikian beberapa lesi
benign juga mirip dengan gambaran echographic seperti pada lesi malignan.
Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih dari 50 tahun dan merupakan
metode utama yang digunakan untuk diagnosis preoperatif pada anakanak dan
dewasa. Biopsi aspirasi jarum halus memegang peranan yang penting dalam
mendeteksi neoplasma tiroid dan membantu dalam penanganan reseksi
pembedahan selanjutnya serta mengidentifikasi lesi-lesi non neoplastik yang dapat
ditangani secara konservatif. Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang
sensitif dan spesifik untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak publikasi yang
mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum halus ini. Akan tetapi,
walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah dan sering tanpa
komplikasi, biopsi aspirasi jarum halus juga memiliki keterbatasan-keterbatasan
yaitu :
2. Curiga Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan folikular. Inti sel
membesar, bulat atau oval dengan kromatin yang bergranul dan anak inti yang
menonjol. Sitoplasma eosinofilik, bergranul, dikarakteristikkan dengan perubahan
sel-sel onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai.
3. Ganas
• Bentuk papiler : sel-sel epitel tersusun dalam gambaran papiler. Inti bulat atau
oval dengan adanya pseudoinklusi nuklear, nuclear grooves dan/atau bentuk
palisading.
• Bentuk meduler : sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi dengan inti bentuk
bulat, oval atau lonjong. Inti terletak eksentrik dengan gambaran plasmasitoid.
Struktur amiloid jarang terlihat.
• Bentuk anaplastik : terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya multinucleated giant
cell dan sel-sel bentuk lonjong. Inti besar, bizarre, satu atau banyak, dan kromatin
kasar dan anak inti yang menonjol. Kadang dijumpai mitosis atipik.
T1 Tumor dengan ukuran 2cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 2cm namun tidak lebih dari 4cm, masih
terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid, atau
tumor dengan ukuran berapa saja dengan perluasan ekstratiroid minimal
(misal perluasan ke sternohyoid muscle atau perithyroid soft tissue)
T4a Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah meluas keluar kapsul tiroid
hingga menginvasi subcutaneous soft tissue, larynx, trachea, esophagus,
atau recurrent laryngeal nerve
T4b Tumor menginvasi prevertebra fascia atau melapisi arteri karotid atau
pembululuh darah mediastinum
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral atau
mediastinum posterior
M (Metastasis jauh)
- Imunohistokimia
• TGB dan TTF-1 tertampil pada lebih dari 95% differentiated thyroid carcinoma
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan : Tiroidektomi total
2. Non-pembedahan : Radiasi interna
I. Prognosis
Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan
untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear
atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan. Sedangkan
pada tall-cell variant dan columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh
karena memiliki behavior yang sangat agresif.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC
Harrison, Tinsley R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th
Edition. United States of America: McGraw-Hill Companies.
Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T., 2011.
Hyperthyroidism. http://emedicine.medscape.com (Diakses tanggal 3 November
2014)
Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H., Natalia
S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal: 1225-36
Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta:EGC