Anda di halaman 1dari 5

Brief Psychiatric Rating Scale (selanjutnya akan disebut BPRS) adalah sebuah instrumen yang

digunakan untuk melihat adanya psikopatologi pada pasien dengan beragam gangguan jiwa.
Skala ini dikembangkan oleh Overall dan Gorham pada tahun 1962 sebagai pengembangan
dari Lorr Multidimensional Scale for Rating Psychiatric Patients yang dibuat oleh Lorr pada
tahun 1953(1). BPRS awalnya digunakan untuk menilai keparahan dan perkembangan
skizofrenia, namun di tahun-tahun berikutnya beberapa parameter ditambahkan untuk
mengakomodasi kondisi psikopatologis lainnya. Hingga saat ini, skala ini telah direvisi empat
kali, sehingga terdapat lima versi dengan jumlah item yang berbeda(2). Versi yang akan
digunakan pada kajian literatur ini adalah versi BPRS-18, dimana terdapat 18 item yang
dijadikan penilaian.

Penggunaan BPRS pada pasien skizofrenia memang sudah merupakan tujuan pembuatan
BPRS itu sendiri. Untuk mengujinya, pada penelitian yang dilakukan oleh Van Dorn et al.
pada pasien Skizofrenia, BPRS dibandingkan dengan Positive and Negative Syndrome Scale
(PANSS) untuk menilai keakuratan kedua sistem tersebut. Penelitian dilakukan dengan data
mentah dari lima studi (n = 4.480), dan gejala-gejala psikiatrik dinilai dengan menggunakan
kedua sistem penilaian tersebut. Dari penelitian tersebut, kedua sistem menunjukkan
performa yang setara untuk menilai pasien dengan gangguan jiwa(3).

Selain untuk menilai pasien dengan skizofrenia, BPRS juga bisa digunakan untuk menilai
pasien-pasien dengan gangguan jiwa lainnya. Terdapat beberapa penelitian yang menunjang
penggunaan tersebut. Penelitian Park et al. di Korea melibatkan sekitar 1200 pasien yang
sudah terdiagnosis depresi berat (major depression disorder) dengan basis DSM-IV, dan skor
8 pada tes Hamilton Depression Rating Scale (HAMD). Berdasarkan penelitian tersebut,
Park menyimpulkan bahwa pada penggunaan BPRS dengan 18 item, terdapat empat item
yang dapat membantu penilaian awal depresi berat yaitu gangguan mood, apatis, bipolar,
dan thought distortion/mannerism. Penelitian Park juga menunjukkan bahwa BPRS dapat
digunakan sebagai alat penapisan awal depresi berat(4).

Penelitian Seno di Jepang yang dipublikasikan pada 1998 berfokus pada penggunaan BPRS
pada pasien dengan demensia. Pada penelitian ini, BPRS digunakan bersama dengan Mini
Mental State Examination (MMSE) untuk menilai pasien dengan demensia, yang awalnya
didiagnosis dengan demensia (skor MMSE < 24). Setelah analisis, ditemukan bahwa terdapat
perbedaan skor BPRS antara grup yang demensia dan grup yang tidak. Pasien demensia
mendapatkan rata-rata skor 15.1, sementara pasien non-demensia mendapat rata-rata skor
6.6. Dari hasil analisis statistik, terdapat perbedaan signifikan antara demensia dan skor
BPRS, juga faktor-faktor seperti faktor positif (disorganisasi konsep, mannerism and
posturing, kecurigaan, halusinasi, dan gangguan pola pikir), negatif (penarikan emosional,
retardasi motorik, penurunan kemampuan kerjasama), dan depresi (kecemasan, rasa
bersalah, tensi, dan afek depresi). Walaupun begitu, Seno masih menyarankan untuk
menggunakan kedua pemeriksaan secara bersamaan, karena skor MMSE yang rendah pada
pasien juga bisa dipengaruhi oleh gangguan jiwa yang dimiliki oleh pasien, sehingga ada
kemungkinan terjadinya false positive(5).

Penelitian Dingemans pada 1983 menunjukkan konsistensi hasil BPRS dengan populasi yang
berbeda. Pada penelitian ini Dingemans membandingkan hasil BPRS pada pasien-pasien
dengan gangguan psikotik dan disabilitas intelektual di Belanda dan Amerika Serikat. Hasil
tes BPRS pasien-pasien dari AS didapatkan dari penelitian Guy et al. yang dilakukan tujuh
tahun sebelumnya. Dari hasil penelitian, terdapat sedikit perbedaan penilaian faktor-faktor
namun secara keseluruhan hasil tes di Amerika dapat diduplikasi dengan baik di Belanda(6).

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang sudah dipaparkan di atas, BPRS dapat dijadikan
alat penapisan gangguan-gangguan jiwa yang sering kita temukan seperti skizofrenia,
depresi, dan demensia. Namun, untuk menjadikan BPRS sebagai instrumen penapisan
gangguan jiwa pada setting layanan primer, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk memastikan penggunaan skala ini tepat guna dan akurat. Karena, skala seperti BPRS
merupakan sebuah instrumen yang subjektif, sehingga akurasinya tergantung pada
pengguna, yang pada setting ini adalah dokter-dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Durasi wawancara

Skala BPRS umumnya didapatkan dengan sebuah wawancara singkat tak terstruktur dengan
durasi sekitar 20-30 menit. Walaupun begitu karena tingginya variasi pewawancara, baik
dari segi kemampuan maupun pengalaman, durasi wawancara antar satu pewawancara
dengan pewawancara lainnya bisa sangat jauh berbeda. Dari studi yang dipublikasikan oleh
Targum pada 2014, variasi tersebut berkisar antara 7.5 menit hingga satu jam, dengan
median 22 menit. Dari 392 wawancara yang dilakukan, 89 wawancara (23%) berlangsung
selama kurang dari lima belas menit(7).

Pada wawancara-wawancara dengan durasi yang lebih panjang, terdapat korelasi antara
panjang waktu wawancara dengan keparahan gejala. Namun, hubungan yang sama tidak
ada pada wawancara dengan durasi yang lebih pendek. Wawancara yang lebih pendek juga
menghasilkan skor yang lebih bervariasi, karena umumnya terdapat lebih sedikit pertanyaan
dan informasi yang dapat digali juga lebih sedikit. Pada studi yang sama, Targum juga
mencoba untuk menganalisis wawancara yang dilakukan secara real-time dengan analis
(dengan kompetensi yang sama) di lokasi yang berbeda. Terdapat perbedaan skor yang
signifikan antara pewawancara dan analis pada wawancara kurang dari lima belas menit.
Sementara itu pada wawancara yang dilakukan lebih dari 35 menit, tidak ada perbedaan
interpretasi secara signifikan. Oleh karena itu, kami merekomendasikan untuk
mengalokasikan waktu minimal 15 menit pada setiap wawancara untuk pengisian BPRS ini.

Kemampuan dan pengalaman pewawancara

Pada BPRS terdapat beberapa item yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara,
yang kemudian dijadikan dasar untuk mengisi skalanya. Namun, karena wawancara yang
dilakukan tidak memiliki struktur yang jelas, terdapat variasi dalam hasil wawancara
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Andersen pada 1989 menunjukkan bahwa terdapat
inkonsistensi pada penilaian menggunakan BPRS yang dilakukan oleh pewawancara yang
kurang berpengalaman. Penelitian lain yang dilakukan oleh Crippa pada 2001 mencoba
membandingkan hasil BPRS dari residen psikiatri dan psikolog yang baru lulus dengan dokter
spesialis kesehatan jiwa yang sudah memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi. Pada
perbandingan hasil BPRS antara kedua kelompok tersebut dengan intraclass correlation
coefficient (ICC), terdapat perbedaan yang signifikan dimana terdapat beberapa item
dengan nilai yang berbeda antara kedua kelompok(1,8).

Crippa kemudian mencoba menggunakan Structured Interview Guide (SIG), sebuah petunjuk
untuk melakukan wawancara yang berbasis pada guideline yang diajukan oleh Rhoades dan
Overall pada 1988. Untuk setiap item yang ada pada penilaian BPRS terdapat pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat memandu pewawancara untuk mendapatkan psikopatologi yang
dibutuhkan.
Dari hasil penelitian Crippa, terdapat perbedaan nilai ICC yang signifikan pada item BPRS
yang tergantung pada jawaban pasien terhadap pertanyaan pewawancara. Sementara itu,
untuk item yang didapatkan dengan observasi, tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Penilaian yang dilakukan antara grup yang tidak berpengalaman juga menjadi lebih akurat,
mendekati penilaian psikiatris yang berpengalaman.

Dari hasil penelitian diatas, penggunaan SIG sangat membantu akurasi dan reliabilitas hasil
penilaian BPRS. Hal ini ditunjukkan dengan konsistennya penilaian berulang dengan
instrumen yang sama dari penilai yang berbeda. Penggunaan wawancara terstruktur juga
meningkatkan reliabilitas hasil penilaian dengan instrumen lain seperti Hamilton Depression
Scale dan PANSS. Oleh karena itu, kami sangat merekomendasikan penggunaan wawancara
terstruktur dengan SIG pada penggunaan BPRS di layanan primer, terutama pada
implementasi awal dimana pewawancara masih memiliki sedikit, atau bahkan tidak pernah
menggunakan instrumen ini.

Daftar Pustaka

1. Andersen J, Larsen JK, Schultz V, Nielsen BM, Korner A, Behnke K, et al. The Brief
Psychiatric Rating Scale. Dimension of schizophrenia--reliability and construct validity.
Psychopathology. 1989;22(2–3):168–76.

2. Dazzi F, Shafer A, Lauriola M. Meta-analysis of the Brief Psychiatric Rating Scale -


Expanded (BPRS-E) structure and arguments for a new version. J Psychiatr Res.
2016;81:140–51.

3. Van Dorn RA, Desmarais SL, Grimm KJ, Tueller SJ, Johnson KL, Sellers BG, et al. The
latent structure of psychiatric symptoms across mental disorders as measured with
the PANSS and BPRS-18. Psychiatry Res. 2016;245:83–90.

4. Park SC, Jang EY, Kim D, Jun TY, Lee MS, Kim JM, et al. Dimensional approach to
symptom factors of major depressive disorder in Koreans, using the Brief Psychiatric
Rating Scale: The Clinical Research Center for Depression of South Korea Study.
Kaohsiung J Med Sci. 2015;31(1):47–54.

5. Seno H, Shibata M, Fujimoto A, Koga K, Kanno H, Ishino H. Evaluation of mini mental


state examination and brief psychiatric rating scale on aged schizophrenic patients.
Psychiatry Clin Neurosci. 1998;52(6):567–70.

6. Dingemans PM, Winter MLF de, Bleeker JAC, Rathod P. A cross-cultural study of the
reliability and factorial dimensions of the Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS).
Psychopharmacology (Berl). 1983;80(2):190–1.

7. Targum SD, Cara Pendergrass J, Toner C, Zumpano L, Rauh P, DeMartinis N. Impact of


BPRS interview length on ratings reliability in a schizophrenia trial. Eur
Neuropsychopharmacol. 2015;25(3):312–8.

8. Crippa J a, Sanches RF, Hallak JE, Loureiro SR, Zuardi a W. A structured interview
guide increases Brief Psychiatric Rating Scale reliability in raters with low clinical
experience. Acta Psychiatr Scand. 2001;103(14):465–70.

Anda mungkin juga menyukai