Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan
Psikiatrik di
Fasilitas
Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP)
PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA (FKTP)
Hal.
0
BAB I. KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
PENGERTIAN:
Kegawatdaruratan Psikiatrik: kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan pada pikiran,
perasaan, dan perilaku seseorang yang memerlukan perhatian dan intervensi terapeutik
segera. Termasuk di dalamnya kondisi yang berhubungan dengan gaduh gelisah (agitasi,
agresif, perilaku kekerasan) dan percobaan bunuh diri. Kondisi ini dapat terjadi di dalam atau
di luar gedung layanan kesehatan.
Agitasi: merupakan perilaku patologis yang ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas
verbal atau motorik yang tak bertujuan.
Agresif: dapat berbentuk agresi verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang.
Kekerasan (violence): merupakan bentuk agresi fisik oleh seseorang yang bertujuan melukai
orang lain.
Percobaan Bunuh diri: segala bentuk tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
dengan segera mengakhiri kehidupannya.
Tidak Tidak
Tidak Tidak
Tidak Tidak
Tidak Tidak
Tanda dan gejala Efek Efek Samping Tanda dan gejala Efek
Ya Ya
Samping Obat yang Berat Obat yang Berat Samping Obat yang Berat
Tidak Tidak
Algoritma utama ini merupakan gambaran alur berpikir secara hirarki untuk menyingkirkan diagnosis
banding,
STRATEGI UMUMmulai dari gangguan jiwa akibat penyakit organik/fisik yang mengancam nyawa hingga
ditegakkannya gangguan jiwa lainnya.
1
STRATEGI UMUM
Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung layanan kesehatan.
Penting untuk memperhatikan keselamatan staf dan anggota tim selain keselamatan pasien
Jangan menolong sendiri, minimal 4 (empat) orang dalam satu tim
Cegah perlukaan
Cek benda-benda berbahaya yang mungkin disembunyikan seperti senjata, gunting, pisau
atau benda berbahaya lainnya.
Menyadari bahwa semua pasien memiliki potensi untuk melakukan kekerasan.
MODIFIKASI LINGKUNGAN
Ciptakan lingkungan dengan kebisingan minimal atau rangsangan minimal untuk mengurangi
kecemasan pasien.
Pencahayaan ruangan cukup untuk mengurangi ilusi dan mispersepsi lingkungan yang dapat
meningkatkan risiko perilaku kekerasan atau agresif.
Ciptakan lingkungan yang aman dan tidak mengancam.
PRINSIP WAWANCARA
Lakukan pengkajian pada area yang tertutup (privasi). Privasi merupakan bagian penting
untuk membentuk interaksi yang terapeutik, tetapi harus tetap memperhatikan keamanan
pribadi. Berbicara dengan pasien di daerah terbuka, dilakukan terutama jika pasien berada
di bawah pengaruh obat (mabuk) atau gangguan kognitif; ini dilakukan untuk
mempertahankan keamanan petugas. Tentu saja, ketika pasien secara mental stabil, privasi
sangat penting dalam proses pengumpulan data dan memungkinkan petugas kesehatan
untuk memperoleh informasi.
Ciptakan hubungan terapeutik, diawali dengan mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri. Yakinkan bahwa pasien berada di tempat yang aman, tenaga kesehatan akan melindungi
pasien dari kemungkinan melukai diri maupun orang lain.
Lakukan komunikasi terapeutik:
a. Bicara dengan tenang ajak pasien untuk tenang
b. Vokal jelas dan nada suara tegas
c. Intonasi rendah
d. Gerakan tidak tergesa-gesa
e. Pertahankan posisi tubuh
f. Hargai pendapat pasien yang berbeda meskipun hal tersebut adalah waham atau
halusinasinya dan bicaralah dengan sopan.
Selama melakukan pengkajian awal, kumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang
riwayat pasien (baik saat ini maupun riwayat sebelumnya), yang dapat dilakukan dengan
berdiskusi dengan pihak yang merujuk, anggota keluarga (alo/heteroanamnesis) dan pasien
sendiri (otoanamnesis).
Pertanyaan difokuskan pada keluhan saat ini menggunakan kalimat pendek dan mudah
dipahami.
Lakukan wawancara dengan tetap memperhatikan keselamatan petugas dan pasien dengan
jarak yang aman 2-3 langkah dari pasien.
Gunakan diagram alur berpikir di atas (algoritma utama) untuk menyingkirkan masalah
terkait penyakit fisik dan ketergantungan zat/alkohol yang mungkin mengancam nyawa atau
pertimbangkan gangguan jiwa lainnya baik psikotik maupun non-psikotik (depresi, anxietas,
dll).
Nilai juga derajat fungsi, berat ringannya gejala psikiatri, adanya penyakit penyerta
(komorbiditas), kualitas dan ketersediaan sistem pendukung serta sumber bantuan lainnya.
2
HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI
Berpikir dan bersikap kritis, selalu sadar Mengancam
bahwa kegawatdaruratan bisa muncul Menertawakan pasien saat melakukan
di mana dan kapan saja. wawancara
Tetap tenang Merasa tidak adekuat ataupun sangat
Perlu kontrol terhadap perasaan tidak pasti
bingung, aneh, atau depresi Merasa terancam
Bersikap suportif Sering menghakimi
Jaga jarak aman, bila diperlukan Marah terhadap keluarga yang
lakukan fiksasi membawa
Tawarkan pilihan, contoh, “Apakah
Anda mau mengontrol diri Anda,
minum obat, atau dibantu dengan
menggunakan fiksasi”
Tegaskan bahwa perilaku kekerasan
tidak dapat ditolerir dan yakinkan
bahwa pasien akan aman
Lakukan dokumentasi terhadap hal-hal
yang dilakukan terhadap pasien
maupun keluarga
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik dan neurologik – tanda vital utama
Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan penunjang bila diperlukan dan tersedia, terutama pada pasien yang berusia di atas
40 tahun (skrining toksikologi, EKG, rontgen, laboratorium)
TIM KEGAWATDARURATAN
Tim kegawatdaruratan meliputi:
a. Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll)
b. Tenaga keamanan (satpam, hansip, pamong praja, keamanan desa, dll) yang telah dilatih
untuk melakukan manajemen gaduh gelisah
c. Tokoh masyarakat (Lurah/Kepala Desa, RT, RW, tokoh agama, tokoh wanita) yang telah
dilatih untuk melakukan manajemen gaduh gelisah
Alat-alat:
a. Alat fiksasi fisik untuk tangan dan kaki yang aman
Alat fiksasi fisik dapat dibuat dari bahan atau kain yang kuat tetapi halus seperti kain blacu
dengan ukuran manset panjang 40 cm x lebar 20 cm x tinggi 0.5 cm. Memiliki 2 tali pengikat,
satu tali pengikat digunakan untuk mengikat manset, tali lainnya yang lebih kokoh digunakan
untuk mengikat ke tempat tidur. Alat fiksasi disiapkan empat buah, masing-masing untuk
dua untuk lengan dan dua untuk tungkai.
b. Jaket fiksasi yang digunakan untuk pasien dengan hiperaktivitas motorik pada ekstremitas
atas, namun tidak untuk ekstremitas bawah.
c. Alat injeksi – spuit 3 cc
3
Gambar:
A. Alat fiksasi kaki dan tangan B. Jaket fiksasi
Sediaan obat-obatan:
1. Obat oral
a. Haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, dan 5 mg
b. Klorpromazin tablet 25 mg, 100 mg
c. Risperidon tablet 2 mg
d. Diazepam tablet 5 mg
e. Lorazepam 1 mg, 2 mg
f. Propanolol 10 mg, 40 mg
g. Triheksifenidil 2 mg
2. Obat injeksi
a. Haloperidol injeksi 5 mg/ml (kerja singkat).
Catatan: Bukan haloperidol decanoas 50 mg/ml (depo, kerja panjang), tidak untuk
kegawatdaruratan.
b. Diazepam injeksi 10 mg
c. Klorpromazine injeksi 25 mg
d. Difenhidramin injeksi 25 mg/ml
e. Sulfas atropin injeksi 0,25 mg/ml
Referensi:
1. Glick, RL., et al. Emergency Psychiatry: Principles and Practice. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008.
2. Otong, Antai D. Psychiatric Emergencies: How to Accurately Assess and Manage the
Patient in Crisis. Wisconsin: PESI Health Care; 2001.
3. Kaplan H.I, Sadock B.J. Emergency Psychiatry. Philadelphia. Lippincot, Williams and
Wilkins. 1994.
4
BAB II. PENATALAKSANAAN UMUM KEGAWATDARURATAN PADA
PASIEN DENGAN GADUH GELISAH
B. Penilaian
1. Wawancara
Lakukan prinsip wawancara saat kegawatdaruratan seperti yang tercantum di Bab I.
Apabila pasien gaduh gelisah membawa senjata tajam, yakinkan pasien berada dalam
keadaan aman dan secara perlahan diminta untuk meletakkan senjatanya.
Identifikasi kemungkinan penyebab
a. Kondisi organik (demam, kejang/epilepsi, trauma kepala, keganasan, kesadaran
yang menurun, kepikunan progresif pada orang tua), dan penggunaan zat
psikoaktif dan alkohol.
b. Kondisi mental, ada atau tidaknya gangguan jiwa (gangguan psikotik, gangguan
suasana perasaan (mood), gangguan ansietas, gangguan kepribadian)
Kaji riwayat penyakit dan riwayat pengobatan medis dan psikiatrik sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Riwayat penyakit medik: pemeriksaan fisik terutama kesadaran dan tanda vital serta
pemeriksaan neurologis
b. Riwayat penggunaan obat, zat psikoaktif, dan alkohol
c. Riwayat penyakit psikiatrik: pemeriksaan status mental dan riwayat psikososial
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan misalnya: darah perifer lengkap, urinalisa
lengkap, elektrolit, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, radiologi, dan EKG (jika tersedia,
terutama pada pasien berusia di atas 40 tahun).
C. Diagnosis Banding
a. Gangguan mental organik misalnya delirium, demensia, gangguan perilaku organik
b. Gangguan akibat penyalahgunaan zat psikoaktif dan alkohol baik dalam fase intoksikasi
maupun fase putus zat.
c. Gangguan psikotik misalnya psikotik akut dan skizofrenia, termasuk kondisi yang terjadi
akibat efek samping obat misalnya akatisia.
d. Gangguan depresi (tipe agitatif) dan gangguan mania.
5
e. Gangguan anxietas seperti gangguan panik, gangguan kesurupan.
f. Gangguan kepribadian, seperti pada gangguan kepribadian histrionik/histerikal, gangguan
kepribadian ambang.
D. Penatalaksanaan
Pasien Gaduh Gelisah
Gagal
Pasien Tenang
6
menggunakan Haloperidol injeksi dengan dosis 2,5 - 5 mg. Dosis ini dapat diulang setiap 30
menit sampai dengan dosis maksimal 10 mg per hari. Catatan: untuk penatalaksanaan bagi
pasien dengan gangguan mental organik perhatikan Bab berikutnya yang terkait.
4. Bila pasien sulit untuk ditenangkan untuk pemberian injeksi, dapat dilakukan tindakan
pengikatan fisik (restraint) dengan tujuan untuk membantu pasien mengendalikan diri,
menjaga keselamatan pasien, dan memudahkan pemberian obat.
5. Setelah kondisi pasien tenang, lakukan pemeriksaan yang diperlukan. Observasi pasien setiap
15-30 menit sekali, catat adanya peningkatan atau penurunan perilaku (terkait dengan
perilaku, verbal, emosi, dan fisik)
7
• Rujuk dan Tindak Lanjut
Observasi setiap perubahan perilaku yang dialami pasien, jika perilaku terkontrol, latih pasien
menurunkan kemarahan dengan teknik napas dalam. Jika perilaku tetap tidak terkontrol
pertimbangkan untuk rujuk ke rumah sakit.
Referensi:
1. Stuart, G.WT. Principles and practice of psychiatric nursing, 9th ed. Louis, Missouri: Mosby,
Inc.; 2009.
2. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.
3. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing. 3rd ed. Philadhelpia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2006.
4. Dulcan MK. Lake M. Concise guide to child and adolescent psychiatry. Edisi ke-4. Washington
DC: American Psychiatric Association; 2012
5. Heyneman EK. Emergency child psychiatry. Child Adolesc Psychiatric N Am; 2003; 12: 667-
677.
8
BAB III. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN
DENGAN RISIKO DAN TINDAKAN BUNUH DIRI
Pasien mungkin datang dengan tanda-tanda fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku
9
B. Penilaian Gawat Darurat Risiko Bunuh Diri
Pada saat awal menghadapi gawat darurat bunuh diri maka lakukan penilaian kondisi pasien
dengan:
1. Lakukan wawancara untuk mengkaji kemungkinan penyebab
a. Penyakit fisik misalnya epilepsi, tumor, penyakit Alzheimer, multiple sklerosis,
trauma, keganasan terutama di kepala dan leher, penyakit autoimun, penyakit ginjal,
sindroma nyeri kronik dan HIV/AIDS
b. Riwayat Gangguan Jiwa dan Komorbiditas Gangguan Jiwa
Pikiran dan perilaku bunuh diri seringkali ditemukan pada seseorang dengan
gangguan jiwa, terutama gangguan depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, gangguan
stres pasca trauma, ansietas, gangguan penyalahgunaan zat, dan gangguan
kepribadian seperti gangguan kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian
ambang
10
Cara Bertanya
• Saya menghargai betapa tidak mudahnya problem itu bagi Anda saat ini. Beberapa
pasien saya dengan problem serupa mengatakan kepada saya bahwa mereka terpikir
untuk mengakhiri hidup. Apakah Anda juga pernah memikirkan hal serupa?
Atau
• Apakah Anda merasa putus asa dengan kondisi saat ini atau masa depan?
• Jika ya,
• Pernahkah Anda berpikir untuk mengakhiri hidup?
• Jika ya,
• Kapan Anda memiliki pikiran tersebut? Dan apakah Anda memiliki rencana untuk
melakukannya?
• Apakah Anda pernah mencoba melakukannya?
Tanda-tanda Tanda-tanda
Pencederaan Fisik Intoksikasi
11
1. Tindakan yang Harus Dilakukan dan yang Harus Dihindari
Tindakan yang Harus Dilakukan Tindakan yang Harus Dihindari
a. Waspada – kenali faktor risiko dan tanda a. Menantang untuk melakukan tindakan
penting bunuh diri
b. Bertindak – singkirkan alat-alat yang dapat b. Terlihat terpukul atau terkejut
dipergunakan untuk melukai diri seperti c. Bertanya “Mengapa” karena hal ini akan
obat-obatan, pembasmi serangga, tali, memicu terpikirnya alasan untuk mati
senjata api, alkohol, dan zat psikoaktif lain dan seakan membenarkan pilihan
c. Terbuka – bicarakan secara terbuka tersebut
tentang hal-hal yang dikuatirkan dan d. Menghakimi – mendebat tentang bunuh
pikiran bunuh diri diri itu salah atau benar, perasaan itu baik
d. Menyediakan diri – tunjukan minat, atau buruk, memberi kuliah tentang nilai-
pengertian, dan dukungan nilai kehidupan
e. Mau mendengarkan – ijinkan untuk e. Menjanjikan untuk menjadikan hal ini
mengekpresikan perasaannya, terima, dan rahasia, karena bila situasi darurat terjadi,
sabar kita wajib mengontak keluarga atau orang
f. Harapan – tawarkan harapan berupa terdekat pasien untuk melakukan upaya
alternatif yang tersedia namun jangan pengamanan pertama
pastikan bahwa alternatif itu akan f. Pemberian antidepresan terutama
mengubah segalanya. golongan tipikal seperti amitriptilin
g. Jejaring bantuan – dapatkan kerjasama dan sebaiknya dihindari pada fase-fase awal
bantuan profesional kesehatan jiwa risiko bunuh diri karena dapat
secepat mungkin memperbesar risiko percobaan bunuh diri
3. Tindakan-tindakan Khusus
Mereka yang telah merencanakan bunuh diri• Perlu untuk dirawat
saat ini • Menyingkirkan alat-alat
• Membina hubungan terus dengan pasien
dan kontak sumber dukungan terdekat
Mereka yang tampak gelisah dan sulit Lakukan manajemen gaduh gelisah seperti yang
mengendalikan diri tercantum pada Bab 2.
Mereka yang memiliki rasa nyeri dan sesak Bantu untuk mengurangi rasa nyeri dan sesak
Mereka yang dengan perilaku bunuh diri Lindungi dari bahaya seperti yang dulu pernah
sebelumnya dilakukan
Mereka yang memiliki gangguan jiwa Hubungkan ke layanan kesehatan jiwa
12
4. Manajemen untuk mencegah percobaan bunuh diri berikutnya
Apabila pasien dengan percobaan bunuh diri sudah stabil kondisi baik fisik maupun mentalnya,
tindakan berikutnya adalah untuk memastikan keadaan pasien aman. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan:
1) Awasi, jangan biarkan pasien sendirian. Selama 24 jam sebaiknya pasien terpantau oleh
keluarga/tenaga kesehatan
2) Simpan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri misalnya benda tajam, tali, ikat
pinggang, dan racun serangga.
3) Apabila pasien minum obat-obatan psikiatri, pastikan obat benar-benar diminum dan dalam
jumlah yang sesuai.
4) Buat kontrak dengan pasien bahwa ia tidak akan melakukan tindakan bunuh diri dalam
jangka waktu tertentu, misalnya sampai dengan pertemuan berikutnya, atau akan
menghubungi tenaga kesehatan apabila muncul keinginan untuk bunuh diri. Pada saat
pasien berobat lagi, buat kontrak lagi, demikian seterusnya.
5) Tegakkan hubungan saling percaya dengan pasien
6) Jangan menghakimi perilaku pasien.
7) Tingkatkan harga diri pasien dengan memberikan kesempatan pasien menceritakan aspek
positif dirinya, menyusun rencana jangka pendek dan memberikan kesempatan pasien untuk
melaksanakan rencananya dengan sukses.
8) Kerahkan dukungan keluarga/orang terdekat. Edukasi keluarga atau orang terdekat agar
memberikan dukungan kepada pasien.
9) Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini efektif dan
memperkenalkan cara-cara penyelesaian masalah lain yang mungkin lebih baik.
E. Tindak Lanjut/Rujukan
Apabila pasien tidak memiliki keluarga atau keluarga tidak mampu merawat pasien di rumah
maka pasien perlu dilakukan hospitalisasi. Perlu diinformasikan apa yang akan dilakukan di
tempat rujukan, misalnya kemungkinan pemberian obat, psikoterapi, termasuk perawatan
lanjutan dari risiko akibat tindakan percobaan bunuh diri. Jika pasien/keluarga menolak
hospitalisasi maka perlu dilakukan informed consent serta diinformasikan tindakan yang
dilakukan di rumah.
Referensi
1. Stuart G.W. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 9th Ed. Louis, Missouri. 2009
2. Kaplan H.I, Sadock B.J. Emergency Psychiatry. Philadelphia. Lippincot, Williams and Wilkins.
1994.
13
BAB IV. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PADA
PASIEN DENGAN DELIRIUM
Delirium:
Sinonim: acute confusional state (ACS)
Sindrom, bukan penyakit
Merupakan kegawat daruratan medis, didasari oleh penyakit fisik akut
Multifaktorial, ada faktor predisposisi dan presipitasi
B. Penilaian
1. Pada pasien yang mengalami perubahan mendadak dalam fungsi fisik (penurunan
mobilitas, perubahan nafsu makan, sulit tidur, gelisah), kognitif (bingung, sulit konsentrasi,
respons lambat), persepsi (halusinasi visual atau auditorik), dan perilaku sosial (tidak
kooperatif), cek apakah ada faktor risiko predisposisi delirium.
2. Lakukan pemeriksaan fisik (status generalis, status neurologis) yang cermat serta lakukan
pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit, kimia darah (glukosa sewaktu,
tes fungsi hati, fungsi ginjal), urinalisis, EKG, dan foto toraks untuk menyingkirkan faktor
presipitasi delirium.
3. Untuk membantu menegakkan diagnosis delirium dapat digunakan instrumen CAM
(Confusion Assessment Method), yaitu:
1) Adanya awitan akut dan perjalanan penyakit yang berfluktuasi
DAN
2) Inatensi
DISERTAI
14
3) Disorganisasi proses pikir ATAU
4) Perubahan tingkat kesadaran
4. Mengingat sifat delirium yang fluktuatif, sebaiknya pemeriksaan dilakukan serial/beberapa
kali dengan memperhitungkan variasi diurnal dan info dari berbagai sumber (keluarga,
perawat, dll).
C. Penatalaksanaan
Referensi
1. Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore, 1998.
2. American Psychiatry Assocociation. Diagnostic and Stastical Manual of mental Disorders.
Fourth Edition. Washington, DC. American Psychiatry Asscociation, 1994.
3. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
15
BAB V. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN DENGAN DEMENSIA
B. Penilaian
Tanyakan pada keluarga/pelaku rawat apakah pernah berobat untuk demensia
(kepikunan) atau adakah tanda dan gejala demensia yang menyebabkan pasien
mengalami kesulitan menjalankan fungsinya sehari-hari.
Perhatikan perilaku pasien selama pemeriksaan, adakah tanda-tanda berikut:
o Tampak bingung/disorientasi
o Banyak menjawab “tidak ingat/tidak tahu”
o Meminta keluarga untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya
o Kesulitan menemukan kata, menggunakan kata yang tidak tepat atau tidak dapat
dipahami
o Kesulitan mengikuti pembicaraan
Lakukan pemeriksaan status mental & kognitif serta status fungsional (ADL)
Lakukan anamnesis singkat pada pasien dan/atau keluarga dengan fokus pada
kemungkinan penyebab agitasi pada demensia (delirium, nyeri, penggunaan zat/obat,
masalah psikososial, sindrom neuropsikiatrik, atau akibat langsung demensia).
Lakukan pemeriksaan fisik, status mental yang cermat dan lengkap serta pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi untuk memastikan penyebab agitasi.
C. Penatalaksanaan
• Pada agitasi ringan dapat dilakukan intervensi lingkungan/non-farmakologis saja
berupa pemberian rutinitas terstruktur, penenteraman, sosialisasi, edukasi dan
dukungan keluarga/pelaku rawat atau dikombinasikan dengan penggunaan obat.
• Pada agitasi berat utamakan pemberian obat yang dapat ditambah dengan
intervensi lingkungan berupa supervisi dan penjagaan keamanan lingkungan
ditambah edukasi dan dukungan keluarga/ pelaku rawat.
• Rujuk ke psikiater geriatri atau rawat inap bila:
• Gangguan perilaku berat sehingga membahayakan pasien dan pelaku rawat
• Tidak ada pelaku rawat yang bisa mengawasi dan melaporkan kemajuan pasien
• Ada efek samping obat
• Respons tidak adekuat dengan dua atau lebih obat
16
ALGORITMA ASESMEN AGITASI PADA DEMENSIA
Demensia
Ya Kausa Agitasi
Delirium
Perubahan akut dari status mental basal; lihat
Awitan atau eksaserbasi hendaya kesadaran & kognisi; fluktuatif? Bab
kondisi medis yang tumpang
ya Delirium
tindih dengan demensia?
Adakah nyeri? ya
Nyeri
Penderitaan atau
rasa tidak nyaman
akibat kondisi medis
Ya
Agitasi terinduksi-obat
Apakah pasien mengonsumsi
atau zat lihat Bab
obat atau menggunakan zat?
Penyalahgunaan zat
Interaksi obat
Stresor lingkungan:
Ya Bising, stimulasi >>
Masalah lingkungan atau Terlalu padat
psikososial? Lingkungan baru
Stressor psikososial:
Perubahan rutinitas
Pertimbangkan juga Kurang aktivitas terstruktur
Isolasi sosial
Sindrom neuropsikiatrik menonjol? Ya
Psikosis
Depresi
Ansietas
Tidak Insomnia
Psikosis,
Haloperidol
agresi
Ansietas, Diazepam
insomnia
Dosis obat
18
Pemeriksaan Penunjang:
Intervensi Non-farmakologis:
Referensi
19
BAB VI. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN AKIBAT PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, ALKOHOL DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
Kegawatdaruratan penyalahgunaan zat terdiri dari kondisi intoksikasi (dalam pengaruh zat) atau
dalam keadaan mengalami gejala putus zat. Pasien mungkin datang dengan: keluhan perilaku
yang gaduh gelisah, tanda dan gejala gangguan fisik, percobaan bunuh diri, hingga penurunan
kesadaran. Tanda dan gejala mungkin teridentifikasi saat pasien datang ada dalam Box berikut ini:
20
Tanda dan Gejala Kegawatdaruratan pada Penyalahgunaan Napza
21
Nyeri kepala grandmal Agitasi Nafsu makan
Insomnia Iritabel >>
Lemah lesu Ide bunuh diri
Kejang
Disorientasi,
bingung
Paranoia
Penurunan
kesadaran
22
C. Penilaian
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pasien dan orang yang mengantarnya. Anamnesis meliputi
tanda dan gejala yang ada, waktu timbul gejala, perilaku yang menyertai, intensitas dan
frekuensi gejala, gejala yang mengarah pada gangguan organik, misalnya demam, kejang
dan trauma. Pada anamnesis juga ditanyakan penggunaan Napza: jenis, lama
penggunaan, toleransi dosis, gejala putus zat, pengobatan untuk penggunaan Napza
sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik secara menyeluruh
4. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap
- Tes urin untuk Napza
- SGOT/SGPT
- Ureum/Creatinin
D. Diagnosis Banding
- Diagnosis banding dengan penggunaan Napza lainnya
- Delirium yang disebabkan kondisi organik
- Gangguan Psikotik
E. Penatalaksanaan
PSIKOFARMAKA
I. Tatalaksana Intoksikasi
Tatalaksana Umum
Penanganan kondisi medik umum
Pemantauan tanda-tanda vital
Evaluasi tingkat kesadaran, serta jalan nafas pasien
Observasi tanda vital setiap 15 menit selama 4 jam
Evaluasi perlunya pemberian oksigen
Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi
Tatalaksana Khusus
Terapi Intoksikasi Opioid:
Nalokson 0,2-0,4 mg (1 cc) atau 0,01 mg /kg berat badan IV, IM, atau subkutan,
bila belum berhasil dapat diulang sesudah 3-10 menit sampai 2-3 kali dan pasien
dipantau selama 24 jam
Apabila tidak ada nalokson maka diberikan terapi simptomatik, apabila pasien
gelisah maka dapat diberikan antipsikotik secara oral atau suntikan (lihat bab
gaduh gelisah)
Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
Bila kondisi fisik membutuhkan perawatan intensif maka dirujuk ke rumah sakit
23
Terapi Intoksikasi Kokain dan Amfetamin:
Bila suhu naik kompres dengan air hangat
Untuk mencegah kejang berikan diazepam 10-30 mg per oral/parenteral diulang 15-20
menit
Bila ada gejala psikotik berikan haloperidol 3 x 2.5-5 mg
Bila terjadi takikardi berikan propanolol 10-20 mg
24
Terapi Intoksikasi Inhalansia:
Pertahankan Oksigenasi
Simptomatik
Pasien dengan gangguan neurologik bermakna, misalnya neuropati atau persistent ataxia,
harus mendapatkan evaluasi formal dan observasi ketat, sehingga pasien harus dirujuk
Delirium tremens ditandai dengan penurunan kesadaran dan perilaku yang gaduh gelisah, dan
dapat disertai dengan kejang setelah kondisi putus penggunaan alkohol.
NON PSIKOFARMAKA
Tips perawatan pasien dengan penyalahgunaan Napza
1. Komunikasi terapeutik
Bicara dengan tenang
Gunakan kalimat singkat dan jelas
2. Jika ditemukan gejala putus zat hindarkan pasien dari stimulus lingkungan yang
berlebihan misalnya pencahayaan yang terlalu terang atau lingkungan yang berisik
3. Berikan edukasi mengenai kondisi pasien secara jelas dan singkat
4. Persuasi pasien untuk tidak gelisah
5. Edukasi pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan untuk masalah
penyalahgunaan Napza di institusi yang terkait
6. Psikoterapi suportif dengan memberikan pujian kepada pasien apabila ia bersikap tenang
7. Observasi adanya tanda-tanda risiko bunuh diri pada pasien
25
LSD (lysergic acid diethylamide)
LSD dapat berbentuk cair, kertas, pil dan ditelan. LSD merupakan halusinogen kuat yang tidak
berbau dan tidak berwarna. Nama jalanan dari LSD adalah acid, blotter acid, microdot, dan
white lightning, berefek halusinogen atau high seperti "trip."
Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek psikoaktif, terkandung
dalam barang yang lazim digunakan dalam rumah tangga sehari-hari seperti lem, hair sprays,
cat, gas pemantik, bisa digunakan oleh anak-anak agar cepat high. Meskipun hanya dihirup
dalam satu waktu pendek, penggunaan inhalan dapat mengganggu irama jantung dan
menurunkan kadar oksigen, yang keduanya dapat menyebabkan kematian. Penggunaan regular
akan mengakibatkan gangguan pada otak, jantung, ginjal dan hepar.
Jenis Sedatif Hipnotik yang paling banyak disalahgunakan adalah golongan benzodiazepin,
sering disebut sebagai pil koplo. Benzodiazepin yang sering disalahgunakan lainnya adalah
lexotan (lexo), alprazolam, BK, rohypnol (rohip), dumolit (dum), mogadon (MG) dan lain-lain.
Semua benzodiazepin bersifat sedatif, ansiolitik dan anti konvulsan.
Obat lain yang sering disalahgunakan adalah triheksifenidil dan dekstrometorfan (DMP).
Penyalahgunaan triheksifenidil dapat menyebabkan detak jantung meningkat, pusing dan
penglihatan kabur, mual dan muntah, diare, depresi dan kebingungan. Penyalahgunaan
dekstrometorfan dapat mengakibatkan bicara kacau, gangguan berjalan, mudah tersinggung,
berkeringat, dan bola mata berputar-putar (nistagmus). Gejala yang timbul akibat efek samping
kedua obat tersebut diterapi secara simptomatik.
Referensi
American Psychiatry Asscociation. Diagnostic and Stastical Manual of mental Disorders.
Fourth Edition. Washington, DC. American Psychiatry Asscociation, 1994
Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, baltimore, 1998
Ries R, Fiellin D, Miller S. Priciples of Addiction Medicine, 4th edition, Lippincott Williams
and Wilkins, Baltimore, 2003
26
BAB VII. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN DENGAN PSIKOTIK
B. Penilaian
1. Wawancara
Lakukan prinsip wawancara seperti pada Bab I (halaman 2) dan Bab II (halaman
5).
Wawancara pada pasien dengan waham kejar dan paranoid yang kuat: tetap
hargai dan sopan dalam wawancara, tetap jaga dalam suasana yang formal.
Kalimat singkat dan mudah dipahami, kendalikan situasi, bersikap tenang namun
tegas. Yakinkan bahwa ia berada di tempat yang aman, tenaga kesehatan akan
melindungi pasien dari kemungkinan melukai diri sendiri maupun dari orang lain.
Jaga keamanan diri pewawancara
Singkirkan kemungkinan penyebab organik dan penyalahgunaan napza.
C. Kemungkinan Diagnosis
• Gangguan mental organik (delirium, dementia, dan epilepsi) dengan psikotik
• Gangguan penyalahgunaan napza dengan gejala psikotik
• Gangguan psikotik akut dan sementara
• Gangguan depresi dengan gejala psikotik
• Gangguan bipolar mania dengan gejala psikotik
• Skizofrenia dan skizoafektif
D. Penatalaksanaan
Lakukan manajemen penatalaksanaan pasien gaduh gelisah secara umum sesuai Bab II
(halaman 6–7). Berikut ini algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah pada pasien psikotik:
27
ALGORITMA PENATALAKSANAAN
Bila pasien tidak kooperatif/tidak bersedia per oral, atau gagal, berikan injeksi I.M. jangka
pendek (short acting):
• Haloperidol injeksi 5 mg i.m (short acting). pemberian diulang setelah 30 menit. Max
30 mg/hari.
• Klorpromazin injeksi 25 - 50 mg i.m, pemberian dapat diulang setelah 1 - 4 jam. Max
200 mg/hari.
Untuk haloperidol (tidak untuk klorpromazin) dapat dikombinasikan dengan diazepam 10 mg
i.m dalam spuit terpisah, untuk meningkatkan efektivitas dan mengurangi jumlah dosis yang
diperlukan. Dosis max diazepam: 20 mg.
Untuk pasien 12- 18 tahun dapat menggunakan haloperidol injeksi dengan dosis 2,5 - 5 mg.
Dosis ini dapat diulang setiap 30 menit sampai dengan dosis maksimal 10 mg per hari.
Jika kondisi telah teratasi maka pasien cukup stabil untuk dirujuk ke RS atau
dikembalikan kepada obat oral; jika kondisi tidak membaik atau terjadi perburukan
– segera RUJUK
Referensi
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock’s synopsis of psychiatry. Edisi ke-10.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. Sadock BJ, Sadock VA, Sussman N. Kaplan & sadock’s pocket handbook of psychiatric
drug treatment. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
3. Riba MB, Ravindranath D. Clinical manual of emergency psychiatry. Washington DC:
American psychiatric Publishing; 2010.
4. Stuart, GWT. Principles and practice of psychiatric nursing. Edisi ke-9. 2009.
5. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.
28
6. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.
7. Dulcan MK. Lake M. Concise guide to child and adolescent psychiatry. Edisi ke-4.
Washington DC: American Psychiatric Association; 2012
8. Heyneman EK. Emergency child psychiatry. Child Adolesc Psychiatric N Am; 2003; 12:
667-677.
Glosari
• Halusinasi: merupakan gangguan persepsi, yaitu persepsi palsu, tanpa adanya stimulus
sensori eksternal. Halusinasi dapat terjadi pada setiap panca indra, yaitu halusinasi
dengar, lihat, cium, raba, dan rasa.
• Waham (delusi): merupakan gangguan pikiran, yaitu keyakinan yang salah, tidak sesuai
dengan realita dan logika, namun tetap dipertahankan dan tidak dapat dikoreksi dengan
cara apapun serta tidak sesuai dengan budaya setempat. Contoh: waham kejar, waham
kebesaran.
29
BAB VIII. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN
DENGAN EFEK SAMPING OBAT PSIKOTROPIKA DERAJAT BERAT
Bagian ini hanya akan membahas efek samping penggunaan obat psikotropika derajat berat. Obat
psikotropika yang sering digunakan, semua dapat menimbulkan efek samping yang dapat
membawa pasien ke unit gawat darurat.
Periksa:
Riwayat penggunaan antipsikotika
Awitan dalam hari-hari pertama setelah pemberian atau setelah peningkatan dosis
antipsikotika kemungkinan distonia. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu
kemungkinan parkinsonisme atau akatisia.
Distonia akut:
Kontraksi tonik pada otot leher, mulut, lidah, otot poros tubuh atau ekstremitas; tidak
sama antara bagian kiri dan kanan.
Dapat terjadi:
Krisis okulogirik
Tortikolis
Opistotonus
Parkinsonisme:
Trias Parkinson:
Tremor
Rigiditas
Bradikinesia
Wajah seperti topeng
Tremor tangan seperti menggulung pil
Postur yang condong ke depan dan langkah yang kecil-kecil terhuyung-huyung
Air liur berlebihan
Akatisia
Ada perasaan subyektif yang tidak menyenangkan untuk terus bergerak
Kegelisahan motorik:
Jalan modar-mandir, jalan di tempat, tidak dapat duduk/berbaring diam
Meremas-remas jari tangan, menggerak-gerakkan tangan/lengan
Anxietas atau disforia/murung
Sindrom Maligna Nuroleptik (SMN)
Rigiditas
30
Demam tinggi
Bisa mencapai 41 C bahkan lebih
Instabilitas otonomik
Takhikardia
Diaforesis
Tekanan darah abnormal: hipertensi, hipotensi, atau naik turun drastis
Kebingungan
Penatalaksanaan
Syok
Lakukan tatalaksana syok
Jangan memberikan suntikan adrenalin! Kalau ada dapat diberikan suntikan nor-
adrenalin.
Distonia Akut
Berikan injeksi difenhidramin 50 mg i.m./i.v.
Tergantung keparahan kondisi psikotik pasien, obat antipsikotik dihentikan
sementara.
Berikan triheksifenidil tablet 3 x 2 – 4 mg selama beberapa minggu, kemudian coba
diturunkan dosisnya dan dihentikan.
Parkinsonisme
Obat antipsikotik diturunkan dosisnya (sampai dosis efektif minimum) atau
dihentikan
Jika gejala Parkinsonismenya berat, berikan injeksi difenhidramin 50 mg i.m./i.v.
Berikan triheksifenidil tablet 3 x 2 – 4 mg selama beberapa minggu, kemudian coba
diturunkan dosisnya dan dihentikan.
31
Akatisia
Obat antipsikotik diturunkan dosisnya sampai dosis efektif minimum.
Berikan propanolol 10 – 20 mg, 2 – 3 kali sehari.
Referensi:
1. Hyman SE. Toxic side effects of psychotropic medications and their management. In
Hyman SE (Ed.) Manual of Psychiatric Emergencies, 2nd Ed. Boston/Toronto: Little, Brown
and Company; 1988.
2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa, 2nd Ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009.
3. Stuart,G.W., Laraia, M.T. Principles and practice of psychiatric nursing, 8th Ed. Missouri:
Mosby; 2005.
4. Martin A, Folkmar FR. Lewis’s child and adolescent psychiatry a comprehensive textbook.
4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007
Glosari
Hemibalismus: Gerakan mengayun pada tangan dan kaki di satu sisi tubuh yang tidak beraturan
dan tidak terkontrol.
Krisis okulogirik: kondisi bola mata yang terfiksasi pada satu posisi, biasanya ke atas dan ke
samping, selama beberapa menit atau bahkan jam.
Tortikolis: kondisi kepala terputar ke satu sisi, biasanya terkait dengan spasme otot yang nyeri.
Opistotonus: Sejenis spasme yang kepala dan tumit merentang ke belakang dengan hiperekstensi
yang ekstrem.
Rigiditas: Keadaan kekakuan dan tidak fleksibel.
Spastisitas: Tahanan otot yang kontinyu terhadap peregangan karena tonus otot yang meningkat
abnormal, biasanya disertai refleks tendon yang meningkat.
32
BAB IX. ANSIETAS YANG TERKESAN SEBAGAI KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
Ada beberapa kondisi atau gangguan jiwa yang tampilannya memberikan kesan sebagai kondisi
kegawatdaruratan. Pada bagian ini hanya akan dibicarakan dua gangguan yang sering terjadi di
masyarakat.
PERIKSA
Gangguan Panik
Riwayat serangan panik ditandai dengan episode kecemasan/ketakutan yang hebat,
mulainya mendadak, dengan cepat menghebat dan mereda setelah beberapa menit.
Ditemukan sekurangnya 4 gejala dari daftar di bawah yang salah satunya harus termasuk
a sampai d:
a. Merasa denyut jantung tak teratur, cepat atau berdebar keras
b. Berkeringat
c. Gemetar atau bergetar
d. Merasa mulut kering
e. Kesulitan bernapas
f. Merasa tercekik
g. Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada
h. Mengalami mual atau gangguan perut
i. Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan
j. Merasa asing dengan sekeliling atau asing dengan bagian tubuhmya
k. Takut akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan
l. Takut bahwa akan mati
m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan
n. Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh
33
seperti nama yang berbeda, hobi yang berbeda, atau pengalaman yang berbeda dengan
dirinya saat sebelum kesurupan.
Perhatian dan kewaspadaan menjadi terbatas atau terpusat pada satu atau dua aspek
yang ada di lingkungannya.
Posisi tubuh dan ungkapan kata-kata terbatas dan diulang-ulang.
Ketidakmampuan mengendalikan gejala.
Kurang memperdulikan keadaan
Parese, pingsan, kejang.
Gejala bisa merupakan: membiarkan konflik tidak disadari atau mendapat keuntungan
dari lingkungan akibat gejala yang timbul.
Biasanya terjadi secara mendadak
Untuk mengetahui apakah seseorang kesurupan atau mengalami reaksi histeris, periksa
kelopak matanya yang selalu ditutup, dengan cara membuka kelopak matanya.
Seseorang yang mengalami reaksi histeris biasanya akan menahannya dengan kuat.
Dapat terjadi secara individu maupun massal.
PENATALAKSANAAN
Gangguan Panik
Petugas bersikap tenang dan tegas, tidak mengancam, tidak menghakimi.
Tenangkan pasien
Lakukan pemeriksaan fisik dan memastikan bahwa hasil pemeriksaan fisik dalam rentang
normal (tidak ditemukan kelainan organik yang relevan dengan keluhan pasien)
Selama serangan panik terjadi, pasien jangan ditinggalkan seorang diri.
Untuk membantu menenangkan ajarkan pasien untuk melakukan latihan nafas
(relaksasi).
Bila pasien telah tenang, identifikasi tentang kejadian sebelum serangan panik muncul:
apakah pasien mengalami peristiwa tertentu yang dirasa berat olehnya; riwayat
penggunaan obat: misal kafein, sedatif/hipnotik, alkohol.
Berikanlah kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan isi hati, kecemasan dan
ketakutannya. Petugas dapat menenangkan (reassurance) dan mendengarkan dengan
penuh perhatian dan pengertian.
Kolaborasi pemberian terapi.
Latih cara mengatasi ansietas dengan teknik hipnotis lima jari dan tehnik distraksi (teknik
relaksasi, latihan napas, latihan fisik/jogging)
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mengatasi panik di rumah dan
fasilitas layanan kesehatan yang dapat digunakan jika masalah tidak teratasi.
Bila keadaan pasien sudah dapat diatasi, pasien boleh pulang dan berobat jalan.
Bila krisis ini tampak tidak dapat diatasi bahkan memuncak, segera rujuk ke RS Umum
yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa atau ke RS Jiwa.
Gangguan Disosiatif
34
Identifikasi adanya stresor / konflik psikologik pencetus yang berkaitan dengan timbulnya
gejala.
Evaluasi keuntungan sekunder (menarik perhatian dari keluarga atau menghindar dari hal
yang tidak disukai).
Hindari kata jangan, tidak, dan akan.
Jika telah berhasil mengajaknya berkomunikasi, anjurkan dia tidur tenang.
Jika ditemukan adanya stresor, latih individu menggunakan koping yang adaptif untuk
mengatasi masalah, ajar dan latih korban mengelola stres dan konflik dengan cara yang
baik dan benar, sehingga jika di kemudian hari mengalami stres atau konflik, atau diberi
tanggung jawab yang berat, cara penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara
konstruktif.
Bila gejala tidak dapat dikendalikan oleh individu, lakukan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi.
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang ‘kesurupan’ dan cara mengatasinya.
35
o Latih meningkatkan harga diri.
Pencegahan
o Lakukan kerjasama dengan pihak sekolah agar dapat mengenal persoalan kesehatan
jiwa dan agar dapat melihat kemungkinan kaitannya dengan program-program
sekolah yang mungkin terlalu rumit bagi siswa.
o Berikan pengetahuan pada pihak sekolah tentang kesehatan jiwa dan cara
membantu siswa mengatasi masalah.
o Anjurkan pihak sekolah untuk menciptakan suasana yang aman dan nyaman.
o Pengajaran agama
Referensi
1. Stuart, G.WT. Principles and practice of psychiatric nursing, 9th ed. Louis, Missouri: Mosby,
Inc; 2009.
2. Townsend, C.Mary. Psychiatric mental health nursing, 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company; 2009.
3. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.
4. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing, 3rd ed. Philadhelpia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2006.
36
LAMPIRAN TABEL OBAT
Nama Obat Sediaan [Cara Dosis Awal Dosis Biasanya Diberikan Kontra Indikasi Efek Samping Perhatian
Pemberian] Terapeutik Untuk
Haloperidol Tablet 0,5 mg; 1,5 1,5 – 5 mg 3 – 10 mg/hari Psikosis/skizofrenia Penekanan sistem Gejala ekstra Hati-hati pada orang
mg; 5 mg [oral] saraf pusat yang piramidal (distonia, dengan gangguan
berat atau koma. parkinsonisme, konduksi jantung
Hipersensitivitas akatisia) terutama lansia.
terhadap obat ini. Galaktorea, amenorea
Penyakit Parkinson. Diskinesia tardiva
Haloperidol Injeksi (short 2 – 5 mg Diulang setiap 1 Penatalaksanaan Penekanan sistem Gejala ekstra Hati-hati pada orang
injeksi acting) 5 – 2 jam sampai agitasi/gaduh gelisah saraf pusat yang piramidal (distonia, dengan gangguan
mg/ampul [i.m., gaduh gelisah berat atau koma. parkinsonisme, konduksi jantung
i.v.] teratasi Hipersensitivitas akatisia) terutama lansia.
terhadap obat ini. Galaktorea, amenorea
Penyakit Parkinson Diskinesia tardiva
Klorpromazin Tablet 25 mg; 100 25 – 50 mg 75 – 300 Psikosis/skizofrenia Hipersensitivitas Gejala ekstra Pada orang dengan
mg [oral] mg/hari terhadap piramidal (distonia, epilepsi, dosis obat
klorpromazin parkinsonisme, antiepilepsi mungkin
(fenotiazin) akatisia), diskinesia perlu disesuaikan,
Koma, penekanan tardiva, mulut kering, karena klorpromazin
susunan saraf pusat pandangan kabur, menurunkan
konstipasi, retensi ambang kejang.
urin, hidung buntu, Pada orang dengan
pusing, glaukoma.
mengantuk, hipotensi Pada pria dengan
ortostatik, pembesaran prostat
fotosensitivitas. akan berisiko
terjadinya retensio
urine.
Klorpromazin Injeksi 25 25 mg Diulang setiap 1 Penatalaksanaan Hipersensitivitas Selain gejala di atas,
injeksi mg/ampul [i.m.] – 2 jam sampai agitasi/gaduh gelisah terhadap injeksi intramuskuler
gaduh gelisah klorpromazin dapat nyeri, dapat
teratasi (fenotiazin) menimbulkan
Koma, penekanan hipotensi dan
37
Nama Obat Sediaan [Cara Dosis Awal Dosis Biasanya Diberikan Kontra Indikasi Efek Samping Perhatian
Pemberian] Terapeutik Untuk
susunan saraf pusat takhikardia.
Risperidon Tablet 1 mg; 2 mg 0,5 – 2 mg 2 – 8 mg/hari Psikosis/skizofrenia Gejala ekstra
[oral] piramidal (tergantung
dosis)
Hiperprolaktinemia
(tergantung dosis)
Peningkatan risiko
diabetes dan
dislipidemia.
Propanolol Tablet 10 mg; 40 10 – 40 mg 20 – 80 mg/hari Akathisia Hipersensitivitas
mg [oral] terhadap
propanolol.
Syok kardiogenik.
Sinus bradikardia
dan blok jantung >
derajat 1.
Asma bronkiale.
Difenhidramin Tablet/Kapsul 25 Parkinsonisme akibat Sedasi/mengantuk, Hati-hati pemberian
mg [oral] obat mulut kering, bersama obat lain
Injeksi 25 Distonia pandangan kabur, yang mempunyai
mg/ampul [i.m., konstipasi, retensi efek antikolinergik.
i.v.] urin, hidung buntu,
pusing.
Triheksifenidil Tablet 2 mg [oral] 1 – 2 mg 2 – 12 mg/hari Parkinsonisme Hipersensitivitas Mulut kering, Hati-hati pemberian
termasuk terhadap pandangan kabur, bersama obat lain
parkinsonisme akibat triheksifenidil. pusing, mual. yang mempunyai
obat Glaukoma sudut efek antikolinergik.
Distonia sempit.
Diazepam Tablet 2 mg; 5 mg 2 – 10 mg 4 – 20 mg/hari Anxietas Penurunan Mengantuk, Potensi terjadinya
[oral] Manajemen gaduh kesadaran kelemahan otot. toleransi dan/atau
gelisah/agitasi Diazepam dapat ketergantungan.
mempengaruhi kinerja
mengemudi pada
38
Nama Obat Sediaan [Cara Dosis Awal Dosis Biasanya Diberikan Kontra Indikasi Efek Samping Perhatian
Pemberian] Terapeutik Untuk
orang sehat.
Diazepam injeksi Injeksi 10 2 – 10 mg Dapat diulang Manajemen gaduh Depresi susunan Depresi napas Potensi terjadinya
mg/ampul [i.v., tiap 1 – 4 jam gelisah/agitasi saraf pusat toleransi dan/atau
i.m.] ketergantungan.
Lorazepam Tablet 0,5 mg; 1 0,5 – 2 mg 1 – 10 mg/hari Anxietas Hipersensitivitas Pusing, mengantuk, Potensi terjadinya
mg; 2 mg [oral] Manajemen gaduh terhadap ataksia, kelemahan, toleransi dan/atau
gelisah/agitasi benzodiazepin. ketergantungan.
Glaukoma sudut
sempit akut.
39
TIM PENYUSUN:
EDITOR:
dr. Eka Viora, SpKJ
Dr. dr. Nurmiati Amir, SpKJ(K) (MP2KP PDSKJI)
drg. Luki Hartanti, MPH
dr. Natalingrum S, SpKJ (K).MKes.
40