Anda di halaman 1dari 43

BUKU SAKU

Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan
Psikiatrik di
Fasilitas
Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP)

DIREKTORAT BINA KESEHATAN JIWA


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2015
BUKU SAKU

PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA (FKTP)

DIREKTORAT BINA KESEHATAN JIWA


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2015
DAFTAR ISI

Hal.

BAB I. Kegawatdaruratan Psikiatrik …………………………………………………………………………………… 1


BAB II. Penatalaksanaan Umum Kegawatdaruratan pada Pasien dengan Gaduh Gelisah……. 5
BAB III. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Pasien dengan Risiko dan Tindakan
Bunuh Diri ……………………………………………………………………………………………………………….. 9
BAB IV. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Pasien dengan Delirium………………………….. 14
BAB V. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Pasien dengan Demensia ………………………. 16
BAB VI. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Pasien Akibat Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, Alkohol dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) …………………………… 20
BAB VII. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Pasien dengan Psikotik ………………………….. 27
BAB VIII. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Pasien dengan Efek Samping yang Berat
Obat Psikotropika ……………………………………………………………………………………………………. 30
BAB IX. Anxietas yang Terkesan sebagai Kegawatdaruratan Psikiatrik…………………………………… 33
Lampiran: Tabel Obat …………………………………………………………………………………………………………….. 37

0
BAB I. KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK

PENGERTIAN:
 Kegawatdaruratan Psikiatrik: kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan pada pikiran,
perasaan, dan perilaku seseorang yang memerlukan perhatian dan intervensi terapeutik
segera. Termasuk di dalamnya kondisi yang berhubungan dengan gaduh gelisah (agitasi,
agresif, perilaku kekerasan) dan percobaan bunuh diri. Kondisi ini dapat terjadi di dalam atau
di luar gedung layanan kesehatan.
 Agitasi: merupakan perilaku patologis yang ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas
verbal atau motorik yang tak bertujuan.
 Agresif: dapat berbentuk agresi verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang.
 Kekerasan (violence): merupakan bentuk agresi fisik oleh seseorang yang bertujuan melukai
orang lain.
 Percobaan Bunuh diri: segala bentuk tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
dengan segera mengakhiri kehidupannya.

ALGORITMA UTAMA Kegawatdaruratan


Psikiatri
Gaduh Gelisah Percobaan Bunuh Diri

Manajemen Umum Gaduh Gelisah Manajemen Umum Risiko Bunuh Diri

Tanda dan gejala Delirium Ya Delirium Ya Tanda dan gejala Delirium

Tidak Tidak

Tanda dan gejala Demensia Ya Demensia Ya Tanda dan gejala Demensia

Tidak Tidak

Tanda dan gejala Penyalahgunaan Tanda dan gejala


Ya Ya
Penyalahgunaan Zat Zat Penyalahgunaan Zat

Tidak Tidak

Tanda dan gejala Psikotik Ya Psikotik Ya Tanda dan gejala Psikotik

Tidak Tidak

Tanda dan gejala Efek Efek Samping Tanda dan gejala Efek
Ya Ya
Samping Obat yang Berat Obat yang Berat Samping Obat yang Berat

Tidak Tidak

Tanda dan gejala Anxietas Tanda dan gejala Anxietas yg


Ya Anxietas Ya
yg terkesan sebagai terkesan sebagai
kegawatdaruratan psikiatrik kegawatdaruratan psikiatrik

Algoritma utama ini merupakan gambaran alur berpikir secara hirarki untuk menyingkirkan diagnosis
banding,
STRATEGI UMUMmulai dari gangguan jiwa akibat penyakit organik/fisik yang mengancam nyawa hingga
ditegakkannya gangguan jiwa lainnya.

1
STRATEGI UMUM
 Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
 Dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung layanan kesehatan.
 Penting untuk memperhatikan keselamatan staf dan anggota tim selain keselamatan pasien
 Jangan menolong sendiri, minimal 4 (empat) orang dalam satu tim
 Cegah perlukaan
 Cek benda-benda berbahaya yang mungkin disembunyikan seperti senjata, gunting, pisau
atau benda berbahaya lainnya.
 Menyadari bahwa semua pasien memiliki potensi untuk melakukan kekerasan.

MODIFIKASI LINGKUNGAN
 Ciptakan lingkungan dengan kebisingan minimal atau rangsangan minimal untuk mengurangi
kecemasan pasien.
 Pencahayaan ruangan cukup untuk mengurangi ilusi dan mispersepsi lingkungan yang dapat
meningkatkan risiko perilaku kekerasan atau agresif.
 Ciptakan lingkungan yang aman dan tidak mengancam.

PRINSIP WAWANCARA
 Lakukan pengkajian pada area yang tertutup (privasi). Privasi merupakan bagian penting
untuk membentuk interaksi yang terapeutik, tetapi harus tetap memperhatikan keamanan
pribadi. Berbicara dengan pasien di daerah terbuka, dilakukan terutama jika pasien berada
di bawah pengaruh obat (mabuk) atau gangguan kognitif; ini dilakukan untuk
mempertahankan keamanan petugas. Tentu saja, ketika pasien secara mental stabil, privasi
sangat penting dalam proses pengumpulan data dan memungkinkan petugas kesehatan
untuk memperoleh informasi.
 Ciptakan hubungan terapeutik, diawali dengan mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri. Yakinkan bahwa pasien berada di tempat yang aman, tenaga kesehatan akan melindungi
pasien dari kemungkinan melukai diri maupun orang lain.
 Lakukan komunikasi terapeutik:
a. Bicara dengan tenang ajak pasien untuk tenang
b. Vokal jelas dan nada suara tegas
c. Intonasi rendah
d. Gerakan tidak tergesa-gesa
e. Pertahankan posisi tubuh
f. Hargai pendapat pasien yang berbeda meskipun hal tersebut adalah waham atau
halusinasinya dan bicaralah dengan sopan.
 Selama melakukan pengkajian awal, kumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang
riwayat pasien (baik saat ini maupun riwayat sebelumnya), yang dapat dilakukan dengan
berdiskusi dengan pihak yang merujuk, anggota keluarga (alo/heteroanamnesis) dan pasien
sendiri (otoanamnesis).
 Pertanyaan difokuskan pada keluhan saat ini menggunakan kalimat pendek dan mudah
dipahami.
 Lakukan wawancara dengan tetap memperhatikan keselamatan petugas dan pasien dengan
jarak yang aman 2-3 langkah dari pasien.
 Gunakan diagram alur berpikir di atas (algoritma utama) untuk menyingkirkan masalah
terkait penyakit fisik dan ketergantungan zat/alkohol yang mungkin mengancam nyawa atau
pertimbangkan gangguan jiwa lainnya baik psikotik maupun non-psikotik (depresi, anxietas,
dll).
 Nilai juga derajat fungsi, berat ringannya gejala psikiatri, adanya penyakit penyerta
(komorbiditas), kualitas dan ketersediaan sistem pendukung serta sumber bantuan lainnya.

2
HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI
 Berpikir dan bersikap kritis, selalu sadar  Mengancam
bahwa kegawatdaruratan bisa muncul  Menertawakan pasien saat melakukan
di mana dan kapan saja. wawancara
 Tetap tenang  Merasa tidak adekuat ataupun sangat
 Perlu kontrol terhadap perasaan tidak pasti
bingung, aneh, atau depresi  Merasa terancam
 Bersikap suportif  Sering menghakimi
 Jaga jarak aman, bila diperlukan  Marah terhadap keluarga yang
lakukan fiksasi membawa
 Tawarkan pilihan, contoh, “Apakah
Anda mau mengontrol diri Anda,
minum obat, atau dibantu dengan
menggunakan fiksasi”
 Tegaskan bahwa perilaku kekerasan
tidak dapat ditolerir dan yakinkan
bahwa pasien akan aman
 Lakukan dokumentasi terhadap hal-hal
yang dilakukan terhadap pasien
maupun keluarga

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik dan neurologik – tanda vital utama
Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan penunjang bila diperlukan dan tersedia, terutama pada pasien yang berusia di atas
40 tahun (skrining toksikologi, EKG, rontgen, laboratorium)

TIM KEGAWATDARURATAN
Tim kegawatdaruratan meliputi:
a. Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll)
b. Tenaga keamanan (satpam, hansip, pamong praja, keamanan desa, dll) yang telah dilatih
untuk melakukan manajemen gaduh gelisah
c. Tokoh masyarakat (Lurah/Kepala Desa, RT, RW, tokoh agama, tokoh wanita) yang telah
dilatih untuk melakukan manajemen gaduh gelisah

ALAT DAN OBAT KEGAWATDARURATAN


Alat dan obat kegawatdaruratan dapat disiapkan dalam kotak untuk kegawatdaruratan psikiatri.
Setiap jenis obat, hendaknya memiliki tempat terpisah dengan keterangan nama obat dan tanggal
kedaluwarsa obat tersebut. Kotak akan berisi alat-alat dan obat-obat sebagai berikut:

Alat-alat:
a. Alat fiksasi fisik untuk tangan dan kaki yang aman
Alat fiksasi fisik dapat dibuat dari bahan atau kain yang kuat tetapi halus seperti kain blacu
dengan ukuran manset panjang 40 cm x lebar 20 cm x tinggi 0.5 cm. Memiliki 2 tali pengikat,
satu tali pengikat digunakan untuk mengikat manset, tali lainnya yang lebih kokoh digunakan
untuk mengikat ke tempat tidur. Alat fiksasi disiapkan empat buah, masing-masing untuk
dua untuk lengan dan dua untuk tungkai.
b. Jaket fiksasi yang digunakan untuk pasien dengan hiperaktivitas motorik pada ekstremitas
atas, namun tidak untuk ekstremitas bawah.
c. Alat injeksi – spuit 3 cc

3
Gambar:
A. Alat fiksasi kaki dan tangan B. Jaket fiksasi

Sediaan obat-obatan:
1. Obat oral
a. Haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, dan 5 mg
b. Klorpromazin tablet 25 mg, 100 mg
c. Risperidon tablet 2 mg
d. Diazepam tablet 5 mg
e. Lorazepam 1 mg, 2 mg
f. Propanolol 10 mg, 40 mg
g. Triheksifenidil 2 mg

2. Obat injeksi
a. Haloperidol injeksi 5 mg/ml (kerja singkat).
Catatan: Bukan haloperidol decanoas 50 mg/ml (depo, kerja panjang), tidak untuk
kegawatdaruratan.
b. Diazepam injeksi 10 mg
c. Klorpromazine injeksi 25 mg
d. Difenhidramin injeksi 25 mg/ml
e. Sulfas atropin injeksi 0,25 mg/ml

Tindak Lanjut dan Rujukan


Lakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan/RS yang memiliki layanan psikiatri atau RS Jiwa,
bagi pasien dengan perilaku kekerasan yang tidak teratasi di Puskesmas. Jika pasien atau keluarga
menolak hospitalisasi maka perlu dilakukan informed consent dengan tanda tangan pasien atau
keluarga, serta diinformasikan tindakan yang dilakukan di rumah. Untuk terapi psikiatri lanjutan
di rumah terdapat pada buku pedoman layanan keswa di puskesmas (tidak di buku ini).
Catatan: Informed consent pada keluarga (suami/istri, orangtua, anak yang cukup umur, atau
saudara sekandung yang cukup umur) dilakukan apabila pasien dianggap tidak kompeten dalam
membuat keputusan persetujuan tindakan medis.

Referensi:
1. Glick, RL., et al. Emergency Psychiatry: Principles and Practice. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008.
2. Otong, Antai D. Psychiatric Emergencies: How to Accurately Assess and Manage the
Patient in Crisis. Wisconsin: PESI Health Care; 2001.
3. Kaplan H.I, Sadock B.J. Emergency Psychiatry. Philadelphia. Lippincot, Williams and
Wilkins. 1994.

4
BAB II. PENATALAKSANAAN UMUM KEGAWATDARURATAN PADA
PASIEN DENGAN GADUH GELISAH

A. Pasien mungkin datang dengan tanda dan gejala:


 Aktivitas motorik yang berlebihan, tidak sesuai dan tidak bertujuan
 Menyerang
 Kontrol impuls yang buruk
 Postur tegang dan condong ke depan
 Merusak lingkungan
 Mata melotot
 Ketakutan dan/atau anxietas yang berat
 Iritabilitas yang dapat meningkat intensitasnya menjadi perilaku yang mengancam
 Ketidakmampuan untuk menilai situasi dengan baik
 Isi pembicaraan berlebihan dan bersifat menghina
 Tekanan suara keras dan menuntut
 Marah-marah
 Dendam
 Merasa tidak aman

B. Penilaian
1. Wawancara
 Lakukan prinsip wawancara saat kegawatdaruratan seperti yang tercantum di Bab I.
 Apabila pasien gaduh gelisah membawa senjata tajam, yakinkan pasien berada dalam
keadaan aman dan secara perlahan diminta untuk meletakkan senjatanya.
 Identifikasi kemungkinan penyebab
a. Kondisi organik (demam, kejang/epilepsi, trauma kepala, keganasan, kesadaran
yang menurun, kepikunan progresif pada orang tua), dan penggunaan zat
psikoaktif dan alkohol.
b. Kondisi mental, ada atau tidaknya gangguan jiwa (gangguan psikotik, gangguan
suasana perasaan (mood), gangguan ansietas, gangguan kepribadian)
 Kaji riwayat penyakit dan riwayat pengobatan medis dan psikiatrik sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik
a. Riwayat penyakit medik: pemeriksaan fisik terutama kesadaran dan tanda vital serta
pemeriksaan neurologis
b. Riwayat penggunaan obat, zat psikoaktif, dan alkohol
c. Riwayat penyakit psikiatrik: pemeriksaan status mental dan riwayat psikososial

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan misalnya: darah perifer lengkap, urinalisa
lengkap, elektrolit, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, radiologi, dan EKG (jika tersedia,
terutama pada pasien berusia di atas 40 tahun).

C. Diagnosis Banding
a. Gangguan mental organik misalnya delirium, demensia, gangguan perilaku organik
b. Gangguan akibat penyalahgunaan zat psikoaktif dan alkohol baik dalam fase intoksikasi
maupun fase putus zat.
c. Gangguan psikotik misalnya psikotik akut dan skizofrenia, termasuk kondisi yang terjadi
akibat efek samping obat misalnya akatisia.
d. Gangguan depresi (tipe agitatif) dan gangguan mania.

5
e. Gangguan anxietas seperti gangguan panik, gangguan kesurupan.
f. Gangguan kepribadian, seperti pada gangguan kepribadian histrionik/histerikal, gangguan
kepribadian ambang.

D. Penatalaksanaan
Pasien Gaduh Gelisah

Persuasi: menenangkan dan menjamin


keamanan

Nilai Kesadaran dan Tanda-tanda Cedera

Tawarkan obat oral

Gagal

Pengikatan fisik Berikan obat Injeksi sesuai dengan


bila perlu kebutuhan

Pasien Tenang

Lakukan penilaian secara lengkap:


wawancara, pemeriksaan fisik, neurologis,
dan status mental

Rujuk atau lanjutkan medikasi dalam


bentuk oral

Manajemen Penatalaksanaan Gaduh Gelisah secara Umum


1. Lakukan prinsip penatalaksanaan seperti Bab I. Kegawatdaruratan Psikiatri (strategi umum,
modifikasi lingkungan)
2. Tawarkan untuk mengontrol kondisi gaduh gelisah dengan pemberian medikasi oral misalnya
haloperidol 2 x 2,5 mg (untuk pasien yang baru pertama kali minum obat antipsikotik) atau 2
x 5 mg atau lebih disesuaikan dosis yang pernah efektif sebelumnya (untuk pasien yang
pernah mendapatkan antipsikotik). Terapi oral dapat diberikan tunggal atau menggunakan
kombinasi. Diazepam tablet 2 - 5 mg atau lorazepam 1 – 2 mg dapat diberikan untuk
membantu pasien merasa tenang, agar evaluasi dapat dilakukan. Untuk pasien usia 12-18
tahun haloperidol dapat diberikan dengan dosis 2 x 0,5-2,5 mg. Catatan: untuk
penatalaksanaan bagi pasien dengan gangguan mental organik perhatikan Bab berikutnya
yang terkait.
3. Bila terapi oral ditolak atau gagal, dapat diberikan injeksi tunggal Haloperidol 2,5 - 10 mg
(I.M.) yang dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai dosis maksimal 30 mg ATAU
Diazepam injeksi 10 mg (I.V. lebih baik, dapat diberikan I.M. bila I.V sulit dilakukan,
kontraindikasi pada penurunan kesadaran) yang dapat diulang setiap 30 menit hingga
mencapai dosis maksimal 20 mg. Kombinasi keduanya dapat diberikan bila kondisi gaduh
gelisah pasien sangat berat. Perhatikan tanda-tanda efek samping pemberian haloperidol
(Baca Bab VIII. Efek Samping Obat yang Berat). Untuk pasien usia 12- 18 tahun dapat

6
menggunakan Haloperidol injeksi dengan dosis 2,5 - 5 mg. Dosis ini dapat diulang setiap 30
menit sampai dengan dosis maksimal 10 mg per hari. Catatan: untuk penatalaksanaan bagi
pasien dengan gangguan mental organik perhatikan Bab berikutnya yang terkait.
4. Bila pasien sulit untuk ditenangkan untuk pemberian injeksi, dapat dilakukan tindakan
pengikatan fisik (restraint) dengan tujuan untuk membantu pasien mengendalikan diri,
menjaga keselamatan pasien, dan memudahkan pemberian obat.
5. Setelah kondisi pasien tenang, lakukan pemeriksaan yang diperlukan. Observasi pasien setiap
15-30 menit sekali, catat adanya peningkatan atau penurunan perilaku (terkait dengan
perilaku, verbal, emosi, dan fisik)

Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint):


 Lakukan informed consent secara lisan dan tuliskan di dalam status pasien. Jelaskan
tindakan yang akan dilakukan, bukan sebagai hukuman tapi untuk mengamankan pasien,
orang lain dan lingkungan dari perilaku pasien yang tidak terkontrol.
 Siapkan ruang isolasi/alat pengikat (restraint) yang aman – Lihat gambar di Bab I.
 Lakukan kontrak/kesepakatan untuk mengontrol perilakunya.
 Pilih alat pengikat yang aman dan nyaman, terbuat dari bahan blacu.
 Pengikatan dilakukan oleh minimum empat orang; satu orang memegang kepala pasien,
dua orang memegang ekstremitas atas dan satu orang memegang ekstremitas bawah.
 Pengikatan dilakukan di tempat tidur bukan di sisi tempat tidur dengan posisi terlentang,
kedua kaki lurus, satu lengan di samping badan, satu lengan ke arah kepala.
 Ikatan sebaiknya tidak terlalu kencang, juga tidak longgar untuk mencegah cedera.
 Beri bantal di daerah kepala.
 Lakukan observasi pengekangan setiap 30 menit. Hal-hal yang perlu diobservasi:
o tanda-tanda vital
o tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan proses pengikatan
o nutrisi dan hidrasi
o sirkulasi dan rentang gerak ekstremitas (kuat lemahnya ikatan)
o higiene dan eliminasi
o status fisik dan psikologis
o kesiapan klien untuk dilepaskan dari pengikatan, termasuk tanda vital
 Lakukan perawatan pada daerah pengikatan, pantau kondisi kulit yang diikat (warna,
temperatur, sensasi), lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian
setiap dua jam, lakukan perubahan posisi pengikatan.
 Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara
bertahap.
 Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya: ikatan dibuka satu persatu secara
bertahap dimulai dari pergelangan kaki kiri, dilanjutkan pergelangan kaki lainnya,
selanjutnya jika pasien tidak menunjukkan perilaku agresif lepaskan pengekangan pada
pergelangan tangan yang tidak dominan dan terakhir tangan yang dominan (biasanya
tangan kanan).
 Jika pasien sudah mulai dapat mengontrol perilakunya, maka pasien dapat dicoba untuk
berinteraksi tanpa pengikatan dengan terlebih dahulu membuat kesepakatan yaitu jika
kembali perilakunya tidak terkontrol maka pasien akan diisolasi/dilakukan pengikatan
kembali.

7
• Rujuk dan Tindak Lanjut
Observasi setiap perubahan perilaku yang dialami pasien, jika perilaku terkontrol, latih pasien
menurunkan kemarahan dengan teknik napas dalam. Jika perilaku tetap tidak terkontrol
pertimbangkan untuk rujuk ke rumah sakit.

Referensi:
1. Stuart, G.WT. Principles and practice of psychiatric nursing, 9th ed. Louis, Missouri: Mosby,
Inc.; 2009.
2. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.
3. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing. 3rd ed. Philadhelpia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2006.
4. Dulcan MK. Lake M. Concise guide to child and adolescent psychiatry. Edisi ke-4. Washington
DC: American Psychiatric Association; 2012
5. Heyneman EK. Emergency child psychiatry. Child Adolesc Psychiatric N Am; 2003; 12: 667-
677.

8
BAB III. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN
DENGAN RISIKO DAN TINDAKAN BUNUH DIRI

A. Tanda dan Gejala


Pasien mungkin datang dengan:
• Ancaman untuk melukai atau bunuh diri
• Mencari jalan untuk bunuh diri misalnya mencari akses ke obat-obatan, senjata, atau cara
lainnya
• Bicara atau menulis sesuatu tentang kematian, sekarat, atau bunuh diri

Jenis Perilaku Bunuh Diri:


1. Ancaman Bunuh Diri yaitu perilaku seseorang untuk melakukan bunuh diri apabila keinginan
atau harapannya tidak terpenuhi.
2. Isyarat atau gelagat yaitu bentuk perilaku bunuh diri yang diwujudkan dalam bentuk
perubahan tingkah laku atau kebiasaan yang tidak biasa kemudian dilanjutkan dengan
percobaan bunuh diri.
3. Percobaan bunuh diri yaitu perilaku bunuh diri dalam bentuk percobaan mencederai diri
sendiri dengan berbagai cara. Cara yang digunakan bermacam-macam, meminum racun
serangga, menembak diri, gantung diri, terjun dari ketinggian dan sebagainya.

Pasien mungkin datang dengan tanda-tanda fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku

Tanda Fisik Tanda Pikiran


• Tidak memedulikan penampilan • “Saya tidak membutuhkan apa-apa lagi”
diri • “Saya tidak bisa berbuat apa pun yang baik”
• Kehilangan hasrat seksual • “Saya tidak bisa berpikir benar”
• Gangguan tidur • “Saya berharap saya mati”
• Kehilangan nafsu makan, berat • “Segalanya akan lebih baik tanpa saya”
badan menurun • “Semua masalah saya akan berakhir
• Keluhan kesehatan fisik secepatnya”
• “Tidak ada yang dapat menolong saya”

Tanda Perasaan Tanda Perilaku


• Putus asa • Menarik diri
• Marah • Tidak tertarik dengan hal-hal yang dulu
• Rasa bersalah disukai
• Tidak berarti • Penyalahgunaan alkohol atau zat
• Kesepian • Perilaku yang tidak menentu
• Sedih • Perubahan perilaku drastis
• Tidak ada harapan • Impulsif
• Tidak tertolong • Melukai diri
• Mengembalikan semua barang-barang,
mengubah surat wasiat, menitipkan hal-hal
yang dicintai

9
B. Penilaian Gawat Darurat Risiko Bunuh Diri
Pada saat awal menghadapi gawat darurat bunuh diri maka lakukan penilaian kondisi pasien
dengan:
1. Lakukan wawancara untuk mengkaji kemungkinan penyebab
a. Penyakit fisik misalnya epilepsi, tumor, penyakit Alzheimer, multiple sklerosis,
trauma, keganasan terutama di kepala dan leher, penyakit autoimun, penyakit ginjal,
sindroma nyeri kronik dan HIV/AIDS
b. Riwayat Gangguan Jiwa dan Komorbiditas Gangguan Jiwa
Pikiran dan perilaku bunuh diri seringkali ditemukan pada seseorang dengan
gangguan jiwa, terutama gangguan depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, gangguan
stres pasca trauma, ansietas, gangguan penyalahgunaan zat, dan gangguan
kepribadian seperti gangguan kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian
ambang

2. Lakukan wawancara untuk mengkaji faktor risiko dan faktor protektif

Faktor Risiko Faktor Protektif


• Adanya ide, rencana, dan akses ke alat-alat • Dukungan sosial yang positif
saat ini • Spiritualitas
• Riwayat percobaan bunuh diri atau melukai • Tanggung jawab pada keluarga, aset ekonomi
diri sendiri • Memiliki anak atau hamil
• Riwayat keluarga dengan bunuh diri • Kepuasan hidup
• Penyalahgunaan alkohol/zat psikoaktif • Memiliki kemampuan membedakan mana
• Riwayat gangguan jiwa saat ini atau yang nyata dan mana yang tidak
sebelumnya • Memiliki keterampilan menyelesaikan
• Baru pulang dari perawatan di rawatan masalah
psikiatri • Hubungan terapeutik yang positif
• Impulsivitas dan kontrol diri yang rendah • Memiliki hobi, aktivitas rekreasional
• Keputusasaan
• Kehilangan – fisik, keuangan, personal
• Masalah yang berkepanjangan
• Riwayat perlakuan salah dan kekerasan (fisik,
seksual, emosional)
• Kondisi akut seperti dipermalukan, rasa putus
asa, rasa bersalah, dan malu
• Masalah komorbiditas kesehatan, terutama
yang saling memperberat atau diagnosis baru
• Umur (usia lanjut dan dewasa muda), jenis
kelamin (laki-laki), tidak menikah, hidup
sendiri
• Homo seksual

10
Cara Bertanya
• Saya menghargai betapa tidak mudahnya problem itu bagi Anda saat ini. Beberapa
pasien saya dengan problem serupa mengatakan kepada saya bahwa mereka terpikir
untuk mengakhiri hidup. Apakah Anda juga pernah memikirkan hal serupa?
Atau
• Apakah Anda merasa putus asa dengan kondisi saat ini atau masa depan?
• Jika ya,
• Pernahkah Anda berpikir untuk mengakhiri hidup?
• Jika ya,
• Kapan Anda memiliki pikiran tersebut? Dan apakah Anda memiliki rencana untuk
melakukannya?
• Apakah Anda pernah mencoba melakukannya?

3. Lakukan pemeriksaan fisik untuk mencari kemungkinan tanda-tanda:


a. sayatan pada pergelangan tangan.
b. luka tusuk di dada atau abdomen
c. luka tembak
d. jejas bekas gantung diri
e. luka memar akibat jatuh atau membentur benda keras
f. bau muntah racun serangga
g. tanda-tanda Intoksikasi obat-obatan tertentu

C. Kemungkinan Diagnosis Utama


a. Gangguan mental organik akibat penyakit infeksi, trauma, keganasan, vaskular, metabolik
endokrin, kongenital herediter, degeneratif autoimun
b. Gangguan akibat penyalahgunaan zat dan alkohol
c. Gangguan psikotik
d. Gangguan mood baik gangguan depresi maupun gangguan afektif bipolar
e. Gangguan neurotik seperti gangguan stres pasca trauma, gangguan panik
f. Gangguan kepribadian seperti gangguan kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian
ambang

D. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Bunuh Diri


Penatalaksana gawat darurat bunuh diri dimulai dari penilaian bentuk perilaku bunuh diri, apakah
berupa ancaman/isyarat saja atau ancaman/isyarat disertai dengan percobaan bunuh diri. Bila
yang ditemukan dalam bentuk ancaman/isyarat saja maka penatalaksanaannya adalah
Manajemen Risiko Bunuh Diri. Apabila yang ditemukan adalah percobaan bunuh diri maka
penatalaksanaannya adalah penatalaksanaan manajemen kondisi fisik (penanganan cedera atau
keracunannya), baru setelah kondisinya fisiknya aman dilanjutkan dengan manajemen risiko
bunuh diri (Lihat algoritma berikut):

Pasien Ancaman/Isyarat Pasien Percobaan Bunuh Diri


Bunuh Diri

Tanda-tanda Tanda-tanda
Pencederaan Fisik Intoksikasi

Manajemen Risiko Bunuh Diri Manajemen Kondisi Fisik

11
1. Tindakan yang Harus Dilakukan dan yang Harus Dihindari
Tindakan yang Harus Dilakukan Tindakan yang Harus Dihindari
a. Waspada – kenali faktor risiko dan tanda a. Menantang untuk melakukan tindakan
penting bunuh diri
b. Bertindak – singkirkan alat-alat yang dapat b. Terlihat terpukul atau terkejut
dipergunakan untuk melukai diri seperti c. Bertanya “Mengapa” karena hal ini akan
obat-obatan, pembasmi serangga, tali, memicu terpikirnya alasan untuk mati
senjata api, alkohol, dan zat psikoaktif lain dan seakan membenarkan pilihan
c. Terbuka – bicarakan secara terbuka tersebut
tentang hal-hal yang dikuatirkan dan d. Menghakimi – mendebat tentang bunuh
pikiran bunuh diri diri itu salah atau benar, perasaan itu baik
d. Menyediakan diri – tunjukan minat, atau buruk, memberi kuliah tentang nilai-
pengertian, dan dukungan nilai kehidupan
e. Mau mendengarkan – ijinkan untuk e. Menjanjikan untuk menjadikan hal ini
mengekpresikan perasaannya, terima, dan rahasia, karena bila situasi darurat terjadi,
sabar kita wajib mengontak keluarga atau orang
f. Harapan – tawarkan harapan berupa terdekat pasien untuk melakukan upaya
alternatif yang tersedia namun jangan pengamanan pertama
pastikan bahwa alternatif itu akan f. Pemberian antidepresan terutama
mengubah segalanya. golongan tipikal seperti amitriptilin
g. Jejaring bantuan – dapatkan kerjasama dan sebaiknya dihindari pada fase-fase awal
bantuan profesional kesehatan jiwa risiko bunuh diri karena dapat
secepat mungkin memperbesar risiko percobaan bunuh diri

2. Meningkatkan durasi kontak untuk mencegah aksi percobaan bunuh diri

Manajemen Risiko Bunuh Diri


Prioritas pertama dalam penanganan kasus kedaruratan akibat bunuh diri adalah menyelamatkan
nyawa pasien. Manajemen kondisi bunuh diri bisa terjadi di puskesmas atau saat keluarga/pasien
menghubungi petugas Puskesmas di tempat kejadian. Dalam keadaan seperti itu satu petugas
Puskesmas tetap berkomunikasi dengan pasien/keluarga, sementara ada tim darurat yang datang
ke tempat kejadian.

3. Tindakan-tindakan Khusus
Mereka yang telah merencanakan bunuh diri• Perlu untuk dirawat
saat ini • Menyingkirkan alat-alat
• Membina hubungan terus dengan pasien
dan kontak sumber dukungan terdekat
Mereka yang tampak gelisah dan sulit Lakukan manajemen gaduh gelisah seperti yang
mengendalikan diri tercantum pada Bab 2.
Mereka yang memiliki rasa nyeri dan sesak Bantu untuk mengurangi rasa nyeri dan sesak
Mereka yang dengan perilaku bunuh diri Lindungi dari bahaya seperti yang dulu pernah
sebelumnya dilakukan
Mereka yang memiliki gangguan jiwa Hubungkan ke layanan kesehatan jiwa

12
4. Manajemen untuk mencegah percobaan bunuh diri berikutnya
Apabila pasien dengan percobaan bunuh diri sudah stabil kondisi baik fisik maupun mentalnya,
tindakan berikutnya adalah untuk memastikan keadaan pasien aman. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan:
1) Awasi, jangan biarkan pasien sendirian. Selama 24 jam sebaiknya pasien terpantau oleh
keluarga/tenaga kesehatan
2) Simpan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri misalnya benda tajam, tali, ikat
pinggang, dan racun serangga.
3) Apabila pasien minum obat-obatan psikiatri, pastikan obat benar-benar diminum dan dalam
jumlah yang sesuai.
4) Buat kontrak dengan pasien bahwa ia tidak akan melakukan tindakan bunuh diri dalam
jangka waktu tertentu, misalnya sampai dengan pertemuan berikutnya, atau akan
menghubungi tenaga kesehatan apabila muncul keinginan untuk bunuh diri. Pada saat
pasien berobat lagi, buat kontrak lagi, demikian seterusnya.
5) Tegakkan hubungan saling percaya dengan pasien
6) Jangan menghakimi perilaku pasien.
7) Tingkatkan harga diri pasien dengan memberikan kesempatan pasien menceritakan aspek
positif dirinya, menyusun rencana jangka pendek dan memberikan kesempatan pasien untuk
melaksanakan rencananya dengan sukses.
8) Kerahkan dukungan keluarga/orang terdekat. Edukasi keluarga atau orang terdekat agar
memberikan dukungan kepada pasien.
9) Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini efektif dan
memperkenalkan cara-cara penyelesaian masalah lain yang mungkin lebih baik.

E. Tindak Lanjut/Rujukan
Apabila pasien tidak memiliki keluarga atau keluarga tidak mampu merawat pasien di rumah
maka pasien perlu dilakukan hospitalisasi. Perlu diinformasikan apa yang akan dilakukan di
tempat rujukan, misalnya kemungkinan pemberian obat, psikoterapi, termasuk perawatan
lanjutan dari risiko akibat tindakan percobaan bunuh diri. Jika pasien/keluarga menolak
hospitalisasi maka perlu dilakukan informed consent serta diinformasikan tindakan yang
dilakukan di rumah.

Referensi
1. Stuart G.W. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 9th Ed. Louis, Missouri. 2009
2. Kaplan H.I, Sadock B.J. Emergency Psychiatry. Philadelphia. Lippincot, Williams and Wilkins.
1994.

13
BAB IV. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PADA
PASIEN DENGAN DELIRIUM

A. Tanda dan gejala delirium


Pasien mungkin datang dengan:
 Perubahan kesadaran yang bersifat fluktuatif dalam satu hari (biasanya memberat pada
malam hari)
 Gangguan pemusatan, pertahanan dan pengalihan perhatian
 Gangguan orientasi waktu, ruang dan bila berat disertai gangguan orientasi orang
 Halusinasi, biasanya visual (lihat) atau olfaktorik (penciuman)
 Hiperaktivitas atau hipoaktivitas motorik
 Gangguan siklus tidur
 Inkoherensi
 Onset akut
 Adanya penyakit fisik

Delirium:
 Sinonim: acute confusional state (ACS)
 Sindrom, bukan penyakit
 Merupakan kegawat daruratan medis, didasari oleh penyakit fisik akut
 Multifaktorial, ada faktor predisposisi dan presipitasi

Faktor Risiko/Predisposisi Faktor Pencetus/Presipitasi


• Usia lanjut • Efek samping obat (antikolinergik)
• Demensia • Intoksikasi atau gejala putus
• Polifarmasi penggunaan Napza
• Gangguan • Infeksi
penglihatan/pendengaran • Trauma kepala
• Dehidrasi • Gangguan metabolik: dehidrasi,
• Gangguan ginjal kronik gangguan elektrolit, malnutrisi,
• Gangguan neurologis ensefalopati hepatikum/uremikum
• Gangguan • Gangguan vaskular: stroke, gagal
fungsional/disabilitas fisik jantung, hipovolemia, aritmia
• Gangguan endokrin

B. Penilaian
1. Pada pasien yang mengalami perubahan mendadak dalam fungsi fisik (penurunan
mobilitas, perubahan nafsu makan, sulit tidur, gelisah), kognitif (bingung, sulit konsentrasi,
respons lambat), persepsi (halusinasi visual atau auditorik), dan perilaku sosial (tidak
kooperatif), cek apakah ada faktor risiko predisposisi delirium.
2. Lakukan pemeriksaan fisik (status generalis, status neurologis) yang cermat serta lakukan
pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit, kimia darah (glukosa sewaktu,
tes fungsi hati, fungsi ginjal), urinalisis, EKG, dan foto toraks untuk menyingkirkan faktor
presipitasi delirium.
3. Untuk membantu menegakkan diagnosis delirium dapat digunakan instrumen CAM
(Confusion Assessment Method), yaitu:
1) Adanya awitan akut dan perjalanan penyakit yang berfluktuasi
DAN
2) Inatensi
DISERTAI

14
3) Disorganisasi proses pikir ATAU
4) Perubahan tingkat kesadaran
4. Mengingat sifat delirium yang fluktuatif, sebaiknya pemeriksaan dilakukan serial/beberapa
kali dengan memperhitungkan variasi diurnal dan info dari berbagai sumber (keluarga,
perawat, dll).

C. Penatalaksanaan

1. Atasi kondisi medis yang diduga mencetuskan delirium.


2. Bila pasien gelisah hingga membahayakan diri/orang lain atau mengganggu jalannya
pengobatan, berikan obat antipsikotik dosis rendah per oral, yaitu Haloperidol 0,5 mg tiap
4 – 6 jam, dapat ditingkatkan sampai maksimal 10 mg per hari. Untuk lansia dosis
maksimal 3 mg per hari.
3. Pada agitasi berat atau kondisi yang tidak memungkinkan pemberian per oral dapat
diberikan injeksi Haloperidol 2,5 mg IM, dapat diulang setelah 30 menit. Dosis maksimal
dewasa 10 mg per hari. Dosis maksimal lansia 5 mg per hari. Hindari pemberian
benzodiazepin (kecuali pada delirium yang disebabkan oleh penggunaan alkohol).
4. Setelah gaduh gelisah teratasi dan pasien stabil, segera rujuk ke RS Umum dengan ICU
(jika diperlukan) untuk penanganan lebih lanjut.

Referensi
1. Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore, 1998.
2. American Psychiatry Assocociation. Diagnostic and Stastical Manual of mental Disorders.
Fourth Edition. Washington, DC. American Psychiatry Asscociation, 1994.
3. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

15
BAB V. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN DENGAN DEMENSIA

A. Pasien datang dengan:


• Agitasi fisik non agresif – peningkatan aktivitas motorik yang tidak bertujuan,
cemas/khawatir ditinggal, mondar mandir, wandering, disinhibisi seksual.
• Agresivitas verbal – marah-marah tanpa sebab yang jelas, berteriak, mengancam.
• Agresivitas fisik, perilaku kekerasan (violence) – memukul/menyerang orang lain,
merusak/melempar barang.
• Halusinasi atau ilusi—terutama visual.
• Waham – paranoid (curiga, cemburu), misidentifikasi, diabaikan.

B. Penilaian
 Tanyakan pada keluarga/pelaku rawat apakah pernah berobat untuk demensia
(kepikunan) atau adakah tanda dan gejala demensia yang menyebabkan pasien
mengalami kesulitan menjalankan fungsinya sehari-hari.
 Perhatikan perilaku pasien selama pemeriksaan, adakah tanda-tanda berikut:
o Tampak bingung/disorientasi
o Banyak menjawab “tidak ingat/tidak tahu”
o Meminta keluarga untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya
o Kesulitan menemukan kata, menggunakan kata yang tidak tepat atau tidak dapat
dipahami
o Kesulitan mengikuti pembicaraan
 Lakukan pemeriksaan status mental & kognitif serta status fungsional (ADL)
 Lakukan anamnesis singkat pada pasien dan/atau keluarga dengan fokus pada
kemungkinan penyebab agitasi pada demensia (delirium, nyeri, penggunaan zat/obat,
masalah psikososial, sindrom neuropsikiatrik, atau akibat langsung demensia).
 Lakukan pemeriksaan fisik, status mental yang cermat dan lengkap serta pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi untuk memastikan penyebab agitasi.

C. Penatalaksanaan
• Pada agitasi ringan dapat dilakukan intervensi lingkungan/non-farmakologis saja
berupa pemberian rutinitas terstruktur, penenteraman, sosialisasi, edukasi dan
dukungan keluarga/pelaku rawat atau dikombinasikan dengan penggunaan obat.
• Pada agitasi berat utamakan pemberian obat yang dapat ditambah dengan
intervensi lingkungan berupa supervisi dan penjagaan keamanan lingkungan
ditambah edukasi dan dukungan keluarga/ pelaku rawat.
• Rujuk ke psikiater geriatri atau rawat inap bila:
• Gangguan perilaku berat sehingga membahayakan pasien dan pelaku rawat
• Tidak ada pelaku rawat yang bisa mengawasi dan melaporkan kemajuan pasien
• Ada efek samping obat
• Respons tidak adekuat dengan dua atau lebih obat

16
ALGORITMA ASESMEN AGITASI PADA DEMENSIA

Lansia, mudah lupa, gangguan fungsi

Demensia

Agitasi, agresi, halusinasi, waham

Agitasi pada demensia

Ya Kausa Agitasi
Delirium
Perubahan akut dari status mental basal; lihat
Awitan atau eksaserbasi hendaya kesadaran & kognisi; fluktuatif? Bab
kondisi medis yang tumpang
ya Delirium
tindih dengan demensia?

Pertimbangkan juga Pertimbangkan juga

Adakah nyeri? ya
Nyeri

Penderitaan atau
rasa tidak nyaman
akibat kondisi medis
Ya
Agitasi terinduksi-obat
Apakah pasien mengonsumsi
atau zat  lihat Bab
obat atau menggunakan zat?
Penyalahgunaan zat

Interaksi obat

Putus zat atau


Pertimbangkan juga
obat

Stresor lingkungan:
Ya  Bising, stimulasi >>
Masalah lingkungan atau  Terlalu padat
psikososial?  Lingkungan baru

Stressor psikososial:
 Perubahan rutinitas
Pertimbangkan juga  Kurang aktivitas terstruktur
 Isolasi sosial
Sindrom neuropsikiatrik menonjol? Ya
 Psikosis
 Depresi
 Ansietas
Tidak  Insomnia

Agitasi sebagai akibat


langsung demensia
17
ALGORITMA PEMILIHAN TERAPI AGITASI PADA DEMENSIA

Agitasi Berat Agitasi Ringan

Obat+ intervensi lingkungan


(supervisi + keamanan lingkungan
Intervensi lingkungan + Obat
(rutinitas terstruktur, penenteraman,
+ edukasi &dukungan keluarga/
sosialisasi + edukasi & dukungan
pelaku rawat
keluarga/ pelaku rawat
Atau Obat saja
Atau intervensi lingkungan saja

PILIHAN OBAT UNTUK SUBTIPE AGITASI

Bila perlu obat


Delirium Atasi kondisi medis Haloperidol
yang mendasari

Psikosis,
Haloperidol
agresi

Ansietas, Diazepam
insomnia

Dosis obat

Nama Obat Dosis awal Dosis total


Haloperidol 0,5 mg 1 – 3 mg
Diazepam 1 –2 mg 2 – 5 mg
Catatan: pada dementia tidak boleh diberikan obat mengandung antikolinergik, misalnya triheksifenidil

Penyebab medis agitasi:


 Terkait obat (ESO, withdrawal, interaksi obat)
 Gangguan elektrolit
 Infeksi saluran kemih (ISK)
 Malnutrisi/intake sulit
 Pneumonia
 Trauma kepala
 Nyeri
 Konstipasi
 Gagal jantung kronik
 Hipotensi ortostatik
 Hipotiroid
 Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

18
Pemeriksaan Penunjang:

Rutin Sesuai indikasi


DPL EKG
Urinalisis Foto toraks

Intervensi Non-farmakologis:

Untuk semua agitasi  Edukasi keluarga tentang demensia dan


agitasi
 Berikan aktivitas terstruktur & rutin
 Hindari stimulasi kurang/berlebihan
 Gunakan pengaman, batasi akses ke
pintu
 Kurangi isolasi; sering ajak bicara
Terutama pada agitasi ringan  Gunakan cahaya terang di siang hari
dan lampu malam untuk tidur
 Berikan stimulus orientasi (jam,
kalender)
 Biarkan pasien mondar mandir selama
tidak mengganggu; ciptakan ruang
aman
 Beri penenangan
Terutama pada agitasi berat  Supervisi kontinu oleh pelaku rawat
 Bila perlu, lakukan fiksasi termonitor

Referensi

1. Expert Consensus Guideline: Treatment of Agitation in Dementia. McGraw-Hill 1998


2. Neugroschl J. Agitation: How to manage behavior disturbances in the older patient with
dementia. Geriatrics 2002; 57 (April):33-37

19
BAB VI. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN AKIBAT PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, ALKOHOL DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA

Kegawatdarutan penggunaan Napza adalah gangguan fisik, psikologik dan perilaku


yang disebabkan oleh kondisi intoksikasi dan putus penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza). Intoksikasi adalah kumpulan gejala yang
disebabkan oleh penggunaan Napza dalam dosis cukup tinggi; Gejala Putus Zat
(Withdrawal) adalah kumpulan gejala yang terjadi setelah menghentikan atau
mengurangi penggunaan Napza, sesudah penggunaan berulang kali, biasanya
berlangsung lama dan atau dalam jumlah yang banyak.

A. Klasifikasi Napza berdasarkan efek yang ditimbulkan

Depresan Stimulan Halusinogen


Alkohol Amfetamin LSD
Benzodiazepin Metamfetamin PCP
Opioid Kokain Kanabis (dosis tinggi)
Solven Magic mushrooms
Kanabis (dosis rendah)

B. Tanda dan Gejala

Kegawatdaruratan penyalahgunaan zat terdiri dari kondisi intoksikasi (dalam pengaruh zat) atau
dalam keadaan mengalami gejala putus zat. Pasien mungkin datang dengan: keluhan perilaku
yang gaduh gelisah, tanda dan gejala gangguan fisik, percobaan bunuh diri, hingga penurunan
kesadaran. Tanda dan gejala mungkin teridentifikasi saat pasien datang ada dalam Box berikut ini:

20
Tanda dan Gejala Kegawatdaruratan pada Penyalahgunaan Napza

DEPRESAN STIMULAN HALUSINOGEN


Alkohol Benzodiazepin Opioid Amfetamin Kokain Kanabis Inhalansia
Intoksikasi
 Kesadaran  Kesadaran  Kesadaran  Waspada  Penurunan kesadaran  Gangguan  Letargi, dizziness
menurun menurun hingga menurun hingga berlebih hingga koma perhatian  Inkoordinasi, jalan
 Gangguan stupor/koma koma  Ilusi, halusinasi  Bingung, agitasi, atau  Halusinasi sempoyongan
perhatian  Apatis dan  Gangguan daya  Ide kebesaran retardasi psikomotor  Gangguan daya  Refleks menurun
 Gangguan daya sedasi nilai  Ide paranoid  Depresi pernafasan nilai  Retardasi
nilai  Gangguan  Gangguan  Perasaan labil,  Nyeri dada atau kejang  Ide paranoid psikomotor
 Emosi labil & perhatian atau perhatian dan daya eforia  Diskinesia, dystonia  Sensasi waktu  Tremor
disinhibisi daya ingat ingat  Marah/agresif  Berkeringat atau rasa berjalan lambat  Kelemahan otot
 Agresi  Amnesia  Depresi pernafasan  Denyut jantung dingin  Depersonalisasi & menyeluruh
 Jalan retrograd  Konstriksi pupil cepat  Mual atau muntah derealisasi  Nistagmus,
sempoyongan  Gangguan emosi  Bicara kacau  Dilatasi pupil  Eforia atau pandangan mata
 Nistagmus  Agresi  Takikardi atau disinhibisi kabur, diplopia
 Bicara cadel/pelo  Jalan bradikardi  Agitasi/ansietas  Bicara cadel
 Nafas berbau sempoyongan  Peningkatan atau  Sulit berdiri
alkohol  Nistagmus penurunan tekanan  Mulut kering
  Bicara cadel darah  Nafsu makan
 Aritmia jantung meningkat
 Berat badan turun
Withdrawal (Putus Zat)
 Ilusi, halusinasi  Ilusi, halusinasi  Disforia  Disforia  Disforia
 Tremor  Ansietas  Mual dan muntah  Mimpi bizarre  Mimpi buruk yang
 Agitasi  Hiperaktivitas  Nyeri otot  Keinginan jelas
psikomotor otonom  Lakrimasi/rinorrhea mengkonsumsi  Agitasi atau retardasi
 Berkeringat  Tremor  Dilatasi pupil stimulansia psikomotor
 Mual muntah  Agitasi  Piloereksi atau yang kuat  Insomnia atau
 Takikardi psikomotor berkeringat  Hambatan hipersomnia
 Tekanan darah  Iritabel  Diare, kram perut psikomotor  Rasa lelah
meningkat  Insomnia  Menguap  Insomnia atau  Nafsu makan
 Hipertermi  Mual muntah  Demam hipersomnia meningkat
 Hiperventilasi  Kejang jenis  Insomnia  Letih lesu

21
 Nyeri kepala grandmal  Agitasi  Nafsu makan
 Insomnia  Iritabel >>
 Lemah lesu  Ide bunuh diri
 Kejang
 Disorientasi,
bingung
 Paranoia
 Penurunan
kesadaran

22
C. Penilaian
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pasien dan orang yang mengantarnya. Anamnesis meliputi
tanda dan gejala yang ada, waktu timbul gejala, perilaku yang menyertai, intensitas dan
frekuensi gejala, gejala yang mengarah pada gangguan organik, misalnya demam, kejang
dan trauma. Pada anamnesis juga ditanyakan penggunaan Napza: jenis, lama
penggunaan, toleransi dosis, gejala putus zat, pengobatan untuk penggunaan Napza
sebelumnya

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik secara menyeluruh

3. Pemeriksaan status mental


Perasaan, pikiran dan perilaku

4. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap
- Tes urin untuk Napza
- SGOT/SGPT
- Ureum/Creatinin

D. Diagnosis Banding
- Diagnosis banding dengan penggunaan Napza lainnya
- Delirium yang disebabkan kondisi organik
- Gangguan Psikotik

E. Penatalaksanaan

PSIKOFARMAKA

I. Tatalaksana Intoksikasi

Tatalaksana Umum
Penanganan kondisi medik umum
Pemantauan tanda-tanda vital
Evaluasi tingkat kesadaran, serta jalan nafas pasien
 Observasi tanda vital setiap 15 menit selama 4 jam
 Evaluasi perlunya pemberian oksigen
 Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi

Tatalaksana Khusus
Terapi Intoksikasi Opioid:
 Nalokson 0,2-0,4 mg (1 cc) atau 0,01 mg /kg berat badan IV, IM, atau subkutan,
bila belum berhasil dapat diulang sesudah 3-10 menit sampai 2-3 kali dan pasien
dipantau selama 24 jam
 Apabila tidak ada nalokson maka diberikan terapi simptomatik, apabila pasien
gelisah maka dapat diberikan antipsikotik secara oral atau suntikan (lihat bab
gaduh gelisah)
 Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
 Bila kondisi fisik membutuhkan perawatan intensif maka dirujuk ke rumah sakit

23
Terapi Intoksikasi Kokain dan Amfetamin:
 Bila suhu naik kompres dengan air hangat
 Untuk mencegah kejang berikan diazepam 10-30 mg per oral/parenteral diulang 15-20
menit
 Bila ada gejala psikotik berikan haloperidol 3 x 2.5-5 mg
 Bila terjadi takikardi berikan propanolol 10-20 mg

Terapi Intoksikasi Kanabis:


 Ciptakan suasana yang tenang
 Ajak bicara tentang apa yang dialami
 Jelaskan kondisi ini bersifat sementara dan dalam waktu 4-8 jam akan menghilang
 Diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral, diulang setiap jam bila diperlukan (hati-hati
depresi pernafasan, dosis maksimal pemberian diazepam parenteral adalah 20 mg/hari)
 Apabila gejala psikotik menonjol maka dapat diberikan haloperidol 1-2 mg peroral

Terapi Intoksikasi Alkohol:


 Kondisi hipoglikemi maka berikan 50 ml Dextrose 40%
 Injeksi thiamine 100 mg IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopathy
 Apabila pasien gelisah maka dapat diberikan antipsikotik, haloperidol 5 mg IM, yang dapat
diulang per 30 menit, sampai dosis maksimal 30 mg/hari
 Apabila kesadaran menurun maka rujuk pasien ke rumah sakit

Terapi Intoksikasi Sedatif-Hipnotik:


Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :
 Mengurangi efek obat dalam tubuh
 Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
 Mencegah komplikasi jangka panjang

1.Langkah I : Mengurangi efek Sedatif-Hipnotik:


 Pemberian Flumazenil (Antagonis Benzodiazepin, apabila ada): 1 mg IV selama 1-3
menit
 Tindakan suportif termasuk :
-Pertahankan jalan nafas, berikan pernafasan buatan bila diperlukan
-Perbaiki gangguan elektrolit bila ada
 Diuresis dapat berikan furosemid atau manitol untuk mengeluarkan obat

2. Langkah II : Mengurangi absorbsi lebih lanjut:


 Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian.

3. Langkah III : Mencegah komplikasi:


 Perhatikan tanda-tanda vital, periksa kemungkinan adanya depresi pernafasan, aspirasi
dan edema paru
 Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka harus ditempatkan di tempat khusus dengan
pengawasan yang ketat
 Rujuk pasien ke rumah sakit apabila dibutuhkan perawatan intensif

Terapi Intoksikasi Halusinogen:


 Lingkungan yang nyaman
 Jelaskan efek yang ditimbulkan obat-obat tersebut dan efek tersebut akan menghilang
seiring dengan bertambahnya waktu
 Pemberian antiansietas yaitu diazepam 10-30 mg oral atau Lorazepam 1-2 mg oral

24
Terapi Intoksikasi Inhalansia:
 Pertahankan Oksigenasi
 Simptomatik
 Pasien dengan gangguan neurologik bermakna, misalnya neuropati atau persistent ataxia,
harus mendapatkan evaluasi formal dan observasi ketat, sehingga pasien harus dirujuk

II. Tatalaksana Putus Zat


Tatalaksana Umum
Penanganan kondisi medik umum
Pemantauan tanda-tanda vital

Terapi Putus Zat Opioid:


 Terapi simptomatik dengan menggunakan analgetik bila ada rasa nyeri, atau bila pasien
gelisah maka dapat diberikan golongan benzodiazepin, diazepam 3 x 5 mg (per oral) atau
antipsikotik dosis rendah haloperidol 2 x 2-5 mg (per oral)
 Apabila pasien sangat gelisah berikan suntikan (sesuai dengan bab gaduh gelisah)

Terapi Putus Kokain, Amfetamin Atau Zat Yang Menyerupai:


 Tempatkan pada suasana tenang
 Berikan benzodiazepin misalnya diazepam 3 x 5 mg untuk tidur

Terapi Putus Alkohol:


 Atasi kondisi gelisah dengan golongan benzodiazepin (diazepam 5 mg IM atau IV yang
dapat diulang tiap 30 menit sampai dosis maksimal 20 mg/hari)
 Bila ada kejang akibat putus zat maka atasi dengan benzodiazepin (diazepam 5 mg yang
disuntikan IV secara perlahan)
 Dapat juga diberikan thiamine 100 mg ditambah 4 mg magnesium sulfat dalam 1 liter 5%
Dextrose/normal saline selama 1-2 jam
 Bila terjadi Delirium Tremens harus dirujuk

Delirium tremens ditandai dengan penurunan kesadaran dan perilaku yang gaduh gelisah, dan
dapat disertai dengan kejang setelah kondisi putus penggunaan alkohol.

NON PSIKOFARMAKA
Tips perawatan pasien dengan penyalahgunaan Napza
1. Komunikasi terapeutik
 Bicara dengan tenang
 Gunakan kalimat singkat dan jelas
2. Jika ditemukan gejala putus zat hindarkan pasien dari stimulus lingkungan yang
berlebihan misalnya pencahayaan yang terlalu terang atau lingkungan yang berisik
3. Berikan edukasi mengenai kondisi pasien secara jelas dan singkat
4. Persuasi pasien untuk tidak gelisah
5. Edukasi pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan untuk masalah
penyalahgunaan Napza di institusi yang terkait
6. Psikoterapi suportif dengan memberikan pujian kepada pasien apabila ia bersikap tenang
7. Observasi adanya tanda-tanda risiko bunuh diri pada pasien

25
LSD (lysergic acid diethylamide)
LSD dapat berbentuk cair, kertas, pil dan ditelan. LSD merupakan halusinogen kuat yang tidak
berbau dan tidak berwarna. Nama jalanan dari LSD adalah acid, blotter acid, microdot, dan
white lightning, berefek halusinogen atau high seperti "trip."

Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek psikoaktif, terkandung
dalam barang yang lazim digunakan dalam rumah tangga sehari-hari seperti lem, hair sprays,
cat, gas pemantik, bisa digunakan oleh anak-anak agar cepat high. Meskipun hanya dihirup
dalam satu waktu pendek, penggunaan inhalan dapat mengganggu irama jantung dan
menurunkan kadar oksigen, yang keduanya dapat menyebabkan kematian. Penggunaan regular
akan mengakibatkan gangguan pada otak, jantung, ginjal dan hepar.

Jenis Sedatif Hipnotik yang paling banyak disalahgunakan adalah golongan benzodiazepin,
sering disebut sebagai pil koplo. Benzodiazepin yang sering disalahgunakan lainnya adalah
lexotan (lexo), alprazolam, BK, rohypnol (rohip), dumolit (dum), mogadon (MG) dan lain-lain.
Semua benzodiazepin bersifat sedatif, ansiolitik dan anti konvulsan.

Obat lain yang sering disalahgunakan adalah triheksifenidil dan dekstrometorfan (DMP).
Penyalahgunaan triheksifenidil dapat menyebabkan detak jantung meningkat, pusing dan
penglihatan kabur, mual dan muntah, diare, depresi dan kebingungan. Penyalahgunaan
dekstrometorfan dapat mengakibatkan bicara kacau, gangguan berjalan, mudah tersinggung,
berkeringat, dan bola mata berputar-putar (nistagmus). Gejala yang timbul akibat efek samping
kedua obat tersebut diterapi secara simptomatik.

Referensi
 American Psychiatry Asscociation. Diagnostic and Stastical Manual of mental Disorders.
Fourth Edition. Washington, DC. American Psychiatry Asscociation, 1994
 Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, baltimore, 1998
 Ries R, Fiellin D, Miller S. Priciples of Addiction Medicine, 4th edition, Lippincott Williams
and Wilkins, Baltimore, 2003

26
BAB VII. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN DENGAN PSIKOTIK

A. Pasien datang dengan:


• Agitasi psikomotor yang progresif – meningkatnya aktivitas motorik yang tidak bertujuan
secara progresif, mondar mandir, disertai dengan rasa kecemasan.
• Agresivitas verbal – marah-marah tanpa sebab yang jelas, mengancam.
• Agresivitas fisik, perilaku kekerasan (violence) – memukul/menyerang orang lain,
merusak/melempar barang.
• Halusinasi, terutama halusinasi dengar. Pasien dapat tampak berbicara kepada
“seseorang” yang tidak dilihat keberadaannya oleh orang lain. Risiko perilaku kekerasan
semakin mengancam jika halusinasi dengar berupa command hallucination atau
halusinasi perintah, yang mengendalikan/memerintahkan pasien untuk melakukan
perilaku kekerasan tersebut.
• Waham, terutama waham kejar yang kuat, disertai sikap bermusuhan (paranoid), waham
kendali, waham pengaruh, dan waham kebesaran.

B. Penilaian
1. Wawancara
 Lakukan prinsip wawancara seperti pada Bab I (halaman 2) dan Bab II (halaman
5).
 Wawancara pada pasien dengan waham kejar dan paranoid yang kuat: tetap
hargai dan sopan dalam wawancara, tetap jaga dalam suasana yang formal.
Kalimat singkat dan mudah dipahami, kendalikan situasi, bersikap tenang namun
tegas. Yakinkan bahwa ia berada di tempat yang aman, tenaga kesehatan akan
melindungi pasien dari kemungkinan melukai diri sendiri maupun dari orang lain.
 Jaga keamanan diri pewawancara
 Singkirkan kemungkinan penyebab organik dan penyalahgunaan napza.

2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


• Lakukan pemeriksaan fisik dan penunjang sesuai pemeriksaan kegawatdaruratan
psikiatrik pada pasien gaduh gelisah pada BAB II (halaman 5)
• Singkirkan kemungkinan penyebab organik dan penyalahgunaan napza.

C. Kemungkinan Diagnosis
• Gangguan mental organik (delirium, dementia, dan epilepsi) dengan psikotik
• Gangguan penyalahgunaan napza dengan gejala psikotik
• Gangguan psikotik akut dan sementara
• Gangguan depresi dengan gejala psikotik
• Gangguan bipolar mania dengan gejala psikotik
• Skizofrenia dan skizoafektif

D. Penatalaksanaan
Lakukan manajemen penatalaksanaan pasien gaduh gelisah secara umum sesuai Bab II
(halaman 6–7). Berikut ini algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah pada pasien psikotik:

27
ALGORITMA PENATALAKSANAAN

AGRESIVITAS DAN PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN PSIKOTIK

Lakukan manajemen umum kegawatdaruratan psikiatrik pada pasien gaduh gelisah –


sesuai BAB II. Seklusi atau pengikatan hanya dilakukan bila usaha lainnya tidak berhasil

Singkirkan kemungkinan penyebab organik/fisik dan penyalahgunaan napza/alkohol

Bila pasien kooperatif dan bersedia, berikan per oral:


• Haloperidol 2 – 3 x 2,5 - 5 mg. Max 15 mg/hari, atau
• Klorpromazin 100 mg. Max 400 mg/hari.
Untuk haloperidol (tidak untuk klorpromazin) dapat dikombinasikan dengan
lorazepam 1 – 2 mg (max 6 mg/hari) atau diazepam 5 mg (max 20 mg/hari)
Untuk pasien usia 12-18 tahun: haloperidol 2 x 0,5 – 2,5 mg. Max 10 mg/hari

Bila pasien tidak kooperatif/tidak bersedia per oral, atau gagal, berikan injeksi I.M. jangka
pendek (short acting):
• Haloperidol injeksi 5 mg i.m (short acting). pemberian diulang setelah 30 menit. Max
30 mg/hari.
• Klorpromazin injeksi 25 - 50 mg i.m, pemberian dapat diulang setelah 1 - 4 jam. Max
200 mg/hari.
Untuk haloperidol (tidak untuk klorpromazin) dapat dikombinasikan dengan diazepam 10 mg
i.m dalam spuit terpisah, untuk meningkatkan efektivitas dan mengurangi jumlah dosis yang
diperlukan. Dosis max diazepam: 20 mg.
Untuk pasien 12- 18 tahun dapat menggunakan haloperidol injeksi dengan dosis 2,5 - 5 mg.
Dosis ini dapat diulang setiap 30 menit sampai dengan dosis maksimal 10 mg per hari.

Jika kondisi telah teratasi maka pasien cukup stabil untuk dirujuk ke RS atau
dikembalikan kepada obat oral; jika kondisi tidak membaik atau terjadi perburukan
– segera RUJUK

Referensi
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock’s synopsis of psychiatry. Edisi ke-10.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. Sadock BJ, Sadock VA, Sussman N. Kaplan & sadock’s pocket handbook of psychiatric
drug treatment. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
3. Riba MB, Ravindranath D. Clinical manual of emergency psychiatry. Washington DC:
American psychiatric Publishing; 2010.
4. Stuart, GWT. Principles and practice of psychiatric nursing. Edisi ke-9. 2009.
5. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.

28
6. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.
7. Dulcan MK. Lake M. Concise guide to child and adolescent psychiatry. Edisi ke-4.
Washington DC: American Psychiatric Association; 2012
8. Heyneman EK. Emergency child psychiatry. Child Adolesc Psychiatric N Am; 2003; 12:
667-677.

Glosari
• Halusinasi: merupakan gangguan persepsi, yaitu persepsi palsu, tanpa adanya stimulus
sensori eksternal. Halusinasi dapat terjadi pada setiap panca indra, yaitu halusinasi
dengar, lihat, cium, raba, dan rasa.
• Waham (delusi): merupakan gangguan pikiran, yaitu keyakinan yang salah, tidak sesuai
dengan realita dan logika, namun tetap dipertahankan dan tidak dapat dikoreksi dengan
cara apapun serta tidak sesuai dengan budaya setempat. Contoh: waham kejar, waham
kebesaran.

29
BAB VIII. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN
DENGAN EFEK SAMPING OBAT PSIKOTROPIKA DERAJAT BERAT

Bagian ini hanya akan membahas efek samping penggunaan obat psikotropika derajat berat. Obat
psikotropika yang sering digunakan, semua dapat menimbulkan efek samping yang dapat
membawa pasien ke unit gawat darurat.

Pasien datang dengan: Ingat akan:


 Syok  Hipotensi
 Gemetar
 Kekakuan:
 Parkinsonisme
o Gerakan kaku, kalau menoleh harus memutar seluruh
badan
 Leher atau badan terputar ke satu sisi
 Mata melirik ke atas dan ke satu sisi  Distonia
 Hipersalivasi: air ludah yang keluar berlebihan
 Berjalan mondar-mandir atau berjalan di tempat
 Akatisia
 Tidak bisa diam
 Kekakuan seluruh tubuh, demam tinggi  Sindrom Maligna Neuroleptik

Periksa:
 Riwayat penggunaan antipsikotika
 Awitan dalam hari-hari pertama setelah pemberian atau setelah peningkatan dosis
antipsikotika kemungkinan distonia. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu
kemungkinan parkinsonisme atau akatisia.
 Distonia akut:
 Kontraksi tonik pada otot leher, mulut, lidah, otot poros tubuh atau ekstremitas; tidak
sama antara bagian kiri dan kanan.
 Dapat terjadi:
 Krisis okulogirik
 Tortikolis
 Opistotonus
 Parkinsonisme:
 Trias Parkinson:
 Tremor
 Rigiditas
 Bradikinesia
 Wajah seperti topeng
 Tremor tangan  seperti menggulung pil
 Postur yang condong ke depan dan langkah yang kecil-kecil terhuyung-huyung
 Air liur berlebihan
 Akatisia
 Ada perasaan subyektif yang tidak menyenangkan untuk terus bergerak
 Kegelisahan motorik:
 Jalan modar-mandir, jalan di tempat, tidak dapat duduk/berbaring diam
 Meremas-remas jari tangan, menggerak-gerakkan tangan/lengan
 Anxietas atau disforia/murung
 Sindrom Maligna Nuroleptik (SMN)
 Rigiditas

30
 Demam tinggi
 Bisa mencapai 41 C bahkan lebih
 Instabilitas otonomik
 Takhikardia
 Diaforesis
 Tekanan darah abnormal: hipertensi, hipotensi, atau naik turun drastis
 Kebingungan

Teknik pemeriksaan rigiditas:


 Rigiditas adalah adanya tahanan involunter terhadap fleksi/ekstensi dan pronasi/supinasi pasif
(misalnya pada siku) atau gerakan berputar pada sendi (misalnya pada pergelangan) yang
dirasakan oleh pemeriksa sebagai gerakan roda gigi (karena otot tegang dan relaks
bergantian).
 Cara pemeriksaan:
 Biasanya rigiditas diperiksa pada anggota
gerak atas dengan pasien duduk atau
berdiri
 Periksa satu lengan lalu yang lain
 Untuk lengan kiri, tempatkan telapak
tangan kiri anda menopang siku kiri
pasien dengan jari-jari melingkari daerah
tersebut dan ibu jari anda menyentuh
tendon otot bisep. Genggam pergelangan
tangan kiri pasien dengan tangan kanan
anda.
 Gerakkan lengan bawah dan tangan
pasien dengan lembut, melakukan fleksi dan ekstensi (dengan juga menyertakan
gerakan berputar) pada sendi siku dan pergelangan. Perhatikan tonus otot pada sikut
dan pergelangan.
 Ulangi prosedur ini pada lengan kanan dengan menggunakan tangan anda yang
berlawanan.

Penatalaksanaan
 Syok
 Lakukan tatalaksana syok
 Jangan memberikan suntikan adrenalin! Kalau ada dapat diberikan suntikan nor-
adrenalin.

 Distonia Akut
 Berikan injeksi difenhidramin 50 mg i.m./i.v.
 Tergantung keparahan kondisi psikotik pasien, obat antipsikotik dihentikan
sementara.
 Berikan triheksifenidil tablet 3 x 2 – 4 mg selama beberapa minggu, kemudian coba
diturunkan dosisnya dan dihentikan.

 Parkinsonisme
 Obat antipsikotik diturunkan dosisnya (sampai dosis efektif minimum) atau
dihentikan
 Jika gejala Parkinsonismenya berat, berikan injeksi difenhidramin 50 mg i.m./i.v.
 Berikan triheksifenidil tablet 3 x 2 – 4 mg selama beberapa minggu, kemudian coba
diturunkan dosisnya dan dihentikan.

31
 Akatisia
 Obat antipsikotik diturunkan dosisnya sampai dosis efektif minimum.
 Berikan propanolol 10 – 20 mg, 2 – 3 kali sehari.

 Sindrom Maligna Nuroleptik (SMN)


 Singkirkan kemungkinan meningitis atau radang otak.
 Hentikan obat antipsikotika. Efek obat antipsikotika akan bertahan sampai beberapa
hari. Obat antipsikotika depot efeknya bisa sampai beberapa minggu.
 Tindakan suportif yang intensif perlu dilakukan.
 Hidrasi yang adekuat, pantau produksi urin
 Demam tinggi harus diberi antipiretik dan kompres
 Aritmia harus diatasi jika terjadi
 Hipotensi mungkin memerlukan ekspansi volume dan obat presor.
 Pasien diletakkan pada posisi yang mencegah cedera kompresi saraf, aspirasi atau
ulkus dekubitus.
 Segera rujuk bila kondisi pasien memungkinkan.

Psikoedukasi Pasien dan Keluarga


 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang gejala efek samping obat yang dialami
anggota keluarganya.

Dosis obat anak dan remaja:


Difenhidramin: 12,5-25 mg, IM. Diulang setiap 30 menit sampai dosis maksimal 100 mg/hari.
Trihexifenidill: Dosis inisial: 0,1-0,2 mg/kgBB/hari; bisa ditingkatkan sampai 0,75 mg/kgBB/hari.

Referensi:
1. Hyman SE. Toxic side effects of psychotropic medications and their management. In
Hyman SE (Ed.) Manual of Psychiatric Emergencies, 2nd Ed. Boston/Toronto: Little, Brown
and Company; 1988.
2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa, 2nd Ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009.
3. Stuart,G.W., Laraia, M.T. Principles and practice of psychiatric nursing, 8th Ed. Missouri:
Mosby; 2005.
4. Martin A, Folkmar FR. Lewis’s child and adolescent psychiatry a comprehensive textbook.
4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007

Glosari
Hemibalismus: Gerakan mengayun pada tangan dan kaki di satu sisi tubuh yang tidak beraturan
dan tidak terkontrol.
Krisis okulogirik: kondisi bola mata yang terfiksasi pada satu posisi, biasanya ke atas dan ke
samping, selama beberapa menit atau bahkan jam.
Tortikolis: kondisi kepala terputar ke satu sisi, biasanya terkait dengan spasme otot yang nyeri.
Opistotonus: Sejenis spasme yang kepala dan tumit merentang ke belakang dengan hiperekstensi
yang ekstrem.
Rigiditas: Keadaan kekakuan dan tidak fleksibel.
Spastisitas: Tahanan otot yang kontinyu terhadap peregangan karena tonus otot yang meningkat
abnormal, biasanya disertai refleks tendon yang meningkat.

32
BAB IX. ANSIETAS YANG TERKESAN SEBAGAI KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK

Ada beberapa kondisi atau gangguan jiwa yang tampilannya memberikan kesan sebagai kondisi
kegawatdaruratan. Pada bagian ini hanya akan dibicarakan dua gangguan yang sering terjadi di
masyarakat.

Pasien datang dengan: Ingat akan:

 Keluhan yang mirip serangan jantung


 Tiba-tiba merasakan ketakutan tanpa sebab sama
sekali, disertai nyeri dada, jantung berdebar kencang,  Panik
sulit bernapas, dan berpikir dirinya akan mati.

 Keluhan yang mirip gangguan neurologik


 Gangguan Disosiatif
 Mendadak lemas, tangan dan kaki tidak dapat
digerakkan, gerakan menyerupai kejang atau (Konversi)
kehilangan kesadaran

PERIKSA

 Gangguan Panik
 Riwayat serangan panik ditandai dengan episode kecemasan/ketakutan yang hebat,
mulainya mendadak, dengan cepat menghebat dan mereda setelah beberapa menit.
 Ditemukan sekurangnya 4 gejala dari daftar di bawah yang salah satunya harus termasuk
a sampai d:
a. Merasa denyut jantung tak teratur, cepat atau berdebar keras
b. Berkeringat
c. Gemetar atau bergetar
d. Merasa mulut kering
e. Kesulitan bernapas
f. Merasa tercekik
g. Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada
h. Mengalami mual atau gangguan perut
i. Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan
j. Merasa asing dengan sekeliling atau asing dengan bagian tubuhmya
k. Takut akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan
l. Takut bahwa akan mati
m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan
n. Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh

 Gangguan Disosiatif (Konversi)


 Perubahan fungsi tubuh atau anggota badan mirip dengan gangguan neurologik namun
tidak didapatkan bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan karakteristik
gejala yang terjadi.
 Terdapat asosiasi waktu yang menyakinkan antara awitan gejala gangguan ini dengan
peristiwa penuh stres, masalah, atau kebutuhan.
 Perubahan (sementara) terhadap diri orang tersebut, seperti: suara yang berbeda,
bizarre/aneh, perubahan afeksi, perubahan emosi; bahkan berubahnya identitas diri,

33
seperti nama yang berbeda, hobi yang berbeda, atau pengalaman yang berbeda dengan
dirinya saat sebelum kesurupan.
 Perhatian dan kewaspadaan menjadi terbatas atau terpusat pada satu atau dua aspek
yang ada di lingkungannya.
 Posisi tubuh dan ungkapan kata-kata terbatas dan diulang-ulang.
 Ketidakmampuan mengendalikan gejala.
 Kurang memperdulikan keadaan
 Parese, pingsan, kejang.
 Gejala bisa merupakan: membiarkan konflik tidak disadari atau mendapat keuntungan
dari lingkungan akibat gejala yang timbul.
 Biasanya terjadi secara mendadak
 Untuk mengetahui apakah seseorang kesurupan atau mengalami reaksi histeris, periksa
kelopak matanya yang selalu ditutup, dengan cara membuka kelopak matanya.
Seseorang yang mengalami reaksi histeris biasanya akan menahannya dengan kuat.
 Dapat terjadi secara individu maupun massal.

PENATALAKSANAAN

 Gangguan Panik
 Petugas bersikap tenang dan tegas, tidak mengancam, tidak menghakimi.
 Tenangkan pasien
 Lakukan pemeriksaan fisik dan memastikan bahwa hasil pemeriksaan fisik dalam rentang
normal (tidak ditemukan kelainan organik yang relevan dengan keluhan pasien)
 Selama serangan panik terjadi, pasien jangan ditinggalkan seorang diri.
 Untuk membantu menenangkan ajarkan pasien untuk melakukan latihan nafas
(relaksasi).
 Bila pasien telah tenang, identifikasi tentang kejadian sebelum serangan panik muncul:
apakah pasien mengalami peristiwa tertentu yang dirasa berat olehnya; riwayat
penggunaan obat: misal kafein, sedatif/hipnotik, alkohol.
 Berikanlah kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan isi hati, kecemasan dan
ketakutannya. Petugas dapat menenangkan (reassurance) dan mendengarkan dengan
penuh perhatian dan pengertian.
 Kolaborasi pemberian terapi.
 Latih cara mengatasi ansietas dengan teknik hipnotis lima jari dan tehnik distraksi (teknik
relaksasi, latihan napas, latihan fisik/jogging)
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mengatasi panik di rumah dan
fasilitas layanan kesehatan yang dapat digunakan jika masalah tidak teratasi.
 Bila keadaan pasien sudah dapat diatasi, pasien boleh pulang dan berobat jalan.
 Bila krisis ini tampak tidak dapat diatasi bahkan memuncak, segera rujuk ke RS Umum
yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa atau ke RS Jiwa.

 Gangguan Disosiatif

Tindakan pada individu


 Tenangkan individu dengan sikap manusiawi.
 Tetap waspada dengan mengajak bicara tentang perasaan dan harapan.
 Hargai hal positif individu, upayakan agar individu tidak merasa terancam.
 Bila tidak berhasil, lakukan pengekangan sambil menjelaskan alasan mengapa ia dikekang.

34
 Identifikasi adanya stresor / konflik psikologik pencetus yang berkaitan dengan timbulnya
gejala.
 Evaluasi keuntungan sekunder (menarik perhatian dari keluarga atau menghindar dari hal
yang tidak disukai).
 Hindari kata jangan, tidak, dan akan.
 Jika telah berhasil mengajaknya berkomunikasi, anjurkan dia tidur tenang.
 Jika ditemukan adanya stresor, latih individu menggunakan koping yang adaptif untuk
mengatasi masalah, ajar dan latih korban mengelola stres dan konflik dengan cara yang
baik dan benar, sehingga jika di kemudian hari mengalami stres atau konflik, atau diberi
tanggung jawab yang berat, cara penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara
konstruktif.
 Bila gejala tidak dapat dikendalikan oleh individu, lakukan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi.
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang ‘kesurupan’ dan cara mengatasinya.

1. Orang yang kesurupan berada dalam kondisi Trance


2. Bersifat SUGESTIF (mudah menerima sugesti)
3. Pada fase ini Kita tidak berbicara dengan kesadaran, tetapi dengan bawah
sadar
4. Gunakan kata-kata sugestif, hindari kata : Jangan, Tidak, dan Akan.
5. Jika sudah kooperatif, anjurkan ia tidur tenang, sebentar kemudian ia akan sadar.

Kesurupan Massal (di Sekolah)

 Kesurupan di sekolah dipicu oleh situasi dan kepribadian siswa.


 Yang berpotensi mengalami kesurupan: siswa dengan kondisi tubuh yang lemah, sering
melamun, tekanan psikologis menjelang ujian, kepribadian siswa yang tertutup; biasanya
pribadi-pribadi yang kurang matang, dependen, pencemas dan sugestible pada kejadian-
kejadian masa lalu.
 Paling sering yang terkena kesurupan adalah perempuan dan remaja.
 Setelah seorang siswa kesurupan, ia akan mensugesti siswa lain yang rentan jiwanya.

Tindakan pada ‘Kesurupan Massal’

 Saat Terjadinya Gejala


o Tindakan untuk menyadarkan:
o panggil namanya
o lakukan pemijatan dan gunakan bau-bauan (harus yang menyengat)
o anjurkan rileksasi dengan mengatur nafas
o Saat terjadi kesurupan, mereka yang terkena harus segera diisolasi di tempat
tertentu. Jangan dibuat bahan tontonan atau kerumunan karena semakin menjadi
pusat perhatian akan semakin menjadi-jadi. Cukup ditunggui satu atau dua orang.
Biasanya sepuluh menit ia akan normal.
o Bila gejala tidak dapat dikendalikan/ dikontrol oleh siswa, lakukan kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian terapi.
o Setelah masalah teratasi, identifikasi stresor/ pemicu terjadinya gejala.
o Latih menggunakan cara penyelesaian masalah yang sehat.

35
o Latih meningkatkan harga diri.

 Pencegahan
o Lakukan kerjasama dengan pihak sekolah agar dapat mengenal persoalan kesehatan
jiwa dan agar dapat melihat kemungkinan kaitannya dengan program-program
sekolah yang mungkin terlalu rumit bagi siswa.
o Berikan pengetahuan pada pihak sekolah tentang kesehatan jiwa dan cara
membantu siswa mengatasi masalah.
o Anjurkan pihak sekolah untuk menciptakan suasana yang aman dan nyaman.
o Pengajaran agama

Referensi

1. Stuart, G.WT. Principles and practice of psychiatric nursing, 9th ed. Louis, Missouri: Mosby,
Inc; 2009.
2. Townsend, C.Mary. Psychiatric mental health nursing, 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company; 2009.
3. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.
4. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing, 3rd ed. Philadhelpia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2006.

36
LAMPIRAN TABEL OBAT

Nama Obat Sediaan [Cara Dosis Awal Dosis Biasanya Diberikan Kontra Indikasi Efek Samping Perhatian
Pemberian] Terapeutik Untuk
Haloperidol Tablet 0,5 mg; 1,5 1,5 – 5 mg 3 – 10 mg/hari Psikosis/skizofrenia Penekanan sistem Gejala ekstra Hati-hati pada orang
mg; 5 mg [oral] saraf pusat yang piramidal (distonia, dengan gangguan
berat atau koma. parkinsonisme, konduksi jantung
Hipersensitivitas akatisia) terutama lansia.
terhadap obat ini. Galaktorea, amenorea
Penyakit Parkinson. Diskinesia tardiva
Haloperidol Injeksi (short 2 – 5 mg Diulang setiap 1 Penatalaksanaan Penekanan sistem Gejala ekstra Hati-hati pada orang
injeksi acting) 5 – 2 jam sampai agitasi/gaduh gelisah saraf pusat yang piramidal (distonia, dengan gangguan
mg/ampul [i.m., gaduh gelisah berat atau koma. parkinsonisme, konduksi jantung
i.v.] teratasi Hipersensitivitas akatisia) terutama lansia.
terhadap obat ini. Galaktorea, amenorea
Penyakit Parkinson Diskinesia tardiva
Klorpromazin Tablet 25 mg; 100 25 – 50 mg 75 – 300 Psikosis/skizofrenia Hipersensitivitas Gejala ekstra Pada orang dengan
mg [oral] mg/hari terhadap piramidal (distonia, epilepsi, dosis obat
klorpromazin parkinsonisme, antiepilepsi mungkin
(fenotiazin) akatisia), diskinesia perlu disesuaikan,
Koma, penekanan tardiva, mulut kering, karena klorpromazin
susunan saraf pusat pandangan kabur, menurunkan
konstipasi, retensi ambang kejang.
urin, hidung buntu, Pada orang dengan
pusing, glaukoma.
mengantuk, hipotensi Pada pria dengan
ortostatik, pembesaran prostat
fotosensitivitas. akan berisiko
terjadinya retensio
urine.
Klorpromazin Injeksi 25 25 mg Diulang setiap 1 Penatalaksanaan Hipersensitivitas Selain gejala di atas,
injeksi mg/ampul [i.m.] – 2 jam sampai agitasi/gaduh gelisah terhadap injeksi intramuskuler
gaduh gelisah klorpromazin dapat nyeri, dapat
teratasi (fenotiazin) menimbulkan
Koma, penekanan hipotensi dan

37
Nama Obat Sediaan [Cara Dosis Awal Dosis Biasanya Diberikan Kontra Indikasi Efek Samping Perhatian
Pemberian] Terapeutik Untuk
susunan saraf pusat takhikardia.
Risperidon Tablet 1 mg; 2 mg 0,5 – 2 mg 2 – 8 mg/hari Psikosis/skizofrenia Gejala ekstra
[oral] piramidal (tergantung
dosis)
Hiperprolaktinemia
(tergantung dosis)
Peningkatan risiko
diabetes dan
dislipidemia.
Propanolol Tablet 10 mg; 40 10 – 40 mg 20 – 80 mg/hari Akathisia Hipersensitivitas
mg [oral] terhadap
propanolol.
Syok kardiogenik.
Sinus bradikardia
dan blok jantung >
derajat 1.
Asma bronkiale.
Difenhidramin Tablet/Kapsul 25 Parkinsonisme akibat Sedasi/mengantuk, Hati-hati pemberian
mg [oral] obat mulut kering, bersama obat lain
Injeksi 25 Distonia pandangan kabur, yang mempunyai
mg/ampul [i.m., konstipasi, retensi efek antikolinergik.
i.v.] urin, hidung buntu,
pusing.
Triheksifenidil Tablet 2 mg [oral] 1 – 2 mg 2 – 12 mg/hari Parkinsonisme Hipersensitivitas Mulut kering, Hati-hati pemberian
termasuk terhadap pandangan kabur, bersama obat lain
parkinsonisme akibat triheksifenidil. pusing, mual. yang mempunyai
obat Glaukoma sudut efek antikolinergik.
Distonia sempit.
Diazepam Tablet 2 mg; 5 mg 2 – 10 mg 4 – 20 mg/hari Anxietas Penurunan Mengantuk, Potensi terjadinya
[oral] Manajemen gaduh kesadaran kelemahan otot. toleransi dan/atau
gelisah/agitasi Diazepam dapat ketergantungan.
mempengaruhi kinerja
mengemudi pada

38
Nama Obat Sediaan [Cara Dosis Awal Dosis Biasanya Diberikan Kontra Indikasi Efek Samping Perhatian
Pemberian] Terapeutik Untuk
orang sehat.
Diazepam injeksi Injeksi 10 2 – 10 mg Dapat diulang Manajemen gaduh Depresi susunan Depresi napas Potensi terjadinya
mg/ampul [i.v., tiap 1 – 4 jam gelisah/agitasi saraf pusat toleransi dan/atau
i.m.] ketergantungan.
Lorazepam Tablet 0,5 mg; 1 0,5 – 2 mg 1 – 10 mg/hari Anxietas Hipersensitivitas Pusing, mengantuk, Potensi terjadinya
mg; 2 mg [oral] Manajemen gaduh terhadap ataksia, kelemahan, toleransi dan/atau
gelisah/agitasi benzodiazepin. ketergantungan.
Glaukoma sudut
sempit akut.

39
TIM PENYUSUN:

 dr. Albert Maramis, SpKJ (K)


 dr. Hervita Diatri, SpKJ (K)
 dr. Natalingrum S, SpKJ (K). MKes.
 dr. Agung Frijanto, SpKJ
 dr. Kristiana Siste, SpKJ
 dr. Profitasari K, SpKJ
 dr. Fransiska Kaligis, SpKJ (K)
 Ns. Akemat, S.Kp. MKep. , RSJ dr. Marzoeki Mahdi Bogor
 Ns. Carolina, MKep., Sp.Kep.J, RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
 Ns. I Ketut Sudiatmika, MKep., Sp.Kep.J, RSJ dr. Marzoeki Mahdi Bogor

EDITOR:
 dr. Eka Viora, SpKJ
 Dr. dr. Nurmiati Amir, SpKJ(K) (MP2KP PDSKJI)
 drg. Luki Hartanti, MPH
 dr. Natalingrum S, SpKJ (K).MKes.

40

Anda mungkin juga menyukai