Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap orang tua pasti mengharapkan anak-anaknya dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik sebagaimana anak lain seusianya. Namun harapan

tersebut akan segera berubah menjadi kekhawatiran ketika dirasakan adanya

tumbuh kembang yang berbeda pada anak mereka. Orang tua akan mulai

bertanya-tanya, mencari informasi serta pendapat yang dapat menjelaskan kondisi

anaknya.

Anak-anak yang aktif dalam berbagai aktivitas, memiliki ketertarikan pada

berbagai hal, namun kadang menunjukkan emosi yang labil dapat dipandang

sebagai kondisi normal bila masih dalam batas tertentu. Tetapi ketika seorang

anak menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, dan sulit memusatkan perhatian

yang timbul lebih sering, lebih persisten, dan dalam intensitas lebih berat

dibandingkan dengan anak-anak seusianya, maka perlu dipikirkan adanya suatu

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention-Deficit

Hyperactivity Disorder (ADHD). Beberapa gejala lain yang dapat ditemukan pada

anak dengan GPPH adalah adanya ambang toleransi frustasi yang rendah,

disorganisasi, dan perilaku agresif. Kondisi tersebut akan mengganggu fungsi

anak sehari-hari seperti interaksi dengan teman sebaya dan keluarga. Serta yang

terpenting adalah terganggunya kesiapan untuk belajar, mempengaruhi prestasi

belajar, bahkan menurunkan kualitas hidupnya dikemudian hari. (Wiguna, 2010).

1
2

Menurut American Psychiatric Association (2013) bahwa GPPH adalah suatu

kondisi perilaku dan neurokognitif yang ditandai oleh ketidaksesuaian perkembangan

dan terganggunya tingkat aktivitas motorik kasar, inatensi, dan impulsivitas.

Banaschewski & Rohde (2010) menyatakan GPPH sebagai suatu gangguan psikiatri

yang ditandai oleh suatu perkembangan yang tidak sesuai, pervasif (berbagai situasi

berbeda seperti di rumah dan sekolah) dan persisten dari pola inatensi, hiperaktivitas,

dan/atau impulsivitas berat dengan onset pada masa kanak awal yang berkaitan

dengan hendaya besar dalam fungsi sosial, akademik, dan/atau pekerjaan. Gangguan

Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu gangguan

perkembangan yang mempunyai dasar neurobiologis dan berdampak pada

masalah psikologis dan sosio-edukatif. GPPH juga merupakan satu gangguan

neurobehaviour yang paling umum. Merupakan penyakit kronis yang dimulai saat

usia anak-anak dan gejala-gejalanya menetap sampai usia remaja atau dewasa dan

dapat sepanjang hidup (Barkley, 2014).

Gangguan ini memiliki gejala berupa gangguan pemusatan perhatian dan

atau hiperaktivitas-impulsivitas yang lebih sering dan lebih berat dibanding

individu pada level perkembangan yang sama. Sering menimbulkan hambatan

yang signifikan dalam fungsi sosial atau akademik, atau ditandai adanya stres

[CITATION Ika09 \l 1033 ].

Pada awalnya GPPH disebut sebagai suatu disfungsi atau kerusakan otak

minimal yang dipahami sebagai suatu gangguan pada anak sehingga tidak

didiagnosis pada masa remaja bahkan orang dewasa. Pada tahun 1976, untuk

pertama kalinya dua laporan pendahuluan menyatakan bahwa GPPH yang terjadi

sejak usia anak tidak selalu muncul saat usia dewasa. Pada tahun 1980, katagori
3

Attention Deficit Disorder (ADD) tipe residual didefinisikan dalam DSM-III.

Kategori ini mengembangkan kesempatan pertama untuk membuat diagnosis

formal tentang GPPH pada dewasa yang memiliki riwayat ADD dengan kondisi

gangguan perhatian dan konsentrasi walaupun tanpa gejala hiperaktivitas yang

persisten. Walaupun kriteria ADD tipe residual tidak dimasukkan kembali pada

DSM-IV, kriteria GPPH telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga klinisi dapat

mengaplikasikan dengan lebih mudah (Kessler, 2011). Sejak saat itu penerimaan

diagnosis GPPH oleh komunitas profesional dan masyarakat umum lebih

berkembang.

Beberapa penelitian longitudinal menyebutkan bahwa gejala-gejala GPPH

menetap secara signifikan pada orang dewasa yang memiliki riwayat GPPH saat

anak (Mannuza, 2011). Prevalensi GPPH rata-rata di seluruh dunia adalah 3-10 %

dari populasi anak usia sekolah dan 30-50 % anak dengan GPPH akan tetap

mengalami gangguan ini pada masa remaja dan dewasa muda, walaupun profil

dari gejalanya akan berubah[CITATION Ika09 \l 1033 ].

Gangguan psikiatri dan kelemahan fungsi lain yang menyertai penderita

dengan gangguan GPPH adalah 18-28 % akan memiliki ciri kepribadian

antisosial, berisiko lebih tinggi mengalami depresi berat diusia dewasa muda,

mengalami gangguan pada hubungan interpersonal, mengalami kematian sebagai

akibat bunuh diri dan kecelakaan, kegagalan dalam pendidikan, kondisi sosial

ekonomi dan status pekerjaan lebih rendah, melakukan hubungan seks pada usia

muda, memiliki pasangan seksual lebih banyak semasa hidupnya, dan lebih

banyak menderita penyakit akibat hubungan seksual[CITATION Wei09 \l 1033 ].


4

Secara umum, GPPH adalah suatu gangguan yang menetap. Apa yang kita

hadapi saat ini adalah kenyataan bahwa banyak mereka yang berusia muda

gejalanya berlanjut dan mengalami kesulitan yang bermakna pada masa dewasa,

baik gejala GPPH sendiri atau disertai gangguan kepribadian, kesulitan dalam

adaptasi sosial ataupun mengatur emosi, jatuh dalam penyalahgunaan zat, tidak

bekerja atau terlibat dalam suatu tindak criminal (Kendall, 2009).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Latar Belakang GPPH

2.1.1. Sejarah

Inatensi atau gangguan perhatian dikenali dari potensinya menimbulkan

ketidakmampuan dan memunculkan spekulasi pada tahun 1798 saat Alexander

Crichton menerbitkan “On Attention and its Diseases” sebagai bagian dari

tinjauan pustaka yang berjudul “An enquiry into the nature and origin of mental

derangement”. Anak-anak dengan masalah hiperaktivitas, impulsivitas dan

inatensi telah dijabarkan dengan lebih rinci oleh George Still dalam The

Coulstonian Lectures of 1902. Bentuk lain seperti sikap menentang, perlawanan

dan sikap emosional sering pula diobservasi pada anak-anak tersebut (Kendall,

2009). Pada tahun yang sama gangguan ini diidentifikasi oleh Heinrich Hoffman

sebagai Still Disease dan terus mengalami perubahan nama dan kriteria sesuai

dengan hipotesa etiologi dan manifestasi gambaran klinik yang melatar

belakanginya[CITATION Sap09 \l 1033 ].

Pada awalnya GPPH disebut sebagai suatu disfungsi atau kerusakan otak

minimal yang dipahami sebagai suatu gangguan pada anak sehingga tidak

didiagnosis pada masa remaja bahkan orang dewasa. Gangguan ini disebut Post

Encephalitic Behaviour Disorder, minimal brain damage, minimal brain

dysfunction. Pada tahun 1970-an, pemahaman mengenai masalah neurokognitif

dasar berkembang, dimana semula berfokus pada aktivitas motorik yang

5
6

meningkat beralih fokus pada kesulitan mempertahankan perhatian dan

mengontrol dorongan. Sesuai dengan pemahaman yang ada secara

fenomenologik, maka namanya diubah menjadi hyperkinetic disorder,

hyperkinetic child syndrome. Sesuai pendapat Douglas bahwa psikopatologi

utama pada kondisi ini adalah sustained attention dan kontrol impuls, sedangkan

hiperaktivitas terjadi secara sekunder, maka dalam DSM-III namanya diubah

menjadi Attention Deficit Disorder (ADD) pada tahun 1980[CITATION Sap091 \l

1033 ].

Tahun 1976, untuk pertama kalinya dua laporan pendahuluan menyatakan

bahwa GPPH yang terjadi sejak usia anak tidak selalu muncul saat usia dewasa.

Pada laporan tersebut penulis menekankan begitu banyak persamaan yang

ditemukan antara GPPH anak dan GPPH dewasa, meliputi gejala utama,

komorbiditas, kelemahan psikososial, performa kognitif maupun respon terhadap

pengobatan (Kessler, 2011).

Berikutnya tahun 1980, katagori Attention Deficit Disorder (ADD) tipe

residual didefinisikan dalam DSM-III. Katagori ini mengembangkan kesempatan

pertama untuk membuat diagnosis formal tentang GPPH pada saat remaja yang

memiliki riwayat ADD dengan kondisi gangguan perhatian dan konsentrasi

walaupun tanpa gejala hiperaktivitas yang persisten. Katagori ini pernah

mengalami pemindahan saat berkembangnya DSM-III-TR tahun 1987, namun

usaha-usaha tetap dilakukan agar dapat menentukan kriteria diagnosis yang sesuai

untuk GPPH pada remaja dan dewasa. Walaupun kriteria ADD tipe residual tidak
7

dimasukkan kembali pada DSM-IV, kriteria GPPH telah dimodifikasi sedemikian

rupa sehingga klinisi dapat mengaplikasikan dengan lebih mudah.

2.1.2. Definisi GPPH

Attension Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu kelainan

perkembangan yang mempunyai kerusakan pada Frontal Limbic System,

disfungsi pada neurobiologik yang ciri- cirinya sudah tampak pada anak sejak

kecil dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian (Inattension),

hiperaktivitas dan impulsivitas. Biasanya didapatkan ciri-ciri GPPH ini pada

dua atau lebih situasi yang berbeda seperti di rumah, di sekolah, dan di tempat

kerja. Anak dengan GPPH selalu memiliki tiga komponen ciri utama yang sama

yaitu inattention, impulsivity, dan hyperactivity.

Diambil dari Stahl, 2013


8

Pendapat yang terbaru dari Higg menyatakan, GPPH bukan hanya masalah

mengenai adanya atensi dan aktivitas, namun lebih pada self regulation. Anak-

anak dengan GPPH memiliki regulasi diri yang buruk, dimana mereka tidak

dapat mengontrol perilaku, pikiran, atensi, pengalaman emosional dan ekspresi.

Regulasi diri juga memerlukan kemampuan untuk menekan impuls dan mengatur

emosi sehingga tidak ada ledakan emosi. Selain itu, komponen lain dari

regulasi diri termasuk kemampuan untuk mempertahankan energi secara terus

menerus dan hingga selesainya tugas.

GPPH suatu sindrom perilaku yang heterogen, ditandai dengan adanya

hiperaktivitas, impulsivitas dan inatensi. Biasanya gejala-gejala ini ada pada saat

bersamaan namun pada beberapa orang hanya terdapat hiperaktivitas dan

impulsivitas saja atau seseorang bisa saja hanya mengalami inatensi saja (Kendall,

2009).

Sesuai dengan DSM-5, GPPH dikelompokkan dalam tiga kelompok:1)

Kelompok tidak mampu memusatkan perhatian dan 2) Kelompok hiperaktivitas

atau impulsivitas dan 3) Kelompok kombinasi (Saddock, 2017). Pasien juga harus

menunjukkan secara klinis adanya gangguan fungsi pada dua atau lebih

situasi[CITATION Sap091 \l 1033 ]

Kriteria diagnostik utama yang digunakan saat ini adalah sesuai dengan

kriteria DSM-5. Penjelasan mengenai GPPH menggunakan penjabaran secara

global untuk kriteria diagnosis GPPH yang dikeluarkan oleh American

Psychiatric Association pada bulan Mei 2013. GPPH dijabarkan sebagai sebuah

bentuk persisten dari inatensi dan atau hiperaktivitas-impulsivitas, dimana gejala-


9

gejala terjadi pada dua atau lebih situasi dan secara negatif mempengaruhi fungsi

sosial, akademik atau pekerjaan. Gejala-gejala tersebut harus ada sebelum umur

12 tahun dan tidak muncul secara eksklusif pada skizofrenia, atau gangguan

psikotik atau gangguan mental lainnya. Pada DSM-5 disebutkan juga pada anak-

anak harus memenuhi sedikitnya 6 gejala baik dari kriteria inatensi saja atau dari

kriteria hiperaktivitas-impulsivitas, sementara pada remaja dan dewasa (yang

ditegakkan sejak berumur 17 tahun) memenuhi sedikitnya 5 atau lebih gejala baik

dari kriteria inatensi dan atau kriteria hiperaktivitas-impulsivitas selama 6 bulan

sebelum pemeriksaan[CITATION Coo13 \l 1033 ].

Sedangkan dalam PPDGJ III, gangguan ini merupakan kelompok gangguan

yang memiliki ciri khas pokok yaitu masalah kurang perhatian. Gangguan ini

selalu timbul pada masa perkembangan dini (biasanya pada umur 5 tahun

pertama). Memiliki ciri utama kurang tekun dalam suatu kegiatan yang menuntut

keterlibatan kognitif dan cenderung untuk berpindah dari satu kegiatan ke

kegiatan lain tanpa menyelesaikan satu tugas pun, ditambah aktivitas yang

mengacau, tidak beraturan, dan berlebihan. Masalah ini biasanya menetap selama

masa bersekolah dan bahkan sampai umur dewasa, tetapi banyak penderita secara

lambat laun menunjukkan perbaikan dalam kegiatan dan perhatiannya

[CITATION Wor93 \l 1033 ].

Dalam mendiagnosis GPPH, gejala berupa hiperaktivitas-impulsivitas dan

atau gangguan perhatian harus memenuhi kriteria diagnosis dalam DSM-5 dimana

harus berhubungan dengan gangguan dalam hal pekerjaan atau pendidikan,

sosialisasi, atau psikologis. Berdasarkan wawancara dan atau observasi pada lebih
10

dari satu situasi dan terjadi pada dua atau lebih situasi serta mempengaruhi fungsi

sosial atau akademik (Sadock, 2015).

Perbedaan yang dapat ditemukan pada GPPH pada anak adalah pada anak

sering tidak mampu mempertahankan duduk diam lebih dari beberapa menit,

mereka dapat tumbuh menjadi sosok dewasa yang mampu mendorong dirinya saat

dibutuhkan. Remaja dengan GPPH sering memiliki mekanisme koping yang lebih

baik terhadap hiperaktivitasnya, seperti bekerja dalam waktu yang panjang,

bekerja pada pekerjaan yang aktif, bekerja pada dua tempat sekaligus, atau

memiliki berbagai hobi. Hiperaktif pada anak-anak sering kali tidak bertujuan,

sementara pada remaja dengan GPPH biasanya lebih produktif dan mampu

memanfaatkan energinya untuk hal-hal yang berguna. Ironisnya, konsekuensinya

menjadi lebih buruk pada remaja dan orang dewasa dengan GPPH walaupun

gejala-gejalanya sering kali tidak lebih buruk, hal ini seringkali karena usia remaja

bahkan orang dewasa memiliki kemampuan lebih untuk menimbulkan perubahan

besar dalam hidup mereka[CITATION Tuc09 \l 1033 ].

2.2. Epidemiologi GPPH

Sangat ironis bila GPPH dianggap hanya sebagai childhood disorder

padahal kenyataanya lebih banyak jumlah pasien remaja dan orang dewasa

mengidap GPPH. Walaupun angka kejadian GPPH pada anak lebih tinggi, tapi

mengacu pada sensus di Amerika Serikat tahun 2000, jumlah populasi dewasa

dewasa berkisar tiga kali lebih banyak daripada anak, sehingga diduga ada sekitar

8 juta GPPH dewasa, sedangkan GPPH anak hanya 2 sampai 3 juta saja. Ini
11

dikarenakan 30% hingga 50% GPPH akan berlanjut hingga dewasa (Searight,

2000).

Prevalensi anak-anak yang mengalami GPPH di Inggris sebanyak 3,6 %.

Suatu studi lanjutan mengenai anak-anak dengan GPPH menemukan bahwa 15%

masih memiliki gejala penuh pada usia 25 tahun, dan 50% mengalami remisi

parsial, dengan beberapa gejala yang berhubungan dengan gangguan klinis dan

psikososial (Charach, 2011).

GPPH merupakan gangguan neuro-behavioral pada anak yang terbanyak,

mencakup sekitar 50% yang dirujuk ke neurologis anak, neuropsikologis,

behavioral pediatrician, dan psikiatri anak. Prevalensi gangguan ini sebesar 2,2%

untuk tipe hiperaktif-impulsif, 5,3% untuk tipe campuran hiperaktif-impulsif dan

inatensi, serta 15,3% untuk GPPH tipe inatensi. GPPH terjadi pada 3-5% populasi

anak dan didiagnosis 2-16% pada anak usia sekolah. Terdapat kecenderungan

GPPH lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan

dengan perbandingan 3 : 1. Rasio perbandingan jenis kelamin ini bervariasi

antara 2-9 : 1 pada laki : perempuan. Hubungan biologi seperti memiliki saudara

dengan GPPH dikaitkan dengan resiko tinggi terjadinya GPPH. Orang tua dari

pasien dengan GPPH juga menunjukkan peningkatan penyalahgunaan zat.

Berdasarkan tinjauan sistematik terhadap 102 studi yang meliputi 171.756 subyek

ditemukan prevalensi GPPH di seluruh dunia adalah 5,29%. Untuk kelompok usia

anak ditemukan prevalensi 6,5% dan 2,7% untuk kelompok usia remaja. Angka

prevalensi tersebut bervariasi antar wilayah yang dipengaruhi oleh kriteria

diagnosis yang digunakan, sumber informasi, dibutuhkannya hendaya untuk


12

menegakkan diagnosis, serta aspek geografis. Namun aspek geografis tersebut

relatif kecil pengaruhnya. Studi oleh Saputro menemukan prevalensi GPPH

diantara anak sekolah (rentang usia 6-13 tahun) di Jakarta mencapai 26,2%

dengan rasio laki-laki 2 kali lebih banyak dibandingkan perempuan. (Saputro,

2012).

Selain itu, banyak anak GPPH juga memiliki komorbiditas dengan gangguan

psikiatri lain. Dikatakan bahwa hanya sekitar 31% yang terdiagnosis sebagai GPPH

murni, selebihnya memiliki gangguan komorbid lain, dan lebih dari 50% mempunyai

2 kondisi komorbid. Salah satu komorbiditas yang asosiasi kuat dengan GPPH adalah

gangguan disruptif, dimana 54-67% anak GPPH juga didiagnosis sebagai gangguan

sikap menentang (GSM) setelah berusia 7 tahun, serta 20-25% akan berkembang

komorbid dengan gangguan tingkah laku (GTL) pada usia pertengahan masa kanak.

Anak GPPH tipe inatensi juga sering memiliki komorbid gangguan cemas. Dapat pula

terjadi komorbid dengan gangguan mood, baik depresi maupun bipolar, dengan

prevalensi sekitar 20-30%. Diantara anak dengan GPPH, 19-26% juga mempunyai

kesulitan belajar yang cukup berat. Komorbiditas lainnya dapat berupa gangguan tik,

baik sebagai gangguan tersendiri atau efek samping pemakaian obat psikostimulan

yang digunakan untuk GPPH. (Widyawati, 2009).

Prevalensi di atas membuktikan bahwa masih banyak ditemukan anak

dengan GPPH. Anak dengan GPPH akan menunjukkan beberapa gejala utama

seperti, menurunnya derajat intelegensi anak, menurunnya prestasi

belajar, pengamatan waktu yang kurang baik, menurunnya daya ingat, baik verbal

maupun non-verbal, kurang mampu membuat perencanaan, kurang peka terhadap

kesalahan, dan kurang mampu mengarahkan perilaku yang bertujuan. Kelemahan


13

dalam bidang akademik yang sering timbul diantaranya adalah kesulitan

membaca, mengeja, berhitung, serta menulis. Gangguan ini juga dapat

menimbulkan masalah dalam perkembangan kemampuan berbahasa. Selain

itu anak-anak dengan gangguan ini juga kesulitan untuk mengendalikan

emosi dibandingkan anak normal, mudah mengalami frustasi, dan mudah marah.

2.3. Etiologi GPPH dan Faktor yang berpengaruh

Sampai sekarang ini belum ditemukan penyebab utama GPPH, berbagai

faktor berperan terhadap terbentuknya gangguan tersebut. Pada umumnya yang

memegang peranan utama adalah faktor bawaan, khususnya genetik, namun

masalah saat hamil, melahirkan, menderita sakit parah pada usia dini serta racun

yang ada di sekeliling kita memperbesar risiko terjadinya gangguan ini. Kesemua

faktor ini berinteraksi satu sama lain yang dapat memperberat GPPH (bio-psiko-

sosial). Faktor psikososial berpengaruh terhadap perjalanan penyakit dan

prognosis dari gangguan tersebut. Kondisi psikososial yang buruk berpengaruh

besar terhadap interaksi anak dengan orangtua, sehingga masalah psikososial

yang timbul akibat gangguan ini akan semakin komplek. GPPH saat ini dipahami

sebagai suatu sindroma neurodevelopmental yang berakar dari proses

neurobiologis.

Beberapa faktor berikut diduga memiliki peranan dalam terjadinya GPPH,


yaitu:

1. Faktor Genetik

Terdapat kontribusi faktor genetik dengan perkiraan 75% diturunkan dari

orang tuanya. Gejala GPPH merupakan interaksi kompleks dari neuroanatomi,

sistem neurokimia dan neuroelektrofisiologi, hal ini dibuktikan dari studi genetik
14

pada keluarga, studi genetik transport dopamin, studi neuroimaging dan data

neurotransmitter (Sadock, 2017).

Suatu paradigma terbaru menyebutkan bahwa adanya gangguan pada sirkuit

fronto-striato-cerebellar pada otak mendasari defisit fungsi eksekutif pada kondisi

ini. Terjadi polimorfism dalam sejumlah gen termasuk dalam koding untuk

transportasi dopamine (Kendall, 2012). Bukti signifikan dari keterkaitan faktor

genetik dalam memunculkan GPPH muncul dari penelitian keluarga yang

membuktikan peningkatan kejadian GPPH pada kembar monozigot dibandingkan

dengan dizigot. Hal yang sama dengan kejadian GPPH meningkat 2-8 kali lebih

tinggi jika ada saudara atau orang tua dengan riwayat GPPH. Hal ini dikaitkan

dengan hipotesa terkait dengan sex gen yang dapat menjelaskan kejadian GPPH

meningkat pada lelaki. Dopamin 4 reseptor (DRD4) gen ditemukan memiliki

kaitan yang erat dengan GPPH. Penelitian molekular pada GPPH fokus dalam

gen yang mempengaruhi metabolism dari dopamine ( Saputro, 2009 ).

Keterlibatan faktor genetik sebagai penyebab dasar munculnya gejala-gelala

GPPH. Gen dan lingkungan sangat berhubungan, keterlibatan keduanya

mempermudah munculnya gejala-gejala GPPH. Sementara pengaruh lingkungan

tertentu dapat juga berbentuk hubungan resiprokal pada ODD / CD (Opposite

Defiant Disorder / Conduct Disorder ) dimana perilaku sulit pada anak memicu

perilaku negatif dari orang tua yang selanjutnya memperburuk masalah perilaku

diantara keduanya baik anak atau orang tua (Rutter, 2008).

2. Faktor Neurokimiawi
15

Banyak neuro-transmiter dihubungkan dengan gejala defisit atensi dan

hiperaktivitas. Sebagian temuan berasal dari pemakaian banyak medikasi yang

menimbulkan efek positif pada gangguan. Dopamin menjadi fokus utama dalam

banyak penelitian. Regio prefrontal korteks dikaitkan peranannya dengan

fungsinya sebagai pengaturan atensi dan regulasi dari kontrol impuls. Pada

penelitian binatang, region otak yang berperanan yaitu lokus sereleus (yang

mengandung neuron noradrenergik, juga berperanan pada gangguan atensi).

Sistem adrenergik meliputi sistem sentral dan sistem simpatis perifer. Disfungsi

dari epinefrin perifer yang mengakibatkan penumpukan epinefrin di perifer

memberikan feedback pada sistem sentral untuk mengatur penurunan lokus

sereleus. Obat yang paling banyak diteliti dalam terapi gangguan defisit

atensi/hiperaktivitas ialah stimulan yang memengaruhi dopamin maupun

norepinefrin. Stimulan meningkatkan katekolamin dengan mempermudah

pelepasannya dan menghambat ambilannya. Gamma-Aminobutiric acid (GABA)

juga merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab dalam inhibisi dari

signal dopamine yang pada akhirnya berefek pada keseluruhan sistem dopamin.

Gejala kognitif pada GPPH juga dikaitkan dengan asetilkolin pada PFC;

sedangkan serotonin pada basal ganglia dan PFC mempengaruhi bagaimana

seseorang dapat menunda reward, yang mana hal ini sangat terganggu pada

anak dengan GPPH ( Saputro, 2009 ).

3. Faktor Neurofisiologi

Pada sistem neuroelektrofisiologi yaitu pada studi mengenai EEG terjadi

peningkatan aktifitas gelombang theta khususnya pada bagian frontal otak dan
16

elevasi aktifitas gelombang beta. Hal ini menunjukkan adanya mood yang labil

dan temper tantrum pada anak-anak dan remaja dengan GPPH (Buitelaar, 2015).

4. Struktur Anatomi

GPPH merupakan gangguan yang kompleks dan mengenai hampir

keseluruhan dari region otak. Prefrontal Cortex (PFC) merupakan bagian otak

yang paling berimplikasi pada GPPH. Korelasi neuroanatomi pada bagian kortek

superior dan temporal yang berperanan dalam fokus perhatian; region korpus

striatal dan parietal berperanan dalam fungsi eksekutif motorik; hipokampus

dengan penyimpanan memori dan kortek prefrontal dalam pengalihan satu

stimulus ke stimulus lainnya. Batang otak yang berisi nucleus talamik reticular

terlibat dalam mempertahankan perhatian. Hipofungsi dari PFC berperanan

pada gejala hiperaktif; sedangkan gejala impulsivitas dikaitkan dengan kortek

orbitofrontal. Gangguan atensi dikaitkan dengan kortek dorsal anterior

midcingulate dan kortek dorsal anterior cingulated serta dorsolateral PFC.

Pemeriksaan brain imaging (MRI,PET, SPECT) yang dilakukan pada anak

dengan GPPH menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna pada korteks

prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosum, dan serebelum. PET

scan menunjukkan anak remaja perempuan dengan GPPH terdapat penurunan

metabolisme glukosa dibandingkan dengan anak remaja tanpa GPPH. Lobus

frontal yang tidak adekuat dalam menginhibisi otak bawah berefek pada

disinhibisi.
17

Diambil dari Stahl, 2013

Proses dalam otak ini yang mempengaruhi kapasitas kehidupan seseorang ke

depannya, seperti hambatan tingkah laku di masa depan. Kapasitas ini membentuk

dasar bagi self control seseorang. Penyebab munculnya gejala GPPH murni

karena proses biologi dan bukan karena pengaruh faktor lingkungan seperti diet,

pola asuh orang tua yang buruk atau pengaruh televisi. Defisit ini membuat

seseorang mengalami kesulitan untuk mengatasi berbagai tuntutan hidup, tanpa

memandang berapapun usianya[CITATION Rus12 \l 1033 ].

5. Perkembangan

Angka kejadian GPPH meningkat dengan adanya kelahiran prematur dan

adanya infeksi pada ibu selama kehamilan. Trauma perinatal selama masa awal

yang disebabkan oleh infeksi, radang dan trauma; paparan infeksi selama musim

dingin pada prenatal selama kehamilan trimester pertama juga dapat

memunculkan gejala GPPH. Lingkungan sebagai faktor risiko pada GPPH

termasuk paparan fase prenatal, perinatal, postnatal. Faktor prenatal yang


18

dimaksud adalah pola hidup selama kehamilan yang memudahkan paparan racun

pada ibu hamil seperti rokok dan alkohol, dimana rokok lebih menunjukkan angka

yang signifikan dibanding penggunaan alkohol pada masa kehamilan. Faktor stres

ibu selama kehamilan yang berkaitan dengan sekresi hormon kortisol dikatakan

juga memberi implikasi pada etiologi GPPH. Faktor postnatal berupa masalah

pola asuh orang tua, dimana lingkungan keluarga yang suportif dapat membantu

seorang anak dengan GPPH dalam mengembangkan strategi koping untuk

mengatasi keterbatasan fungsi serta meningkatkan kualitas hidup mereka

(Banaschewski, 2010). Faktor eksternal lain seperti pengalaman masa kecil

termasuk lingkungan sosial dan faktor budaya, riwayat trauma kepala dan toksin

dari lingkungan juga memberi kontribusi pada GPPH (Kendall, 2012).

Penambahan zat pewarna, zat perasa makanan dan pemanis diperkirakan memberi

kontribusi sebagai penyebab perilaku hiperaktif walaupun belum ada penelitian

manapun mengkonfirmasi mengenai hal ini (Sadock, 2017).

6. Faktor Psikososial.
Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan memiliki rentan atensi

rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya pemutusan hubungan emosional

yang lama, dan gejala menghilang jika faktor pemutus dihilangkan, seperti

melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan.

7. Jenis Kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi GPPH pada

anak, yaitu anak laki memiliki angka kejadian yang lebih besar bila

dibandingkan dengan anak perempuan. Perbandingan anak laki-laki yang

menderita GPPH dibandingkan dengan anak perempuan sebanyak 2-9:1. Hal ini
19

disebabkan oleh faktor mekanisme genetik anak perempuan yang memiliki kadar

serotonin darah lebih tinggi dan sintesis yang lambat. Keadaan ini membuat

perilaku agresif anak laki -laki lebih tinggi dibanding perempuan, sehingga

gejala tampak nyata ditunjukkan oleh anak laki-laki.

8. Pendidikan orang tua dapat mempengaruhi penerapan pola asuh orang

tua kepada anak. Pendidikan orang tua dapat memberikan dampak bagi pola fikir

dan pandangan orang tua terhadap cara mengasuh dan mendidik anaknya.

Sehubungan dengan tingkat pendidikan orang tua akan memberikan pengaruh

terhadap pola berfikir dan orientasi pendidikan yang diberikan kepada anaknya.

Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh orang tua maka akan semakin

memperluas dan melengkapi pola berfikirnya dalam mendidik anaknya.

9. Pola asuh orang tua sebagian besar otoriter, dengan sikap yang cenderung

agresif. Orang tua melarang anaknya tanpa memberikan alasan, sehingga anak

merasa cemas dan stress. Anak yang mengalami stress akan menimbulkan efek

inkompetensi sosial, kemampuan komunikasi yang lemah, tidak memiliki inisiatif

dan berperilaku agresif.

10. Penganiayaan pada anak usia dua tahun pertama merupakan salah satu

factor pencetus GPPH, karena dampak kekerasan lingkungan akan berpengaruh

pada perkembangan otak anak. Anak yang memperoleh kekerasan akan mudah

cemas dan terangsang impulsif, agresif dalam situasi konflik serta kesulitan

perhatian. Anak selalu hiperaktif, impulsif serta agresif yang merupakan kriteria

diagnosis dari GPPH.


20

11. Penggunaan smartphone sejak usia dini dan dilakukan secara terus

menerus juga dapat menimbulkan berbagai gangguan perkembangan pada anak,

salah satunya GPPH. Anak yang withdrawal dari pemakaian smartpone akan

merasa gelisah, tidak fokus dan ingin selalu kembali memainkan smartphonenya.

2.4. Kriteria Diagnosis

Penegakkan diagnosis pada seseorang dengan GPPH dilakukan oleh seorang

yang profesional dalam kesehatan jiwa dengan menggunakan kriteria dari DSM-5

dengan kode 314 yang dipublikasikan oleh American Psychiatric Association

tahun 2013 (Sadock, 2017).

A. Suatu bentuk persisten dari gangguan perhatian dan atau hiperaktivitas-

impulsivitas yang bercampur dan mengganggu fungsi atau perkembangan,

seperti yang dikategorikan pada (1) dan / atau (2):

1. Gangguan perhatian: Enam atau lebih dari gejala-gejala berikut bertahan

selama minimal 6 bulan untuk tingkat yang tidak sesuai dengan level

perkembangan dan secara negatif berdampak langsung pada sosial,

akademik dan pekerjaan.

Catatan: Gejala-gejala tidak semata-mata merupakan manifestasi dari

suatu perilaku menentang, menyimpang, permusuhan, atau kegagalan

dalam memahami tugas atau instruksi. Untuk remaja yang lebih tua dan

dewasa (umur 17 tahun ke atas), setidaknya diperlukan 5 gejala yang

menandakan mereka mengalami gangguan perhatian.


21

a. Sering gagal memberi perhatian pada hal-hal detil atau membuat

kesalahan-kesalahan yang ceroboh dalam tugas akademi, pekerjaan,

atau aktivitas lain.

b. Sering kesulitan mempertahankan perhatian dalam tugas atau bermain.

c. Sering seperti tidak mendengarkan saat diajak bicara secara langsung.

d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas

sekolah, tugas-tugas.

e. Sering mengalami kesulitan mengatur tugas-tugas dan aktivitas.

f. Sering menghindar, tidak menyukai atau enggan terlibat dalam tugas-

tugas yang memerlukan usaha mental dalam waktu cukup lama.

g. Sering kehilangan benda-benda yang diperlukan dalam tugas-tugasnya.

h. Sering beralih perhatiannya oleh stimulus eksternal.

i. Sering melupakan aktivitas-aktivitas sehari-hari.

2. Gejala-gejala hiperaktivitas / Impulsivitas: Enam atau lebih dari gejala-

gejala berikut bertahan selama minimal 6 bulan untuk tingkat yang tidak

sesuai dengan level perkembangan dan secara negatif berdampak langsung

pada sosial, akademik dan pekerjaan

Catatan: Gejala-gejala tidak semata-mata merupakan manifestasi dari

suatu perilaku menentang, menyimpang, permusuhan, atau kegagalan

dalam memahami tugas atau instruksi. Untuk remaja yang lebih tua dan

dewasa (umur 17 tahun ke atas), setidaknya diperlukan 5 gejala yang

menandakan mereka mengalami hiperaktivitas-impulsivitas.


22

a. Sering gelisah menggerakkan tangan atau kaki, sering tidak bisa duduk

diam.

b. Sering meninggalkan tempat duduk dimana duduk tenang sangat

diharapkan.

c. Sering berlarian atau banyak memanjat dalam situasi dimana hal ini

nampak tidak pantas.

d. Sering tidak dapat menikmati waktu bermain di saat luang dengan

tenang.

e. Sering berperilaku “akan pergi”, berakting seolah sedang “dikendarai

motor “.

f. Sering bicara lebih dari yang dibutuhkan.

g. Sering bicara tanpa berpikir bahkan sebelum pertanyaan selesai

disampaikan.

h. Sering sulit menunggu giliran.

i. Sering menginterupsi atau terasa mengganggu orang lain.

B. Beberapa gejala telah ada sebelum umur 12 tahun.

C. Beberapa gangguan dari gejalanya muncul pada dua atau lebih situasi.

D. Harus ada bukti yang jelas bahwa gejala-gejala bercampur atau mengurangi

kualitas fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.

E. Gejala-gejala tidak muncul secara eklusif selama perjalanan sebuah gangguan

perkembangan, skizofrenia atau gangguan psikotik lain dan tidak disebabkan

karena gangguan mental yang lain.

Kode berdasarkan tipe ialah sebagai berikut :


23

A. 314.02 GPPH tipe kombinasi : jika kriteria A1 dan A2 ditemukan selama


6 bulan yang lalu.
B. 314.00 GPPH predominan tipe inatensi : jika kriteria A1 ditemukan
tetapi kriteria A2 tidak ditemukan selama 6 bulan yang lalu.
C. 314.01 GPPH predominan tipe hiperaktif-impulsif : jika kriteria A2

ditemukan tetapi kriteria A1 tidak ditemukan selama 6 bulan yang lalu.

( Diterjemahkan dari Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Science / Clinical


Psychiatry )

Gangguan ini dalam PPDGJ III ditegakkan dengan memenuhi kriteria

umum gangguan hiperkinetik (F90) dengan ciri-ciri utama ialah berkurangnya

perhatian dan aktivitas berlebih. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk

diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih satu situasi. Berkurangnya perhatian

tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu

kegiatan sebelum tuntas selesai. Biasanya karena tertarik pada hal lain dimana

berkurangnya ketekunan ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan

bagi anak dengan usia atau IQ yang sama. Hiperaktivitas dinyatakan dalam

kegelisahan berlebihan khususnya dalam keadaan yang menuntut keadaan relatif

tenang dan dibandingkan pada anak-anak dengan usia dan IQ yang sama. Adanya

gambaran penyerta tidak diperlukan bagi suatu diagnosis namun keberadaannya

dapat mendukung, gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi

dan harus dicatat terpisah bila ada, namun tidak boleh dijadikan bagian dari

diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya. Gejala-

gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi atau inklusi
24

untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar

untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut [CITATION Wor93 \l 1033 ].

Pada intinya ketika hiperaktivitas, impulsivitas dan gangguan perhatian ada

secara bersama-sama dalam situasi yang multipel dan ketika gangguan sangat

berat, ini menentukan bahwa tingkat keparahan adalah suatu hal yang harus

menjadi penilaian klinis (Kendall, 2012).

2.5. Komorbiditas yang Menyertai pada GPPH

GPPH sering timbul bersama gangguan psikiatrik lain, pada anak yang lebih muda

cenderung menunjukkan development coordination disorder, oppositional defiant

disorder, reading/writing disorder, TIC, Tourette’s, dan autistic traits.

Pada anak yang lebih tua bahkan remaja dan dewasa cenderung menunjukkan :

1. Gangguan mood

Sering terjadi kejadian tumpang tindih yang signifikan antara GPPH

dengan gangguan mood baik depresi, gangguan distimia maupun gangguan

bipolar. Hal ini menimbulkan misdiagnosis. Diagnosis yang akurat dapat dicapai

dengan mengevaluasi riwayat gangguan psikiatri dalam keluarga dan

menggunakan skala diagnostik dan skrining bagi GPPH [CITATION Goo09 \l

1033 ].

Beberapa gejala GPPH dapat berhubungan dengan gejala depresi mayor,

khususnya gejala gangguan perhatian pada GPPH seperti kesulitan dan mudahnya

konsentrasi beralih, begitu pula gejala impulsif berupa sulit mempertahankan

duduk lama adalah merupakan kriteria gejala depresi mayor. Selain itu beberapa

keadaan yang berkaitan dengan GPPH berupa penurunan minat, penurunan selera
25

makan, insomnia, retardasi atau agitasi, kelelahan, perasaan tidak berharga,

penurunan konsentrasi [CITATION Goo09 \l 1033 ].

Gangguan distimia sendiri memiliki karasteristik adanya mood depresi

yang kronis yang berlangsung hampir sepanjang hari, sedikitnya selama 2 tahun.

Untuk menegakkan diagnosis harus disertai sedikitnya dua gejala lain yang

spesifik sesuai kriteria diagnostiknya.

Seringkali terjadi tumpang tindih antara GPPH dan gangguan bipolar.

Pada mereka yang sepanjang hidup menderita GPPH sering ditemukan gejala

gangguan bipolar dan telah mengidap GPPH sejak masa kanak. Tingkat

keparahan penyakit menjadi lebih parah pada mereka yang mengalami GPPH dan

gangguan bipolar secara bersamaan dibanding hanya mengidap gangguan bipolar

saja. Mereka dengan dua kondisi ini bersamaan biasanya mengalami gangguan

mood tahun sebelumnya lebih awal, memiliki periode sehat yang lebih pendek

dan lebih sering memiliki periode depresi serta lebih banyak disertai komorbiditas

psikiatri lainnya. Karakteristik pada gangguan bipolar sendiri memiliki fase

tenang dan mood yang labil, sementara pada GPPH tanpa periode tenang

[CITATION Koo13 \l 1033 ].

Pada GPPH komorbid dengan gangguan mood ini pemakaian stimulan

yang harusnya efektif bagi gejala-gejala GPPH menunjukkan tidak signifikan

memperbaiki gejala depresi. Penanganan untuk gangguan mood juga kurang

membantu mengatasi gejala GPPH. Dalam kondisi terdapat GPPH yang komorbid

dengan gangguan mood maka pilihan psikofarmaka nonstimulan yaitu golongan

noradrenergik menunjukkan lebih efektif mengatasi gejala-gejala GPPH. Pada


26

GPPH komorbid gangguan bipolar, baik psikofarmaka stimulan atau non stimulan

jangka pendek cukup efektif mengatasi gejala GPPH (Patel, 2012).

2. Gangguan cemas

Working memory merupakan komponen kritis yang sering dialami oleh

penderita GPPH, gangguan cemas dan kondisi komorbiditas lainnya. Saat

ketiganya ada secara bersamaan, semakin jelas bahwa perhatian, kecemasan dan

daya ingat saling berkaitan. Ketidakmampuan ini menciptakan siklus yang

berbahaya, dimana kecemasan meningkatkan risiko gangguan perhatian,

penurunan perhatian sendiri merupakan kondisi yang mencemaskan dan keduanya

diakibatkan dan mengakibatkan kesulitan dalam kerja daya ingat [CITATION

Bro11 \l 1033 ].

Aspek subyektif pada GPPH dan gangguan cemas sering kali sulit

dibedakan, mereka menunjukkan keluhan yang sama, seperti merasa sama sama

sulit diam pada satu kondisi dalam waktu yang lama, sulit menghentikan pikiran

mereka atau merasa gelisah dan gugup [ CITATION Bro11 \l 1033 ].

Pasien dengan GPPH juga beresiko tinggi mengalami obsessive

compulsive disorder (OCD) dan ketika kedua gangguan ini muncul bersamaan,

hendaya yang ditimbulkan dapat saling memperberat. Keduanya memerlukan

terapi. Sebagian ahli beranggapan bahwa kedua gangguan ini tidak mungkin

muncul bersamaan karena pada perilaku obsesif cenderung ada preokupasi

terhadap detail sementara GPPH sangat kurang perhatian pada detail.

Kemiripannya justru terletak pada baik OCD atau GPPH menunjukkan ujung

yang saling berlawanan dari hendaya yang sama [ CITATION Bro11 \l 1033 ].
27

Pada GPPH komorbid dengan gangguan cemas, pengenalan dan

penanganan awal yang tepat terhadap GPPH dapat memperbaiki gejala cemas.

Beberapa terapi efektif mengatasi kedua kondisi tersebut. Psikostimulan disertai

terapi perilaku, atomoxetine saja atau atomoxetine dikombinasi dengan stimulan

dan antidepresan dapat mengatasi gejala-gejala tersebut (Patel, 2012).

3. Penyalahgunaan zat

GPPH merupakan faktor risiko tinggi untuk terjadinya penyalahgunaan zat

yang lebih awal. GPPH tanpa komorbiditas tampaknya tetap menjadi faktor risiko

tingkat sedang untuk terjadinya penyalahgunaan zat pada masa remaja bahkan

berlanjut saat dewasa. GPPH mempercepat transisi dari kondisi dimana tingkat

penyalahgunaan zatnya rendah menjadi suatu ketergantungan yang parah. GPPH

yang ada bersamaan dengan gangguan tingkah laku atau gangguan bipolar akan

meningkatkan risiko penyalahgunaan zat dan mempercepat prosesnya

[ CITATION Bro11 \l 1033 ]. GPPH yang tidak tertangani saat masa anak

memperbesar kemungkinan terjadinya penyalahgunaan zat di kemudian hari. Pada

pasien GPPH komorbid dengan penyalahgunaan zat, penanganan spesifik

terhadap penyalahgunaan zat harus ditangani terlebih dahulu kemudian

dilanjutkan dengan penanganan kesulitan-kesulitan fungsi sehari-hari yang terjadi

pada GPPH. Atomoxetine, suatu non psikostimulan merupakan pilihan pada

GPPH yang komorbid dengan penyalahgunaan zat (Patel, 2012).

4. Psikotik

Pasien GPPH mungkin saja memiliki gejala-gejala psikotik. Pada pasien

yang mengalami GPPH bersamaan dengan skizofrenia sering mengalami progres


28

yang lebih buruk, respon terhadap neuroleptik lebih buruk, dan hasil secara

keseluruhan terhadap pengobatan tidak memuaskan dibanding dengan pasien yang

hanya dengan diagnosis skizofrenia saja [ CITATION Bro11 \l 1033 ]. Pada kasus

GPPH yang komorbid dengan psikotik yang mendapat terapi jangka pendek

methylphenidate dosis rendah, dimana efek paradoksikal dari methylphenidate

memberi keuntungan bagi penanganan terhadap psikosis ataupun agresivitas

(Rittmannsberger, 2014).

2.6. Diagnosis Banding

GPPH sering kali memiliki gejala yang bertumpang tindih dengan autism

spectrum disorder (ASD) dan communication disorder - speech delayed. Pada

penderita speech delayed harus dipastikan ada tidaknya gangguan pendengaran,

disabilitas intelektual atau kurang stimulasi. Persamaan GPPH dengan ASD ialah

adanya gangguan konsentrasi, tak mampu menunggu giliran, meminta sesuatu

dengan cara non-verbal, kurang peduli dengan lingkungan dan bila marah sulit

ditenangkan. Gejala-gejala GPPH tersebar dalam populasi yang luas dan sangat

bervariasi dalam tingkat keparahan, hanya mereka yang mengalami gangguan

signifikan yang sesuai dengan kriteria diagnosis GPPH dikatakan mengalami

GPPH. Gejala-gejala dari GPPH dapat bertumpang tindih dengan gejala-gejala

dari gangguan lain yang memiliki kemiripan. Pengetahuan mengenai diagnosis

banding sangat diperlukan. Seringkali akibat gejala-gejala yang mirip tersebut

menyebabkan suatu komorbid dapat dipikirkan sebagai suatu diagnosis banding.

Diagnosis banding pada GPPH anak yang lebih tua adalah gangguan

obsesive compulsive, gangguan bipolar, depresi, gangguan psikotik (Kendall,


29

2012). Pada GPPH yang disertai gangguan bipolar juga dapat diikuti oleh

percobaan bunuh diri dan penyalahgunaan zat (Gomez, 2015).

Suatu kondisi medis umum lain dapat pula menjadi diagnosis banding pada

GPPH yaitu [ CITATION Can11 \l 1033 ]:

1) Trauma kepala : gangguan perhatian sering mengakibatkan kecelakaan

lalu lintas pada orang dengan GPPH maka sangat penting untuk

mengamati dengan cermat masalah gejala penurunan kognitif, apakah

telah terjadi sebelumnya, atau hilang bahkan memburuk setelah trauma

kepala terjadi.

2) Gangguan kejang : tentunya diperlukan konfirmasi penilaian menurut

ahli saraf.

3) Kegagalan pendengaran atau penglihatan : diperlukan konfirmasi

menurut ahli THT-KL dan ahli Mata.

4) Disfungsi tiroid : diperlukan pemeriksaan kadar TSH yang

mengindikasikan adanya hipotiroid atau hipertiroid, kemudian

memerlukan konfirmasi dari ahlinya.

5) Anemia, hipoglikemi : memerlukan konfirmasi hasil laboratorium dan

evaluasi dari ahli bersangkutan.

2.7. Dampak GPPH

Terdapat bukti-bukti bahwa gejala-gejala GPPH pada masa anak dan remaja

dapat menetap ke kehidupan masa dewasa sehingga menimbulkan gangguan atau

kegagalan, namun tidak ada suatu patokan yang jelas mengenai level GPPH yang

tepat untuk dimulainya pemberian intervensi pada GPPH (Cheung, 2015).


30

GPPH yang tidak tertangani dengan baik akan berimbas pada masa dewasa

yaitu pada masa ini pasien mengalami masalah dalam pekerjaannya baik berkaitan

dengan penyelesaian tugas-tugas atau dalam hal berinteraksi dengan pekerja lain.

Mereka sering mengalami pemecatan, menunjukkan perilaku bermasalah saat

bekerja, menerima penilaian yang lebih rendah dari pimpinan dibanding teman

sekerjanya. GPPH dewasa juga lebih sering memiliki toleransi yang rendah

terhadap frustrasi yang memudahkan mereka mengalani sikap eksplosif dan

gelisah saat bekerja. Mereka kesulitan mendapatkan serta mempertahankan

pekerjaan dalam waktu yang lama dan sering mengalami pencapaian yang rendah

dalam pekerjaan. GPPH dewasa yang tidak mampu mengatur diri mereka dengan

baik serta tidak mampu mengkoreksi diri sendiri saat masalah muncul, kurang

mampu mengatur waktu dan kesulitan menyelesaikan tugas-tugas dalam bekerja

merupakan manifestasi dari inatensi[ CITATION Adl11 \l 1033 ].

Pencapaian yang kurang dalam pendidikan merupakan kegagalan lain pada

GPPH. Jika seseorang menunjukkan ekspetasi yang rendah selama masa

pendidikan atau pelatihan kerja, maka dapat dipertimbangkan mereka mengalami

GPPH terutama apabila kesulitan dalam proses belajar telah ada sejak masa anak-

anak awal [ CITATION Adl11 \l 1033 ].

Orang dengan GPPH juga sering mengalami mood yang labil baik dalam

pekerjaan atau di rumah dan banyak yang mengalami rasa percaya diri yang

rendah. Namun masih sering menjadi sulit menentukan apakah mood depresi

merupakan inti dari GPPH itu sendiri atau merupakan suatu komorbiditas atau
31

bahkan dapat sebagai diagnosis banding apabila keluhan itu merupakan episode

dari suatu gangguan bipolar [ CITATION Adl11 \l 1033 ].

Gangguan-ganguan lain yang seringkali ditemukan pada GPPH dewasa

imbas dari GPPH masa anak dan remaja yang tidak tertangani dengan baik adalah

masalah reproduksi atau seksual. GPPH dewasa sering memulai aktivitas seksual

lebih dini yaitu pada usia 15 tahun dan cenderung memiliki pasangan seksual

lebih banyak, kurang responsif terhadap penggunaan kontrasepsi sehingga

memiliki resiko tinggi terjadi kehamilan usia muda.

2.8. Penanganan pada GPPH

2.8.1.Intervensi farmakologi

Beberapa pendekatan terapi dapat dipertimbangkan namun dalam mencapai

efektivitas terapi tetap memerlukan identifikasi yang tepat dari gejala-gejala yang

ada dan gangguan-gangguan atau kelemahan-kelemahan fungsi dalam kehidupan

pasien[CITATION Goo09 \l 1033 ].

Penanganan dengan obat-obatan adalah penanganan lini pertama untuk

GPPH baik pada gangguan tingkat sedang atau parah. Methylphenidate adalah

obat lini pertama pilihan. Pada GPPH kemungkinan terjadi defisit dari dopamin

dan noradrenalin. Kedua neurotransmiter ini penting dalam proses inhibisi

perilaku. Bekerja dalam menghambat pergerakan (hiperaktivitas), menghambat

rangsang (impulsivitas), dan emosi (mood yang fluktuatif dan kemarahan).

Pemilihan terapi dalam menangani gejala-gejala tersebut digunakan obat-obatan

stimulan yaitu methylphenidate atau dextroamphetamine sebagai inhibitor atau

penghambat. Dopamine diproduksi di sinaps namun terlalu cepat direabsorbsi ke


32

dalam sel melalui dopamine transporter, hal ini mengakibatkan terlalu sedikit

jumlah dari neurotransmiter ini yang memungkinkan mengirim rangsang ke

reseptor. Methylphenidate sebagai obat pilihan utama pada GPPH menghambat

pengambilan kembali dopamin, sehingga lebih banyak dopamin yang tersedia

untuk bekerja sebagi inhibitor. Obat stimulan lain, Dextroamphetamine,

menstimulasi pelepasan dopamin dan oleh karena itu obat ini memiliki cara kerja

yang berbeda. Hal ini memungkinkan jika methylphenidate tidak memberi respon

maka dapat dipikirkan pemberian dextroamphetamine. Obat nonstimulan yaitu

atomoxetine dikatakan memiliki cara kerja yang mirip dengan methylphenidate,

tetapi atomoxetine menghambat pengambilan noradrenalin bukan

dopamin[ CITATION Koo13 \l 1033 ].

Pengawasan terhadap efek samping yang mungkin muncul karena

pemberian obat-obat juga harus dilakukan. Efek samping pada pemberian

atomoxetine dapat berupa cemas, gelisah, ide bunuh diri dan perilaku

membahayakan diri sendiri dan perubahan perilaku yang tidak wajar terutama

pada fase awal pemberian atau saat perubahan dosis.

Apabila ada kemungkinan yang besar untuk terjadi penyalahgunaan obat,

atomoxetine dapat digunakan sebagai obat lini pertama. Penanganan dengan obat

pada GPPH yang juga melakukan penyalahgunaan zat hanya boleh ditangani dan

diberikan resep oleh orang yang profesional di bidang kesehatan dan memiliki

kualifikasi dalam menangani kedua bidang ini yaitu GPPH dan penyalahgunaan

zat.
33

Obat golongan stimulan (dekstroamphetamine dan methylphenidate) serta obat

non-stimulan (atomoxetine) adalah pilihan psikofarmakologi yang paling efektif

untuk terapi GPPH. Dekstroamphetamine adalah preparat stimulan yang paling

lama, lebih poten dibandingkan methylphenidate, namun lebih jarang digunakan

dan bahkan tidak tersedia di pasaran pada banyak negara. Terdapat preparat

amfetamine pro-drug seperti lisdexamfetamine telah mendapatkan ijin beredar di

Amerika. Preparat methylphenidate telah diakui manfaatnya, sebagai bagian

program pengobatan komprehensif untuk anak (di atas 6 tahun) dan remaja

dengan GPPH.

Formulasi lepas lambat maupun formulasi transdermal sedang dikembangkan.

Sedangkan atomoxetine adalah satu-satunya obat non stimulan yang diakui untuk

pengobatan GPPH, baik pada anak dan dewasa. Efektivitas ketiganya dalam

pengobatan GPPH melalui mekanisme neurokimia yang berbeda, yang berkaitan

dengan neurotransmiter monoamine yaitu norepinefrin, dopamin, dan serotonin.

(Zuddaz, 2010).

2.8.2.Intervensi nonfarmakologi

Pendekatan terapi psikososial juga sangat penting dalam penanganan GPPH.

Salah satunya adalah melalui pelatihan ketrampilan sosial. Anak dengan GPPH

sering disertai perilaku agresifitas dan impulsivitas, membuatnya tidak mampu

menjalin relasi yang optimal dengan teman sebaya, sehingga sering disingkirkan

dari kelompok, dan diberi label negatif oleh guru atau lingkungan. Maka anak

dengan GPPH perlu diberi pelatihan ketrampilan sosial dengan harapan mereka

lebih mengerti norma-norma sosial, berperilaku serta bereaksi sesuai dengan


34

norma yang ada. Selain itu dilakukan pula modifikasi perilaku dengan

menggunakan prinsip ABC (Antecedents Behaviour and Consequences).

Antecedents adalah semua bentuk sikap, perilaku, dan kondisi yang terjadi

sebelum anak menampilkan perilaku tertentu (misal cara orang tua/guru memberi

instruksi pada anak). Behaviour adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak (yang

ingin diubah). Sedangkan consequences adalah reaksi orang tua/guru setelah anak

menunjukkan perilaku tertentu. Dalam terapi, orang tua/guru diharapkan merubah

antecedents dan consequences sehingga anak diharapkan anak pun akan merubah

perilakunya, dari yang kurang adaptif menjadi lebih adaptif dengan lingkungan

sekitarnya. Tehnik tersebut dilakukan secara konsisten dalam waktu cukup lama.

Edukasi bagi orang tua juga tidak kalah penting. Dalam hal ini dilakukan

edukasi untuk membantu orang tua dapat memahami dengan lebih baik tentang

GPPH, agar tidak ragu dengan diagnosis dan rencana tatalaksana yang dianjurkan.

Edukasi dan pelatihan juga ditujukan bagi guru. Seringkali masalah utama anak

dengan GPPH berupa masalah akademis, dan anak lebih banyak menghabiskan

waktunya di sekolah. Sehingga edukasi dan pelatihan bagi guru penting untuk

mencegah stigmatisasi terhadap anak dengan GPPH, dan meningkatkan kemampuan

guru dalam meng-empati sikap, perilaku, dan reaksi emosi anak didik yang

mengalami GPPH. Para orang tua yang memiliki anak dengan GPPH dapat

membentuk kelompok dimana merasa nyaman dan terbuka mengemukakan masalah

yang dihadapi anak, mendapatkan dukungan emosional dari sesama orang tua,

mengurangi penderitaan yang dirasakan, belajar pengalaman praktis dari orang tua

lain. Pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan daya penyesuaian serta reaksi
35

yang lebih positif terhadap anak mereka (Wiguna, 2010). Walaupun pengobatan

adalah unsur utama dalam penanganan pada GPPH, suatu psikoterapi individu

dapat membantu meringankan pasien maupun keluarganya.

Neurofeedback biasa disebut EEG Biofeedback menjadi pilihan terapi pada

GPPH sejak tahun 1979 dan diberikan secara kombinasi atau diberikan bila terapi

lain dianggap gagal. Merupakan suatu bentuk pelatihan perilaku yang bertujuan

untuk mengatur aktivitas gelombang otak dengan menggunakan EEG untuk

memperlihatkan pola gelombang otak pada korteks. Tujuan terapi ini adalah untuk

meningkatkan flexibilitas mental dan menghasilkan tingkat mental yang sesuai

dengan situasi yang diinginkan. Penggunaan Neurofeedback untuk GPPH telah

banyak diteliti dan memberikan hasil responsif yang positif bagi perbaikan klinis

pasien, terutama apabila Neurofeedback dikombinasikan dengan terapi

farmakologis. Neurofeedback memerlukan sekitar 40-50 sesi, dimana masing-

masing sesi dengan durasi sekitar 40-60 menit. Pelatihan Neurofeedback untuk

GPPH bertujuan menurunkan aktivitas gelombang theta dan peningkatan aktivitas

gelombang beta. Otak memiliki aktivitas listrik yang bekerja pada neuron-neuron

otak, terutama di korteks yang diatur oleh thalamus. Kelistrikan ini dapat direkam

oleh EEG dalam bentuk gelombang-gelombang otak yang meliputi : gelombang

alpha, gelombang beta, gelombang theta, dan gelombang delta. Gelombang beta

merupakan gelombang dengan amplitudo kecil, namun berfrekuensi tinggi

( sekitar 13-20 Hz). Gelombang berhubungan dengan status mental, aktivitas

intelektual, fokus dan konsentrasi. Gelombang beta menggambarkan seseorang

dalam keadaan sadar dan siaga. Gelombang alpha berhubungan dengan keadaan
36

relaks (dengan mata tertutup) dengan frekuensi 8-13 Hz. Jika seseorang terus

menutup matanya dan mulai membayangkan suatu kedamaian selama kurang dari

setengah menit, hal ini akan meningkatkan gelombang alpha. Gelombang theta

bertujuan untuk menyebabkan seseorang menjadi melamun, menyebabkan

seseorang sulit fokus. Gelombang theta memiliki frekuensi 4-8 Hz. Gelombang

theta yang sangat rendah frekuensinya akan menyebabkan keadaan yang sangat

rileks, mewakili “zona twilight” antara sadar dan tertidur. Gelombang delta

merupakan gelombang terendah dengan frekuensi sebesar kurang dari 3,5 Hz dan

muncul saat seseorang tertidur. Seseorang yang sangat mengantuk, memiliki

gambaran EEG dengan dominan gelombang delta dan menurunnya gelombang

theta. Gelombang theta meningkat pada orang yang memiliki gangguan

konsentrasi.

Pada anak dengan GPPH terjadi peningkatan aktivitas gelombang lambat (theta)

dan/atau penurunan aktivitas alpha dan beta, khususnya padea area sentral dan

frontal, sehingga pelatihan Neurofeedback bertujuan penurunan aktivitas theta dan

peningkatan aktivitas beta. Biofeedback melatih individu mengambil alih kontrol

terhadap fungsi fisiologisnya. Pada biofeedback yang menyasar bagian Peripheral

Nervous System (PNS), sensor diarahkan pada bagian-bagian yang berbeda dari

tubuh untuk mengukur sinyal-sinyal biologis yang dihasilkan oleh otot-otot,

kelenjar keringat, suhu tubuh dan detak jantung. Instrumen yang digunakan dalam

terapi ini akan memberi respon jika individu menghasilkan aktifitas biologi yang

diharapkan, dan ini akan memperkuat pembelajaran dan kontrol dari individu

terhadap hal-hal yang sudah dilatih. Neurofeedback yang menyasar bagian


37

Central Nervous system (CNS) dan menggunakan aktifitas bioelektrik dari otak

seperti yang terekam pada EEG sebagai perantara biofeedback (Buitelaar, 2015).
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

1.1. Simpulan

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (GPPH) merupakan gangguan

neurobehaviour yang paling umum dan kronis, memiliki dasar neurobiologi yang

memberi dampak luar biasa pada kehidupan seseorang. Gangguan ini biasanya

dimulai saat usia anak-anak dan gejala-gejalanya menetap sampai usia remaja atau

dewasa dan dapat sepanjang hidup. Gangguan ini memiliki gejala berupa

gangguan pemusatan perhatian dan atau hiperaktivitas-impulsivitas yang lebih

sering dan lebih berat dibanding individu pada level perkembangan yang sama.

Penegakkan diagnosis GPPH harus memenuhi kriteria diagnosis dalam

DSM-5 atau PPDGJ III berupa hiperaktivitas-impulsivitas dan atau gangguan

perhatian dan paling tidak harus berhubungan dengan gangguan dalam hal

pekerjaan atau pendidikan, sosialisasi, atau psikologis. Berdasarkan wawancara

dan atau observasi pada lebih dari satu situasi dan terjadi pada dua atau lebih

situasi penting termasuk di dalamnya situasi sosial, keluarga, pendidikan dan atau

situasi pekerjaan. Konsekuensi GPPH terutama menjadi lebih buruk pada remaja

yang berlanjut hingga dewasa walaupun gejala-gejalanya sering kali tidak lebih

buruk, hal ini seringkali karena orang dewasa memiliki kemampuan lebih untuk

menimbulkan perubahan besar dalam hidup mereka.

Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis GPPH tentunya mempengaruhi

keparahan gejala dan keparahan gangguan atau keterbatasan-keterbatasan yang

38
39

terjadi pada penderita. Keterlambatan penegakkan diagnosis terjadi karena gejala-

gejala sering kali bertumpang tindih dengan gejala penyakit lain baik sebagai

diagnosis banding atau komorbidnya. Maka dari itu amat penting untuk mengenali

dan memahami GPPH sehingga dapat dilakukan penanganan secara dini demi

memperbaiki kualitas hidup dari penderita GPPH. Penanganan haruslah

komprehensif meliputi psikofarmakologi dan nonpsikofarmakologi untuk hasil

yang lebih baik.

1.2. Saran

Dalam menegakkan diagnosis yang akurat sering kali membutuhkan tenaga

profesional yang terlatih dan berpengalaman dalam hal ini, dimana kemampuan

tersebut masih terbatas sehingga dirasa perlu adanya sosialisasi tidak hanya bagi

profesi medis namun penting bagi khalayak umum, workshop mengenai tehnik

wawancara mendalam khusus mengeksplorasi adanya riwayat GPPH saat masa

anak-anak, eksplorasi keluhan-keluhan dan sosialisasi kesepakatan bagaimana

kebijakan penanganan GPPH yang disertai komorbid gejala psikiatri ataupun

memiliki diagnosis banding. Termasuk di dalamnya diperlukan pengembangan

pusat-pusat pelayanan yang khusus peduli GPPH yang menyediakan penanganan

komprehensif bagi penderita.


40

DAFTAR PUSTAKA

Adler, A.L. & Shaw, D., 2011. Assesment and Diagnosis of adult GPPH.
In J.K. Buitelaar, C.C. Kan & P. Asherson , eds. GPPH in Adult,
Characterization, Diagnosis, and Treatment. 1st ed. Cambridge: Cambridge
University press. pp.91-104.
American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic And Stastitical
Manual Of Mental Disorder. 5th ed. London: American Psychiatric Association.
Banaschewski, T., Coghil, D. & Danckaerts, M., 2010. GPPH and
Hyperkinetic Disorder. 1st ed. New York: Oxford University Press.
Barkley, R.A., Biederman, J. & Weiss, G., 2014. Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (GPPH) in Children and Adults. World Anti-Doping
Program, 5, pp.1-9.
Biederman, J., 2011. The develpoment of Adult GPPH as an
epidemiological concept. In J.K. Buitelaar, C.C. Kan & P. Asherson, eds. GPPH
in Adult,Characterization,Diagnosis,and Treatment. 1st ed. Cambridge:
Cambridge Univer3sity press. pp.1-6.
Brown, T.E., 2011. Comorbidities of adult GPPH. In J.K. Buitelaar, C.C.
Kan & P. Asherson, eds. GPPH in Adult, Characterization, Diagnosis, and
Treatment. 1st ed. Cambridge: Cambridge University Press. pp.121-71.
Buitelaar, J.K., Posthumus, J.A. & Buitelaar, N.J., 2015. GPPH in
Childhood and/ or Adulthood as a risk factor for Domestic Violence or Intimate
Partner Violence : a systematic review. J atten Disord.
CADDRA, 2011. Canadian Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Resource Alliance. [Online] Toronto: CADDRA (March 2014) [Accessed 4 June
2015].
Charach, A., Dashti, B. & Carson, P., 2011. Attention Deficit
Hyperactivity Disorder: Effectiveness of Treatment in At-Risk Preschoolers;
Long- Term Effectiveness in All Ages; and Variability in Prevalence, Diagnosis,
and Treatment. October ed. Canada: AHRQ.
Cheung, K., Wong, I., Patrick, L.P., Chan, P., Lin, C. & Wong, L., 2015.
Experience of adolescent and young adults with GPPH in Hongkong: treatment
services and clinical management. BMC psychiatry, pp.1-11.
Departemen Kesehatan RI, 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. 1st ed. Jakarta: World Health Organization.
Gomez, N., Colom, F., Jimenez, E., Bosch, R. & Torres, L., 2015. Bipolar
Disorder with Comorbid Attention Deficit and Hyperactivity Disorder. Main
Clinical Features and Clues for an Accurate Diagnosis. Acta Psychiatrica
Scandinavia.
41
42

Goodman, D.W. & Thase, M.E., 2009. Recognizing GPPH in Adults with
Comorbid Mood Disorders: Implications for Identification and Management.
Postgraduate Medicine, 121(5), pp.1-11.
Kendall, T., Taylor, E., Asherson, P., Bretherton, K. & Bailey, S., 2012.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder Diagnosis and Management of GPPH in
Children, young people and adults Issued. British: The British Psychological
Society and The Royal College of.
Kessler, R.C., Adler, L..A., barkley, R., Biederman, J., Conners, C.K. &
Laurence, L., 2011. The development of adult GPPH as an epidemiological
concept. In J.K. Buitelaar, C.C. Kan & P. Asherson, eds. GPPH in
Adult,Characterization,Diagnosis,and Treatment. 1st ed. Cambridge: Cambridge
Unyversity Press. pp.9-14.
Kooij, J.S., 2013. Adult GPPH Diagnostic Assessment and Treatment. 3rd
ed. London: Springer.
Mannuzza, S., Weiss, G. & Hetchman, L., 2011. Comorbidity of adult
GPPH. In J.K. Buitelaar, C.C. Kan & P. Asherson, eds. GPPH in Adult,
Characterization, Diagnosis, and Treatment. 1st ed. Cambridge: Cambridge
University Press. pp.121-90.
Patel, N., Patel, M. & Patel, H., 2012. GPPH and Comorbid Condition. In
J.M. Norvilitis, ed. Current Directions in GPPH and Its Treatment. 1st ed. Rijeka:
Intech. pp.25-46.
Rittmannsberger, H., Foff, C. & Holler, M., 2014. Methylphenidate for
Psychosis and aggression in a Patient Comorbid with GPPH- A Case Report.
Psychiatria Danubina, 26(1), pp.77-79.
Russel, R., 2012. Non Medication treatment for adult GPPH: evaluating
impact on Daily Functioning and Well-Being. 2nd ed. Newyork: Routledge.
Rutter, M., Bishop, D., Pine, D., Scott, S., Stevenson, J., Taylor, E. &
Tapher,A., 2008. Rutter's Child and Adolescent Psychiatry. 5th ed. Massachusetts:
Blackwell.
Sadock, B.J., Sadock, V.A. & Ruiz, P., 2017. Attention Deficit/
Hyperactivity Disorder. In C.S. Pataki & N. Sussman, eds. Kaplan & Sadock's.
Synopsis of Psychiatry. Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th ed. United
State: Wolters Kluwer. pp.1169-81.
Saputro, D., 2012. Deteksi Dini dan Assesment GPPH. In Yusnadewi, S.,
ed. konas AKESWARI 1. Jakarta, 2009. AKESWARI Jakarta.
Searight, H.R., Burke, J.M. & Rottnek, F., 2000. Adult GPPH: Evaluation
and Treatment in family medicine. Missouri: American Family Physician.
Stahl SM. Stahl’s Essential Psychopharmacology, Neuroscientific Basis
and Practical Application. 4th editio. Cambridge University Press. 2013.
41
42

Tuckman, A., 2009. More attension less deficit_ success strategies in


adult with GPPH. 1st ed. Florida: Specialty Press, Inc.
Weiss, G. & Heacthman, L., 2009. Hyperactive children grown up. In
A.A. Iriani, ed. GPPH. 1st ed. Jakarta: Sagung seto. pp.1-21.Widyawati, I., 2009.
Komorbiditas GPPH dan kondisi lain yg mirip GPPH. In Yusnadewi, S., ed.
Konas AKESWARI I. Jakarta, 2009. AKESWARI Jakarta.
Wiguna, T. (2010). Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas; In
Buku Ajar Psikiatri; Elvira, S. D. & Hadisukanto, G. (eds); Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: p441-454
Young, S.,Khondoker, M., Emilsson, B., Sigurdsson, J.F., Phillip-
Wiegman, F., Baldursson, G. & Olafsdottir, H., 2015. Cognitive-behavioural
therapy in medication-deficit/ hyperactivity disorder and co-morbid
psychopathology: a randomized controlled trial using multi-level analysis.
Psychol Med, 29(5), pp.1-12.
Zuddaz, A. (2010). Pharmacological treatments; In GPPH and Hyperkinetic
Disorder; Banaschewski, T., Coghill, D., Danckaerts, M., Dopfner, M., Rohde, L.,
Sergeant, J. A., et al (eds); Oxford University Press, New York: p53-76.

Anda mungkin juga menyukai