FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DISUSUN OLEH:
Zarah Alifani Dzulhijjah
110 209 0115
PEMBIMBING:
dr. Andi Yuswardani
SUPERVISOR:
dr. Purwanta, Sp.KJ, M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
A. Pendahuluan
Gangguan buatan adalah gangguan dimana pasien secara sengaja membuat
tanda gangguan medis atau jiwa dan salah menunjukan riwayat serta gejalanya.
Tujuannya murni untuk mengambil peran sebagai pasien tanpa adanya
dorongan dari luar. Gangguan ini sifatnya kompulsif , tetapi dianggap
volunteer karena memiliki tujuan dan disengaja, bahkan jika perilaku ini tidak
dapat dikendalikan. Walaupun berperan sebagai pasien, pasien dengan
gangguan ini cenderung tidak seperti pasien biasanya. Mereka tidak
menceritakan riwayat penyakit secara jujur, gejala berasal dari trauma atau
kecelakaan, serta cenderung sangat kooperatif terhadap rencana terapi yang
ditetapkan.1,2
Pasien dengan gangguan buatan sengaja membuat atau melebihlebihkan gejala dari penyakit dengan berbagai cara. Mereka bisa membuat
suatu gejala, dengan melukia diri mereka sendiri atau mengubah tes seperti
mengkontaminasikan sample urine supaya mereka terlihat sakit dan orang lain
peduli terhadap mereka.1,2
Menurut sejarah tahun 1951, seorang dokter klinik bernama Asher
mengungkapkan suatu kasus dari seorang pasien yang bernama Baron Von
Munchausen, mempunyai kebiasaan berpindah-pindah rumah sakit satu ke
rumah sakit lain, berpura-pura mengaku ada gejala-gejala dimana mereka
mengelabuhi
berdasarkan
riwayat
pribadi.
Asher
memberikan
nama
Munchausen syndrome.1,2
B. Epidemiologi
Gangguan ini lebih sering terjadi di rumah sakit dan jarang didapatkan
pada masyarakat umum. Gangguan ini lebih sering dialami oleh perempuan
dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi jika terjadi pada perempuan.
Menurut Diagnistic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR),
gangguan buatan didiagnosis pada kira- kira 1% pasien yang ditemui
dikonsultasi psikiatrik di rumah sakit umum. 1,2
C. Etiologi
1. Faktor Psikososial
Dasar psikodinamika dari gangguan buatan adalah tidak diketahui juga.
Mereka mungkin bertahan bahwa gejala mereka adalah fisik sehingga
terapi yang berorientasi psikologis tidak berguna. Dari suatu laporan kasus
menyatakan bahwa banyak pasien menderita penyiksaan atau penelantaran
pada masa anak-anak, yang menyebabkan seringnya perawatan dirumah
sakit selama masa perkembangan awal. Pada keadaan tersebut tinggal di
rawat inap mungkin telah dianggap sebagai suatu pelepasan dari situasi
rumah yang traumatik dan pasien mungkin menemukan bahwa sejumlah
pengasuh (seperti dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit) adalah
orang-orang yang mengasihi dan bisa merawat mereka. 1,2
Pasien yang mencari prosedur yang menyakitkan seperti operasi
pembedahan dan pemeriksaan yang invasif, mungkin memiliki kepribadian
masokhistik. Pasien dapat menghidupkan peran pasien dan menceritakan
tentang riwayat dan gejala penyakit yang menyiksa berulang- ulang kali
sehingga bisa mendapatkan perawtan di rumah sakit sesering mungkin.
Kemungkinan pasien memiliki kerabat yang menderita gangguan atau
penyakit yang sama yang kemudian ditiru oleh pasien. Adanya kerja sama
antara pasien dengan yang ditiru sangat jarang terjadi. Walaupun pasien
bertindak sendiri, teman dan kerabat turut mendukung dan membuat- buat
penyakit dalam beberapa hal. 1,2
3
2. Faktor Biologis
Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa disfungsi otak dapat menjadi
faktor gangguan buatan. Dikatakan bahwa pemrosesan informasi yang
terganggu berperan dalam fantastika pseudologia pasien Munchausen dan
perilaku menyimpang. Pasien ini tidak memperlihatkan pola genetik dan
pemeriksaan eletroensefalografik (EEG) memperlihatkan tidak adanya
kelainan yang spesifik. 1,2
Dengan tanda dan gejala psikologis yang dominan: Jika tanda dan
gejala psikologis mendominasi tampilan klinisnya.
Dengan tanda dan gejala fisik yang dominan: Jika tanda dan gejala fisik
mendominasi tampilan klinisnya.
Dengan kombinasi tanda dan gejala psikologis serta fisik: Jika kedua
tanda dan gejala psikologis serta fisik ada tetapi tidak mendominasi
tampilan klinis.
Dengan tidak adanya gangguan fisik atau mental , penyakit atau cacat
yang pasti, individu berpura- pura memiliki gejala sakit secara
berulang- ulang dan konsisten.
Untuk gejala fisik mungkin meluas sampai membuat irisan atau luka
untuk menciptakan perdarahan , atau menyuntik diri dengan bahan
beracun.
dan
menetap
sehingga
menyebabkan
diulanginya
Motivasi untuk perilaku ini hampis selalu kabur dan dianggap faktor
internal, dan kondisi ini terbaik diinterpretasikan sebagai suatu
gangguan perilaku sakit dan peran sakit (disorder of illness behavior
and the sick role).
Perlu
dibedakan
dengan
Mallingering,
didefinisikan
sebagai
wajib militer atau tugas militer yang berbahaya, dan upaya untuk
memperoleh keuntungan karena sakit atau mendapatkan perbaikan taraf
hidup.
bahwa
operasi
tersebut
berhubungan
dengan
operasi
yang kuat, dan narsisisme. Hasil invalid pada tes MMPI-2 (Minnesota
MultiphasicPersonality Inventory-2) yang menunjukkan peningkatan semua
skala klinis sebagai usaha untuk menunjukkan upaya lebih terganggu. 1
Tidak ada uji laboratorium spesifik untuk gangguan buatan. Tapi uji
seperti darah rutin dapat membantu menyingkirkan gangguan medis atau jiwa
yang spesifik.
F. Diagnosis Banding
1. Gangguan Somatoform
Gangguan buatan dibedakan dengan gangguan somatosasi karena
adanya gejala buatan yang dilakukan secara sengaja, riwayat rawat inap
berulang di rumah sakit, dan keinginan untuk menjalani prosedur yang
merusak pada gangguan buatan. Pasien dengan gangguan konversi
biasanya tidak memahami istilah medis, dan gejalanya memiliki hubungan
waktu langsung atau rujukan simbolik dengan konflik emosis spesifik.1.4
2. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian mempunyai pola perilaku maladaptif, yaitu tidak
dapat menyesuaikan diri yang tertanam secara dalam dan berbeda dengan
gangguan psikotik dan gangguan neurotic secara kualitatif.5
Karena kebohongan patologis, tidak ada hubungan dekat dengan orang
lain, serta manipulatif dan bermusuhan, pasien gangguan buatan biasanya
memiliki gangguan kepribadian antisosial. Meskipun demikian, orang yang
antisosial, biasanya tidak secara sukrela melakukan tindakan invasif dan
menjalani rawat inap jangka panjang dan berulang. 1,4
Karena mencari perhatian dan dramatisasi, pasien dengan gangguan
buatan digolongkan dalam gangguan kepribadian histrionik. Tetapi pada
gangguan buatan tidak semua pasien memiliki bakat dramatic, banyak yang
9
menarik diri dan terlihat lemah. Orang dengan gangguan buatan juga tidak
memiliki kebiasaan berpenampilan, pikiran, dan komunikasi yang eksentrik
seperti pada gangguan kepribadian skizotipal. 1,4
3. Skizofrenia
Skizofrenia memiliki gejala psikotik yang ditandai dengan
abnormalitas dalam bentuk dan isi pikiran, persepsi dan emosi, serta
perilaku.5
Diagnosis skizofrenia biasanya ditandai dengan gaya hidup bizar,
tetapi pada gangguan buatan biasanya tidak memenuhi kriteria skizofrenia
kecuali jika mereka memiliki waham dimana mereka yakin mereka benarbenar sakit dan memerlukan perawatan. 1,4
4. Malingering
Malingering memiliki tuajuan yang jelas. Misalnya meminta perawatan
dengan menunjukkan gejala dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi
keuangan, menghindari polisi, menghindari kejaran, atau hanya untuk
mendapatkan temapt tidur gratis. Pasien akan berhenti menimbulkana
gejala jika dianggap tidak menguntungkan lagi atau dianggap terlalu
berbahaya. 1,4
5. Penyalahgunaan zat
Walaupun pasien gangguan buatan memiliki riwayat penggunaan zat,
tetapi tidak didiagnosis gangguan penggunaan zat. Harus didiagnosis secara
bersamaan. 1,4
6. Sindrom Ganser
Gangguan ini menyerang banyak penghuni penjara. Ditandai dengan
pemberian jawaban yang tidak akurat. Orang ini memerikan respon pada
pertanyaan sederhana dengan jawaban yang tidak benar.Misalnya, pasien
ini ditanya warna pada mobil warna biru, tetapi pasien menjawab warna
10
H. Terapi
Tidak ada terapi psikiatrik spesifik dalam tatalaksana gangguan buatan.
Pasien menyangkal gangguan buatan pada mereka dan akhirnya memilih lari
dan menolak pengobatan. Oleh karena itu sasaran pengobatan bukan
penyembuhan, tetapi mencegah pasien kesakitan dan menjalani prosedur yang
menyiksa dengan mengenali gejalanya secara dini. Namun demikian, tidak ada
11
teknik psikoterapi yang dianggap terbaik. Hubungan yang baik antara psikiater
dengan ahli bedah cukup penting. Kerjasama dengan dokter primer dirasakan
lebih baik dibandingkan dengan pasien dalam isolasi. 1
Dokter harus berupaya tidak marah terhadap pasien dan menganggapnya
sebagai musuh. Walaupun konfrontasi adalah hal yang controversial, pasien
harus tetap dihadapkan pada kenyataan walaupun resikonya pasien akan
melarikan diri dan menghindar. 1
Farmakoterapi pada gangguan buatan memiliki kegunaan yang terbatas.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dapat berguna untuk mengurangi
perilaku impulsive bila perilaku tersebut merupakan komponen utama perilaku
berpura- pura. 1
KESIMPULAN
12
13
DAFTAR PUSTAKA
14