Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

Asma Persisten Ringan Dalam Serangan Akut Sedang

Oleh :
Indri Ranggelika 1410070100004

Preseptor:
dr. Sari Nikmawati, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD NATSIR
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Case Report Session ini

yang berjudul “Asma Persisten Ringan Dalam Serangan Akut Sedang”. Case

ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian

Penyakit Paru di RSUD Mohammad Natsir.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sari Nikmawati, Sp.P

selaku pembimbing, karena telah meluangkan waktu dan ilmu pengetahuannya

kepada penulis. Dalam penyusunan case ini penulis mengalami beberapa

hambatan dan kesulitan, namun atas bantuan dan bimbingan yang telah beliau

berikan, maka case ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan baik dalam segi penyusunan,

pengolahan, pemilihan kata, dan proses pengetikan karena masih dalam tahap

pembelajaran. Saran dan kritik yang membangun tentu sangat penulis harapkan

untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata,

semoga case ini dapat berguna khusunya bagi penulis dan bagi pembaca pada

umumnya dalam memahami masalah Asma.

Solok, Agustus 2019

Penulis

i2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 5

1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................... 2

1.3 Manfaat Penulisan ......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi………............................................................................... 7

2.2 Epidemiologi….............................................................................. 7

2.3 Patofisiologi……………............................................................... 7

2.4 Klasifikasi …………….............................................................. 8

2.5 Faktor Resiko………..................................................................... 13

2.6 Diagnosa ……………................................................................... 14

2.7 Diagnosa Banding……................................................................. 16

2.8 Penatalaksanaan ……………....................................................... 17

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................... 25

BAB IV ANALISA KASUS…………………………………………….. 33

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 34

3
DAFTAR TABEL

ii
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis…… 8

Tabel 2.Klasifikasi Berat Serangan Asma Aku………………………… 10

Tabel 3. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan


…………………………………………………………………………….. 11
Tabel 4.Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi
……………………………………………………………………………... 19
Tabel 5. Pengobatan sesuai berat asma……………………………………. 21
Table 6. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan
dan tempat pengobatan……………………………………………………. 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang disebabkan

oleh reaksi hiperresponsif sel imun yang menimbulkan gejala berupa mengi, sesak

napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari yang

bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan.1,3 Faktor lingkungan dan

berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran

napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik

pada asma intermiten maupun asma persisten.2

Asma menjadi 5 penyakit terbesar yang menyumbang kematian di dunia

karena prevalensinya mencapai 17,4%. World Health Organization (WHO) pada

tahun 2010 menunjukkan sebanyak 300 juta orang di dunia mengidap penyakit

asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit asma. Prevalensi asma di

Amerika serikat, diperkirakan lebih dari 4.000 kematian pertahun. Prevalensi

asma di Indonesia merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian,

diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia menderita asma. Pravalensi penyakit asma

di Indonesia meningkat dari 5,2% tahun 2009 menjadi 6,4% tahun 2010. Apabila

tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi

peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta

mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.2,4

5
1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior


di Bagian Ilmu Penyakit paru Fakultas Kedokteran Universitas
Baiturrahmah.
2. Untuk memahami materi tentang Asma.

1.3 Manfaat

1. Bagi penulis
Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan
mengenai Asma.
2. Bagi institute pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi bagi mahasiswa untuk kegiatan yang ada
kaitannya dengan pelayanan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan
Asma.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma

2.1.1. Definisi

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang disebabkan

oleh reaksi hiperresponsif sel imun yang menimbulkan gejala berupa mengi, sesak

napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari yang

bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan.1,3

2.1.2. Epidemiologi

Asma menjadi 5 penyakit terbesar yang menyumbang kematian di dunia


karena prevalensinya mencapai 17,4%. World Health Organization (WHO) pada
tahun 2010 menunjukkan sebanyak 300 juta orang di dunia mengidap penyakit
asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit asma. Prevalensi asma di
Amerika serikat, diperkirakan lebih dari 4.000 kematian pertahun. Prevalensi
asma di Indonesia merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian,
diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia menderita asma. Pravalensi penyakit asma
2,4
di Indonesia meningkat dari 5,2% tahun 2009 menjadi 6,4% tahun 2010.

2.1.3. Patofisiologi

Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran


napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Peningkatan
reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya inflamasi kronik yang khas dan
melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas.
Pada penderita asma dapat tejadi bronkokonsentriksi. Proses bronkokonsentriksi
ini diawali dengan proses hypersensitivitas yang distimulasi agent fisik seperti

7
suhu dingin, debu, serbuk tanaman dan lainnya. Asma juga dapat terjadi karena
adanya stimulasi agent psikis seperti kecemasan dan rasa takut. Pada suatu
serangan asma otot-otot polos dari bronkus mengalami kejang dan jaringan yang
melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan
pelepasan lender ke dalam saluran udara.
Hal ini memperkecil diameter dari saluran udara dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-
sel tertentu didalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggung jawab
terhadap awal terjadinya penyempitan ini. Sel mast disepanjang bronkus
melepaskan bahan seperti histamine dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya
kontraksi otot polos, peningkatan pembentukan lendir dan perpindahan sel darah
putih tertentu ke bronkus.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu
yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus
yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bias terjadi
pada beebrapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang
tersebut melakukan olahraga atau berada dalam cuaca dingin. Stress dan
kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamine dan leukotrien.3

2.1.4. Klasifikasi Asma

Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum

pengobatan dimulai.3

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat Gejala Klinis Gejala Faal paru


Asma Malam
I. Intermiten Bulanan APE ≥ 80%
* Gejala <1x/minggu * ≤ 2 kali * VEP1 ≥ 80% nilai
* Tanpa gejala di luar sebulan prediksi

8
serangan APE ≥ 80% nilai
* Serangan singkat terbaik
* Variabiliti APE <
20%
II. Persisten Mingguan APE > 80%
Ringan
* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali * VEP1 ≥ 80% nilai
tetapi < 1x/ hari sebulan prediksi
* Serangan dapat APE ≥ 80% nilai
mengganggu aktiviti terbaik
dan tidur * Variabiliti APE
20-30%
III. Persisten Harian APE 60 – 80%
Sedang
* Gejala setiap hari * > 1x / * VEP1 60-80%
* Serangan mengganggu seminggu nilai prediksi
aktiviti dan tidur APE 60-80% nilai
*Membutuhkan terbaik
bronkodilator * Variabiliti APE
setiap hari >30%
IV. Persisten Kontinyu APE ≤ 60%
Berat
* Gejala terus menerus * Sering * VEP1 ≤ 60% nilai
* Sering kambuh prediksi
* Aktiviti fisik terbatas APE ≤ 60% nilai
terbaik
* Variabiliti APE >
30%

9
Tabel 2.Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut3

Gejala dan Berat Serangan Akut Keadaan


Tanda Ringan Sedang Berat Mengancam
Jiwa
Sesak nafas Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk
terlentang Membungkuk
Cara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi
berbicara kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,
gelisah gelisah,
kesadaran
menurun
Frekuensi <20/menit 20-30/menit >30/menit
Nafas
Nadi <100/menit 100- >120/menit Bradikardia
120/menit
Pulsus - + + -
paradoksus 10mmHg 10-20mmHg >25mmHg Kelelahan
Otot
Otot Bantu - + + Torakoabdo
Napas dan minal
retraksi Paradoksal
suprasternal
Mengi Akhir Akhir Inspirasi dan Silent Chest
ekspirasi ekspirasi ekspirasi
paksa
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 60-80 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

10
SaO2 >95% 91-95% <90%

Tabel. 3 menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada


penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani
sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu
tingkat.3

Tabel 3. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan3


Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian

Gejala dan Faal Tahap I Tahap II Tahap III

paru dalam Intermiten Intermiten Intermiten

Pengobatan

Tahap I : Intermiten Intermiten Persisten Ringan Persisten Sedang

-Gejala < 1x/ mgg

-Serangan singkat

-Gejala malam < 2x/

bln

-Faal paru normal di

luar serangan

Tahap II : Persisten Persisten Ringan Persisten Sedang Persisten Berat

Ringan

-Gejala >1x/ mgg,

tetapi <1x/ hari

-Gejala malam

>2x/bln, tetapi

<1x/mgg

11
-Faal paru normal di

luar serangan

Tahap III: Persisten Persisten Sedang Persisten Berat Persisten Berat

Sedang

-Gejala setiap hari

Serangan

mempengaruhi

aktiviti dan tidur

-Gejala malam >

1x/mgg

60%<VEP1<80%

nilai prediksi

-60%<APE<80%

nilai terbaik

Tahap IV: Persisten Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat

-Berat Gejala terus

menerus

-Serangan sering

-Gejala malam

sering

-VEP1 ≤ 60% nilai

prediksi, atau APE

≤ 60% nilai terbaik

12
2.1.5. Faktor Resiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host


factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik
yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik
(atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan
yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi
faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan3,5 :
- Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan
genetik asma,
- Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma.

13
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah

penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada

awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif

dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.3,5

2.1.6. Diagnosis

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,


disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang
bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup membantu
diagnosis.3,5
Untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan
pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik.3,5
a. Riwayat penyakit/gejala :
a. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
b. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
c. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
d. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
e. Respons terhadap pemberian bronkodilator

14
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
a. Riwayat keluarga (atopi)
b. Riwayat alergi / atopi
c. Penyakit lain yang memberatkan
d. Perkembangan penyakit dan pengobatan
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Dinding dada simetris kiri dan kanan dalam keadaan
statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Wh (+/+), ekspirasi memanjang (+/+)

Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis
berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.3,5
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Faal Paru
faal paru digunakan untuk menilai:
 obstruksi jalan napas
 reversibiliti kelainan faal paru
 variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif
jalan napas
b) Pemeriksaan Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada
kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas
dan kooperasi penderita.
c) Pemantauan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter

15
d) Peran Pemeriksaan Lain untuk Diagnosis
 Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi
spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma
persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma.
Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai
gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan
fibrosis kistik.
 Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil
untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/
pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada
keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/
kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). 3,5

2.1.7. Diagnosis Banding6

 Penyakit Paru Obstruksi Kronik

 Bronkitis kronik

 Gagal Jantung Kongestif

 Batuk kronik akibat lain-lain

 Disfungsi larings

 Obstruksi mekanis (misal tumor)

 Emboli Paru

16
2.1.8. Penatalaksaan

Tujuan penatalaksanaan asma yaitu:


1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Menupayakan aktifitas normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversible
7. Mencegah kematian karena asma
Program penatalaknaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu5:
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiti dan menjaga penderita agar
tetap masuk sekolah/ kerja dan mengurangi biaya pengobatan. Edukasi tidak
hanya pada penderita tetapi juga kepada keluarga.
2. Menilai dan Monitor Berat Asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.
3. Identifikasi dan Mengendalikan Faktor Pencetus
Sebagian penderita dengan mudah mengenali faktor pencetus akan tetapi
sebagian lagi tidak dapat mengetahui faktor pencetus asmanya. Sehingga
identifikasi faktor pencetus harus dilakukan untuk mencegah timbulnya
serangan berulang.
4. Perencanaan Pengobatan Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan (asma terkontrol, lihat program penatalaksanaan) .
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat 3
faktor yang perlu dipertimbangkan :
- Medikasi (obat-obatan)
- Tahapan pengobatan

17
- Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
1) Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
a) Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :
- Kortikosteroid inhalasi
- Kortikosteroid sistemik
- Sodium kromoglikat
- Nedokromil sodium
- Metilsantin
- Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi dan oral
- Leukotrien modifiers
- Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

Glukokortikosteroid inhalasi
Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol
asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,
menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi
adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).5

18
Tabel 4.Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi

Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan
sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang
sehari), tetapi penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik.Harus
selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), jangka panjang lebih efektif
menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral
terpaksa harus diberikan misalnya pada keadaan asma persisten berat yang dalam
terapi maksimal belum terkontrol (walau telah menggunakan paduan pengobatan
sesuai berat asma), maka dibutuhkan steroid oral selama jangka waktu tertentu.3,5
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat memberi steroid oral5 :
- gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai
efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada
otot minimal
- bentuk oral, bukan parenteral
- penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)


Berfungsi menghambat penglepasan mediator dari sel mast melalui reaksi
yang diperantarai IgE yang bergantung kepada dosis dan seleksi serta supresi sel

19
inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit). Pemberiannya secara inhalasi.
Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Studi klinis
menunjukkan pemberian sodium kromoglikat dapat memperbaiki faal paru dan
gejala, menurunkan hiperesponsif jalan napas walau tidak seefektif
glukokortikosteroid inhalasi. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk
menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. Efek samping umumnya
minimal seperti batuk atau rasa obat tidak enak saat melakukan inhalasi.5

Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan
pada serangan asma berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan
bersama/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika dibutuhkan.

Agonis beta-2 kerja lama


Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol
dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam).Seperti lazimnya
agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi
penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.5

Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok
sintesis semua leukotrin (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor
leukotrien sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas).
Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan
menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain
bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek anti inflamasi.5

20
b) Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi
jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.5
Termasuk pelega adalah :
- Agonis beta2 kerja singkat
- Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega
bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum
tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
- Antikolinergik
- Aminofillin
- Adrenalin

2) Tahap Pengobatan
Tabel 5. Pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Medikasi Alternatif / Pilihan Alternatif lain
Asma pengontrol harian lain
Asma Tidak perlu - -
Intermiten
Asma Glukokortikosteroid -
Persisten inhalasi - Teofilin lepas
Ringan (200-400 ug BD/hari lambat
atau ekivalennya) - Kromolin
- Leukotriene
modifiers

21
Asma Kombinasi inhalasi - Glukokortikosteroid Ditambah agonis
Persisten glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug beta-2 kerja lama
Sedang (400-800 ug BD/hari BD atau oral, atau
atau ekivalennya) ekivalennya)
dan ditambah Teofilin Ditambah
agonis beta-2 kerja lepas lambat ,atau teofilin lepas
lama lambat
- Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug
BD atau
ekivalennya)
ditambah agonis
beta-2 kerja lama
oral, atau

- Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800 ug BD atau
ekivalennya) atau

- Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug
BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon/
Persisten glukokortikosteroid metilprednisolon oral
Berat (> 800 ug BD atau selang sehari 10 mg
ekivalennya) dan ditambah agonis beta-

22
agonis beta-2 kerja 2 kerja lama oral,
lama, ditambah ≥ 1 ditambah teofilin lepas
di bawah ini: lambat
- teofilin lepas
lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin
dengan kondisi asma tetap terkontrol.

Table 6. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan


tempat pengobatan

23
Kriteria Rujukan :
Tidak respons dengan pengobatan, ditandai dengan:
a. Tidak terjadi perbaikan klinis
b. Bila APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai terbaik/ prediksi; atau
APE pasca tatalaksana < 40% nilai terbaik/ prediksi.
c. Serangan akut yang mengancam jiwa
d. Tanda dan gejala tidak jelas (atipik), atau masalah dalam diagnosis
banding, atau komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid); seperti
sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi pita
suara, refluks gastroesofagus dan PPOK.
e. Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan standar, seperti
uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus,
uji latih (kardiopulmonary exercise test), bronkoskopi dan sebagainya.3
Konseling dan Edukasi
1. Meningkatkan kebugaran fisis
2. Berhenti merokok
3.
Menghindari pencetus di lingkungan sehari-hari.3

24
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. Rano
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 27 Tahun
Pekerjaan :
Alamat :
Nomor MR :
Tanggal Masuk :

Anamnesis
- Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
- Riwayat Penyakit Sekarang
o Sesak nafas meningkat sejak 1 jam SMRS, sesak sudah
dirasakan sejak 1 hari SMRS, sesak dirasakan menciut jika
dalam serangan, sesak dipengaruhi emosi dan cuaca (terutama
cuaca dingin), sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan
aktivitas. Serangan sesak 1 bulan 3 kali, sesak nafas dirasakan
dalam satu minggu ini lebih dari 2 kali, dalam 1 hari 1 kali
serangan sesak. Terbangun malam hari karena sesak tidak ada,
saat sesak pasien dalam posisi berjalan, ketika posisi tidur
telentang dirasakan pasien makin sesak, saat serangan sesak
pasien hanya mengucapkan beberapa kata.
o Batuk meningkat sejak 1 hari SMRS, batuk sudah dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul dan batuk tidak
berdahak.
o Batuk berdarah tidak ada
o Nyeri dada tidak ada

25
o Demam tidak ada
o Keringat malam tidak ada
o Penurunan berat badan tidak ada
o Penurunan nafsu makan tidak ada
o Mual dan muntah tidak ada
o BAB dan BAK dalam batas normal

- Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat minum OAT disangkal
- Riwayat asma ada, pasien telah menderita asma sejak tahun 2011, dan
rutin berobat di RSUD M.Natsir, terakhir berobat bulan juli 2019. Tapi
pasien tidak tahu nama obat yang sering dikonsumsi.
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat minum OAT disangkal
- Riwayat asma disangkal
Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Kebiasaan
Pekerjaan : Sebagai pegawai di toko bangunan angkat barang bergaul
dengan lingkungan perokok.
Kebiasaan :
Merokok : Pernah merokok
Usia : 10 tahun
Berhenti Merokok : 21 tahun
Jumlah batang/hari : 16 batang
Indeks Brigman : 11 x 16 = 176 ( perokok ringan)
Narkoba : tidak ada
Alkohol : tidak ada
Pemeriksaan Fisik

26
Keadaan Umum : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 92 x/i , Reguler
Frekuensi Napas : 22 x/i
Suhu : 36,7 ºC
Berat Badan : 63 kg
Tinggi Badan : 164 cm
KEPALA
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
- Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran kelenjer getah
bening dan kelenjer tiroid.

THORAK
- PARU
Inspeksi : Simetris, hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis
dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus sama pada paru kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru kiri dan kanan
Auskultasi : Rhonki (-/-), wheezing (+/+), Ekspirasi memanjang (+/+)

- JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : Irama reguler, Murmur (-), Gallop (-)

- ABDOMEN
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, sikatrik (-), asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani

27
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
- Akral hangat (+/+)
- Udem (-/-)
- CRT < 2 detik (+/+)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
- Hemoglobin : 16,7 g/dl
- Leukosit : 25.000 uL
- Trombosit : 361.000 uL

Diagnosa Kerja
Suspect Asma persisten ringan dalam serangan akut sedang
Diagnosa Banding

Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Istirahat, kurangi aktivitas berat
Farmakologi
- O2 3L/menit nasal kanul
- Nebu salbutamol 100 mcg/ tiap 4 jam jika serangan
- Tab ambroxol 3x30 mg
- Tab PCT 3x500 mg
- Drip aminophilin 7 cc dalam IVFD RL 500 cc 12j/kolf

Pemeriksaan Anjuran
- Spirometri

28
FOLLOW UP

Hari/Tanggal : Kamis, 1 Agustus 2019

Anamnesis

- Sesak Nafas : Ada, terasa memberat ketika serangan


- Demam : Tidak ada
- Batuk/ Batuk Darah : Batuk tidak berdahak sedikit berkurang
- Nyeri dada : Tidak ada
- Nafsu Makan : Baik
Pemeriksaan Fisik

- KU : Tampak Sakit Sedang


- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD/ HR : 120/70 mmHg, 76 x/i
- Nafas : 21 x/i
Paru

Inspeksi : Simetris, Hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan

dinamis

Palpasi : Vocal fremitus paru kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru

Auskultasi : Ronkhi (-/-), Wheezeng (+/+), Ekspirasi memanjang (+/+)

Kesan

Suspect Asma persisten ringan dalam serangan akut sedang belum ada

perbaikan

Anjuran

- Istirahat
- Hindari faktor pencetus

29
Terapi

- O2 3L/menit nasal kanul


- Nebu salbutamol 100 mcg/ tiap serangan
- Tab ambroxol 3x30 mg
- Tab codein 2x10 mg
- Drip aminophilin 7 cc dalam IVFD RL 500 cc 12j/kolf

FOLLOW UP

Hari/Tanggal : Jumat, 2 Agustus 2019

Anamnesis

- Sesak Nafas : Tidak ada


- Demam : Tidak ada
- Batuk/ Batuk Darah : Batuk berkurang, batuk tidak berdahak
- Nyeri dada : Tidak ada
- Nafsu Makan : Baik
Pemeriksaan Fisik

- KU : Tampak Sakit Sedang


- Kesadaran : Composmentis Cooperatif
- TD/ HR : 110/80 mmHg, 88 x/i
- Nafas : 20 x/i

Paru

Inspeksi : Simetris, Hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan

dinamis

Palpasi : Vocal fremitus paru kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru kiri dan kanan

Auskultasi : Ronkhi (-/-), Wheezeng (+/-), Ekspirasi memanjang (+/+)

30
Kesan

Suspect Asma persisten ringan dalam serangan akut sedang dalam

perbaikan

Anjuran

- Istirahat
- Nasal kanul di stop
- Nebu salbutamol 100 mcg jadikan / 8 jam

Terapi

- Tab ambroxol 3x30 mg


- Tab codein 2x10 mg
- Drip aminophilin 7 cc dalam IVFD RL 500 cc 12j/kolf
- Nebu salbutamol 100 mcg/ tiap 8 jam

FOLLOW UP

Hari/Tanggal : Sabtu, 3 Agustus 2019

Anamnesis

- Sesak Nafas : Tidak ada


- Demam : Tidak ada
- Batuk/ Batuk Darah : Batuk berkurang, batuk tidak berdahak
- Nyeri dada : Tidak ada
- Nafsu Makan : Baik
Pemeriksaan Fisik

- KU : Tampak Sakit Sedang


- Kesadaran : Composmentis Kooperatif
- TD/ HR : 130/90 mmHg, 85 x/i

31
- Nafas : 20 x/i

Paru

Inspeksi : Simetris, Hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis dan

dinamis

Palpasi : Vocal fremitus paru kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru kiri dan kanan

Auskultasi : Ronkhi (-/-), Wheezeng (-/-), Ekspirasi memanjang (-/-)

Kesan

Suspect Asma persisten ringan dalam serangan akut sedang dalam perbaikan

Anjuran

- Istirahat
- Dianjurkan untuk dapat mengendalikan factor pencetus
- Tambahkan amoksicilin 3x500 mg

Terapi

- Tab ambroxol 3x30 mg


- Tab codein 2x10 mg
- Tab amoksicilin 3x500 mg
- Drip aminophilin 7 cc dalam IVFD RL 500 cc 12j/kolf
- Nebu salbutamol 100 mcg/ tiap 8 jam

32
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada laporan kasus ini, Tn, Rano (27 tahun) dating ke IGD RSUD
M.Natsir dengan keluhan sesak nafas yang meningkat sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesa, pasien merasakan sesak nafas meningkat sejak 1
jam SMRS, sesak sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS, sesak dirasakan menciut
jika dalam serangan, sesak dipengaruhi emosi, makanan, dan cuaca, sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas. Serangan sesak 1 bulan 3 kali, sesak nafas dirasakan
dalam satu minggu ini lebih dari 2 kali, dalam 1 hari 1 kali serangan sesak.
Terbangun malam hari karena sesak tidak ada, saat sesak pasien dalam posisi
berjalan, ketika posisi tidur telentang dirasakan makin sesak, saat serangan sesak
pasien hanya mengucapkan beberapa kata. Batuk meningkat sejak 1 hari SMRS,
batuk sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul dan batuk tidak
berdahak. Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat diabetes melitus disangkal,
riwayat hipertensi disangkal, riwayat minum OAT disangkal, riwayat asma ada,
pasien telah menderita asma sejak tahun 2011, dan rutin berobat di RSUD
M.Natsir, terakhir berobat bulan juli 2019. Tapi pasien tidak tahu nama obat yang
sering dikonsumsi. riwayat penyakit keluarga, riwayat diabetes melitus disangkal,
riwayat hipertensi disangkal, riwayat minum OAT disangkal, riwayat asma
disangkal. Pasien sehari-hari bekerja sebagai pegawai di toko bangunan angkat
barang bergaul dengan lingkungan perokok.
Dari hasil pemeriksaan fisik, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 92 x/i
reguler, frekuensi nafas 22 x/i. Pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan
ronkhi (-/-), wheezing (+/+), ekspirasi memanjang (+/+). Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan spirometri untuk menentukan faal paru.
Penatalaksanaan yang dilakukan dapat berupa non farmakologi istirahat,
kurangi aktivitas berat. Farmakologi O2 3L/menit nasal kanul, nebu salbutamol
100 mcg/ tiap 4 jam jika serangan, tab ambroxol 3x30 mg, tab PCT 3x500 mg,
drip aminophilin 7 cc dalam IVFD RL 500 cc 12j/kolf

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Asthma GINA, 2008. Pocket Guide for Asthma
Management and Prevention. http://www.ginasthma.org.Accessed August,
01 2019.
2. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan
RI ;2009; 5-11.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma . Editor Tim Kelompok Kerja
Asma. Jakarta,2011.
4. National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel Report :
Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma. Rockville, MD.
National Heart, Lung, and Blood Institute, US Dept of Health and Human
Services; 2007. NIH publication 08-4051. Available at
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.htm. Accessed
August,01 2019
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2006. Asma: Pedoman &
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

34

Anda mungkin juga menyukai