Anda di halaman 1dari 9

JOURNAL READING

The Association Between Duration Of Untreated Psychosis In First


Psychotic Episode Patients And Help Seeking Behaviors In
Jogjakarta, Indonesia
Carla R. Marchiraa, Irwan Supriyantoa, Subandib, Soewadia and Byron J. Good

Dibahas oleh:
Achmad Bima Aryaputra
13711065

Pembimbing :
dr Primasari Pitaningsih Sp.KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSJD DR RM SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2018
Abstrak
Pencarian bantuan adalah prediktor prognosis di episode pertama gangguan psikotik.
Pengasuh berperan penting dalam memutuskan kepada siapa mencari bantuan. Di Indonesia,
pengasuh sering mencari bantuan awalnya dari penyembuh alternatif dan kemudian
profesional kesehatan, yang diyakini mengakibatkan perawatan psikiatris yang tertunda dan
risiko untuk prognosis yang buruk. Penelitian ini mengukur durasi psikosis yang tidak diobati
(DUP) dalam sampel 100 orang yang dirawat untuk episode pertama psikosis di Yogyakarta,
Indonesia. Penelitian ini mengukur dan menentukan hubungan antara model penjelasan
pengasuh, perilaku mencari bantuan, dan DUP. Data kemudian dianalisis secara statistik.
DUP untuk populasi ini sangat pendek. Kebanyakan pengasuh adalah orang tua atau
pasangan (72% dan 12%) dan pada saat diwawancarai menjelaskan model gejala psikotik
(60%). Mayoritas menggambarkan telah mengunjungi penyembuh tradisional / alternatif
sebelum kunjungan mereka ke profesional kesehatan (67%). Meskipun demikian, DUP tidak
berbeda secara signifikan untuk kedua kelompok ini. Dengan demikian, resor pertama untuk
penyembuh tradionis / alternatif tidak menjadi faktor prediktif untuk DUP berkepanjangan.
Studi lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar diperlukan untuk lebih memahami
hubungan antara pencarian perawatan, penggunaan penyembuh alternatif dan DUP di
Indonesia.

Latar Belakang
Psikosis terdiri dari serangkaian gejala di mana kapasitas mental seseorang, tanggapan
afektif dan kapasitas untuk mengenali realitas, berkomunikasi, dan berhubungan dengan
orang lain mengalami gangguan. Tanpa pengobatan yang tepat, fase awal psikosis sering
berkembang menjadi gangguan yang lebih melemahkan dengan konsekuensi berat.
Studi telah menunjukkan ketidaksesuaian pengetahuan antara orang-orang biasa dan
profesional kesehatan dalam istilah gangguan psikotik. Berbeda dengan keyakinan
profesional bahwa banyak orang yang menderita psikosis akut harus dirawat di rumah sakit
dan diobati dengan obat antipsikotik, di beberapa masyarakat, orang biasa cenderung percaya
bahwa penyakit psikotik dapat diobati dengan berbagai bentuk perawatan alternatif, termasuk
vitamin, diet atau perawatan sendiri. Perbedaan ini juga mempengaruhi pengasuhan keluarga
dalam perilaku mencari bantuan selama episode pertama gangguan psikotik pada anggota
keluarga.
Proses pencarian perawatan untuk penyakit mental dimediasi oleh budaya. Pengasuh
keluarga sering yang pertama tahu bahwa seseorang mulai mengalami gejala psikotik.
Bagaimana pengasuh memilih metode penanganan selama episode pertama psikosis penting
dalam menentukan jalannya pengobatan yang diterima pasien dan durasi psikosis yang tidak
diobati (DUP). DUP didefinisikan sebagai periode antara timbulnya gejala psikotik dan
pemberian perawatan medis yang efektif. Di Indonesia, pengasuh keluarga sangat penting
dalam membimbing proses pencarian perawatan. Para pengasuh di Indonesia sering
memahami penyebab dasar gangguan psikotik adalah supernatural, menafsirkannya gangguan
psikotik disebabkan oleh roh atau kekuatan spiritual, dengan sihir hitam yang disengaja, atau
seseorang yang terlibat dalam meditasi atau praktik keagamaan tanpa bimbingan yang tepat.
Pengasuh Indonesia sering mencari bantuan dari penyembuh alternatif, seperti paranormal

2
atau dukun (dukun tradisional Jawa) atau kyai, ustadz, ruqyah (penyembuh agama Islam)
sebelum mencari perawatan dari spesialis medis. Banyak spesialis kesehatan mental
Indonesia percaya bahwa pola ini menyebabkan keterlambatan dalam menemukan perawatan
medis yang tepat dan dengan demikian memperpanjang DUP.
Analisis yang dilaporkan di sini didasarkan pada studi tentang efektivitas
psikoedukasi keluarga dalam meningkatkan pengetahuan pengasuh tentang skizofrenia dan
perawatan yang mereka berikan untuk anggota keluarga, yang dilakukan di Jogjakarta,
Indonesia. Dalam makalah ini, dilaporkan temuan DUP dalam populasi dan memeriksa
pengaruh model penjelasan dan proses pencarian bantuan pengasuh pada DUP di episode
pertama gangguan psikotik.

Metodologi
Sampel dan desain penelitian
Sebanyak 100 pasien dengan psikosis awal dan pengasuh mereka direkrut sebagai
bagian dari studi. Kriteria inklusi adalah : (1) menderita episode pertama gangguan psikotik,
dengan diagnosis yang ditetapkan oleh setidaknya dua psikiater menurut Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems-10th Revision (ICD-10) , (2) berusia
15–30 tahun, dengan pengasuh berusia 18–70 tahun, (3) telah menyetujui informed consent.
Pasien yang didiagnosis menderita gangguan afektif dengan gejala psikotik dan mereka yang
DUP nya melebihi satu tahun dikeluarkan dari penelitian untuk mengurangi recall bias.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain cross-sectional. Sampel
dikumpulkan dari rumah sakit di daerah Jogjakarta yang memiliki setidaknya satu psikiater
yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini (Rumah Sakit Sardjito, Rumah Sakit
Jiwa Grhasia, Rumah Sakit Daerah Jogjakarta dan Rumah Sakit Jiwa Puri Nirmala).

Instrumen dan definisi operasional


Diagnosis episode psikotik ditegakkan oleh setidaknya dua psikiater berdasarkan
kriteria ICD-10. Episode pertama didefinisikan jika episode adalah pengalaman pertama dan
durasi tidak melebihi satu tahun. Digunakan wawancara mendalam dengan pasien dan
pengasuh untuk menilai keyakinan dan perspektif mereka tentang episode psikotik. Pengasuh
adalah kerabat yang tinggal bersama dengan pasien dan melakukan kontak dengan mereka
selama lebih dari 35 jam per minggu. Dibagi model penjelasan pengasuh menjadi
supranatural / non-medis dan medis, berdasarkan ada atau tidak adanya alasan biologis,
psikologis atau fisik dalam model penjelasan mereka. Dibagi pilihan pencarian bantuan
pengasuh ke kategori medis jika mereka langsung pergi untuk bantuan medis, dan kategori
supernatural / non-medis jika mereka pertama kali mengunjungi beberapa bentuk dukun
setelah mereka mendapati perubahan perilaku. DUP diukur sebagai periode awal ketika
pengasuh mengamati perubahan perilaku yang mewakili gejala psikotik sampai pasien
menerima perawatan medis yang memadai, dalam beberapa minggu.
Analisis
Data untuk analisis dikumpulkan dari Oktober 2010 hingga Maret 2012 selama
wawancara mendalam dengan pengasuh. Data dari wawancara ini dianalisis dan dikodekan

3
untuk memungkinkan analisis kuantitatif. Protokol penelitian ini disetujui oleh Komite Etika
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. Analisis statistik dilakukan
menggunakan perangkat lunak SPSS (SPSS versi 17 untuk windows, IL, USA). Signifikansi
statistik didefinisikan pada p <0,05.
Hasil
Ditemukan bahwa subjek didiagnosis mengalami gangguan psikotik akut dan transien
(63%) , skizofrenia, dan gangguan skizoafektif ( 31% dan 6%). Semua subjek dikonfirmasi
saat wawancara menderita episode pertama gangguan psikotik. Tiga puluh satu persen dari
subyek saat ini menganggur, tetapi sebagian besar adalah usia sekolah dan masih bersekolah
(usia rata-rata 22,4 ± 4,53 tahun). Usia subjek juga berhubungan dengan status perkawinan
(Tabel 1).

DUP sangat rendah untuk kelompok pasien yang menderita psikosis episode pertama.
Subjek dibagi menjadi dua kelompok, berdasarkan model penjelasan pengasuh dan pencarian
pertolongan pertama. Mereka yang memiliki model penjelasan supranatural/non-medis
memiliki DUP yang lebih lama (3,8 ± 4,7 minggu dibandingkan 2,7 ± 3,9 minggu), meskipun
ini tidak signifikan secara statistik. Mereka yang pertama kali mencari bantuan
alternatif/tradisional/religius juga memiliki DUP yang lebih lama dibandingkan dengan
mereka yang mencari bantuan medis (3,2 ± 4,3 minggu dibandingkan 3,0 ± 4,2 minggu) dan
ini juga tidak signifikan secara statistik (Tabel 2).

4
Sebagian besar pengasuh yang diidentifikasi adalah orang tua (72%) dan semuanya
adalah anggota keluarga pasien (pasangan, kakek-nenek, kakak / adik, anak, keponakan,
sepupu, dll.). Dalam budaya Jawa, anak-anak sering tinggal dengan orang tua mereka bahkan
ketika mereka berusia lebih dari 18 tahun, dan setelah menikah, mereka bergabung dengan
keluarga besar. Lebih dari separuh pengasuh adalah perempuan (65%) dan hampir semuanya
menikah (93%). Sebagian besar pengasuh telah menyelesaikan sekolah menengah pertama
atau kurang (Tabel 3).

Banyak pengasuh (60%) memberikan model penjelasan medis untuk gejala psikotik
pada saat wawancara (yaitu, setelah memasuki perawatan medis). Lebih dari separuh
pengasuh (64%) melaporkan telah meminta bantuan dari penyembuh alternatif sebelum
memasuki perawatan dengan tenaga kesehatan. Mereka mengunjungi penyembuh agama
(52%), dukun tradisional Jawa (19%), spesialis alternatif lainnya (10%) atau kombinasi dari
mereka (19%) sebelum mereka pergi ke profesional kesehatan (Tabel 4). Tidak ada hubungan
yang signifikan antara model penjelasan pengasuh dan perilaku pencarian pertolongan
pertama (Chi-square χ2 = 1,93; df = 1; p = 0,165) (Tabel 5).

5
DUP bagi mereka yang memilih langkah pertama mengunjungi dukun tradisional atau
religius adalah 3,2 minggu, sedangkan DUP bagi mereka yang langkah pertama meminta
bantuan dari spesialis medis adalah 3,0 minggu. Perbedaan antar kedua kelompok ini tidak
signifikan secara statistik ( Student T-Test, t = 1.304; df = 98; p = 0.195). Ditemukan bahwa
model penjelasan pengasuh tidak berpengaruh signifikan pada DUP (p = 0,831). Dilakukan
tes median untuk memeriksa kemungkinan bahwa DUP pasien yang pengasuh dengan model
penjelasan medis dan pencarian bantuan memiliki proporsi yang lebih tinggi di bawah nilai
median tetapi tidak menemukan perbedaan yang signifikan (Tabel 6). Tidak ada hubungan
yang signifikan antara model penjelasan pengasuh, pendidikan pengasuh, status sosial
ekonomi (Tabel 7). Hasil serupa didapatkan untuk perilaku mencari bantuan (Tabel 8).

Diskusi
Dalam studi ini, diselidiki durasi psikosis yang tidak diobati dalam sekelompok orang
yang menderita episode pertama penyakit psikotik di Yogyakarta, Indonesia, kawasan yang
mencakup daerah perkotaan dan pedesaan. Diselidiki apakah model penjelasan tradisional
dan upaya memilih dukun tradisional sebagai penanganan pertama menyebabkan
keterlambatan dalam kontak dengan layanan psikiatri. Studi ini gagal menemukan bukti
hubungan keterlambatan dalam mencapai layanan medis dengan pemilihan langkah awal
berupa terapi alternatif.
Ada beberapa temuan terkait dari penelitian yang patut diberi komentar. Pertama, sejumlah
besar pasien (63%) memenuhi kriteria ICD-10 untuk Gangguan Psikotik Akut dan Transient.

6
Meskipun ini tidak biasa pada sampel di negara-negara Barat, onset penyakit yang sangat
cepat telah dijelaskan sebagai hal yang umum di beberapa negara (seperti India: Susser &
Wanderling, 1994; Susser, Varma, Malhotra, Conover, & Amador, 1995; cf. Marneros &
Pillmann, 2004). Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa psikosis dengan onset yang
cepat sangat umum di Jogjakarta (Good & Subandi, 2004; Baik, Marchira, Hasanat, Utami, &
Subandi, 2010; Marchira, Hasanat, Utami, & Good, 2006). Beberapa di antaranya tetap
menjadi psikosis episode tunggal, sementara yang lain berevolusi menjadi gangguan
spektrum skizofrenia.
Kedua, DUP rata-rata dalam sampel ini sangat rendah. Sebelumnya telah ditemukan
bahwa ada hubungan langsung antara kecepatan onset dan DUP di Jogjakarta (Good et al.,
2010; Marchira et al., 2006) Perlu juga dicatat bahwa ini hasil dari sampel yang telah dalam
masa perawatan dan tidak melibatkan orang yang tidak memilih perawatan medis selama
episode pertama psikosis, dan kriteria inklusi menunjukkan kasus tidak boleh lebih dari satu
tahun lamanya. Faktor-faktor ini mungkin menyebabkan DUP rata-rata lebih rendah.
Ketiga, sejumlah besar pengasuh mengungkapkan model penjelasan medis, meskipun
melaporkan upaya awal untuk mendatangi dukun tradisional sebagai kontak pertama. Harus
diingat bahwa wawancara dilakukan setelah pasien-pasien ini sudah dalam perawatan medis
dan pengasuh memiliki kesempatan untuk mendiskusikan penyakit dengan psikiater.
Tampaknya model penjelasan tentang penyakit yang dihubungkan dengan kekuatan spiritual,
sesuai dengan budaya Jawa, merupakan respons pertama yang umum terhadap penyakit, dan
hal ini terkait dengan usaha pencarian penanganan awal. Selain itu, hasil observasi
menunjukkan bahwa sebagian besar pengasuh mempertahankan model penjelasan tradisional
dan medis pada saat yang bersamaan.
Keempat, DUP rata-rata dalam sampel ini tidak berhubungan secara signifikan baik
dengan model penjelasan atau pencarian perawatan awal. Namun, hasil ini konsisten dengan
studi etnografi, serta pengalaman klinis, yang menyarankan upaya awal untuk perawatan
sebaiknya dilakukan secepatnya, terutama ketika serangan cepat, dan masalah berupa sulitnya
mempertahankan perawatan berkelanjutan sering lebih besar daripada masalah DUP yang
panjang (Baik & Subandi, 2004; Good et al., 2010). Banyak orang dengan psikosis awal
memasuki perawatan medis dengan relatif cepat, tetapi cepat juga berhenti dari perawatan
medis (khususnya, menghentikan pengobatan), baik jika penyakitnya sembuh ataupun tidak.
Penelitian ini menemukan hal yang sama walau bukan untuk jangka panjang. Hasil temuan
sebelumnya juga menunjukkan bahwa pengasuh pasien dengan psikosis awal dapat mencari
jawaban dari beberapa dukun tradisional dalam beberapa hari setelah timbulnya psikosis akut,
tidak mencegah mereka mencari perawatan dari perawatan medis jika terapi tradisional tidak
segera efektif . Sekali lagi, temuan penelitian ini konsisten dengan pola tersebut.
Walau penelitian ini tidak melibatkan mereka yang gagal mencari pengobatan selama
episode pertama psikosis, penelitian ini tidak mendukung pandangan bahwa pemilhan dukun
tradisional menyebabkan keterlambatan yang signifikan dalam pencarian perawatan awal
medis untuk penyakit psikotik episode pertama di Jogjakarta, Indonesia.
Manajemen yang sesuai dan tepat waktu saat fase awal gangguan psikotik penting
dalam mengurangi konsekuensi sosial dan medis dari psikosis yang tidak diobati dan dalam
membangun fondasi yang kuat untuk manajemen di masa depan. Manajemen yang tidak
efektif dapat mengakibatkan penghentian pengobatan, kekambuhan gejala, peningkatan risiko

7
resistensi pengobatan dan stigma yang lebih tinggi (Birchwood, Todd, & Jackson, 1998;
Edwards & McGorry, 2002). Studi ini menunjukkan bahwa kebanyakan orang dengan
psikosis episode pertama dalam budaya lokal hidup dengan anggota keluarga besar yang
merupakan pengasuh utama dan memainkan peran penting dalam menentukan arah
pengobatan. Mengingat sumber daya kesehatan mental yang sangat terbatas di Indonesia,
keluarga memainkan peran yang paling penting dalam mencari penanganan, memantau
penggunaan obat-obatan, mengamati kekambuhan dan mendukung aktivitas sosial dari orang
yang sakit. Oleh karena itu, penelitian ini menunjukkan bahwa penekanan khusus perlu
dilakukan saat membangun hubungan dengan keluarga pasien selama kontak awal dengan
perawatan medis dan mendidik mereka tentang sifat penyakit psikotik dan pentingnya
kepatuhan terhadap obat-obatan.

8
Telaah Kritis
Appraisal question Yes Cant tell No
1. Did the study address a clearly focused question / issue? √
Explain :
Studi ini fokus pada pertanyaan apakah terdapat hubungan antara model penjelasan dari
pengasuh dan proses pencarian pertolongan terhadap durasi psikosis tak tertangani (DUP-
Duration of Untreated Psichosis)
2. Is the research method (study design) appropriate for √
answering the research question?
Explain :
Model studi cross sectional sudah cukup baik untuk menjawab pertanyaan penelitian
3. Is the method of selection of the subjects (employees, teams, √
divisions, organizations) clearly described?
Explain : Peneliti hanya menjelaskan psikiater yang tertarik untuk terlibat dalam penelitian,
diikutsertakan di penelitian, tanpa melalui seleksi atau kriteria khusus
4. Could the way the sample was obtained introduce √
(selection)bias?
Explain : Sampel diambil saat pasien sudah berada dalam perawatan medis, sehingga tidak
terdata mereka yang tidak mengambil terapi medis
5. Was the sample of subjects representative with regard to the √
population to which the findings will be referred?
Explain : Sampel diambil Yogyakarta, dengan latarbelakang perkotaan dan pedesaan,
sesuai dengan populasi masyarakat pada umumnya
6. Was the sample size based on pre-study considerations of √
statistical power?
Explain : tidak ada penjelasan mengenai penentuan besa
7. Was a satisfactory response rate achieved? √
Explain :Tidak dijelaskan mengenai onset
8. Are the measurements (questionnaires) likely to be valid and √
reliable?
Explain : Diagnosis ditegakkan oleh 2 psikiater
9. Was the statistical significance assessed? √
Explain :
Terdapat beberapa hal yang dianalsis signifikansinya dan disajikan dalam bentuk tabel.
Namun, Tidak ada tabel yg menjelaskan hasil utama yang merupakan pertanyaan penelitian
10. Are confidence intervals given for the main results? √
Explain : Tidak ada penjelasasn mengenai Confidence Interval yang digunakan
11. Could there be confounding factors that haven’t been √
accounted for?
Explain :
12. Can the results be applied to your organization? √
Explain : Ya, keadaan di lingkungan sama dengan keadaan populasi penelitian

Anda mungkin juga menyukai