Anda di halaman 1dari 3

Berikut adalah beberapa penelitian yang menitikberatkan pada efektifitas pemberian psikoedukasi

kepada penderita skizofrenia, keluarga yang bersangkutan, maupun para pelaku pemberi intervensi
tersebut.

Pada artikel pertama dilakukan penelitian ini melibatkan 326 pasien dengan skizofrenia dengan
mayoritas adalah wanita (60.7%) yang berada di kota Xinjin, Chengdu dimana mereka dibagi dalam 3
kelompok, terdiri dari intervensi keluarga dan obat, obat saja, dan kontrol. Hasilnya menunjukkan
bertambahnya pengetahuan, perubahan sikap peduli kerabat terhadap pasien, dan peningkatan
kepatuhan pengobatan pada kelompok intervensi psikoedukasi keluarga (p <0.05, 0.001). yang
terpenting adalah tingkat kekambuhan selama lebih 9 bulan dalam kelompok ini(16.3%) hanya setengah
dari kelompok obat saja (37.8%) dan lebih dari seperempat dari kelompok kontrol (61.5%). Hanya ada
satu jawaban bagaimana intervensi psikoeduksi keluarga berdapak pada penyakit pasien, yaitu keyakinan
dan sikap kerabatnya, meningkatkan kepercayaan diri pasien dalam pengobatan penyakitnya. Hal ini
kemudian akan mempengaruhi baik keluarga maupun pasien dalam mengikuti pengobatan dengan
demikian perkembangan penyakit dapat dirubah (Ran et al., 2003). Meskipun psikoedukasi keluarga
dapat meningkatkan fungsi sosial pasien, baik secara langsung atau dengan membina pengembangan
keterampilan dan menunda kekambuhan yang mengganggu, hasil penelitian ini tidak menunjukkan
seperti itu. Alasan untuk ini mungkin: 1) karena kebanyakan responden dalam penelitian ini memiliki
penyakit jangka panjang, 2) kerabat pasien sibuk bekerja dan memiliki sedikit waktu untuk melatih fungsi
sosial pada pasien, dan [3] psikiater dan dokter desa dalam penelitian ini tidak memberikan pendidikan
dan pelatihan yang cukup untuk perubahan yang signifikan.

Terdapat penelitian lain yang dilakukan di hongkong dengan melibatkan 84 anggota keluarga. Penelitian
ini menguji efektivitas program psikoedukasi kepada keluarga selama periode 12-bulan untuk keluarga
pasien Cina di Hong Kong dengan skizofrenia. Program psikoedukasi adalah intervensi kelompok berbasis
kebutuhan yang membahas persepsi, pengetahuan, dan keterampilan keluarga dalam merawat kerabat
dengan skizofrenia. Hasil positif yang signifikan dari program psikoedukasi keluarga juga menunjukkan
kebutuhan untuk mempertimbangkan aspek seperti pengkajian kebutuhan keluarga, pelatihan staf dan
pengawasan terus menerus, dan dukungan antara keluarga yang berpartisipasi dalam persiapan dan
pelaksanaan proses. Komponen-komponen ini harus diuji secara terpisah untuk mengkonfirmasi apakah
salah satu dari komponen tersebut akan menjadi faktor penting untuk menjadi indikator keberhasilan
intervensi keluarga, seperti yang disarankan oleh penelitian sebelumnya. (Chien & Wong, 2007)

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan terhadap 45 kerabat pengasuh utama pasien dengan
skizofrenia yang terlihat pada pusat rawat jalan kesehatan mental masyarakat di Arica (Chile). Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas program psychoeducational keluarga dalam
mengubah sikap dan persepsi kesehatan di keluarga pasien dengan skizofrenia. Sampel secara acak
dibagi menjadi kelompok kontrol, di mana pengasuh menerima pengobatan biasa (wawancara bulanan
dengan perawat psikiatri), dan kelompok eksperimen, yang berpartisipasi dalam program intervensi
psikoedukasi keluarga di samping pengobatan biasa. Pengobatan pasien tetap tidak berubah pada kedua
kelompok. Mengingat bahwa pengasuh dalam sampel ini belum terkena program psikoedukasi
sebelumnya, dan telah hidup dengan situasi mereka selama bertahun-tahun, mereka mungkin lebih
sensitif terhadap intervensi dan dengan demikian menunjukkan kemauan yang lebih besar untuk
mengubah sikap mereka. (Gutiérrez-Maldonado, Caqueo-Urízar, & Ferrer-García, 2009)

Penelitian yang dilakukan sleanjutnya adalah penggunaan situs Web yang dirancang unik dan dengan
menggunakan komputer rumah untuk memberikan terapi secara online melalui multifamily
psychoeducational untuk orang dengan skizofrenia dan dukungan informal mereka (keluarga dan teman-
teman). 31 orang dengan skizofrenia atau gangguan schizoaffective dan 24 orang dukungan secara acak
ditugaskan untuk intervensi secara online (telehealth) atau dengan kondisi pengobatan seperti biasa
(perawatan biasa). Orang dengan skizofrenia dalam kondisi telehealth mengalami penurunan besar dan
signifikan dalam gejala positif (p = 0,042, d = – 88.) Dan peningkatan besar dan signifikan dalam
pengetahuan skizofrenia dibandingkan dengan rekan-rekan mereka dalam kondisi perawatan biasa.
Dukungan orang dalam kondisi telehealth menunjukkan peningkatan besar dan signifikan dalam
pengetahuan tentang prognosis dibandingkan dengan mereka dalam kondisi perawatan biasa (p = 0,036,
d = 1,94). Orang dengan skizofrenia menggunakan situs Web untuk tingkat yang lebihg jauh
dibandingkan dari orang yang memberi dukungan. (Rotondi et al., 2010)

Selanjutnya penelitian yang dilakukan terhadap 23 pusat kesehatan mental Italia. Dua profesional dari
masing-masing pusat menghadiri tiga sesi pelatihan bulanan pada intervensi psikoedukasi. Setelah
pelatihan, setiap profesional yang diberikan sesi informatif tentang skizofrenia untuk lima keluarga dari
pengguna jasa dengan skizofrenia, yang terdiri dari tiga pertemuan dengan masing-masing keluarga pada
aspek klinis skizofrenia, terapi obat, dan deteksi tanda-tanda awal kambuh. Setiap profesional kemudian
diberikan intervensi untuk keluarga selama enam bulan, 91% dari peserta yang menyelesaikan studi
melaporkan kesulitan dalam mengintegrasikan intervensi dengan tanggung jawab pekerjaan mereka
lainnya, dan 96 persen mengakui efek positif bahwa intervensi memiliki hubungan pusat dengan pasien
dengan skizofrenia dan keluarga mereka. Ini juga melibatkan persepsi yang berhubungan dengan apa
yang telah mereka pelajari mengenai teknik kognitif dan perubahan peran para professional nonmedis
yang berpartisipasi, dimana mereka berpindah dari peran pasif untu menjadi aktif terlibat dalam
memberikan intervensi untuk orang dengan skizofrenia dan keluarganya. Hasil ini mendukung gagasan
bahwa sangat mungkin untuk memperkenalkan intervensi psikoedukasi dalam pelayanan kesehatan
mental setelah waktu yang relatif singkat pelatihan dan pengawasan. (Magliano, Fiorillo, Malangone, De
Rosa, & Maj, 2006).

Dari penelitian-penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa psikoedukasi keluarga, maupun psikoedukasi
terhadap pemberi pelayanan terapi dapat secara efektif dan efisien mengurangi kejadian relaps pada
pasien skizofrenia dan memperbaiki fungsional dari pasien. Serta dapat didukung dengan menggunakan
terapi secara online (namun tetap pemberian terapi dukungan secara aktif dirumah) yang terbukti efektif
untuk mengurangi munculnya gejala positif seperti waham dan halusinasi, juga gejala negatif seperti
afek tumpul dan apatis.

Anda mungkin juga menyukai