Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319103277

TERAPI KELUARGA DENGAN PENDEKATAN SPIRITUAL TERHADAP MODEL


KEYAKINAN KESEHATAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA
(The Effect of Family Therapy with Spiritual Approach Towar...
Article · August 2017
DOI: 10.20473/jn.v8i1.3897

CITATIONS READS
0 1,242

1 author:

Ah Yusuf
Airlangga University
79 PUBLICATIONS 12 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Relationship Individual Factors with Occupational Health Literacy (Observational Study on Industrial Workers of Sasirangan in South Kalimantan) View project

PENURUNAN NYERI SENDI PADA LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS (The Mixture of Fragrant Pandan's Leaves and Virgin Coconut Oil Reduce Joint
Pain in Elderly with Osteoarthritis) View project

All content following this page was uploaded by Ah Yusuf on 18 October 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TERAPI KELUARGA DENGAN PENDEKATAN SPIRITUAL TERHADAP MODEL
KEYAKINAN KESEHATAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA
(The Effect of Family Therapy with Spiritual Approach Toward Family’S Health Belief Model
in Taking Care of Patient with Schizophrenia)

Ah. Yusuf S.*


*Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115
E-mail: yusuf_fkp_unair@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pendahuluan: Skizofrenia adalah suatu masalah dengan kognitif, pikiran dan perilaku mal adaptif.
Keluarga dengan salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dapat menjadi konflik
yang serius, beban objektif dan subjektif, saling menyalahkan, terlibat dalam permusuhan antar
anggota keluarga. Berbagai efek negatif yang dihadapi oleh keluarga dapat disebabkan oleh model
keyakinan kesehatan keluarga tentang skizofrenia yang salah sehingga berdampak pada kegagalan
dalam memilih pengobatan serta cara perawatan pasien dengan Skizofrenia di rumah. Seseorang
dengan stres berat akan mencari penghiburan dan kekuatan dari Tuhan. Tapi sejauh ini, model
spiritual yang paling efektif untuk meningkatkan model keyakinan kesehatan keluarga dalam
merawat pasien dengan skizofrenia belum ditemukan. Metode: Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimental (pre post test control group design). Populasi dalam penelitian
ini adalah setiap keluarga pasien dengan gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Menur pada tahun
2010, dipilih dengan alokasi simple random. Sampel sebanyak 13 orang di setiap kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Intervensi diberikan selama 60-120 menit dalam 8 kali pertemuan
dengan interval rata-rata sekitar 1 minggu. Analisis data dilakukan dengan menggunakan paired t-
test dan independent t-test. Hasil: Ada perubahan signifikan dalam model keyakinan kesehatan
keluarga (p=0,004), perubahan tersebut terjadi pada aspek persepsi tentang manfaat (p=0,009),
persepsi tentang hambatan (p=0,035) dan persepsi tentang self effi cacy (p=0,002). Tidak ada
perubahan yang signifikan dalam persepsi tentang kerentanan dan keparahan (p=0,052). Diskusi:
Keluarga masih tetap percaya bahwa semua kejadian yang dialami pasien dan keluarga sudah
merupakan kehendak Tuhan, mengharap pasien dapat lebih mandiri dari kondisi sebelumnya, dan
percaya gangguan jiwa dapat berubah menjadi lebih baik. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
bahwa pemberian terapi keluarga dengan pendekatan spiritual dapat meningkatkan model
keyakinan kesehatan keluarga dalam merawat pasien dengan gangguan mental.

Kata kunci: model keyakinan kesehatan, spiritual, terapi keluarga, caring, skizofrenia.

ABSTRACT
Introduction: Schizophrenia is the problem with kognitive, mal-adaptive thought and behavior. Family
who have a member with mental disorder can experience serious conflict, become an objective and
subjective burden, blame each other, get involved in hostility among family members. Various negative
effect faced by family can caused by wrong family’s health belief model about Schizophrenia, hence the
failure on choosing the treatment and taking care of patient at home. Someone with severe stress will
seek comfort and strength from God. But so far, the most effective spiritual models to improve the health
belief model of the family in caring for patients with schizophrenia has not been found. Method: Design
used in this study was experimental (pre post test control group design). The population was every
family of patient with mental disorder in Menur Mental Hospital along the year of 2010, chosen by
alocation simple random. Samples were 13 persons in each treatment and control group. The
intervention was given in 60–120 minute in 8 times meeting with average interval

165
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 165–173

about 1 week. Data analysis was done using paired t-test and independent t-test. Results: There
were signifi cant changes in total of family’s health belief model (p=0,004), there was signifi cantly
change in aspects of (1) perceptions about benefi ts (p=0,009), (2) perception about barriers
(p=0,035) and perception about self effi cacy (p=0,002). There were no signifi cant changing in
perception about susceptibility and severity (p=0,052). Discussion: Family believes that all events
experienced by the patient and the family is God's will, hoping the patient can be more
independent, and believe mental disorders can be changed for the better. The conclusion of this
study is that family therapy with a spiritual approach can improve the health belief model of the
family in caring for patients with mental disorders.

Keywords: health belief model, spiritual, family therapy, caring, schizophrenia.

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE


Gangguan jiwa khususnya skizofrenia Penelitian ini merupakan penelitian
merupakan masalah yang terkait dengan eksperimental (pre-post test control group
gangguan kognitif, pikiran dan perilaku mal- design), dengan populasi seluruh keluarga
adaptif (Hawari, 2001; Maramis, 1998; yang salah satu anggota keluarganya dirawat
Sarwono, 2001). Keluarga dengan salah satu di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya pada
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa tahun 2010, dipilih dengan alokasi simple
dapat menimbulkan konflik, menjadi beban random. Jumlah sampel dalam penelitian ini
obyektif dan subyektif, saling menyalahkan, adalah 13 orang kelompok perlakuan dan 13
dan keterlibatan dalam permusuhan antar orang kelompok kontrol.
anggota keluarga (Pharoah, 2010; Fitryasari, Variabel independen dalam penelitian ini
2009). Berbagai masalah bio-psiko-sosial- adalah terapi keluarga dengan pendekatan
kultural dapat menyebabkan terjadinya spiritual melalui fase direction, obedience, dan
gangguan jiwa, tetapi sampai saat ini penyebab acceptance. Intervensi dilaksanakan di rumah
pasti gangguan jiwa masih terus dalam kajian. keluarga sebanyak 8 kali pertemuan, selama
Keadaan ini menyebabkan model keyakinan 30–60 menit tiap pertemuan, dengan interval
kesehatan keluarga terhadap gangguan jiwa waktu sekitar 1 minggu. Variabel dependen
tidak adekuat, dianggap karena kutukan, roh berupa model keyakinan kesehatan (health
halus, dibikin orang lain, atau karena hal lain belief model) keluarga dalam merawat pasien
yang belum jelas. gangguan jiwa, meliputi persepsi terhadap
Model keyakinan kesehatan seseorang susceptibility and severity of disease, benefi ts
akan mempengaruhi upaya mencari barriers dan self effi cacy keluarga.
pengobatan. Berbagai upaya pendidikan Analisis data dilakukan dengan uji
kesehatan, pemberian psiko-edukasi terhadap paired t-test untuk data pre-post test dan
keluarga yang sedang menunggu salah satu untuk sampel bebas (data pre-pre dan pos-
anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit pos kelompok perlakuan dan kelompok
jiwa, tetapi sebagian masyarakat masih tetap kontrol) dilakukan uji independent t test.
menjadikan stigma terhadap gangguan jiwa di
masyarakat. Oleh karena itu, pada penelitian ini
HASIL
berusaha memperbaiki model keyakinan
kesehatan keluarga melalui terapi keluarga Hasil keseluruhan pengaruh terapi
dengan pendekatan spiritual. Penelitian ini keluarga dengan pendekatan spiritual
bertujuan untuk membuktikan pengaruh terapi didapatkan dapat mengubah beberapa aspek
keluarga dengan pendekatan spiritual terhadap health belief model keluarga dalam merawat
perbaikan model keyakinan kesehatan keluarga pasien gangguan jiwa. Perubahan tersebut
dalam merawat pasien gangguan jiwa. terjadi pada aspek persepsi terhadap manfaat,

166
Terapi Keluarga dengan Pendekatan Spiritual (Ah. Yusuf S.)

persepsi terhadap hambatan dan persepso kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
terhadap self effi cacy. Tidak ada perubahan Tetapi, jika dibandingkan dengan hasil uji
pada aspek persepsi terhadap kerentanan dan independent t-test data pre test kelompok
keparahan penyakit. Namun, secara umum perlakuan dan kelompok kontrol, ternyata sejak
terapi keluarga dengan pendekatan spiritual awal sudah menunjukkan terdapat perbedaan
tersebut dapat mengubah model keyakinan kepercayaan kesehatan kelompok perlakuan
kesehatan keluarga tentang skizofrenia dan kelompok kontrol (p=0,021), Jika
(Tabel 1). diperhatikan nilai selisih delta rerata antara pre
test-post test pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol menunjukkan terdapat
PEMBAHASAN
kenaikan selisih rerata pada kelompok
Terdapat perbedaan signifikan perlakuan sebesar 1,84, sedangkan pada
(p=0,004) total health belief model keluarga kelompok kontrol juga ada peningkatan 1,00.
dalam merawat pasien gangguan jiwa antara Dengan demikian, angka kenaikan lebih tinggi

Tabel 1. Pengaruh terapi keluarga dengan pendekatan spiritual terhadap perubahan berbagai aspek
dalam health belief model
No . Variabel Uji Perlakuan Kontrol Independent t test
– –
1 Persepsi terhadap Pre test (x ±SD) (x ±SD) t = 1,449
susceptibility and 13,23±2,48 11,76±2,65 p = 0,160
– –
severity of disease Post test (x ±SD) (x ±SD) t = 2,041
13,92±1,60 12,23±2,52 p = 0,052
Paired t test t=-1,389 t=–1,066
p=0,190 p=0,307
pre post 0,69 0,47 p = 0,730
– –
2 Persepsi terhadap Pre test (x ±SD) (x ±SD) t = 0,948
benefits 13,61± 2,10 12,84± 2,03 p = 0,363
– –
Post test (x ±SD) (x ±SD) t = 2,828
14,15±1,67 12,30±1,65 p = 0,009
Paired t test t= -2,214 t=0,797
p=0,047 p=0,441
– –
3 Persepsi terhadap Pre test (x ±SD) (x ±SD) t = 3,894
barriers 13,61±1,98 10,46±2,14 p = 0,001
– –
Post test (x ±SD) (x ±SD) t = 2,229
13,30±2,42 11,30±2,13 p = 0,035
Paired t test t=0,617 t=-2,008
p=0,549 p=0,068
pre post - 0,31 0,84 p = 0,090
– –
4 Persepsi terhadap Pre test (x ±SD) (x ±SD) t = 1,831
self efficacy 13,46±1,76 11,92±2,46 p = 0,080
– –
Post test (x ±SD) (x ±SD) t = 3,517
14,38±1,04 12,15±2,03 p = 0,002
Paired t test t=-2,144 t=-0,640
p=0,053 p=0,534
– –
5 Total Health Belief Pre test (x ±SD) (x ±SD) t = 2,475
53,92±7,31 47,00±6,94 p = 0,021
– –
Post test (x ±SD) (x ±SD) t = 3,165
55,76±5,86 48,00±6,63 p = 0,004
Paired t test t=-1,310 t=-0,926
p=0,215 p=0,373
pre post 1,84 1,00 p = 0,638

167
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 165–173

pada kelompok perlakuan sebesar 0,84. yang harus dikaji karena gangguan jiwa sangat
Kepercayaan kesehatan keluarga erat dengan stigma, kutukan, penyakit dibuat
tertinggi pada pre test kelompok perlakuan orang, dan memalukan. Glanz (2002)
adalah responden percaya bahwa semua mengidentifikasi empat komponen utama
kejadian yang dialami sudah merupakan health belief adalah persepsi individu tentang
kehendak Tuhan. Keadaan ini menunjukkan tingkat kerentanan dan keparahan suatu
bahwa responden kelompok perlakuan dapat penyakit (susceptibility and severity), persepsi
menerima apa pun yang terjadi dengan tentang kemungkinan bermanfaatnya sarana
menganggap semua ini sudah kehendak Tuhan, pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah
tetapi di sisi lain dapat merupakan (benefits), persepsi tentang kemungkinan
ketidakberdayaan keluarga dalam menghadapi pasien mampu mengendalikan diri dalam
salah satu anggota keluarga yang mengalami mengembangkan perilaku sehat (Barriers), dan
gangguan jiwa. Keadaan ini juga keyakinan diri (self effi cacy) dalam mengatasi
mencerminkan keyakinan (self effi cacy) berbagai dampak akibat gangguan jiwa.
keluarga yang sudah tidak punya pilihan lain Mayoritas responden kelompok
dalam menghadapi salah satu anggota keluarga perlakuan sebelum intervensi menganggap
mengalami gangguan jiwa. Jika dilihat dari pasien gangguan jiwa tidak bisa bekerja
lamanya pasien mengalami gangguan jiwa, ada seperti sebelumnya dan menganggap pasien
yang sudah mencapai 45 tahun, sehingga tidak bisa menjaga diri dari keadaan yang
selama itu pula keluarga mengalami stress, membahayakan. Hasil diskusi saat
beban fisik, dan psikologis akibat hidup dengan pemberian terapi keluarga mayoritas
salah satu anggota keluarga mengalami keluarga menganggap gangguan jiwa
gangguan jiwa. Oleh karena itu, keluarga hanya disebabkan karena penyebab non medis
memilih menerima apa pun yang terjadi, (karena ulah orang lain yang tidak suka),
dengan menganggap semua ini sudah kehendak medis (seringnya terjadi benturan/trauma di
Tuhan. kepala, epilepsi, atau gangguan fungsi otak
Kepercayaan keluarga menganggap lainnya) dan penyebab psikologis seperti
semua ini sudah kehendak Tuhan adalah stres dan trauma kehidupan. Ada keluarga
sesuatu yang baik, asal bukan merupakan yang tidak tahu apa penyebab gangguan
ketidakberdayaan dan keputusasaan keluarga. jiwa, tiba-tiba anaknya mengalami gangguan,
Sabar bukanlah kelemahan, justru sabar adalah mungkin tidak tahan dengan masalah
kekuatan, sabar bukan kelesuan tetapi kehidupan yang dialami.
semangat hidup, sabar bukan kecengengan Kenyataan ini menunjukkan bahwa
tetapi ketegaran, sabar bukan pesimis tetapi keluarga dalam menghadapi suatu masalah
optimis, dan sabar bukanlah diam membisu (atribusi) masih menganggap penyebab
tetapi sabar adalah berjuang pantang menyerah gangguan jiwa adalah karena faktor di luar
(Al-Hamid, 1995; Nahrowi, 2010). Hasil (eksternal) keluarga, karena penyebab yang
diskusi mendalam selama pelaksanaan terapi lain, penyakit lain, akibat orang lain yang
keluarga, keluarga mengatakan “soal sabar tidak suka. Tidak pernah menganggap bahwa
dan berdoa ya sudah dari dulu mas, tapi mau keluarga juga berperan dalam munculnya
gimana lagi”. Peneliti mencoba memberi stressor bagi pasien, pembentukan karakter,
semangat, motivasi dengan illustrasi falsafah ketahanan mental anak, dan kesiapan anak
ulat dan kaktus. dalam menghadapi kehidupan.
Health belief adalah suatu kepercayaan Keadaan inilah yang mencoba diadvokasi
seseorang terhadap masalah kesehatan peneliti selama pemberian terapi keluarga fase
(Glanz, 2002). Kepercayaan terhadap direction dan obedience. Bagaimana keluarga
masalah kesehatan dapat menjadi dasar bisa memberikan penilaian bahwa semua anggota
dalam mengembangkan intervensi perilaku keluarga juga berperan dalam membentuk
kesehatan. Kepercayaan seseorang tentang karakter anak, kesiapan mental dan memicu
gangguan jiwa, merupakan aspek penting munculnya stressor bagi pasien. Harapannya
keluarga dapat memberikan

168
Terapi Keluarga dengan Pendekatan Spiritual (Ah. Yusuf S.)

internalisasi dalam menghadapi masalah SHA adalah hal baru, bahkan merupakan
yang terjadi, sehingga semua anggota lompatan kuantum dalam dunia kedokteran.
keluarga akan mengubah sikap dan SPP lebih sering digunakan untuk melengkapi
memberikan dukungan fisik dan psikologis rekam medis rumah sakit, sedangkan SHA
bagi pasien gangguan jiwa (keluarga sebagai terdiri dari 4 dimensi, 24 indikator dengan
sumber pendukung bagi pasien). (rancangan) 120 item pertanyaan, tetapi sampai
Menurut teori stres adaptasi dalam saat ini SHA belum merupakan barang jadi dan
keperawatan jiwa, mekanisme coping masih sedang dikembangkan dalam center for
seseorang dipengaruhi oleh sifat stressor, neuro scince health and spirituality (C-NET)
penilaian terhadap stressor, sumber coping (Asy’arie, 2012). Setelah program
(Stuart, 1998; Hamid, 2009; Keliat, 1996, pengembangan SHA selesai, akan dapat
Rasmun, 2002). Beberapa sumber coping yang digunakan sebagai instrumen terbaru dan
dapat membantu mengembangkan mekanisme handal dalam pengukuran tingkat spiritualitas
coping adalah kebiasaan personal, dukungan manusia.
sosial, kekayaan materi, dan kepercayaan yang Terdapat perbedaan signifikan persepsi
positif (Stuart, 1998). Kebiasaan personal dapat keluarga tentang kemungkinan
dibangun dengan mengembangkan peran bermanfaatnya sarana pelayanan kesehatan
keluarga adaptif, mengingat keluarga adalah dalam mengatasi masalah (benefi ts) antara
merupakan tempat yang pertama dan utama kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
dalam proses sosialisasi pembelajaran anak. (p=0,009). Mayoritas responden mengatakan
Kegiatan ini, merupakan kegiatan dapat memberikan perawatan yang baik bagi
pemberdayaan keluarga agar bisa menjadi pasien di rumah. Hampir semua responden
support system bagi pasien. mengatakan pelayanan kesehatan bermanfaat
Jika dikaitkan dengan dimensi untuk mengurangi tanda dan gejala yang
spiritualitas manusia, mayoritas responden timbul. Beberapa responden mengatakan
masih dalam kategori pengalaman spiritual bagaimanapun keadaan pasien, keluarga tetap
dan kecenderungan ritual, belum masuk pada berusaha memberikan perawatan sesuai
penemuan makna hidup dan emosi positif. kemampuan keluarga, satu responden
Padahal untuk bisa mengembangkan sikap menempatkan pasien di tempat rehabilitasi
menerima (acceptance) apa pun yang terjadi psikiatri di Surabaya. Keadaan ini ditunjang
dalam kehidupan diperlukan emosi positif oleh hampir semua responden memanfaatkan
untuk menemukan makna hidup. jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
Beberapa keterbatasan dalam Hasil kajian mendalam pada awal
penelitian ini adalah tidak dilakukan pertemuan, keluarga jarang bisa berpartisipasi
pengukuran terhadap tingkat spiritualitas dan sesuai permasalahan pasien, keluarga hanya
spiritual qoutient (SQ) responden. Pada menjaga, dan berusaha memenuhi apa yang
rancangan penelitian akan dicoba dilakukan diinginkan (sesuai kemampuan). Beberapa
pengukuran tingkat keberagamaan responden latihan pemenuhan kebutuhan harian yang
menggunakan instrument yang telah dilatihkan bagi pasien selama di rumah
dikembangkan oleh Hawari, 2009. Tetapi sakit, jarang ditindaklanjuti oleh keluarga di
indikator dalam instrumen tersebut tidak rumah, termasuk upaya antisipasi keluarga
mencerminkan tingkat spiritualitas manusia, untuk mencegah kekambuhan. Oleh karena itu,
karena hanya berisi penerapan atau diskusi dalam terapi keluarga difokuskan
pelaksanaan rukun Iman dan Islam, terkait peran keluarga dalam membantu
sementara tingkat Ikhsan tidak terdeteksi. mengatasi masalah sesuai masalah yang
Ada dua jenis instrumen spiritualitas dihadapi pasien.
yang praktis dalam perspektif neurosains Hasil survei didapatkan sepuluh masalah
(Pasiak, 2012 dalam Asy’arie, 2012), yaitu keperawatan terbanyak di Rumah Sakit Jiwa di
Spiritual health assessment (SHA), dan Indonesia (Konas Jiwa, 2005; Keliat, 2009)
Spiritual past and present (SPP). SPP dan adalah Perilaku kekerasan, Risiko

169
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 165–173

perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang timbul (materi lengkap terlampir pada
lain, dan lingkungan), Gangguan persepsi modul). Beberapa keluarga, dalam
sensori; halusinasi (pendengaran, penglihatan, pelaksanaan terapi keluarga diikuti langsung
pengecap, peraba, penghidu), Gangguan proses oleh pasien (pasien hadir dalam pertemuan
pikir, Kerusakan komunikasi verbal, Risiko terapi keluarga). Pada saat seperti ini, bisa
bunuh diri, Isolasi sosial, Kerusakan interaksi diperagakan langsung bagaimana tindakan
sosial, Defisit perawatan diri (mandi, berhias, keluarga dalam merawat pasien gangguan
bercukur, makan, eliminasi), dan Harga diri jiwa, mencegah halusinasi, jangan biarkan
rendah kronis. Bagaimana peran keluarga sendiri, melamun, mengembangkan strategi
dalam membantu pasien sesuai permasalahan komunikasi, mencegah perilaku kekerasan,
tersebut tercantum dalam buku modul agar bisa kepatuhan minum obat, dan melibatkan
dipelajari keluarga dalam mengembangkan pasien dalam kegiatan harian.
peran keluarga dalam merawat pasien Hasil uji independen t-test
gangguan jiwa di rumah. menunjukkan terdapat perbedaan signifikan
Terdapat perbedaan signifikan persepsi (p=0,002) keyakinan keluarga tentang
keluarga tentang kemungkinan pasien mampu gangguan jiwa. Mayoritas responden percaya
mengendalikan diri dalam mengembangkan bahwa gangguan jiwa dapat berubah menjadi
perilaku sehat (Barriers) antara kelompok lebih baik, keluarga merasa menjadi orang
perlakuan dan kelompok kontrol (p=0,035). Jika yang kuat dan tabah dalam menghadapi
dibandingkan data pre test antara kelompok cobaan kehidupan, dan percaya bahwa semua
kontrol dan perlakuan memang sudah ada yang dialami keluarga sudah merupakan
perbedaan (p=0,001). Memperhatikan selisih nilai kehendak Tuhan.
rerata antara pre test-post test pada kelompok Kenyataan ini menunjukkan bahwa
perlakuan justru mengalami penurunan sebesar (- mayoritas responden sudah menggunakan
0,31), kelompok kontrol meningkat 0,84. Jadi pendekatan spiritual fase 4 (memilih hidup
sebenarnya terdapat perbedaan, tetapi perbedaan dengan pasien) dalam menilai permasalahan
itu justru terjadi pada kelompok kontrol. yang dihadapi keluarga, tetapi di sisi lain
dapat merupakan ketidakberdayaan keluarga
Hasil telaah peneliti terhadap dalam menghadapi masalah yang dihadapi,
rekapitulasi jawaban kuesioner, ditambah menerima karena tidak ada pilihan lain.
kajian saat diskusi dalam terapi keluarga Hasil ini sejalan dengan konsep model
didapatkan mayoritas keluarga menganggap yang disampaikan oleh Sullivan dan Walton
pasien tidak bisa dilepaskan beraktivitas (2004) tentang perilaku spiritual individu
sendiri di luar rumah karena khawatir pasien yang mengalami kanker prostat
belum bisa mengendalikan diri sepenuhnya, menghasilkan empat tahapan coping spiritual
khawatir mengganggu tetangga sekitar, atau pada pasien dengan kanker prostat yaitu:
pasien tidak bisa menjaga keselamatan facing cancer, partisipan merasa syok karena
dirinya sendiri. Sebenarnya keluarga mereka tidak pernah menduga akan
mengharap pasien dapat lebih mandiri seperti mengalami kanker; choosing treatment,
kondisi sebelumnya, tetapi jarang partisipan mendapat informasi tentang
menganggap pasien dapat mengendalikan treatment dan potensial risiko serta
diri untuk tidak marah. Keadaan ini keuntungan dari masing-masing treatment;
menyebabkan pasien dianggap kurang bisa trusting, partisipan yakin dan percaya
mengendalikan diri dan kurang mendapatkan terhadap diri sendiri dan Tuhan dalam
dukungan psikologis dari keluarga. menurunkan ketakutan yang dialami; living
Untuk mengatasi keadaan ini, diskusi day by day, kanker prostat merupakan
dalam terapi keluarga difokuskan pada strategi pengalaman partisipan dalam meningkatkan
pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan bagi kesadaran diri tentang bagaimana memaknai
keluarga dalam memberikan perawatan pasien atau menghargai kehidupan, demikian juga
gangguan jiwa sesuai masalah yang dengan permasalahan tentang gangguan jiwa.

170
Terapi Keluarga dengan Pendekatan Spiritual (Ah. Yusuf S.)

Untuk mengatasi keadaan ini, terapi segala tindakan dan perlakuan keluarga
keluarga difokuskan pada fase acceptance, terhadap pasien gangguan jiwa sebagai
suatu upaya untuk mengembangkan sikap bisa upaya beribadah kepada Allah, dan Ikhlas
menerima apa pun yang terjadi dengan dengan semua perbuatan yang dilakukan
memperkuat nilai spiritual Islam dengan latihan terhadap pasien, bahwa semua tindakan itu
mengambil hikmah (Al-Jauzi, 2010; Hartanto, dilakukan atas dasar beribadah kepada Allah.
2010; Hamid, 1999; Nahrowi, 2010, Mustofa, Menurut GW Alpot, spiritualitas
2005). Beberapa illustrasi tentang berpikir manusia terdiri dari intrinsik dan ekstrinsik.
positif dalam buku modul dibahas pada Religiusitas ekstrinsik memandang agama
pertemuan ini, “pernahkah kita berpikir bahwa sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan
Tuhan tidak adil pada kita, kenapa kita diberi agar dia memperoleh status darinya. Ia
salah satu anggota keluarga mengalami berpuasa, misa, kebaktian, atau membaca
gangguan jiwa? pernahkah kita berpikir kitab suci, bukan untuk meraih berkah
bahwa kita sudah terlalu banyak berkorban Tuhan, melainkan supaya orang lain
untuk orang lain? pernahkah kita berpikir menghargai dirinya. Religiusitas intrinsik
bahwa tanggungan pekerjaan kita terlalu adalah cara beragama yang memasukkan
berat? pernahkah kita merasa sangat terasing, nilai agama ke dalam dirinya. Ibadah ritual
terkucilkan? pernahkah kita berpikir tentang bukan hanya praktik tanpa makna, semua
hidup ini yang tidak adil terhadap kita? dan ibadah memiliki pengaruh dalam sikap hidup
sebagainya. setiap hari (Asy’arie, 2012; Bessing, 2010).
Ternyata di luar itu, masih banyak Religiusitas intrinsik harus dibangun dan
orang yang jauh lebih sengsara, lebih miskin, dikembangkan dalam keluarga, sehingga
lebih banyak bisa berbuat, dan lebih bisa keluarga dapat menerima pasien seperti apa
menerima kehidupan ini dengan apa adanya, adanya, beda dengan cara beragama yang
tanpa menggerutu. Hidup dijalani dengan ekstrinsik merupakan cara beragama yang tidak
bahagia, bahkan selalu bersyukur. Kita diberi tulus, dan melahirkan egoisme. Cara beragama
kesehatan, kekuatan dan ketabahan, tidak yang intrinsik mampu menciptakan lingkungan
ikut mengalami gangguan seperti pasien, kita yang bersih dan penuh kasih sayang.
masih bisa bernapas tanpa gangguan, melihat Religiusitas ekstrinsik merupakan cara
tanpa gangguan, kita masih bisa makan tiga beragama yang tidak tulus, melahirkan
kali sehari, kita masih dibutuhkan dan bisa egoisme. Egoisme bertanggung jawab atas
berbuat untuk orang lain. Semua itu tidak kegagalan manusia mencari kebahagiaan.
ternilai harganya. Kita harus tetap berpikir Kebahagiaan tidak terletak pada diri sendiri,
positif, dan bersyukur dengan apa yang telah tetapi pada kebersamaan. Cara beragama
dianugerahkan Tuhan kepada kita. Tetap intrinsik menciptakan kebersamaan,
berdoa dengan sabar. Pasti Tuhan akan kebahagiaan dalam diri penganutnya dan
mengabulkan doa kita. lingkungan sosialnya. Cara beragama
Peneliti kembali mengingatkan falsafah ekstrinsik menjadikan agama sebagai alat
kaktus dan ulat, yakinlah dengan Tuhan, politis dan ekonomis. Sebuah sikap beragama
niscaya Tuhan akan mengabulkan doa kita. yang memunculkan sikap hipokrit,
Ternyata doa adalah merupakan sebuah proses kemunafikan (Najib, 2007 dalam Asy’arie,
ritual religiusitas manusia yang terdiri dari 2012).
direction, obedience dan acceptance. Peneliti Kepercayaan kesehatan keluarga
juga memfokuskan diskusi pada penerapan setelah intervensi didapatkan keluarga masih
nilai spiritual Islam, khususnya pengembangan tetap percaya bahwa semua kejadian yang
nilai Ikhsan dalam kehidupan. Jika kita sudah dialami pasien dan keluarga sudah
yakin bahwa gangguan jiwa dan semua merupakan kehendak Tuhan, mengharap
masalah yang dialami adalah memang pasien dapat lebih mandiri dari kondisi
kehendak Tuhan, maka buatlah sebelumnya, dan percaya gangguan jiwa
dapat berubah menjadi lebih baik.

171
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 165–173

SIMPULAN DAN SARAN Glanz, K., Rimer, B., Viswanath, K., 2008.
Health Behavior and Health Education;
Simpulan th
Theory, Researh, and Practice, 4
Health belief model keluarga Edition, USA: Jossey-Bass.
mengalami perubahan pada aspek persepsi Hamid, AY., 1999. Aspek Spiritual dalam
terhadap benefits, barriers, dan self efficacy, Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
tidak terdapat perbedaan signifikan pada Hartanto, I., 2010, 4 Kekuatan
aspek persepsi terhadap susceptibility and Mahadahsyat; Ikhlas, Sabar, Syukur,
severity gangguan jiwa. Do’a. Yogjakarta: Syura Media
Utama.
Saran Hawari, D., 2001. Pendekatan Holistik pada
Skizofrenia, Bagian Kedokteran Jiwa.
Perlu dikaji lebih lanjut tentang
Jakarta: Fakultas Kedokteran
persepsi keluarga terhadap susceptibility and Universitas Indonesia.
severity gangguan jiwa. Keliat, BA., Nancy, P., Windarwati, HD., 2009.
Pengelolaan Consultation Liaison
KEPUSTAKAAN Mental Health Nursing (CLMHN) pada
Pelayanan Umum. Materi Seminar dan
Ahmadi F., 2006. Culture, Religion and Workshop, Malang.
Spirituality in Coping, Sweden, Maramis, 2006. Mengurangi Risiko Gangguan
Uppsala University Library. Jiwa, (Online), (http://www.
Asy’arie M., 2012. Tuhan Empirik dan suarakaryaonline.com/news.html.,
Kesehatan Spiritual; Pengembangan diakses tanggal 25 Oktober 2009).
Pemikiran Musa Asy’arie dalam Maramis, WF., 1998. Catatan Ilmu
Bidang Kesehatan dan Kedokteran, Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
Center for Neoroscience, Health and University Press.
Spirituality (C-NET), Yogjakarta. McCubbin, HI. dan Thompson, AI., 1991.
Bessing, YF., 2010. Spiritualitas dalam Family Assessment Inventories for
Neurobiologi dan Kesehatan Mental, Research and Practice, Madison:
Departemen/SMF Ilmu Kedokteran University of Wisconsin.
Jiwa FK Unair - RSUD Dr. Soetomo Ogden, J., 2007. Health Psychology a
Surabaya. Textbook, Fourth Edition. England:
Chiu, L, Morrow, Marina, Ganesan S. dan Open University Press.
Clark N., 2005, Spirituality and Pharoah, F., Mari, J., Rathbone, J., Wong,
Treatment Choices by South and East W., 2010. Family Intervention for
Asian Women Serious Mental Illness. Schizophrenia (Review). The Cocrane
Sage Publication: http://tps.sagepub. Collaboration, Wiley Publishers.
com, diakses tgl 6 November 2009. Putra, ST., 2011. Psikonuroimunologi
Dossey, AM, Keegan, L., Guzzetta, CE., Kedokteran, Edisi 2. Surabaya:
2005. Holistic Nursing a Handbook Airlangga University Press.
for Practice, Fourth Edition, Jones and Sara, W., Marlyn, K., 2002. Religious/Spiritual
Bartlet Publisher Inc. Massachusetts. Coping in Childhood Cystic Fibrosis: a
Fitryasari, PKR., Nihayati, HE., Yusuf, A. , Qualitative Stud, Journal of the
2009. Pengalaman Keluarga Selama American Academy of Pediatrics, 109,
Merawat Anggota Keluarga yang 1–11, (Online), (www.pediatrics.org.,
Mengalami Gangguan Jiwa di Ruang diakses tanggal 2 April 2009).
Jiwa C RSU Dr. Soetomo Surabaya; Siswono, 2001. Sangat Besar, Beban Akibat
Penelitian Kulaitatif. Laporan Hasil Gangguan Jiwa, (Online),
Penelitian FKP Unair, tidak di (http://www. Gizi.net., diakses tanggal
publikasikan. 26 Februari 2009).
Gladding, ST., 2002. Family Therapy; Hystory, Stuart, GW. dan Sundeen, SJ. 1995. Principles
rd
Theory, and Practice (3 Edition). and Practice of Psychiatric Nursing, St.
London: Perason Education, Inc. Louise: Mosby Year Book.

172
Terapi Keluarga dengan Pendekatan Spiritual (Ah. Yusuf S.)

Sullivan, N. dan Walton, J., 2004. Men of Thohir, M., 2009. Menjadi Manusia Pilihan
prayer: Spirituality of Men with dengan Jiwa Besar; 10 Langkah Praktis
Prostate Cancer: A Grounded Theory Menyehatkan Jiwa. Jakarta: Penerbit
Study, Journal of Holistic Nursing, Lentera Hati.
133–151, (Online), (Error! Hyperlink Undang Undang Republik Indonesia, Nomor
reference not valid., diakses tanggal l 6 36 tahun 2009, tentang Kesehatan.
November 2010). Walton, J., 1996. Spiritual Relationship: A
Tanyi, RA., 2006. Spirituality and Family Concept Analysis, Journal of Holistic
Nursing; Spiritual Assessment and Nursing, 14, 237–250, (Online),
Interventions for Family. Journal (Error! Hyperlink reference not valid.,
Compilation, Blackwall Publishing diakses tanggal 6 November 2008).
Ltd.

173

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai