Anda di halaman 1dari 10

REFLEKSI KASUS

DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Kedokteran Jiwa RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Jawa Tengah

Disusun Oleh:
Clarinta Belva Sabina
22712048

Dosen Pembimbing:
dr. Jayus Inastiawan, M. Sc., Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN JIWA


RSJD DR. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2023
FORM REFLEKSI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Nama Dokter Muda : Clarinta Belva Sabina NIM : 22712048


Stase : Kedokteran Jiwa

Identitas Pasien
Nama : Nn. S (Perempuan)
Usia : 25 tahun
Kasus : Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
Pengambilan kasus pada minggu ke-3

Jenis Refleksi: (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya wajib)
a. Ke-Islaman*
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Aspek lain
Form Uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap
pasien/kasus yang diambil)

A. KELUHAN UTAMA DAN RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien (Nn. S) dibawa ke IGD oleh ibu, kakak, dan buleknya pada tanggal
17 Juni 2023 pukul 19.30 WIB. Pasien datang dengan kondisi lemas disertai napas
yang tersengal-sengal. Pasien terus-menerus mengucap maaf, minta maaf,
nyuwun pangapunten selama proses transfer ke triase jiwa. Pasien kemudian
ditenangkan di bed. Ketika ditanya nama dan tempat, orientasi pasien masih baik.
Pasien kemudian menyatakan bahwa ia takut akan mati, aku bukan Tuhan,
astaghfirullah. Ketika ditanya apa yang sedang dirasakan, pasien terus-menerus
membahas ide ketakutan akan mati dan meminta untuk segara diobati. Pasien
tampak ketakutan kemudian memeluk buleknya. Pasien mengatakan bahwa ia
juga takut karena semua orang sudah tidak mau menerimanya dan aku akan
membongkar aib keluarga. Ketika ditanya alasannya takut akan kematian, pasien
berkata di satu sisi aku pengin mati, di sisi lain kalau aku mati sekarang, akan
lebih rekasa, aku takut masuk neraka kan serem. Selama di IGD, pasien banyak
beristighfar dan bersholawat untuk menenangkan diri. Pasien dapat mengikuti
instruksi pemeriksa untuk melakukan latihan pernapasan untuk mengurangi
napasnya yang tersengal-sengal.
Ketika ditanyakan mengapa selalu meminta maaf, pasien mengakui ada
yang berbisik-bisik di hatinya untuk meminta maaf dan berkata bahwa dia selalu
salah. Pasien menjelaskan bahwa banyak suara yang berbicara dalam hatinya,
akan tetapi pasien juga berniat minta maaf sendiri. Ketika pasien masuk kamar
mandi, sering ada suara yang menyebut nama Allah, sehingga pasien ketakutan
karena merasa nama Allah tidak seharusnya muncul di dalam kamar mandi.
Pasien menyangkal adanya gangguan tidur, namun mengaku ketika bangun tidur
muncul perasaan takut. Ketika ditanya ada tidaknya niat menyakiti diri sendiri,
pasien menjawab kok tau, tetapi kemudian pandangannya terlihat kosong dan
tidak mampu melanjutkan jawabannya.
Dokter jaga IGD memutuskan untuk menginjeksi pasien dengan
antipsikotik, namun pasien sempat berontak karena tidak mau disuntik mati dan
disetrum. Ketika pasien diminta mondok di RSJD, pasien memberontak lagi
karena takut tidak bisa membayar, nanti kakakku harus membayar banyak
untuk opname. Selebihnya, pasien dapat menjelaskan hubungan dengan
keluarganya dan riwayat pekerjaan/pendidikannya dengan baik.
B. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Alloanamnesis terhadap adik kembar pasien (Nn. SI) dilakukan untuk
menggali riwayat penyakit dan kebiasaan pasien. Pasien pertama kali
menunjukkan gejala di awal-pertengahan pandemi COVID-19. Saat itu, pasien
sering nyeletuk bahwa ia takut terkena infeksi COVID. Pasien juga sering
merasa bersalah karena tidak dapat membantu kakak tertuanya dan ibunya
dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Pasien kemudian mondok di Baki selama
satu minggu dan diberikan terapi ECT. Pasien sempat kambuh 1x di tahun
2021, namun tidak mondok dan hanya kontrol di poli jiwa RSJD Dr. RM.
Soedjarwadi Klaten. Pasien tidak rutin minum obat, hanya diminum saat
kondisi atau moodnya mulai memburuk lagi. Keluarga mengatakan tidak
pernah melihat pasien menyakiti diri sendiri. Tidak ada episode mania pada
pasien. Pasien memiliki riwayat penyakit maag, dan ibu pasien memiliki
penyakit gula tinggi (diabetes mellitus). Tidak ada riwayat gangguan jiwa di
keluarga pasien.
C. RIWAYAT KEPRIBADIAN DAN KEHIDUPAN PRIBADI
Berdasarkan keterangan keluarga pasien, hubungan pasien dan
keluarganya termasuk baik dan harmonis, serta penuh dukungan. Tidak ada
yang tidak mau menerima pasien dalam kesehariannya. Semasa kecil, pasien
tinggal dengan buleknya, sementara kakak dan adik kembar pasien tinggal
bersama ayah dan ibu kandungnya. Hal ini dianggap tidak masalah karena
keluarga besar masih tinggal di satu komplek yang sama. Tiga bersaudara ini
kemudian tinggal bersama ketika pasien berusia 13/14 tahun hingga sekarang.
Kakak tertua pasien sudah berkeluarga. Pasien belum pernah berhubungan
dengan lawan jenis karena dosa dan belum halal. Pasien adalah lulusan SMK
jurusan akuntansi. Pasien dianggap paling rajin beribadah di keluarganya.
Pasien terbiasa menyendiri dan jarang bercerita ketika ada masalah,
namun sering merasa bersalah jika tidak bisa membantu keluarga. Pasien sempat
bekerja sebelum pandemi di pabrik garmen selama 3 tahun. Akan tetapi,
lingkungan kerjanya terbilang keras dan memiliki beban kerja yang tinggi. Pasien
sering sakit sehingga memutuskan untuk resign. Setelah pandemi, pasien bekerja
lagi di Konimex selama 1,5 tahun. Pasien resign lagi 3 hari sebelum masuk IGD
RSJD karena kekambuhan gejalanya.
D. RESUME STATUS MENTAL
Gejala afektif Gejala, Sindrom Depresi , Diagnosis
- Penampilan tampak takut, dengan retardasi psikomotorik
- Mood sedih dan takut, afek hipotimik dan menyempit, appropriate
- Perasaan bersalah
- Pasien tidak menjawab pertanyaan dengan spontan
- Daya konsentrasi dan membuat keputusan menurun
- Arus pikir remming (+)
- Pikiran untuk menyakiti diri sendiri dan mati (+)
Gejala psikotik SINDROM + deterioriasi kepribadian = jadi ga kerja
- Kesadaran berubah → confusion
- Pasien kurang kooperatif terhadap pemeriksa
- Bentuk pikir → derealistik
- Isi pikir → preokupasi (+) waham (+) bizzare (-)
- Arus pikir → koheren (+) blocking (+) relevan (-)
- Gangguan persepsi → halusinasi (+)
Pasien tidak menunjukkan adanya gangguan orientasi, penilaian realita
pasien terganggu. Tilikan pasien IV, pasien sadar bahwa dirinya sakit namun
<III
karena hal yang tidak dipahami oleh pasien.
E. RESUME PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang EEG → Epilepsi absans
F. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
G. TATALAKSANA
H. PROGNOSIS
I. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I F33.3 Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
Aksis II F60.0 Gangguan Kepribadian Menghindar
Aksis III G40. A09 Absence Epileptic Syndrome
Aksis IV Masalah pekerjaan, ekonomi, dan psikososial lainnya
Aksis V GAF 80 Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam sosial dan pekerjaan.
J. TATALAKSANA
- Farmakologi
Risperidon 3 mg/12 jam
Kuetiapin XR 20 mg/24 jam
Fluoksetin 1x20 mg
Lorazepam 1x2 mg
Triheksifenidil 2mg/12 jam
- Non-farmakologi
1. Terapi CBT
2. Terapi interpersonal
3. Latihan keterampilan menanggulangi stressor
4. Edukasi keluarga
K. PROGNOSIS
Ad vitam: Bonam
Ad functionam: Bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam
2. Latar belakang/alasan ketertarikan pemilihan kasus

World Health Organization (WHO) memberitakan bahwa pandemi


COVID-19 meningkatkan prevalensi gangguan cemas dan depresi sebesar 25%
secara global (WHO, 2022). Studi oleh The Lancet menemukan bahwa tekanan
psikologis, depresi, dan gangguan cemas ditemukan memuncak selama pandemi,
khususnya di bulan Juli-September 2020 (Leach et al., 2021). Data di tahun 2018
menunjukkan bahwa lebih dari 12 juta penduduk berusia >15 tahun mengalami
depresi (RISKESDAS, 2018). Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Kementrian Kesehatan menyatakan bahwa terdapat peningkatan kasus
gangguan jiwa dan depresi sebesar 6,5% di tahun 2021 (Aretha, 2022). Prevalensi
lifetime depresi adalah yang paling tinggi dibandingkan gangguan jiwa lainnya,
yaitu sebesar 17% (Sadock, 2015).
Gangguan mood berupa depresi mayor harus terjadi tanpa adanya episode
manik, hipomanik, maupun campuran. Gejala yang dialami harus menetap
setidaknya 2 minggu, disertai dengan 4 gejala lainnya seperti perubahan nafsu
makan dan berat badan, perubahan dalam pola tidur dan beraktivitas, kehilangan
energi, perasaan bersalah, masalah dalam berpikir dan membuat keputusan, serta
adanya pikiran tentang kematian atau bunuh diri (Sadock, 2015).
Pandemi COVID-19 meningkatkan stres pada individu di berbagai macam
aspek. Isolasi sosial, limitasi dalam bekerja, bertemu dengan keluarga dan kerabat,
serta bergabung dalam kegiatan sosial lainnya merupakan penjelasan utama
terjadinya gangguan depresi di masa pandemi. Perasaan kesepian, ketakutan akan
penyakit, penderitaan, dan kematian diri sendiri maupun orang-orang terdekat
juga menjadi stressor yang memicu episode depresif. Pandemi juga menciptakan
fenomena “ketidakpastian di masa depan”, sehingga membuat masyarakat
menjadi lebih cemas (WHO, 2022).
Kasus ini diambil berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan di
atas, karena onset gejala pada pasien timbul semasa pandemi. Sifat gangguan
mood yang kausanya multifaktorial penting untuk digali lebih lanjut untuk
menentukan prognosis dan sasaran terapi pada pasien.
pre-post (sebelum dan setelah sakit)
komparatif
3. Refleksi dari Aspek Sosial Ekonomi GAJI boleh ditanya -> ngga menopang kebutuhan
keluarga

Gangguan mood depresi memiliki penyebab yang multifaktorial. Salah


satu penyebabnya adalah dari kehidupan sosial dan ekonomi. Gejala depresi lebih
sering muncul pada individu yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang
dekat. Hal ini juga berkaitan dengan riwayat pasien (Ny. S). Berdasarkan data
autoanamnesis dan alloanamnesis, pasien cenderung suka menyendiri dan
menyembunyikan masalahnya dari orang lain, sehingga tidak bisa mencapai
kedekatan yang baik dengan keluarga ataupun kerabat. Hal ini juga bisa saja
membuat pasien merasa tidak diterima, meskipun kenyataannya tidak seperti itu.
Pasien memiliki saudari kembar, yang telah diteliti memiliki kontribusi
risiko sebesar 50-70% terhadap kejadian gangguan afektif. Hal ini menunjukkan
bahwa selain ada nature origin, faktor lain seperti pola asuh/nurture juga
berpengaruh. Sejak kecil, pasien dan saudari kembarnya diasuh oleh orang yang
berbeda, sehingga dapat memengaruhi jenis asuhan yang diterima dan jenis
kepribadian dari pasien. vulnerability -> pola asuh
Pasien dan keluarganya mengatakan bahwa lingkungan kerja pasien tidak
4.terlalu
Refleksi
sehatKe-Islaman
dan bebanbeserta penjelasan
kerjanya evidence/referensi
berat sehingga yang untuk
memutuskan sesuai resign.

Seseorang yang tidak bekerja 3x lebih sering mengeluhkan gejala afektif


0 dibandingkan dengan yang bekerja. Perasaan bersalah dapat muncul bebarengan
5.dengan
Refleksi
tidakdari Aspek
adanya Sosial Ekonomi
pekerjaan.
Konsep depresi yang dikemukakan oleh Edward Bibring menyebutkan
bahwa individu mengalami depresi ketika ide-idenya tidak sesuai dengan
kapasitas diri untuk mencapai tujuan tersebut. Edith Jacobson mendeskripsikan
depresi dengan analogi seorang anak tak berdaya yang disakiti oleh orang tuanya.
Hal ini dapat dilihat pada diri pasien yang sering merasa bersalah jika tidak bisa
membantu orang tua dalam pekerjaan sehari-hari dan perekonomian keluarga.
Pasien merasa tidak diterima dan takut membongkar aib keluarga karena perasaan
bersalahnya yang berlebihan. Trias depresi Beck yang meliputi persepsi diri yang
negatif, persepsi lingkungan yang jahat dan menuntut, serta persepsi masa depan
yang suram pun sesuai dengan riwayat pasien sekarang.
Kepercayaan dan keagamaan pasien -> sekarang sedang depresi -> aspek agamanya gimana
Setiap apapun yang menimpa bani Adam, kesakitan sekecil apapun bernilai pahala

6. Refleksi Ke-Islaman beserta penjelasan evidence/referensi yang sesuai

Kesedihan diciptakan supaya hamba Allah mengadu kepada-Nya yang


Maha Pengasih Maha Penyayang, dan supaya hamba Allah tidak
menyombongkan diri.
Allah berfirman dalam Surah Yusuf:

َ ‫هإنَ َماِأَ ْش ُكوِبَثهي‬


َِ َ‫ِِو ُح ْزنهيِ هإل‬
‫ىِّللاه‬
“Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan penderitaan dan
kesedihanku” (QS. Yusuf: 86).

Bukan sebuah perbuatan tercela bagi seseorang untuk merasakan kesedihan,


apalagi bila sebab kesedihannya adalah suatu hal yang terpuji. Kesedihan yang
tidak baik adalah kesedihan yang membuat seseorang putus asa dan membenci
takdir/rencana Allah.

ْ ‫س هيئَات ُ ِهُِفَ ُه َو‬


ِ‫ِِال ُمؤْ هم ُن‬ َ ُِِ‫سا َءتْه‬ َِ ‫س َرتْهُِِ َح‬
َ ُِ‫سنَات ُ ِه‬
َ ‫ِو‬ َ ِِ‫َم ْن‬
“Barangsiapa yang merasa bergembira karena amal kebaikannya dan sedih
karena amal keburukannya, maka ia adalah seorang yang beriman” (HR.
Tirmidzi).

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.


Taraf kesanggupan tiap individu berbeda ketika dihadapkan dengan stressor yang
juga berbeda. Sebagai hamba Allah, umat manusia harus selalu bertawakkal dan
husnudzon kepada rencana Allah, diiringi dengan ikhtiar dan do’a.

Do’a yang sering dipanjatkan Rasulullah SAW ketika sedih adalah sebagai
berikut:

‫ اللهمِإنيِأعوذِبكِمنِالهمِوالحزن‬..
“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari gundah gulana dan rasa sedih…” (HR.
Bukhari dan Muslim).

Anda mungkin juga menyukai