Anda di halaman 1dari 51

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ September 2022

**Pembimbing/ dr. Victor Eliezer, Sp.KJ

EPISODE DEPRESI SEDANG

Oleh :

Shania Namie Saragih G1A222003

Mochammad Zidane Fansury G1A222005

Marlin G1A222006

Habibi Zikri G1A221079

Pembimbing :

dr. Victor Eliezer, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RSJD JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022

1
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION
EPISODE DEPRESI SEDANG
Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa RSJD Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

2022

Oleh :

Shania Namie Saragih G1A222003

Mochammad Zidane Fansury G1A222005

Marlin G1A222006

Habibi Zikri G1A221079

Jambi, September 2022

PEMBIMBING

dr. Victor Eliezer, Sp.KJ

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
case report yang berjudul “Episode Depresi Sedang”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Victor Eliezer, Sp.KJ yang
telah bersedia untuk membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa RSJD Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan.


Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat untuk penulis dan para pembaca.

Jambi, September 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 4
BAB I .................................................................................................................................. 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
BAB III ............................................................................................................................. 14
BAB IV ............................................................................................................................. 41
BAB V ............................................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 50

4
BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan seseorang tidak hanya ditinjau dari kesehatan fisiknya, namun


juga dari kesehatan jiwanya. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Salah satu masalah kesehatan jiwa yang umum dijumpai ialah depresi.
Depresi menduduki posisi pertama selama tiga dekade pada perhitungan beban
penyakit gangguan jiwa di Indonesia. Depresi adalah suatu kondisi seseorang
merasa sedih, kecewa saat mengalami suatu perubahan, kehilangan, kegagalan
dan menjadi patologis ketika tidak mampu beradaptasi. Bagi sebagian orang,
depresi bersifat ringan dan berlangsung dengan cepat; tetapi bagi orang-orang
lainnya, depresi bisa lebih parah dan berlangsung lebih lama. Sebagian orang
mengalami depresi satu kali, tetapi pada orang-orang lain mungkin bisa berkali-
kali.

Gangguan depresi dapat dialami oleh semua kelompok usia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 secara nasional di Indonesia
menunjukkan gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak rentang usia remaja (15-
24 tahun), dengan prevalensi 6,2%. Pola prevalensi depresi semakin meningkat
seiring dengan peningkatan usia, dengan prevalensi tertinggi pada usia >75 tahun
yaitu sebesar 8,9%.1

Depresi merupakan gangguan yang dapat diakibatkan oleh satu atau lebih
faktor, seperti faktor biologis, psikologis, hingga sosial. Manifestasi klinis utama
pada gangguan ini, yaitu afek depresif, anhedonia, serta mudah lelah dan
penurunan aktivitas yang nyata. Gangguan depresi dapat diberikan terapi
farmakologis dan juga psikoterapi.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


a. Nama : Ny. D
b. Tanggal lahir / Umur : 05-10-1968 / 54 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Rt. 07 Mersam
e. Agama : Islam
f. Status Perkawinan : Menikah
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
h. Pendidikan Terakhir : SD
2.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis anak kandung pasien
2.2.1 Keluhan Utama

Perasaan sedih dan bersalah yang menganggu tidur dan makan


pasien yang memberat sejak ± 1 bulan ini

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh anak kandungnya dengan keluhan
perasaan sedih, bersalah, sehingga hal ini menganggu tidur dan makan
pasien, keluhan dirasakan sejak ± 1 tahun ini dan memberat sejak ± 1
bulan ini. Awalnya anak ke tiga pasien yang perempuan berhenti sekolah
pada tahun 2013, padahal pasien berharap anaknya dapat memiliki
pendidikan dan karir yang baik. Menurut pasien saat ini kehidupan anak
pasien tidak bahagia. Sejak saat anak pasien tersebut menikah pada usia
muda, pasien sering kali kepikiran kehidupan anaknya, dan merasa sedih
sekaligus bersalah sebagai seorang ibu.
Awalnya perasaan sedih tersebut tidak terlalu menganggu
kehidupan pasien, namun dalam satu bulan terakhir, bersamaan dengan
kehidupan anak ketiga nya yang dirasakan makin memburuk, pasien
menjadi lebih sering menyalahkan diri sendiri, pasien sering kali

6
kedapatan menangis, pasien juga merasa malas untuk keluar rumah,
padahal sebelumnya pasien diketahui aktif di lingkungan dan hobi
berbincang-bincang dengan tetangga pasien. Menurut anak pasien, pasien
juga gampang marah, setiap kali anaknya itu pergi keluar dengan laki-laki
pasien mulai marah-marah, pasien mengatakan dia takut anaknya ini
bernasib sama dengan anak perempuan nomor tiganya.
Pasien juga mengalami keluhan penurunan berat badan dan sering
merasa nyeri di daerah ulu hati, pasien juga sering merasa cemas
berlebihan. Menurut anak pasien, pasien jadi lebih malas makan karena
mengatakan tidak ada nafsu makan. Menurut anak pasien, pasien sudah
dilakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah sakit namun hasilnya normal
atau tidak terdapat kelainan pada pasien. Pasien lalu disarankan untuk
berobat ke psikiater oleh dokter RS yang merawat pasien. Oleh karena
itulah pasien datang berobat ke RSJ. Pasien baru pertama kali ke RSJ dan
belum pernah mendapat terapi pengobatan sebelumnya.
Pasien menyangkal keluhan mudah lelah. Pasien mengaku tidak
ada mendengar suara-suara yang aneh atau berhalusinasi. Pasien juga
menyangkal adanya keinginan bunuh diri. Hanya saja pasien sering merasa
takut anak-anak perempuan nya yang lain salah jalan lagi dan sering kali
dihantui rasa bersalah terhadap anak ketiganya.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah didiagnosis gangguan jiwa sebelumnya.
Pasien tidak menderita hipertensi, DM, trauma, tumor, gangguan
kesadaran, asma, HIV, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit fisik
lainnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat-
obatan.

7
2.2.4 Riwayat Keluarga

Genogram

a. Sifat/ Prilaku orang tua kandung/ pengganti


Ayah dan ibu pasien bekerja sebagai petani, jarang dirumah sehingga
pasien diasuh dan dimanja oleh ke 5 Saudara nya terutama oleh kakak
yang ke-5.

b. Saudara
Jumlah bersaudara enam orang dan pasien anak ke enam.

c. Urutan bersaudara
1. LK 2. PR 3. PR
4. PR 5. PR 6. PR

d. Riwayat penyakit keluarga

- Ibu dan kakak-kakak pasien menderita hipertensi


- Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan
pasien
- Tidak ada riwayat gangguan jiwa di keluarga pasien

8
2.2.5 Riwayat Kehidupan Pribadi
- Pasien dilahirkan dari keluarga kurang berada
- Pasien tidak mengalami gangguan belajar, namun tidak tamat SD
dikarenakan menghindari hukuman dari guru, pasien bisa membaca
dan menullis.
- Pasien tidak memiliki gangguan hubungan sosial ditandai dengan
pasien rutin mengikuti kegitan di masyarakat dan tidak memiliki
masalah dengan saudara dan tetangga.
- Pasien menikah muda ± pada umur 17 tahun. Perekonomian pasien
dapat dikatakan berkecukupan atau mampu. Suami pasien pekerja
sawit dan tidak ada masalah dalam rumah tangga. Namun, suami
pasien menderita DM sehingga sering emosi dan membawa masalah
pekerjaan kerumah.
- Pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki 4 orang anak
perempuan :
1. anak yang pertama berumur 37 sudah menikah dan bekerja
sebagai PNS,
2. anak yang ke 2 bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta dan
belum menikah,
3. anak yang ke 3 berumur 26 tahun sudah menikah muda dan
tidak tamat sma sehingga sampai sekarang masih belum
diterima oleh suami pasien,
4. Anak yang ke 4 berumur 17 tahun, masih SMA yang berjauhan
dengan pasien, masih labil sehingga sering berbicara kurang
sopan dan tidak mengikuti nasihat pasien.
- Pasien saat ini hanya tinggal dirumah Bersama suami.
- Kedua orang tua pasien meninggal pada saat pasien sudah berkeluarga.
- Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas pasien sehari-hari.
- Pasien mengerjakan ibadah wajib sesuai agama nya dengan rutin.
- Pasien mengatakan tidak pernah terlibat masalah hukum dan kriminal.
- Pasien mengatakan tidak pernah mengonsumsi NAPZA dan alkohol.

9
2.3 PEMERIKSAAN FISIK DAN STATUS PSIKIATRI

1) Keadaan Umum
a. Penampilan : Rapi, penampilan pasien sesuai usia
b. Kesadaran : Composmentis
c. Orientasi : Waktu baik / Tempat baik / Orang baik
d. Sikap dan Perilaku : Baik, pasien kooperatif dengan pemeriksa,
kontak mata dengan pemeriksa terarah dan pasien mampu
menjawab pertanyaan dengan relevan dan baik.
2) Gangguan Berpikir
a. Bentuk Pikir : Normal, menjawab hanya jika ditanya
b. Arus Pikir : Koheren
c. Isi Pikir : Preokupasi mengenai pernikahan anak
pasien
3) Alam Perasaan
a. Mood : Depresif, rasa bersalah
b. Afek : Afek terbatas, datar
c. Keserasian : Serasi
4) Persepsi
a. Halusinasi : Tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
5) Fungsi Intelektual
a. Daya Konsentrasi : Cukup
b. Orientasi : Waktu baik / Tempat baik/ Orang baik
c. Daya Ingat
• Segera (immediate) : Baik
• Baru saja (recent) : Baik
• Agak lama (recent past) : Kurang
• Jauh (remote) : Baik
d. Pikiran abstrak : Baik
6) Pengendalian Impuls : Baik

10
7) Daya Nilai : Baik
8) Tilikan/Insight VI
9) Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a. TD : 120/80 mmHg
b. Nadi : 88 x/menit
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu : 36,4°C
e. TB : 160 cm
f. BB : 62 kg
g. IMT : 24.21 kg/m2 (normal)
2) Status Generalisata
a. Kulit : dalam batas normal
b. Kepala : dalam batas normal
c. Mata : dalam batas normal
d. Hidung : dalam batas normal
e. Telinga : dalam batas normal
f. Leher : dalam batas normal
3) Pemeriksaan Thoraks
a. Inspeksi : pergerakan thoraks simetris
b. Palpasi : nyeri tekan (-/-), fremitus kanan = kiri
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
4) Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicula sinistra
c. Perkusi : batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi : BJ I dan II regular, gallop (-), murmur (-)

11
5) Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : cembung
b. Auskultasi : bising usus (+) normal
c. Palpasi : nyeri tekan (+) epigastrik, hepar dan lien
tidak teraba
d. Perkusi : timpani
6) Pemeriksaan Ekstremitas
a. Superior : akral hangat, CRT < 2 detik
b. Inferior : akral hangat, edema (-/-)
7) Pemeriksaan Neurologis
a. GCS : E4V5M6 (15)
b. Pemeriksaan psikometrik : tidak dilakukan
8) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Laborium Darah Rutin : tidak dilakukan
3. Diagnosis Differential
Ø F32.2 episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Ø F41.2 gangguan campuran anxietas dan depresi
Ø F43.22 gangguan penyesuaian reaksi campuran anxietas dan depresi
4. Diagnosis Multiaksial
1) Axis I : F32.1 Episode Depresif Sedang
2) Axis II : Z03.2 Tidak ada Diagnosis Axis II
3) Axis III : Dispepsia
4) Axis IV : Masalah dengan keluarga (anak)
5) Axis V : GAF scale 60-51
5. Tatalaksana
1) Farmakoterapi
• Sertraline 1x50 mg PO
• Alprazolam 0.5 mg 1x1 (malam sebelum tidur)
• Lansoprazole 1x30 mg PO (pagi sebelum sarapan)
2) Psikoterapi
• Terapi suportif (dukungan keluarga)

12
• Cognitive behavioural therapy
• Edukasi penyakit
6. Prognosis
1) Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
2) Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
3) Quo ad Sanastionam : Dubia ad bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Depresi adalah perasaan sedih, pesimis, dan merasa sendirian yang


merupakan bagian dari depresi mayor dan gangguan masalah mood lainnya.2
Depresi adalah penyakit medis dengan banyak gejala, termasuk yang gejala fisik.
Kesedihan hanyalah sebagian kecil dari depresi. Beberapa orang dengan depresi
mungkin tidak merasakan kesedihan sama sekali, tetapi menjadi lebih mudah
marah, atau hanya hilang minat pada hal-hal yang biasanya mereka sukai.3
Menurut WHO, gangguan depresi ditandai oleh kesedihan, kehilangan minat atau
kesenangan, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan tidur atau nafsu
makan, perasaan lelah, dan konsentrasi yang menurun. Depresi bisa berlangsung
lama atau berulang, secara substansial mengganggu kemampuan individu untuk
berfungsi di tempat kerja atau sekolah atau mengatasinya setiap hari kehidupan
sehingga depresi dapat menyebabkan bunuh diri.4

3.2 Epidemiologi

Gangguan depresi merupakan jenis gangguan jiwa yang sering ditemukan,


dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%, dengan kemungkinan mencapai
25% pada perempuan. Rata-rata usia yang rentan mengalami depresi ialah sekitar
40 tahunan. Hampir 50 % awitan terjadi pada usia 20-50 tahun. Gangguan depresi
berat dapat timbul pada masa kanak-kanak atau lanjut usia. Data terkini
menunjukkan bahwa gangguan depresi berat dapat ditemukan pada usia kurang
dari 20 tahun. Hasil survei Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di
Indonesia pada Juni 2004 mengemukakan bahwa sekitar 94% masyarakat
Indonesia mengidap depresi, mulai dari tingkat ringan sampai berat.5 Pada tingkat
global, lebih dari 300 juta orang diperkirakan menderita depresi, setara dengan
4,40% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Mental Dunia yang dilakukan di 17
negara menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 1 dari 20 orang dilaporkan pernah
mengalami depresi sebelumnya. Depresi diperkirakan akan cenderung terus
meningkat sebanyak 5,70% pada tahun 2020.6

14
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Depresi merupakan gangguan multifaktorial. Etiologi munculnya depresi


tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi dapat disebabkan oleh berbagai
faktor berbeda pada setiap penderita gangguan depresi. Episode depresi yang
muncul tergantung dari tingkat stres akut dan kronis yang dialami oleh pasien.7
Faktor biologis, psikologis, dan pengaruh sosial berintegrasi dalam memicu
terjadinya gangguan depresi.8 Berikut adalah faktor yang mempengaruhi risiko
terjadinya gangguan depresi :

a. Faktor genetik

Studi kembar menunjukkan heritabilitas depresi sebesar 40-50%.


Faktor resiko genetika memberikan efek yang kecil pada individu dan hanya
memberikan pengatuh dalam keadaan tertentu jika ada interaksi gen dan
lingkungan. Seseorang dengan alel tertentu dari gen transporter serotonin
hanya dapat memberikan peningkatan risiko depresi jika mengalami
peristiwa kehidupan yang merugikan. Apabila orang tersebut tidak
mengalami peristiwa yang merugikan, faktor genetika tidak akan
memberikan peningkatan risiko terjadinya gangguan depresi.7

b. Faktor biologis

Jalur umum dari etiologi gangguan afektif adalah struktur dan fungsi
otak yang abnormal. Gangguan afektif ini terjadi akibat disregulasi antara
beberapa daerah otak yang terlibat dalam pengaturan emosi. Secara
neurokimia, beberapa jalur neurotransmiter yang saling berinteraksi
berperan dalam pengaturn emosi. Kelaianan utama yang ditemukan pada
penderita depresi adalah hiperaktivitas dari sumbu Hipotalamus-Hipofisis-
Adrenal (HPA) dan defisiensi monoamin seperti noradrenalin, serotonin,
dan dopamine.7
Serotonin

Serotonin telah menjadi neurotransmitter amina biogenik yang paling


umum berhubungan dengan depresi. Penyusutan serotonin terjadi pada

15
gangguan depresi sehingga serotonergik agen menjadi pengobatan yang
efektif. Identifikasi beberapa reseptor serotonin subtipe dapat mengarahkan
pada perawatan yang lebih spesifik untuk depresi. Beberapa pasien dengan
impuls bunuh diri memiliki konsentrasi serotonin cairan serebrospinal
(CSF) dan metabolit (5-hydroxyindole acetic acid [5-HIAA])yang rendah.9

Norepinephrine

Tingkat abnormal (biasanya rendah) dari metabolit norepinefrin (3-


methoxy-4-hydroxyphenylglycol [MHPG]) ditemukan dalam darah, urin,
dan CSF dari pasien depresi.9

Dopamin

Aktivitas dopamin dapat berkurang pada depresi dan meningkat pada


mania. Obat-obatan yang mengurangi konsentrasi dopamin (misalnya,
reserpin [Serpasil]) dan penyakit yang mengurangi konsentrasi dopamin
(misalnya, penyakit Parkinson) dikaitkan dengan gejala depresi. Obat-
obatan yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tirosin, amfetamin,
dan bupropion (Wellbutrin), mengurangi gejala depresi. Dua teori terbaru
tentang dopamin dan depresi adalah bahwa jalur dopamin mesolimbik
mungkin disfungsional dalam depresi dan bahwa dopamin D1 reseptor
mungkin hipoaktif pada depresi.9

c. Faktor psikososial
Psikoanalisis

Freud menggambarkan ambivalensi yang terinternalisasi terhadap


objek cinta (orang), yang dapat menghasilkan suatu bentuk duka cita
patologis jika benda tersebut hilang atau dianggap hilang. Dukacita ini
berbentuk depresi berat dengan perasaan bersalah, tidak berharga, dan ide
bunuh diri. Kehilangan objek cinta secara simbolis atau nyata adalah
dianggap sebagai penolakan. Mania dan kegembiraan dipandang sebagai
pertahanan melawan yang mendasarinya depresi.9

16
Psikodinamis

Dalam depresi, seseorang memasukan gagasan kedalam pikirannya


secara tidak sadar dan bertentangan dengan kenyataan yang mengarahkan
pada perasaaan konflik batin, rasa bersalah, kemarahan, rasa sakit, dan
kebencian. Duka patologis menjadi depresi karna perasaan konflik batin,
rasa bersalah, kemarahan dan kebencian diarahkan pada diri sendiri.9

Kognitif

Pikiran disfungsional mendukung terjadinya depresi dan memperkuat


perilaku seseorang yang mendorong ke arah depresi (Friedman & Anderson,
2014). Keyakinan dalam pikiran yang merujuk ke hal-hal negatif dapat
menyebabkan terjadinya depresi. Semakin banyak hal-hal negatif yang
diyakini dalam pikiran seseorang, semakin berat depresi yang terjadi. Triad
kognitif Aaron Beck: (1) pandangan diri negatif (“segalanya buruk karena
saya jahat”); (2) interpretasi negatif dari pengalaman (“segalanya selalu
menjadi buruk”); (3) pandangan negatif tentang masa depan (antisipasi
kegagalan).9

Stress akut dan kronis

Peristiwa buruk dalam kehidupan dapat menjadi sebuah tekanan yang


meningkatkan risiko terjadinya kejadian depresi. Kejadian depresi sering
muncul tak lama setelah peristiwa buruk terjadi seperti peristiwa berkabung,
putus hubungan, ataupun kehilangan sesuatu. Akan tetapi, pada kejadian
depresi berulang, kecil kemungkinan depresi tersebut dipicu oleh peristiwa
buruk yang dialami.
Efek psikologis dan fisiologis dari stres kronis membuat membuat
orang rentan mengalami depresi dan mengurangi kemampuan mereka dalam
mengatasi kejadian yang penuh dengan tekanan secara tiba-tiba. Tekanan
kronis yang dialami dapat berupa masalah sosial seperti dukungan sosial
yang buruk, tidak memiliki pekerjaan di luar rumah, dan tidak memiliki
banyak teman untuk diajak berbicara. Nyeri kronis serta penyakit kronis

17
seperti penyakit jantung dan stroke juga dapat menjadi tekanan yang
berlangsung lama dalam diri seseorang.7

Pengalaman Hidup Awal

Peristiwa merugikan pada masa kanak-kanak yang terjadi pada


seseorang memberikan peningkatan risiko terjadinya gangguan depresi pada
orang tersebut. Pengalaman hidup seperti perceraian orang tua yang
membuat anak-anak tumbuh dengan kurangnya perhatian, pengasuhan anak
yang salah, dan perasaan diri terabaikan sangat mempengaruhi kesehataan
mental anak serta dapat memberikan efek jangka panjang pada psikologi
anak.7 Pengalaman hidup mempengaruhi ekspresi gen dan faktor
psikososial.8

Kepribadian

Kepribadian terbentuk dari genetika dan pola asuh manusia sejak dini.
Sifat personalitas neurotisme yang membuat seseorang cenderung
mengalami keadaan emosional yang negatif seperti cmeas, murung, pemalu,
dan mudah tertekan secara konsisten terbukti meningkatkan risiko
terjadinya gangguan depresi. Beberapa gangguan kepribadian tertentu
seperti gangguan kepribadian ambang yang ditandai dengan suasana hati
tidak stabil serta gangguan kepribadian obsesif kompulsif juga dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan depresi.7

3.4 Patofisiologi

Ketidakseimbangan biogenik amine

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan


berkurangnya monoamine seperti reserpine dapat menyebabkan depresi.
Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaaan
neurotransmitter monoamin, terutama norepineprin dan serotonin, dapat

18
menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat lagi dengan ditemukannya obat seperti
antidepresan trisiklin dan monoamine oksidase inhibitor yang bekerja
meningkatkann dalam jangka pendek monoamin di sinaps. Peningkatan
monoamin ini berkaitan dengan terjadinya perbaikan depresi.10
a. Serotonin
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido.
Sistem serotonin yang berproyeksi ke nucleus suprakiasma hipotalamus
berfungsi mengatur ritmik sikardian (misal siklus tidur-bangun, temperatur
tubuh, dan fungsi hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA). Serotonin
bersama-sama dengan norepineprin dan dopamine memfasilitasi motorik
yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada
mamalia. Neurotransmiterserotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian
dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor postsinap 5-
HT1A dan 5-HT 2A pada pasienn dengan depresi berat. Adanya gangguan
serotonin dapat menjadi penanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
Triptofan merupakan prekusor serotonin menurun pada pasien depresi.
Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien
depresi yang remisi dan individu yang memiliki riwayat keluarga menderita
depresi. Memori, atensi dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh
kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tetapi
tidak melalui serotonin. Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA
(hidroxyindolacetic-acid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan
serebrospinal (CSS) pada penderita depresi. Penurunan ini lebih sering
terlihat pada penderita depresi yang melakukan usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dapat dilihat dari hasil
penelitian EEG tidur dan HPA aksis. Hipofrontalis aliran darah otak dan
penurunan metabolisme glukosa otak, sesuai dengan penurunan serotonin.
Pada penderita depresi mayor didapatkan adanya penumpukan respon
serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahwa adanya
gangguan serotonin.9,10

19
b. Noradrenergik
Badan sel neuron noradrenergik terletak di locus ceruleus (LC) batang
otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia,
hipotalamus, dan talamus. Ia berperan dalam memulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbik dan kortek). Proyeksi noradrenergik ke
hipokampus terlibat dalam sensitisasi prilaku terhadap stresor dan
pemanjangan aktivasi LC dan juga berkontribusi terhadap rasa
ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus tempat asal neuron-neuron
yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi
norepineprin ke dalam sirkulasi darah perifer.9,10
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi akitivasi
fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan maupun tidur menurun. Persepsi
terhadap stresor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus
diteruskan ke LC, dan selanjutnya ke komponen simpatoadrenal sebagi
reseptor stresor akut. Proses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil
respon simpatoadrenal terhadap stresor tersebut. Rangsangan bundel
forebrain media- jaras norepineprin penting di oatak meningkat pada
perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stresor yang
menetap dapat menurunkan kadar norepineprin di forebrain medial.
Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan
libido pada depresi.10
c. Dopamin.10
Ada empat jaras dopamin di otak yaitu:
1. Sistem tuberoinfundibular berproyeksi dari badan sel hipotalamus ke
hipofisis dan bekerja menghambat sekresi prolactin
2. Sistem nigrostriatal berasal dari badan sel substansia nigra dan
berproyeksi ke bangsal ganglia dan berfungsi mengatur aktivitas
motoric
3. Sistim mesolimbic yaitu badan sel terletak di ventral tegmentum yang
berproyeksi hampir ke seluruh region limbik seperti nucleus akumben,
amigdala, hipokampus, nucleus dorsalis media thalamus, dan girus

20
singulat. Sistem ini mengatur ekspresi emosi, belajar, dan
penguatan (reinforcement) dan kemampuan hedonia
4. Sistem mesokorteks-mesolimbik juga berasal dari ventral tegmentum
mesokorteks yang berproyeksi ke region korteks orbitofrontal dan
prefrontal

Sistem ini berfungsi untuk mengatur motivasi, konsentrasi, memulai


aktivitas bertujuan, terarah, dan kompleks, serta tugas-tugas fungsi
eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan
gangguan kognitif, motorik, dan hedonia yang merupakan manifestasi
simptom depresi.

Aksis HPA (Hypotalamic-Pituitary-Adrenal Corical Axis) pada Depresi

Bila pengalaman yang berbentuk stresor dalam kehidupan sehari-hari


tercatat dalam korteks serebri dan sitem limbik sebagai stresor atau emosi yang
terganggu, bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh
meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan kita untuk mengatasi stressor
tersebut. Aksis HPA memegang peranan penting dalam beradaptasi terhadap
stres baik stres eksternal ataupun internal. Ketika berespon terhadap ketakutan
marah, cemas dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan bahkan terhadap
harapan, dapat terjadi peningkatan aktivitas HPA. Pada keadaan depresi terjadi
peningkatan aktivitas HPA yang ditandai dengan pelepasan CRH di hipotalamus.
Peningkatan kadar CRH akan menyebakan peningkatan rangsangan terhadap
hipofisi anterior untuk mensekresikan ACTH. ACTH berperan merangsang
keluarnya kortisol dari korteks adrenal. Kotisol dikeluarkan dari kelenjar adrenal
dan masuk ke dalam sirkulasi. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan
terjadinya mekanisme umpan balik negatif, yaitu hipotalamus menekan sekresi
CRH, kemudian mengirimkan pesan ini ke hipofisis anterior sehingga hipofisi
juga menurunkan produksi ACTH. Akhirnya pesan ini diteruskan kembali ke
adrenal untuk mengurangi kadar produksi kortisol.10 Stresor yang berat pada awal
kehidupan menyebabkan sensitivitas aksis HPA terhadap stresor sangat
berlebihan. Keadaan ini meningkatkan kerentanan biologik seseorang terhadap

21
efek stresor. Kerentanan ini dapat menyebabkan sekresi CRH relatif sangat tinggi
bila orang tersebut berhadap dengan stresor. Akibatnya mekanisme umpan balik
semakin terganggu. Gangguan mekanisme ini menyebabkan ketidakmampuan
kortisol menekan sekresi CRH sehingga pelepasan CRH semakin tinggi.

Tingginya kadar CRH mempermudah seseorang menderita depresi.


Peningkatan aktivitas HPA menyebabkan peningkatan kortisol. Peningkatan
kortisol yang lama dapat menyebabkan toksik pada neuron sehingga bisa terjadi
kematian neuron terutama di hipokampus. Kerusakan hipokampus menjadi
predisposisi depresi. Akibat buruk yang terjadi akibatpeningkatan glukokortikoid
ini adalah terjadi ganguan SSP seperti pelebaran ventrikel, atropi serebri dan
gangguan kognitif. Hal ini terjadi akibat efek neurotoksik glukokortikoid terhadap
sel-sel hipokampus. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan dengan
gangguan hipokampus.10

22
3.5 Manifestasi Klinis11

Mood depresi dan kehilangan ketertarikan atau kesenangan adalah gejala


utama dari depresi. Pasien biasanya mengatakan mereka merasa sedih, putus asa,
tidak bahagia atau kurang berharga. Pasien sering mendeskripsikan gejala dari
depresi sebagai perasaan sakit yang menyiksa. Mereka juga merasa lelah dan tidak
termotivasi. Laporan lain mengatakan pasien tidak bisa menangis dan merasa sulit
untuk merasakan berbagai kesenangan.

Tanda klasik pasien depresi yaitu orang dengan postur bungkuk dan
pandangan ke bawah. Dari tanda depresi yang dapat di observasi, retardasi
psikomotor umum merupakan hal yang paling sering dideskripsikan, pasien
menunjukkan sedikit pergerakan spontan. Sehingga, pada beberapa waktu sulit
untuk membedakannya dengan katatonia.

Agitasi psikomotor dapat terjadi seperti gerakan mimilin-milin rambut.


Banyak pasien depresi memiliki penurunan laju dan volume bicara; mereka
merespon pertanyaan dengan kata-kata tunggal dan tanggapan yang tertunda
terhadap pertanyaan.

23
Gejala somatik depresi disebut dengan gejala neurovegetative dan
mencakup gejala-gejala fisik.

Gejala neurovegetative pada depresi


Umum :
Lelah, kurang energi
Kurang perhatian
Insomnia, bangun tidur lebih pagi
Selera makan buruk, diasosiasikan dengan penurunan berat badan
Biasanya mencakup :
Penurunan libido dan performa seksual
Menstruasi yang tidak teratur
Depresi memburuk pada subuh sampai pagi hari

Hampir seluruh pasien depresi (97%) komplain mengenai penurunan


energi; kesulitan untuk menyelesaikan tugas dan kurang memiliki motivasi untuk
mengerjakan proyek baru. 80% pasien komplain mengenai masalah tidur,
terutama pada bangun tidur di pagi hari yang lebih awal dan sering terbangun di
malam hari, dimana mereka merenungkan masalah mereka. Banyak pasien
mengalami penurunan nafsu makan dan berat badan, tetapi pasien lainnya dapat
mengalami peningkatan nafsu makan dan berat badan, serta tidur lebih lama dari
biasanya. Hal ini disebut dengan gejala reversed neurovegetative.

Pasien depresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia dan diri
mereka sendiri. Isi pikiran mereka sering kali mencakup perenungan nondelusi
tentang kehilangan, rasa bersalah, bunuh diri dan kematian. Sekitar 10% dari
pasien depresi memiliki gejala gangguan pikiran yang jelas, bisanya
penghambatan pikiran dan kemiskinan isi pikiran

Pasien depresi juga dapat mengeluhkan delusi atau halusinasi yang terkait
dengan episode depresi mereka: seperti pasien dapat memiliki episode depresi
mayor dengan pisikotik, disebut dengan depresi psikotik. Sekitar 50-75% pasien

24
depresi memiliki gangguan kognitif yang mencakup tidak bisa berkonsentrasi dan
gangguan berpikir.

Persentasi dalam populasi khusus

Depresi pada anak-anak dan remaja

Fobia sekolah dan kemelekatan yang berlebihan pada orang tua dapat
menjadi gejala depresi pada anak-anak. performa akademik yang rendah,
penyalahgunaan obat-obatan, perilaku antisosial, pergaulan bebas, membolos dan
melarikan diri merupakan gejala depresi pada remaja.

Depresi pada orang tua

Depresi lebih sering terjadi pada orang tua dalam populasi umum.
berbagai penelitian telah melaporkan tingkat prevalensi mulai dari 25-50%,
meskipun persentase kasus ini disebabkan oleh gangguan depresi mayor tidak
pasti. Beberapa penelitian mengindikasikan depresi yang terjadi pada orang tua
berhubungan dengan status sosioekonomi yang rendah, kehilangan pasangan,
penyakit fisik dan isolasi sosial.11

3.6 Kriteria Diagnosis

Berdasarkan PPDGJ III12

Dalam menegakkan diagnosis episode depresif (F32) berdasarkan PPDGJ


III, adapun gejala utama dan gejala tambahan lainnya berupa :
1. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat)
- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan,dan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah


(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.

2. Gejala lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

25
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur tergganggu

g. Nafsu makan berkurang


Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang
(f32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). berat (F32.2) berdasarkan PPDGJ III :
F32.0 Episode Depresif Ringan
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas

- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2


minggu

- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik


F32.01= Dengan gejala somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang


- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan (F30.0)

- Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya)

- Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

26
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik


F32.01 = Dengan gejala somatik

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


- Semua 3 gejala utama depresi harus ada

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa


diantaranya harus berintensitas berat

- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan

- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2


minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang
dari 2 minggu

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,


pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.

F32.3 Episode Depresif berat dengan Gejala Psikotik


- Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut
diatas;

- Disertai waham, halusisasi atau stupor depresif. Waham biasanya


melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetak yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor

27
- Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent)

F32.8 Episode Depresif lainnya


F32.9 Episode Depresif YTT
Dalam menegakkan diagnosis gangguan depresi berulang (F33) berdasarkan
PPDGJ III, adapun pedoman diagnosis berupa :
- Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
• Episode depresi ringan (F32.0)
• Episode depresi sedang (F32.1)

• Episode depresi berat (F32.2 dan F32.2)

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi


frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

- Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan


hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F.30.2) Namun,
kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria
hipomania (F30.0) segera sesudah suatau episode depresif (kadang-kadang
tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)
- Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian
kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama
pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan)
- Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental
lain (adanya stress tidak esensia; untuk penegakkan diagnosis)
F.33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.0) dan

28
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik


F32.01= Dengan gejala somatik

F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang


Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang
(F32.1) dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.

Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik


F32.01= Dengan gejala somatic

F33.2 Gangguan depresi berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
Untuk diagnosis pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan


episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama


minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.

F33.3 Gangguan depresi berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3) dan

29
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.

F33.4 Gangguan depresi berulang, kini dalam remisi


Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2) dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.

F33.8 Gangguan depresi berulang lainnya


F33.9 Gangguan depresi berulang YTT
F34.1 Distimia
- Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak
pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria ganggan
depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F 33.1)

- Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu
tidak terbatas.

- Jika onsetnya pada usia lanjut, gangguan ini seringkali merupakan lanjutan
suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa
berkabung atau stress lain yang tampak jelas.

Berdasarkan DSM 5 dan ICD-1011

Gangguan depresi mayor (Major depressive disorder)

Ciri utama dari gangguan depresi mayor adalah terjadinya setidaknya satu episode
depresi berat, yaitu gejala depresi yang signifikan yang berlangsung dalam waktu
yang signifikan.

30
DSM-5 ICD-10
Diagnosis Gangguan depresi mayor (Major Gangguan depresi mayor
depressive disorder) (Major depressive disorder)
Durasi 2 minggu
Gejala ‐ Disporia ‐ Mood menurun
‐ Anhedonia ‐ Energi menurun
‐ Menurun/meningkat nafsu ‐ Aktivitas menurun
makan atau berat badan ‐ Kapasitas untuk merasakan
‐ Menurun/meningkat tidur kesenangan menurun
‐ Menurun/meningkat aktivitas ‐ Ketertarikan menurun
‐ Menurunnya energi ‐ Konsentrasi menurun
‐ Pikiran-pikiran depresi : ‐ Merasa lelah setelah
bersalah, tidak berharga melakukan kegiatan
‐ Menurunnya konsentrasi dengan usaha yang sedikit
‐ Berfikir untuk untuk bunuh ‐ Tidur yang
diri/rencana bunuh diri terganggu/bangun tidur
lebih pagi
‐ Nafsu makan
terganggu/menurunnya BB
‐ Menurunnya kepercayaan
diri
‐ Menurunnya harga diri
‐ Merasa bersalah atau tidak
berharga
‐ Suasana hati tidak reaktif
terhadap keadaan
‐ Anhedonia
‐ Gejala memburuk pada
subuh-pagi hari
‐ Gangguan psikomotor:
agitasi/retardasi
‐ Libido menurun
Jumlah gejala 5 (1 harus salah satu dari dua list

31
yang pertama)
diperlukan
Konsekuensi Distress atau gangguan fungsi
psikososial dari sosial, pekerjaan atau area
gejala signifikan lainnya.
Pengecualian Penyakit medis, zat/obat-obatan, Gangguan penyesuaian,
(tidak lebih gangguan psikiatri lainnya, Gangguan perilaku
baik dijelaskan riwayat manik atau hipomania Gangguan depresi berulang
oleh) (dianggap sebagai diagnosis
terpisah)
Penentu gejala Dengan distress kecemasan Reaksi depresi
‐ 2+ gejala anxietas Depresi psikogenik
Dengan fitur campuran Depresi reaktif
‐ 3+ gejala
manik/hipomanik selama
episode depresi (jika
terjadi secara
independent, diagnosis
gangguan bipolar)
Dengan fitur melankolik
‐ Kehilangan
kesenangan/reaksi
terhadap kesenangan
‐ 3+ dari :
‐ Depresi
berat/keputusasaan
‐ Mood memburuk pada
subuh-pagi hari
‐ Bangun tidur pagi lebih
awal
‐ Gangguan psikomotor
‐ Anoreksia/penurunan BB
‐ Merasa bersalah

32
Dengan fitur atipikal
‐ Reaktivitas mood
‐ 2+ mengikuti
‐ Peningkatan nafsu
makan/BB
‐ Hyposomnia
‐ Leaden paralysis
‐ Sensitif terhadap
penolakan
Dengan fitur psikotik yang
sesuai dengan mood
Dengan fitur psikotik yang
tidak sesuai dengan mood
Dengan katatonia
‐ Muncul selama episode
depresi
Dengan onset peripartum
Dengan pola musiman
‐ Biasanya terjadi selama
musim tertentu
Penentu Ringan : gejala minimal Ringan :
keparahan Sedang : diantara ringan dan ‐ 2-3 gejala
berat ‐ Fungsi normal
Berat : disfungsi jauh melampaui meskipun tertekan
dari yang dibutuhkan dalam Sedang :
mendiagnosis ‐ 4+ gejala
‐ Kesulitan dalam fungsi
Berat :
‐ Several symptoms
marked and distressing
‐ Kehilangan harga
diri/merasa tidak
berharga dan bersalah

33
‐ Ide/tindakan bunuh diri
‐ Gejala depresi somatik
Berat dengan gejala psikotik
‐ Seperti diatas tapi
dengan psikosis
Lainnya
‐ Depresi atipikal
‐ Episode tunggal dari
“masked depression”
Yang tidak tergolongkan

Skala penilaian obyektif untuk depresi

Skala yang digunakan oleh klinisi.

The Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala yang
digunakan secara luas. Berisi 24 item. Pertugas medis mengevaluasi jawaban
pasien terhadap pertanyaan mengenai perasaan bersalah, pikiran bunuh diri, pola
tidur, dan gejala depresi lainnya. Skor 10-13 untuk depresi ringan, 14-17 untuk
depresi sedang dan > 17 untuk depresi berat.

Skala yang digunakan untuk diri sendiri

The Zung Self-Rating Depression Scale adalah skala laporan 20 item.


Range normal adalah 34 atau kurang’ skor depresi adalah 50 atau lebih. Skala
tersebut memberikan indeks global dari intensitas gejala depresi, termasuk
ekspresi afektif dari depresi.

The Raskin Depression Scale adalah skala penilaian klinisi yang mengukur
tingkat keparahan depresi pasien. skala ini memiliki range 3-13. skor normal yaitu
3 dan skor depresi yaitu 7 atau lebih.11

3.7 Diagnosis Banding11

Penyakit medis umum

34
Banyak penyakit neurologi dan medis serta agen farmakologi yang dapat
mencetuskan gejala depresi. Pasien dengan gangguan depresi sering berobat
pertama kali ke dokter dengan keluhan somatik. Penyakit medis penyebab
gangguan depresi dapat dideteksi dengan anamnesis yang komprehensif,
pemeriksaan fisik dan neurologi, pemeriksaan laboratorium darah rutin dan tes
urine. Pemeriksaan harus mencakup tes untuk tiroid dan hormone adrenal. Karena
gangguan paa sistem ini dapat menimbulkan gejala depresi. Obat apapun yang
dikonsumsi pasien depresi harus dipertimbangkan sebagai faktor potensial dalam
gangguan mood yang diinduksi zat. Obat jantung, antihipertensi, sedative,
hipnotik, antipsikotik, antiepilepsi, antiparkinson, analgetic, antibiotic, dan
antineoplastic biasanya diasosiasikan dengan gejala depresi.

Demensia

Gangguan depresi mayor dapat memiliki efek mendalam pada konsentrasi


bahkan memori, dan kadang-kadang dapar dikacaukan dengan penykit
neurogenerative deperti gangguan Alzheimer. Istilah pseudodemensia digunakan
untuk menggambarkan hal ini. Gejala kognitif dari gangguan depresi mayor dan
demensia seperti demensia tipe Alzheimer dapat dibedakan secara klinis. Gejala
kognitif pada gangguan depresi mayor memiliki onset yang tiba-tiba. Pasien
depresi dengan gangguan kognitif sering tidak mencoba untuk menjawab
pertanyaan, pasien dengan demensia dapat berunding.

Gangguan mental lainnya

Gangguan mood lainnya

Klinisi harus menentukan apakah seorang pasien pernah mengalami


episode gejala seperti mania, yang mungkin mengindikasikan salah satu dari
gangguan bipolar. Episode depresi dari gangguan bipolar dapat identic dengan
gangguan depresi mayor. Namun, ada item tertentu yang lebih prediktif dari
gangguan bipolar.

35
Item episode depresi yang lebih prediktif dari gangguan bipolar :

Onset terjadinya saat usia dini


Depresi psikotik sebelum usia 25 tahun
Depresi postpartum, terutama yang memiliki ciri psikotik
Onset cepat dan offset episode depresi dengan durasi pendek (kurang dari 3
bulan)
Episode berulang (lebih dari 5 episode)
Depresi yang ditandai dengan retardasi psikomotor
Fitur atipikal (tanda reverse vegetative)
Musiman
Riwayat keluarga dengan gangguan bipolar
High-density three-generation pedigrees
Trait mood lability (cyclothymia)
Temperamen hipertimik
Hipomania diasosiasi dengan antidepresi
Kehilangan efek antidepresi berulang (setidaknya 3 kali) setelah respon awal
Keadaan depresi campuran (dengan kegembiraan psikomotorik, permusuhan
yang mudah tersinggung, pikiran yang berpacu dan gairah seksual selama
depresi berat)

Gangguan mental lainnya

Gangguan terkait zat, gangguan psikotik, gangguan makan, gangguan


penyesuaian, dan gangguan somatoform, semuanya umumnya diasosiasikan
dengan gejala depresi dan harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding pasien
dengan gejala depresi. Perbedaan yang paling menantang adalah antara gangguan
kecemasan dengan depresi dan gangguan depresi dengan kecemasan.

36
Tabel perbandingan klinis antara anxietas dan depresi

Anxiety Depresi
Kewaspadaan tinggi Retardasi psikomotor
Panik dan tegang berlebihan Rasa sedih yang sangat mendalam
Rasa bahaya Rasa kehilangan
Kehilangan rasa keteratikan –
Penghindaran fobia
anhedonia
Keraguan dan ketidakpastian Keputusasaan – bunuh diri
Ketidakamanan Penghinaan diri sendiri
Kecemasan kinerja Kehilangan libido
Bangun pagi lebih awal
Penurunan berat badan

3.8 Terapi

Terapi kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi. Jika dokter


melihat gangguan mood secara fundamental berkembang dari masalah
psikodinamik, ambivalensi mereka tentang penggunaan obat dapat mengakibatkan
respon yang buruk, ketidakpatuhan dan mungkin dosis yang tidak memadai untuk
periode pengobatan yang terlalu singkat. Beberapa percobaan kombinasi
farmakoterapi dan psikoterapi untuk pasien rawat jalan yang mengalami depresi
kronis telah menunjukkan respon yang lebih tinggi dan tingkat remisi yang lebih
tinggi dari pada salah satu pengobatan yang digunakan.

Obat-obatan antidepresan SSRI dan SNRI11

37
38
39
40
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang diantar oleh anak kandungnya dengan keluhan perasaan


sedih, bersalah, sehingga hal ini menganggu tidur dan makan pasien, keluhan
dirasakan sejak ± 1 tahun ini dan memberat sejak ± 1 bulan ini. Awalnya anak ke
tiga pasien yang perempuan menikah muda dan berhenti sekolah, padahal pasien
berharap anaknya dapat memiliki Pendidikan dan karir yang baik, menurut pasien
saat ini kehidupan anak pasien tidak Bahagia. Sejak saat anak pasien tersebut
menikah, pasien sering kali kepikiran kehidupan anaknya, dan merasa sedih
sekaligus bersalah sebagai seorang ibu. Awalnya perasaan sedih tersebut tidak
terlalu menganggu kehidupan pasien, namun dalam satu bulan terakhir,
bersamaan dengan kehidupan anak ketiga nya yang dirasakan makin memburuk,
pasien menjadi lebih sering menyalahkan diri sendiri, pasien sering kali kedapatan
menangis, pasien juga merasa malas untuk keluar rumah, padahal sebelumnya
pasien diketahui aktif di lingkungan dan hobi berbincang-bincang dengan
tetangga pasien. Pasien menyangkal kalau pasien merasa muda lelah akhir akhir
ini. Menurut anak pasien, pasien juga gampang marah, setiap kali anaknya itu
pergi keluar dengan laki-laki pasien mulai marah-marah, pasien mengatakan dia
takut anak nya ini bernasib sama dengan anak perempuan nomor tiga nya.

Keluhan pada pasien ini menggambarkan kriteria depresi yang terdapat


dalam PPDGJ III. Dimana pada PPDGJ III episode depresi dibagi menjadi 3
gejala utama dan 7 gejala lainnya. Gejala utama itu meliputi, afek depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah. 7 gejala lainnya, yaitu konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang
rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur
tergganggu, dan nafsu makan berkurang.

Pada pasien terdapat 2 gejala utama dan 5 gejala lainnya. Gejala – gejala
pasien ini sudah berlangsung lebih dari 2 minggu dan gejala ini mengganggu

41
aktivitas pasien sehari hari baik dari sisi sosial maupun aktivitas sehari – hari
pasien. Gejala gejala pasien ini bisa timbul karena ketidakseimbangan biogenik
amin pada otak. Pada pasien gangguan depresi terjadi penurunan Serotonin,
Dopamin, dan noradrenergik pada pasien. Triptofan yang merupakan prekusor
serotonin akan ikut menurun bersamaan dengan penurunan serotonin di otak
sehingga terjadi penurunan mood pada pasien depresi. Selain itu, triptofan juga
mempengaruhi penurunan memori, atensi, dan fungsi eksekutif pada pasien.

Penurunan noradrenergik akibat stressor yang menetap akan menyebabkan


anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi. Dopamin merupakan
neurotransmitter yang berperan dalam mengatur aktivitas motorik, hedonia, dan
kognitif dari pasien sehingga penurunan hormon ini akan menyebabkan gangguan
fungsi kognitif, motorik, dan anhedonia dari pasien yang merupakan gejala
depresi.

Pasien juga mengalami keluhan penurunan berat badan Pasien juga


mengalami keluhan penurunan berat badan dan sering merasa nyeri di daerah ulu
hati, pasien juga sering merasa cemas berlebihan, menurut anak pasien, pasien
jadi lebih malas makan karena mengatakan tidak ada nafsu makan. Adanya gejala-
gejala seperti penurunan berat badan, sering merasa nyeri di daerah ulu hati,
pasien juga sering merasa cemas berlebihan merupakan gejala somatik yang
dirasakan oleh pasien. Gejala somatik ini berhubungan dengan patofisiologi
depresi itu sendiri dimana pada pasien depresi selain dari terjadi perubahan
neurotransmitter di otak juga mempengaruhi aksis HPA (Hypotalamic-Pituitary-
Adrenal Corical) yang mengibatkan peningkatan hormon kortisol yang diproduksi
oleh medula adrenal. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih mudah marah,
sering merasa cemas, hilang nafsu makan, dan hal-hal lain yang tidak
menyenangkan pada pasien. dengan makin terganggunya HPA aksis akibat
stressor yang berat mengakibatkan terjadi perubahan di struktur otak pasien yang
memperberat gangguan kognitif dari pasien yang mengalami depresi.

42
Berdasarkan keterangan dari anak pasien bahwa pasien sudah melakukan
pemeriksaan kesehatan di Rumah sakit namun hasilnya tidak kelainan fisik pada
pasien. Hal ini dapat diduga bahwa gejala pasien ini bukan disebabkan oleh suatu
kondisi medis tertentu sehingga dapat eliminasi kemungkinan Gangguan Mental
Organik pada pasien tersebut. Pasien mengatakan baru pertama kali berobat
kerumah sakit sehingga dapat dieliminasi kemungkinan pasien mengalami depresi
berulang.

Pasien menyangkal adanya abnormalitas pada persepsi dan isi pikir pasien
baik berupa waham, ilusi, maupun halusinasi sehingga ini menyingkirkan
kemungkinan pasien memiliki bentuk pikir psikotik. Pasien sering merasa takut
kalau anak perempuan lainnya mengalami nasib yang sama dengan anak ketiga
pasien dan sering dihantui rasa bersalah terhadap anak ketiganya. Pernyataan
pasien ini dapat menjadi stressor (pemicu) yang menyebabkan munculnya gejala
pasien.

Berdasarkan anamnesis didapakan bahwa sebelumnya pasien diketahui


aktif di lingkungan dan hobi berbincang-bincang dengan tetangga menandakan
tidak adanya gangguan kepribadian tipe antisosial. Pada tahun 2013 pasien
mengalami trauma karena anak pasien yang ke tiga berhenti sekolah dan menikah
muda menjadi stressor utama penyebab keluhan pasien saat ini. Pasien tidak
menderita hipertensi, DM, trauma kepala, tumor, gangguan kesadaran, asma, HIV,
penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit fisik lainnya dan tidak terdapat riwayat
penyakit yang dapat mengarahkan pada gangguan jiwa menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.0). Selain itu, pasien juga
tidak pernah meminum alkohol ataupun obat-obatan terlarang lainnya yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa sehingga dapat menyingkirkan diagnosis gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F.10).

Dari anamnesis juga didapatkan bahwa dimasa kecil pasien sebagai anak
bungsu yang dimanja oleh kakak-kakanya sehingga berdampak pada kebahagiaan
pasien yang bergantung pada orang lain. Hal tersebut membuat pasien yang

43
apabila didapati masalah lebih mudah menjadi beban pikirannya. Tidak terdapat
adanya riwayat keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien dan
Tidak ada Riwayat sakit jiwa di keluarga pasien dapat menyingkirkan etiologi
penyakit pasien dimana faktor genetik dapat menjadi salah satu penyebab dari
keluhan pasien saat ini.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah untuk


menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki
dan mempengaruhi perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai kehidupan.
Didapatkan bahwa pasien tidak tamat SD, sehingga menjadi pendukung keluhan
pasien saat ini. Suami pasien yang sering emosi dan membawa masalah pekerjaan
ke rumah dan anak bungsu pasien yang masih SMA namun tinggal berjauhan
dengan pasien dengan sikap masih labil dan tidak mengikuti nasihat pasien
menambah beban pikiran pasien dan menjadi faktor pendukung penyebab keluhan
yang dirasakan pasien saat ini.

Pasien mengerjakan ibadah wajib sesuai agamanya dengan rutin


berhubungan dengan fungsi religiusitas salah satunya dengan kedamaian batin
dimana seseorang yang rutin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
masing-masing lebih tenang dan kuat dalam menjalani lika-liku kehidupan sehari-
hari. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat obatan dapat
menjadi acuan dalam pemberian terapi pasien.

Pasien datang dalam keadaan stabil, penampilan sesuai usia, pakaian rapi.
Hal ini sesuai dengan diagnosis pasien yaitu episode depresif sedang, dimana
pasien masih mampu untuk merawat diri sendiri akan tetapi menghadapi kesulitan
yang nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga. Selama autoanamnesis, pasien kooperatif, kontak mata dengan pemeriksa
terarah dan pasien mampu menjawab pertanyaan dengan relevan dan baik, pasien
hanya menjawab jika ditanya. Arus pikir pasien koheren. Hal ini menunjukkan
bahwasannya pasien tidak memiliki gangguan berfikir. Isi pikir pasien preokupasi

44
terhadap pernikahan anaknya yang merupakan pencetus dari gejala yang dialami
pasien.

Mood pasien merasa bersalah, afek terbatas dan serasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami episode depresif. Pasien tidak mengalami
halusinasi maupun ilusi. Hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami
gangguan psikotik dimana pasien tidak bisa membedakan hal yang nyata dengan
yang tidak nyata.

Orientasi waktu, tempat dan orang tidak terganggu. Daya ingat dan pikiran
abstrak pasien baik. Hal ini menunjukkan bahwasanya pasien tidak mengalami
gangguan fungsi intelektual yang mana sebagian besar diderita oleh pasien dengan
gangguan mental organik, seperti demensia. Tilikan/insight pasien yaitu berada di
tingkat VI, yang artinya pasien menyadari keadaannya, mengetahui faktor yang
menjadi penyebab gangguannya dan sudah memantapkan diri untuk memperbaiki
dirinya dengan berobat.

Kesadaran pasien composmentis dan pemeriksaan tanda-tanda vital yang


meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi nafas berada dalam batas
normal. Status gizi pasien juga dalam kategori normal. Pada pemeriksaan fisik
pasien yaitu regio kepala, leher, toraks, dan ekstremitas ditemukan hasil dalam
batas normal. Sementara pada regio abdomen, ditemukan adanya nyeri tekan
epigastrik yang mengindikasikan terdapat gangguan pada organ saluran
pencernaan. Nyeri epigastrik pada pasien ini mengarah pada dyspepsia yang dapat
timbul akibat stress atau depresi. Pada pasien depresi, kadar kortisol meningkat
dan merangsang sel mucin untuk meningkatkan produksi asam lambung. Nyeri
ulu hati dapat dirasakan ketika terjadi inflamasi akibat adanya ulkus mukosa
lambung akibat peningkatan produksi asam lambung. Nyeri ulu hati ini juga akan
berpengaruh pada penurunan nafsu makan.

Pasien didiagnosis menggunakan sistem diagnostik multiaksial. Diagnosis


aksis I ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik menjadi dasar untuk menegakkan diagnosis episode

45
depresif sedang (F. 32.1). Kriteria diagnosis tersebut berdasarkan PPDGJ III. Pada
aksis II tidak ada diagnosis dikarenakan jenis kepripadian khas pasien belum
dapat didiagnosis karena pemeriksa hanya bertemu dengan pasien sebanyak satu
kali. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri epigastrik,
sehingga pada axis III didiagnosis dyspepsia. Selanjutnya, pada axis IV
didapatkan informasi dari anamnesis bahwa pasien memiliki masalah yang terkait
dengan anaknya. Pada aksis V, penilaian terhadap kemampuan pasien untuk
berfungsi dalam kehidupannya menggunakan skala Global Assessment of
Functioning (GAF). Pada saat pasien dilakukan wawancara, skor GAF 60-51
(gejala sedang, disabilitas sedang).

Pasien diterapi dengan obat sertraline (antidepresan golongan SSRI )


dengan dosis 50 mg 1x sehari. Sertalin merupakan Suatu SSRI serupa fluoksetin,
tetapi bersifat lebih selektif terhadap SERT (transporter serotonin) dan kurang
selektif terhadap DAT (transporter dopamine).13SSRI merupakan suatu kelompok
obat antidepresan dengan molekul kimia yang secara spesifik menghambat
pengangkut serotonin (serotonin transporter, SERT)14. SSRI memiliki sensitivitas
terhadap pengangkutan serotonin sebanyak 300 hingga 3000 kali lebih besar
dibandingkan pengangkut noerepinefrin.15 Saat ini terdapat enam SSRI yang paling
sering digunakan dalam klinis, yaitu fluoksetin, sertralin, sitalopram, paroksetin,
fluvoksamin, dan esitalopram.13 Dosis yang digunakan adalah 50 – 200 Mg/hari.

Pasien juga diterapi dengan Alprazolam (benzodiazepine) dengan dosis


0,5 mg 1x sehari pada saat malam hari. Pasien diberikan Alprazolam untuk
mengatasi Kecemasan. Golongan benzodiazepine digunakan secara luas untuk
penanganan keadaan cemas akut dan untuk control cepat gangguan panik. Gejala
kecemasan mungkin dapat diatasi dengan banyak obat dari golongan
benzodiazepine, tetapi tidak mudah untuk menunjukkan keunggulan satu obat
dibandingkan dengan yang lainnya. Bagaimanapun juga, Alprazolam sangat efektif
digunakan pada terapi gangguan panik dan agoraphobia, dan tampak lebih selektif
pada kondisi ini daripada obat-obat lainnya dalam golongan benzodiazepine.
Rencana terapi pada kasus ini sudah tepat karena pemberian obat disesuaikan

46
berdasarkan keluhan. Alprazolam adalah obat short-acting kuat dari kelas
benzodiazepine. Bekerja dengan cara mengikat situs spesifik pada reseptor GABA.
Hal ini terutama digunakan untuk mengobati gangguan kecemasan sedang sampai
berat dan serangan panik. Obat diberakan secara peroral, absorpsinya tidak
dipengaruhi oleh makanan, sehingga dapat diminum dengan atau tanpa makanan.
Dosis alprazolam untuk dewasa yang efektif diberikan adalah 1 x 0,5 mg - 4
mg/hari. Penggunaan Alprazolam kemudian di evaluasi selama 4 minggu. Apabila
membaik, maka pemberian obat dapat dikurangi hingga 50% dosis awal untuk
tappering off.

Pasien juga diterapi dengan lansoprazol (Obat Golongan PPI ) dengan


dosis 30 mg 1x sehari pada saat Sebelum Sarapan. Indikasi pemberian lansoprazol
dalam kasus ini adalah dispepsia. Lansoprazole mengalami aktivasi di daerah
penghasil-asam sel parietal mukosa lambung menjadi bentuk aktif melalui reaksi
konversi dalam suasana asam. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus SH dari
(H++K+) ATP ase dan berada di daerah penghasil-asam dan berperan sebagai
pompa proton, menekan aktivitas enzim untuk menghambat sekresi asam lambung.

Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens


(pertahanan) pasien terhadap stres. Perlu diadakannya terapi untuk meningkatkan
kemampuan pengendalian diri dan memberikan motivasi hidup. Psikoterapi
reedukatif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung
kesembuhan pasien dengan mengawasi pasien untuk minum obat teratur.
Psikoterapi rekonstruktif bertujuan membangun kembali kepercayaan diri pasien,
menjelaskan kepada pasien bahwa pasien memiliki semangat hidup dan keinginan
kuat untu melihat anak pasien bahagia. Menolak semua pikiran negatif.16
Saat ini penatalaksanaan klien cemas dan depresi tidak hanya diberikan
pengobatan psikofarmaka saja, namun juga dengan pendekatan psikoterapi. Salah
satu psikoterapi yang yang telah banyak dilakukan dan cukup efektif dalam
mengurangi dan mengontrol gejala penyakit atau gangguan adalah Cognitive
Behavioral Therapy (CBT). CBT merupakan pengobatan nonfarmakologi yang
efektif untuk hampir semua gangguan jiwa, terutama kecemasan dan depresi.

47
Terapi ini memiliki waktu yang terbatas, mendorong keterampilan self-help,
berfokus pada masalah, bersifat induktif, dan mengharuskan klien untuk
mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan dalam lingkungannya sendiri
melalui pekerjaan rumah yang diberikan. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) telah lama dikembangkan oleh para ahli
dalam menangani klien dengan gangguan kecemasan dan depresi. CBT adalah
suatu bentuk perawatan psikologis yang berfokus pada pikiran, perasaan, dan
perilaku pasien dari perspektif pembelajaran, dan telah terbukti cukup efektif untuk
gangguan kecemasan dan depresi. Berdasarkan Buku Saku Terapi Spesialis
Keperawatan Jiwa, (2013:8), pelaksanaan CBT dilakukan melalui 5 sesi; sesi 1;
mengidentifikasi pikiran otomatis yang negatif serta akibat negatif pada perilaku,
sesi 2; penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran negatif, sesi 3;
memodifikasi perilaku negatif menjadi positif dengan token, sesi 4; mengevaluasi
perkembangan pikiran dan perilaku positif, sesi 5; menjelaskan pentingnya
psikofarmaka dan terapi modalitas untuk mencegah kekambuhan dan
mempertahankan serta membudayakan pikiran dan perilaku positif.17,18 Edukasi
penyakit, menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada
pasien, jangan membatasi aktivitas positif yang disukai pasien, ajak pasien
bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor. Berdiskusi terhadap
pentingnya pasien untuk minum obat teratur dan kontrol lagi.

48
BAB V
KESIMPULAN

Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya


gejala penurunan mood (mood depresi), kehilangan minat terhadap sesuatu yang
sebelumnya menyenangkan, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan,
kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi. Pilihan pengobatan untuk depresi
meliputi terapi farmakologi dan psikoterapi. Setiap pasien diharapkan mendapat
edukasi yang mencakup informasi mengenai gejala yang dirasakan, pilihan
pengobatan, serta prognosisnya. Penentuan derajat depresi juga penting untuk
dilakukan agar pengobatan yang diberikan kepada pasien tepat dan efektif.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi


Kesehatan Jiwa Di Indonesia. InfoDATIN. 2019. hal. 12.
2. Kaplan, H.I & Sadock, B.J.. Pocket Handbook of Clinical Psychiatry.
Baltimore: Williams and Wilkins. 1996
3. NIMH, N. Depression and College Students. National Institute of
Mental Health, 2010
4. WHO. Depression and Other Common Mental Disorders. World
Health Organization, 2017
5. Ivone R. Ballo, Theresia M. D. Kaunang, Herdy Munayang, &
Christoffel Elim. Profil Lanjut Usia Dengan Depresi Yang Tinggal Di
Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Manado. Jurnal Biomedik,
Volume 4, 2012. P.60.
6. Genatha, D. W. Hubungan Antara Depresi Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Ibu Hamil. Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 6.
2018. p. 211.
7. Marwick. K; Birrel M. The Mood (Affective) Disorders in Crash
Course Psychiatry, 4th Edition. Edinburgh: Elsevier Ltd. 2013.
Pp:133-137
8. Friedman, S. E. & Anderson, M. I. Managing Depression in clinical
practice. British: Springer. 2011.
9. Saddock B j, Ahmad S, Saddock VA. Pocket Handbook Of Clinical
Psychiatry. 6th ed. 2019.
10. Amin N. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005.
11. Boland R, Verdium ML, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. 12th ed. Boland RJ, Verduin ML, editors. Vol. 53, Journal
of Chemical Information and Modeling. Wolters Kluwer; 2021. 1689–
1699 p.
12. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT.
Nuh Jaya. 2019.

50
13. Potter, Z. W.,& Hollister, E. L., , Agen – agen antidepresan, Dalam
Katzung, G. B., Farmakologi Dasar & Klinik, Edisi kedelapan, Salemba
Medika, Jakarta. 2002
14. Chisholm-Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone
P.M., Kolesar J.M. and Dipiro J.T., Pharmacotherapy Principles and
Practice, Mc Graw-Hill Companies, New York. 2016
15. Richard, A.H., Mycek, M.J., dan Pamela, C.C. Farmakologi Ulasan
Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. 2011. Hal. 248
16. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2010
17. Christensen, H., M.K. Griffiths, and , A. Korten. Web-Used Cognitive
Behavior Therapy: Analysis of Site Usege and Changes in
Depression and Anxiety Scores. Original Paper, Canberra,
Australia, www.jmir.org/2002/1/e3, 2002, diunggah tanggal 4
April 2014
18. Anonimous. Buku Saku terapi Spesialis Keperawatan Jiwa. FIK-UI.
Jakarta. 2013.

51

Anda mungkin juga menyukai