Anda di halaman 1dari 33

CASE REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / April 2022


** Pembimbing / dr. Susiati, M. Ked, Sp. KJ

Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)


Nadhilah Aulia Putri, S. Ked *
Anissa Ismiyanti Retnoningsih, S. Ked *
Muhammad Fadhil Naufal, S. Ked *
dr. Susiati, M. Ked, Sp. KJ **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)

DISUSUN OLEH

Nadhilah Aulia Putri, S. Ked *


Anissa Ismiyanti Retnoningsih, S. Ked *
Muhammad Fadhil Naufal, S. Ked *

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian Ilmu Psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Jambi Program Studi Profesi Dokter
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, April 2022

PEMBIMBING

2
dr. Susiati, M. Ked, Sp.KJ

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan case report
session (CRS) ini dengan judul “Attention Deficit Hiperactivity Disorder
(ADHD)”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas Bagian Ilmu Psikiatri di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Susiati, M. Ked, Sp. KJ selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan case report session (CRS) ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
case report session (CRS) ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Sebagai penutup semoga kiranya laporan case report session (CRS) ini dapat
bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, April 2022

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan


psikiatri yang sangat serius dan dipercaya dapat menimbulkan dampak buruk
dalam jangka panjang, ADHD umunya terdiagnosis pada masa kanak-kanak dan
dapat bertahan sampai usia remaja bahkan dewasa. ADHD dapat dinilai melalui
tingkah laku yang ditunjukkan oleh anak saat berada di lingkungan sekolah
maupun di rumah. Anak dengan ADHD mengalami kesulitan untuk memusatkan
perhatian saat belajar maupun kegiatan lain yang membutuhkan perhatian,
memiliki perilaku hiperaktif, serta menunjukkan respon yang tidak seharusnya
dilakukan.1 Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi
anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, seperi berinteraksi dengan teman
sebaya, keluarga, dan yang terpenting adalah menganggu kesiapan anak untuk
belajar. Semua kondisi ini tentunya akan menganggu prestasi belajar anak dan
secara keseluruhan akan membuat penurunan kualitas hidup anak dengan ADHD
di kemudian hari.2
Angka prevalensi ADHD di dunia sebesar 2% hingga 9,5% dari semua anak
usia sekolah.3 Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder
V (2013) maka gejala ADHD ini pada umumnya telah timbul sebelum anak
berusia 12 tahun. Kriteria usia ini berbeda dengan yang dicantumkan dalam
Diagnostic and Statistical for Mental Health Disorder IV-TR. Pada anak yang
berusia kurang dari 4 tahun, kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak
menderita gangguan ini atau merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Namun pada anak dengan ADHD, gejala yang muncul
tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat jika dibandingkan dengan anak
lain dengan taraf perkembangan yang sama sehingga menimbulkan penderitaan
dan hendaya anak dalam kehidupan sehari-harinya.2

4
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


1. Nama : An. N
2. Tanggal Lahir/Umur : Jambi, 25 Oktober 2015 (6 tahun 5 bulan)
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Cemara II Sipin
5. Suku/Bangsa : Minang/Indonesia
6. Agama : Islam
7. Status Perkawinan : Belum Menikah
8. Pekerjaan : Tidak bekerja
9. Pendidikan : Belum Sekolah
10. MRS tanggal : 22 Maret 2022

2.1 ANAMNESIS (Alloanamnesis)


2.1.1 Keluhan Utama
Os datang dengan keluhan hiperaktif
2.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak bisa diam dalam waktu yang
lama. Pasien cenderung berpindah-pindah dari satu tugas ke tugas lainnya dalam
waktu cepat. Hal ini sudah dirasakan sejak pasien dibawah umur 3 tahun. Pasien
tidak bisa mencurahkan perhatiannya dengan tepat, jika menginginkan sesuatu
pasien hanya menarik tangan. Pasien menolak jika diarahkan untuk melakukan
sesuatu dan belum bisa bermain dengan anak seusianya.
Pasien cenderung menghindari kontak mata jika diajak berbicara atau
kontak mata hanya sedikit. Pasien cenderung berpindah dari aktivitas satu ke

5
aktivitas lainnya tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu. Pasien sering merasa
tidak nyaman ketika menggunakan pakaian atau popok. Pasien tidak mau makan
nasi dan pilih pilih makanan.
Pasien telah diterapi sebanyak 3 kali di RSJ Prof Jambi. Setelah diterapi,
ibu pasien merasa keadaan anaknya belum ada perubahan. Ibu pasien mengaku
tidak memberikan obat secara rutin kepada pasien.
2.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
1. Gangguan Mental dan Emosi
Riwayat gangguan mental dan emosi tidak ada sebelumnya.
2. Gangguan Psikosomatis
Tidak didapatkan kelainan
3. Kondisi Medik
Tidak ada gangguan medik
4. Riwayat Penggunaan Zat Narkotika dan Alkohol
Tidak ada Riwayat penggunaan zat narkotika dan alkohol
5. Gangguan Neurologi
Tidak ada riwayat gangguan neurologi

2.1.4 Riwayat Keluarga


Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan serupa tidak ada.

Struktur Keluarga
No Nama L/P Usia Hubungan Sifat
1. Tn. M L 36 th Ayah pasien Tegas,disiplin, penyayang
2. Ny. N P 35 th Ibu pasien Ramah, penyayang
3. An. X P 8 th Kakak Pasien Belum memahami
kondisi adiknya
4. An. N P 6th 5bln Pasien Hiperaktif
5. An. X L Adik pasien Belum memahami
kondisi kakaknya

6
Genogram :

Keterangan :

Pasien

(pria)

(wanita)

2.1.5 Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat prenatal dan perinatal
Ibu pasien mengalami pengapuran plasenta pada trimester III. Pasien lahir
cukup bulan, merupakan kehamilan yang diharapkan dan direncanakan.
Pasien lahir ditolong oleh dokter. Pasien lahir dengan berat badan cukup
dan tidak ada kelainan fisik.
2. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pasien sebelum usia 3 tahun dikeluhkan mengalami hiperaktivitas dan sulit
diarahkan.
3. Riwayat masa kanak-kanak menengah (3-11 tahun)
Pasien belum sekolah dikarenakan gangguan yang dialami sebelum usia 3
tahun.
4. Masa pubertas hingga dewasa
a. Hubungan sosial

7
Belum dapat dinilai
b. Riwayat sekolah
Pasien belum sekolah
c. Perkembangan kognisi dan motorik
Pasien lupa mengenai perkembangan kognisi dan motorik.
d. Masalah emosi dan fisik
e. Riwayat Psikoseksual
Belum dapat dinilai
f. Latar belakang agama
Pasien beragama islam.
g. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
h. Aktivitas sosial
Pasien sulit diarahkan, tidak bisa fokus terhadap sesuatu, saat ini
pasien mampu mengikuti beberapa kata yang diajarkan.
i. Kehidupan seksual
Orientasi seksual pasien terhadap lawan jenis belum dapat dinilai
j. Riwayat pernikahan
Pasien belum menikah
k. Riwayat militer dan masalah hukum
Pasien tidak pernah melakukan pendidikan militer. Pasien tidak
pernah terlibat dengan masalah hukum dan kepolisian.

2.2 Status Internistik


1. Pemeriksaan Tanda Vital
 Kesadaran : Compos mentis
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Suhu : 36,5º C
 RR : 20 x/menit
2. Status Gizi

8
 Tinggi Badan : - cm
 Berat Badan : 15 kg
 IMT :-
3. Status Generalisata
Kulit : Turgor baik
Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deformitas (-), epistaksis (-)
Telinga : Serumen minimal, Nyeri tekan (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea terletak ditengah
Thorax
Paru
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, pergerakan dada simetris,
retraksi dinding dada (-), sikatriks (-)
 Palpasi : Fremitus dada kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing
(-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : Batas atas : ICS II linea parastenalis sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : BJ1- BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, distensi (-), ikterik (-), sikatriks (-)
 Auskultasi : Bising usus normal

9
 Palpasi : Supel
 Perkusi : Timpani di keempat kuadran, pekak alih (-)

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, edema (-/-), CRT 2detik
 Inferior : Akral hangat, edema (-/-), CRT 2detik

Pemeriksaan Neurologis
 GCS : 15 (E4 V6 M5)
 Pemeriksaan Psikometrik : Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya :


a. Laboratorium darah rutin : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.3 Status Psikiatri


a. Keadaan Umum
1. Penampilan : Pasien datang dalam keadaan tidak tenang, penampilan
sesuai usianya, kondisi fisik terlihat sehat namun pasien hiperaktif.
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Non kooperatif dan hiperaktif
4. Pembicaraan
a. Kuantitas: Terjadi peningkatan perilaku dan aktivitas
b. Kualitas: Koheren
c. Tidak ada hendaya berbahasa.
d. Sikap terhadap pemeriksa :Pasien kooperatif, kontak mata adekuat.
5. Orientasi
Waktu Tempat Orang : Belum dapat dinilai
6. Sikap dan tingkah laku: Pasien tidak kooperatif dengan pemeriksa,
pasien tidak ada kontak mata dengan pemeriksa.
b. Gangguan berpikir
1. Bentuk pikir : Belum dapat dinilai

10
2. Arus pikir : Belum dapat dinilai
3. Isi pikir : Belum dapat dinilai
c. Alam perasaan
1. Mood : Euforia
2. Afek : Serasi
d. Persepsi
1. Halusinasi : (-)
2. Ilusi : (-)
e. Fungsi intelektual
1) Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
a. Taraf pendidikan : Pasien belum sekolah.
b. Pengetahuan umum : Sulit dinilai
2) Daya konsentrasi dan perhatian
a. Konsentrasi dan perhatian pasien tidak baik.
3) Orientasi
a. Waktu : Belum dapat dinilai
b. Tempat : Belum dapat dinilai
c. Orang : Belum dapat dinilai
4) Daya Ingat
a. Daya ingat jangka panjang : Belum dapat dinilai
b. Daya ingat jangka menengah : Belum dapat dinilai
c. Daya ingat jangka pendek : Belum dapat dinilai
d. Daya ingat segera : Belum dapat dinilai
5) Kemampuan baca tulis : Belum dapat dinilai
6) Pikiran abstrak : Belum dapat dinilai
f. Pengendalian impuls : Belum dapat dinilai
g. Daya nilai : Belum dapat dinilai
h. Tilikan : Derajat 1
i. Taraf dapat dipercaya : Tidak dapat dipercaya
2.4 Diagnosis Banding
1. Mental retardation

11
2. Gangguan tingkah laku
3. Gangguan pervasive

2.5 Diagnosis Multiaksial


Aksis I : F 90.0 Gangguan Aktivitas dan Perhatian
Aksis II :
Aksis III :
Aksis IV :
Aksis V : GAF 80-71

2.6 Penatalaksanaan
Farmakologi
1 Arinia 1 x 5 mg
2 Asam folat 100 mg
3 Diazepam 2 mg

Psikoterapi

1. Terapi Okupasi

IX. PROGNOSIS

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Gangguan inatensi dan hiperaktivitas pada anak, pertama kali dikenalkan
oleh Heinrich Hoffman pada pertengahan abad ke-19 dalam sebuah buku
dongeng untuk anak-anak berjudul Slovenly Peter melalui karakter Fidgety
Phil dan Harry Who. Pada awal abad ke-20, gangguan tersebut dianggap sebagai
sebuah sekuele dari ensefalitis yang menyebabkan “brain damage”, dan seiring
waktu menyebabkan “brain dysfunction”. Istilah yang berkembang hingga
pertengahan abad 20 untuk menyebutkan gangguan tersebut antara lain
sindorma hiperkinetik, hiperaktivitas, gangguan hiperaktivitas-impulsifitas, defisit
integrasi psikoneurologis, dan pseudoneurosis.4
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan salah satu
gangguan mental yang paling umum menyerang anak-anak.5 ADHD merupakan
gangguan neurodevelopmental (gangguan yang terjadi pada masa perkembangan
yang mengakibatkan gangguan emosi dan perilaku) yang bersifat kronis dan
menetap yang paling sering dijumpai dalam praktik klinis ditandai dengan tiga
gejala utama meliputi gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas, dan
impulsivitas yang lebih berat apabila dibandingkan dengan teman sebaya.6 Di
samping gejala di atas, anak-anak dengan ADHD seringkali juga menunjukkan
beberapa gejala lain seperti adanya ambang toleransi frustasi yang rendah,
disorganisasi, dan perilaku agresif.2
3.2 Epidemiologi
Laporan-laporan mengenai insiden ADHD di Amerika Serikat bervariasi
dari 2 hingga 20 persen pada anak-anak sekolah dasar. Angka konservatif adalah
kira-kira 3 hingga 7 persen pada anak-anak sekolah dasar prapubertas. Orang tua
dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan meningkatnya insiden hiperkinesis,

13
sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, serta gangguan konversi. Gejala ADHD
sering muncul pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis umumnya tidak dibuat hingga
anak masuk ke dalam lingkungan sekolah terstruktur, seperti prasekolah atau
taman kanak-kanak, ketika informasi guru tersedia yang membandingkan
perhatian dan impulsivitas anak yang dicurigai dengan teman sebayanya.7
Pada tahun 2003, sebanyak 51 anak dari sekitar 215 anak sekolah dasar
di diagnosis sebagai ADHD di Poli Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Dalam penelitian lebih lanjut terhadap 30 buah sekolah
dasar ayng dipilih secara acak di Jakarta pada tahun 2011 dengan menggunakan
pedoman wawancara Mini Neuropsychiatric Interview for Kids (MINI kids)
didapatkan proporsi pada anak sekolah dasar dengan ADHD sebesar 26,2%.
Prevalensi ADHD dipengaruhi oleh jenis kelamin dan juga usia. Angka kejadian
ADHD pada anak remaja dan dewasa dikatakan lebih rendah jika dibandingkan
dengan anak usia sekolah dasar. Anak laki-laki dikatakan memiliki insidensi yang
lebih tinggi untuk mengalami gangguan ini dibandingkan dengan anak
perempuan, dengan rasio 3-4 : 1.2
3.3 Etiologi
Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari ADHD. Faktor
dugaan yang turut berperan untuk ADHD mencakup pajanan toksik pranatal,
prematuritas, dan cedera mekanis pranatal pada sistem saraf janin.7
3.3.1 Faktor Genetik
Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup concordance yang
lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak
hiperaktif juga semiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan
dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat mempunyai gejala
hiperaktif yang menonjol sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai
gejala defisit atensi yang menonjol Pola biologis anak-anak dengan gangguan ini
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk ADHD dibandingkan orang tua adoptif.7
3.3.2 Kerusakan Otak
Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD mengalami
kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama periode

14
janin dan perinatal. Kerusakan otak yang dihipotesiskan mungkin dapat
disebabkan karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanis, atau fisik pada
otak selama masa bayi awal yang disebabkan oleh infeksi. peradangan, dan
trauma. Tanda-tanda neurologis nonfokal (halus) ditemukan dengan angka yang
lebih tinggi pada anak dengan ADHD dibandingkan dengan populasi umum.7
3.3.3 Faktor Neurokimia
Obat yang paling luas dipelajari di dalam terapi ADHD, yaitu stimulan,
memengaruhi dopamin dan norepinefrin, sehingga menimbulkan hipotesis
neurotransmitter yang mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua sistem
adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak ada bukti jelas yang
mengaitkan satu neurotransmiter di dalam timbulnya ADHD, tetapi banyak
neurotransmiter dapat terlibat di dalam prosesnya.7
3.3.4 Faktor Neurofisiologis
Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola elektroensefalogram
(EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan kontrol
normal. Sejumlah studi yang menggunakan positron emission tomography (PET)
menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di area lobus
frontalis anak-anak dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol. Pemindaian
PET juga menunjukkan bahwa remaja perempuan dengan gangguan ini memiliki
metabolisme glukosa yang berkurang secara global dibandingkan dengan kontrol
normal perempuan dan laki-laki serta pada laki-laki dengan gangguan ini. Satu
teori menjelaskan temuan ini dengan menganggap bahwa lobus frontalis anak-
anak dengan ADHD melakukan mekanisme inhibisinya dengan tidak adekuat
pada struktur yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan disinhibisi.7
3.3.5 Faktor Psikososial
Peristiwa psikik yang memberikan stres, gangguan pada keseimbangan
keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam mulainya atau
berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak,
faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara
berperilaku atau berpenampilan dengan cara yang rutin.7
3.4 Patofisiologi

15
Korteks prefrontal adalah daerah yang paling sering dinilai dalam
pemeriksaan 1H magnetic resonance spectroscopy (MRS) dan metabolit yang
diukur dengan 1H MRS adalah N-acetyl-aspartate (NAA), glutamate+glutamine
(Glu+Gln), creatine phosphocreatine (Cr) dan senyawa kolin (Cho). Hasil studi
dengan menggunakan 1
H MRS, menunjukkan pada anak dengan ADHD
ditemukan mengalami peningkatan Cho, Glu+Gln dan penurunan NAA.
Penurunan tingkat NAA dalam lobus frontal juga telah dilaporkan dalam studi
ADHD yang lebih baru. NAA disintesis dalam mitokondria dan kadar NAA
mencerminkan produksi energi yang terkait erat dengan aktivitas otak. Beberapa
studi menyimpulkan bahwa terjadi disfungsi korteks frontal, prefrontal kanan
pada anak dengan ADHD. Selain itu juga terjadi penurunan pelepasan dopamin
pada jalur kortikostriatal pada remaja ADHD telah dikaitkan dengan patologi
korteks frontal kanan yang mengakibatkan munculnya impulsivitas, inatensi, dan
gangguan fungsi eksekutif serta sering komorbiditas dengan gangguan
penggunaan obat dan zat.8
Rapoport, dkk dari The National Institute of Mental Helath melakukan
penelitian pada otak anak dengan ADHD menggunakan MRI (Magnetic
Resonance Imaging), melaporkan bahwa pada anak dengan ADHD didapatkan
pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan,
serta vermis (bagian dari serebelum) pada anak dengan ADHD jika dibandingkan
dengan anak tanpa ADHD. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian
otak di atas adalahh meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal
dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perilaku,
mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang.
Sedangkan nucleus kaudatus dan globus palidatus berperan dalam menghambat
respons otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan
tersebut tetap optimal. Sedangkan fungsi serebelum adalah mengatur
keseimbangan. Meskipun demikian, apa yang menyebabkan pengecilan lobus atau
bagian otak tersebut masih merupakan tanda tanya yang memerlukan penelitian
lebih lanjut.2

16
Gambar 1. Belahan otak kanan.2

Gambar 2. Sistim otak yang berkaitan dengan emosi dari manusia.2

Cook EH, dkk dan Barkley, dkk, menyatakan adanya peningkatan


ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di daerah sistim limbik dan lobus
prefrontal yang dikaitkan dengan terjadinya polimorfisme pada Dopamine
Transporter Gen (DAT1) yang terletak pada kromosom 5p15.3. Kaitan antara

17
polimorfisme DAT1 dan ADHD ini sudah banyak diteliti di berbagai negara,
namun hasil didapatkan masih bervariasi. Polimorfisme DAT1 pada anak dengan
ADHD ini berupa pengulangan sekuens 40 basa (alele) dan bersifat Variable
Number Tandem Repeat (VNTR). Pengulangan sekuens basa tersebut yang
seringkali dikaitkan dengan ADHD yaitu pengulangan 9 – 11 kali, dan paling
sering ditemukan pada anak dengan ADHD adalah pengulangan 10 kali. Dalam
penelitian yang dilakukan di Jakarta (2015) terhadap 50 anak dengan ADHD dan
50 anak non-ADHD sebagai kontrol dijumpai pengulangan yang sama yaitu 9 dan
10 kali, frekuensi terbanyak juga 10 kali.2
Polimorfisme DAT1 ini dikaitkan dengan gangguan dalam fungsi
neurotransmitter dopamin terutama di korteks dorsolateral prefrontal yang
terutama berkaitan dengan fungsi eksekutif. Kondisi ini membuat anak dengan
ADHD mengalami kesulitan dalam kontrol diri dan gangguan dalam menginhibisi
perilakunya. Secara teoritis, dengan bertambahnya usia maka seorang anak
seharusnya lebih mampu untuk melakukan kontrol terhadap dirinya dengan baik
serta mengendalikan perilakunya dengan lebih terarah sehingga ia mempunyai
kemampuan untuk mengatasi tuntutan yang datang dari lingkungan sekitarnya.
Tetapi kondisi ini tidaklah berjalan mulus pada anak dengan ADHD.2

3.5 Manifestasi Klinis

Ciri khas anak yang mengalami gangguan ini yaitu hiperaktivitas,


hendaya motoric, labilitas emosi, deficit koordinasi, deficit atensi (mudah
teralihkan perhatian,inatensi, konsentrasi buruk, gagal menyelasikan tugas),
Impulsivitas ( bertindak sebelum berpikir, melompat dikelas, pergeseran aktivitas
secara tiba-tiba), deficit daya ingat dan berpikir, ketidak mampuan belajar
spesifik, deficit pendengaran dan bicara, ketidakteraturan EEG dan tanda
neurologis ekuivokal.

Kesulitan disekolah baik dalam pembelajaran maupun perilaku adalah


masalah lazim yang ditemui pada anak dengan ADHD. Hal ini terjadi karena ada

18
hambatan pada komunikasi dan gangguan belajar akibat mudah teralihkannya
perhatian, penunjukan perhatian, dan hambatan memperoleh retensi.7

3.6 Diagnosis

Pada buku ppdgj-III ditetapkan dengan kode F.90.0 Gangguan Aktivitas


dan Perhatian, untuk dapat menegakan diagnosis pasti harus memenuhi kiteria
umum dari gangguan kinetic tetapi gangguan tingkah laku tidak terpenuhi,
kriteria gangguan kinetic tersebut adalah :9

1. Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan.


Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata
ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik).
2. Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas
dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini
seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan
minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik kepada
kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada umumnya tidak
menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau perseptual yang
tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya
hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ
yang sama.
3. Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung
dari situasinya, -mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat
sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang
menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak berbicara dan ribut,
atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar (berbelit-belit). Tolok
ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan
dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan
dengan anak-anak lain yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas
perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur dan diatur
yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi.

19
4. Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu
diagnosis, namun demikian ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam
hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya
dan sikap yang secara impulsif melanggar tata tertib sosial (yang
diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan
orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum
lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya),
kesemuanya merupakan ciri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.
5. Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan
haruslah di catat secara terpisah (di bawah F80-F89) bila ada; namun
demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai
gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya.
6. Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria
eksklusi ataupun kriteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada
tidaknya gejala gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dan
gangguan tersebut (lihat di bawah)

Adapun untuk menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria diagnostic


menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini.: 10

1. Pola inatensi dan atau hiperaktivitas-impusivitas yang persisten dan


mengganggu fungsi atau perkembangan dengan 6 atau lebih gejala
menetap selama sedikitnya 6 bulan hingga menyebabkan gangguan
perkembangan dan memiliki efek negatif langsung terhadap aktivitas
sosial dan akademik

2. Beberapa gejala inatensi atau hiperaktivitas-impusivitas ada sebelum usia


12 tahun

3. Beberapa gejala inatensi atau hiperaktivitas-impusivitas ditemukan pada


setidaknya 2 setting, seperti rumah, sekolah, pekerjaan, dengan teman,
keluarga, atau aktivitas lain

20
4. Terdapat bukti nyata bahwa gejala mengganggu atau menurunkan kualitas
kehidupan sosial, akademik, dan pekerjaan

5. Gejala tidak timbul selama episode schizophrenia atau gangguan psikotik


lain dan tidak memenuhi kriteria gangguan mental lainnya

Gejala terkait inatensi antara lain:

1. Sering gagal memperhatikan detil atau sering membuat kecerobohan di


kegiatan sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain
2. Sering kesulitan memusatkan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain
3. Sering terlihat tidak mendengarkan ketika diajak bicara
4. Sering tidak mengikuti instruksi dan menyelesaikan tugas sekolah, rumah,
atau pekerjaan
5. Sering kesulitan mengorganisir tugas dan aktivitas
6. Sering menghindari, tidak menyukai, atau malas melakukan pekerjaan
yang membutuhkan usaha mental, misalnya menyusun laporan atau esai
7. Sering kehilangan benda-benda yang penting untuk tugas atau aktivitas
8. Sering mudah terdistraksi oleh stimulus eksternal
9. Sering pelupa pada aktivitas harian
Gejala terkait hiperaktivitas-impulsivitas antara lain:

1. Menggeliat saat duduk atau bermain-main dengan kaki atau tangan seperti
mengetuk-ngetukkan jemari dan terus bergerak
2. Sering meninggalkan tempat duduk pada kondisi dimana anak diharapkan
tetap duduk diam, misalnya saat belajar di sekolah
3. Sering berlalu atau memanjat pada situasi yang tidak tepat
4. Sering tidak mampu untuk bermain atau beraktivitas yang membutuhkan
ketenangan
5. Sering terlihat seperti dikendalikan oleh mesin atau seperti tidak mudah
merasa lelah
6. Banyak bicara
7. Menjawab sebelum pertanyaan selesai
8. Sulit menunggu giliran
9. Menyela atau mengganggu percakapan dan aktivitas orang lain

21
3.7 Diagnosis Banding 9,11
1. Gangguan pervasive
a) Autisme Pada anak > 3 bidang utama interaksi
social,komunikatif,perilaku terbatas, sebelum 3 tahun onset
b) Sindrom rett > onset usia 7-24 bulan, Hilangnya kemampuan gerakan
tangan,pandangan kosong
c) Sindrom Asperger > Komunikatif normal, interaksi social dan
perilaku terbatas
d) Sindrom Heller > Lupa dengan kegiatan yang lama setelah belajar
yang baru
e) Autisme tak khas > onset lebih 3 tahun, mirip Autisme pada anak,
umumnya disertai retardasi mental berat
2. Retardasi Mental > Diagnosa pasti lewat penurunan tingkat kecerdasan,
terdapat kemampuan dibidang tertentu ( contoh : Berbicara) namun ada
bidang yang tidak dapat ia kerjakan ( contoh : Membaca)

3. Gangguan tingkah laku > Tingkah Laku dissosial, Agressif,menentang

Diagnosis banding yang perlu kita kaji yaitu seperti oppositional defiant
disorder, gangguan belajar, gangguan cemas, dan gangguan bipolar.

2. Pasien dengan oppositional defiant disorder akan menolak mengerjakan


tugas sekolah atau pekerjaan karena tidak mau menuruti perintah orang
lain. Perilaku pasien ditandai dengan negativitas, hostilitas, dan
membangkang.
3. Anak dengan gangguan belajar akan terlihat seperti kurang
memperhatikan kelas, kesulitan menangkap materi yang diajarkan, atau
anak terlalu bosan karena materi kelas sudah dikuasai. Hal tersebut hanya
terjadi pada saat belajar dan tidak terjadi pada aspek hidup lainnya.
4. ADHD memiliki kemiripan gejala dengan gangguan cemas. Pada ADHD,
inatensi terjadi karena ketertarikan terhadap stimulus eksternal, aktivitas
baru, atau preokupasi dengan aktivitas menyenangkan. Hal ini perlu
dibedakan dengan inatensi akibat kekhawatiran pada gangguan cemas.

22
5. Pasien gangguan bipolar dapat menunjukan peningkatan aktivitas,
kesulitan konsentrasi, dan impulsivitas. Namun gejala ini bersifat periodik
pada beberapa hari saja setiap kali episode. Gejala biasanya diikuti
dengan peningkatan mood, waham kebesaran, dan fitur bipolar lainnya.

Diagnosa Ciri Khas


Gangguan Pervasive
 Autisme Pada Anak - 3 bidang utama interaksi
social,komunikatif,perilaku terbatas,
 Sindrom rett sebelum 3 tahun onset
- Onset usia 7-24 bulan, Hilangnya
 Sindrom Asperger kemampuan gerakan tangan,pandangan
kosong
 Sindrom Heller - Komunikatif normal, interaksi social
dan perilaku terbatas
 Autisme tak khas
- Lupa dengan kegiatan yang lama
setelah belajar yang baru

- Onset lebih 3 tahun, mirip Autisme


pada anak, umumnya disertai retardasi
mental berat
Retardasi Mental - Diagnosa pasti lewat penurunan tingkat
kecerdasan, terdapat kemampuan
dibidang tertentu ( contoh : Berbicara)
namun ada bidang yang tidak dapat ia
kerjakan ( contoh : Membaca)
Gangguan tingkah laku - Tingkah Laku dissosial,
Agressif,menentang
oppositional defiant disorder - akan menolak mengerjakan tugas
sekolah atau pekerjaan karena tidak
mau menuruti perintah orang lain
Gangguan Belajar - kurang memperhatikan kelas, kesulitan
menangkap materi yang diajarkan, atau
anak terlalu bosan karena materi kelas
sudah dikuasai
Gangguan Anxiety pada - inatensi akibat kekhawatiran pada
anak
gangguan cemas.
Gangguan Bipolar - peningkatan aktivitas, kesulitan
konsentrasi, dan impulsivitas periodik pada
beberapa hari saja setiap kali episode

23
3.8 Komorbiditas

Komorbiditas adalah suatu keadaan yang menunjukkan terdapatnya dua


penyakit yang berbeda dalam waktu yang bersamaan dalam diri seseorang.
Kedua penyakit tersebut tidak berinteraksi satu sama lain dan hasil terapi
terhadap penyakit yang satu tidak selalu berpengaruh terhadap penyakit yang
lain. Gangguan psikiatri yang umumnya sering menyertai GPPH adalah:7

3.8.1 Kesulitan Belajar

Sekitar 10-90% anak dengan GPPH juga mengalami kesulitan belajar


spesifik. Kesulitan belajar yang ditemukan pada anak dengan GPPH lebih banyak
berkaitan dengan kesulitan berkonsentrasi, daya ingat, dan fungsi eksekutif. Anak
usia prasekolah biasanya mengalami kesulitan dalam mengerti bunyi atau
katakata tertentu dan/atau kesulitan dalam mengekspresikan diri sendiri dalam
bentuk kata-kata. Anak usia sekolah mungkin mengalami kesulitan membaca
atau mengeja, gangguan menulis, dan gangguan berhitung. Anak dengan GPPH
memiliki pencapaian prestasi akademik yang tidak sesuai dengan potensi
kecedasannya (underachievment).

3.8.2 Sinroma Tourette

Anak dengan sindroma Tourette juga mengalami tics dan gerakan-


gerakan aneh yang berulang, misalnya mengedip-ngedipkan mata, menggerak-
gerakkan otot muka, atau mengeluarkan suara seperti menggonggong. Walaupun
hanya sedikit anak dengan GPPH yang mengalami sindroma ini, namun banyak
kasus sindroma Tourette berkaitan erat dengan GPPH.

3.8.3 Gangguan perilaku menentang (oppositional defiant disorders)

Studi epidemiologi menunjukkan sekitar 30-50% anak dengan GPPH juga


mengalami gangguan perilaku menentang yaitu pola perilaku negatif, menentang,
dan bermusuhan (hostile). Gejalanya meliputi mudah tersinggung, kehilangan
kendali diri, bertengkar (terutama dengan orang dewasa), tidak mematuhi
peraturan, dan mengganggu orang.

24
3.8.4 Teori Psikoanalitik

Sekitar 20-40% anak dengan GPPH juga mengalami gangguan tingkah


laku. Anak ini sering berbohong, mencuri, berkelahi, melanggar hak asasi orang
lain, membawa atau menggunakan senjata tajam, dan terlibat dalam perilaku
merusak lingkungan (vandalisme) yang membuatnya sering mengalami
kesulitan di sekolah atau berurusan dengan polisi. Anak usia remaja berisiko
untuk terlibat dengan NAPZA yang dapat berlanjut menjadi penyalahgunaan dan
ketergantungan.

3.8.5 Anxietas dan depresi

GPPH sering terjadi bersamaan dengan ansietas dan depresi. Banyak


anak dengan GPPH memiliki depresi sekunder sebagai reaksi terhadap frustasi
terus menerus karena rasa rendah diri dan kegagalan mereka untuk belajar
(Kaplan et al., 2010). Terdapat beberapa jenis depresi dan yang sering menyertai
GPPH adalah jenis distimia, dengan gejala depresi yang berkepanjangan.

3.8.6 Gangguan bipolar

Tidak ada angka akurat yang menunjukkan jumlah penderita GPPH yang
mengalami gangguan bipolar. GPPH dan gangguan bipolar terkadang sulit
dibedakan pada masa kanak, karena terdapat beberapa gejala yang ditemukan
baik pada GPPH maupun gangguan bipolar, seperti energi yang berlebihan dan
16 kebutuhan tidur yang kurang. Karakteristik yang membedakan GPPH dengan
gangguan bipolar pada anak adalah elasi mood dan terdapatnya ide-ide
kebesaran pada gangguan bipolar.

3.8.7 Autisme

Autisme merupakan gangguan perkembangan otak yang dikenal juga


dengan istilah Autism Spectrum Disorders (ASD). Autisme ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan interaksi sosial. Kondisi ini sudah dapat terlihat sebelum anak
berusia tiga tahun.

25
3.9 Tatalaksana

Berdasarkan evidence based, National Institute of Mental Health, dan


organisasi professional lainnya di dunia seperti AACAP (American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry), penanganan terbaik untuk anak dengan GPPH
adalah pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang
multidisiplin. Pendekatan ini meliputi farmakoterapi, terapi perilaku, terapi kognitif,
dan latihan keterampilan sosial. Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada orangtua,
pengasuh, dan guru yang sehari-harinya berhadapan dengan anak tersebut.2

3.9.1 Tatalaksana Farmakologis

Psikofarmaka yang menjadi pilihan pertama pada GPPH yaitu golongan


psikostimulan. Terdapat tiga macam obat golongan psikostimulan yaitu :

a. Golongan Metilfenidat
b. Golongan Deksamfetamin
c. Golongan Pemolin

Psikostimulan bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan keadaan


neurotransmitter otak, sehingga dapat memperbaiki gejala-gejala inti. Metilfenidat
merupakan satu-satunya obat psikostimulan yang dapat ditemukan di Indonesia.
Salah satu target utama dari metilfenidat adalah dopamin. Metilfenidat bekerja
dengan menghambat protein tertentu dalam mereabsorpsi dopamin. Penelitian lain
juga mengungkapkan bahwa metilfenidat dapat menormalkan kembali fungsi
neuron di korteks prefrontal, dimana korteks prefrontal ini merupakan area
penting yang mengatur atensi, impulsivitas, dan pengambilan keputusan. Contoh
obat Metilfenidat yaitu Ritalin, Concerta, Metadate, dan Focalin.

3.9.2 Tatalaksana Psikososial

Pendekatan psikososial yang bisa dilakukan untuk menangani anak dengan


GPPH adalah:
a. Latihan keterampilan sosial bagi anak dengan GPPH yang bertujuan agar anak
dapat lebih mengerti norma-norma sosial yang berlaku, sehingga mereka dapat

26
berperilaku serta bereaksi sesuai dengan norma yang ada dan dapat berinteraksi
dengan lebih optimal Edukasi bagi orangtua agar mereka dapat menghadapi
perilaku anaknya dengan lebih baik
b. Edukasi dan pelatihan bagi guru yang bertujuan untuk:
1. Mengurangi terjadinya stigmatisasi pada anak dengan GPPH di sekolah,
sehingga menghindari adanya anggapan buruk terhadap anak-anak ini,
misalnya label sebagai anak nakal, bandel, atau pemalas.
2. Meningkatkan kemampuan guru dalam berempati terhadap perilaku dan
reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami GPP.

3.10 Prognosis
Perjalanan riwayat GPPH cukup bervariasi. Prognosis biasanya ditentukan
oleh ada atau tidaknya gangguan lain yang timbul bersamaan atau komorbid.
Adanya komorbiditas memprediksikan prognosis yang lebih buruk.13

27
BAB IV

ANALISA KASUS

Os datang ke POLI Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tanggal


22 Maret 2022 diantar oleh kedua orang tuanya dengan keluhan hiperaktif. Os
cenderung berpindah-pindah dari satu tugas ke tugas lainnya dalam waktu cepat.
Hal ini sudah dirasakan sejak Os dibawah umur 3 tahun. Os tidak bisa
mencurahkan perhatiannya dengan tepat, jika menginginkan sesuatu Os hanya
menarik tangan. Os menolak jika diarahkan untuk melakukan sesuatu dan belum
bisa bermain dengan anak seusianya.
Os cenderung menghindari kontak mata jika diajak berbicara atau
kontak mata hanya sedikit. Os cenderung berpindah dari aktivitas satu ke aktivitas
lainnya tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu. Os sering merasa tidak nyaman
ketika menggunakan pakaian atau popok. Os tidak mau makan nasi dan pilih pilih
makanan.
Tidak terdapat kelainan neurologis yang didapati oleh Os. Kondisi
mental,emosi, psikosomatis, dan medic dari Os tampak normal tidak terdapat
adanya kelainan. Kedua orang tua Os mengaku ini baru kali pertama anaknya
mengalami gangguan seperti ini. Hal ini tidak pernah terjadi kepada kedua
anaknya yang lain. Dalam garis keturunannya pun tidak ada keluarga yang
mengalami hal seperti ini.
Orang tua Os mengaku bahwa pernah mengalami proses pengapuran
plasenta pada trimester III. Os lahir cukup bulan dan terencana oleh dokter. Berat
badan Os ketika lahir normal. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
kelainan pada hasil pemeriksaan. Pada status pskiatri terdapat beberapa komponen
yang belum dapat dinilai karena karakter Os yang masih kanak-kanak.
Berdasarkan anamnesis keluhan yang telah dilakukan secara
alloanamnesis, maka Os didiagnosis mengalami Attention Deficit Hyperactiviy
Disorder (ADHD) karena memenuhi kriteria penegakan diagnosis berdasarkan
PPDGJ III yang dialami oleh Os. 2 gejala utama ditemukan pada Os, yaitu adanya

28
hiperaktivitas dan berkurangnya attensi. Os juga dikeluhkan adanya impulsivitas
dalam setiap berkegiatan baik dalam kesehariannya maupun bermain.
Pada Os ini dilakukan terapi psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi
yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan
mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi
dilakukan dengan terapi okupasi. Terapi Okupasi pada penderita gangguan ADHD
dapat diberikan secara individu, kelompok, dan disesuaikan dengan gangguan
yang mendasarinya. Terapi okupasi dilakukan dengan memberikan berbagai
macam kegiatan yang dapat membuat Os dapat melakukan kegiatan dalam
kegiatan maksimal baik dalam hal untuk diri sendiri, berkgeitan, ataupun
bersantai. Selain itu tujuan dari terapi ini yaitu untuk membentuk kepercayaan diri
dari Os itu sendiri. Untuk edukasi pada Os ini adalah dengan menyarankan Os
untuk rutin kontrol ulang dalam pengobatan dan terapi okupasi. Dengan kontrol
ulang secara rutin, dokter dapat mengevaluasi efektivitas terapi sehingga dokter
dapat memberikan terapi yang adekuat pada Os.
Pada Os ini, selain psikoterapi diberikan farmakoterapi racikan berupa
arinia 1 x 5 mg, asam folat 100 mg, dan diazepam 2 mg. Arinia (Aripiprazole)
merupakan obat antipsikotik dari golongan atypical (Serotonin Dopamin Receptor
Antagonist). Obat ini bertindak secara khusus pada neurotransmitter serotonin dan
dopamin. Obat ini menghambat jalur dopamine pada bagian mesolimbic dan
mesocortical, sehingga menurunkan kadar dopamine dan serotine. Sehingga gejala
positif Os berkurang. Obat ini merupakan obat yang memiliki efek mual, muntah,
sakit kepala, dispepsia, konstipasi atau konstipasi, kehilangan selera makan,
pertambahan berat badan yang signifikan,sulit tidur atau insomnia,mengantuk.
Asam folat digunakan sebagai suplementasi vitamin/mineral harian tambahan
untuk Os. Obat-obatan diazepam seringkali ditambahkan dan efektif dalam
membantu meringankan gejala hiperaktivitas dari Os.
Prognosis pada Os ini yaitu terdapat 2 kemungkinan prognosis ke arah
baik dan buruk. Prognosis ke arah baik karena orang tua Os menyadari
sepenuhnya tentang situasi Os serta rutin untuk kontrol ulang dan minum obat,

29
respon terhadap pengobatan baik sampai saat ini.Kemungkinan terburuk yaitu
orang tua tidak rutin meminum obat yang diberikan oleh dokter.

30
KESIMPULAN

1. Gangguan Attention Deficit Hyperactiviy Disorder (ADHD) adalah


gangguan psikiatri yang menonjolkan gangguan perilaku dan emosional
dengan onset biasanya pada anak atau remaja sebagai masalahnya, dengan
berbagai gambaran klinis yakni gangguan hiperaktivtias,impusilvitas, dan
gangguan attensi.
2. Gangguan ADHD dapat terjadi pada usia kurang 7 tahun, dengan riwayat
keluarga mengalami gangguan ADHD atau adanya gangguan selama
kehamilan.
3. Diagnosis gangguan ADHD dapat merujuk pada Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi Ketiga (PPDGJ III) dan
menurut Diagnpasientic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth
Edition, Text Revision (DSM V-TR)
4. Gangguan ADHD memiliki kemiripan dengan gangguan tingkah laku
ataupun penyakit pada anak lainnya seperti autism dan retardasi mental.
5. Penatalaksanaan gangguan ADHD terbagi dalam farmakoterapi dan
psikoterapi.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Rumambi PC, Munayang H, Kaunang TM. Prestasi Akademik pada Anak


dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas di Sembilan
Sekolah Dasar Swasta di Kota Manado. J Kedokt Komunitas dan Trop.
2019;7:289–92.

2. Utama H. Buku Ajar Psikiatri. 3 ed. FKUI. Jakarta; 2017. 516–533 hal.

3. Hadiati T. Hubungan antara Pola Menyusui Ibu dengan Gangguan ADHD


pada Anak. J Nutr Heal. 2018;6(1):17–20.

4. Ayu F, Setiawati Y. Interaksi Faktor Genetik dan Lingkungan pada


Attention Deficit/Hyperacticity Disorder (ADHD). J Psikiatri Surabaya.
2017;6(2):99–107.

5. Parekh R. What is ADHD? American Psychiatric Association. 2017;

6. Setiawati Y. Penanganan Gangguan Belajar, Emosi dan Perilaku pada


Anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Surabaya:
Airlangga University Press; 2020. 1–8 hal.

7. Kaplan H, Sadock B. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2 ed. Jakarta: EGC; 2010.
597–601 hal.

8. Adriani R. Comorbidity Attention Deficit and Hyperactivity Disorder with


Game Addiction. J Psychiatry Psychol Behav Res. 2020;1(1):20–6.

9. Muslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa – Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.


Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran, 2003 : 22, 27, 64.

10. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition


(DSM-5). American Psychiatric Association. (2013).
11. Bélanger SA, Andrews D, Gray C, Korczak D. ADHD in children and
youth: Part 1-Etiology, diagnosis, and comorbidity. Paediatr Child Health.

32
2018 Nov;23(7):447-453. doi: 10.1093/pch/pxy109. Epub 2018 Oct 24.
PMID: 30681669; PMCID: PMC6199644.
12. Wiguna T. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH),
dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010: 441-454
13. Australian Psychological Society. 2018. ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) in children. The Australian Psychological Society
Limited. https://www.psychology.org.au/for-the-public/Psychology-
Topics/ADHDin-children

33

Anda mungkin juga menyukai