Demensia
Penyusun:
112019027
Dokter Pembimbing:
dr. Meiliana Lindawaty R SpKJ
NIM 112019027
Judul : Demensia
Yang Mengesahkan,
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang diberikan-Nya,
sehingga penulisan referat ini dapat diselesaikan laporan kasus dengan judul
“Demensia” ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mengikuti
dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Umum
Daerah Tarakan Jakarta Pusat. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
3
STATUS PASIEN
Nim : 112019027
Pembimbing :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Tempat & tanggal lahir : Jakarta, 16 Januari 1970
Jenis kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status perkahwinan : Sudah Menikah
Alamat : Jl.Jati Bunder, Tanah Abang, Jakarta Pusat
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang untuk kontrol rutin ke Poli Kesehatan Jiwa, dengan keluhan
bicara ngelantur, mengatakan mendengar suara-suara bisikan, suka lupa
terhadap anak dan suami, lupa cara sholat.
4
B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
Menurut anak pasien, pasien mendengar bisikan-bisikan dalam bentuk suara
dari alm.orang tua pasien khususnya bapak yang berkata “perbanyak istifar”
mendapat wejangan-wejangan, pasien mudah marah, pasien terkadang lupa
dengan anaknya dan suaminya, pernah mengatakan bahwa suami sudah
meninggal dan terkadang pasien ketika ditanya tadi makan sendiri atau
disuapin?, selalu bilang disuapin suami padahal makan sendiri, pasien juga
sudah tidak lagi sholat semenjak di rawat, mengatakan tidak bisa sholat, pasien
mengeluh susah tidur karena takut dibunuh, mengatakan ada tentara yang ingin
datang untuk memata-matai, menembak dan membunuh pasien, pasien tidak
mau melakukan pekerjaan rumah seperti, masak dan menjaga toko. Menurut
keterangan anak pasien, pasien memiliki toko klontong namun pernah hampir
bangkrut, lalu suami pasien juga keras, melarang pasien agar tidak bertemu
keluarga, ditambah lagi cemas terhadap anak ke-2 yang tidak mau bekerja dan
kondisi medis pasien saat ini.
Anak mengatakan sebelumnya pasien belum pernah halusinasi, namun
ketika dirawat di RSUD Tarakan Jakarta baru muncul gejala halusinasi. Pasien
memiliki Stroke Infark, Hipertiroid, TB Paru dan DM Tipe-2 pada bulan Mei
tahun 2021 melakukan pengobatan TB Paru selama 3-4 bulan lalu berhenti
minum obat. Januari tahun 2022 pernah masuk RS Bakti Mulia kemudian
dirujuk ke RS Hermina Jatinegara dan 1 minggu kemudian melakukan Kontrol.
Dan selama pengobatan setelah Kontrol obat tidak mau diminum dan
dimuntahkan kemudian pasien dibawa keluarga ke IGD RSUD Tarakan Jakarta
bulan April.
5
2) Riwayat gangguan medik
Pasien memiliki riwayat Stroke Infark, Hipertiroid, TB Paru dan
DM Tipe pada bulan Mei tahun 2021 melakukan pengobatan TB
Paru selama 3-4 bulan lalu berhenti minum obat. Januari tahun 2022
pernah masuk RS Bakti Mulia kemudian dirujuk ke RS Hermina
Jatinegara dan 1 minggu kemudian melakukan Kontrol. Dan selama
pengobatan setelah Kontrol obat tidak mau diminum dan
dimuntahkan kemudian pasien dibawa keluarga ke IGD RSUD
Tarakan Jakarta bulan April.
3) Riwayat penggunaan zat psikoaktif dan alkohol
Anak pasien menyangkal adanya Riwayat penggunaan narkoba
ataupun zat psikoaktif lainnya, merokok dan mengkonsumsi alcohol.
c. Masa dewasa
Perlu eksplorasi lanjut
3. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SLTP.
4. Riwayat pekerjaan
Perlu eksplorasi lanjut.
5. Kehidupan beragama
Pasien beragama Islam. Menurut anak pasien sebelumnya pasien rajin
beribadah dan sholat, namun akhir-akhir ini sudah tidak pernah Sholat
sejak pasien sakit.
Keterangan:
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
7
E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan pasien adalah anak ke 4 dari 5 saudara, dari Ayah
kandung dan Ibu kandung, namun Ayah pasien sudah meninggal sang anak
tidak ingat kakek meninggal pada tahun berapa.
F. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG
Pasien tinggal bersama keluarganya, pasien sekarang tidak bisa menjalankan
aktivitasnya seperti biasanya yaitu menjaga toko dan pekerjaan Rumah.
Hubungan pasien dengan keluarga mulai berkurang karena pasien
cenderung suka marah-marah. Pasien kadang tidak mengenali keluarga.
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Seorang perempuan berusia 52 tahun, dating ke Poli Jiwa RSUD Tarakan
Jakarta, tampak sedikit terawat, memakai kerudung, memakai dress gelap,
menggunakan kursi roda.
2. Kesadaran
a. Kesadaran sensorium/neurologi : Compos Mentis, atensi tidak adekuat
b. Kesadaran psikiatri : Compos Mentis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan CT Scan Cerebral pada 25 April 2022 dengan kesan :
Infark di pons kiri, basal ganglia bilateral, kapsula interna kiri, subkortikal lobus
frontal kanan, kapsula eksterna kiri.
11
3-4 bulan lalu berhenti minum obat. Januari tahun 2022 pernah masuk RS
Bakti Mulia kemudian dirujuk ke RS Hermina Jatinegara dan 1 minggu
kemudian melakukan Kontrol. Dan selama pengobatan setelah Kontrol obat
tidak mau diminum dan dimuntahkan kemudian pasien dibawa keluarga ke IGD
RSUD Tarakan Jakarta bulan April.
Pada aksis I, berdasarkan data yang didapat melalui anamnesis psikiatri dan
dan rekam medis, Pasien mengaku tidak pernah memakai dan ketergantungan
zat-zat psikoaktif sebelumnya, sehingga (F1) dapat disingkirkan. Pasien
memiliki gangguan persepsi seperti halusinasi visual auditorik sehingga (F2)
dapat ditegakkan. Pada pasien tidak didapatkan gangguan suasana perasaan baik
berupa afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan
aktivitas fisik dan mental. Selain itu, pasien tidak didapatkan gejala depresi baik
gejala utama maupun gejala tambahan. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan suasana perasaan (F3).
Aksis II
Perlu eksplorasi lanjut
Aksis III
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan oleh sejawat lainnya dalam berbagai bidang.
Ditemukan berbagai kondisi medis pada pasien ini adalah Stroke Infark, TB
Paru, Hipertiroid, DM Tipe 2.
Aksis IV
Pada aksis IV, pasien memiliki serangkaian permasalahan dalam hidupnya. Dari
segi permasalahan keluarga yaitu karena pasien sering marah-marah dan hanya
mau bersama suami, tidak mau bertemu ataupun telpon dengan anak cucu. Dan,
12
terkait permasalahan kondisi medis pasien saat ini yang menurut pasien kondisi
ini menganggu aktivitas pasien terutama saat melakukan aktivitas dirumah.
Aksis V
Skor GAF pasien 40-31. Gejala berat dalam sosial dan kehidupan sehari-hari
serta beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realitas dan komunikasi.
Diagnosis Banding:
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik
Aksis II: belum dapat ditegakkan diagnostik Gangguan kepribadian
Aksis III: Stroke Infark, TB Paru, Hipertiroid, DM Tipe 2
Aksis IV: memiliki masalah keluarga sempat hampir bangkrut, suami keras
melarang istri bertemu keluarga, anak yang tidak mau bekerja dan kondisi medis
pasien saat ini
Aksis V : Skala GAF 70-61 (gejala ringan, disabilitas ringan)
1. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis untuk pasien hidup mungkin cenderung baik, apabila pasien
mau menjalankan terapi secara teratur sehingga gejala halusinasi pasien
bisa mengalami penurunan/perubahan.
13
gangguan yang dialami pasien.
2. DAFTAR MASALAH
Organobiologik : Stroke Infark, TB Paru, Hipertiroid, DM Tipe 2
Psikologi/psikiatrik :
- Halusinasi visual dan auditorik
- Gangguan daya ingat dan daya pikir: proses pikir inkoheren, terdapat
preokupasi
- Gangguan perilaku: sering diam, marah-marah
- Perubahan suasana perasaan: mood disforik, asosiasi longgar
Sosial/keluarga
- Disabilitas dalam kegiatan harian (personal daily activities)
- Hubungan dan komunikasi dengan keluarga berkurang
3. PENATALAKSANAAN
Farmakologis
Antipsikotik: Risperidon 2x2 mg
Trihexyphenidyl 2x1 mg
Merlopam 1x0,5 mg
Non Farmakologis
Diskusi
Demensia adalah sindrom penyakit akibat kelainan otak yang bersifat kronik-
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (kortikal yang multiple) yaitu daya ingat,
daya pikir, orientasi, daya pemahaman (comprehension), berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, kemampuan menilai, kesadaran tidak berkabut, biasanya disertai hendaya
14
fungsi kognitif dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi.1 Menurut DSM V, demensia ditandai
dengan defek kognitf yang meliputi intelegensi umum, pengetahuan, memori, bahasa,
pemecahan masalah, kemampuan individu dan kepribadian.2 Gangguan yang muncul
ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus-menerus.
Pada pasien terdapat penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang
sampai menganggu kegiatan hariannya (gangguan fungsi eksekutif). Pasien juga memiliki
gangguan persepsi yaitu terdapat perilaku halusinasi visual dan auditorik. Pada pasien
juga tidak ada gangguan kesadaran. Maka pasien memenuhi kriteria demensia PPDGJ III
sebagai berikut:1
-Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai menganggu
kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti: mandi, berpakaian,
makan,, kebersihan diri, buang air besar dan kecil
15
(amnesia), bahasa (afasia), eksekusi gerakan yang bertujuan apraksia (apraksia),
pengakuan (agnosia), fungsi visuospasial dan kontrol diri (gangguan fungsi eksekutif).
Pada yang pasien terdapat gangguan signifikan pada memori, pengakuan (agnosia) dan
kontrol diri (fungsi eksekutif).
Pasien didiagnosis menderita Demensia Vaskular Onset Akut (F01.0) karena pasien
memenuhi diagnosis penyakit tersebut yaitu:1
Epidemiologi
Di Asia Tenggara jumlah orang dengan demensia diperkirakan meningkat dari
2,48 juta di tahun 2010 menjadi 5,3 juta pada tahun 2030.4 Saat ini, belum ada data
16
penelitian nasional mengenai prevalensi demensia di Indonesia. Namun demikian
Indonesia dengan populasi lansia yang semakin meningkat, akan ditemukan kasus
demensia yang banyak. Demensia Vaskuler (DV) diperkirakan cukup tinggi di negeri
ini, data dari Indonesia Stroke Registry 2013 dilaporkan bahwa 60,59% pasien stroke
mengalami gangguan kognisi saat pulang dari rumah sakit.2
Pedoman Diagnostik
1. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti:
mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Pedoman diagnosis Demensia Vaskular Onset Akut (F01.0) menurut (DSM V):
1. Terdapat gejala demensia
2. Hendaya funsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya
ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan
daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.
3. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya
gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vascular.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-
Scan atau pemeriksaan neuropatologis.
Tipe Demensia
Terdapat beberapa subtipe dari demensia, antaranya adalah :4,7
i.Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer (PA) merupakan penyakit neurodegeratif yang tersering
ditemukan (60-80%). Karakteristik klinis berupa penurunan progresif memori
episodik dan fungsi kortikal lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada
tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas hidup
keseharian juga mendukung diagnosis penyakit. Namun, untuk diagnosis pasti tetap
17
membutuhkan biopsy otak yang menunjukkan adanya plak neuritik (deposit B-
amiloid40 dan B-amiloid42) serta neurofibrillary tangle (hyperthophosphorylated
protein tau).
ii.Demensia Vaskular
Vasvular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang memuat
deficit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai demensia yang
dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler. DV adalah penakit heterogen dengan
patologi vaskuler yang luas termasuk demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik,
stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi. Faktor risiko vaskuler bisa memacu
terjadinya stroke akut yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya DV.
iii.Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering ditemukan
dengan prevalensi sekitar 15-25%. Gejala inti demensia ini berupa demensia
dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada awal
perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung diagnosis
berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, delusi dana tau halusinasi modalitas
lain yang sistematik. Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami
gangguan fungsi eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori verbalnya
relatif baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal.
Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga sering
ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi umum (3-
4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP. Pada DLB, awitan
demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada DPP
gangguan fungsi motorik.
iv.Demensia Frontotemporal
Demensia Frontotemporal (DFT) bisa terjadi pada usia muda (early onset
dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun.
Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada
observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3
tahun pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan
simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,
hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan
memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi. Pada pemeriksaan
18
CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi
frontal atau hipometabolism pada SPECT atau PET.
v.Demensia Tipe Campuran
Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan sekitar 24-
28% orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi. Pada umumnya pasien
demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih sering.
Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan 50% orang
dengan DLB memiliki patologi PA.
Tata Laksana
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka
pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia,
dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka
menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka
hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional
bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang
berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.2,4,5
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif
sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang
dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan
akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak
fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien
mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik
terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Intervensi
psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut
membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.2-5,7,12
Farmakoterapi2,4,12
Acetylcholinesterase inhibitor: Tacrine (Cognex), Donepezil (Aricept), galantamine
(Razadyne), dan rivastigmine (Exelon) disetujui oleh Amerika Serikat Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer.
19
Mereka mungkin berguna untuk penyakit serupa lainnya yang menyebabkan demensia
seperti Parkinson atau demensia vaskular. inhibitor acetylcholinesterase bertujuan untuk
meningkatkan jumlah neurotransmiter asetilkolin, yang kekurangan pada orang dengan
demensia. Hal ini dilakukan dengan tindakan menghambat dari enzim
acetylcholinesterase, yang asetilkolin breaksdown sebagai bagian dari fungsi otak
normal. Meskipun obat ini sering diresepkan, pada minoritas pasien obat ini dapat
menyebabkan samping termasuk efek bradikardi dan sinkop.
o Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit
Alzheimer taraf rendah hingga medium. Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral.
Biasanya diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan.
Dokter akan memberikan dosis rendah pada awalnya lalu ditingkatkan setelah 4
hingga 6 minggu. Efek samping yang sering terjadi sewaktu minum Donepezil
adalah sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu, mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu
makan hilang, berat badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan meningkatkan
frekwensi buang air kecil.
o Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati
penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium. Setelah enam bulan pengobatan
dengan Rivastigmine, 25-30% penderita dinilai membaik pada tes memori,
pengertian dan aktivitas harian dibandingkan pada pasien yang diberikan plasebo
hanya 10-20%.
Rivastigmine biasanya diberikan dua kali sehari setelah makan. Karena efek
sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan, pengobatan dengan
Rivastigmine umumnya dimulai dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg dua kali
sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu.
Dosis maksimum biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika pasien
mengalami gangguan pencernaan yang bertambah parah karena efek samping obat
seperti mual dan muntah, sebaiknya minum obat dihentikan untuk beberapa dosis
lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama atau lebih rendah.
Sekitar setengah pasien yang minum Rivastigmine menjadi mual dan
sepertiganya mengalami muntah minimal sekali, seringkali terjadi pada pengobatan
di beberapa minggu pertama pengobatan sewaktu dosis ditingkatkan. Antar
20
seperlima hingga seperempat pasien mengalami penurunan berat badan sewaktu
pengobatan dengan Rivastigmine (sekitar 7 hingga 10 poun).
Seperenam pasien mengalami penurunan nafsu makan. Satu dari lima puluh
pasien mengalami pusing. Secara keseluruhan, 15 % pasien (antara sepertujuh atau
seperenam) tidak melanjutkan pengobatan karena efek sampingnya.
o Galantamine HBr
Galantamine biasanya diberikan dua kali sehari, setelah makan pagi dan
malam. Seringkali Galantamine diberikan dengan dosis rendah pada awalnya yaitu 4
mg dua kali sehari untuk beberapa minggu dan dilanjutkan dengan 8 mg dua kali
sehari untuk beberapa minggu pengobatan selanjutnya. Meskipun demikian,
beberapa pasien membutuhkan dosis yang lebih besar.
Efek samping yang sering terjadi dari Galantamine adalah mual (seperenam
pasien mengalaminya) , muntah ( lebih dari 10 %), diare (lebih dari seperdelapan
pasien), anoreksia, kehilangan berat badan. Efeks samping ini umumnya terjadi pada
awal pengobatan atau ketika dosis ditingkatkan.
Efek samping yang terjadi umumnya ringan dan bersifat sementara. Minum
Galantamine sesudah makan dan minum dengan air yang cukup akan mengurangi
akibat efek sampingnya. Kurang dari 10 % pasien harus menghentikan pengobatan
karena efek samping.
o Tacrine
Salah satu obat yang menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga
meningkatkan kadar asetilkolin . Tacrine memperlambat pemecahan Asetilkolin.
Bila penyakit Alzheimer semakin memburuk, Asetilkolin akan semakin berkurang
kadarnya sehingga tacrine tidak lagi dapat bekerja dengan baik. Efek samping dari
obat tacrine menyebabkan gangguan pada hepar sehingga disarankan untuk
dilakukan tes hepar apakah meningkat atau tidak, bila meningkat, stop pemberian
obat.
Dosis adalah 10 mg dibagi untuk empat kali sehari dan dosis maksimal
sebanyak 40 mg dibagi untuk empat kali sehari. Dosis ditingkatkan bila tubuh
merespon dengan baik dan tes hepar normal.
21
o Obat penyerta lainnya:
Obat Antidepresan: Depresi sering dikaitkan dengan demensia dan
umumnya memburuk tingkat kognitif dan perilaku . gangguan
Antidepresan efektif mengobati gejala kognitif dan perilaku depresi
pada pasien dengan penyakit Alzheimer, namun bukti untuk mereka
gunakan dalam bentuk lain dari demensia adalah yang lemah.
Obat Anxiolytic: Banyak pasien dengan demensia mengalami gejala
kecemasan. Meskipun benzodiazepin seperti diazepam (Valium)
telah digunakan untuk mengobati kecemasan dalam situasi lain,
mereka sering dihindari karena mereka dapat meningkatkan agitasi
pada orang dengan demensia dan cenderung memperburuk masalah
kognitif atau terlalu menenangkan. Buspirone (BuSpar) sering
awalnya mencoba untuk ringan-sampai sedang kecemasan. Ada
sedikit bukti untuk efektivitas benzodiazepin dalam demensia,
sedangkan ada bukti untuk effectivess antipsikotik (pada dosis
rendah).
Selegiline, obat yang digunakan terutama dalam pengobatan penyakit
Parkinson, muncul untuk memperlambat perkembangan demensia.
Selegiline yang untuk bertindak sebagai antioksidan , mencegah
radikal bebas merusak. Namun, juga bertindak sebagai stimulan,
sehingga sulit untuk menentukan apakah keterlambatan dalam
timbulnya gejala demensia adalah karena perlindungan dari radikal
bebas atau ke elevasi umum aktivitas otak dari efek stimulan.
Obat antipsikotik: Baik antipsikotik khas (seperti haloperidol) dan
antipsikotik atipikal seperti (risperidone) meningkatkan risiko
kematian pada demensia terkait psikosis. Ini berarti bahwa setiap
penggunaan obat antipsikotik untuk demensia terkait psikosis adalah
off-label dan hanya harus dipertimbangkan setelah mendiskusikan
risiko dan manfaat dari pengobatan dengan obat ini, dan setelah
modalitas pengobatan lain gagal. Di Inggris sekitar 144.000 penderita
demensia yang tidak perlu resep obat antipsikotik, sekitar 2000 pasien
meninggal sebagai akibat dari minum obat setiap tahunnya.
Walaupun demikian mengingat harganya yang mahal dan harus
22
diberikan seumur hidup menyebabkan pertimbangan penggunaannya
menjadi tidak mudah.
Intervensi
Sindrom demensia vaskular biasanya disebabkan oleh stroke. Jadi, prevensi & terapi
primer atau terapi sekunder stroke adalah kunci untuk mencegah penurunan kognitif ini.
Memodifikasi faktor resiko kemunduran kognitif dapat membantu mencegah stroke dan
demensia vaskular. Faktor resiko yang paling penting adalah hipertensi. Penelitian kohort
epidemiologi dan percobaan intervensi dengan pengobatan anti hipertensi menunjukkan
kegunaan obat antihipertensi dalam mencegah demensia vaskular. Faktor diet seperti
hiperkolesterolemia juga dapat berperan. Sedangkan dalam penelitian yang lain pula
mendapati bahwa individu yang melakukan aktivitas yang menstimulasi intelektual seperti
interaksi sosial, catur, cross word puzzle dan bermain alat musik dapat menurunkan resiko
demensia secara signifikan.
Prognosis
Prognosis dari demensia yang tertangani adalah baik jika masalah yang mendasari
dapat diperbaiki. Prognosis penyakit alzheimer yang merupakan salah satu penyebab
demensia yang paling umum adalah sangat tidak nyaman. Menurut studi, penyakit alzheimer
biasanya berlangsung perlahan-lahan selama delapan hingga 15 tahun (dapat berkisar
dari dua hingga 25 tahun). Saat ini tidak ada obat bagi alzheimer tapi perawatan yang segera
bisa membantu untuk meringankan banyak gejala dan dapat menunda perkembangan
penyakit.2,4,9
23
Daftar Pustaka
1. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkar PPDGJ-III dan DSM-V.
Cetakan ke 2. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya:
Jakarta; 2013
2. World Health Organization. The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural
Disorders. Diagnostic criteria for research.Geneva : WHO;1999
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Kementerian Kesehatan
RI,2013
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan diagnosis dan
penatalaksanaan demensia: Jakarta; Januari 2019
5. Sancarlo D, Addante F, Ciccone F, et al. Caregiver burden characterization in
patients with Alzheimer’s disease or vascular dementia. International Journal of
Geriatric Psychiatry. 2020;10(3):1-7
6. Yudiarto F, Machfoed M, Darwin A, et al. Indonesia stroke registry. Neurology.
2019;82(10):Supplement S12.003
7. Fauci F, Longo DL, Kasper DL, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine, 18th
ed. NewYork:McGraw-Hill; 2011
8. Adelman R, Tranova L, Delgao D, et al. Caregiver Burden: A review. JAMA
2019;311(10):1052-9
9. Cheng ST, Dementia caregiver burden: a research update and critical analysis. Curr
Psychiatry Rep.2017;9:61-4
10. Jathanna R. Burden and coping in Informal caregivers of persons with Dementia: a
cross sectional study. Online Journal of Health and Allied Science.2010;9(4):1-6
11. Chiatti C, Gatta DR, Fange M. Utilization of formal and informal care by
community-living people with dementia. Int. J. Environ. Res. Public Health. 2018;
15: 2-16
12. Zacharopoulou G, Lazakidou A. Quality of life caregivers of elderly patients with
dementian and measurement tools: a review. International Journal of Health
Research and Innovation. 2015;3(1):49-64
24