Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN PSIKIATRI KASUS CLP

FAKULTAS KEDOKTERAN Rabu, 27 April 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK (F32.2)


Major Depressive Disorder, Single episode, Moderate (296.22)
+ HIV STADIUM III ON TREATMENT (PUTUS OBAT)
+ COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA
+ TORCH INFECTION + DISPEPSIA FUNGSIONAL
+ PROTEIN ENERGY MALNUTRITION

Dibawakan oleh :
dr. Dewi Nofianti
( C 065 192 003 )

Pembimbing :
Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ

Penasehat Akademik :
dr. Erlyn Limoa, Sp.KJ, PhD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan Kasus C L P dengan judul


‘’EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK (F32.2) + HIV
STADIUM III ON TREATMENT (PUTUS OBAT) + COMMUNITY ACQUIRED
PNEUMONIA + TORCH INFECTION+ DISPEPSIA FUNGSIONAL’’ pada Konferensi
Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada :

Hari : Rabu
Tanggal : 27 April 2022
Jam : 08.00 WITA – Selesai
Tempat : Ruang Pertemuan RSKD Dadi

Makassar, 27 April 2022


Penasehat Akademik, Pembimbing,

dr. Erlyn Limoa, Sp.KJ, PhD Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AS
No. RM : 91 33 70
Tanggal Lahir/Umur : 08 Agustus 1965 / 56 Tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status Pernikahan : Menikah (Duda)
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Pensiunan BUMN
Alamat : BTP Jl. Ker. Barat X1 Blok J, Makassar
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 31 Maret 2022, dan Pindah ke Ruang I C l t . 3 RS
Wahidin Sudirohusodo pada tanggal 07 April 2022, pukul 08.00 WITA dan dikonsul ke
Bagian Psikiatri pada tanggal 07 April 2022 pukul 10.30

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, alloanamnesis dari :
1. Nama : Tn. Y
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Kota Makassar
Hubungan : Anak kedua pasien
2. Nama : Nn. B
Umur : 26 Tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status Pernikahan : Belum Menikah

Page | 1
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Kota Makassar
Hubungan : Anak Pertama pasien
A. Keluhan Utama
Sulit tidur
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien dikonsul dari bagian Interna divisi infeksi tropis dengan keluhan sulit tidur.
Keluhan ini dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 1 minggu yang lalu pada saat
pasien masih sementara dalam perawatan hari pertama di Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo. Pasien mengeluh sulit untuk memulai tidur dan jika terbangun ditengah
malam, pasien sulit untuk tidur kembali. Saat bangun tidur, badan tidak merasa segar dan
perasaan tidak nyaman. Selain itu, pasien juga merasa lemas, tidak semangat, nafsu
makan menurun, dan sering merasa mual.
Awal keluhan dialami pasien pada November tahun 2019, pasien sering merasa
sedih, tidak berdaya, tidak semangat, pasien sempat putus asa, karena pasien sedih saat
didiagnosa oleh dokter menderita HIV. Pasien mengaku tidak ada semangat hidup karena
pasien sudah 19 tahun bercerai dari istrinya, dan anak-anaknya memilih untuk ikut dengan
ibunya. Sehingga ketika pasien sakit, tidak ada yang bisa merawatnya karena ia hanya
tinggal sendiri dirumah. Setelah diketahui mengidap HIV, Dokter memberitahukan
kepada keluarga terkait penyakitnya. Sejak saat itu, anak dan mantan istrinya masih sering
mengurus pasien, terlebih ketika pasien sakit.
Oktober 2019, pasien sering mengalami demam, yang hanya terasa dimalam hari.
Pagi hinga sore, pasien merasa sehat dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Saat itu
pasien sudah mencoba berbagai obat penurun panas, tetapi demam tidak juga sembuh.
Pasien sehari-hari berjualan di kantin sekolah yang ia kelola bersama mantan istrinya, dan
pada saat itu, pasien masih dapat bekerja. Dua minggu setelah demam, pasien juga
merasakan penurunan nafsu makan, pasien merasakan banyak sariawan dimulutnya,
sehingga lama kelamaan, kondisinya makin lemah, hingga akhirnya anak dan mantan
istrinya membawanya ke RS UNHAS. Pasien menjalani perawatan selama 1 minggu
disana. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan darah, diketahui bahwa akhirnya pasien
mengidap HIV. Setelah itu, pasien dirujuk ke RSWS. Pasien mengaku bahwa ia sudah

Page | 2
sejak lama sering melakukan seks bebas hingga akhirnya istrinya mengetahuinya dan
menceraikannya. Pasien sering bergonta -ganti pasangan dan terakhir melakukan
hubungan seks dengan seorang wanita 4 bulan sebelum terdiagnosa HIV.
Setelah pulang kerumah, Pasien rutin berobat rawat jalan di RSWS di poli
Metadon untuk mendapatkan terapi ARV. Pasien awalnya rutin berobat hingga akhir
tahun 2021. Pasien putus obat kurang lebih 3 bulan sebelum masuk RS. Pasien
memutuskan untuk berhenti sendiri meminum obat ARV karena pasien mulai jenuh jika
harus meminum obat terus menerus.
Maret 2022, pasien mengeluh demam, tidak ada nafsu makan, berat badan turun
7 kg dalam waktu 2 minggu, dan mual muntah. Batuk tidak ada, BAK kesan lancar, tidak
nyeri, riwayat BAK berdarah tidak ada, BAB kesan normal, riwayat BAB campur darah
tidak ada.
Pasien dirawat di perawatan Lontara selama 6 hari, kemudian dipindahkan ke
Ruang Infection Centre Lantai 3, kemudian dikonsul ke Psikiatri dan didiagnosa dengan
Episode Depresi Berat tanpa gejala psikotik dengan terapi Maprotilin 1x25mg.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien tidak mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak memiliki riwayat penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
3. Riwayat Gangguan Medis Umum
-Riwayat Maag
-Tidak ada riwayat trauma kepala dan kejang yang mempengaruhi fungsi otak
sebelumnya.

Page | 3
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir pada tanggal 08 Agustus 1965, normal di rumah dibantu oleh dukun
beranak. Kelahiran merupakan hasil kehamilan yang diharapkan. Selama mengandung,
ibu pasien dalam keadaan sehat dan tidak pernah konsumsi obat-obatan. Pasien lahir
secara normal, cukup bulan, langsung menangis, dan tidak ada penyulit selama persalinan
Setelah lahir, pasien mendapatkan ASI . Pasien diasuh oleh ibu dan ayahnya. Kedua orang
tua selalu memenuhi dengan segera kebutuhan pasien.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tua pada masa ini. Pengasuhan yang diberikan
kedua orang tua pada masa ini cukup baik dan pasien selalu dibawa ke pasar karena
kedua orang tuanya berjualan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pasien
adalah anak bungsu sehingga cukup mendapatkan kasih sayang dari kedua orang
tuanya. Pertumbuhan dan perkembangan pasien pada masa kanak awal sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak seusianya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11tahun)
Pola pengasuhan orang tua pada masa ini masih sama dengan sebelumnya, pasien
sudah mulai bermain dengan teman sebayanya di pasar dan pasien cukup bisa
bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya saat itu. Pasien dikenal mudah bergaul,
ceria, banyak bicara dan selalu melapor ke ibunya setiap kali ada temannya yang berlaku
agak kasar kepada pasien namun ibunya selalu memperlakukan pasien dan teman
bermainnya denga cukup adil serta tidak pernah menghukum pasien. Pertumbuhan dan
perkembangan pasien pada masa kanak awal sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak seusianya.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir (Pubertas-Masa Remaja))
Pasien melanjutkan pendidikan di sekolah menengah pertama didekat rumahnya.
Pasien dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan prestasinya tidak terlalu menonjol.
Pasien juga secara aktif bermain dengan teman-teman sebayanya pada masa ini dan
sepulang sekolah pasien selalu pergi sendiri kepasar membantu orang tuanya berjualan.
Pasien dikenal lebih mandiri daripada kakaknya (pasien hanya 2 bersaudara) dan lebih
dipercaya oleh kedua orang tuanya

Page | 4
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien sudah tidak melanjutkan pendidikan setelah tamat SMA.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai tenaga honorer perusahaan BUMN selama 1 tahun dan
ketika ada pengangkatan staf, pasien lolos masuk menjadi staf dikantor tersebut hingga
pensiun.
b. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pada usia 26 tahun dan menjalani kehidupan pernikahannya
dengan cukup baik dalam 10 tahun awal pernikahan dengan istrinya. Namun, pada tahun
2003, pasien memilih bercerai dengan istrinya. Pasien sering ketahuan oleh istrinya
berselingkuh, bergonta ganti pasangan. Mereka bercerai setelah memiliki 3 orang anak.
Pasien menjalani hidup sendiri, dan tidak menikah lagi hingga sekarang.
c. Riwayat Psikoseksual
Pasien mendapatkan mimpi basah pertama kali pada usia 15 tahun saat SMP.
Diketahui pasien pernah memiliki pacar ketika SMA. Pasien mengakui pertama kali
melakukan hubungan seksual pertama kali dengan istrinya. Pasien mulai mengenal seks
bebas setelah menikah. Pasien sering berhubungan seksual dengan banyak wanita dan
tidak memakai alat pengaman. Pasien mengaku mengenal para wanita tersebut sebagian
besar dari media sosial, yang awalnya pasien hanya iseng saja. Perilaku tersebut
dilakukan terus menerus hingga ditahun 2019.
d. Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam sejak lahir mengikuti agama yang dianut oleh
orang tua pasien. Pasien menjalankan kewajiban agama dengan baik.
e. Riwayat Militer
Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer.
f. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat masalah hukum.
g. Aktivitas Sosial
Pasien cukup aktif mengikuti kegiatan olahraga bersepeda hingga memiliki
perkumpulan persepeda dengan teman-temannya

Page | 5
7. Riwayat Keluarga

Pasien adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara kandung (♀, ♂). Pasien sejak lahir

tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakaknya di Makassar. . Kedua orang tua pasien
bekerja sebagai pedagang bahan makanan pokok di Pasar dan perekonomian keluarga
tergolong cukup. Kedua orang tua pasien meninggal dunia pada tahun 2008 dan pasien
merasa kehilangan atas kepergian orang tuanya tersebut. Hubungan pasien dengan
saudaranya terjalin cukup harmonis dan tidak pernah ada masalah yang bermakna yang
dihadapi pasien bersama saudaranya. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama
dengan pasien tidak ada.

Genogram :

Keterangan : Anggota Keluarga Laki-laki


Anggota Keluarga Perempuan
Pasien
Cerai
Meninggal
Keluarga yang menderita penyakit yang sama

Page | 6
8. Situasi Kehidupan Sekarang
Saat ini, pasien tinggal sendiri dirumahnya. Kakaknya tinggal berbeda rumah
dengan pasien tapi masih di kota makassar. Kedua anak pasien yang berada di makassar
dan mantan istrinya masih sering datang kerumahnya untuk menjenguknya, dan kadang
jika libur, anaknya menginap dirumah pasien. Semenjak Pandemi, warung yang dikelola
oleh pasien tutup, dan pasien tidak bekerja lagi.

9. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien menyadari dirinya terinfeksi HIV sejak tahun 2019, pasien rutin meminum
obat hingga tahun 2021. Pasien mengetahui penyebab dari infeksi HIV. Pasien yakin
akibat seks bebas yang dilakukan sejak dahulu yang menyebabkan pasien menderita HIV.

III. PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS (Tanggal 07 April 2022)


A. Status Internus
- Tampak Sakit Sedang/, kesadaran baik, GCS 15 (E4M6V5)
- Tanda Vital : Tekanan darah = 127/73, Nadi = 84 kali/menit, Pernafasan : 20 kali
per menit, Suhu 36,50C
- Konjungtiva anemis ada, Ikterus tidak ada
- Kelenjar Limfe dalam batas normal
• Thoraks :
✓ Paru :simetris, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
✓ Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur tidak ada
• Abdomen : Datar, ikut gerakan nafas ; Hepar dan Lien tidak ada pembesaran, massa
abdomen tidak ada; peristaltik ada, kesan normal
• Ekstremitas : Edema tidak ada

B. Status Neurologis
GCS 15 (E4M6V5), gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s
sign (-)/(-), pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi
motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks
patologis.

Page | 7
IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (Tanggal 07 April 2022)
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Tampak seorang laki-laki, wajah kesan sesuai umur 56 tahun, postur tubuh agak
kurus, kulit sawo matang, mengenakan baju kaos warna putih dilapisi sarung,
perawatan diri kesan cukup, pasien terbaring di tempat tidur, tidak terpasang
IVFD dan nasal kanul.
2. Kesadaran
Kuantitatif : GCS 15 (E4M6V5), Kualitatif : Baik
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Cukup tenang selama wawancara berlangsung
4. Pembicaraan
Lambat menjawab, intonasi pelan.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif. Pasien juga dapat mempertahankan kontak mata dengan pemeriksa,
mampu mengikuti pemeriksaan, dan menjawab setiap pertanyaan pemeriksa
B. Keadaan Afektif
1. Mood : depresi
2. Afek : depresi
3. Keserasian : serasi
4. Empati : dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf Pendidikan
Tingkat pengetahuan umum dan kecerdasan sulit dinilai
2. Orientasi
Waktu : Baik
Tempat : Baik
Orang : Baik
Riwayat disorientasi tempat dan orang sebelum penurunan kesadaran ada
3. Daya Ingat
Jangka Panjang : Baik
Jangka Sedang : Baik

Page | 8
Jangka Pendek : Baik
Jangka Segera : Baik
Riwayat gangguan daya ingat pendek dan segera ada (laporan dari anak pasien)
4. Konsentrasi dan perhatian : Baik
5. Pikiran Abstrak : Baik
6. Bakat Kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan Menolong diri sendiri : Cukup

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Produktivitas : Cukup
2. Kontinuitas : Relevan, Koheren
3. Isi Pikiran :
a. Preokupasi : tentang penyakitnya
b. Waham : tidak ada
F. Pengendalian Impuls : Saat pemeriksaan, tidak terganggu
G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian Realitas : Baik
4. Tilikan :Derajat 5: menyadari dirinya sakit dan
butuh bantuan serta memahami penyebab
sakitnya
H. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

Page | 9
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
INDIKATOR 31/3/2022 4/4/2022
Hemoglobin 11.9 11.7
Leukosit 6.800 6.000
Trombosit 410.000 323.000
HCT 34 32
MCV 90 94
MCH 31 36
MCHC 34 30
Neutrofil 78,6 72,5
Lymfosit 12,5 17,8
Monosit 8,7 8,5
Eosinofil 0,3 0,4
Basofil 0.1 0,1
Ureum 40 16
Creatinin 1,80 1,40
SGOT 64 43
SGPT 66 56
Natrium 126 126
Kalium 5,0 4,2
Klorida 98 101
CD4 18

TORCH:
Anti Toxo IgG : reactive
Anti Toxo IgM : non reactive
Anti rubella IgG : reactive
Anti rubella IgM : non reactive
Anti CMV IgG : reactive
Anti CMV IgM : non reactive

Page | 10
b. X-Ray Thorax (31-03-2022)

Kesan : Pneumonia Bilateral Suspek Spesifik


Dilatatio et Elongatio Aorta
Cor dan Pulmo dalam batas normal

c. Sputum BTA
BTA I : negatif
BTA II : negatif
BTA III : negatif

d. Psikometri (08-04-2022)
Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) : 24 (depresi berat)
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) : 16 (kecemasan sedang)
Insomnia Rating Scale (IRS) : 14 (insomnia ringan)
Skors MoCA-INA : 28

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien dikonsul dari bagian Interna divisi infeksi tropis dengan keluhan sulit
tidur. Keluhan ini dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 1 minggu yang lalu pada
saat pasien masih sementara dalam perawatan hari pertama di Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo. Pasien mengeluh sulit untuk memulai tidur dan jika terbangun ditengah
malam, pasien sulit untuk tidur kembali. Saat bangun tidur, badan tidak merasa segar dan

Page | 11
perasaan tidak nyaman. Selain itu, pasien juga merasa lemas, tidak semangat, nafsu
makan menurun, dan sering merasa mual.
Awal keluhan dialami pasien pada November tahun 2019, pasien sering merasa
sedih, tidak berdaya, tidak semangat, pasien sempat putus asa, sempat ada keinginan
untuk mengakhiri hidup karena pasien sedih saat didianosa oleh dokter menderita HIV.
Pasien mengaku tidak ada semangat hidup karena pasien sudah 19 tahun bercerai dari
istrinya, dan anak-anaknya memilih untuk ikut dengan ibunya. Sehingga ketika pasien
sakit, tidak ada yang bisa merawatnya karena ia hanya tinggal sendiri dirumah. Setelah
diketahui mengidap HIV, Dokter memberitahukan kepada keluarga terkait penyakitnya.
Sejak saat itu, istri dan mantan istrinya masih sering mengurus pasien, terlebih ketika
pasien sakit.
Oktober 2019, pasien sering mengalami demam, yang hanya terasa dimalam hari.
Pagi hinga sore, pasien merasa sehat dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Saat itu
pasien sudah mencoba berbagai obat penurun panas, tetapi demam tidak juga sembuh.
Pasien sehari-hari berjualan di kantin sekolah yang ia kelola bersama mantan istrinya, dan
pada saat itu, pasien masih dapat bekerja. Dua minggu setelah demam, pasien juga
merasakan penurunan nafsu makan, pasien merasakan banyak sariawan dimulutnya,
sehingga lama kelamaan, kondisinya makin lemah, hingga akhirnya anak dan mantan
istrinya membawanya ke RS UNHAS. Pasien menjalani perawatan selama 1 minggu
disana. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan darah, diketahui bahwa akhirnya pasien
mengidap HIV. Setelah itu, pasien dirujuk ke RSWS. Pasien mengaku bahwa ia sudah
sejak lama sering melakukan seks bebas hingga akhirnya istrinya mengetahuinya dan
menceraikannya. Pasien sering bergonta -ganti pasangan dan terakhir melakukan
hubungan seks dengan seorang wanita 4 bulan sebelum terdiagnosa HIV.
Pada status Internus, dan Neurologi didapatkan : Pasien sakit sedang, /GCS
15 (E4M6V5), TD = 127/73, Nadi = 102 kali/menit reguler kuat angkat, Pernafasan : 20 kali
per menit, Suhu 36,50C. Hasil Lab menunjukkan peningkatan kadar SGOT/SGPT dan Ureum
Creatinin, serta kadar CD 4 < 200. Pada X-Ray Thorax didapatkan : Pneumonia Bilateral
Suspek Spesifik, Dilatatio et Elongatio Aorta, Cor dan Pulmo dalam batas normal
Pada pemeriksaan status mental didapatkan kesadaran secara kuantitatif baik/
GCS 15 (E4M6V5) dan secara kualitatif baik, pada pembicaraan didapatkan intonasi

Page | 12
pelan dan lambat menjawab. Ditemukan afek depresi dan mood depresi. Pada
pemeriksaan psikometrik didapatkan Skor HDRS : 24, HARS :16, IRS : 14.

VII. EVALUASI MULTI AKSIAL


Aksis I
Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan gejala klinis yang
bermakna yaitu: keinginan bunuh diri yang menimbulkan penderitaan (distress) maupun
hendaya (disability) dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa. Pada pemeriksaan status mental
ditemukan tidak ada hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi auditorik dan
visual sehingga dapat ditegakkan bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa Non
Psikotik. Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status internus dan
neurologis tidak ditemukan kelainan yang menyebabkan gangguan psikiatrik, sehingga
didiagnosis dengan Gangguan Jiwa Non Organik. Dari pemeriksaan dan anamnesis
didapatkan keluhan sulit tidur, merasa lemas, tidak semangat, nafsu makan menurun,
sejak 1 bulan dan memberat 1 minggu semenjak masuk RS. . Dari pemeriksaan status
mental didapatkan kesadaran baik, afek depresif, mood depresi, verbalisasi lambat dan
intonasi pelan, tidak terdapat gangguan persepsi, preokupasi akan penyakitnya. isi pikir
relevan, koheren sehingga berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ III) diagnosis diarahkan ke Episode Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik
(F32.2). Menurut Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders Fifth Edition
(DSM-V) digolongkan ke dalam Major Depressive Disorder, Single Episode,
Moderate (296.22). Pasien ini didiagnosis banding dengan :
- Gangguan depresif organik (F06.32) karena gejala depresi yang dialami pasien
timbul bersamaan dengan ketika pasien menderita penyakit fisik (HIV)
Diagnosis CLP adalah comorbid medical and psychiatric condition.
Aksis II
Pasien adalah orang yang cukup bergaul, rajin bekerja, jarang mengungkapkan
permasalahannya ke keluarga, dari data yang didapatkan belum cukup data untuk
mengarah ke ciri kepribadian tertentu. Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan
adalah represi

Page | 13
Axis III
- HIV Stadium III on treatment (putus obat)
- Community Acquired Pneumonia
- TORCH Infection
- Protein Energy Malnutrition

Aksis IV
Stresor psikososial sehubungan dengan penyakit yang diderita
Aksis V
GAF scale 50 – 41, gejala berat, disabilitas berat. GAF scale setahun terakhir 70 – 61,
beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih
baik.

VIII. DAFTAR MASALAH


Organobiologik
Pada pasien ini ditemukan adanya penyakit fisik yang menyebabkan
ketidakseimbangan neurotransmitter di otak sehingga memerlukan
psikofarmakoterapi.
Psikologi
Ditemukan adanya beberapa hendaya dalam menilai realita dan hendaya
penggunaan waktu senggang seperti : Perilaku halusinasi, masalah pengendalian emosi,
dan sulit tidur sehingga pasien memerlukan psikoterapi.
Sosiologik atau Sosiokultural
Pada pasien ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial dimana dalam
kondisi pasien seperti sekarang ini terdapat kendala pasien untuk menjalani kehidupan
sosial yang normal seperti biasanya sehingga pasien memerlukan sosioterapi.

IX. PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam : Dubia
2. Quo ad functionam : Dubia
3. Quo ad sanationam : Dubia

Page | 14
Faktor pendukung berupa :
a. Adanya dukungan dari keluarga terhadap pasien untuk sembuh
b. Fasilitas kesehatan yang cukup dekat dari tempat tinggal pasien
c. Respon cukup baik terhadap terapi
Faktor penghambat berupa :
a. Progresivitas penyakit fisik yang sangat cepat

X. PENATALAKSANAAN
A. Psikofarmakoterapi
o Maprotilin 25mg/24jam/oral
o Psikoedukasi keluarga
Psikoedukasi keluarga dilakukan kepada anak pasien. Psikoedukasi
keluarga bertujuan untuk memberitahukan mengenai kondisi pasien,
mengubah pandangan keluarga terhadap pasien, menjelaskan pentingnya
pengobatan dan dukungan keluarga dalam pengobatan, serta mengenali
tanda-tanda saat kondisi pasien memberat.
B. Interna (Infeksi Tropis)
o IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
o Inj. Ranitidin 50mg/24jam/ IV
o Piracetam 10mg/24jam oral
o Valcyte 450mg/12jam/oral
o Telado 1 tab/24jam/oral
o Pirimetamine 100mg/24jam/oral
o Sucralfat sup 10mg/8jam/oral
o Braxidin 1 tab/8 jam/oral
o Nystatin drop, 20 tetes/8jam/ oral
o Konsul Ts Gizi Klinik

C. Gizi Klinik
o Kebutuhan cairan 2300cc/24jam
o Peptisol 250 kkal
o Jus 100 kkal

Page | 15
o VCO 440 kkal
o Koreksi hiponatremi dengan asupan dan garam dapur 1 sendok takar/hari
o Zinc 20mg/24jam
o Vit Bcomp 2tab/8jam
o Curcuma 400mg/8jam
o Vit. D 500 IU/24 jam
XI. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta
menilai efektivitas terapi dan kemungkinan efek samping yang terjadi.
Tanggal Perjalanan Penyakit Penatalaksanaan
07/04/ S : Pasien saat diwawancara cukup R/
2022 tenang, sedang berbaring miring, - Maprotilin 25mg/24jam/oral
memakai selimut dan kedinginan, tidak
17.00 terpasang oksigen maupun IV line. Ts Interna :
WITA Pasien mulai tidur malam pukul 23.00 -IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
dan terbangun pukul 02.00. Pasien tidak Inj. Ranitidin 50mg/24jam/ IV
dapat tidur lagi hingga pagi. Nafsu makan
-Piracetam 10mg/24jam oral
pasien kurang, masih mual, dan ingin
muntah. -Valcyte 450mg/12jam/oral
O : Kontak mata ada, verbal ada - Telado 1 tab/24jam/oral
Psikomotor : tenang
- Pirimetamine 100mg/24jam/oral
Afek : depresi
Mood : depresi -Sucralfat sup 10mg/8jam/oral
Verbalisasi : Lambat menjawab, lancar, - Braxidin 1 tab/8 jam/oral
intonasi pelan
-Nystatin drop, 20 tetes/8jam/ oral
Gangguan persepsi : diakui tidak ada
Arus pikir : relevan, koheren - Konsul Ts Gizi Klinik
Gangguan isi pikir : diakui tidak ada
Preokupasi : memikirkan penyakitnya Ts Gizi Klinik :
TD : 127/73mmHg -Kebutuhan cairan 2300cc/24jam
N : 84 kali/menit -Peptisol 250 kkal
P : 20 kali/menit
Suhu : 36.5 0C -Jus 100 kkal
A: Episode Depresi berat tanpa gejala -VCO 440 kkal
psikotik -Koreksi hiponatremi dengan
DD/ Gangguan depresif organik
asupan dan garam dapur 1 sendok
P : Psikofarmakoterapi
Psikoedukasi keluarga takar/hari
-Zinc 20mg/24jam

Page | 16
-Vit Bcomp 2tab/8jam
-Curcuma 400mg/8jam
-Vit. D 500 IU/24 jam

10/04/ S : Pasien saat diwawancara sedang R/


2022 duduk sambil meminum susu, sering - Maprotilin 25mg/24jam/oral
bersendawa hingga seperti ingin muntah.
14.00 Pasien semalam sudah dapat tidur, mulai Ts Interna :
WITA pukul 21.00 hingga pukul 04.00. pasien - Piracetam 10mg/24jam oral
mengatakan lebih senang berada di RS -As. Folat 1tab/24jam/oral
dibanding dirumah karena ada yang
- Telado 1 tab/24jam/oral
merawatnya jika ia di rumah sakit.
O : Kontak mata ada, verbal tidak ada - Pirimetamine 100mg/24jam/oral
Psikomotor : tenang -Sucralfat sup 10mg/8jam/oral
Afek : depresi
- Braxidin 1 tab/8 jam/oral
Mood : depresi
Verbalisasi : Lambat menjawab, lancar, -Nystatin drop, 20 tetes/8jam/ oral
intonasi pelan
Gangguan persepsi : diakui tidak ada
Preokupasi : memikirkan penyakitnya Ts Gizi Klinik :
Arus pikir : relevan, koheren - Zinc 20mg/24 jam
Gangguan isi pikir : diakui tidak ada - Vit Bcomp 2tab/8jam
TD : 125/64mmHg
-Curcuma 400mg/8jam
N : 86kali/menit
P : 20 kali/menit -Vit. D 500 IU/24 jam
Suhu : 36.8 0C
A: Episode Depresi berat tanpa gejala
psikotik
DD/ Gangguan depresif organik
P : Psikofarmakoterapi
Psikoedukasi keluarga

XII. DISKUSI
Pasien ini dikonsul dari bagian Interna subdivisi Infeksi Tropis pada tanggal 07
April 2022 dengan keluhan sulit tidur, tidak bersemangat, dan nafsu makan berkurang.
Pasien dirawat oleh Bagian Interna dengan diagnosis HIV Stadium III on treatment (putus
obat), Community Acquired Pneumonia, TORCH Infection, dan Protein Energy
Malnutrition. Hal ini merupakan suatu kasus Consultation Liaison Psychiatry.

Page | 17
Pada zaman kedokteran modern sekarang ini, penanganan masalah kesehatan
dilakukan secara komprehensif dengan pendekatan model biopsikososial dalam
pendekatan menyeluruh. Model biopsikososial memandang suatu penyakit selain dari
aspek biomedik juga memperhitungkan pengaruh sosial (eksternal) dan faktor
psikodinamik (internal) terhadap suatu penyakit. Dengan demikian, model biopsikososial
merupakan suatu system pendekatan terintegrasi yang mendorong pemahaman
menyeluruh mengenai penyakit. Pendekatan ini dapat kita lihat pada Consultation Liaison
Psychiatry (CLP).1
Consultation-Liaison Psychiatry merupakan terapan disiplin ilmu Psikiatri dalam
Ilmu Kedokteran yang menjembatani Psikiatri dengan Kedokteran Umum dan bidang
spesialisasi kedokteran lainnya. Bidang tersebut memberikan perhatian khusus dalam
memanfaatkan ilmu psikiatri pada hubungan antara berbagai aspek kejiwaan dengan
'kondisi sakit' dan 'kesehatan' pada umumnya. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari
kenyataan bahwa tujuan terapi kedokteran adalah mengatasi kondisi sakit dalam arti
mendapatkan taraf kesehatan dengan kualitas hidup yang lebih baik, bukan sekedar
mengatasi gejala penyakit.1,2
CLP tidak hanya meliputi kemampuan pelayanan sebatas menerima dan
menjawab konsul dari disiplin kedokteran lainnya. Psikiater sebaiknya memiliki
pengetahuan mengenai manajemen pasien secara holistik yang meliputi mental-
emosional dan sosial, serta mampu menjelaskannya kepada pasien, keluarga dan masing-
masing yang terlibat di dalam tim tersebut. Karenanya, diperlukan kompetensi dalam
komunikasi, ilmu kedokteran secara umum dan psikiatri secara khusus, bahkan yang
berkaitan dengan isu legal.3
CLP terdiri dari 3 tahapan : case finding, intervention dan communication. Case
finding merupakan pintu utama untuk menjalankan Liaison Psikiatri yang bertanggung
jawab terhadap pencegahan dini dan mendeteksi dini adanya potensi maupun gangguan
bidang psikiatri di dalam populasi maupun pasien yang berobat. Secara garis besar peran
case finding dilakukan secara :1,2
1. Aktif : dengan mencari kasus maupun potensi kasus gangguan psikiatri dan
medis/bedah di populasi maupun di unit pelayanan.
2. Pasif : mendapatkan kasus karena rujukan dan konsultasi.

Page | 18
3. Team work : suatu kasus yang sejak awal dikerjakan secara tim yang semua
anggota tim terlibat langsung.
4. Sistem Pelayanan : standar pelayanan kepada pasien rawat inap maupun rawat
jalan untuk mendapatkan pemeriksaan psikiatri. Misalnya : pasien rawat inap
selama 2 minggu mendapatkan pelayanan psikiatri, setiap pasien yang akan
lepas perawatan mendapatkan pelayanan psikiatri dan sebagainya.

Dalam kasus ini, case finding terjadi secara pasif, yaitu melalui konsul dari Bagian
Interna. Pada pasien ini dilakukan evaluasi meliputi alloanamnesis dengan keluarga yaitu
anak pasien serta autoanamnesis. Selain itu dilakukan pemeriksaan terhadap rekam medis
pasien, hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan dan pengobatan yang telah
diberikan oleh Teman Sejawat. Pada pasien ini terjadi perubahan perilaku dengan
didapatkan keluhan sulit tidur, tidak bersemangat, nafsu makan menurun, sejak masuk di
RS. sehingga berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III) diagnosis diarahkan ke Episode Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2).
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis depresi adalah: 4,5
• Gejala utama berupa afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja dan menurunnya aktivitas)
• Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
Kriteria diagnostik untuk depresi berat tanpa gejala psikotik yaitu memenuhi
kriteria depresi berat sebagai berikut:
• Semua 3 gejala utama depresi harus ada
• Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya
harus berintensitas berat

Page | 19
• Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
• • Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
• Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Pada pasien ini ditemukan adanya 3 gejala utama depresi dan 5 gejala
lainnya yang berintensitas berat sehingga memenuhi kriteria episode depresi berat
tanpa gejala psikotik. Pada pasien juga ditemukan adanya riwayat rasa sedih, tidak
bersemangat, putus asa sehingga diagnosis diarahkan pada Episode Depresi Berat
tanpa gejala Psikotik (F33.2). Menurut Diagnostic and Statistic Manual of Mental
Disorders Fifth Edition (DSM-V) digolongkan ke dalam Major Depressive
Disorder, Single Episode, Moderate (296.22). Pasien mengaku stress saat sakitnya
tidak sembuh yang membuat pasien sedih, tidak bersemangat dan putus asa dan
sempat ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Dan saat terdiagnosis HIV pasien
mengaitkan pengalaman masa lalunya dengan sakit yang diderita pasien, pasien
mengakui bahwa seks bebas dan penggunaan obat-obatan yang bisa memicu
peningkatkan resiko penularan HIV.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat
turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan
vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak
aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transplantasi
organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya.6
Berdasarkan laporan dari tahun ke tahun kasus AIDS menunjukkan trend
peningkatan yang terus - menerus. WHO (World Health Organization) pada akhir

Page | 20
tahun 2009 menyatakan 33,3 juta orang hidup dengan HIV dan 1,8 juta orang
meninggal karenanya. Diperkirakan jumlah ini masih jauh lebih banyak lagi
karena masih banyaknya kasus-kasus yang tidak terdeteksi. HIV/AIDS sudah
menjadi global effect dengan kecepatan penularan penyebaran yang sangat pesat,
diperkirakan 1 menit 5 orang tertular di seluruh dunia. Jumlah kasus infeksi HIV
pada orang dewasa pada 2000 lebih kurang 34 juta jiwa, dan dua per tiganya
berada di Afrika Sub Sahara. Sebagai tambahan, diperkirakan 1,3 juta anak-anak
di bawah 15 tahun hidup dengan HIV/AIDS.7 Menurut United Nations
Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), pada 1999 saja terdapat 5,4 juta kasus
infeksi baru di seluruh dunia, yang berarti 15.000 kasus baru setiap harinya.
Sebanyak 2,8 juta jiwa yang meninggal karena AIDS membuat penyakit ini
menjadi pembunuh nomor 4 di seluruh dunia. Data sampai Desember 2001
menunjukkan adanya 1978 kasus HIV positif dan 671 kasus AIDS di Indonesia.
Diperkirakan jumlah ini akan meningkat hingga mencapai 80.000--120.000 pada
2010.8 Berbeda dengan anggapan awam, ternyata cara penularan terbanyak di
Indonesia adalah hubungan seks heteroseksual (56%), disusul pemakaian
narkotika injeksi (18,5%), kemudian hubungan homoseksual (6,6%). Sisanya
melalui transfusi darah/produk darah, transmisi perinatal, dan tidak diketahui.
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai
antigen permukaan CD4, terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tu./buh. Selain limfosit
T4, virusjuga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada
kulit, sel dendrit pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel
serviks uteri, dan sel-sel 23 mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit
T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Kelumpuhan sistem kekebalan tubuh ini
mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang
merupakan gejala-gejala klinis AIDS. Infeksi oportunistik yang lazim ditemukan
pada pasien HIV/AIDS adalah herpes simpleks, kandidiasis, pneumonia
pneumocystis carinii, tuberkulosis, dan keganasan yang lazim adalah sarkoma
kaposi. Infeksi oportunistik terjadi karena kekebalan tubuh yang amat menurun.
Jumlah CD4 di dalam darah merupakan indikator untuk memantau beratnya

Page | 21
kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV. Pasien ini mengalami infeksi oportunistik,
kandidiasis oral dan diare kronis, dimungkinkan karena beratnya penurunan
kekebalan tubuh yang ditandai dengan jumlah CD4 13 sel/mm3. 7,8,9

Gambar 1. Hipotesis Neuroinflamasi HIV

Psikiatri memegang peranan penting pada pasien HIV/AIDS karena: 10,11


• Sekitar 75--90% pasien AIDS mengalami patologi otak dengan berbagai sindrom
neuropsikiatri. Pada 10% pasien dengan infeksi HIV, komplikasi neuropsikiatri
merupakan gejala pertama.
• Pada pasien dengan infeksi HIV dan AIDS dapat ditemukan kelainan-kelainan
psikiatri klasik seperti depresi, ansietas, psikosis, dan lain-lain.
• Terdapat berbagai dampak psikososial yang dapat ditemukan pada pasien
HIV/AIDS.
Manifestasi neuropsikiatri dari penyakit ini meliputi dua bidang, yaitu
neurobiologik dan psikobiologik. Manifestasi neurobiologik terdiri dari
komplikasi primer berupa invasi langsung dari HIV ke Susunan Saraf Pusat (SSP)
seperti AIDS Dementia Complex (ADC) dan komplikasi sekunder seperti

Page | 22
delirium yang dicetuskan oleh berbagai keadaan seperti infeksi oportunistik,
neoplasma, gangguan metabolik, dan efek samping medikasi. Manifestasi
psikobiologik merupakan refleksi berbagai usaha psikologis sebagai coping
strategies (mekanisme pertahanan diri) yang biasanya muncul pada transition
points (saat-saat transisi). Misalnya, pada saat penentuan hasil serokonversi
positif, adaptasi pada status HIV positif asimtomatik, respons terhadap gejala-
gejala medis yang mulai muncul, sampai keadaan dimana dia didiagnosis sebagai
AIDS. 24 Ketika pasien diberitahukan bahwa hasil tes HIV-nya positif, mereka
dikonfrontasikan pada kenyataan bahwa mereka berhadapan dengan suatu
keadaan terminal. Kenyataan ini akan memunculkan perasaan syok,
penyangkalan, tidak percaya, depresi, kesepian, rasa tak berpengharapan, duka,
marah, dan takut. Hal ini dapat menimbulkan kecemasan dan depresi. Selama
tahun-tahun awal di mana belum muncul gejala, stres akan berkurang. Tetapi,
dengan berjalannya waktu di mana fungsi imun semakin menurun dan mulai ada
tanda-tanda berhubungan dengan HIV seperti ruamruam kulit, penurunan berat
badan, sesak napas, dan sebagainya, kecemasan serta depresi dapat timbul lagi.
Mungkin disertai pula gagasan bunuh diri, gangguan tidur, dan sebagainya. Selain
itu, latar belakang pasien dan adanya riwayat psikiatrik pramorbid yang tinggi
pada individu risiko tinggi tertular penyakit HIV/AIDS juga menambah risiko
timbulnya gejala psikobiologik ini.12,13
sistemik
Sitokin pro-inflamasi dapat bermigrasi antara sirkulasi dan otak di
kedua arah yang dapat menjelaskan komorbiditas penyakit sistemik dengan
gangguan kejiwaan. Ada tiga jalur untuk pengangkutan sitokin pro-inflamasi dari
sirkulasi sistemik ke otak seperti yang dijelaskan oleh Manmeet dan Christopher
(2017) : seluler, humoral, dan saraf. Selain itu, PAMPs dan DAMPs karena virus
HIV dapat membuat sel glial utama untuk mengekspresikan sitokin pro-inflamasi
TNF-α, IL-1 β, dan IL-6. Ketika diekspresikan, sitokin ini mengaktifkan
granulosit, monosit/makrofag, natural killer, dan sel T berkontribusi pada
patofisiologi peradangan neuron. Peradangan neuron kronis dapat menyebabkan
neurodegenerasi dan gangguan kejiwaan terkait. Sitokin pro-inflamasi ini juga
menstimulasi produksi dan ekspresi sitokin anti-inflamasi oleh sel glial yang
berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengurangi ekspresi sitokin

Page | 23
proinflamasi, meredam peradangan neuron. MCP-1, monocyte chemoattractant
protein-1 ; CP, Choroid pleksus; CVO, organ sirkumventrikular. 8,14,1

Gambar 2. Hubungan HIV dengan Gangguan Neurokognitif

Depresi adalah kondisi kejiwaan paling umum yang terkait dengan HIV.
Hubungan antara HIV dan depresi adalah kompleks; individu yang depresi mungkin
menggunakan perilaku berisiko seperti penyalahgunaan obat intravena (IV) yang dapat
mempengaruhi mereka untuk tertular dan menularkan HIV. Depresi lebih sering terjadi
pada individu LGBT dan pengguna narkoba IV yang lebih rentan tertular HIV. Seseorang
yang mengembangkan HIV dapat mengembangkan depresi sindrom karena berbagai
alasan seperti yang disebutkan dalam pada kotak dibawah. Depresi perlu diidentifikasi
dan diobati segera karena dapat mengganggu kepatuhan pengobatan HIV. Ini juga
meningkatkan risiko perilaku bunuh diri. Sekitar 10% orang HIV-positif meninggal
karena bunuh diri dan sekitar 20% melakukan tindakan menyakiti diri sendiri. Satu
penelitian di India melaporkan 40% prevalensi depresi di antara pasien HIV-positif di
mana 14% di antaranya menyimpan ide bunuh diri. 15

Page | 24
Gambar 3. Penyebab Depresi pada Pasien HIV

Pada kasus CLP, terdapat beberapa kategori diagnosis, yaitu :1,2


1. Psychiatric presentation of mental medical condition
2. Psychiatric complication of medical condition or treatment
3. Psychiatric reaction of medical condition or treatment
4. Medical presentation of psychiatric condition
5. Medical complication of psychiatric condition or treatment
6. Comorbid medical and psychiatric condition
Pada kasus ini, gangguan psikiatri timbul akibat dari kondisi medis umum yang
dialami oleh pasien, dan dapat pula mencerminkan hubungan sebab akibat atau
kerentanan yang mendasari kedua gangguan sehingga termasuk dalam diagnosis CLP:
Psychiatric complication of medical condition or treatment.
Setelah case finding dan penegakan diagnosis, langkah selanjutnya dalam CLP
adalah intervensi menggunakan konsep FRAMES, yaitu:1,2

Page | 25
F Feedback on the patient’s risk or impairment
R Responsibility for change belongs to the patient
A Advice to change should be specific and nonambiguous
M Menu of alternative strategies
E Empathetic rather than confrontational counseling style
S Self-efficacy: a positive view of patient’s ability to change and the treatments
efficacy.
Pada kasus CLP, perlu dilakukan penyesuaian teknik psikoterapi pada pasien antara lain:
2,16

a. Lebih berpusat pada suportif bukan pada konflik, membangun hubungan


terapeutik yang memberikan rasa aman.
b. Memperkuat sumber daya yang telah ada pada pasien.
c. Memfasilitasi luapan emosi pasien.
d. Lebih terstruktur dalam membuat kerangka terapi yang aman.
e. Pusatkan pada jangka pendek (perspektif waktu yang pendek).
f. Perkuat dukungan sosial (yang menguntungkan).
g. Libatkan orang-orang yang berpengaruh besar pada pasien.
h. Berikan dukungan pada terapi medisnya.

Psikoterapi dapat diberikan dengan secara perlahan-lahan mengarahkan pasien pada


pandangan yang lebih optimis akan dirinya dan masa depan. Ada sedikit perbedaan
penekanan fokus pada pasien HIV, yaitu lebih ditekankan pada pola hidup sehat tidak
menjadi sumber penularan bagi orang lain, praktik hubungan seks yang aman, dan kontrol
teratur.
Yang paling penting untuk pengobatan adalah kemampuan terapis untuk
mengembangkan sikap yang hangat, empatik, tulus, peduli, positif, dan penuh harapan
terhadap pasien, dan memiliki sikap yang mencerminkan rasa hormat terhadap pasien dan
pengalamannya. Banyak pasien yang hidup dengan HIV/AIDS memiliki pengalaman
traumatis yang signifikan, apakah itu diagnosis HIV/AIDS, riwayat pengabaian masa
kanak-kanak, kekerasan fisik atau seksual, atau dampak dan konsekuensi negatif dari
penyalahgunaan zat selama bertahun-tahun. hidup dengan HIV/AIDS, bagi banyak
pasien, dapat memperburuk dan merekapitulasi penderitaan yang terkait dengan

Page | 26
pengalaman sebelumnya, dan bagi banyak orang, kemampuan untuk mengembangkan
hubungan saling percaya dengan orang lain untuk berbagi pengalaman ini sulit. Semakin
seorang terapis mampu mengekspresikan empati yang akurat dengan pasien, dan
mengembangkan kemampuan untuk secara reflektif memperjelas dan memperkuat
pengalaman pasien, semakin pasien merasa didengarkan, didengarkan, dan dipahami. Hal
ini meningkatkan kemungkinan bahwa pasien akan berbagi pengalaman hidup yang lebih
sensitif dengan terapis. 17,18
Langkah terakhir dalam CLP adalah komunikasi, diskusi membahas tentang
penyakit pasien dan juga memberikan psikoedukasi kepada keluarga dan meminta
dukungan keluarga terhadap pasien.16
Pasien ini diberikan terapi Maprotilin 25mg/hari/oral. Maprotilin HCL termasuk
kedalam golongan Tricyclic Antidepressant. TCA memiliki efek samping antikolinergik
yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, penurunan motilitas gastrointestinal (GI)
(meningkatkan konstipasi dan mengurangi diare), dan retensi urin. Efek samping lainnya
termasuk kantuk, kebingungan, pusing, penambahan berat badan, hipotensi, dan
takikardia. Namun, beberapa efek samping ini dapat dimanfaatkan ketika merawat pasien
HIV dan AIDS, khususnya penambahan berat badan, peningkatan tidur, dan penurunan
diare. Dengan memulai dengan dosis rendah dan meningkat secara perlahan, klinisi dapat
melihat rasio yang menguntungkan dari efek positif dan negatif dari obat yang dicapai
pada pasien.19
Prognosis pasien ini dubia. Kondisi penyakit imunodefisiensi dengan berbagai
infeksi oportunistik yang terus berlangsung dan diperberat oleh depresi memperburuk
prognosis. Namun, dari follow up didapatkan respon yang cukup baik terhadap
pengobatan dan dukungan keluarga yang cukup sehingga dapat membantu prognosis.

Page | 27
XIII. IKHTISAR PERJALANAN PENYAKIT
Oktober Gejala:
2019 -Sering mengalami demam dimalam hari.
-Penurunan nafsu makan, banyak sariawan dimulutnya

Pengobatan:
-Dibawa ke RS UNHAS, dirawat selama 1 minggu
November Gejala :
2019 - Sering merasa sedih, tidak berdaya, tidak semangat, putus asa,
tidak ada semangat hidup

Pengobatan :
-Tidak berobat
Akhir 2019 – Gejala :
Akhir 2021 -Tidak ada demam, masih kadang merasa sedih, nafsu makan
berkurang

Pengobatan :
-Rutin minum obat ARV
Akhir 2021 Gejala
-nafsu makan berkurang, tidak bersemangat

Pengobatan :
-Berhenti minum obat ARV
Maret Gejala :
2022 - Demam, tidak ada nafsu makan, berat badan turun 7 kg dalam
waktu 2 minggu, dan mual muntah.

Pengobatan :
-Dibawa ke IGD RSWS dan dirawat inap

Page | 28
DAFTAR PUSTAKA

1. Kolegium Psikiatri Indonesia. Modul X. Consultation Liasion Psychiatry. PPDS


Kedokteran Jiwa Departemen Psikiatri FK-UI.
2. Syamsulhadi, M. Septiawan D. Implementasi Consultation Liaison Psychiatry di
Beberapa Bidang Medis. Muhammadiyah University Press. Surakarta. Jawa
Tengah: 2016
3. Wood, R., & Wand, A. P. F. (2014). The effectiveness of consultation-liaison
psychiatry in the general hospital setting: A systematic review. Journal of
Psychosomatic Research, 76(3), 175–192. doi:10.1016/j.jpsychores.2014.01.002
4. Rusdi Maslim, Gangguan Suasana Perasaan, dalam Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta ; 2013
5. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III). Jakarta :
Departemen Kesehatan RI. 1993.
6. Sadock BJ, Sadock VA. Aspek Neuropsikiatri Infeksi HIV dan AIDS dalam
Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2. 2010. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. p. 82- 5
7. Jamil FK. Profil Kadar CD4 terhadap Infeksi Oportunistik pada Penderita
Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome
(HIV/AIDS) dalam Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 14 No 2. 2014
8. Morris, Donohou. Role of Cytokines and Chemokines in HIV infection.
Vishwanath Venketaraman et al. USA. 2011. Available from:
https://www.intechopen.com
9. Katuri, Bryant, Heredia, Makar. Role of the inflammasomes in HIV-associated
neuroinflammation and neurocognitive disorders. Elsevier Inc. March:2019
10. Leigh, Hoyle. Streltzer, Jon. Handbook of Consultation-Liasion Psychiatry 2nd
Edition. London. 2015. Available from: https://doi.10.1007/978-3-319-11005-9
11. Kronfol, Remick. Cytokines and the Brain: Implications for Clinical Psychiatry.
(Am J Psychiatry 2000; 157:683–694). Department of Psychiatry, University of
Michigan Health System

Page | 29
12. Rivera, Garcia. Depression Correlates with Increased Plasma Levels of
Inflammatory Cytokines and a Dysregulated Oxidant/Antioxidant Balance in
HIV-1-Infected Subjects Undergoing Antiretroviral Therapy. J Clin Cell
Immunol. ; 5(6). 2014. Availabe from: https:/dx.doi.org/10.4172/2155-
9899.1000276
13. Cohen, Monte. Plasma cytokine concentrations associated with HIV/Hepatitis C
coinfection are related to attention, executive and psychomotor functioning. J
Neuroimmunol. 2011 April ; 233(1-2): 204–210. USA. Available from :
https://doi:10.1016/j.jneuroim.2010.11.006.
14. Tanaka, Toldi. Exploring the Etiological Links behind Neurodegenerative
Diseases: Inflammatory Cytokines and Bioactive Kynurenines. Int. J. Mol. Sci.
2020, 21, 2431; Available from: https://doi:10.3390/ijms21072431.
15. Om Prakash Singh, Sujit Sarkhel1 , Sharmila Sarkar. Management of Psychiatric
Disorders with HIV and Dermatological Disorders. Department of Psychiatry,
Department of Psychiatry, National Medical College and Hospital, Kolkata, West
Bengal, India. 2022
16. Kaplan, Sadock BJ, Sadock VA. Gangguan MOOD/Suasana Perasaan dalam
Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2. 2010. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. p. 189-96 8.
17. Elvira SD. Psikoterapi dalam Buku Ajar Psikiatri. 2010. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
18. Drexel, University College of Medicine; New York. Psychotherapy with

HIV/AIDS Patients: Assessment and Treatment Plan Development, AMERICAN

JOURNAL OF PSYCHOTHERAPY, Vol. 62, No. 4. 2008, Availabel from :

https://doi:10.1176/appi.psychotherapy.2008.62.4.365

19. Elliott AJ, Roy-Byrne PP. Mirtazapine for depression in patients with human
immunodeficiency virus. J Clin Psychopharmacol. 2000;20(2):265–7.

Page | 30
LAMPIRAN

07 April 2022 Pukul 17.00 WITA, di IC RSWS

D : Dokter , P : Pasien
D : Assalamu’alaikum, selamat sore pak, saya dr. Dewi ya dari Bagian Psikiatri. Dengan
bapak siapa saya bicara?
P : Pak. AS, dokter.
D : Pak AS, bagaimana kabarnya?
P : yaa beginimi dok, lemas badan saya, dok (lambat menjawab)
D : rasa tidak nyaman ya pak..bagaimana dengan tidurnya, pak?
P : susah tidur dok. Kalau sudah terbangun, nda mau tidur lagi.
D : Kalau perasaan pak AS bagaimana?
P : saya sedih dok, selalu kepikiran sama penyakit saya, dok
D : sejak kapan pas AS sering merasa sedih seperti ini?
P : sejak masuk dirawat di RS ini dok.
D : artinya sudah 1 minggu ini ya pak?
P : sebenarnya sejak 1 bulan sebelum masuk RS saya sudah merasakan seperti ini dok
D : Bisa bapak ceritakan bagaimana awal mulanya bapak merasa sedih seperti ini?
P : Saya didiagnosis oleh dokter mengidap penyakit ini sejak tahun 2019, dok. Waktu itu
keluhan yang saya rasakan itu demam hampir setiap hari dan setiap malam. Tapi kalau
pagi normal dok. Saya masih bisa beraktivitas. Seminggu setelah itu, mulai banyak
sariawan dimulut saya dok. Saya jadi tidak ada nafsu makan juga, dok
D : berapa lama keluhan itu bapak rasakan?
P : hampir sebulan dok. Jadi anak saya dan mantan istri saya inisiatif untuk membawa
saya ke RS UNHAS. Disana saya diperiksa macam-macam dok, diperiksa darah. Dan
dokter melihat hasil tes darah saya +HIV dok, setelah seminngu saya dirawat, sy
diperbolehkan pulang dan dianjurkan untuk berobat rawat jalan dipoli Metadon untuk
mendapatkan obat ARV, dok. Tapi akhir tahun lalu saya stop obat saya dok. Saya bosan
setiap hari minum obat bertahun-tahun dok. Padahal dokter tidak ada menyuruh untuk
stop minum obat dok. Atas inisiatif saya sendiri dok. Saya sekarang sudah tobat ka dok.
Ini semua adalah hasil dari perbuatan saya dulu dok. Saya berharap sakit ini dapat

Page | 31
menggugurkan dosa-dosa saya dok.
D : uhm.. baik pak.. saya mengerti apa yang bapak rasakan saat ini. Bapak pasti merasa
tidak nyaman dengan kondisi yang sedang bapak alami. Apakah anak dan mantan istri
bapak tau tentang penyakit bapak ini?
P : mereka tau dok, waktu itu dokter pernah memanggil mantan istri saya dok. Ini salah
saya dok, salah saya…
D : apakah ada yang ingin bapak ceritakan kepada saya bagaiman awal bapak menerita
penyakit ini?
( Suasana tiba-tiba hening beberapa detik)
D : Jika bapak belum siap cerita, jangan dipaksa ya pak.
P : tidak dok, saya akan ceritakan hal ini, karena ini penting saya rasa terkait dengan
proses perbaikan keluhan saya ini dok.
Setelah setahun menikah, saya sudah mengenal seks bebas dok. Awalnya saya hanya
iseng. Mengenal banyak wanita melalui medsos. Ada juga yang dikenalkan oleh teman.
Saya sering mabuk dan membawa mereka ke club malam. Disana kami melakukan
hubungan seksual tanpa pengaman. Saya melakukan hal itu bertahun-tahun dok. Hingga
akirnya ketahuan oleh istri saya, akhirnya kami bercerai di 7 tahun pernikahan dok.
Mungkin ini yang terbaik buat kami, walaupun waktu itu anak-anak saya masih kecil.
Mereka ikut ibunya smpai sekarang. Itu semua salah saya dok. Kalau dulu saya tidak
begitu, pasti semuanya masih baik-baik saja. Anak-anak saya harus berpisah dari saya
ketika mereka masih kecil.
D : saya yakin bapak sekarang sudah menyesali perbuatan tersebut. Yang terpenting,
bapak harus tetap semangat ya dalam menjalani hari-hari bapak kedepan.
P : iye dok, saya sudah menyesali perbuatan saya dok. Terima kasih dok atas perhatian
dokter.
D : Iya, pak. Sebaiknya bapak melanjutkan istirahatnya ya pak. Karena sudah hampir
adzan maghrib, saya izin pamit ya pak.
P : Iye dokter. Terima kasih dok

Page | 32
10 April 2022 Pukul 14.00 WITA, di IC RSWS

D : Dokter , P : Pasien
D : Assalamu’alaikum, selamat siang pak, bagaimana kabarnya hari ini pak?
P : Wa’alaikumsalam, selamat siang dok. Alhamdulillah badan saya sudah agak enakan
dok.
D : Alhamdulillah, bagaimana dengan tidurnya tadi malam pak?
P : nyenyakmi dok. Cepat sekali tertidur, bangun-bangun sudah adzan subuh.
D : Kalau makannya bagaimana pak?
P : Kalau nafsu makan masih kurang dok. Ini saja minum susu rasanya mual, ingin
muntah.
D : Bagaimana perasaan bapak selama meminum obat yang kami berikan?
P : tidak ada keluhan apa-apa dok. Malah tidur saya mulai membaik sepertinya.
D : Sudah ada perubahan yang bapak rasakan yaa
P : Iye dok. Ini dokter bisa lihat. Sekarang saya sudah bisa duduk. Kalau kemarin,
inginnya baring terus dok. Lemah rasanya.
D : Alhamdulillah. Kalau perasaan sedihnya masih ada pak?
P : Kalau sedih sih masih ada dok tapi sudah agak berkurang, saya sudah bisa tersenyum
jika anak saya mengajak bercanda, dok.
D : Baik, sudah bagus ya yang bapak rasakan sekarang.
P : Iye dok
D : Tabe pak, jika bapak tidak keberatan, apakah bisa mengisi lembaran ini sebelum
pulang kerumah pak?
P : Apa itu dok?
D : ini ada beberapa pertanyaan yang harus diisi ya pak, penting untuk dilakukan terkait
penilaian progres dari penyakit bapak.
P: iye, boleh dok.
D : Ini Sudah siap-siap untuk pulang kerumah ya pak?
P : Iye dok. Sebenarnya saya masih ingin disini dok
D : Memangnya ada apa pak? Bukankah istirahat dirumah akan jauh lebih nyaman, pak?
P : Tidak juga dok. Kalau dirumah, tidak ada yang bisa urus saya dok. Saya tinggal sendiri
dok. Saya takut kalau saya kenapa-kenapa, tidak ada yang tau dok.

Page | 33
D : Apakah ada saudara bapak yang tinggal didekat rumah bapak?
P : Ada dok. Kakak saya juga tinggal di makassar, tapi tidak serumah. Dan saya takut
menjadikan beban untuk keluarga saya.
D : Bapak tidak sendirian. Masih ada anak-anak bapak yang selalu menyayangi bapak.
Selama disini, mereka selalu bergantian menjaga bapak. Jadi apa rencana bapak
selanjutnya setelah pulang nanti?
P : belum ada dokter. fisik saya masih lemah, dok. Kalau dulu, saya hobiku bersepeda
dok.
D : bapak biasanya bersepeda sendiri saja atau ada teman-teman yang lain yang ikut pak?
P : saya ada perkumpulan dengan teman-teman saya dok. Kadang kami bersepeda ke arah
malino, dokter.
D: Wah, jauh juga ya pak.
P : Iye dok, tapi saya suka dok. Karena semenjak tidak bekerja, saya tidak terlalu merasa
kesepian karena sering bersepeda dengan teman-teman.
D : O begitu ya. Apaa bapak ada keinginan untuk bekerja lagi pak?
P : Iye dok. Saya ingin sekali bekerja lagi dok. Dulu saya punya usaha bersama dengan
mantan istri saya, buka warung makanan.Tapi semenjak pandemi, sudah tutup dok. Dan
kondisi saya makin ngedrop. Jadi sampai sekarang saya dirumah saja, dok
D : Wah, bapak seorang pebisnis ya ternyata.
P : Ah tidakji dok, hanya usaha kecil-kecilan. Kami buka warung makan di sekolah tempat
istri mengajar.
D : Semoga pandemi ini cepat berakhir ya pak. Supaya bapak bisa bekerja lagi, bapak
harus semangat ya. Saya mengerti dengan apa yang bapak rasakan. Rasa sedih, sakit, dan
harus minum obat pasti sangat tidak nyaman dan mengganggu. Saya sudah memberikan
obat untuk membantu memperbaiki keluhan yang bapak rasakan. Hal-hal ini dapat
dilakukan apabila bapak memahami kondisinya dan mau berusaha untuk sembuh dan
untuk saat ini yang mampu mendukung hal tersebut adalah dukungan dari anak-anak
bapak. Selama disini dan sesudah pulang nanti, bapak harus tetap mengikuti anjuran dari
kami dan dokter penyakit dalam serta rutin kontrol untuk mengendalikan penyakit bapak
ya. Saya yakin dengan pengobatan yang diberikan disini dan upaya bapak serta dukungan
dari keluarga, kondisi bapak akan bisa lebih baik lagi.
P : Iye dokter, terima kasih banyak dok

Page | 34
D : Kalau begitu saya pamit ya pak. Assalamu’alaikum
P : Iye dok, Wa’alaikumsalam

Page | 35

Anda mungkin juga menyukai