DISUSUN OLEH:
Sucitra
C111 14 007
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Ekachaeryanti Zain
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Kristian Liaury, Sp.KJ, PhD
Nama : Sucitra
NIM : C111 14 007
Judul Referat : Gangguan Kepribadian (F60)
Judul Laporan Kasus : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
adalah benar telah menyelesaikan referat dan laporan kasus yang berjudul
“Gangguan Kepribadian (F60) dan Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)” dan
telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam
rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
Mengetahui,
ii
iii
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 47 tahun (13/10/1970)
No. RM : 094814
Agama : Kristen Protestan
Suku : Toraja
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat :
LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh dari catatan medis dan autoanamnesis dari pasien itu sendiri:
I. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Sesak napas, berdebar-debar dan loyo hampir sepanjang hari
2. Riwayat Gangguan Sekarang
a) Keluhan dan Gejala
Seorang perempuan usia 47 tahun datang ke poli jiwa RSKD diantar oleh
menantunya untuk pertama kalinya dengan keluhan cemas. Cemas dialami
pasien sejak + 6 bulan lalu dan memberat sekitar 1 bulan terakhir sebelum
datang ke poli jiwa RSKD. Saat cemas, pasien merasa jantungnya berdebar-
debar, keringat dingin, sakit perut, pusing dan sulit tidur. Keluhan dialami
pasien secara tiba-tiba tanpa sebab dan dirasakan setiap hari. Sebelumnya,
pasien hanya merasakan keluhan ini pada waktu menjelang sore hari, tetapi
akhir-akhir ini keluhannya dapat muncul kapan saja. Saat cemas, pasien tidak
dapat melakukan aktivitas karena merasa sangat lelah dan sulit berkonsentrasi.
Sebelum berobat ke RSKD pasien sering berobat ketempat lain. Pasien pernah
berobat ke medical center sekitar 6 bulan yang lalu tetapi dokter tidak menemui
kelainan fisik. Keluarga kemudian menyarankan untuk berobat ke RS pelamonia
dengan keluhan cemas dan jantung berdebar-debar tetapi keluhan tidak sembuh
dan tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan EKG, setelah itu pasien
30
berobat ke tempat praktek dokter tetapi keluhannya tidak sembuh juga. Pasien
kemudian berobat ke orang pintar/dukun sekitar 3 bulan yang lalu tetapi
keluhannya tidak juga sembuh. Pasien kemudian berobat ke poli RSKD pada
tanggal 29 januari 2018.
Awal perubahan keluhan muncul sejak tahun 1981 setelah pasien
dinikahkan dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Namun, keluhan cemasnya
tidak begitu menonjol. Tahun 2010 keluhan mulai muncul karena kelakuan anak
keduanya yang selalu memaksa pasien apabila ada yang ia inginkan. Kemudian
pada tahun 2017 pasien kembali merasakan keluhan cemas yang sama ketika
anak ketiganya yang sekolah di pelayaran tiba-tiba berhenti karena ingin
menikah dengan pacarnya padahal sudah banyak biaya yang sudah dikeluarkan
oleh pasien untuk menyekolahkan anaknya. Pasien kemudian menyarankan
anak ketiganya untuk menjadi polisi di timika karena kebetulan ada keluarga
disana yang dapat mengurusnya untuk menjadi polisi tetapi anaknya menolak
dan memilih menikah dengan pacarnya.
b) Hendaya/disfungsi
Hendaya dalam bidang sosial : tidak ada gangguan dalam berinteraksi dengan
orang lain
Hendaya dalam pekerjaan : (+) karena keluhan yang dirasakan pasien tidak
mampu melakukan pekerjaan rumah seperti biasanya.
Hendaya dalam waktu senggang : tidak ada
c) Faktor Stressor Psikososial
Sampai saat ini belum diketahui. Namun dicurigai stressornya adalah
kekhawatiran pasien terkena suatu penyakit karena keluhannya tersebut.
d) Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya
31
Alkohol (-)
NAPZA (-)
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
32
keduanya. Hubungan dengan keluargan pasien baik. Pasien sering mengunjungi atau
pun menelpon keluarga pasien.
Keterangan:
Laki – laki
Perempuan
Pasien
meninggal
33
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum:
1) Penampilan :
Pasien memiliki kulit sawo matang. Pasien memakai jilbab berwarna abu-abu,
baju abu-abu, celana kain panjang berwarna hitam. Wajah sesuai umur.
Perawatan diri baik.
2) Kesadaran :
Baik
3) Perilaku dan aktivitas psikomotor :
Pasien tampak tenang saat wawancara.
4) Pembicaraan :
Spontan, lancar, intonasi biasa, pengucapan kata jelas dan pembicaraan dapat
dimengerti.
5) Sikap terhadap pemeriksa : Pasien kooperatif terhadap pemeriksa
B. Keadaan Afektif:
1) Mood : Disforik
2) Afek : Cemas
3) Keserasian : serasi
4) Empati : Dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual :
1) Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan:
Sesuai tingkat pendidikan
2) Orientasi:
a) Waktu : baik
b) Tempat : baik
c) Orang : baik
3) Daya Ingat:
a) Jangka panjang : baik
b) Jangka sedang : baik
c) Jangka segera : baik
4) Konsentrasi dan perhatian : baik
34
5) Pikiran Abstrak : baik
6) Bakat Kreatif : tidak ada
7) Kemampuan menolong diri sendiri : baik
D. Gangguan Persepsi
1) Halusinasi : tidak ada
2) Ilusi : tidak ada
3) Depersonalisasi : tidak ada
4) Derealisasi : tidak ada
E. Pikiran :
1) Arus pikiran : relevan dan koheren
2) Isi pikir :
Preokupasi : Masalah pendidikan anak ketiganya
Gangguan isi pikir : tidak ada
3) Hendaya berbahasa : Tidak ada
4) Pengendalian Impuls :Tidak terganggu
F. Daya Nilai dan Tilikan :
1) Norma sosial : baik
2) Uji daya nilai realitas : baik
3) Penilaian realitas : baik
G. Tilikan (insight) : Derajat 5 (menerima bahwa pasien sakit dan bahwa
gejala atau kegagalan dalam penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan
irasional atau gangguan tertentu dalam diri pasien sendiri tanpa menerapkan
pengetahuan tersebut untuk pengalaman di masa depan)
H. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya
35
cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal,
tidak ditemukan refleks patologis.
36
Keadaan mood pasien distorik afek kesan cemas tampak serasi dan dapat
dirabarasakan. Fungsi intelektual baik sesuai dengan tingkat pendidikannya. Orientasi
waktu, tempat dan orang tidak terganggu. Daya ingat, konsentrasi dan perhatian,
pikiran abstrak, serta kemampuan menolong diri sendiri baik.
Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi dan pikiran, pengendalian impuls
pasien baik. Norma sosial, uji daya nilai, dan penilaian realitas pasien juga baik. Tilikan
derajat 6 (Pasien tahu dirinya sakit dan menyadari butuh pengobatan).
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
A. Aksis I :
Berdasarkan autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan status mental,
ditemukan adanya gejala klinis yang bermakna berupa rasa cemas. Keadaan ini
menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga serta terdapat hendaya
(dissability) pada fungsi pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan jiwa. Karena tidak didapatkan
hendaya berat dalam menilai realita, sehingga pasien digolongkan dengan Gangguan
Jiwa Non Psikotik. Berdasarkan hasil pemeriksaan status internus dan pemeriksaan
neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis
umum yang dapat menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab organik dapat
disingkirkan sehingga dapat dikategorikan Gangguan Jiwa Non Psikotik Non
Organik.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis didapatkan, pasien merasa cemas
kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu dan memberat 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh
sering merasa cemas tanpa sebab dirasakan hampir tiap hari, tidak terbatas dan
menonjol pada situasi khusus tertentu saja (Free Floating). Selain itu ditemukan
adanya ketegangan motorik yang dirasakan pasien berupa sakit kepala, gemetaran,
tegang serta tidak dapat santai dan adanya overaktivitas otonomik yaitu jantung
berdebar-debar, nyeri lambung, keringat dingin maka berdasarkan PPGDJ III
diagnosis Ganguan Cemas Menyeluruh (F41.1).
B. Aksis II
Ciri kepribadian pasien tidak tergolong kepribadian yang khas pada PPDGJ III
C. Aksis III
Tidak ada diagnosis
37
D. Aksis IV
Masalah menngenai pendidikan anaknya yang tiba-tiba berhenti sekolah dan
E. Aksis V
GAF scale Score 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang)
A. Organobiologik :
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter, maka dari itu pasien memerlukan
farmakoterapi.
B. Psikologik :
Ditemukan adanya perasaan cemas, sehingga pasien membutuhkan psikoterapi.
C. Sosiologik :
Ditemukan adanya hendaya dalam pekerjaan, penggunaan waktu senggang, dan
sosial, maka membutuhkan sosioterapi.
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Senationam : Dubia ad bonam
A. Faktor pendukung :
1. Pasien datang sendiri untuk berobat dan ingin sembuh.
2. Keluarga pasien selalu memberikan dukungan kepada dirinya
3. Pasien merasa butuh pertolongan dan ingin sembuh
4. Tidak terdapat kelainan organik.
5. Stressor jelas.
6. Tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya
B. Faktor penghambat :
1. Stressor masih berlangsung dimana pasien masih sering memikirkan anaknya
yang tiba-tiba berhenti sekolah
38
2. Faktor ekonomi yang rendah dimana saat ini pasien hanya tinggal dengan anak
keduanya
VIII. PEMBAHASAN:
Cemas merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan
gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf
autonomik (SSA). Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang
sering merupakan satu fungsi empati pasien.1
Berdasarkan PPDGJ III, untuk diagnosis pasti Gangguan Cemas Menyeluruh
[F41.1] harus memenuhi :2
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free
floating” atau “mengambang”)
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi, dsb.);
b) ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);
dan
c) overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb.).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
Ada gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh,
selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-),
gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-
kompulsif (F42.-).
Berdasarkan DSM-V sebagai berikut:2
1. Kecemasan dan kegelisahan yang meningkat dialami selama tidak lebih dari
6 bulan
2. Individu didapatkkan sulit untuk mengontrol kecemasan dan kegelisahannya.
39
3. Kecemasan dan kegelisahan diasosiakan denga 6 gejala atau lebih yang tidak
melebihi jangka waktu 6 bulan.
4. Kecemasan, kegelisahan, atau gejala fisik disebabkan oleh penderitaan atau
ketidaksesuaian dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional lainnya.
5. Tidak diikuti oleh efek psikologik (misalnya penyalahgunaan obat-obatan),
atau kondisi medis lainnya.
6. Tidak dapat dijelaskan atau didiagnosis dengan gangguan mental lainnya
(misalnya gangguan panik, dll).
Pada gangguan cemas menyeluruh psikofarmakoterapi yang diberikan adalah
obat anti anxietas. Obat anti anxietas terbagi menjadi dua golongan yakni
benzodiazepine dan non-benzodiazepin. Golongan benzodiazepine mempunyai
rasio terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi dengan
toksistas yang rendah. Spektrum klinis benzodiazepine meliputi efek anti
anxietas, antikonvulsan, anti insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.
Pengaturan dosis golongan benzodiazepine memiliki steady state dicapai
setelah 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali sehari dan lama pemberian obat tidak lebih
dari 1-3 bulan. Pemberian sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom
anxietas muncul kembali. Penghentian obat selalu secara bertahap.
Mekanisme sindrom anxietas disebabkan oleh hiperaktivitas dari sistem
limbik pada sistem saraf pusat yang terdiri dari neuron dopaminergik,
noradrenergik, dan serotoninergik yang tidak dapat dikendalikan oleh neuron
GABA-nergik sebagai neurotransmitter penghambat. Neuron GABA-nergik tidak
dapat mengendalikan aktivitas neurotransmitter tersebut karena hilangnya neuron
GABA-nergik. Obat anti anxietas seperti benzodiazepine beraksi dengan
reseptornya dan akan menguatkan aksi neuron GABA-nergik sebagai
neurotransmitter penghambat sehingga hiperaktivitas sistem neuron
dopaminergik, noradrenergik, dan serotoninergik akan mereda.4
40
- Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
- Konseling : Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan memahami cara
menghadapinya, serta memotivasi pasien agar tetap minum obat secara
teratur.
C. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang terdekat pasien
tentang keadaan pasien agar tercipta dukungan sosial sehingga membantu proses
penyembuhan pasien sendiri.
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya, tanda- tanda vital
pasien dan efektifitas terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang
diberikan.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, Sylvia D., dkk. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
2. Maslim R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta: PT. Nuh Raya.
3. Maslim R. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: PT. Nuh
Raya.
4. Kaplan, Harold I, Benjamin J, Shadock dan Jack A. Grebb. 2014. Gangguan Cemas
Menyeluruh dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
42