Anda di halaman 1dari 23

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN JIWA KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

GANGGUAN KECEMASAN MENYELURUH (F41.1)

Oleh :
Nurvita Rosidi, S.Ked
K1B1 20 006

Pembimbing:
dr. Nur Eddy. M.Kes, Sp.KJ.

LABORATORIUM KEPANITRAAN KLINIK


ILMU KEDOKTERAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN JIWA Khusus Kepanitraan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

STATUS PASIEN

No. Status/Reg : 07 52 13
NAMA DOKTER MUDA : Nurvita Rosidi, S. Ked
NAMA PASIEN : Ny. SR
NAMA AYAH : Tn. R
NAMA IBU : Ny. J

1
No. Status / No. registrasi : 07 52 13
Masuk RS : Jumat,11 Maret 2022

Nama : Ny. SR
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Talia, 07 Juli 1991
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Bugis
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kendari

Pasien datang diantar oleh suaminya ke Poli Jiwa RS Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk pertama kalinya pada tanggal 11 Maret 2022 pukul 09:30 WITA

2
LAPORAN PSIKIATRIK :
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama:
Cemas
B. Riwayat Gangguan Sekarang:
1. Keluhan Dan Gejala
Pasien datang ke Poli RS Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara untuk
pertama kalinya pada tanggal 11 Maret 2022, pukul 09:30 WITA diantar
oleh suaminya. Pasien datang dengan keluhan cemas yang dirasakan sejak ±
1 tahun yang lalu. Pasien mengeluh cemas dan takut sering muncul tiba-tiba
dan tanpa sebab yang jelas seperti ketika berada di keramaian atau sendirian
di rumah tanpa suami pasien sering merasa akan ada orang yang datang
untuk membunuhnya. Pasien juga mengeluh sering takut akan meninggal
ketika mendengar bunyi ambulance. Selain itu, ketika cemas pasien
mengeluh gemetaran, jantung berdebar, berkeringat, buang air besar lebih
sering, nyeri ulu hati dan pusing seperti akan jatuh. Gejala ini dirasakan
hampir setiap hari. Pasien pernah berobat ke dokter penyakit dalam terkait
gejala nyeri ulu hati dan jantung berdebar namun setelah dilakukan
pemeriksaan hasilnya dalam batas normal.
Keluhan ini mulai dirasakan pasien setelah melahirkan anak keduanya
pada April 2021 dimana anaknya didiagnosis mengalami infeksi usus.
Ditambah dengan pekerjaan suami pasien yang tidak tetap, membuat pasien
sering memikirkan masa depan anak dan kebutuhan ekonomi keluarganya.
Sehingga pasien sering merasa cemas, takut, sulit tidur, dan menangis tiba-
tiba.
Sebelum sakit, pasien menjalankan aktivitas seperti biasa di rumah
dan mengurus anak. Pasien juga dikenal sebagai orang yang sering
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Setelah sakit, pasien jarang
bersosialisasi dengan tetangga sekitar.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat penyakit fisik: Tidak ada
2. Riwayat penggunaan NAPZA: Tidak ada

3
3. Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya: Tidak ada

D. Riwayat Kehidupan Keluarga :


Pasien merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara. Hubungan pasien dengan
anggota keluarga baik. Penghasilan utama keluarga pasien hanya berasal dari
ayahnya yang bekerja sebegai nelayan namun penghasilan dari nelayan tidak
dapay mencukupi kebutuhan sehari-hari pasien sehingga perekonomian keluarga
pasien dalam keadaan sulit. Salah satu keluarga pasien yaitu ibunya juga
mengalami keluhan yang sama.

: laki – laki
: perempuan
: pasien

E. Riwayat Kehidupan Pribadi :


1. Riwayat Pranatal dan Perinatal:
Pasien lahir di Kendari 07 Juli 1991. Pasien merupakan anak dengan
kehamilan yang diharapkan oleh kedua orang tuanya. Pasien lahir normal,
cukup bulan dan ditolong petugas kesehatan. Saat kelahiran tidak ada
penyulit serta cacat bawaan.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (usia 1-3 tahun):
Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak pada umumnya, pasien tidak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

4
Perkembangan pada usia 1-3 tahun dimulai dari tengkurap, balik badan,
berjalan hingga berbicara dalam batas normal. Tidak terdapat riwayat kejang
demam dan trauma.Pasien diasuh oleh kedua orang tua kandung.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (usia 4-11 tahun):
Pada periode ini pasien tinggal bersama kedua orang tua kandungnya dan 4
saudaranya serta pasien telah mulai bersekolah sesuai usianya. Sewaktu
sekolah pasien selalu naik kelas dan prestasi di sekolah biasa-biasa saja.
Tidak ada kejadian traumatik pada masa ini.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir Remaja (usia 12-18 tahun):
Pada masa ini, pasien melanjutkan pendidikannya yaitu masuk SMP, tetapi
ia tidak melanjutkan sekolahnya sampai ke jenjang SMA. Pasien putus
sekolah dikarenakan faktor ekonomi keluarga.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan:
Pendidikan terakhir pasien adalah SMP
b. Riwayat Pekerjaan:
Pasien tidak bekerja.
c. Riwayat Pernikahan:
Pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Anak pertamanya
perempuan berusia 8 tahun dan anak keduanya laki-laki berusia 1 tahun
d. Riwayat Kehidupan Spiritual:
Pasien memeluk ajaran agama islam dan menjalankan kewajiban
agamanya.
e. Riwayat hukum:
Pasien tidak pernah terlibat dengan masalah hukum atau tindak
kriminal lain.
6. Riwayat Kehidupan Sekarang:
Saat ini pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya. Pasien
mengatakan bahwa hubungannya dengan anak dan keluarganya terjalin
dengan baik.
7. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya:

5
Pasien menyadari dirinya sedang sakit dan membutuhkan pengobatan untuk
sembuh.
II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum :
1. Penampilan umum:
Seorang perempuan berusia 30 tahun, wajah terlihat sesuai dengan usianya.
Perawakan tubuh sedang dan kulit sawo matang. Ia menggunakan baju
berwarna kuning dan mengenakan celana jeans panjang serta sandal.
Perawatan diri nampak baik.
2. Kesadaran: baik
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor :
Pasien duduk dihadapan pemeriksan dan terlihat tenang selama
wawancara berlangsung.
4. Pembicaraan:
Pasien menjawab dengan spontan, intonasi biasa, lancar, dan menjawab
sesuai pertanyaan.
5. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif
B. Keadaan Afektif (mood), Perasaan, dan Empati :
1. Mood : Cemas
2. Ekspresi afektif : Cemas
3. Keserasian : Serasi
4. Empati : Dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual :
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan: Sesuai taraf
pendidikan
2. Orientasi (waktu, tempat, dan orang) :
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
3. Daya ingat :
a. Panjang : Baik
b. Sedang : Baik

6
c. Pendek : Baik
4. Daya konsentrasi dan perhatian: Baik
5. Pikiran abstrak: baik
6. Bakat kreatif: Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik
D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi : Tidak ada.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berfikir :
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Cukup
b. Kontinuitas : relevan, koheren
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian Impuls : Baik
G. Daya Nilai dan Tilikan :
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Baik
4. Tilikan : Derajat 4, menyadari dirinya sakit dan butuh
bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya
H. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS


A. Status Internus :
Antropometri
TB : 150 cm

7
BB : 45 kg
IMT : 20 kg/m2(Normal)
Pernapasan : 20 x/menit
Nadi : 80x/menit
TD : 130/80 mmHg
B. Status Neurologis :
GCS : E4M6V5
Seluruh anggota gerak aktif. Pemeriksaan neurologis lain tidak
dapat dilakukan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Fisik-biologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Psikometri : Tidak dilakukan pemeriksaan

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :


Ny. SR usia 30 tahun datang ke Poli RS Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara keluhan
cemas yang dirasakan sejak ± 1 tahun. Pasien mengeluh cemas dan takut sering
muncul tiba-tiba dan tanpa sebab yang jelas seperti ketika berada di keramaian atau
sendirian di rumah tanpa suami pasien sering merasa akan ada orang yang datang
untuk membunuhnya. Pasien juga mengeluh sering takut akan meninggal ketika
mendengar bunyi ambulance. Keluhan lain berupa jantung berdebar, berkeringat,
buang air besar lebih sering, nyeri ulu hati dan pusing seperti akan jatuh. Gejala ini
dirasakan hampir setiap hari. Tidak ada riwayat berobat ke ahli jiwa sebelumnya.
Pasien pernah berobat ke dokter penyakit dalam terkait gejala nyeri ulu hati dan
jantung berdebar namun setelah dilakukan pemeriksaan hasilnya dalam batas
normal.
FORMULASI DIAGNOSISMULTIAKSIAL
o Aksis I :
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental ditemukan tanda dan
gejala klinik bermakna yang menyebabkan timbulnya distress (penderitaan)
berupa gejala kecemasan dan hendaya (disability) berupa tidak nyaman

8
secara fisik maupun perasaan secara bermakna sehingga pasien dapat
digolongkan mengalami Gangguan Jiwa.
2. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental tidak ditemukan
adanya hendaya berat menilai realitas sehingga dapat digolongkan ke dalam
Gangguan Jiwa non Psikotik.
3. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya riwayat
penyakit fisik maupun penyakit sistemik yang bermakna sebelumnya serta
tidak didapatkan riwayat penggunaan NAPZA sehingga kemungkinan
gangguan akibat Penyakit Sistemik dan Penyalahgunaan NAPZA dapat
disingkirkan.
4. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan status mental ditemukan adanya
gejala klinis berupa cemas dan takut tanpa sebab yang jelas disertai gejala
ketegangan motorik berupa gemetaran dan gejala overaktivitas otonom
seperti jantung berdebar, berkeringat, buang air besar lebih sering, nyeri ulu
hati dan pusing yang telah berlangsung selama 1 tahun dan dirasakan
hampir setiap hari. Berdasarkan PPDGJ III gejala yang dialami pasien telah
memenuhi kriteria untuk didiagnosis sebagai Gangguan Cemas
Menyeluruh (F41.1).
o Aksis II :
Tidak ada ciri kepribadian yang khas
o Aksis III :
Tidak ada diagnosis Aksis III
o Aksis IV :
Stressor psikososial: Semenjak anak di diagnosis terkena infeksi usus
o Aksis V :
GAF Scale 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.
VI. DAFTAR PROBLEM :
 Organobiologik: Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna. Namun
diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga membutuhkan
psikofarmaka.

9
 Psikologik: Ditemukan adanya gangguan psikologi sehinggga membutuhkan
psikoterapi untuk memperbaiki daya tahan mental dan kemampuan
beradaptasi.
 Sosiologik: Terdapat hendaya sosial, pekerjaan sehingga membutuhkan
sosioterapi.

VII. PROGNOSIS
Faktor pendukung :
- Adanya keinginan pasien untuk sembuh dan berobat
- Keluaga mendukung pengobatan dan kesembuhan pasien
- Tidak ada kelainan organobiologik
- Ada asuransi/ pembiayaan kesehatan
- Akses layanan kesehatan mudah di jangkau
Faktor penghambat :
- Stressor: anak dengan penyakit infeksi usus
- Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga
Prognosis :
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

VIII. RENCANA TERAPI


A. Psikofarmaka
Adapun terapi diberikan pada pasien berupa :
 Fluoxetine 10 mg : 1 – 0 – 0
 Clobazam 10 mg: ½ - ½ - ½
B. Psikoterapi
 Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa legah.
 Konseling: Membantu pasien untuk memahami penyakitnya dan
memberikan penjelasan mengenai manfaat pengobatan, efek samping

10
yang mungkin timbul selama pengobatan.Meminta pasien untuk
meminum obat secara teratur.
C. Sosioterapi
 Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang sekitar untuk
memberikan dukungan sosial pada pasien atau jika didapatkan adanya
situasi eksternal yang menimbulkan ansietas pasien, maka diperlukan
untuk mengubah lingkungan tersebut sehingga mengurangi tekanan yang
dapat menimbulkan stres dan agar pasien dapat menjalani pengobatan
dengan baik.

IX. DISKUSI/PEMBAHASAN
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
A. Definsi
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR)
mendefinisikan gangguan cemas menyeluruh sebagai ansietas dan kekhawatiran
yang berlebihan mengenai beberapa peristiwa atau aktivitas hampir sepanjang
hari selama sedikitnya 6 bulan. Kekhawatiran ini sulit dikendalikan dan
berkaitan dengan gejala somatik seperti tegang otot, iritabilitas, sulit tidur dan
gelisah. Ansietas tidak berfokus pada gangguan aksis I lain, tidak disebabkan
penggunaan zat atau keadaan medis umum, serta tidak hanya terjadi pada
gangguan mood atau psikiatri. Ansietas ini sulit dikendalikan, secara subjektif
menimbulkan penderitaan dan mengakibatkan hendaya pada area penting
kehidupan seseorang.
B. Epidemiologi
Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8%, dengan
prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%.Rasio antara perempuan dan laki-
laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga
dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun.
C. Etiologi
Penyebab gangguan cemas menyeluruh belum diketahui. Namun, ada
beberapa faktor yang diduga menyebabkan gangguan cemas menyeluruh
diantaranya:

11
1. Faktor Biologis
Efektivitas terapeutik benzodiazepine dan azaspiron telah memfokuskan
upaya riset biologis pada asam γ-aminobutirat dan sistem neurotransmitter
serotonin. Benzodiazepine (yang merupakan agonis reseptor
benzodiazepine) diketahui mengurangi ansietas sedangkan flumazenil
(antagonis reseptor benzodiazepine) diketahui mencetuskan ansietas.
Walaupun tidak ada data yang meyakinkan yang menunjukkan bahwa
reseptor benzodiazepin abnormal pada pasien dengan gangguan cemas
menyeluruh,beberapa peneliti telah terfokus pada lobus oksipitalis yang
memiliki konsentrasi reseptor benzodiazepin paling banyak di otak. Area
otak lain yang diduga terlibat dengan gangguan cemas menyeluruh adalah
ganglia basalis, sistem limbik, dan korteks frontalis. Karena buspirone
adalah agonis reseptor 5-HT1A, terdapat hipotesis bahwa terjadi abnormalitas
pengaturan sistem serotonergik pada gangguan cemas menyeluruh. Sistem
neurotransmitter lain yang menjadi subjek penelitian gangguan cemas
menyeluruh mencakup sistem neurotransmitter norepinefrin, glutamat, dan
kolesistokinin. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan
cemas menyeluruh mungkin memiliki sensitifitas reseptor α2-adrenergik
seperti yang ditunjukkan dengan pelepasan hormon pertumbuhan yang
tumpul setelah infus klonidin.
Studi pencitraan otak dalam jumlah terbatas telah dilakukan pada pasien
dengan gangguan cemas menyeluruh. satu studi melaporkan laju metabolik
di ganglia basalis dan substansia alba pasien dengan gangguan cemas
menyeluruh yang lebih rendah daripada subjek kontrol normal. Sejumlah
kecil studi genetik juga telah dilakukan di lapangan. satu studi menemukan
bahwa hubungan genetik bisa terdapat antara gangguan cemas menyeluruh
dan gangguan depresi berat pada perempuan. Studi lain menunjukkan
komponen genetik yang khas, tetapi sulit diukur pada gangguan cemas
menyeluruh. Sekitar 25% kerabat derajat pertama pasien dengan gangguan
ansietas menyeluruh juga mengalami gangguan yang sama. Kerabat laki-
laki cenderung memiliki gangguan penggunaan alkohol. sejumlah studi

12
kembar melaporkan adanya Angka kejadian bersama 50% pada kembar
monozigot dan 15% pada kembar dizigot.

2. Faktor psikososial
Kelompok pikiran utama mengenai faktor psikososial yang menyebabkan
timbulnya gangguan cemas menyeluruh adalah kelompok perilaku kognitif
dan kelompok psikoanalitik. Menurut kelompok perilaku kognitif, pasien
dengan gangguan cemas menyeluruh memberikan respon pada hal-hal yang
secara tidak benar dan tidak akurat dianggap sebagai bahaya.
Ketidakakuratan ini ditimbulkan melalui perhatian selektif terhadap hal kecil
negatif di lingkungan dengan distorsi pemrosesan informasi dan pandangan
yang sangat negatif terhadap kemampuan beradaptasi diri sendiri.
Kelompok psikoanalitik menduga bahwa cemas adalah gejala konflik yang
tidak disadari dan tidak terselesaikan. Teori psikologis ini pertama kali
disampaikan Sigmund Freud pada tahun 1909 dengan deskripsi mengenai
Little Hans sebelumnya telah melakukan konseptualisasi ansietas yaitu
memiliki dasar fisiologis.
Tingkatan berkaitan dengan berbagai tingkat perkembangan. pada tingkat
yang paling primitif, ansietas dapat berkaitan dengan rasa takut dikalahkan
atau bergabung dengan orang lain. Pada tingkat yang lebih matur, ansietas
dapat berkaitan dengan perpisahan dengan objek yang dicintai. Pada tingkat
yang lebih matur, berhubungan dengan hilangnya cinta dari objek yang
penting. Ansietas kastrasi berkaitan dengan fase di oedipus pada
perkembangan dan dipertimbangkan sebagai salah satu tingkat ansietas yang
paling tinggi. Ansietas superego, rasa takut seseorang untuk mengecewakan
idealisme dan nilai-nilainya (dari orang tua yang diinternalisasikan), adalah
bentuk ansietas yang paling matur.
D. Diagnosis
Adapun pedoman diagnosik berdasarkan PPDGJ III yaitu
 Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa

13
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)
 Gejala – gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk,
sulit konsentrasi dan sebagainya)
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)
dan
c. Overaktivitas otonom (kepala terasa ringan, berkeringatm ajntung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering dan sebagainya)
 Pada anak sering terlihat adanya kebutuhan yang berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang
menonjol
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak ememnuhi kriteria lengkap dari
episode depresif (F32.-), gangguan ansietas fobik (F40.-), gangguan panik
(F41.-) atau gangguan obsesif komfulsif (F42.-).
E. Perjalanan gangguan dan prognosis
Awitan usia sulit dirinci, sebagian besar pasien dengan gangguan ini melaporkan
bahwa mereka telah cemas sepanjang yang mereka ingat. pasien biasanya datang
untuk mendapatkan perhatian klinis pada usia 20an, walaupun kontak pertama
dengan klinisi dapat terjadi pada usia berapapun. Hanya sepertiga pasien yang
memiliki gangguan ansietas menyeluruh mencari terapi psikiatri. Banyak pasien
datang ke dokter umum, spesialis penyakit dalam, spesialis paru, spesialis
jantung, atau spesialis gastroenterologi mencari terapi gangguan somatik yang
mereka alami. Karena tingginya insidens adanya gangguan jiwa komorbid pada
pasien dengan gangguan cemas menyeluruh, perjalanan dan prognosis gangguan
ini sulit diprediksi. Meskipun demikian, sejumlah data menunjukkan bahwa
terdapat peristiwa hidup terkait dengan awitan gangguan ansietas menyeluruh.
Terdapat beberapa peristiwa hidup yang negatif sangat meningkatkan
kemungkinan gangguan tersebut untuk timbul. Dengan definisi, gangguan

14
cemas menyeluruh adalah suatu keadaan kronis yang mungkin akan menetap
seumur hidup.

F. Terapi
Terapi yang paling efektif untuk gangguan cemas menyeluruh mungkin adalah
terapi yang menggabungkan pendekatan psikoterapeutik, farmakoterapeutik dan
suportif. Terapi ini dapat memakan waktu yang cukup lama bagi klinis yang
terlibat, baik klinisi tersebut adalah seorang psikiater, dokter keluarga atau
spesialis lain.
1. Psikoterapi
Pendekatan psikoterapeutik utama gangguan cemas menyeluruh adalah
terapi perilaku kognitif, suportif, dan psikoterapi berorientasi tilikan. Data
masih terbatas mengenai keuntungan relatif pendekatan tersebut, walaupun
studi yang paling canggih telah menguji teknik perilaku kognitif yang
tampaknya memiliki efektivitas jangka pendek maupun jangka panjang.
Pendekatan kognitif secara langsung ditujukan pada distorsi kognitif pasien
yang didalilkan dan pendekatan perilaku ditujukan pada gejala somatik
secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan perilaku
adalah relaksasi dan biofeedback. Sejumlah data awal menunjukkan bahwa
kombinasi pendekatan kognitif dan perilaku lebih efektif daripada salah satu
teknik digunakan secara tersendiri. Terapi suportif menawarkan pasien
keamanan dan kenyamanan walaupun efektivitas jangka panjangnya
diragukan. Psikoterapi berorientasi tilikan berfokus pada membuka konflik
yang tidak disadari dan mengidentifikasi kekuatan ego. Efektivitas
psikoterapi berorientasi tilikan untuk gangguan cemas menyeluruh
dilaporkan pada banyak laporan kasus yang tidak resmi tetapi studi
terkontrol yang besar hanya sedikit.
Sebagian besar pasien mengalami pengurangan cemas secara nyata ketika
diberi kesempatan untuk mendiskusikan kesulitan mereka dengan dokter
yang simpati dan peduli. Jika klinisi menemukan situasi eksternal yang
mencetuskan ansietas mereka mungkin mampu baik sendiri atau dengan
bantuan pasien maupun keluarganya untuk mengubah lingkungan sehingga

15
mengurangi tekanan yang menimbulkan stres. Perbaikan gejala sering
memungkinkan pasien berfungsi efektif di dalam pekerjaannya dan
hubungannya sehari-hari sehingga mendapatkan hadiah dan kepuasan baru
yang juga bersifat terapiutik.
Dalam perspektif psikoanalitik, ansietas kadang-kadang adalah sinyal
kekacauan tidak disadari yang harus diselidiki. Ansietas tersebut dapat
normal, adaptif, maladaptif, terlalu intens, atau terlalu ringan, bergantung
keadaan. Ansietas muncul dalam sejumlah situasi selama perjalanan siklus
hidup, pada banyak kasus perbaikan gejala bukankah perjalanan gangguan
yang paling sesuai.
Untuk pasien yang berorientasi pada psikologis dan memiliki motivasi
untuk mengerti sumber ansietas mereka, psikoterapi dapat menjadi terapi
pilihan. Terapi psikodinamik berlangsung dengan asumsi bahwa ansietas
dapat meningkat dengan terapi yang efektif. Tujuan pendekatan dinamik
adalah meningkatkan toleransi pasien terhadap ansietas bukan untuk
menghilangkan ansietas. Riset empiris menunjukkan bahwa banyak pasien
dengan terapi psikoterapi yang berhasil dapat berlanjut mengalami ansietas
setelah akhir psikoterapi, tetapi penguasaan ego mereka yang meningkat
memungkinkan mereka menggunakan gejala ansietas sebagai sinyal untuk
bercermin terhadap pergulatan internal dan memperluas tilikan serta
pengertian mereka. pendekatan psikodinamik pada pasien dengan gangguan
ansietas menyeluruh meliputi pencarian rasa takut yang mendasari pada
pasien.
2. Farmakoterapi
Karena gangguan bersifat jangka panjang, suatu rencana terapi harus
dilakukan dengan teliti. 3 obat utama yang harus dipertimbangkan untuk
terapi gangguan cemas menyeluruh adalah buspiron, benzodiazepin, dan
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Obat lain yang dapat berguna
adalah obat trisiklik, antihistamin, dan antagonis beta adrenergik.
Walaupun terapi obat untuk gangguan ansietas menyeluruh kadang-kadang
dilihat sebagai terapi 6 hingga 12 bulan, sejumlah bukti menunjukkan bahwa
terapi haruslah jangka panjang, mungkin seumur hidup. Sekitar 25% pasien

16
kambuh di bulan pertama setelah penghentian terapi dan 60% sampai 80%
kambuh pada perjalanan tahun berikutnya. Walaupun beberapa pasien
menjadi bergantung pada benzodiazepin, tidak terjadi toleransi terhadap efek
terapeutik benzodiazepin, buspirone, atau SSRI.
a. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan obat pilihan untuk gangguan cemas
menyeluruh. Obat ini diresepkan bila perlu sehingga pasien
mengkonsumsi benzodiazepin kerja cepat saat mereka merasa cemas.
Pendekatan alternatif adalah meresepkan benzodiazepin untuk suatu
periode waktu yang terbatas, selama pendekatan terapeutik psikososial
diterapkan.
Sejumlah masalah dikaitkan dengan penggunaan benzodiazepin pada
gangguan ansietas menyeluruh. Sekitar 25% Hingga 35% pasien tidak
merespon dan dapat terjadi toleransi serta ketergantungan. Sejumlah
pasien juga mengalami gangguan keterjagaan saat mengkonsumsi obat
sehingga berisiko mengalami kecelakaan mobil dan mesin.
Keputusan untuk memulai terapi dengan benzodiazepin haruslah spesifik
dan dipertimbangkan. Diagnosis pasien, gejala target yang spesifik, serta
durasi terapi harus ditentukan dan informasi harus diberikan kepada
pasien. Terapi untuk sebagian besar keadaan ansietas berlangsung 2
sampai 6 minggu diikuti satu atau dua minggu untuk menurunkan dosis
obat secara bertahap sebelum dihentikan. Kesalahan klinis yang paling
lazim pada terapi dengan benzodiazepin adalah meneruskan terapi untuk
jangka waktu yang tidak terbatas. Cara kerja obat golongan
benzodiazepin adalah bekerja pada reseptor GABA. Asam amino GABA
adalah neurotransmitter inhibisi yang utama di otak. Ikatan antara GABA
dengan reseptornya akan memasukkan ion klorida secara pasif ke dalam
sel sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron. Kondisi hiperpolarisasi ini
akan menyebabkan penghambatan pelepasan transmisi neuronal.
Untuk terapi ansietas, biasa dilakukan pemberian obat yang dimulai
dengan dosis terendah dari kisaran terapeutik dan peningkatan dosis
untuk mendapatkan respon terapeutik. Penggunaan benzodiazepin

17
dengan waktu paruh intermediet 8 hingga 15 jam cenderung menghindari
sejumlah efek Simpang penggunaan benzodiazepin waktu paruh panjang,
serta penggunaan dosis terbagi mencegah timbulnya efek samping akibat
tingginya kadar plasma. perbaikan yang dihasilkan benzodiazepine dapat
melebihi efek ansietas sederhana. Contohnya, obat dapat membuat
pasien memandang berbagai kejadian dengan pandangan positif. obat
obat ini memiliki aksi disinhibisi ringan, serupa dengan aksi yang
diamati setelah mengonsumsi sejumlah kecil akohol.
b. Buspirone
Ada agonis parsial reseptor 5 HT1A dan tampak paling efektif pada 60%
hingga 80% pasien dengan gangguan cemas menyeluruh .Data
menunjukkan bahwa buspirone lebih efektif mengurangi gejala kognitif
pada gangguan ansietas menyeluruh dibandingkan mengurang
mengurangi gejala somatik. Bukti juga menunjukkan bahwa pasien yang
sebelumnya menjalani terapi dengan benzodiazepin cenderung tidak
berespon terhadap terapi dengan buspirone. Kerugian utama buspirone
adalah efeknya memerlukan waktu 2 sampai 3 minggu untuk terlihat
dibandingkan efek ansiolitik benzodiazepin yang hampir segera
didapatkan. 1 pendekatan adalah untuk memulai benzodiazepin dan
buspiron secara bersamaan kemudian menurunkan dosis benzodiazepin
setelah 2 sampai 3 minggu, pada saat ini buspirone Seharusnya sudah
mencapai efek maksimum. sejumlah studi juga melaporkan bahwa terapi
kombinasi jangka panjang benzodiazepin dan buspirone dapat lebih
efektif daripada kedua obat tersebut dikonsumsi secara terpisah.
buspirone bukanlah terapi yang efektif untuk putus benzodiazepin.
c. Venlafaxine
Venlafaxine atau effexor efektif untuk mengobati insomnia, konsentrasi
yang buruk, kegelisahan, iritabilitas dan ketegangan otot yang berlebihan
akibat gangguan cemas menyeluruh.
d. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors.
SSRI dapat efektif terutama pada pasien dengan komorbid depresi.
kerugian SSRI yang menonjol terutama fluoxetin adalah obat ini

18
meningkatkan ansietas secara sementara. Oleh sebab itu, SSRI sertralin
atau paroksetin adalah pilihan yang lebih baik. Sangatlah beralasan untuk
memulai terapi dengan sertraline atau paroksetin ditambah benzodiazepin
kemudian menurunkan dosis benzodiazepin setelah dua hingga tiga
minggu. Studi terkontrol diperlukan untuk menentukan apakah SSRI
sama efektifnya untuk gangguan ansietas menyeluruh karena SSRI
digunakan juga untuk gangguan panik dan gangguan obsesif kompulsif.
e. Obat Lain
Jika terapi konvensional tidak efektif dan tidak seluruhnya efektif,
kemudian diindikasikan pengkajian ulang klinis untuk menyingkirkan
adanya keadaan umur B seperti depresi atau Untuk memahami lebih jauh
stres lingkungan pasien. Obat lain yang telah terbukti berguna untuk
gangguan cemas menyeluruh mencakup obat trisiklik dan tetrasiklin.
Antagonis reseptor beta-adrenergik dapat mengurangi manifestasi
somatik ansietas tetapi tidak keadaan yang mendasari, dan
penggunaannya biasanya terbatas pada ansietas situs situasional Seperti
di atas penampilan. Juga digunakan pada depresi, telah terbukti
mengurangi ansietas untuk mencegah gangguan panik.
XII. DIALOG ANAMNESIS
Keterangan autoanamnesis
DM : Dokter Muda
P : Pasien

DM : Selamat siang bu.


P : Selamat siang dokter
DM : Perkenalkan saya Nur, dokter muda yang bertugas disini. Kalo boleh
tau, ibu namanya siapa?
P : Ny. SR dok
DM : Bu mohon maaf ini sebelumnya saya ingin tanya-tanya tentang keluhan
ta, boleh bu?
P : Iya boleh dok.
DM : Ibu SR umurnya berapa bu?

19
P : 30 tahun
DM : Alamat ta dimana?
P : Di Abeli dokter
DM : Tabe, sudah menikah?
P : Iya sudah dok
DM : berapa anakta?
P : 2 dokter.
DM : Sehari-hari apa kegiatan ta bu?
P : Ibu rumah tangga dok
DM : Bu apa keluhanta yang bisa dibantu?
P : Sa suka cemas dok
DM : Berapa lamami bu kita rasa ini keluhanta?
P : adami 1 tahun dok
DM : Pada saat kapan saja ini kita rasa cemas? Ada pemicunya?
P : Nda tentu dok. Tiba – tiba saja begitu dok sa suka cemas, sa takut
begitu. Kalo dengar suara ambulance sa rasa kayak mau mati begitu
dok.
DM : Selain itu, keluhan apa lagi bu kita rasa?
P : Suka sakit lambungku dok.
DM : Sudah pernah dibawa berobat ke dokter?
P : Sudahmi dok, sampai di USG mi tapi normal-normal dok.
DM : Ada keluhan lain lagi bu kita rasa? Misalnya kalo kita cemas ada
keluhan lain kita rasa?
P : Sa suka keringat dingin dok, langsung kayak bab terus, deg-degan,
pusing kepala kayak mau pingsan. Sama sa nda bisa dok sendiri, saya
rasa kayak ada yang mau datang bunuh saya dok. Baru sa nda bisa jauh
begitu dari suamiku dok. Kalo sa cemasmi sa langsung suruh da pulang.
DM : Ibu, awalnya bagaimana sampai kita bisa kayak begini? Apa
pemicunya?
P : Kan ini dok sa habis melahirkan, anakku da kena infeksi usus dok. Dari
situ sa kepikiran terus dok baru suamiku nda ada pekerjaan tetap. Sa
pikirkan sampe akhirnya sa nda makan. Mulai dari situ sa begini dok.

20
Kadang kalo sa cemasmi sa suka menangis sa langsung telpon suamiku
pulang, harus ada suamiku yang temani. Nda bisa kemana-mana sendiri
karena sa takut begitu kayak mau ada hal buruk begitu yang kena
DM : Sebelumnya kita pernah alami gejala seperti ini?
P : tidak pernah
DM : kalo keluargata?
P : mamaku dok, sama kayak saya. Dia sekarang ke jantungmi dok.
DM : Tabe bu, waktu mamata da hamil kita, tidak adaji masalah selama
hamil?
P : Nda ada
DM : Selama kita kecil sampai besar, nda pernah kita alami keluhan seperti
ini? Atau ada penyakit lain ta?
P : Nda ada dok
DM : Tabe bu, mohon maaf kita merokok atau pakai obat-obatan?
P : Nda dok.
DM : Iye bu, baik bu. Kalo dari kita bu ada yang mau kita tanyakan?
P : Tidak ada dok
DM : Kalo begitu sampai disini dih bu saya tanya-tanya kita. Terima kasih
banyak bu.
P : Iye sama-sama dok.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Dr. dr. Rusdi, Sp. KJ, M. Kes. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan
Jiwa Rujukan Singkat Dari PPDGJ III dan DSM-5. Jakarta: FK Unika
Atmajaya.

2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku ajar psikiatri klinis. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2010: 259-63.

22

Anda mungkin juga menyukai