Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

SOMATIC SYMPTOM DISORDER

Disusun oleh:

Natasyia Milenia 4112022046

Adimas Adienugraha 4112022049

Pembimbing:

dr. Hendriks S. P. Sirait, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

RSUD KABUPATEN BEKASI

PERIODE 5 JUNI - 8 JULI 2023


BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN

▪ Nama : Ny. I

▪ Jenis Kelamin : Perempuan

▪ Tempat Tanggal Lahir : Bekasi, 6 Desember 1963

▪ Usia : 59 Tahun

▪ Agama : Islam

▪ Alamat : Kp. Pilar Barat 001/005 Karang Asih,

Cikarang Utara, Bekasi

▪ Suku Bangsa : Betawi

▪ Pendidikan : SMP

▪ Status Pernikahan : Cerai Mati

▪ Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

▪ Riwayat Perawatan : Perawatan Jiwa

▪ Tanggal Datang Ke Poli : 14 Juni 2023

▪ Tanggal Pemeriksaan : 14 Juni 2023

1
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Anamnesis menggunakan teknik autoanamnesis dan Heteroanamnesis
dengan anak kandung pasien yang dilakukan pada Rabu 14 Juni 2023 di
Poli Psikiatri RSUD Kabupaten Bekasi
A. Keluhan Utama: Pasien mengeluh pusing, meriang, batuk, pilek dan
nyeri tenggorokan.

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien datang ke poli jiwa RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan


merasa pusing, badan meriang, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan sejak 1
bulan SMRS. Awalnya timbul keluhan pusing kemudian bertambah berat
dan timbul gejala-gejala lain seperti badan meriang, batuk, pilek, dan
nyeri tenggorokan. Keluhan juga disertai sulit tidur. Pasien mengalami
kesulitan untuk memulai tidur, biasanya pasien mulai tidur antara pukul
22.00 hingga 01.00 dan sebelum waktu subuh pasien sudah bangun
kembali. Hal ini menyebabkan pasien merasa lemas sehingga pasien
merasa tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari seperti memasak dan
menyapu. Pasien mengaku dirinya seringkali cemas setiap anaknya pergi
meskipun hanya pergi sebentar ke warung. Pasien merasa cemas jika
terjadi suatu hal pada dirinya dan tidak ada anaknya didekatnya. Saat ini
perilaku agresif seperti menendang atau melempar barang disangkal.
Mendengar suara-suara bisikan yang tidak didengar oleh orang lain
maupun melihat bayangan atau makhluk nyata yang tidak dilihat orang
lain disangkal. Keyakinan keliru tentang dirinya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar maupun keyakinan bahwa orang lain membahayakan
dirinya disangkal.

2
Sebelumnya pasien sudah pergi berobat ke praktek dokter umum
pasien lupa nama obatnya, namun setelah meminum obat keluhan pasien
tidak kunjung hilang sehingga pasien membeli obat sendiri ke apotek dan
berobat ke dokter umum setiap minggunya dan selalu berganti-ganti
tempat. Sebelum datang ke poli jiwa RSUD Kabupaten Bekasi, pasien
berobat ke spesialis penyakit dalam di salah satu RS di Cikarang. Selain
diberikan obat, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium jika keluhan tidak mereda. Pasien mengaku belum
melakukan pemeriksaan laboratorium karena ingin kontrol ke poli jiwa
RSUD Kabupaten Bekasi terlebih dahulu.

Pasien rutin kontrol ke Poli Jiwa RSUD Kabupaten Bekasi setiap satu
bulan sekali sejak 2021. Obat yang diberikan dari poli jiwa membantu
tidur pasien, namun sejak 4 hari SMRS pasien mengalami sulit tidur
karena obat pasien sudah habis. Keluhan pertama kali muncul pada tahun
2018 yaitu pasien merasa demam, nyeri kepala, nyeri bagian lambung,
sesak hingga nyeri dada. Menurut anaknya, pasien sering berperilaku
agresif seperti menendang dan melempar barang. Saudara-saudaranya juga
menjadi takut untuk dekat dengan pasien. Keluhan muncul setelah pasien
ditinggal oleh suami pasien yang meninggal karena penyakit hati. Sejak
saat itu pasien merasa selalu khawatir dan selalu merasa sakit. Namun
setelah dibawa ke beberapa rumah sakit dan dokter kondisi pasien tidak
mengalami gangguan. Keluhan kembali muncul pada awal pandemi tahun
2020 berupa pusing, badan meriang, nyeri bagian lambung dan sesak
nafas. Pasien diketahui merasa cemas karena adanya COVID-19. Namun
saat diperiksakan ke dokter tidak ditemukan kelainan. Kemudian pada
2021 pasien dianjurkan oleh dokter untuk berobat ke poli jiwa dan
semenjak saat itu pasien rutin kontrol. Enam bulan terakhir pasien merasa
cemas setiap ditinggal oleh anaknya yang pergi bekerja. Pasien juga

3
mengalami pusing, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan setiap paginya dan
berkurang saat siang dan sore hari.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri

▪ Riwayat merasakan pusing, meriang, batuk, pilek , nyeri lambung

dan nyeri tenggorokan sejak 2018.

▪ Riwayat merasakan pusing, badan meriang, nyeri bagian lambung

dan sesak nafas saat awal pandemi COVID-19 tahun 2020.

2. Riwayat Penyakit Medis Umum

▪ Kelainan Bawaan : Disangkal

▪ Epilepsi/kejang : Disangkal

▪ Infeksi : Infeksi typhoid pada awal tahun 2022

▪ Trauma : Disangkal

▪ Hipertensi : Dirasakan

▪ DM : Disangkal

4
▪ Penyakit lain : Disangkal

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan NAPZA dan tidak


pernah mengkonsumsi alkohol.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien dilahirkan secara normal dibantu oleh paraji setempat di
kampung. Pasien merupakan anak ke 3 dari 8 bersaudara dan
merupakan anak yang dikehendaki.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan
anak seusianya.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)


Pasien merasa baik-baik saja, pasien mengaku lulus SD dengan
nilai yang cukup baik.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)

● Hubungan sosial: Komunikasi pasien dengan keluarga dan

tetangga baik.

● Gangguan emosi dan fisik: Pasien tidak mengalami gangguan

emosi dan gangguan fisik.

● Riwayat pendidikan: Pasien melanjutkan pendidikan hingga

sekolah menengah pertama.

5
● Riwayat psikososial: Pasien tidak pernah mengalami

pelecehan seksual.
5. Riwayat Masa Dewasa

● Riwayat pekerjaan: Pasien belum pernah bekerja

sebelumnya. Saat ini pasien adalah ibu rumah tangga.

● Riwayat pernikahan: Pasien menikah satu kali dan sudah

ditinggal meninggal suami sejak tahun 2018, pasien menjadi


ibu rumah tangga serta mengurus anak-anak dan suaminya
selagi hidup.

● Riwayat keagamaan: Pasien beragama Islam. Pasien rutin

melaksanakan shalat lima waktu. Pasien memakai hijab dan


menutup aurat. Setelah gangguan muncul pasien mengaku
masih melaksanakan shalat lima waktu.

● Riwayat pendidikan: Pasien bersekolah hingga sekolah

menengah pertama.

● Riwayat hukum: Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat

hukum dan tidak pernah terlibat dalam proses peradilan yang


terkait dengan hukum.
6. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke tiga dari delapan bersaudara.
Setelah suami pasien meninggal pada 2018, saat pasien tinggal
bersama dengan anak bungsu pasien.

GENOGRAM KELUARGA

6
: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Tinggal bersama

7. Riwayat Ekonomi
Pasien saat ini tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga
saja. Pasien merasa cukup dengan kebutuhan sehari-hari yang
dipenuhi oleh anak-anaknya.
8. Riwayat Kehidupan Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama anak bungsu pasien setelah
suami pasien meninggal pada 2018. Sehari-hari pasien memasak
dan membersihkan rumah.

7
9. Impian, Fantasi dan Cita-Cita Pasien

Pasien berharap agar keluhan tidak muncul kembali.

III. STATUS MENTAL (14 Juni 2023)


A. Deskripsi Umum
a. Penampilan Umum: Pasien adalah seorang perempuan berusia 59
tahun, dengan kulit kuning langsat dan tinggi kurang lebih 160 cm.
Pasien berpenampilan rapi memakai gamis berwarna kuning dengan
kerudung hitam. Pasien tampak tenang dan ekspresi wajahnya terlihat
normal.
b. Aktivitas dan Perilaku Psikomotor: Selama wawancara, pasien duduk
tenang dan kooperatif. Pasien dapat merespon saat diucapkan salam,
pasien dapat menjawab identitas dirinya, dan juga pertanyaan lain
yang berhubungan dengan pasien. Pasien dapat memberikan jawaban
jelas dan terperinci.
c. Sikap Pasien Terhadap Pemeriksa: Selama wawancara pasien
menunjukkan sikap kooperatif, sopan, dan kontak mata yang baik.
Pasien dapat menceritakan dengan sadar semua kejadian dan jawaban
yang diberikan pewawancara.
B. Keadaan Afektif

▪ Mood : Eutimia

▪ Afek : Luas

▪ Keserasian : Serasi

8
C. Pembicaraan

▪ Volume : Lemah

▪ Irama : Teratur

▪ Kelancaran : Artikulasi jelas

▪ Kecepatan : Sedang

▪ Gangguan berbicara : Tidak terdapat gangguan berbicara

D. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi

▪ Auditorik : Tidak ada

▪ Visual : Tidak ada

▪ Taktil : Tidak ada

▪ Olfaktorik : Tidak ada

▪ Gustatorik : Tidak ada

b. Ilusi : Tidak ada


c. Derealisasi : Tidak ada
d. Depersonalisasi : Tidak ada

E. Gangguan Pikiran
1) Proses Pikir

9
a. Produktivitas : Baik
b. Kontinuitas : Pembicaraan lancar dan nyambung

▪ Blocking : Tidak ada

▪ Asosiasi Longgar : Tidak ada

▪ Inkoherensi : Tidak ada

▪ Flight of Idea : Tidak ada

▪ Neologisme : Tidak ada

▪ Word Salad : Tidak ada

2) Isi Pikir
a. Preokupasi : Tentang perasaan sakit/nyeri dan
cemas akan terjadi sesuatu pada dirinya
b. Gangguan Isi Pikir

▪ Waham Bizzare : Tidak ada

▪ Waham Nihilistik : Tidak ada

▪ Waham Somatik : Tidak ada

▪ Waham Paranoid

- Waham Kejar : Tidak ada


- Waham Kebesaran : Tidak ada
- Waham Rujukan : Tidak ada
- Waham Dikendalikan : Tidak ada

10
▪ Thought echo : Tidak ada

▪ Thought of insertion : Tidak ada

▪ Thought of broadcasting : Tidak ada

▪ Thought of withdrawal : Tidak ada

▪ Thought of control : Tidak ada

▪ Obsesi kompulsif : Tidak ada

▪ Fobia : Tidak ada

▪ Ide bunuh diri : Tidak ada

▪ Miskin ide : Tidak ada

F. Fungsi Kognitif dan Penginderaan


a. Kesadaran : Compos mentis
b. Orientasi

▪ Waktu : Baik, pasien bisa menyebutkan waktu saat

dilakukan anamnesis yaitu pukul 10.30 WIB.

▪ Tempat : Baik, pasien bisa menyebutkan lokasi

pasien di RSUD Kabupaten Bekasi

11
▪ Orang : Baik, pasien dapat mengingat nama pasien,

nama anak kandung pasien yang mengantarnya, serta


mengenali pewawancara sebagai dokter muda.
c. Konsentrasi : Baik
d. Daya ingat

▪ Jangka panjang : Baik, pasien dapat mengingat masa

kecilnya

▪ Jangka pendek : Baik, pasien mengingat kendaraan dan

orang yang mengantar saat kontrol ke RS.

▪ Segera : Baik, pasien dapat mengingat benda

yang baru saja disebutkan.


e. Konsentrasi dan Perhatian

Konsentrasi dan perhatian baik dikarenakan pasien fokus


saat diwawancara.

f. Intelegensi & Pengetahuan Umum


Baik karena pasien mengetahui siapa Presiden Republik
Indonesia saat ini.
g. Kemampuan Visuospatial
Baik karena pasien mampu untuk membayangkan dan
menjelaskan denah dari pintu masuk RSUD Kabupaten Bekasi
hingga ke Poli Jiwa.
h. Pemikiran Abstrak

Baik karena pasien dapat menyebutkan persamaan apel dan


jeruk.

12
G. Daya Nilai
a. Penilaian Sosial : Baik karena tidak memotong pembicaraan
b. Uji Daya Nilai :Baik karena menjawab sesuai dengan
pertanyaan yang diberikan.

H. Reality Test Ability (RTA)


Pasien tidak memiliki gangguan dalam menilai realita.

I. Tilikan

Pasien memiliki tilikan derajat 6 (mengetahui dan menyadari


sepenuhnya bahwa dirinya sakit disertai motivasi dan usaha untuk
mencari pengobatan guna mencapai kesembuhan)

J. Taraf Dapat Dipercaya

Pemeriksa memperoleh kesan bahwa jawaban pasien


seluruhnya dapat dipercaya. Pasien bisa menjawab pertanyaan-
pertanyaan dengan konsisten.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis

▪ Keadaan Umum : Baik

13
▪ Kesadaran : Compos mentis

▪ Berat Badan : 64 kg

▪ Tanda Vital

o Tekanan Darah : 150/90 mmHg


o Nadi : 87x / menit
o Suhu : 36,6 derajat celcius
o Pernapasan : 16x / menit
o Saturasi Oksigen : 99%

▪ Kepala : Normocephal

▪ Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik

(-/-), pupil isokor

▪ Leher : Pembesaran KGB (-)

▪ Sistem Kardiovaskular : S1-S1 regular, murmur (-), gallop (-)

▪ Sistem Respiratorius : Suara nafas vesikuler, rhonchi (-/-),

wheezing (-/-)

▪ Sistem Gastrointestinal : Nyeri Tekan (-)

▪ Ekstremitas : Akral Hangat, Edema (-), CRT <2

detik

▪ Sistem Urogenital : Tidak dilakukan

14
B. Status Neurologis

● Pupil : Isokor

● Tanda Rangsang Meningeal : Tidak dilakukan

● Gejala Peningkatan TIK : Tidak dilakukan

● Saraf Kranialis : Nervus VII dan XII tidak ada

kelainan

● Keseimbangan dan Koordinasi : Tidak dilakukan

● Sensibilitas : Tidak dilakukan

● Motorik : Ekstremitas Atas (5555/5555),

Ekstremitas Bawah (5555/5555)

V. Ikhtisar Penemuan Bermakna


1. Riwayat Psikiatri
Pasien Ny. I berusia 59 tahun datang ke poli jiwa RSUD Kabupaten
Bekasi dengan keluhan merasa pusing, badan meriang, batuk, pilek dan
nyeri tenggorokan sejak 1 bulan SMRS. Keluhan disertai sulit tidur.
Sebelumnya pasien sudah pergi berobat ke praktek dokter umum pasien
lupa nama obatnya, namun setelah meminum obat keluhan pasien tidak
kunjung hilang sehingga pasien berobat ke apotek dan dokter umum setiap
minggunya dan selalu berganti-ganti tempat. Keluhan yang tidak kunjung
hilang membuat pasien untuk datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD
Kabupaten Bekasi namun menurut dokter penyakit dalam kondisi pasien
tidak mengalami gangguan. Keluhan pertama kali muncul pada tahun
2018 yaitu pasien merasa demam, nyeri kepala, nyeri bagian lambung,

15
sesak hingga nyeri dada. Keluhan muncul setelah pasien ditinggal oleh
suami pasien yang meninggal karena penyakit hati. Sejak saat itu pasien
merasa selalu khawatir dan selalu merasa sakit. Namun, setiap kali
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil yang normal.

2. Status Mental

▪ Kesadaran : Compos mentis

▪ Mood : Eutimia

▪ Afek : Luas

▪ Keserasian : Serasi

▪ Gangguan Persepsi : Tidak ada

▪ Gangguan Proses Pikir : Tidak ada

▪ Gangguan Isi Pikir : Preokupasi tentang perasaan

sakit/nyeri dan cemas akan terjadi sesuatu pada dirinya

▪ RTA : Baik

▪ Tilikan : Derajat 6 (pasien merasa

dirinya sakit dan butuh pengobatan)

▪ Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

Skema Perjalanan Gangguan Pasien

16
● Tahun 2018: Keluhan pertama kali muncul seperti demam, nyeri
kepala, nyeri bagian lambung, sesak hingga nyeri dada. Pasien juga
sering berperilaku agresif seperti menendang dan melempar barang.
Keluhan muncul setelah pasien ditinggal oleh suami pasien yang
meninggal karena penyakit hati. Sejak saat itu pasien merasa selalu
khawatir dan selalu merasa sakit. Namun setelah dibawa ke beberapa
rumah sakit dan dokter kondisi pasien tidak mengalami gangguan.
● Tahun 2020: Keluhan kembali muncul berupa pusing, badan meriang,
nyeri bagian lambung dan sesak nafas. Pasien diketahui merasa cemas
karena adanya COVID-19. Namun saat diperiksakan ke dokter tidak
ditemukan kelainan, pemeriksaan fisik ataupun penunjang juga
menunjukkan hasil yang normal. Kemudian pada 2021 pasien
dianjurkan oleh dokter untuk berobat ke poli jiwa dan semenjak saat
itu pasien rutin kontrol
● Tahun 2023 bulan Juni: Pasien datang ke poli jiwa RSUD Kabupaten
Bekasi dengan keluhan merasa pusing, badan meriang, batuk, pilek
dan nyeri tenggorokan sejak 1 bulan SMRS. Awalnya timbul keluhan
pusing kemudian bertambah berat dan timbul gejala-gejala lain seperti

17
badan meriang, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan. Keluhan juga
disertai sulit tidur. Sebelumnya pasien sudah pergi berobat ke praktek
dokter umum pasien lupa nama obatnya, namun setelah meminum
obat keluhan pasien tidak kunjung hilang sehingga pasien membeli
obat sendiri ke apotek dan berobat ke dokter umum setiap minggunya
dan selalu berganti-ganti tempat.

18
VI. Formula Diagnosis
1. Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang
Menjadi Fokus Perhatian Klinis

● Gangguan Mental Organik (F0) tersingkirkan karena berdasarkan

anamnesis tidak terdapat gangguan fisik yang menyebabkan disfungsi


otak. Hal ini dapat dinilai dari tingkat kesadaran dan daya ingat yang
cenderung cukup baik. Riwayat kelainan bawaan, infeksi, trauma
kepala, serta gangguan medik lainnya disangkal.

● Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif (F1) tersingkirkan

karena berdasarkan anamnesis tidak ada riwayat penggunaan zat


psikoaktif.

● Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham (F2)

tersingkirkan karena berdasarkan anamnesis pasien tidak memiliki


riwayat adanya waham seperti waham kejaran atau waham
dikendalikan ataupun halusinasi seperti halusinasi auditorik atau
halusinasi visual.

● Gangguan Suasana Perasaan (F3) tersingkirkan karena pasien

tidak memiliki riwayat perubahan suasana perasaan seperti manik


ataupun depresi. Penurunan aktivitas sehari-hari terjadi bukan karena
suasana perasaan pasien, melainkan karena pasien memiliki keluhan-
keluhan fisik seperti meriang, pusing, batuk, dan pilek.

● Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental, pasien

memiliki riwayat berbagai keluhan fisik, tetapi setelah dilakukan


pemeriksaan didapatkan hasil dalam batas normal. Berdasarkan DSM-
V, pasien merupakan seseorang dengan sindrom gangguan somatik.
2. Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental

19
Tidak ada diagnosis aksis II
3. Aksis III : Kondisi Medik Umum
Tidak ada diagnosis aksis III
4. Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan
Riwayat hubungan kurang baik dengan keluarga karena sikap pasien
yang agresif membuat keluarga tidak ada yang mau menemani pasien.
5. Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assessment
of Functioning)
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan Global Assessment
of Functioning (GAF) Scale menurut PPDGJ-III didapatkan bahwa
GAF saat pemeriksaan berada pada range 70-61 yaitu gejala ringan
(mild) dan menetap, disabilitas ringan dengan fungsi secara umum
masih baik.

VII. Evaluasi Multiaksial

▪ Aksis I : Somatic Syndrome Disorder

▪ Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II

▪ Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III

▪ Aksis IV : Riwayat hubungan kurang baik dengan keluarga

karena sikap pasien yang agresif membuat keluarga tidak ada yang
mau menemani pasien.

▪ Aksis V : GAF Scale 70-61

VIII. Daftar Masalah

20
1. Masalah organobiologik : Tidak ditemukan adanya kelainan fisik
yang bermakna, tetapi diduga terdapat ketidakseimbangan
neurotransmitter, maka pasien memerlukan farmakoterapi.
2. Masalah psikologik dan perilaku

▪ Gangguan Persepsi : Tidak ada

▪ Gangguan Proses Pikir : Tidak ada

▪ Gangguan Isi Pikir : Preokupasi tentang perasaan sakit/nyeri

dan cemas akan terjadi sesuatu pada dirinya.

▪ RTA : Tidak terganggu

3. Masalah sosiokultural : Tidak ditemukan masalah


4. Masalah keluarga : Riwayat hubungan kurang baik dengan
keluarga karena sikap pasien yang agresif membuat keluarga pasien
tidak ada yang mau menemani pasien

IX. Rencana Terapi


a. Farmakoterapi
● Anti-depresan: Fluoxetine 1 x 20 mg PO
● Anti-psikotik: Clozapine 1 x 25 mg PO
b. Terapi Psikososial
Psikoterapi :

▪ Terapi perilaku kognitif : Memberikan pasien ranah untuk

mengenali dan mengatasi stresor dengan mengubah cara pasien


berpikir dan berperilaku.

▪ Psikoterapi Persuasif : Mengingatkan pasien untuk minum

obat teratur dan rutin kontrol ke dokter.

21
▪ Psikoterapi Sugestif : Memotivasi pasien untuk terus

memiliki semangat untuk pulih. Memberikan dukungan atas hal-


hal positif yang dilakukan pasien seperti kegiatan-kegiatan positif
yang dapat dilakukan pasien.

▪ Psikoterapi Bimbingan : Memberikan pengetahuan dan

pemahaman kepada keluarga pasien agar pasien tidak boleh


mengalami putus obat dan harus mengikuti anjuran dokter, beserta
resiko apa bila pasien putus obat.

X. Prognosis

▪ Quo Ad vitam : ad bonam

▪ Quo Ad functionam : ad bonam

▪ Quo Ad sanactionam : dubia ad malam

22
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SOMATIC SYMPTOM DISORDER


A. Definisi
Gangguan somatoform adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik
yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik
meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan
dokter bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.
Gangguan somatoform memiliki dua bentuk gangguan, yaitu gangguan
dengan gambaran utama kekhawatiran atau deformitas seperti hipokondriasis,
dan kedua dengan gambaran utama kekhawatiran tentang gejala somatik itu
sendiri seperti gangguan somatisasi, disfungsi autonomik persisten, dan
gangguan nyeri somatoform persisten. Gangguan somatisasi merupakan
bagian dari gangguan somatoform itu sendiri. Gangguan somatisasi adalah
adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak

23
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya dua tahun. (Maramis dan Maramis, 2012; Maslim, 2013)
Somatic symptom disorder (SSD) atau Gangguan gejala somatik
dalam DSM-5 adalah manifestasi dari satu atau lebih gejala fisik yang disertai
dengan pikiran, emosi, dan/atau perilaku yang berlebihan terkait dengan
gejala tersebut, yang menyebabkan penderitaan dan/atau disfungsi yang
signifikan. Gejala-gejala ini mungkin atau mungkin tidak dijelaskan oleh
kondisi medis (American Psychiatry Association, 2013; Sadock et al, 2015).

B. Etiologi
Orang dengan gangguan gejala somatik menambah dan memperkuat
sensasi somatik mereka; mereka memiliki ambang dan toleransi yang rendah
untuk ketidaknyamanan fisik. Misalnya, apa yang biasanya dirasakan orang
sebagai tekanan perut, dialami oleh orang dengan gangguan gejala somatik
sebagai sakit perut. Mereka mungkin fokus pada sensasi tubuh, salah
menafsirkannya, dan menjadi khawatir karenanya karena skema kognitif yang
salah (Sadock et al, 2015).
Gangguan ini juga dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa
bersalah, rasa keburukan, ekspresi harga diri yang rendah, dan tanda perhatian
diri yang berlebihan. Rasa sakit dan penderitaan somatik dengan demikian
menjadi sarana penebusan sebagai hukuman yang pantas untuk kesalahan
masa lalu (baik nyata atau imajiner) dan rasa kejahatan dan kesalahan
seseorang. Rasa amarah pasien dengan gangguan ini berasal dari kekecewaan,
penolakan, dan kehilangan di masa lalu, tetapi pasien mengungkapkan
kemarahan mereka di masa sekarang dengan meminta bantuan dan perhatian
orang lain dan kemudian menolaknya karena dianggap tidak efektif (Sadock
et al, 2015).

24
C. Epidemiologi
Prevalensi gangguan gejala somatik tidak diketahui. Prevalensi
gangguan gejala somatik diperkirakan 5% sampai 7% dari populasi umum,
dengan representasi wanita yang lebih tinggi (rasio wanita-ke-pria 10:1), dan
dapat terjadi pada masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa. Perempuan
cenderung melaporkan lebih banyak gejala somatik daripada laki-laki, dan
akibatnya prevalensi gangguan gejala somatik cenderung demikian menjadi
lebih tinggi pada wanita. Prevalensi meningkat menjadi sekitar 17% dari
populasi pasien perawatan primer (American Psychiatry Association, 2013;
D'Souza & Hooten, 2023).

D. Patofisiologi
Patofisiologi dari gangguan somatisasi tidak diketahui. Sensasi
autonomik dari senyawa noradrenergik endogen dapat menyebabkan
takikardi, hiper motilitas lambung, peningkatan gairah, ketegangan otot, dan
nyeri yang terkait dengan hiperaktivitas otot pada pasien dengan gangguan
somatisasi. Mungkin juga terdapat komponen genetik. Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa kontribusi faktor genetik untuk gejala somatik adalah
7% - 21%, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan (D'Souza &
Hooten, 2023).
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik
dan riwayat medik. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan adalah mual,
muntah, nyeri tenggorokan, sakit pada ekstremitas, sesak napas, dan amnesia.
Sering kali pasien menganggap dirinya menderita sakit sepanjang hidupnya.

25
Gejala pseudoneurologik sering timbul, seperti gangguan koordinasi
dan keseimbangan, paralisis, afonia, hilangnya sensasi raba atau sakit, atau
hilang kesadaran bukan karena pingsan. penderitaan psikolgis dan masalah
interpersonal menonjol, dengan cemas dan depresi merupakan gejala psikiatri
yang paling sering muncul. (Elvira et al, 2013)

F. Kriteria Diagnosis

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi


kelima (DSM-5), kriteria diagnostik untuk gangguan gejala somatik
mengharuskan pasien memiliki keyakinan salah bahwa mereka memiliki
penyakit, berdasarkan salah tafsir mereka terhadap kondisi fisik, tanda atau
sensasi. Keyakinan tersebut harus bertahan minimal 6 bulan, meskipun tidak
ada temuan patologis pada pemeriksaan medis dan neurologis.

26
Individu dengan gangguan gejala somatik biasanya memiliki beberapa
gejala somatik yang sedang berlangsung yang menyusahkan atau
mengakibatkan gangguan signifikan pada kehidupan sehari-hari (Kriteria
A), meskipun kadang-kadang hanya ada satu gejala yang parah, yang
paling umum adalah nyeri. Gejala kadang-kadang mewakili sensasi atau
ketidaknyamanan tubuh yang normal yang umumnya tidak menandakan
penyakit serius.
Gejalanya mungkin atau mungkin tidak terkait dengan kondisi medis
lain. Diagnosis gangguan gejala somatik dan penyakit medis yang
menyertai tidak saling eksklusif, dan ini sering terjadi bersamaan. Sebagai
contoh, seorang individu dapat menjadi cacat serius dengan gejala
gangguan gejala somatik setelah infark miokard tanpa komplikasi bahkan
jika infark miokard itu sendiri tidak menyebabkan kecacatan apapun. Jika
ada kondisi medis lain atau risiko tinggi untuk mengembangkannya

27
(misalnya, riwayat keluarga yang kuat), pikiran, perasaan, dan perilaku
yang terkait dengan kondisi ini berlebihan (Kriteria B) (American
Psychiatry Association, 2013)
Individu dengan gangguan gejala somatik cenderung memiliki tingkat
kecemasan yang sangat tinggi terhadap penyakitnya (Kriteria B). Mereka
menilai gejala tubuh mereka sebagai terlalu mengancam, berbahaya, atau
menyusahkan dan sering berpikir buruk tentang kesehatan mereka
(American Psychiatry Association, 2013)
Kriteria diagnostik lain dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa edisi III (PPDGJ-III) berbeda dengan kriteria DSM-5.
Dimana kriteria gangguan somatoform atau somatisasi mengacu pada hal
berikut ini:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam
yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik,
yang sudah berlangsung sedikitnya dua tahun.
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari seorang
dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan
keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas fungsinya di masyarakat dan keluarga,
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak
dari perilakunya.

Tes laboratorium direkomendasikan karena umum bagi pasien dengan


gangguan sindrom somatik untuk menjalani pemeriksaan menyeluruh.
Pengujian yang berlebihan memperkenalkan risiko hasil positif palsu,
yang selanjutnya dapat menyebabkan prosedur intervensi tambahan, risiko
yang terkait, dan peningkatan biaya. Sementara beberapa dokter
melakukan tes untuk memberikan keyakinan kepada pasien. Penelitian

28
mengungkapkan bahwa tes diagnostik tersebut tidak mengurangi gejala
somatik. Hanya ada sedikit penurunan pada kunjungan berikutnya pada
kelompok yang menerima tes diagnostik. Jika perlu untuk
mengesampingkan somatisasi karena kondisi medis, tes spesifik dapat
dilakukan, termasuk tes fungsi tiroid, skrining obat urin, studi darah
terbatas (yaitu, kadar alkohol), dan tes radiologis terbatas (D'Souza &
Hooten, 2023).

G. Diagnosis Banding
1. Panic Disorder: Pada gangguan panik, gejala somatik dan kecemasan
tentang kesehatan cenderung terjadi pada episode akut, sedangkan pada
gangguan gejala somatik, kecemasan dan gejala somatik lebih menetap.

2. Generalized anxiety disorder: Individu dengan gangguan kecemasan


umum khawatir tentang banyak peristiwa, situasi, atau aktivitas, hanya
satu yang mungkin melibatkan kesehatan mereka. Fokus utamanya
biasanya bukan gejala somatik atau ketakutan akan penyakit seperti pada
gangguan gejala somatik.

3. Gangguan depresi: Gangguan depresi biasanya disertai dengan gejala


somatik. Namun, gangguan depresi dibedakan dari gangguan gejala
somatik dengan inti gejala depresi mood rendah (dysphoric) dan
anhedonia.

4. Illness anxiety disorder: Jika individu memiliki kekhawatiran yang luas


tentang kesehatan tetapi tidak ada atau gejala somatik minimal, mungkin
lebih tepat untuk mempertimbangkan gangguan kecemasan penyakit.

29
5. Gangguan konversi: Pada gangguan konversi, gejala yang muncul adalah
hilangnya fungsi (misalnya anggota tubuh), sedangkan pada gangguan
gejala somatik, fokusnya adalah pada tekanan yang disebabkan oleh gejala
tertentu.

6. Delusion Disorder: Dalam gangguan gejala somatik, keyakinan individu


bahwa gejala somatik mungkin mencerminkan penyakit fisik serius yang
mendasarinya tidak dipegang dengan intensitas delusi. Meskipun
demikian, keyakinan individu mengenai gejala somatik dapat dipegang
teguh. Sebaliknya, pada gangguan delusi, subtipe somatik, gejala somatik
berupa perilaku dan perilaku lebih kuat daripada yang ditemukan pada
gangguan gejala somatik.

7. Body dysmorphic disorder: Dalam gangguan dismorfik tubuh, individu


terlalu khawatir tentang, dan disibukkan oleh, cacat yang dirasakan pada
fitur fisiknya. Sebaliknya, pada gangguan gejala somatik, kekhawatiran
tentang gejala somatik mencerminkan rasa takut dari penyakit yang
mendasari, bukan dari cacat dalam penampilan.

8. Gangguan obsesif kompulsif: Pada gangguan gejala somatik, gagasan


berulang tentang gejala atau penyakit somatik kurang mengganggu, dan
individu dengan gangguan ini tidak menunjukkan perilaku berulang
terkait yang ditujukan untuk mengurangi kecemasan yang terjadi pada
gangguan obsesif-kompulsif.

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi pada pasien gangguan somatisasi adalah untuk
membantu pasien mengatasi gejala fisik, termasuk kecemasan akan kesehatan

30
dan perilaku maladaptif. Edukasi dalam menyampaikan kepada pasien bahwa
gejala fisik mereka diperburuk oleh kecemasan atau masalah emosional yang
berlebihan perlu dilakukan secara hati-hati. Kunjungan rutin minimal satu kali
dalam satu bulan dapat dilakukan (D'Souza & Hooten, 2023).

Obat anti-depresan bermanfaat pada sebagian besar kasus meskipun


tidak ada depresi yang menyertai. Pasien diberikan antidepresan untuk
mengobati kecemasannya. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dan
Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitor (SNRI) menunjukkan kemanjuran
dibandingkan dengan placebo. Namun, obat-obatan ini harus dimulai dengan
dosis terendah dan ditingkatkan secara perlahan untuk mencapai efek
terapeutik karena pasien dengan gangguan somatisasi mungkin memiliki
ambang batas yang rendah untuk merasakan efek samping (D'Souza &
Hooten, 2023). Penelitian menyebutkan bahwa kombinasi anti-depresan
dengan obat anti-psikotik memiliki hasil yang efektif dalam menurunkan
gejala-gejala fisik gangguan somatik (D'Souza & Hooten, 2023; Kurlansik
dan Maffei, 2016).

Psikoterapi membantu pasien untuk mengatasi gejala-gejalanya,


mengekspresikan emosi yang mendasari, dan mengembangkan strategi untuk
mengungkapkan perasaannya. Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behaviour
Therapy; CBT) bermanfaat untuk keluhan somatik utama. pasien mungkin
perlu dibantu untuk mengenali dan mengatasi stresor yang dialami, dan perlu
diberikan dorongan untuk kembali ke fungsi normal dan mengurangi perilaku
sakit secara bertahap. (Elvira et al, 2013; Maramis dan Maramis, 2012)

I. Prognosis
Perjalanan gangguan ini biasanya berjalan secara episodik, episode
berlangsung dari bulan ke tahun dan dipisahkan oleh periode yang tenang
sama panjangnya. Mungkin ada hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala

31
somatik dan stresor psikososial. Diperkirakan sepertiga sampai setengah dari
semua pasien dengan gangguan gejala somatik akhirnya membaik secara
signifikan. Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang
tinggi, kecemasan atau depresi yang responsif terhadap pengobatan,
timbulnya gejala secara tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan
tidak adanya kondisi medis non psikiatri terkait. Sebagian besar anak-anak
dengan gangguan tersebut pulih pada akhir masa remaja atau awal masa
dewasa (Sadock et al, 2015).

32
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatry Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders Fifth Edition. Washington DC; American Psychiatry
Publishing.

D'Souza RS, Hooten WM. 2023. Somatic Syndrome Disorders. In: StatPearls.

Elvira, Sylvia D, dan Gitayanti, H. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FK UI.

Kurlansik, S. L., dan Maffei, M. S. 2016. Somatic Symptom Disorder. AAFP;


49-55.

Maramis, W. F., dan Maramis, A. A. 2012. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi
Kedua. Surabaya; Airlangga University Press.

Maslim, R. 2013. Gangguan Somatoform in Panduan Penggolongan Diagnosis


Gangguan Jiwa Edisi 3. Jakarta; Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya.

Sadock, B. J., Sadock, V. A., & Ruiz, P. (2015). Kaplan and Sadock's synopsis of
psychiatry: Behavioral sciences/clinical psychiatry (11th ed.)

33

Anda mungkin juga menyukai