Disusun oleh:
Pembimbing:
LAPORAN KASUS
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
▪ Nama : Ny. I
▪ Usia : 59 Tahun
▪ Agama : Islam
▪ Pendidikan : SMP
1
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Anamnesis menggunakan teknik autoanamnesis dan Heteroanamnesis
dengan anak kandung pasien yang dilakukan pada Rabu 14 Juni 2023 di
Poli Psikiatri RSUD Kabupaten Bekasi
A. Keluhan Utama: Pasien mengeluh pusing, meriang, batuk, pilek dan
nyeri tenggorokan.
2
Sebelumnya pasien sudah pergi berobat ke praktek dokter umum
pasien lupa nama obatnya, namun setelah meminum obat keluhan pasien
tidak kunjung hilang sehingga pasien membeli obat sendiri ke apotek dan
berobat ke dokter umum setiap minggunya dan selalu berganti-ganti
tempat. Sebelum datang ke poli jiwa RSUD Kabupaten Bekasi, pasien
berobat ke spesialis penyakit dalam di salah satu RS di Cikarang. Selain
diberikan obat, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium jika keluhan tidak mereda. Pasien mengaku belum
melakukan pemeriksaan laboratorium karena ingin kontrol ke poli jiwa
RSUD Kabupaten Bekasi terlebih dahulu.
Pasien rutin kontrol ke Poli Jiwa RSUD Kabupaten Bekasi setiap satu
bulan sekali sejak 2021. Obat yang diberikan dari poli jiwa membantu
tidur pasien, namun sejak 4 hari SMRS pasien mengalami sulit tidur
karena obat pasien sudah habis. Keluhan pertama kali muncul pada tahun
2018 yaitu pasien merasa demam, nyeri kepala, nyeri bagian lambung,
sesak hingga nyeri dada. Menurut anaknya, pasien sering berperilaku
agresif seperti menendang dan melempar barang. Saudara-saudaranya juga
menjadi takut untuk dekat dengan pasien. Keluhan muncul setelah pasien
ditinggal oleh suami pasien yang meninggal karena penyakit hati. Sejak
saat itu pasien merasa selalu khawatir dan selalu merasa sakit. Namun
setelah dibawa ke beberapa rumah sakit dan dokter kondisi pasien tidak
mengalami gangguan. Keluhan kembali muncul pada awal pandemi tahun
2020 berupa pusing, badan meriang, nyeri bagian lambung dan sesak
nafas. Pasien diketahui merasa cemas karena adanya COVID-19. Namun
saat diperiksakan ke dokter tidak ditemukan kelainan. Kemudian pada
2021 pasien dianjurkan oleh dokter untuk berobat ke poli jiwa dan
semenjak saat itu pasien rutin kontrol. Enam bulan terakhir pasien merasa
cemas setiap ditinggal oleh anaknya yang pergi bekerja. Pasien juga
3
mengalami pusing, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan setiap paginya dan
berkurang saat siang dan sore hari.
▪ Epilepsi/kejang : Disangkal
▪ Trauma : Disangkal
▪ Hipertensi : Dirasakan
▪ DM : Disangkal
4
▪ Penyakit lain : Disangkal
tetangga baik.
5
● Riwayat psikososial: Pasien tidak pernah mengalami
pelecehan seksual.
5. Riwayat Masa Dewasa
menengah pertama.
GENOGRAM KELUARGA
6
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal bersama
7. Riwayat Ekonomi
Pasien saat ini tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga
saja. Pasien merasa cukup dengan kebutuhan sehari-hari yang
dipenuhi oleh anak-anaknya.
8. Riwayat Kehidupan Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama anak bungsu pasien setelah
suami pasien meninggal pada 2018. Sehari-hari pasien memasak
dan membersihkan rumah.
7
9. Impian, Fantasi dan Cita-Cita Pasien
▪ Mood : Eutimia
▪ Afek : Luas
▪ Keserasian : Serasi
8
C. Pembicaraan
▪ Volume : Lemah
▪ Irama : Teratur
▪ Kecepatan : Sedang
D. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
E. Gangguan Pikiran
1) Proses Pikir
9
a. Produktivitas : Baik
b. Kontinuitas : Pembicaraan lancar dan nyambung
2) Isi Pikir
a. Preokupasi : Tentang perasaan sakit/nyeri dan
cemas akan terjadi sesuatu pada dirinya
b. Gangguan Isi Pikir
▪ Waham Paranoid
10
▪ Thought echo : Tidak ada
11
▪ Orang : Baik, pasien dapat mengingat nama pasien,
kecilnya
12
G. Daya Nilai
a. Penilaian Sosial : Baik karena tidak memotong pembicaraan
b. Uji Daya Nilai :Baik karena menjawab sesuai dengan
pertanyaan yang diberikan.
I. Tilikan
13
▪ Kesadaran : Compos mentis
▪ Berat Badan : 64 kg
▪ Tanda Vital
▪ Kepala : Normocephal
wheezing (-/-)
detik
14
B. Status Neurologis
● Pupil : Isokor
kelainan
15
sesak hingga nyeri dada. Keluhan muncul setelah pasien ditinggal oleh
suami pasien yang meninggal karena penyakit hati. Sejak saat itu pasien
merasa selalu khawatir dan selalu merasa sakit. Namun, setiap kali
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil yang normal.
2. Status Mental
▪ Mood : Eutimia
▪ Afek : Luas
▪ Keserasian : Serasi
▪ RTA : Baik
16
● Tahun 2018: Keluhan pertama kali muncul seperti demam, nyeri
kepala, nyeri bagian lambung, sesak hingga nyeri dada. Pasien juga
sering berperilaku agresif seperti menendang dan melempar barang.
Keluhan muncul setelah pasien ditinggal oleh suami pasien yang
meninggal karena penyakit hati. Sejak saat itu pasien merasa selalu
khawatir dan selalu merasa sakit. Namun setelah dibawa ke beberapa
rumah sakit dan dokter kondisi pasien tidak mengalami gangguan.
● Tahun 2020: Keluhan kembali muncul berupa pusing, badan meriang,
nyeri bagian lambung dan sesak nafas. Pasien diketahui merasa cemas
karena adanya COVID-19. Namun saat diperiksakan ke dokter tidak
ditemukan kelainan, pemeriksaan fisik ataupun penunjang juga
menunjukkan hasil yang normal. Kemudian pada 2021 pasien
dianjurkan oleh dokter untuk berobat ke poli jiwa dan semenjak saat
itu pasien rutin kontrol
● Tahun 2023 bulan Juni: Pasien datang ke poli jiwa RSUD Kabupaten
Bekasi dengan keluhan merasa pusing, badan meriang, batuk, pilek
dan nyeri tenggorokan sejak 1 bulan SMRS. Awalnya timbul keluhan
pusing kemudian bertambah berat dan timbul gejala-gejala lain seperti
17
badan meriang, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan. Keluhan juga
disertai sulit tidur. Sebelumnya pasien sudah pergi berobat ke praktek
dokter umum pasien lupa nama obatnya, namun setelah meminum
obat keluhan pasien tidak kunjung hilang sehingga pasien membeli
obat sendiri ke apotek dan berobat ke dokter umum setiap minggunya
dan selalu berganti-ganti tempat.
18
VI. Formula Diagnosis
1. Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang
Menjadi Fokus Perhatian Klinis
19
Tidak ada diagnosis aksis II
3. Aksis III : Kondisi Medik Umum
Tidak ada diagnosis aksis III
4. Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan
Riwayat hubungan kurang baik dengan keluarga karena sikap pasien
yang agresif membuat keluarga tidak ada yang mau menemani pasien.
5. Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assessment
of Functioning)
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan Global Assessment
of Functioning (GAF) Scale menurut PPDGJ-III didapatkan bahwa
GAF saat pemeriksaan berada pada range 70-61 yaitu gejala ringan
(mild) dan menetap, disabilitas ringan dengan fungsi secara umum
masih baik.
karena sikap pasien yang agresif membuat keluarga tidak ada yang
mau menemani pasien.
20
1. Masalah organobiologik : Tidak ditemukan adanya kelainan fisik
yang bermakna, tetapi diduga terdapat ketidakseimbangan
neurotransmitter, maka pasien memerlukan farmakoterapi.
2. Masalah psikologik dan perilaku
21
▪ Psikoterapi Sugestif : Memotivasi pasien untuk terus
X. Prognosis
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
23
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya dua tahun. (Maramis dan Maramis, 2012; Maslim, 2013)
Somatic symptom disorder (SSD) atau Gangguan gejala somatik
dalam DSM-5 adalah manifestasi dari satu atau lebih gejala fisik yang disertai
dengan pikiran, emosi, dan/atau perilaku yang berlebihan terkait dengan
gejala tersebut, yang menyebabkan penderitaan dan/atau disfungsi yang
signifikan. Gejala-gejala ini mungkin atau mungkin tidak dijelaskan oleh
kondisi medis (American Psychiatry Association, 2013; Sadock et al, 2015).
B. Etiologi
Orang dengan gangguan gejala somatik menambah dan memperkuat
sensasi somatik mereka; mereka memiliki ambang dan toleransi yang rendah
untuk ketidaknyamanan fisik. Misalnya, apa yang biasanya dirasakan orang
sebagai tekanan perut, dialami oleh orang dengan gangguan gejala somatik
sebagai sakit perut. Mereka mungkin fokus pada sensasi tubuh, salah
menafsirkannya, dan menjadi khawatir karenanya karena skema kognitif yang
salah (Sadock et al, 2015).
Gangguan ini juga dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa
bersalah, rasa keburukan, ekspresi harga diri yang rendah, dan tanda perhatian
diri yang berlebihan. Rasa sakit dan penderitaan somatik dengan demikian
menjadi sarana penebusan sebagai hukuman yang pantas untuk kesalahan
masa lalu (baik nyata atau imajiner) dan rasa kejahatan dan kesalahan
seseorang. Rasa amarah pasien dengan gangguan ini berasal dari kekecewaan,
penolakan, dan kehilangan di masa lalu, tetapi pasien mengungkapkan
kemarahan mereka di masa sekarang dengan meminta bantuan dan perhatian
orang lain dan kemudian menolaknya karena dianggap tidak efektif (Sadock
et al, 2015).
24
C. Epidemiologi
Prevalensi gangguan gejala somatik tidak diketahui. Prevalensi
gangguan gejala somatik diperkirakan 5% sampai 7% dari populasi umum,
dengan representasi wanita yang lebih tinggi (rasio wanita-ke-pria 10:1), dan
dapat terjadi pada masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa. Perempuan
cenderung melaporkan lebih banyak gejala somatik daripada laki-laki, dan
akibatnya prevalensi gangguan gejala somatik cenderung demikian menjadi
lebih tinggi pada wanita. Prevalensi meningkat menjadi sekitar 17% dari
populasi pasien perawatan primer (American Psychiatry Association, 2013;
D'Souza & Hooten, 2023).
D. Patofisiologi
Patofisiologi dari gangguan somatisasi tidak diketahui. Sensasi
autonomik dari senyawa noradrenergik endogen dapat menyebabkan
takikardi, hiper motilitas lambung, peningkatan gairah, ketegangan otot, dan
nyeri yang terkait dengan hiperaktivitas otot pada pasien dengan gangguan
somatisasi. Mungkin juga terdapat komponen genetik. Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa kontribusi faktor genetik untuk gejala somatik adalah
7% - 21%, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan (D'Souza &
Hooten, 2023).
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik
dan riwayat medik. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan adalah mual,
muntah, nyeri tenggorokan, sakit pada ekstremitas, sesak napas, dan amnesia.
Sering kali pasien menganggap dirinya menderita sakit sepanjang hidupnya.
25
Gejala pseudoneurologik sering timbul, seperti gangguan koordinasi
dan keseimbangan, paralisis, afonia, hilangnya sensasi raba atau sakit, atau
hilang kesadaran bukan karena pingsan. penderitaan psikolgis dan masalah
interpersonal menonjol, dengan cemas dan depresi merupakan gejala psikiatri
yang paling sering muncul. (Elvira et al, 2013)
F. Kriteria Diagnosis
26
Individu dengan gangguan gejala somatik biasanya memiliki beberapa
gejala somatik yang sedang berlangsung yang menyusahkan atau
mengakibatkan gangguan signifikan pada kehidupan sehari-hari (Kriteria
A), meskipun kadang-kadang hanya ada satu gejala yang parah, yang
paling umum adalah nyeri. Gejala kadang-kadang mewakili sensasi atau
ketidaknyamanan tubuh yang normal yang umumnya tidak menandakan
penyakit serius.
Gejalanya mungkin atau mungkin tidak terkait dengan kondisi medis
lain. Diagnosis gangguan gejala somatik dan penyakit medis yang
menyertai tidak saling eksklusif, dan ini sering terjadi bersamaan. Sebagai
contoh, seorang individu dapat menjadi cacat serius dengan gejala
gangguan gejala somatik setelah infark miokard tanpa komplikasi bahkan
jika infark miokard itu sendiri tidak menyebabkan kecacatan apapun. Jika
ada kondisi medis lain atau risiko tinggi untuk mengembangkannya
27
(misalnya, riwayat keluarga yang kuat), pikiran, perasaan, dan perilaku
yang terkait dengan kondisi ini berlebihan (Kriteria B) (American
Psychiatry Association, 2013)
Individu dengan gangguan gejala somatik cenderung memiliki tingkat
kecemasan yang sangat tinggi terhadap penyakitnya (Kriteria B). Mereka
menilai gejala tubuh mereka sebagai terlalu mengancam, berbahaya, atau
menyusahkan dan sering berpikir buruk tentang kesehatan mereka
(American Psychiatry Association, 2013)
Kriteria diagnostik lain dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa edisi III (PPDGJ-III) berbeda dengan kriteria DSM-5.
Dimana kriteria gangguan somatoform atau somatisasi mengacu pada hal
berikut ini:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam
yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik,
yang sudah berlangsung sedikitnya dua tahun.
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari seorang
dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan
keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas fungsinya di masyarakat dan keluarga,
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak
dari perilakunya.
28
mengungkapkan bahwa tes diagnostik tersebut tidak mengurangi gejala
somatik. Hanya ada sedikit penurunan pada kunjungan berikutnya pada
kelompok yang menerima tes diagnostik. Jika perlu untuk
mengesampingkan somatisasi karena kondisi medis, tes spesifik dapat
dilakukan, termasuk tes fungsi tiroid, skrining obat urin, studi darah
terbatas (yaitu, kadar alkohol), dan tes radiologis terbatas (D'Souza &
Hooten, 2023).
G. Diagnosis Banding
1. Panic Disorder: Pada gangguan panik, gejala somatik dan kecemasan
tentang kesehatan cenderung terjadi pada episode akut, sedangkan pada
gangguan gejala somatik, kecemasan dan gejala somatik lebih menetap.
29
5. Gangguan konversi: Pada gangguan konversi, gejala yang muncul adalah
hilangnya fungsi (misalnya anggota tubuh), sedangkan pada gangguan
gejala somatik, fokusnya adalah pada tekanan yang disebabkan oleh gejala
tertentu.
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi pada pasien gangguan somatisasi adalah untuk
membantu pasien mengatasi gejala fisik, termasuk kecemasan akan kesehatan
30
dan perilaku maladaptif. Edukasi dalam menyampaikan kepada pasien bahwa
gejala fisik mereka diperburuk oleh kecemasan atau masalah emosional yang
berlebihan perlu dilakukan secara hati-hati. Kunjungan rutin minimal satu kali
dalam satu bulan dapat dilakukan (D'Souza & Hooten, 2023).
I. Prognosis
Perjalanan gangguan ini biasanya berjalan secara episodik, episode
berlangsung dari bulan ke tahun dan dipisahkan oleh periode yang tenang
sama panjangnya. Mungkin ada hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala
31
somatik dan stresor psikososial. Diperkirakan sepertiga sampai setengah dari
semua pasien dengan gangguan gejala somatik akhirnya membaik secara
signifikan. Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang
tinggi, kecemasan atau depresi yang responsif terhadap pengobatan,
timbulnya gejala secara tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan
tidak adanya kondisi medis non psikiatri terkait. Sebagian besar anak-anak
dengan gangguan tersebut pulih pada akhir masa remaja atau awal masa
dewasa (Sadock et al, 2015).
32
DAFTAR PUSTAKA
D'Souza RS, Hooten WM. 2023. Somatic Syndrome Disorders. In: StatPearls.
Elvira, Sylvia D, dan Gitayanti, H. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FK UI.
Maramis, W. F., dan Maramis, A. A. 2012. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi
Kedua. Surabaya; Airlangga University Press.
Sadock, B. J., Sadock, V. A., & Ruiz, P. (2015). Kaplan and Sadock's synopsis of
psychiatry: Behavioral sciences/clinical psychiatry (11th ed.)
33