Disusun oleh:
Lutfi Aulia Rahman 22010116220278
Vania Oktaviani Sujamto 22010116220276
Rosinondang Deolita Simamora 22010116220275
Nisa Ayu Thayalisha Hadi 22010116220311
Tusita Devi 22010116220277
Rifki Adhi Nofrian 22010116220290
M. Agung Nugroho 22010116220319
Pengesahan:
Dosen Pembimbing,
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
LAPORAN KASUS
I. DATA PRIBADI
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 27 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Suku / Warganegara : Jawa / Indonesia
Alamat : Cilacap
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal pemeriksaan : 19 Desember 2017
No. CM : 00125763
Nama Tn. A
Alamat Pemalang
Pekerjaan Serabutan
Pendidikan SMP (tamat)
Umur 30 tahun
Agama Islam
Hubungan Suami pasien
Sifat perkenalan Akrab
1
2
Pasien tidak suka dengan mertua dan karena pasien meyakini mertua sudah
mengambil barang-barangnya dan juga mengambil anaknya. (GAF 20)
2. Medis Umum
Riwayat kejang demam : disangkal
Riwayat epilepsi : disangkal
Riwayat trauma kepala : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat nyeri dada/sakit jantung : disangkal
Riwayat sakit maag : disangkal
Riwayat pingsan : disangkal
Riwayat gegar otak : disangkal
d. Riwayat Pramorbid
1. Prenatal dan Perinatal
4
Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Kehamilan direncanakan dan
diharapkan. Ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan
selama kehamilan. Pasien lahir di puskesmas, tanpa penyulit, langsung menangis,
berat lahir tidak ditimbang. Tidak ada cacat bawaan saat kelahiran.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja. Pasien tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga.
c. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Islam, tetapi tidak rajin solat lima waktu.
5
d. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah selama satu tahun. Hubungan pasien dan suami kurang
harmonis karena sering berselisih mengenai kondisi ekonomi.
e. Riwayat Militer
Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan kemiliteran
g. Riwayat Sosial
Hubungan sosial dengan tetangga kurang karena pasien lebih banyak berada di
rumah
7. Riwayat Psikoseksual
Tidak ada riwayat kekerasan seksual maupun penyimpangan seksual. Sejak
kecil berpakaian dan dididik sebagai perempuan. Pertama kali menstruasi
tidak diketahui. Hubungan seksual diluar nikah disangkal.
Keterangan:
: Laki-laki : Gangguan Jiwa
6
: Perempuan : Pasien
D. Pikiran
a. Bentuk pikir
Non realistik
b. Arus pikir
Flight of Idea : tidak ada
Asosiasi longgar : ada
7
c. Isi Pikir
Waham : ada, waham referensi: pasien meyakini bahwa
suaminya selingkuh dan mertua pasien
mengambil anak dan barang-barangnya.
Paranoid : tidak ada
Preokupasi : tidak ada
Obsesi dan Kompulsi : tidak ada
Fobia : tidak ada
Gagasan bunuh diri/membunuh: tidak ada
Ide-ide referensi/influence: tidak ada
Kemiskinan isi : tidak ada
G. Tilikan : 1
1. Menyangkal sepenuhnya bahwa ia mengalami penyakit / gangguan.
2. Sedikit memahami adanya penyakit pada dirinya dan membutuhkan pertolongan
dan pada saat yang bersamaan pasien sekaligus menyangkal penyakitnya.
8
3. Pasien menyadari dirinya sakit namun menyalahkan orang lain atau penyebab
eksternal, atau faktor organik sebagai penyebabnya.
4. Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak memahami
penyebab sakitnya
5. Intellectual insight : pasien menerima kondisi dan gejala-gejala sebagai bagian
dari penyakitnya dan hal ini disebabkan oleh gangguan yang ada dalam diri
pasien, namun tidak menerapkan pemahamannya ini untuk melakukan sesuatu
selanjutnya (misalnya perubahan gaya hidup)
6. Emotional insight : Pasien memahami kondisi yang ada dalam dirinya seperti
tilikan derajat 5 namun pasien juga ;/memahami perasaan dan tujuan yang ada
pada diri pasien sendiri dan orang yang penting dalam kehidupan pasien. Hal ini
membuat perubahan perilaku pada pasien.
H. Pertimbangan
Baik
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya
B. Status Neurologis
GCS : E4V5M6
Kesan : dbn (dalam batas normal)
PANSS Bangsal:
SKALA POSITIF 19 Desember 20 Desember 21 Desember
2017 2017 2017
P1 Waham 4 4 4
P2 Kekacauan Proses Pikir 4 3 4
P3 Perilaku Halusinasi 3 4 3
P4 Gaduh Gelisah 3 2 2
P5 Waham Kebesaran 1 1 1
P6 Kecurigaan atau Kejaran 4 2 4
P7 Permusuhan 1 1 1
Total 20 17 19
SKALA NEGATIF
N1 Afek Tumpul 4 4 4
N2 Keruntuhan Emosional 2 2 2
N3 Kemiskinan Raport 2 2 2
N4 Penarikan Diri dari Hubungan 3 3 3
Sosial secara Pasif/ Apatis
N5 Kesulitan dalam Pemikiran 2 2 2
Abstrak
N6 Kurangnya Spontanitas dan Arus 4 4 4
Percakapan
N7 Pemikiran Stereotipik 1 1 1
Total 18 18 18
SKALA PSIKOPATOLOGI UMUM
GI Kekhawatiran Somatik 1 1 1
G2 Anxietas 1 1 1
G3 Rasa Bersalah 1 1 1
G4 Ketegangan 1 1 1
G5 Menirisme dan Posturing 1 1 1
G6 Depresi 2 2 2
G7 Kelambanan Motorik 6 6 6
G8 Ketidak kooperatifan 3 2 2
G9 Isi Pikiran yang Tidak Biasa 4 4 4
G10 Disorientasi 3 3 3
G11 Perhatian Buruk 5 5 5
G12 Kurangnya Daya Nilai dan 7 7 7
Tilikan
G13 Gangguan Dorongan Kehendak 4 3 3
G14 Pengendalian Impuls yang 4 4 4
10
Buruk
G15 Preokupasi 1 1 1
G16 Penghindaran Sosial secara 3 2 2
Aktif
Total 47 44 44
Total PANSS 85 79 81
AXIS II:
Dari riwayat premorbid masa kanak awal hingga dewasa pasien tidak ada
gangguan, sehingga dapat disimpulkan Z 03.2 tidak ada diagnosis AXIS II.
AXIS III:
Tidak ada diagnosis
AXIS IV:
Stresor pada pasien adalah masalah primary support group (suami)
11
VII. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi (Resep, ECT)
Risperidone 2 mg/12 jam RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo
dr. Rohedy Adlina M J
22010116210121
Semarang, 19-12-2017
2. Psikoedukasi
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita yaitu Gangguan Mental
dan Perilaku Berat Yang Berhubungan dengan Masa Nifas, termasuk didalamnya
Pro mengenai
psikosis masa nifas. Pasien dijelaskan : Ny. S stressor yang memicu terjadinya
Usia : 27 tahun
12
gangguan ini yaitu masalah dengan suami. Pasien menyatakan ingin mengajukan cerai
dengan suami dan merawat anak pasien secara mandiri, hal ini perlu dikaji lebih lanjut
melalui konseling dengan pasien dan keluarga pasien.
Pasien diedukasi mengenai penatalaksanaan penyakit pasien yaitu perlunya
pengobatan yang rutin dan teratur. Obat yang dikonsumsi pasien adalah anti psikosis
yang salah satu kontraindikasinya adalah menyusui karena obat juga dieksresikan
melalui ASI. Mengingat hal tersebut maka pasien perlu menyiapkan susu formula
sebagai pengganti ASI bagi bayi pasien. Selain itu, penyakit yang diderita pasien
memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk muncul kembali seiring kehamilan
berikutnya, sehingga apabila pasien merencanakan untuk hamil lagi perlu adanya
pengawasan lebih intensif mengenai kondisi kejiwaan pasien untuk mengantisipasi
kekambuhan.
Secara keseluruhan diperlukan dukungan dan pendampingan yang baik dari pihak
keluarga pasien demi kelancaran penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien. Hal
ini dibutuhkan agar kondisi kejiwaan pasien lekas membaik dan mencegah terjadinya
kekambuhan.
BAB II
REVIEW JOURNAL
POSTPARTUM DEPRESSION
Lutfi Aulia Rahman, Vania Oktaviani Sujamto, Rosinondang Deolita Simamora, Nisa Ayu
Thayalisha Hadi, Tusita Devi, Rifki Adhi Nofrian, M. Agung Nugroho
Student of Medicine, Faculty of Medicine, Diponegoro University
Pendahuluan
Kelahiran anak sering membangkitkan perasaan bahagia dan gembira ibu, namun
faktanya postpartum depression (PPD) juga dapat terjadi pada beberapa ibu baru. PPD
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup signifikan dengan prevalensi berkisar
antara 12-19%. Secara demografis wanita yang mengalami PPD lebih cenderung pada yang
tidak menikah, multipara, dan status ekonomi yang rendah.1 PPD berdampak buruk pada
kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi mereka, dan keluarga. 2 Hal ini dapat dimegerti karena
adanya adaptasi dan transisi dari kehamilan dan menjadi ibu setelah melahirkan. Penambahan
anggota keluarga baru menjadi situasi transisi yang menyebabkan beberapa perubahan dalam
keluarga. Salah satu yang utama yaitu peran dari masing-masing anggota keluarga, misalnya
peran nonparental menjadi parental. Hal ini dipersulit terutama jika wanita tersebut baru
pertama kali menjadi ibu, yang mempunyai sedikit atau tidak sama sekali pengalaman
sebelumnya.3
Angka depresi pada masa early postpartum lebih banyak dibandingkan angka depresi
yang terjadi pada masa kehamilan. Terdapat hubungan yang signifikan antara depresi pada
masa kehamilan dan masa postpartum; dan antara depresi pada masa early postpartum dan
late postpartum. Angka depresi postpartum lebih banyak terjadi pada masa early postpartum
dibandingkan dengan late postpartum.4
Pada penelitian yang dilakukan di Canada ini, bertujuan untuk menggali kesadaran
masyarakat tentang depresi post partum dan gejalanya menggunakan desain penelitian cross
sectional didapatkan bahwa 90,1% sadar akan depresi postpartum, dan hanya 62,5% yang
mengetahui tentang baby blues. Insiden baby blues antara 26-85%, gejalanya berupa iritabel,
kesedihan, menangis terus menerus, dan hanyut dalam berbagai perasaan yang campur aduk.
Wanita yang beresiko mengalami PPD adalah yang kekurangan dukungan sosial, mempunyai
riwayat depresi, dan atau baru saja berpindah ke tempat baru.5
15
Depresi pada periode postpartum sangat penting karena mengganggu perawatan diri
dan mengasuh anak. Depresi postpartum pada ibu terus mempengaruhi anak menjadi balita
dan tahun prasekolah dan seterusnya. Dampak ini sangat luas mulai dari pengaruh terhadap
perkembangan kognitif, sosial, dan emosional.6
Jurnal ini mengatakan bahwa pengetahuan dari orang-orang penting sekitar ibu post
partum, seperti keluarga, sangatlah penting untuk mengetahui gejala PPD, menyediakan
informasi dan memberikan semangat untuk mencari bantuan.5
Isi Review
Dari jurnal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: (1) hiperkortisolemia berhubungan
dengan immediate postpartum maternal blues atau antenatal momentary mood states, dan (2)
hiperkortisolemia mungkin terkait dengan depresi maternal kronis lebih dari 1 bulan
postpartum. Akan tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk konfirmasi hubungan ini. Hasil ini
konsisten dengan literatur yang mengatakan hiperkortisolemia berhubungan dengan labilitas
mood sesaat. Berkaitan dengan penemuan tersebut terdapat 2 kemungkinan 1) pelepasan
plasenta postpartum berakibat hiperkortisolemia pada wanita yang rentan depresi mayor
kronis. 2) status awal hiperkortisolemia akan menjadi hipokrtisolemia seiring waktu
perjalanan stres kronik sebagai respon dari HPA axis dalam menjaga otak dan proses
metabolik dari terpaparnya kortisol berlebih dalam waktu lama.7
Peningkatan aktivitas di amigdala berhubungan dengan peningkatan aktivitas di
dorsomedial prefrontal cortex pada seluruh wanita. Negative emotional faces lebih banyak
mengaktivasi cortex dorsomedial prefrontal kiri pada ibu dengan depresi dibandingkan
dengan ibu yang sehat.20,21 Meskipun, aktivitas pada region ini tidak berhubungan dengan
derajat keparahan depresi atau kehamilan. Berkurangnya aktivitas pada dorsomedial
prefrontral cortical akan mengurangi keefektifan konektivitas dorsomedial prefrontal cortical-
amygdala, dan hubungan negative antara derajat keparahan depresi terhadap aktivitas
amigdala menjadi mekanisme atau efek yang penting terhadap kejadian depresi post partum.8
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya PPD, antara lain faktor biologis (hormone,
system imun/inflamasi, genetic) dan faktor psikososial (stress, interpersonal). 2 Faktor risiko
lainnya terjadinya depresi postpartum antara lain depresi dan ansietas
selama kehamilan, riwayat depresi sebelumnya, stressor yang nyata
(termasuk mengurus anak), hubungan pernikahan yang jelek, dukungan
sosial yang buruk, serta status sosioekonomi yang rendah.6
Jurnal ini bertujuan untuk mendiskusikan keuntungan skrining untuk meningkatkan
temuan PPD dan outcome. Pada 3 bulan pertama pasca melahirkan, 14,5% wanita mengalami
episode depresi mayor dan minor. Gejala klinis PPD meliputi mood depresi, berkurangnya
16
kenikmatan, perubahan tidur dan makan, agitasi psikomotor atau retardasi, kelelahan, rasa
bersalah, berkurangnya konsentrasi, berpikiran untuk bunuh diri. Anak dengan ibu yang
depresi akan memiliki banyak masalah seperti terhasmbatnya psikologi, kognitif dan
neurologi, serta perkembangan motoric. Anak tersebut juga beresiko memiliki perilaku cuek
dan acuh.15
Untuk melaksanakan assesmen psikososial, sejumlah alat penilaian psikososial
terstruktur telah dikembangkan, contohnyaThe Antenatal Psychological Health Assessment
(ALPHA), Antenatal Risk Questionnaire (ANRQ), Predictive Index of PND, dan Antenatal
Psychological Questionnaire.Antenatal Risk Questionnaire (ANRQ) dilaporkan sebagi alat
penelitian yang sangat dapat diterima yang membantu memprediksi wanita mana yang akan
mengalami depresi post partum.9
Meskipun penyebab pasti perubahan emosional pasca melahirkan tidak diketahui,
namun hal ini dapat diobati. Jika seorang ibu merasakan gejala yang ringan dari baby blues
syndrome dapat mengurangi gejalanya dengan banyak istirahat. Namun apabila gejala depresi
yang lebih parah maka memerlukan evaluasi medis. Jenis intervensinya termasuk secara
biologis, psikologis, dan sosial.10
Terapi yang sesegera mungkin penting untuk kebaikan ibu dan bayi. Medikasi
antidepresan dan terapi behavioral-cognitive dibuktikan efektif. Terapi konseling dan suportif
dipertimbangkan menjadi terapi lini pertama untuk PPD ringan-sedang. terapi behavioral-
cognitive yaitu agar pasien dapat mengontrol kecemasannya dan teknik relaksasi atau latihan
ambil napas dalam. Menyusui memberikan beberapa keuntungan fisik dan emosional bagi ibu
dan bayi, sehingga dianjurkan untuk melanjutkan menyusui disamping antidepresan adalah
aman bagi ibu menyusui. Antidepresan yang terpilih adalah golongan SSRI selama 4-8
minggu. Terapi lain yang masih dalam penelitian adalah terapi estrogen, terapi sinar UV dan
terapi omega-3.11
Terapi yang paling sering diberikan pada depresi postpartum adalah
antideprepresan golongan SSRI seperti sertraline dan fluoxetine. Terapi
nonfarmakologi yang dapat diberikan berupa listening visit, interpersonal
psikoterapi, dan cognitive-behavioral therapy terbukti lebih efektif
dibandingkan terapi yang lain.6 Indikasi hospitalisasi seperti gejala psikotik, ancaman
bunuh diri ataupun infanticide, menjaga kebutuhan ibu dan bayi, pertimbangan untuk
pemisahan ibu dan bayi, terdapatnya stigma negatif ibu terhadap bayi.16
Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan screening bipolar dengan bertanya tentang
riwayat personal dan riwayat keluarga dengan gangguan afektif bipolar. Hal ini bertujuan
untuk melakukan identifikasi dini, penilaian faktor risiko, dan perencanaan tatalaksana,
17
termasuk melakuan follow up selama periode yang berisiko.17 Untuk manajemen tatalaksana
akut, dapat diberikan pengobatan dengan quetiapine, lamotrigine, lithrium, asam valproate,
quetiapine + lamotrigine, dan lithium + lamotrigine. Untuk manajemen tatalaksana
profilkasis dapat diberikan lithium, lamotrigine, atau antipsikotik atipikal seperti olanzapine
dan quetiapine. Monoterapi antidepresan harus dihindari dalam manajemen profilaksis
maupun manajemen akut.18 Gangguan jiwa saat masa perinatal sering tidak diketahui. Maka
skirining awal dan diagnosis sangat penting. Petugas kesehatan secara teratur memeriksakan
ibu hamil selama kunjungan antepartum dan postpartum. Periode postpartum adalah masa
dimana meningkatnya onset resiko atau eksaserbasi ketidakstabilan mood terutama wanita
dengan gangguan bipolar.12
Efek negatif jangka panjang dari depresi pascamelahirkan padakesehatan anak-anak
dan perkembangan sosial, emosional, kognitif dan fisik mereka. Sebuah penelitian meta-
analisis tentang interaksi awal ibu depresi postpartum menyatakan, ibu-ibu yang mengalami
depresi selama 3 bulan pertama kehidupan bayi mereka, menjadi lebih mudah tersinggung
dan tidak bersahabat, kurang menunjukkan emosi dan kehangatan serta memiliki tingkat
bermain yang lebih rendah dengan bayi mereka. 19 Beberapa aktivitas pengasuhan juga
tampak terganggu oleh efek depresi pasca melahirkan pada pola asuh termasuk praktik
pemberian makan, terutama menyusui, rutinitas tidur dan kunjungan anak untuk pemeriksaan
fisik dengan baik dan vaksinasi. Meskipun studi psikoterapi telah memberi kesan positif,
literatur tentang antidepresan memiliki beragam pendapat berbeda dan umumnya
menunjukkan bahwa antidepresan sebaiknya tidak digunakan setidaknya
oleh ibu menyusui.13
Kesimpulan
Depresi post partum merupakan masalah serius yang dapat mempengaruhi hubungan
ibu dan anak. Meskipun sudah ada terapi, masih banyak kasus yang belum ditemukan.
Skrining depresi sudah dilakukan dan mungkin bisa meningkatkan angka diagnosis. Klinisi
perlu meningkatkan effort untuk mengurangi penghalang antara pasien, providers, dan system
agar didapatkan diagnosis serta penatalaksanaan yang efektif.
Daftar Pustaka
2. Yim IS, Stapleton LRT, Guardino CM, Hahn- J, Schetter CD, Behavior S, et al.
Biological and Psychosocial Predictors of Postpartum Depression: Systematic Review
and Call for Integration. HHS Public Access. 2017;11:99–137.
3. Goyal D, Gay C, Rn KAL. How Much does Low Socioeconomic Status Increase The
Risk of Prenatal and Postpartum Depressive Symptoms in First-Time Mothers?
Women’s Heal Issues [Internet]. Jacobs Institute of Women’s Health; 2010;20(2):96–
104. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.whi.2009.11.003
7. Seth S, Lewis AJ, Galbally M. Perinatal maternal depression and cortisol function in
pregnancy and the postpartum period : a systematic literature review. BMC Pregnancy
Childbirth [Internet]. BMC Pregnancy and Childbirth; 2016; Available from:
http://dx.doi.org/10.1186/s12884-016-0915-y
8. Moses-Kolko EL, Susan B. Perlman P., Wisner KL, James J, Saul AT, Phillips ML.
Abnormally Reduced Dorsomedial Prefrontal Cortical Activity and Effective
Connectivity With Amygdala in Response to Negative Emotional Faces in Postpartum
Depression. HHS Public Access. 2012;11:1373–80.
11. Udangiu LN, Petru E, Oescu MOŢ. Clinical and therapeutic management in
postpartum depression. 2010;21–2.
12. Rai S, Pathak A, Sharma I. Postpartum psychiatric disorders : Early diagnosis and
management. 2017;57(July 2015):10–5.
19
13. Field Ti. Postpartum Depression Effects on Early Interactions, Parenting, and Safety
Practices: A Review. HHS Public Access. 2010;1:1.
14. Gjerdingen DK, Yawn BP. Postpartum Depression Screening : Importance , Methods ,
Barriers , and Recommendations for Practice. 2007;20(3):9–15.
15. Logsdon M. C, Wisner KL., Pinto-Foltz MD. The Impact of Postpartum Depression
on Mothering. Indian J Psychiatry. 2006.
16. Lusskin SI, Pundiak TM, Habib SM. Perinatal Depression : Hiding in Plain Sight.
2007.
18. Scrandis DA, Sheikh TM, Niazi R, Tonelli LH, Postolache TT. Depression after
Delivery : Risk Factors , Diagnostic and Therapeutic Considerations. 2007;1670–80.
19. Pearson RM, Evans J, Kounali D, Lewis G, Heron J, Ramchandani PG, et al. Maternal
Depression during Pregnancy and The Postnatal Period: Risks and Possible
Mechanisms for Offspring Depression at 18 Years. Eur Pubmed Cent. 2014;12:1312–9.
20. Shapiro GD, Candidate MPH, Fraser WD, Séguin JR. Emerging Risk Factors for
Postpartum Depression : Serotonin Transporter Genotype and Omega-3 Fatty Acid
Status. 2012;57(11):704–12.
20
21
Tabel Perbedaan Baby Blues, Minor Depression, Mayor Postpartum Depression dan
Postpartum Psychosis
Baby Blues Minor Major PPD Postpartum
Depression Psychosis
Gejala cemas Gejala sama depresi, cemas Cemas-samar,
mengenai bayi dengan depresi berat, bisa labil, mood
dan mayor, hanya terdapat hypotim
mengsuhnya, saja dengan serangan panik, ataupun
sedih berkaca- gejala dan rasa tidak ada hypertim,
kaca, hendaya yang harapan, pikiran preokupasi,
kewalahan, lebih ringan bunuh diri delusi dan
fluktuasi antara halusinasi
gejala positif
dan negatif
Onset Dalam 10 hari Dimulai saatdalam 4 minggu Onset akut,
postpartum awal postpartum cepat, hingga 2
postpartum minggu post
partum
Tingkat Fluktuasi, mood dapat berfungsi mood depresi dapat
keparahan biasanya normal dengan sepanjang hari memburuk,
gejala depresi, ada usaha lebih emergensi
beberapa hari psikotik
normal
Waktu Biasanya Berlangsung beberapa bulan bervariasi
penyembuhan membaik dalam paling tidak 2 hingga tahun
1 bulan pertama minggu, setiap
hari
Penilaian gejala depresi Perburukan Pikiran bunuh Usaha
minor ataupun gejala, risiko diri, penolakan mencelakai diri
mayor >2 mgg bunur diri terhadapa bayi, ataupun bayi,
pola asuh yang harus rawat inap
buruk, gejala
psikotik
Pada pasien ini dapat didiagnosis mengalami gangguan mental dan perilaku
yang berhubungan dengan masa nifas dikarenakan berdasarkan jurnal yang telah
didapatkan, pasien ini memenuhi :
A) Onset
Segera setelah post partum
B) Faktor Risiko
- Primipara
- Sosio ekonomi rendah
- Ibu tidak bekerja
- Tingkat pendidikan rendah
- Hubungan dengan suami dan keluarga buruk
- Dukungan sosial buruk
22
DAFTAR PUSTAKA