Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LAPORAN CASE REPORT VIRUS CORONA-19

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah biopsikologi

Dosen Pengampu : Dr.Dewi Novianti,Sp.Kj

disusun oleh Kelompok 2 :

Ariyansyah (12314086)
Layda Insyira Dhania (12314082)
Ani Aenur Rahman (12314069)
Halimah Tusakdiyah (12314071)
Luluk silviani (12314077)
Lulu Mut Mainnah (12314065)
Atika Juniarti (12314062)
Rizki Fadhila (12314066

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur Alhamdulillah Saya panjat kan ke hadirat Allah SWT, karena telah
melimpah kan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini tepat waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa saya panjatkan kepada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya.
Penulisan makalah ini bertujuan umtuk memenuhi tugas mata kuliah
BIOPSIKOLOGI yang berjudul “DISFUNGSI NEUROPSIKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
YANG TERKAIT DENGAN PENYAKIT VIRUS CORONA 2019”yang diampu oleh Ibu
Dr.Dewi Novianti,Sp.Kj terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh pihak yang berperan
dalam penyusunan makalah ini dengan memberikan ide dan dukungannya dari awal hingga
akhir.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.Karena itu saya
mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah
mendatang.Harapan Saya semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai
pihak.

Wassalamu’alaikum wr.wb
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………………………………….……...1

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

BAB II TINJAUN PUSTAKA………………………………………………………………......2

A. Kajian Pustaka .............................................................................................................. 2

BAB III PEMBAHASAN KASUS …………………………………………………………3

A. Pembahasan .................................................................................................................. 3

B. Laporan Kasus .............................................................................................................. 4

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 5


BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di awal tahun 2020 ini,dunia dikagetkan dengan kejadian infeksi berat dengan
penyebab yang belum diketahui ,yang berawal dari laporan dari cina kepada World Health
Organization (WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia yang berat disuatu wilayah yaitu kota
Wuhan,provinsi Hubei,China,tepatnya dihari terakhir di tahun 2019 china.dugaan awal hal ini
terkait dengan pasar basah yang menjual ikan,hewan laut,dan berbagai hewan lain.pada 10
Januari 2020 penyebab mulai teridentifikasi dan didapatkan kode genetiknya yaitu virus corona
baru.
Corona virus Disease adalah penyakit jenis baru yang disebabkan oleh virus yang
dinamakan dengan Severe Acute Respiratory syndrom coronavirus 2(SARS CoV_2).sumber
utama terinfeksi covid_19 adalah pasien yang terinfeksi baik bergejala maupun yang tidak
menimbulkan gejala.pasien yang terifeksi covid_19 dapat menimbulkan adanya gejala ringan
seperti flu sampe adanya infeksi paru-paru seperti pneumonia.coronavirus merupakan virus
RNA dengan berukuran 120-160 nm yang memiliki kapsul dan tidak adanya segmen.virus ini
merupakan genus betacoronavirus.hasil analisi filogenetik menunjukkan bahwa coronavirus
masuk dalam subgenus yang sama dengan sarbecovirus yaitu coronavirus yang pada tahu 2022-
2024 penyebab wabah Severe Acute Respiratory llnes (SARS).International Committe On
Taxonomy Of Viruses memberikan nama SARS-CoV-2,1,2 pandemi covid -19 muncul
pertama kali dengan ditemukannya 5 kasus pertama dikota wuhan.setelah ditemukannya 5
kasus pertama dikota wuhan,terus terjadi kenaikan pandemi covid-19 setiap harinya di china
dan memuncak diantara bulan januari hingga awal februari 2020.hingga november 2021 sudah
lebih 255 juta kasus positif dengan lebih dari 5.12 juta jiwa yang meninggal dunia.kasus awal
terbanyak terdapatt di Italia dengan kasus sebesar 86.498 kasus,kedua diikuti oleh Amerika
dengan 85.228 kasus,dan terakhir di China sebanyak 82.230 kasus.
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
Bab ini berisi dua sub bab. Bagian pertama tunjanan pustaka yang berisi penelitian
terdahulu atau literatur-literatur ilmiah. Bagian kedua berisi kerangka pemikiran yang menjadi
kerangka un penelitian ini. Beberapa konsep yang dibahas antara lain mengenai tentang covid
19. dari penelusuran pustaka, peneliti menemukan beberapa literatur ilmiah yang berbicara
mengenai covid 19.kajian pustaka ini meliputi pengidntifikasian secara sistematis,penemuan
dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
1. Definisi Virus Covid-19
Virus corona merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 60-140 nm
(meng.dkk.,2020,zhu dkk.,2020).Xu dk.(2020)melakukan penelitian untuk mengetahui agen
penyebab terjadinya wabah di wuhan dengan memanfaatkan rangkaian genom 2019-
nCoV,yang berhasil diisolasi dari pasien yang terinfeksi di wuhan.rangkaian genom 2019-
nCoV kemudian dibandingkan dengan SARCoV dan MERS-CoV. hasilnya,beberapa
rangkaian genom 2019-nCoV yang diteliti nyaris identik satu sama lain dan 2019-nCoV
berbagi rangkaian genom yang lebih homolog dengan SARS-CoV dibanding dengan
MERSCoV.penelitian lebih lanjut oleh Xu dkk.(2020)dilakukan untuk mengetahui asal dari
2019-nCoV dan hubungan genetiknya dengan virus corona lain dengan menggunakan analisis
filogenetik.hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 2019-nCoV termasuk dalam genus
betacoronavirus (Xu dkk,.2020).
2. Faktor –Faktor Virus Covid 19
Berdasarkan penelitian Xu dkk.,(2020) dan Zhu dkk,.(2020),ditemukan bahwa agen
penyebab covid-19 berasala dari genus betacoronavirus,yang merupakan genus yang sama
dengan agen penyebab Severe Acute Respiratory Syindrome (SARS) dan Midle East
Respiratory Syndrome (MERS).virus dapat melewati membran mukosa,terutama mukosa nasal
dan laring,kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius dan selanjutnya menuju
organ target(Gennaro dkk,.(2020).
SARS-CoV-2 dapat menyebabkan disfungsi serebrovaskular dan perubahan
neuropsikologis. Secara khusus, SARS-CoV-2 berikatan dengan reseptor, enzim pengubah
angiotensin 2 (ACE-2), yang terkonsentrasi di sel endotel, termasuk pembuluh darah otak.
Pengikatan ini menyebabkan penipisan ACE-2, menyebabkan serangkaian efek yang dapat
berkontribusi terhadap disfungsi endotel dan keadaan hiperkoagulabilitas, yang pada akhirnya
memicu terjadinya stroke. Sebuah studi surveilans cross-sectional di Inggris mengungkapkan
bahwa stroke pada pasien COVID-19 biasanya dikaitkan dengan penyakit yang lebih parah,
termasuk kegagalan banyak organ dan pneumonia berat, serta penyakit serebrovaskular yang
sudah ada sebelumnya/faktor risiko lainnya
3. Gejala Psikologis Seseorang Terhadap Virus Covid 19
Kontak petugas kesehatan yang sering dengan pasien COVID-19, Tanpa alat
pelindung diri (APD) yang tepat atau APD yang tidak sesuai standar Kesehatan
merupakan sumber ketakutan, stres, dan kecemasan yang mendalam. Sebagian besar dari
Tenaga Kesehatan Sudah mengalami,dan akan mengalami, beberapa kesulitan fisik dan
psikologis yang melampaui kapasitas mereka. Prevalensi masalah kesehatan mental
telah didokumentasikan dalam beberapa penelitian. Dalam sebuah studi petugas kesehatan
garis depan di Cina, menemukan bahwa 50% mengalami depresi, 45% mengalami
kecemasan dan 34% mengalami insomnia. Temuan serupa dilaporkan selama epidemi
lain. Misalnya studi SARS selama 2003.
Gejalah gangguan stres pasca trauma, gejala kecemasan dan depresi nonspesifik
merupakan manifestasi utama dari gangguan mental yang diamati pada Tenaga
Kesehatan. Sangat penting untuk mengidentifikasi Tenaga Kesehatan yang berisi-ko tinggi
mengalami kelelahan dan lebih mungkin mengalami kecemasan, depresi, dan stres dalam
pandemi ini, sehingga bantuan dapat diberikan di mana dan kapan saja dibutuhkan. Dampak
psikologis dari peristiwa stres yang terkait dengan wabah penyakit menular mungkin
dimediasi oleh persepsi masyarakat tentang peristiwa tersebut. Altruism(tindakan
sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih,atau ingin sekedar beramal baik) dapat
membantu melindungi beberapa petugas kesehatan dari dampak negatif ini.
4. Dampak Psikologi
Tahap 1 : Kondisi Pasien saat menjadi ODP (Orang Dalam Pemantauan)
a) Terkejut
Ketika dinyatakan sebagai orang yang memiliki kemungkinan besar terinfeksi COVID-19
dengan hasil Rapid Tes Positif, Pasien merasa terkejut dan panik karena merasa tidak
mendapat informasi yang jelas dari pihak medis.
b) Penurunan Motivasi
Pasien kedua memaparkan bahwa merasa takut sehingga mengalami penurunan motivasi
untuk menjalani aktivitas seperti biasa setelah mengetahui dirinya terpapar COVID-19.
Pasien kedua mengatakan “… Saat tahu terpapar, Rasanya down…” “..ada rasa takut saya
menularkan virus kepada keluarga…” (P2)
Tahap 2: Kondisi Pasien Saat Positif Covid-19
a) Sedih
Perasaan sedih dialami seluruh pasien ketika memperoleh hasil Tes Swab positif, dimana
hasil tes kedua ini menunjukan keakuratan bahwa pasien benar terinfeksi COVID-19.
b) Tertekan (Stress)
Karantina merupakan bagian dari upaya pemutusan mata rantai COVID-19. Namun
tindakan karantina dapat menjadi sebab perubahan mental individu, baik yang terinfeksi
maupun yang tidak. Sebuah studi di Spanyol menggambarkan hubungan antara
konsekuensi dari tindakan karantina dan gejala depresi masyarakatnya untuk mengetahui
perubahan kemungkinan depresi yang diakibatkan dari tindakan karantina. Temuan
menunjukkan adanya hubungan karantina terhadap kekhawatiran tentang infeksi COVID-
19 dengan gejala depresi selama karantina.
c) Insomnia
Dialami oleh kedua pasien ketika menjalani karantina mandiri hingga perawatan di Rumah
Sakit yaitu merasa kesulitan untuk tidur. Seseorang yang terinfeksi dan yang dicurigai
terinfeksi COVID-19 lebih rentan mengalami penurunan kesehatan mental dibandingkan
dengan orang yang tidak terinfeksi. Sebuah penelitian di Negara asal virus ini bermula
Tiongkok, China memaparkan bahwa orang dengan COVID-19 dua kali lebih beresiko
mengalami gejala kesehatan mental. Seperti depresi, kecemasan, insomnia dan stress.
d) Peningkatan Motivasi
Peningkatan motivasi yang dirasakan pasien dipicu oleh beberapa hal yaitu pendekatan diri
dengan Allah, optimis untuk sembuh, dukungan keluarga serta teman sesama pasien dan
adanya layanan konsultasi psikologi yang disediakan di Rumah Sakit.
BAB lll
PEMBAHASAN KASUS
A. PEMBAHASAN (terjemah jurnal)
1) INFORMASI PASIEN
Pasien adalah seorang wanita berusia 59 tahun, tanpa riwayat kondisi medis,
neurologis, atau kejiwaan dan tanpa kondisi predisposisi, pramorbid, atau komorbiditas. Dia
sudah menikah dan memiliki seorang putra yang sudah dewasa. Dia bekerja di klinik bedah
saraf di sebuah rumah sakit besar sebagai psikolog dan neuropsikolog. Dia aktif secara sosial
dan profesional, dengan pengalaman luas dalam pekerjaan klinis dan psikoterapi, akademisi,
dan penelitian.
2) PROSEDUR DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN
Pengalaman pribadi sehari-hari mengenai gejala neuropsikologis dan psikologis
didokumentasikan selama periode 17 hari, mulai dari timbulnya gejala fisik (suhu, malaise
umum, dan kelelahan) pada tanggal 18 Desember 2020 hingga diagnosis konfirmasi melalui
reaksi berantai polimerase (PCR ) tes pada hari ke 4 setelah gejala awal, dan hasil tes PCR
negatif berikutnya pada hari ke 15 pasca diagnosis. Perawatan COVID-19 dilakukan secara
isolasi di lingkungan rumah di bawah pengawasan medis dan sesuai dengan protokol standar
di negara tersebut, yaitu termasuk asupan harian vitamin B, C, dan D, antibiotik selama 10 hari,
dan deksametason selama 7 hari, serta melatonin dan aspirin di malam hari. Karena pasien
diisolasi, observasi eksternal tidak dapat dilakukan dan data klinis yang dilaporkan di bawah
ini hanya dapat dihasilkan dari refleksi diri dan observasi diri orang pertama. Namun, selama
masa sakitnya, pasien berkomunikasi secara lisan dengan dokter yang merawatnya melalui
telepon setiap hari mengenai gejala yang dia laporkan sendiri. Laporan-laporan evaluasi diri
ini menginformasikan intervensi klinis yang berpusat pada pasien yang relevan dan tepat
waktu. Setelah hasil tes PCR negatif, pasien terus mengalami gejala yang dijelaskan di bawah
ini dengan intensitas dan frekuensi yang berfluktuasi selama jangka waktu sekitar 3 bulan
pascamorbid.
3) Hasil
Gejala fisik
Gejala fisiknya meliputi peningkatan suhu antara 37,0 °C hingga 37,7 °C selama 5
hari sebelum memulai pengobatan antibiotik; sakit kepala, nyeri sendi, dan otot; hilangnya
indera penciuman selama 3 hari (dimulai pada hari pertama setelah gejala awal); perubahan
rasa (rasa logam yang tidak enak dan kepahitan yang bertahan sepanjang penyakit); sesak napas
sesekali setiap hari; sesak di dada.
4) Gejala neuropsikologis dan psikologis
Kisaran hambatan neuropsikologis dan psikologis yang dialami pasien berkaitan
dengan domain Informasi pasien berikut:
 Memori kerja dan pelacakan mental/mental ganda
Operasi mental dan penanganan berbagai informasi (baik verbal maupun visuospasial) tidak
teratur, dan sering terjadi kehilangan alur berpikir.
 Kontrol eksekutif
Sebagian besar komponen pengendalian eksekutif terkena dampaknya. Perencanaan buruk,
pemanfaatan umpan balik tidak efektif, penataan dan pengorganisasian kegiatan seharihari
tidak teratur, dan terdapat kesulitan dalam memulai dan/ atau menghentikan kegiatan. Proses
berpikir tidak memiliki fleksibilitas dan stabilitas, yang ditunjukkan dengan hilangnya urutan
proses berpikir yang logis dan sistematis atau kesulitan dalam melakukan perubahan mental.
Pengalaman keseluruhannya adalah bahwa organisasi interfungsional dan intrafungsional serta
integrasi sistem kognitif, perilaku, dan emosional menjadi kacau dan rasa pengendalian diri
secara keseluruhan hancur.
 Kecepatan pemrosesan
Laju pelaksanaan kegiatan tidak stabil dan sangat bervariasi (terlalu cepat atau terlalu lambat)
 Perhatian dan konsentrasi
Ada kemunduran yang nyata dalam perhatian yang terbagi, terfokus, dan berkelanjutan.
Mempertahankan fokus pada aktivitas yang ada atau mencatat informasi yang masuk salah.
Pengalaman seperti “melayang” dan “pusing” sering terjadi, dengan durasi yang bervariasi.
 Regulasi emosi dan pengendalian diri
Rasa malu, ledakan kemarahan secara verbal, dan rasa tidak berdaya serta ketakutan terkadang
sangat membebani. Seperti yang disorot di bagian “Cara terjadinya gejala,” perjalanan penyakit
ditandai dengan munculnya gejala yang tidak dapat diprediksi serta frekuensi dan durasi harian
yang tidak menentu. “Hari/ waktu baik” dan “hari/waktu buruk” bersifat acak. Puncak dan
penurunan kejadian dan intensitas gejala tidak memiliki pola yang koheren dan tidak dapat
diantisipasi. Pada gilirannya, fluktuasi dan variabilitas gejala ini semakin memperburuk rasa
hancurnya pengendalian diri.
 Proses berpikir
Pikiran acak yang berpacu, mengganggu, atau berulang-ulang dan asosiasi yang tidak
terkendali serta gambaran jelas tentang film dan peristiwa kehidupan masa lalu bersifat tiba-
tiba, berulang, dan invasif.
 Bahasa
Contoh terisolasi dari parafrase semantik dan kesulitan pengambilan kata untuk kata-kata
umum dan nama pada khususnya diwujudkan dalam ucapan spontan.
 Suasana Hati
Suasana hati tidak stabil, dan perubahan suasana hati mulai dari apatis dan inersia hingga
peningkatan kegelisahan dan hiperaktif yang tidak beralasan sering terjadi. Kecemasan sangat
besar dan mendasari seluruh pengalaman penyakit ini. Tingkat kecemasan berfluktuasi dan
tampaknya terkait dengan variabilitas peningkatan atau penurunan kondisi mental dan fisik
secara keseluruhan. Ketakutan karena tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya dan
apakah seseorang dapat mengatasi penyakitnya sudah menyebar luas. Variasi ekstrim seperti
pendulum dalam hal kesehatan menimbulkan perubahan antara harapan untuk sembuh dan
putus asa terhadap kemungkinan kematian.
 Tidur
Tidur terganggu oleh kebangkitan berkala dan serbuan pikiran acak serta gambaran visual.
 Kelelahan, pusing, dan ketidakseimbangan
Kadang-kadang, bahkan aktivitas fisik sederhana seperti bangun dan berjalan pun terasa sulit
dan memerlukan usaha yang besar. Episode pusing dan ketidakseimbangan muncul secara acak
dan dengan durasi bervariasi sepanjang penyakit, sehingga meningkatkan rasa ketidakstabilan
fisik dan mental.
 Cara terjadinya gejala
Kemunculan dan intensitas gejala yang dijelaskan di atas sangat berfluktuasi selama periode
17 hari dan kemudian berangsur-angsur mereda selama masa pemulihan, yang berlangsung
selama kurang lebih 3 bulan. Secara keseluruhan, ciri-ciri utama yang menentukan cara
terjadinya disfungsi neuropsikologis dan psikologis meliputi:
a) serangan gejala yang acak, cepat, tiba-tiba, dan tidak dapat diprediksi;
b) variasi ekstrim dalam durasi gejala, frekuensi harian, dan waktu kemunculannya;
c) kombinasi yang bervariasi dan beragam serta kejadian bersamaan dari beberapa atau
semua gejala dalam hari yang sama. Dengan demikian, kejadian harian dan
perkembangan gejala selama 17 hari penyakit akut tidak membentuk pola sistematis
tertentu.
5) DISKUSI
Investigasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mendokumentasikan gangguan
neuropsikologis dan psikologis yang dialami oleh psikolog terlatih selama ia menjalani
COVID-19. Menggunakan metode introspektif yang mencakup analisis diri, observasi diri,
evaluasi diri, dan refleksi diri pada pengalaman orang pertama memungkinkan untuk
merumuskan penjelasan mendalam tentang gangguan fungsi kognitif, perilaku, dan emosional
yang berkembang dalam perkembangannya. dari proses infeksi. Sepengetahuan penulis,
presentasi kasus saat ini adalah satu-satunya penelitian orang pertama mengenai disfungsi
neuropsikologis dan psikologis yang terkait dengan COVID-19, seperti yang dialami oleh
psikolog dan neuropsikolog terlatih. Penelitian ini menunjukkan nilai pendekatan metodologis
orang pertama untuk mengakses fenomena yang tidak mudah dicapai oleh metode penyelidikan
lain atau perspektif orang ketiga.
Infeksi berkaitan dengan domain inti eksistensial: memori kerja, perhatian,
konsentrasi, kontrol eksekutif, regulasi emosional, dan suasana hati. Cluster seperti itu biasanya
berimplikasi dan menunjukkan kerentanan dan/atau distorsi dalam pengoperasian lobus frontal.
Dengan mempertimbangkan organisasi paralel sistem penciuman, konektivitas unik terkuatnya
dengan korteks orbitofrontal , berbagai jalur invasi virus ke SSP, dan peran penting sistem
penciuman dalam hal ini, kemungkinan besar infeksi virus menyebabkan hambatan pada
organisasi fungsional otak secara keseluruhan. Sistem lobus frontal memberikan kontribusi
besar terhadap integritas organisasi interfungsional dan intrafungsional otak. Profil disfungsi
kognitif, emosional, dan perilaku yang diidentifikasi dalam penelitian ini sesuai dengan
anggapan bahwa lobus frontal mungkin sangat rentan terhadap invasi virus. Mekanisme yang
dihipotesiskan mendasari ketidakstabilan neuropsikologis dan psikologis secara keseluruhan
yang disebabkan oleh COVID-19 tampaknya terkait dengan fragmentasi fungsi eksekutif,
termasuk dekonstruksi kapasitas pengaturan diri seseorang baik pada tingkat mental maupun
fisik. Mengingat gangguan kontrol eksekutif memiliki spektrum implikasi yang luas terhadap
psikopatologi dan disfungsi kognitif [9], masuk akal untuk merenungkan bahwa modus
kemunculan dan penyajian gejala yang tidak menentu menggambarkan distorsi yang terlalu
menyeluruh pada fungsi eksekutif.
6) Kesimpulan
Penelitian ini menawarkan analisis orang pertama yang eksploratif tentang
pengalaman subjektif disfungsi kognisi, emosi, dan perilaku yang timbul akibat COVID-19.
Keterbatasan metodologis berkaitan dengan esensi subjektif dari data dan kecenderungan yang
melekat pada bias . Meskipun demikian, temuan ini dapat dianggap sebagai titik tolak yang
berguna untuk menghasilkan hipotesis baru, dan untuk secara sistematis dan terus-menerus
mengumpulkan dan mengintegrasikan data neuropsikologis, neurofisiologis, dan neuroanatomi
lebih lanjut yang menyoroti berbagai dampak penyakit yang melemahkan. Mengingat gejala
sisa jangka panjang tidak termasuk dalam cakupan penelitian ini, upaya penelitian di masa
depan harus bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan ini serta memperluas
penyelidikan ilmiah dengan menggunakan desain prospektif dan metodologi orang ketiga.
Meskipun dihasilkan dari kasus individual, wawasan, pengetahuan berdasarkan pengalaman,
dan refleksi mendalam yang disajikan dalam laporan kasus ini mengungkapkan profil
gangguan kognitif, emosional, dan perilaku terkait COVID-19 yang sejauh ini hanya sedikit
yang diketahui. Identifikasi gangguan dalam kontrol eksekutif, memori kerja, perhatian dan
konsentrasi, kecepatan pemrosesan, pengaturan emosi, dan suasana hati juga dapat berfungsi
sebagai landasan untuk memberikan konseling dan nasihat psikologis kepada pasien baik
dalam tahap akut maupun tahap pemulihan penyakitnya. Membimbing pasien dan mengelola
ekspektasi mereka selama munculnya, perluasan, dan intensifikasi gejala neuropsikologis dan
psikologis yang muncul kemungkinan akan meningkatkan ketahanan dan mekanisme
penanggulangan pasien serta meminimalkan dampak infeksi yang melemahkan.

B. LAPORAN KASUS

1. Hasil Laporan

Pasien adalah seorang wanita berusia 59 tahun, tanpa riwayat kondisi medis,

neurologis, atau kejiwaan dan tanpa kondisi predisposisi, pramorbid, atau komorbiditas.

Pengalaman pribadi sehari-hari mengenai gejala neuropsikologis dan psikologis

didokumentasikan selama periode 17 hari, mulai dari timbulnya gejala fisik (suhu, malaise

umum, dan kelelahan) pada tanggal 18 Desember 2020 hingga diagnosis konfirmasi melalui

reaksi berantai polimerase (PCR ) tes pada hari ke 4 setelah gejala awal, dan hasil tes PCR

negatif berikutnya pada hari ke 15 pasca diagnosis. Perawatan COVID-19 dilakukan secara
isolasi di lingkungan rumah di bawah pengawasan medis dan sesuai dengan protokol standar

di negara tersebut, yaitu termasuk asupan harian vitamin B, C, dan D, antibiotik selama 10 hari,

dan deksametason selama 7 hari, serta melatonin dan aspirin di malam hari.

Gejala neuropsikologis dan psikologis yang di alami pasien :


a. Memori kerja dan pelacakan mental/mental ganda
b. Kontrol eksekutif
c. Kecepatan pemrosesan
d. Perhatian dan konsentrasi
e. Regulasi emosi dan pengendalian diri
f. Proses berpikir
g. Bahasa
h. Suasana Hati
i. Tidur
Suasana hati dan tidur menjadi sorotan karena di penelitian lainpun sangat sering
dibahas seperti hasil penelitian di literatur jurnal, Sedih, tertekan, dan gangguan tidur jadi
gejala psikologis yang sering di alami pasien selama mengalami covid 19 di Sumatra utara.
Seseorang yang terinfeksi dan yang dicurigai terinfeksi COVID-19 lebih rentan mengalami
penurunan kesehatan mental dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi. Sebuah
penelitian di Negara asal virus ini bermula Tiongkok, China memaparkan bahwa orang dengan
COVID-19 dua kali lebih beresiko mengalami gejala kesehatan mental. Seperti depresi,
kecemasan, insomnia dan stress. (Aslamiyah & Nurhayati, 2021)
DAFTAR PUSTAKA

Handayani D, Hadi DR, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. Penyakit Virus Corona 2019. JRI.
2020;40(2):1-14.
Atmojo TJ, Akbar PS, Kuntari S, Yulianti I,
Darmayanti AT. Definisi dan Jalur Penularan Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau COVID-19. JPK. 2020;9(1):57–64.
Pinggian, Brian, Henry Opod, and Lydia David. "Dampak psikologis tenaga kesehatan selama
pandemi covid-19." Jurnal Biomedik: Jbm 13.2 (2021): 144-151.
Fitriani, Nur Indah. "Tinjauan pustaka covid-19: virologi, patogenesis, dan manifestasi klinis."
Jurnal Medika Malahayati 4.3 (2020): 194-201.
The Writing Committee for the COMEBAC Study Group. Morin L., Savale L., Pham T., Colle
R., Figueiredo S., Harrois A., Gasnier M., Lecoq A.-L., Meyrignac O., et al.
Four-Month Clinical Status of a Cohort of Patients After Hospitalization
for COVID-19. JAMA.
anderlind WM, Rabinovitz BB, Miao IY, Oberlin LE, Bueno-Castellano C., Fridman C.,
Jaywant A., Kanellopoulos D. Tinjauan sistematis gejala sisa neuropsikologis
dan psikiatris COVID-19: Implikasi terhadap pengobatan. Saat ini.
Pendapat. Psikiatri. 2021
Agung, Ivan Muhammad. “Memahami Pandemi COVID-19 Dalam Perspektif
Psikologi Sosial.” Buletin Ilmiah Psikologi 1, no. 2 (2020): 68–84.
Burke, R M, M E Killerby, S Newton, C E Ashworth, A L Berns, S Brennan, J M
Bressler, et al. “Symptom Profiles of a Convenience Sample of Patients with
COVID-19 - United States, January-April 2020.” MMWR. Morbidity and
Mortality Weekly Report 69, no. 28 (2020): 904–8.
Aslamiyah, S., & Nurhayati. (2021). Dampak Covid-19 terhadap Perubahan Psikologis,

Sosial dan Ekonomi Pasien Covid-19 di Kelurahan Dendang,

Langkat,Sumatera Utara. Jurnal Riset dan Pengabdian Masyarakat, Vol. 1, No. 1, 56-

69.

Anda mungkin juga menyukai