SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ., MARS
SKIZOFRENIA PARANOID
Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ., MARS
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
Jiwa Dr. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Skizofrenia Paranoid” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Jiwa Dr.
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI PENDERITA
Nama : Tn. DS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Tidak bekerja
Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lettu Karim Kadir, Gandus
Datang ke RS : 22 Mei 2023
Cara ke RS : Diantar keluarga
Tempat Pemeriksaan : IGD
DPJP : dr. Meidian Sari, Sp.KJ
A. Sebab Utama
Keluarga mengatakan pasien telah meresahkan warga sekitar karena
mengamuk dengan tetangganya.
1
B. Keluhan Utama
Pasien mengamuk dengan memecahkan kaca sekolahan dan kaca mobil orang
lain, mengambil barang tetangga, dan membuang sepeda tetangga.
2
2 minggu lalu, pasien masih berbicara sendiri, mengamuk dan melempar
barang dirumah. Namun pasien memecahkan kaca sekolahan dan kaca mobil orang
lain, mengambil barang tetangga, dan membuang sepeda tetangga. Pasien sering
berjalan-jalan di lingkungan dan masih bisa pulang sendiri. Pasien masih sering
mendengar bisikan. Saat ditanya, pasien mengatakan mendengar suara hantu
tertawa dan hewan. Pasien masih dapat makan dan minum. Pasien tidak mau mandi
sehingga dimandikan oleh keluarga. BAB dan BAK ditoilet tetapi tidak disiram.
Akibat perilaku pasien yang meresahkan warga sekitar, keluarga membawa pasien
ke RS Ernaldi Bahar.
3
2. Anak: Tumbuh kembang pasien baik. Pasien sehari-hari tinggal dengan
kedua orang tua, dan 3 saudara kandungnya. Pasien dapat berbicara pada
usia 2 tahun. Pasien cukup pendiam dan memiliki teman sebaya yang
sedikit.
3. Remaja: Pasien merupakan orang yang pendiam, memiliki sedikit teman,
masih dapat bersosialisasi.
4. Dewasa: Selama bekerja, pasien dapat bersosialisasi, tidak pernah
mendapatkan pelanggaran serius.
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala yang sama tidak ada. Riwayat keluarga dengan
gangguan jiwa lainnya tidak ada.
Keterangan:
: Pasien bernama Tn. DS, usia 30 tahun
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal dunia
4
D. Riwayat Pendidikan
E. Riwayat Pekerjaan
Sebelum sakit, pasien bekerja sebagai buruh kontrak.
F. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
G. Agama
Pasien beragama Islam.
V. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin, 22 Mei 2023
A. Status Internus
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 126/83 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
SpO2 : 97%
Suhu : 36,4oC
5
Status Lokalis
B. Status Neurologikus
1. GCS : 15
● E : membuka mata spontan (4)
● V : bicara spontan (5)
● M : gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi sensorik:
● Pemeriksaan raba halus : tidak ada kelainan.
● Pemeriksaan rasa nyeri : tidak ada kelainan.
● Pemeriksaan sensasi tekanan : tidak ada kelainan.
3. Fungsi motorik:
● Trofi otot : eutrofi.
● Tonus otot : eutoni.
● Kekuatan : ekstremitas atas (5/5)
ekstremitas bawah (5/5)
4. Sindrom ekstrapiramidal:
● Parkinsonisme : rigiditas (-), tremor (-), bradikinesia (-)
● Akatisia : (-)
● Distonia akut : (-)
● Tardive diskinesia : (-)
6
5. Refleks fisiologis:
● Refleks bisep : normal (+2).
● Refleks trisep : normal (+2).
● Refleks patella : normal (+2).
● Refleks achilles : normal (+2).
6. Refleks patologis:
● Tanda Babinski : (-)
● Tanda Chaddock : (-)
● Tanda Oppenheim : (-)
● Tanda Gordon : (-)
● Tanda Schaffer : (-)
● Tanda Hoffman-Tromner : (-)
7
Kontak mata dengan pemeriksa tidak ada dan kurang kooperatif
terhadap pemeriksa saat dilakukan pemeriksaan.
D. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kecepatan : Normal
3. Intonasi : Jelas
4. Artikulasi : Jelas
5. Produksi suara : Baik dan Lancar
8
E. Gangguan Persepsi
1. Ilusi tidak ada.
2. Halusinasi visual tidak ada.
3. Halusinasi auditori ada.
4. Halusinasi olfaktori tidak ada.
5. Derealisasi dan depersonalisasi tidak ada.
F. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran : Terhambat
2. Isi Pikiran : Tidak ada waham
G. Daya Nilai
1. Penilaian realita : RTA terganggu.
2. Tilikan : Derajat I
9
TIMELINE PERJALANAN PENYAKIT PASIEN
2017
Pertengahan Mei 2023
Mei 2012 Juni 2012 ⚫ Pasien mengalami
Desember 2022 ⚫ Keluhan pasien m a s i h
perbaikan kondisi
ada (bicara sendiri,
⚫ Pasien bekerja ⚫ Pasien m e n g a m u k, ⚫ Pasien pindah ke
⚫ Keluhan (bicara mengamuk, melempar
sebagai buruh membanting barang, rumah sebelah
sendiri, mengamuk, barang)
kontrak di berkata kotor ⚫ Ketika ada tetangga
melempar barang) ⚫ Pasien masih m e n d e n gar
Indralaya ⚫ Pasien meminta pindah dekat dengan
bertambah parah suara bisikan dengan
⚫ Pasien be rdi am rumah karena tidak keluarganya
⚫ Pasien mengigau suara burung hantu dan
diri dan melamun tahan dengan suara meninggal, keluhan
dalam tidur sambil harimau
⚫ Pasien sulit tidur bisikan pasien kembali muncul
ketakutan ⚫ Pasien memecahkan
⚫ Pasien m e n g o c e h ⚫ Dirawat di RS di namun tidak sering
⚫ Pasien masih kaca sekolahan dan
sendiri seperti Ernaldi Bahar dan ⚫ Pasien selalu
mendengar suara mobil orang lain,
mengobrol dan mulai melakukan membuang obat,
bisikan mengambil barang orang
menghitung pengobatan kemudian berhenti
lain, membuang sepeda
minum obat dan
tetangga
kontrol
2 0 1 2 2 0 1 5 2 0 1 7 2 0 2 0 2 0 2 2 2 0 2 3
10
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Aksis I:
• Berdasarkan hasil anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan,
pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku, pikiran, dan perasaan yang
secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan
hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Dengan demikian
berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu
gangguan jiwa.
• Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, tidak
terdapat penyakit yang menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai dari
tingkat kesadaran, daya ingat atau daya konsentrasi, serta orientasi yang masih
baik, sehingga pasien ini bukan penderita Gangguan Mental Organik (F0).
• Berdasarkan hasil anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat penggunaan
NAPZA sehingga pasien ini bukan penderita gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat (F1).
• Berdasakan hasil anamnesis, riwayat perjalanan penyakit pada pasien ini
ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita berupa adanya halusinasi
maka pasien ini menderita gangguan psikotik (F20-F29). Gangguan persepsi
berupa halusinasi auditorik yang telah berlangsung selama lebih dari satu
bulan, sehingga termasuk kedalam skizofrenia paranoid (F.20.0).
Aksis II:
Tidak ada diagnosis
Aksis III:
Tidak ada diagnosis
Aksis IV:
Pada pasien untuk aksis IV terdapat masalah putus pengobatan.
11
Aksis V:
B. Psikologik
- Pasien masih mengalami halusinasi auditorik.
- Pasien masih gaduh gelisah.
- Pasien tidak dapat mengurus diri sendiri.
X. PROGNOSIS
A. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
B. Quo ad Functionam : dubia ad bonam
C. Quo ad Sanationam : dubia ad malam
12
XI. RENCANA PENATALAKSANAAN
A. Psikofarmaka
- Risperidon 2 x 2 mg PO
- Trihexyphenidyl 2 x 2 mg PO
- Chlorpromazine 1x 25 mg PO
B. Psikoterapi
Suportif
- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakitnya dan rencana
pengobatan.
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi
penyakit
- Mengisi waktu luang dengan beribadah dan melakukan hobi.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur sesuai cara pemakaian
obat.
Kognitif
- Menerangkan pada keluarga tentang gejala penyakit pasien yang timbul
kembali akibat pemakaian obat yang tidak teratur.
- Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah
yang dihadapi.
- Membantu pasien dalam memperbaiki persepsinya yang sebelumnya palsu
atau tidak benar sehingga pasien lambat-laun memahami bahwa apa yang
didengarnya merupakan halusinasi dan tidak nyata dalam kehidupannya
sehingga dapat memperbaiki hubungan dengan keluarga maupun
masyarakat.
13
Keluarga
Religius
- Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai ajaran
agama yang dianutnya.
14
BAB II
ANALISIS KASUS
Tn. DS, laki-laki usia 30 tahun, beragama Islam, belum menikah dan tidak
bekerja datang ke IGD Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang pada 22 Mei 2023.
Pasien datang dibawa oleh keluarganya. Wawancara dan observasi dilakukan pada
tanggal 22 Mei 2023 pukul 13.30 WIB di IGD Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pasien
memiliki tingkat kesadaran compos mentis dan kurang kooperatif sehingga
wawancara sebagian besar dilakukan kepada Ayah dan Adik pasien. Berdasarkan
hasil wawancara alloanamnesis, pada pasien ini ditemukan adanya gangguan
persepsi dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan)
dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan anamnesis tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam
tinggi atau kejang sebelumnya ataupun kelainan organik. Hal ini dapat menjadi
dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.0). Dari
anamnesis tidak ditemukan adanya riwayat penggunaan zat tertentu maupun tanda
pemakaiannya. Sehingga hal ini dapat menyingkirkan diagnosis gangguan mental
dan perilaku akibat zat psikoaktif (F.10).
Berdasarkan data yang didapatkan dari autoanamnesis dan alloanamnesis,
diagnosis pasien mengarah ke skizofrenia. Pasien dibawa ke Rumah Sakit Ernaldi
Bahar karena sering berbicara sendiri, mengamuk, melempar barang serta
mengganggu warga sekitar karena memecahkan kaca sekolahan dan mobil,
mengambil barang tetangga dan membuangnya. Pasien mendengar suara bisikan
ditelinganya namun tidak tau apa isi dari bisikan tersebut. Pada pemeriksaan status
mental, ditemukan adanya hendaya dalam menilai realita, yaitu adanya halusinasi
auditorik. Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan organobiologik sehingga kemungkinan gangguan mental organik dapat
15
disingkirkan.
Berdasarkan PPDGJ-III, seseorang bisa dikatakan skizofrenia jika memiliki
minimal 1 gejala dari:
1. Thought echo atau thought insertion or withdrawal atau thought broadcasting.
2. Delusion of control atau delusion of influence atau delusion of passivity atau
delusional perception.
3. Halusinasi auditorik.
4. Waham-waham menetap jenis lainnya misal merasa memiliki kekuatan atau
kemampuan di atas manusia biasa.
Dari 4 gejala tersebut pasien ini memiliki 1 gejala yang memenuhi yaitu
halusinasi auditorik. Pada kasus terdapat halusinasi auditorik berupa pasien
mendengar suara bisikan di telinganya, namun tidak mengetahui apa isi dari bisikan
tersebut. Selain itu diagnosis skizofrenia juga dapat ditegakkan apabila sedikitnya
terdapat dua gejala dibawah ini:
1. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap
2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan
3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu,
fleksibilitas cerea, negatiavitsme, mutisme dan stupor
4. Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; namun harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
Dari 4 gejala tersebut pasien ini memiliki 1 gejala yang memenuhi yaitu
halusinasi yang menetap berupa halusinasi auditorik. Diagnosis multiaksial
didapatkan bahwa aksis I yaitu skizofrenia paranoid. Hal ini mengacu kepada
pedoman diagnostik PPDGJ-III yaitu pasien dikatakan memiliki skizofrenia
16
paranoid jika:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol:
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit,
mendengung, atau bunyi tawa
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan,
dipengaruhi, atau passivity, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam adalah yang paling khas
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol.
Berdasarkan PPDGJ-III pasien memiliki gejala tambahan yang memenuhi
kriteria skizofrenia paranoid yaitu adanya halusinasi auditorik yang menonjol.
Dalam kasus ini, kemungkinan halusinasi auditorik dalam bentuk non-verbal,
berupa suara hantu tertawa dan suara hewan.
Pada diagnosis multiaksial aksis II tidak ada diagnosis. Pada diagnosis
multiaksial aksis III tidak ada diagnosis karena dari pemeriksaan tidak ditemukan
adanya gangguan kondisi medik umum yang menyertai pasien. Pada pasien untuk
aksis IV terdapat masalah putus pengobatan. Pada aksis V didapatkan Global
Assessment of Functioning (GAF) Scale yaitu 50-41 saat diperiksa di IGD yaitu
terdapat gangguan fungsi pekerjaan dimana pasien tidak bisa mempertahankan
pekerjaannya.
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia dapat berupa
tatalaksana non-medikamentosa dan medikamentosa. Tatalaksana
nonmedikamentosa dapat berupa psikoterapi suportif, kognitif, dan keluarga.
Psikoterapi suportif terdiri dari menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai
penyakitnya dan rencana pengobatan, memberi dukungan dan perhatian kepada
17
pasien dalam menghadapi penyakit, serta menjelaskan kepada pasien agar dapat
memperbaiki hubungan dengan keluarga dan lingkungannya, dan mengisi waktu
luang dengan beribadah dan melakukan hobi. Psikoterapi kognitif dapat berupa
menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara berpikir yang
salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi, dan
memberikan edukasi kepada pasien tentang cara menangani stress. Sedangkan
psikoterapi keluarga ialah memberikan pengertian kepada keluarga tentang
penyakit pasien disertai dorongan untuk mendukung pasien sehingga tercipta
dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif dan membantu penyembuhan
pasien serta menekankan pentingnya kontrol dan minum obat teratur walau pasien
sudah boleh pulang sehingga diharapkan keluarga turut serta bekerja sama dalam
berjalannya program terapi.
Pengobatan farmakoterapi yang diberikan berupa antipsikotik. Pada
Risperidone 2x2 mg, pemberian Trihexyphenidyl 2x2 mg, dan Chlorpromazine 25
mg. Pemberian Risperidone dan Chlorpromazine pada kasus digunakan sebagai
antipsikosik untuk pasien. Risperidone merupakan salah satu APG-II atau yang juga
dikenal sebagai antipsikotik golongan atipikal, disebut atipikal karena obat ini
sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal. Mekanisme kerja obat APG-II ini
berafinitas terhadap “Dopamine D2 Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga
berafinitas terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin- dopamine
antagonist), sehingga efektif terhadap gejala positif maupun gejala negatif. Saat ini
APG-II dapat dikatakan lini pertama pada orang dengan skizofrenia karena jarang
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal syndrome. Pada dasarnya, sebuah obat
APG-II satu tidak terbukti lebih unggul dibanding lainnya secara signifikan, namun
pemberian Risperidone dibandingkan obat-obat APG-II lain memiliki kelebihan
yakni efek samping sedasi dan peningkatan berat badannya lebih rendah.
Risperidone merupakan antagonis kuat baik terhadap serotonin dan reseptor
dopamin D2. Risperidone mempunyai afinitas kuat terhadap alfa-1 dan alfa-2 tetapi
afinitas terhadap beta-reseptor dan muskariniknya rendah. Walaupun dikatakan
merupakan antagonis D2, tapi kekuataannya jauh lebih rendah dari haloperidol
sehingga efek samping elstrapiramidalnya juga lebih rendah.
18
Chlorpromazine merupakan obat yang digunakan untuk mengelola dan
mengobati skizofrenia, gangguan bipolar, dan psikosis akut. Chlorpamazine
tergolong obat antipsikotik atau neuroleptik tipikal, juga dikenal sebagai
antipsikotik generasi pertama. Mekanisme kerja obat ini secara pasti tidak diketahui,
namun diyakini bahwa efek antipsikotiknya diperoleh melalui mekanisme blokade
post-sinaptik pada reseptor D2 di jalur mesolimbik. Namun, pemblokiran reseptor
D2 di jalur nigrostriatal bertanggung jawab atas efek samping ekstrapiramidal yang
ditimbulkannya. Selain efek antipsikotik, obat ini juga memiliki efek antiemetik
melalui kombinasi blokade reseptor histamin H1, dopamin D2, dan muskarinik M1
di pusat muntah.
Pada pasien juga diberikan obat Trihexyphenidyl yang merupakan obat
golongan antimuskarinik untuk mengatasi gejala ekstrapiramidal seperti tremor,
kejang, kekakuan, dan kemampuan kontrol otot yang lemah akibat penggunaan obat
antipsikotik yang diberikan pada pasien ini.
Prognosis pada pasien ini secara keseluruhan kurang baik. Hal ini dapat dilihat
dari gangguan perilaku yang muncul sejak usia 19 tahun (<30 tahun), faktor
pencetus yang kurang jelas meskipun beronset akut, fungsi pekerjaan dan sosial
baik (sebelum sakit), tidak ada keluarga yang menderita skizofrenia, serta pasien
sistem pendukung yang baik untuk kesembuhan pasien terutama dari keluarga. Quo
ad vitam pada pasien adalah bonam dikarenakan tidak ada gangguan fungsi hidup
pada pasien, selain itu tidak ada keinginan atau pikiran untuk melukai diri sendiri
dan ide bunuh diri. Quo ad functionam pada pasien adalah dubia ad bonam
dikarenakan apabila pasien memiliki kepatuhan minum obat dan sistem pendukung
yang baik maka prognosisnya cenderung baik. Quo ad sanationam pada pasien
adalah dubia ad malam karena pada skizofrenia sering terjadi relaps apabila pasien
tidak tertatalaksana dengan baik, kepatuhan minum obat yang buruk dan sistem
pendukung yang buruk.
19
DAFTAR PUSTAKA
20