SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh:
Mujahidin Arisman
(712018013)
Pembimbing:
dr. Meidian Sari, Sp.KJ
SKIZOFRENIA PARANOID
Pembimbing:
dr.Meidian Sari, Sp.KJ
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
DR. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Skizofrenia Paranoid” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit DR. Ernaldi
Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasullullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. dr. Meidian Sari, Sp. KJ, selaku dosen pembimbing.
2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................
Halaman Pengesahan .................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
BAB I. Laporan Kasus .................................................................................. 1
BAB II. Diskusi ............................................................................................. 12
Lembar Follow Up ........................................................................................ 18
Daftar Pustaka ............................................................................................... 19
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI PENDERITA
Nama : Tn.T
Usia : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum menikah
Suku / Bangsa : Pagar Alam / Indonesia
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Alamat : Jl. Muara Tiga, daur balam, pagar alam
Datang ke RS : Senin, 27 Mei 2019
Cara ke RS : Diantar keluarga
Tempat Pemeriksaan : Instalasi Gawat Darurat RS. Dr. Ernaldi Bahar Palembang.
A. Sebab Utama
Pasien mengamuk, membanting barang dan mengancam keluarga dengan pisau
1
Menurut pengakuan adik kandungnya, pasien sejak dahulu mudah marah, jika
ditegur orang tua pasien melawan malah pasien pernah menampar ayahnya karena
menegur pasien.
Lebih kurang 11 tahun yang lalu pasien pernah membacok lengan teman
kerjanya sampai hampir putus, sejak itu pasien berubah prilaku, ngoceh-ngoceh dan
pasien akhirnya kabur kebatam dan merantau selama kurang lebih 6 tahun.
Lebih kurang 4 tahun yang lalu pasien pulang dari batam. Pasien sering
ngoceh-ngoceh sendiri, merasa ada jin yang mengganggunya. Pasien sering
teriak-teriak dan sering terlihat bertengkar dengan yang menggangunya sambil
membawa pisau. Pasien juga susah tidur dan akhirnya di rawat di RS ernaldi bahar
pada tahun 2015.
Pasien pernah kontor ke RSUD lahat dan diberi obat namun pasien tidak mau
meminum obatnya. Lebih kurang 4 bulan yang lalu, keluhan semakin parah. Pasien
menuduh orang-orang dikampungnya memelihara jin yang sering mengganggunya.
Pasien sering mengancam keluarga dan tetangganya dengan menggunakan pisau. 1
bulan terakhir keluhan semakin bertambah berat dan puncaknya 1 minggu yang lalu
pasien mengamuk dirumah bibinya karena menurut pasien suami bibinya
memelihara jin yang mengganggunya. Pasien memecahkan kaca dan
barang-barang dirumah bibinya dan pasien hampir dibunuh oleh suami bibinya
karena mengamuk namun masih bisa dipisahkan oleh warga sekitar. Menurut
keluarga, pasien pernah melakukan sodomi pada anak tetangga sebelah rumahnya.
2
6. Riwayat kejang (-)
7. Riwayat alkohol (-)
8. Riwayat NAPZA (-)
9. Riwayat merokok (-)
- Bicara sendiri
- Mengamuk
3
B. Situasi Hidup Sekarang
Pasien saat ini tidak bekerja, pasien tinggal dengan adik dan keluarganya.
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.
D. Riwayat Pendidikan
Pasien tamat sekolah hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)
E. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
F. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
G. Agama
Pasien beragama Islam
4
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tampak gelisah dan ngoceh-ngoceh saat dibawa ke IGD RS
Ernaldi Bahar.
C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kualitas : Baik
3. Kuantitas : Baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi :
- Halusinasi auditorik ada : bisik-bisikan seperti ada orang-orang yang
berbicara dengannya.
- Halusinasi visual ada : melihat sosok jin yang mengganggunya.
2. Depersonalisasi dan derealisasi tidak ada.
E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran : asosiasi longgar
a) Kontinuitas : kontinu
b) Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi Pikiran
a) Bentuk fikir : asosiasi longgar
b) Gangguan isi pikiran : Waham
5
F. Kesadaran dan Kognisi
1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
2. Orientasi :
a) Waktu : Baik
b) Tempat : Baik
c) Orang : Baik
3. Daya Ingat : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : Baik
5. Kemampuan membaca dan menulis : Pasien dapat membaca
6. Kemampuan visuospasial : Pasien kurang dapat menjelaskan
perjalanan dari rumah ke RS.
Ernaldi Bahar.
7. Kemampuan menolong diri sendiri : kurang baik, pasien makan,
minum dan mandi harus disuruh
terlenih dahulu tapi pasien
masih bisa melakukannya
sendiri.
G. Pengendalian Impuls
Pasien sedikit kesal pada proses tanya jawab yang dilakukan namun tidak
terdapat gerakan involunter
H. Daya Nilai
1. Penilaian realita : RTA terganggu
2. Tilikan : Derajat 4, menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan
namun tidak memahami penyebab sakitnya.
6
3. Kepala : Normocephali, Konjungtiva palpebra anemis (-),
Sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung (-).
4. Thorax : BJ I dan II Normal, Gallop (-), Murmur (-), Vesikuler
normal (+), Wheezing (-), Ronkhi (-).
5. Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), BU (+) normal
Pembesaran hepar dan lien (-).
6. Ekstremitas : hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik.
B. Status Neurologikus
1. GCS : 15
E : membuka mata spontan (4)
V : bicara spontan (5)
M : gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi sensorik tidak terganggu.
3. Fungsi Motorik tidak terganggu.
7
Pasien tinggal bersama adik kandungnya dan keluarga di rumah. Pasien sudah
pernah berobat ke RS Ernaldi Bahar.
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita berupa
adanya halusinasi dan delusi, maka pasien ini menderita gangguan
psikotik (F20-F29). Gangguan persepsinya yaitu halusinasi auditorik dan
halusinasi visual. Gangguan isi pikir yaitu waham. Gangguan psikotik
yang dialami pasien sudah terjadi lebih dari 1 bulan, sehingga termasuk
kedalam skizofrenia (F.20) menurut kriteria PPDGJ III dan kriteria
DSM-V
8
menurut DSM-V, yaitu a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien
atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal
berupa bunyi pluit ( whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing); b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tapi
jarang menonjl; c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi ( delusion of influence),
atau vassivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam adalah yang paling khas. Pasien tidak memenuhi kriteria
untuk diagnosis skizofrenia hebefrenik, katatonik, residual, atau depresi
pasca-skizofrenia.
Aksis II:
Aksis III:
Pada diagnosis multiaksial aksis III tidak ditemukan adanya gangguan kondisi
medik umum yang menyertai penderita. Maka aksis III tidak ada diagnosis.
Aksis IV:
Aksis V:
9
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis V : GAF 70-61 gejala ringan dan menetap disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.
B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi auditorik dan visual, serta waham paranoid.
XI. PROGNOSIS
A. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
B. Quo ad Functionam : dubia ad malam
C. Quo ad Sanationam : dubia ad malam
B. Psikoterapi
1. Terhadap Penderita
a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi dan
edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor
10
penyebab (stressor), cara pengobatan, prognosis dan risiko kekambuhan
agar pasien tetap taat minum obat dan segera datang ke dokter bila
gejala serupa muncul dikemudian hari. Adanya efek samping obat dan
pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh dokter.
b. Memberikan psikoterapi suportif, yaitu memberikan intervensi
langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri individu,
perbaikan fungsi sosial.
2. Terhadap Keluarga
a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien, gejala,
kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemicu kekambuhan
dan prognosis sehingga keluarga dapat memberikan dukungan kepada
pasien.
b. Meminta keluarga untuk mendukung pasien, mengajak pasien
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial pasien
ketika pasien sudah kembali ke rumah.
c. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan pasien untuk kontol rutin
dan minum obat secara teratur.
d. Dapat membantu mengurangi dan menghadapi stres.
11
BAB II
DISKUSI
12
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over-valued
issue) yang menetap, atau apaila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan terus menerus.
F. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berkaibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme.
G. Perilaku katatonik, keadaan gaduh gelisah (ex-citement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor.
H. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; akan
tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
I. Adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
J. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku probadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan
diri secara sosial.1.
Adapun kriteria skizofrenia menurut DSM-V adalah sebagai berikut :
A. Karakteristik Gejala
Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini, masing-masing terjadi dalam
kurun waktu yang signifikan selama 1 bulan (atau kurang bila telah berhasil
diobati). Paling tidak salah satunya harus (1), (2), atau (3):
a) Delusi/Waham
b) Halusinasi
c) Bicara Kacau (contoh: sering melantur atau inkoherensi)
d) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
e) Gejala negatif, (yaitu: ekspresi emosi yang berkurang atau kehilangan
minat)
13
catatan: hanya diperlukan 1 gejala di kriteria A bila terdapat waham bizar
atau halusinasi berupa suara-suara yang mengomentari perilaku atau pikiran
pasien, atau 2 atau lebih suara yang berbicara satu sama lain.
B. Disfungsi Sosial/Pekerjaan
Selama kurun waktu yang signifikan sejak awitan gangguan, terdapat satu
atau lebih disfungsi pada area fungsi utama; seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di bawah tingkat yang
dicapai sebelum awitan (atau jika awitan pada masa anak-anak atau remaja,
ada kegagalan untuk mencapai beberapa tingkat pencapaian hubungan
interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi
Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang bila telah
berhasil diobati) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan dapat
mencakup periode gejala prodromal atau residual. Selama periode gejala
prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai
gejala negatif saja atau 2 atau lebih gejala yang terdaftar dalam kriteria A
yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah (cth. keyakinan aneh, pengalaan
perseptual yang tidak lazim).
D. Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif
Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan ciri
psikotik telah disingkirkan baik karena a) Tidak ada episode depresif manik,
atau campuran mayor yang terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif,
maupun b) Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif durasi totalnya
relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Eksklusi kondisi medis umum/zat
Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(contoh: obat yang disalahgunaan, obat medis) atau kondisi medis umum.
F. Hubungan dengan keterlambatan perkembangan global
Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau keterlambatan perkembangan
global lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau
14
halusinasi yang prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan (atau
kurang bila telah berhasil diobati)1.
Pengobatan skizofrenia diobati dengan antipsikotik. Obat antipsikotik
dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu
dopamine receptor antagonist atau antipsikotika generasi I (tipikal) dan
serotonin-dopamine antagonist atau antipsikotika generasi II (atipikal). Obat
APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif. APG-II
bermanfaat baik untuk gejala positif maupun negatif.2.
Pada pasien ini diberikan sikzonoat (fluphenazine) 1 amp injeksi,
Clozapin 100 mg dan Trihexyphenidyl 2 mg (diberikan hanya jika timbul
efek samping sindroma ekstrapiramidal). Fluphenazine termasuk kelas obat
yang disebut fenotiazin dan juga sebagai neuroleptika, yakni bekerja
mempengaruhi keseimbangan kimia alami (neurotransmiter) di otak. Obat
Trihexyphenidyl merupakan antikolinergik untuk mengurangi efek samping
dari EPS (Ekstrapiramidal Sindrom).
Obat APG-I memberikan efek antipsikotika dengan jalan menurunkan
aktivitas dopamin. Dapat meningkatkan metabolisme dopamin pada daerah
yang kaya dopamin. Hal ini menunjukan bahwa kedua zat ini bekerja sebagai
dopamin antagonis. Obat APG-I bersifat sedasi sehingga ia lebih efektif
untuk pasien yang lebih agitatif. Dosis APG-I dapat menimbulkan sindrom
immobilitas yaitu tonus otot meningkat dan menimbulkan efek samping
sindrom ekstrapiramidal (EPS). Efek samping EPS diantaranya
parkinsonisme (rigiditas, bradikinesia, tremor) dalam bentuk ringan dapat
terlihat seperti penurunan gerakan spontan, ekspresi wajah topeng,
pembicaraan tidak spontan dan kesulitan dalam memulai aktivitas atau
disebut dengan akinesia, selain itu Distonia Akut yaitu spasme otot yang
menetap atau intermiten, otot yang sering menetap spasme yaitu otot badan,
leher dan kepala, serta menyebabkan involunter. Efek samping EPS yang lain
adalah Akatisia, ini yang paling membuat penderitaan. Manifestasi klinik
yang paling sering yaitu ketidakmampuan pasien untuk duduk diam, sering
merubah-rubah posisi ketika duduk, jalan ditempat, kaki tidak bisa diam dan
pasien merasa gelisah.
15
Clozapine bekerja dengan cara memblokade reseptor dopamine,
serotonin 5HT2A, dan α-adrenergik. Blokade terhadap reseptor D1 lebih
besar dibandingkan terhadap reseptor D2. Blokade terhadap reseptor
dopamine D2 bertanggung jawab terhadap kemampuan clozapine untuk
menurunkan gejala positif psikosis dan stabilisasi gejala afektif. Blokade
reseptor serotonin 5HT2A akan menyebabkan peningkatan pelepasan
dopamine di beberapa area otak. Peningkatan dopamine ini menyebabkan
penurunan insidensi efek samping ekstrapiramidal akibat clozapine dan juga
memicu perbaikan gejala-gejala afektif dan kognitif. Selain interaksinya
dengan dopamine dan serotonin, clozapine juga berinteraksi dengan beragam
neurotransmiter lainnya yang diperkirakan akan mempengaruhi efektivitasnya
sebagai antipsikosis. Hal ini jugalah yang mungkin menjadi penyebab
clozapine efektif digunakan pada pasien-pasien yang tidak merespon
antipsikosis lainnya.
Pemberian Trihexyphenidyl sebagai antikolinergik dapat diberikan hanya
bila muncul efek samping sindroma ekstrapiramidal. Obat antikolinergik ini
tidak perlu diberikan secara rutin atau untuk pencegahan efek samping
sindroma ekstrapiramidal.2
Selain menggunakan terapi psikofarmaka, pasien juga ditunjang dengan
psikoterapi. Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap penderita agar
memahami tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor
penyebab (stresor), cara pengobatan, prognosis dan risiko kekambuhan agar
pasien tetap taat minum obat dan segera datang ke dokter bila gejala serupa
muncul dikemudian hari. Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung
lama, adanya efek samping obat dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh
dokter.3.
Hal lain yang dilakukan adalah dengan intervensi langsung dan dukungan
untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan
pencapaian kualitas hidup yang baik sehingga memotivasi penderita agar
dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Keluarga penderita juga
diberikan terapi keluarga dalam bentuk psikoedukasi berupa penyampaian
informasi kepada keluarga mengenai penyebab penyebab penyakit yang
16
dialami penderita serta pengobatannya sehingga keluarga dapat memahami
dan menerima kondisi penderita untuk minum obat dan kontrol secara teratur
serta mengenali gejala-gejala kekambuhan secara dini.3.
Prognosis penderita ini adalah bonam pada quo ad vitam dan malam
untuk quo ad fungsionam nya sedangkan untuk quo ad sanationamnya adalah
dubia malam.
17
TABEL FOLLOW UP
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan B.J., SAdock. 2012. Kaplan & Sadock’s Buku ajar psikiatri klinis
edisi ke 2. EGC.
2. Maslim, R. 2013. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya.
3. Maslim, R. 2010. Panduan praktis penggunaan klinik obat psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
19