Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh:
Nabilah Dwi Noprida
NIM : 71 2020 062

Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp. KJ.,MARS

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus berjudul:


SKIZOFRENIA PARANOID

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Nabilah Dwi Noprida

NIM : 71 2020 062

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
DR. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang dan Universitas Sriwijaya Palembang.

Palembang, Juni 2022


Dosen Pembimbing

dr. Abdullah Sahab Sp.KJ.,MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Skizofrenia Paranoid” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit DR. Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan,
bimbingan dan arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. dr. Abdullah Sahab, Sp. KJ.,MARS, selaku dosen pembimbing.
2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moril maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Juni 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i
Halaman Pengesahan..................................................................................................ii
Kata Pengantar...........................................................................................................iii
Daftar Isi.....................................................................................................................iv

BAB I. Laporan Kasus...............................................................................................1


BAB II. Diskusi.........................................................................................................16

Follow Up...................................................................................................................19
Daftar Pustaka............................................................................................................21

iv
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTIFIKASI PENDERITA


Nama : Tn. M
Usia : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah

Bangsa : Indonesia
Pendidikan : MTS
Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam
Alamat : Jl. Sabar Jaya No. 452 RT. 008 RW. 002 Kel. Mariana Ilir
Kec. Banyuasin
Datang ke RS : Rabu, 25 Mei 2022
Cara ke RS : Diantar keluarganya
Tempat Pemeriksaan : RS dr. Ernaldi Bahar Palembang.

1.2. RIWAYAT PSIKIATRI


Riwayat psikiatri diperoleh dari:
1. Autoanamnesis dengan penderita pada hari Selasa, 31 Mei 2022 Pukul 14.00-
15.30 WIB.
2. Alloanamnesis dengan anak pasien pada hari Rabu, 01 Juni 2022
Pukul 10.00 WIB.

1.2.1 Sebab Utama


Pasien mengamuk dan memukul orang disekitarnya.

1
1.2.2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh seperti ada yang menertawainya dan memerintahnya
 7 hari SMRS.

1.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RS Ernaldi Bahar Palembang diantar
keluarganya karena pasien sering mengamuk sejak ± 7 hari SMRS. Keluarga
pasien mengatakan, selain mengamuk dan memukul orang disekitarnya
pasien juga sering berbicara sendiri, marah-marah, dan meludah.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mulai mengalami
perubahan perilaku sejak ± 2 bulan SMRS. Saat itu, pasien mendapatkan
kabar bahwa orangtua pasien yang berada di Cilacap sedang sakit. Mulai
saat itu pasien mengalami perubahan perilaku dan lebih banyak memikirkan
tentang keadaan orangtua pasien yang berada di Cilacap. Keluarga pasien
mengatakan hal ini yang membuat pasien mulai mengalami perubahan
perilaku seperti sering menyendiri. Selain itu keluarga pasien juga
mengatakan bahwa pasien sering kelelahan dan merasa tertekan dengan
beban kerja yang pasien dapatkan karena selama pandemi ini banyak
karyawan diberhentikan sehingga pekerjaan karyawan yang diberhentikan
semuanya diberikan kepada pasien.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering mengamuk didalam
rumah. Saat mengamuk pasien terkadang melempar barang yang ada
disekitar pasien. Selain mengamuk, keluarga juga mengatakan bahwa pasien
terkadang berbicara sendiri dan marah-marah dengan anggota keluarga yang
lain. Pasien juga terkadang meludah ke orang disekitar pasien. Keluarga
pasien mengatakan sejak dahulu bahwa pasien memiliki rasa kecurigaan
yang tinggi terhadap orang lain.
Pada saat dilakukan wawancara dengan pasien. Pasien mengatakan
mulai sering mendengar suara orang tertawa  2 bulan SMRS dan pasien
juga mengatakan akhir-akhir ini terkadang mendengar suara orang yang
memerintah pasien untuk memukul orang lain  7 hari SMRS. Pasien juga
mengatakan bahwa pasien sering dikejar dan ingin dibunuh oleh orang yang

2
ingin mencelakai pasien. Pasien mengatakan sangat ketakutan dengan orang
yang ingin mencelakai pasien tersebut. Selain itu, pasien juga mengatakan
bahwa pasien merasa orang disekitar pasien banyak yang membicarakan
pasien. Saat ditanya tentang apa yang dibicarakan orang lain terhadap
pasien, pasien mengatakan "Iyo, aku nih meraso cak banyak yang ngatoi
aku. Pokoknyo kesannyo nyindir".
Pasien mengatakan bahwa sejak tahun 2014 pasien rutin kontrol ke
dokter dan rutin mengkonsumsi obat setiap hari. Pasien rutin kontrol ke
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dan pada tahun 2019 pasien
mengatakan bahwa dokter sudah mulai menurunkan dosis obat yang
dikonsumsi oleh pasien hingga tahun 2019 akhir pasien mengatakan bahwa
pasien memutuskan sendiri untuk tidak mengkonsumsi obat lagi
dikarenakan bosan dan merasa sudah sehat.
Keluarga pasien mengatakan, pasien pernah dirawat di RS Ernaldi
Bahar pada tahun 1996. Keluarga pasien mengatakan bahwa saat itu baru
pertama kalinya pasien mengalami gangguan jiwa. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien mengamuk dan marah-marah dengan keluarga
serta warga sekitar. Selain itu keluarga pasien juga mengatakan bahwa pada
saat itu pasien sering berkata "ado yang ngejer dan nak ngebunuh aku".
Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien saat itu berkata bahwa ada
suara orang yang menertawai pasien. Pada tahun itu keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien diberhentikan dari pekerjaannya dan pasien
merasa sangat sedih. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien dirawat di
RS Ernaldi Bahar selama 16 hari. Setelah dirawat inap pasien diperbolehkan
pulang tetapi keluarga pasien mengatakan bahwa setelah pulang dari RS
pasien tidak kontrol rutin dan juga tidak meminum obat dengan rutin.
Keluarga pasien mengatakan pasien kembali masuk ke RS Ernaldi
Bahar dan dirawat pada tahun 2002. Pada saat itu, keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien mengamuk kembali. Pasien marah-marah dengan
keluarga, memukul keluarga, meludah, dan keluarga pasien mengatakan
bahwa pasien terkadang merasa ketakutan dan berkata "jangan kejer aku,
jangan bunuh aku". Keluarga pasien juga mengatakan pasien sering

3
memukul orang dan jika ditanya mengapa memukul orang, pasien
menjawab bahwa pasien diminta memukul orang oleh suara yang
didengarnya. Keluarga pasien mengatakan setelah selesai dirawat di RS
Ernaldi Bahar, pasien sempat kontrol rutin dan minum obat rutin selama 1
tahun tetapi karena merasa tidak ada keluhan lagi pasien tidak melanjutkan
kontrol dan minum obat rutin.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien kembali masuk RS Ernaldi
Bahar pada tahun 2014. Pada saat itu keluarga pasien mengatakan bahwa
pasien kembali mengamuk dan marah-marah dengan keluarga pasien.
Keluarga pasien mengatakan pada saat itu pasien mengatakan bahwa ada
yang memerintah pasien sehingga pasien mengamuk dan memukul orang
disekitar pasien. Pasien juga mendengar suara orang tertawa dan pasien juga
ketakutan karena merasa dikejar dan ingin dibunuh. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pada saat itu pasien ingin pulang ke Cilacap karena
rindu dengan orangtua pasien tetapi sebelum pulang ke Cilacap pasien
sudah mengalami perubahan perilaku. Keluarga pasien mengatakan pada
saat itu setelah selesai dirawat di RS Ernaldi Bahar pasien rutin kontrol dan
minum obat secara teratur. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien rutin
kontrol di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tetapi keluarga pasien
mengatakan sejak awal tahun 2020 pasien sudah tidak kontrol dan tidak
minum obat lagi.

1.3. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA


1.3.1 Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien sudah pernah dirawat di RS Ernaldi Bahar Palembang pada
tahun 1996, 2002, dan 2014.

1.3.2 Riwayat Kondisi Medis Umum


1. Riwayat alergi tidak ada
2. Riwayat asma tidak ada
3. Riwayat trauma tidak ada
4. Riwayat demam tinggi tidak ada

4
5. Riwayat kejang tidak ada
6. Riwayat hipertensi tidak ada
7. Riwayat stroke tidak ada
8. Riwayat diabetes mellitus tidak ada
9. Riwayat hiper/hipotiroid tidak ada
10. Riwayat sakit jiwa sebelumnya ada

1.3.3 Penggunaan Zat Psikoaktif


Riwayat penggunaan zat psikoaktif pada pasien yaitu, pasien merokok
sejak usia 11 tahun. Sampai sebelum masuk rumah sakit pasien masih
merokok. Merokok sekitar satu bungkus perhari. Riwayat penggunaan
NAPZA tidak ada.

5
1.3.4 Timeline Perjalanan Penyakit Pasien

1996 2002 2014 ± 2 bulan SMRS ± 7 hari SMRS


 Diberhentika  Mengamuk  Pasien rindu  Pasien  Mengamuk
n dari  Marah-marah orangtua di mendapatkan  Marah-marah
pekerjaan  Memukul Cilacap kabar bahwa  Berbicara sendiri
 Mengamuk  Meludah  Mengamuk orangtua pasien  Meludah
 Marah-  Halusinasi  Marah-marah di Cilacap  Halusinasi
marah auditorik (+)  Halusinasi sedang sakit auditorik (+)
 Halusinasi mendengar auditorik (+)  Pasien mulai suara orang
auditorik (+) orang yang suara orang sering tertawa dan
suara orang memerintah tertawa dan menyendiri suara
tertawa pasien suara  Pasien tidak memerintah
 Waham  Waham kejar memerintah lagi  Waham kejar
kejar (+) (+) merasa ada  Waham kejar mengkonsumsi (+) merasa ada
merasa ada orang yang (+) merasa obat. orang yang
orang yang mengejar dan ada orang  Halusinasi mengejar dan
mengejar ingin yang auditorik (+) ingin
dan ingin membunuh mengejar dan suara orang membunuh
membunuh  Pasien ingin tertawa  Waham rujukan
 Pasien dirawat di RS membunuh  Pasien (+) pasien
dirawat di ERBA  Pasien mengeluh merasa orang
RS ERBA  Rutin kontrol dirawat di dengan beban disekitar pasien
dan minum RS ERBA sedang
obat teratur  Rutin membicarakan
selama 1 kontrol dan pasien
tahun tetapi minum obat  Pasien tidak lagi
karena merasa teratur mengkonsumsi
sehat pasien hingga akhir obat.
tidak kontrol tahun 2019.
dan minum Awal tahun
obat lagi. 2020 pasien
tidak lagi
meminum
obat.

6
1.4. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1.4.1 Riwayat Premorbid
1. Lahir : Pasien lahir spontan, cukup bulan, tidak ada kelainan fisik,
tidak ada kelainan kongenital, ditolong oleh bidan.
2. Bayi : Tidak diketahui.
3. Anak : Pasien merupakan anak yang sering bersosialisasi.
4. Remaja : Pasien menghabiskan banyak waktu dengan bekerja.
5. Dewasa : Pasien menghabiskan banyak waktu dengan bekerja.

1.4.2 Situasi Hidup Sekarang


Pasien masih bekerja. Pasien tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.
Kehidupan ekonomi pasien menengah. Anak pertama pasien sudah lulus
kuliah dan sudah bekerja sebagai bidan, anak kedua pasien masih kuliah,
dan anak ketiga pasien masih SMA.

1.4.3 Riwayat Keluarga


Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.

Keterangan :

: Pasien bernama Tn. M berusia 59 tahun

7
1.4.4 Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah MTS. Pasien mengatakan tidak
melanjutkan sekolah karena masalah biaya. Pasien mengaku selalu
naik kelas dan tidak pernah ada masalah dalam proses pembelajaran,
tetapi tidak pernah mendapat juara kelas.

1.4.5 Riwayat Pekerjaan


Pasien mulai bekerja setelah putus sekolah sebagai ABK di Jawa.
Pasien mengatakan diajak oleh paman pasien untuk bekerja sebagai
ABK kemudian pasien mengatakan merantau ke Palembang dan
bekerja sebagai buruh. Pasein mengatakan sebelum masuk RS Ernaldi
Bahar pasien bekerja sebagai buruh di PT. Mariana Bahagia bagian
mesin.

1.4.6 Riwayat Pernikahan


Pasien menikah pada tahun 1992. Pasien menikah dengan pilihan
sendiri dan atas dasar suka sama suka.

1.4.7 Agama
Pasien beragama Islam.

1.4.8 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal dirumah bersama istri dan ketiga anaknya. Pasien masih
bekerja, sehingga ekonomi keluarga ditunjang oleh penghasilan pasien dan
juga anak pertamanya yang bekerja sebagai bidan. Kesan sosial ekonomi
menengah.

1.4.9 Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien tidak pernah berurusan dengan pihak berwajib sebelumnya.

8
1.5 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
1.5.1 Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien berjenis kelamin laki-laki, tampak sesuai dengan usianya
yaitu terlihat seperti usia 59 tahun. Pakaian tampak rapi. Perawatan
diri tampak baik. Postur tubuh tidak ada cacat. Berat badan dan tinggi
badan tampak ideal. Kulit berwarna sawo matang. Rambut berwarna
hitam cepak. Pada saat wawancara pasien menggunakan baju seragam
RS Ernaldi Bahar berupa kaos berwarna orange lengan pendek hitam
dan celana panjang, menggunakan sandal dan masker.

2. Perilaku dan aktivitas


psikomotor Tidak ada gerakan
abnormal.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Kontak dengan pemeriksa ada, pasien kooperatif.

1.5.2 Mood dan Afek


Mood : Eutimik
Afek : Sesuai

1.5.3 Pembicaraan
Spontanitas : Spontan
Kecepatan : Normal
Intonasi : Sedang
Artikulasi : Jelas
Produksi suara : Baik dan Lancar

1.5.4 Gangguan Persepsi


1. Halusinasi :

9
 Halusinasi auditorik ( 7 hari SMRS) pasien mendengar suara

10
tertawa dan suara memberi perintah untuk memukul orang
disekitarnya.

2. Proses dan bentuk pikiran : Koheren


a) Kontinuitas : Kontinu
b) Hendaya berbahasa : Tidak ada

3. Isi Pikiran
Gangguan isi pikiran :
Waham rujukan (+), waham kejar (+)

1.5.5 Kesadaran dan Kognisi


1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
2. Orientasi
a) Waktu : Baik
b) Tempat : Baik
c) Orang : Baik
3. Daya Ingat : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : Baik
5. Kemampuan membaca dan menulis : Baik
6. Kemampuan visuospasial : Pasien dapat menjelaskan
perjalanan dari rumah ke RS.
Ernaldi Bahar.
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik, pasien makan, minum
dan mandi bisa sendiri.

1.5.6 Pengendalian Impuls


Pasien tampak tenang pada saat proses tanya jawab dilakukan dan tidak
terdapat gerakan involunter.

1.5.7 Daya Nilai


1. Penilaian realita : RTA tidak terganggu, karena dapat
membedakan realita dan bukan, dinilai pada alam perasaan,
11
pikiran dan

12
perbuatan.
2. Tilikan : Derajat 4

1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan dilakukan pada hari Sabtu, 08 Januari 2022 Pukul 15.00 WIB.
1.6.1 Status Internus
Kesadaran : Compos Mentis.
Tanda Vital : TD:130/80 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 20 x/menit,
T: 36,8oC.
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-), Sklera ikterik (-),
mulut kering (-), mata cekung (-).
Thorax : BJ I dan II Normal, Gallop (-), Murmur (-), Vesikuler
normal (+/+), Wheezing (-), Ronkhi (-).
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), BU (+)
normal, Ekstremitas : Hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2detik.
BB : 56 kg
TB : 165 cm
BMI : 20,51 (Normoweight)

1.6.2 Status Neurologikus


1. GCS 15
E : Membuka mata spontan (4)
V : Bicara spontan (5)
M : Gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi sensorik tidak ada gangguan.
3. Fungsi motorik tidak ada gangguan.
4. Ekstrapiramidal sindrom tidak ditemukan gejala.
5. Refleks fisiologis tidak dilakukan.
6. Refleks patologis tidak dilakukan.

13
1.7 FORMULASI DIAGNOSTIK
Aksis I:
1. Berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan,
pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku, pikiran, dan perasaan
yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan
(distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial.
Dengan demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa
pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.
2. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
tidak terdapat penyakit yang menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat
dinilai dari tingkat kesadaran, daya ingat atau daya konsentrasi, serta
orientasi yang masih baik, sehingga pasien ini bukan penderita
Gangguan Mental Organik (F.0).
3. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien tidak pernah mengonsumsi
NAPZA, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini bukan pasien
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif atau Alkohol (F.1)
4. Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita
berupa adanya halusinasi, maka pasien ini menderita gangguan psikotik
(F20- F29). Gangguan persepsinya yaitu halusinasi auditorik dan
gangguan isi pikir yaitu waham rujukan dan waham dikendalikan.
Gangguan psikotik yang dialami pasien sudah terjadi lebih dari 1 bulan,
sehingga termasuk kedalam skizofrenia (F.20).
5. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien sering mendengar suara orang
tertawa dan suara orang yang memerintah pasien, terdapat waham kejar,
dan waham rujukan sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini
menderita Gangguan Skizofrenia Paranoid (F20.0).
Aksis II:
Pada pasien untuk diagnosis multiaksial aksis II, ciri kepribadian paranoid.

Aksis III:
Pada diagnosis multiaksial aksis III ditemukan tidak adanya gangguan
kondisi medik umum yang menyertai penderita.

14
Aksis IV:
Pada aksis IV, terdapat masalah pekerjaan.

Aksis V:
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale
saat datang ke IGD Rumah Sakit yaitu 50-41 gejala berat, disabilitas berat.
GAF Scale saat dilakukan pemeriksaan 70-61, sesuai dengan pasien
memiliki gejala ringan dan disabilitas ringan dan secara umum masih baik.

1.8 DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Ciri kepribadian paranoid
Aksis III : Tidak adanya masalah kondisi medik umum
Aksis IV : Terdapat masalah pekerjaan
Aksis V : GAF Scale 50-41 (saat di IGD). GAF Scale 70-61 (saat
pemeriksaan)
Diagnosa Banding:
 Gangguan Skizoafektif tipe depresif
 Gangguan Waham Menetap

1.9 DAFTAR MASALAH


1.9.1 Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.

1.9.2 Psikologik
Pasien mengalami halusinasi auditorik, waham kejar, dan waham
rujukan.

1.9.3 Lingkungan dan Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama istri dan ketiga anaknya. Kehidupan ekonomi
pasien menengah. Anak pertama pasien sudah lulus kuliah dan sudah
bekerja sebagai bidan, anak kedua pasien masih kuliah, dan anak ketiga
pasien masih SMA.

15
1.10 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

1.11 RENCANA PENATALAKSANAAN


1.11.1 Psikofarmaka
Risperidone 2 x 2 mg

1.11.2 Psikoterapi
1. Pada penderita
 Memberikan edukasi terhadap penderita untuk mampu
berinteraksi dengan baik, mampu mengendalikan emosi,
memahami penyakit serta cara pengobatannya, memahami
pentingnya untuk hadir kontrol rutin setiap bulan, mengetahui
efek samping yang dapat muncul apabila melanggar kepatuhan
dan keteraturan dalam minum obat.
 Intervensi langsung dan dukungan untuk meningkatkan kualitas
hidup individu, perbaikan fungsi sosial. Misalnya mampu
membangkitkan semangat pasien untuk kembali bekerja dan
berinteraksi dengan orang lain

16
 Memotivasi penderita agar tidak merasa putus asa atas apa yang
dialaminya.
 Bimbingan keagamaan agar pasien tetap taat beribadah, yaitu
menjalankan sholat lima waktum menegakkan amalan sunnah
seperti mengaji, berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT.
2. Pada keluarga
Memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai berbagai
kemungkinan penyebab penyakit, perjalanan penyakit, dan
pentingnya kontrol pengobatan, sehingga keluarga dapat memahami
dan menerima kondisi penderita serta membantu penderita dalam hal
minum obat serta kontrol secara teratur dan mengenali gejala-gejala
kekambuhan untuk segera dikonsultasikan kepada dokter.

17
BAB II
DISKUSI

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah”


atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Penegakan diagnosis
skizofrenia harus dijumpai 1 gejala klinis yang khas atau patognomonis berupa
thought of echo, thought of insertion (withdrawal), thought of broadcasting,
halusinasi auditorik dan waham delusi atau dapat juga ditegakkan apabila
dijumpai beberapa gejala yang kurang khas berupa halusinasi non auditorik,
gangguan arus pikir, perilaku katatonik, gaduh gelisah, fleksibiliti carea, mutisme,
negativisme, dan lain lain. Klasifikasi dari skizofrenia dibedakan menjadi
beberapa tipe, yaitu skizofrenia paranoid, herbefrenik, katatonik, depresi pasca
skizo, residual, simpleks.1,2
Prevalensi skizofrenia di Indonesia adalah sebanyak 6,7 per 1000 rumah
tangga. Dan penyebaran prevalensi skizofrenia tertinggi terdapat di Bali dan DI
Yogyakarta dengan masing-masing 11,1 dan 10,4 per 1000 rumah tangga.5 Gejala
skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda, awitan
laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan 25-35 tahun. Survei
telah dilakukan di berbagai negara memiliki laju insiden per tahun skizofrenia
antara 0,1-0,4 per 1000 populasi. Insiden yang tinggi terjadi pada kelompok sosial
terutama etnis minoritas di Eropa Barat seperti komunitas Afro-Caribbean di
Inggris dan imigran dari Suriname di Belanda. Ditinjau dari diagnosa atau jenis
skizofrenia, prevalensi jenis skizofrenia terbanyak terdapat pada skizofrenia
paranoid sebanyak 40,8%, dan diikuti skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%.3,4,5
Hingga sekarang belum ditemukan etiologi yang pasti mengapa seseorang
menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak, dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Teori telah berkembang seperti
model diastesis-stress dan hipotesis dopamin. Model diastesis-stress merupakan
satu model yang mengintegrasikan faktor biologis, psikososial, dan lingkungan.
Model ini mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin memiliki kerentanan
spesifik (diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang

18
menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.
Komponen lingkungan dapat biologis atau psikologis. Empat jalur dopamin utama
telah terlibat dalam neurobiologi skizofrenia yaitu mesolimbik, mesokorteks,
nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.6
Pada pasien ditemukan adanya gejala psikotik yang ditandai dengan adanya
gangguan dalam menilai realita. Pasien mengalami gangguan persepsi berupa
halusinasi auditorik dan gangguan isi pikiran berupa waham kejar, dan waham
rujukan, sehingga diagnosis skizofrenia paranoid dapat ditegakkan (F.20.0).7
Pada aksis II untuk diagnosis multiaksial ditemukan adanya ciri kepribadian
paranoid, dimana pasien memiliki kepekaan berlebih terhadap kegagalan seperti
pemecatan dan hasil kerja pasien yang kurang bagus, serta kecurigaan yang tinggi
terhadap orang lain.
Pada pasien untuk diagnosis multiaksial aksis III tidak ada diagnosis karena
tidak ditemukan adanya gangguan kondisi medik umum yang menyertai pasien.
Pada pasien untuk aksis IV terdapat masalah pekerjaan. Pada aksis V didapatkan
Global Assessment of Functioning (GAF) Scale yaitu GAF Scale 50-41 (saat di
IGD) dan GAF Scale 70-61 (saat pemeriksaan).
Pengobatan yang diberikan pada pasien berupa psikoterapi dan
farmakoterapi. Pengobatan farmakoterapi yang diberikan berupa risperidone 2 x
2 mg. Risperidone merupakan antipsikotik generasi II APG-2. Antipsikotik
generasi II ini bermanfaat untuk mengontrol gejala positif dan negatif, karena
memiliki afinitas terhadap reseptor serotonin dan reseptor dopamin. Risperidone
merupakan antipsikotika pertama, setelah clozapine, yang mendapat persetujuan
FDA. Risperidone termasuk ke dalam kelompok benzisoxazole. Risperidon
dengan nama dagang Risperidal tersedia dalam bentuk tablet yaitu 1mg, 2mg,
dan 3mg. Dosis berkisar antara 4-16 mg tetapi dosis yang biasa digunakan
berkisar antara 4-8 mg. Selain dalam bentuk tablet, risperidone juga tersedia
dalam bentuk depo (long acting) yang dapat digunakan setiap dua minggu.
Risperidone merupakan antagonis kuat baik terhadap serotonin (terutama 5-
HT2A) dan reseptor D2. Risperidone juga mempunyai afinitas kuat terhadap
a1dan a2 tetapi afinitas terhadap B-reseptor dan muskarinik rendah.8,9
Selain menggunakan terapi psikofarmaka, pasien juga ditunjang dengan
psikoterapi. Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap penderita agar
19
memahami tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor penyebab
(stresor), cara pengobatan, prognosis dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat
minum obat dan segera datang ke dokter bila gejala serupa muncul di kemudian
hari. Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung lama, adanya efek samping
obat dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh dokter.10
Prognosis pasien ini Quo ad Vitam adalah Dubia ad bonam, Quo ad
Functionam adalah Dubia ad bonam dan Quo ad Sanationam adalah Dubia ad
bonam.3

20
TABEL FOLLOW UP

Rabu, 01 Juni 2022 KU : Compos Mentis


Pukul 14.00 WIB
S : Pasien tampak tenang, pasien ingin pulang.

O : Kontak (+), kooperatif, halusinasi auditorik (-), waham


kejar(-), waham rujukan(-) TD: 130/80 mmHg, N: 90x/menit,
20: 18x/menit

A : F20.0 Skizofrenia Paranoid

P: Risperidone 2 x 2 mg

Kamis, 02 Juni 2022 KU : Compos Mentis


Pukul 14.00 WIB
S : Pasien tampak tenang, pasien ingin pulang.

O : Kontak (+),kooperatif, halusinasi auditorik (-), waham


kejar(-), waham rujukan(-)
TD: 120/70 mmHg, N: 82x/menit, RR: 18x/menit

A : F20.0 Skizofrenia Paranoid

P: Risperidone 2 x 2 mg

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Skizofrenia. Dalam: Muttaqin H, Sihombing RNE.


Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Eidis 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.2016:147-68.
2. Galderisi, et al. Dissecting Negative Symptoms of Schizophrenia: History,
Assessment, Pathophysiological Mechanisms and Treatment. Vol. 186.
Philadelphia: Elsevier. 2017:1-2. Available from:
10.1016/j.schres.2016.04.046 [Diakes pada 10 Januari 2022].
3. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017
4. World Health Organization. Schizophrenia and Public Health. Geneva:
Division of Mental Health and Prevention of Subtance Abuse World Health
Organization; 2003.
5. Jarut YM, Fatimawali, Wiyono WI. Tinjauan Penggunaan Antipsikotik pada
Pengobatan Skizofrenia di Rumah Sakit Prof.dr.V.I.Ratumbuysang Manado
Periode Januari 2013-Maret 2013. J Ilmiah Farm 2(3); 2013. p. 54-7.
6. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. Kaplan & Sadock’s Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi II. Jakarta: EGC; 2016.h.147-168.
7. Maslim R. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. Dalam:
Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III dan DSM V. 2013:46-52.
8. Chisholms-Burns, M.A. et al. Pharmacotherapy Principles&Practice. Fourth
Edition. New York:McGraw-Hill Education; 2016
9. Elvira S.D, hadisukanto.G . Buku Ajar Psikiatri edisi ke II. Jakarta, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2013.
10. Kaarina, et al. Increased Schizophrenia Family History Burden and Reduced
Premorbid IQ in Treatment-Resistant Schizophrenia: A Swedish National
Register and Genomic Study. Molecular Psychiatry. 2021;26(8):4487-95.
Available from: 10.1038/s41380-019-0575-1 [Diakes pada 10 Januari 2022].

22

Anda mungkin juga menyukai