PENDAHULUAN
1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang kasus ketuban pecah sebelum waktunya
dan preeklamsi.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Dalam keadaan normal, 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah sebelum waktunya. Dan ketuban pecah sebelum
waktunya hamil preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. Menurut WHO,
kejadian ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) berkisar antara 5-10%
dari semua kelahiran. Dan 70% kasus KPSW terjadi pada kehamilan aterm.
Pada 30% kasus KPSW merupakan penyebab kelahiran prematur.2,8
Angka kematian ibu di Indonesia berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2017 sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian ibu tersebut masih didominasi oleh pendarahan,
preeklamsi/eklamsi, dan infeksi. Salah satu penyebab infeksi adalah ketuban
pecah sebelum waktunya. Ketuban pecah sebelum waktunya dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan anak. Insiden ketuban
pecah sebelum waktunya sekitar 10% dari seluruh persalinan.1
2.1.3. Etiologi
Etiologi Ketuban Pecah Sebelum Waktunya disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau
oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu Ketuban
Pecah Sebelum Waktunya merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab
lainnya adalah sebagai berikut:4,7,8
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan
nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi.4
2. Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Sebelum Waktunya.
Misalnya:
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah
tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis
dan mudah pecah.7
c. Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau
over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.7
d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion > 2000
mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion
terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja.7
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting
adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.8
6. Penyakit Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang
terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.8
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
8. Riwayat KPSW sebelumya.
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23
minggu.
2.1.4. Patofisiologi
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000-1500 cc.
Air putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak
alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air,
sisanya albumin, urea, asamurik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo,
verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per
liter terutama sebagai albumin.9
Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk
mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab
peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat
surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan
bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak
sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah
bercampur dengan mekonium.9
Fungsi air ketuban adalah:9
1. Untuk proteksi janin.
2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
5. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau
diminumyang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
6. Meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan jalan lahir bila
ketuban pecah.
Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya
cepat, kira-kira 350-500 cc. Ketuban pecah dalam persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang.Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh.9
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah. Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya
asam askorbat sebagai komponen kolagen serta kekurangan tembaga dan
asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara
lain merokok. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase
(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease
(TIMP-1). Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan
TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan
membrane janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP,
cenderung terjadi ketuban pecah dini.9
2.1.6. Tatalaksana
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit
Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau),
berikan antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu: berikan antibiotika
untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, Ampisilin 4x 500mg
selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x perhari selama
7 hari.
Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada
infeksi maka berikan tokolitik,dexametason, dan induksi setelah 24
jam.
2. Aktif
Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25
mikrogram – 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Indikasi melakukan induksi pada Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya adalah sebagai berikut :
1) Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan
waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih
dari 2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari
38°c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi
melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur
air ketuban
Penatalaksanaan lanjutan:
1) Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
2) Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas
normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik
secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda
gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat
mengindikasikan infeksi uteri.
3) Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4) Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan,
perhatikan juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b.Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5) Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi
peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.
Minggu ke 24- 31
Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas neonatal.Pada kasus-kasus KPSW dengan umur kehamilan
yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya
bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai
profilaksis sehingga mencapai 34 minggu.Namun begitu, harus di
informasikan kepada keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan
tersebut akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 1 minggu.
Kontraindikasi untuk melakukan terapi secara konservatif adalah
chorioamnionitis, abruptio placentae, dan nonreassuring fetal testing.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut
jantung bayi harus la dimonitor secara berterusan. Jika stabil bisa
dilakukan tiap 8 jam.Ini karena kompresi dari tali pusat sering terjadi
terutama pada PPROM yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4 minggu
jika suspek pertumbuhan janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi
tanda-tanda vital ibu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan
takikardi, suhu melebihi 38°C, kontraksi rahim yang regular, nyei tekan
pada fundus uterus atau leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika
selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, persalinan diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan.Preterm PROM bukan kontraindikasi persalinan pervaginam.
Minggu > 32
Minggu ke 34 - 36
Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi
persalinan bisa dilakukan setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34
tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid namun pemberian antibiotik
untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.
Obat-obatan2
Kortikosteroid
Regimen 12 mg Betamethason (celestone) tiap 24 jam selama dua hari
atau Dexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara intramuskular
selama dua hari.Kortikosteroid direkomendasikan dibawah 32 minggu.
Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi kontorversi manakala untuk
kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali terbukti paru janin
masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian kortikosteroid pada
penderita KPSW dengan kehamilan kurang bulan diharapkan tercapainya
pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi pada neonatal seperti
pendarahan intraventrikular dan RDS.
Antibiotik
Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan
erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian
antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8
jam selama lima hari.Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan masa
laten dan mengurangi risiko infeksi seperti postpartum endometritis,
chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan
intraventricular. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.
Tokolitik
Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak
memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya. Penelitian
tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus PPROM masih kurang
sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.
2.2. Preeklampsia
2.2.1. Definisi
Preeklamsia merupakan merupakan penyulit kehamilan yang akut dan
dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia
dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan, dan preeklamsia berat.10
Preeklampsia berat adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasopasme pembuluh
darah dan aktivitas endotel. Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan
tekanan darah sistolik ≥160 mmHg sistolik dan tekanan darah diastolik ≥110
mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.10
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan hipertensi lebih dari 160 mmHg/110 mmHg disertai dengan protein
urin dan edema pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.11
Preeklamsia berat dibagi menjadi, preeklamsia berat tanpa Impending
eclampsia, Preeklamsia ditandai dengan Impending eklamsia. Disebut
Impending eclamsia bila preeklamsia berat disertai gejala- gejala subjektif
berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.10
2.2.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan10
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia
kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsia-eklamsia
a. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria.
b. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang
dan/atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
4. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan
tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.
2.2.3. Epidemiologi
AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari 228 per
100.000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup). Kejadian
kematian Ibu bersalin sebesar 49,5%, hamil 26,0% nifas 24%. Penyebab
angka kematian di Indonesia adalah perdarahan 38,24% (111,2 per 100.000
kelahiran hidup), infeksi 5,88% (17,09 per 100.000 kelahiran hidup),
preeklamsia dan eklamsia 10-20% (30,7 per 100.000).12
Di Indonesia, preeklamsia berat dan eklamsia merupakan penyebab dari
30%- 40% kematian maternal, sementara di beberapa rumah sakit di
Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian
maternal.13 AKI Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data profil Kesehatan
tahun 2017 yaitu 107 per 100.000 kelahiran hidup. Hipertensi dalam
kehamilan menempati jumlah terbanyak ke dari kematian ibu tahun 2017 di
provinsi Sumatera Selatan.14
2.2.5. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrrium
menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arterias spiralis.10
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi tropolas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meinngkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses
ini dinamakan “remodelling arteri spiralis”.10
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis
relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodelling arteria
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan perubahan yang menjelaskan patogenensis HDK selanjutnya..10
Diameter rata-rata arteria spiralis pada hamil normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklampsia rata rata 200 mikron. Pada hamil
normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran
darah ke utero plasenta.10
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling
yang luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular (Gambar 2.1). Akan
tetapi, pada preeklamsi terdapat invasi trofoblastik yang tidak lengkap. Pada
kasus ini, pembuluh darah decidua, tetapi bukan pembuluh darah myometrial,
menjadi sejajar dengan trofoblas endovaskular. Meekins dan kawan-kawan
(1994) menjelaskan jumlah arteri spiralis dengan trofoblas endovaskular
pada plasenta wanita normal dan wanita dengan preeklamsi. Madazli dan
kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi trofoblastik
terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.10,16
2.2.6. Penatalaksanaan
1.Penanganan Awal
Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan
kondisi tekanan darahnya. Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukan
beratnya, sebab sekunder yang mungkin, kerusakan target organ, dan
rencana strategis penatalaksanaannya. Kebanyakan wanita penderita
hipertensi yang merencanakan kehamilan harus menjalani skrining adanya
faeokromositoma karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi
apabila keadaan ini tidak terdiagnosa pada ante partum.17
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada
akhir trimester untuk menemukan awal preeklamsi. Wanita hamil dengan
tekanan darah yang tinggi (140/90 mmHg) akan dievaluasi di rumah sakit
sekitar 2-3 hari untuk menentukan beratnya hipertensi. Wanita hamil
dengan hipertensi yang berat akan dievaluasi secara ketat bahkan dapat
dilakukan terminasi kehamilan. Wanita hamil dengan penyakit yang ringan
dapat menjalani rawat jalan.17
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan,
penting diketahui mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang telah
diketahui aman digunakan selama kehamilan, seperti metildopa atau beta
bloker. Penghambat ACE dan ARB jangan dilanjutkan sebelum terjadinya
konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi.17
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita dengan
hipertensi berat, terutama apabila terdapat hipertensi yang persisten atau
bertambah berat atau munculnya proteinuria. Evaluasi secara sistematis
meliputi :
1. Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala klinis
seperti sakit kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, dan
penambahan berat badan secara cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari
setelahnya.
3. Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali
saat pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum enzim
hati, frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinis
dan dengan menggunakan ultrasonografi.16
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehari-harinya
yang berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu pula dengan
pemberian sedatif. Diet harus mengandung protein dan kalori dalam jumlah
yang cukup. Pembatasan garam tidak diperlukan asal tidak berlebihan.16
2.Tatalaksana Preeklamsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis
ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal
terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Tujuan utama pengambilan strategi
penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang
tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaan pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya
preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan10
a. Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara
rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur
miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Apabila
pasien sudah memilii tanda-tanda preeklampsia berat, pasien
disarankan kerumah sakit untuk rawat inap.
- Banyak istirahat
- Makan cukup protein
- Roborantia (vitamin dan mineral) : vit E, C, Calcium, aspilet
- Pemeriksaan laboratorium (HB, Hematokrit, asam urat, urine
lengkap, fungsi hati dan ginjal
b. Penderita baru dirawat
- Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan
perbaikan gejala preeklampsia
- Timbul salah satu atau lebih tanda-tanda preeklampsia berat
Apabila tidak ada perbaikan dari tekanan darah dan kondisi
ibu atau ada tanda-tanda preeklampsia berat, disarankan untuk
dirawat di rumah sakit. Perawatan yang penting adalah
pengelolaan cairan karena ada kemungkinan terjadinya edema
paru dan oliguria, oleh karena itu dilakukan monitoring cairan
input dan output. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, berikan
ringer-dekstrose atau carian garam faali jumlah tetesan: <125
cc/jam serta foley catheter. Oliguria terlihat apabila cairan yang
keluar <300cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.
c. Evaluasi
- Lakukan pemeriksaan fisik (Pitting edema,BB tiap pagi
bangun, indeks gestosis tiap 12 jam, TD 6 jam kecuali tidur)
d. Persalinan
- Pada penderita preeklampsi ringan, yang normal selama
perawatan, persalinannya di tunggu sampai 40 minggu, lewat
TP dilakukan induksi partus
- Penderita preeklampsi ringan yang tekanan darahnya selama
perawatan tetapi belum mencapai normal, terminasi
kehamilan dilakukan pada kehamilan 37 minggu.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan
persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat
terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang
atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia
kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk
mendapatkan NICU yang baik. Perawatan preekalamsia berat sama
halnya dengan preeklamsia ringan, dibagi menjadi dua unsur10 :
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identifikasi
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Roliyah Binti Dajan
Tanggal lahir: 3 Maret 1989
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Sematang Borang Lr Pelopor RT 007 RW 010 Sako /
Kota Palembang / Sumatera Selatan
MRS : 25 April 2021
No. RM : 60.29.77
B. Identitas Suami
Nama : Tn. Sugiarto
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jalan Sematang Borang Lr Pelopor RT 007 RW 010 Sako /
Kota Palembang / Sumatera Selatan
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 25 April 2021
A. Keluhan Utama
Pasien hamil cukup bulan datang ke PONEK RSUD BARI dirujuk oleh
bidan dengan keluhan utama sakit perut mau melahirkan.
E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 14 Tahun
Siklus haid : 28 Hari
Lama haid : 7 hari
Keluhan saat haid : Tidak ada
HPHT : 05 - 09 - 2019
TP : 12 - 06 - 2020
F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali (tahun 2014)
Lama pernikahan : 7 tahun
Usia menikah : 25 tahun
G. Riwayat Kontrasepsi
- KB suntik tiap 3 bulan
H. Riwayat ANC
- Pasien mengaku sering memeriksakan kehamilannya ke bidan dan telah
melakukan pemeriksaan USG sebanyak 3x
B. Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
HR: 81 x/menit, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar karena kehamilan, luka
bekas operasi (-), linea gravidarum (+), striae
gravidarum (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia : Bloody show (+), lendir (-), lesi (-), keputihan berbau
(+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (+/+)
C. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
- Leopold I : TFU 2 jari di bawah processus xhypoideus 35 cm dari
symphisis pubis, bagian fundus ibu teraba bagian janin
bulat lembut tidak melenting.
- Leopold II : teraba bagian keras memanjang di kiri perut ibu dan bagian
kecil lunak dibagian kanan perut ibu
- Leopold III : teraba bagian janin bulat keras dan melenting di bagian
bawah perut ibu
- Leopold IV : Divergen (bagian terbawah sudah masuk PAP)
- TBJ : 3410 gram
- DJJ : 147 x/menit
- His : jarang (tidak teratur)
Pemeriksaan Dalam :
- Konsistensi : portio lunak
- Posisi portio : medial
- Pembukaan : 4 cm
- Ketuban : kering
- Terbawah : Kepala
- Penunjuk : UUK
- Penurunan : Hogde 1
Inspekulo
- Flour :
- Fluksus : keluar air-air, darah campur lendir
- Vulva/vagina : tidak ada massa, edema (-)
- Portio : tebal, tidak ada massa
- Test Nitrazine : (+)
Gambar 3.1 Test Nitrazine Positif
HEMOSTASIS
Clotting time 9 Detik 10-15
Bleeding time 3 Detik 1-6
KIMIA KLINIK
CKNA 143 u/L < 190
Protein Total 5.38 g/dL 6.7-8.7
Albumin 4.04 g/dL 3.8-5.1
Globulin 1.34 g/dL 1.5-3.0
SGOT / AST 58 IU/L < 31
SGPT / ALT 28 IU/L < 31
Cholesterol Total 223 mg/dL < 200
Ureum 12 mg/dL 20-40
Creatinine 0.96 mg/dL 0.6-1.1
Glucosa Darah Sewaktu 221 mg/dL < 180
CK-MB 33 U/L < 25
IMUNOLOGI
HBsAg Negatif Negatif
SEROLOGI
CRP Kualitatif Negatif Negatif
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 135-155
Kalium 3.97 mmol/L 3.6-6.5
Pemeriksaan Urin (Tanggal 25 April 2021)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIS :
Warna Kuning Merah
Kejernihan Keruh
pH 6.0 5 – 8.5
Berat jenis 1.030 1.000 – 1.030
Protein +3 Negatif (-)
Bilirubin Negatif (-) Negatif (-)
Glukosa Negatif (-) Negatif (-)
Keton Positif (+) Negatif (-)
Darah/Hb +3 Negatif (-)
Nitrit Positif (+) Negatif (-)
Urobilinogen Positif (+) Negatif (-)
Leukosit +1 Negatif (-)
MIKROSKOPIS :
Eritrosit 25-30 /LPB 1-3
Leukosit 10-12 /LPB 0-5
Epitel Positif (+) /LPK
Silinder Negatif (-) /LPK
Kristal Negatif (-) /LPB
Lain-lain Negatif (-)
Pemeriksaan Darah Tes Anti HIV dan Syphillis (Tanggal 25 April 2021)
LAPORAN LABORATORIUM
Nama Tes Hasil
1. ANTI HIV Non Reaktif
2. Syphilis Non Reaktif
3.5 Diagnosis Kerja
G3P2A0 hamil aterm dengan KPSW sejak 4 jam + PEB inpartu kala I fase aktif
janin tunggal hidup presentasi kepala.
3.6 Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan DJJ
- IVFD RL 500 cc gtt 20x/menit
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram (skin test)
- Nifedipine 3 x 10 mg tab/oral
- Dopamet 3 x 250 mg tab/oral
- Injeksi MgSO4 40% 4 gr ( boka boki ) tiap 6 jam
- Pemasangan kateter urin menetap
- O2 terpasang
- Cek laboratorium hematologi, urin rutin, tes anti HIV, dan tes Syphillis
- Cek EKG dan Rontgen Thoraks
- Rencana SC
Hari : Minggu
Tanggal : 25 April 2021
Dokter Operator : dr. H. Didi Askari Pasaribu, Sp. OG (K)
Telah lahir neonatus
Pukul : 21.30
Jenis kelamin : Laki-laki
BB : 4.250 gram
PB : 49 cm
LK : 35 cm
LD : 34 cm
APGAR Score : 8/9
Diagnosis : Bayi sehat
3.8 Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
25/4/2021 S/ Pukul 22.00 WIB Os pindah bangsal Observasi keadaan umum,
23.00 WIB dari OK. Pusing (-), mual (-), tanda vital ibu
muntah (-), pandangan kabur (-)
IVFD RL + 2 induksi gtt
O/ KU : baik 20x/menit
Kesadaran: compos mentis
Injeksi Ceftriaxone 2x1 iv
TD : 144/89 mmHg
HR : 98 x/menit Injeksi Metronidazole 3x1
RR : 20 x/menit iv
Suhu : 36,7 oC
Injeksi Kalnex 3x100 mg
TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi
uterus (+) baik, luka operasi tenang iv
tertutup verband Injeksi Ketorolac 3x30 mg
Lochia rubra (+) sedang
iv
HB post OP 9,4 g/dL
Nifedipine 3x10 mg
A/ P3A0 post SC atas indikasi Ketuban tab/oral
Pecah Sebelum Waktunya disertai
Dopamet 3x250 mg
Preekamsia Berat
tab/oral
DC (+) 600 cc merah
Rencana test PCR
ANALISA KASUS
5.1 Simpulan
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Tatalaksana pada kasus ini adekuat.
5.2 Saran
Berdasarkan uraian tersebut, adapun saran yang bisa diberikan yaitu: Pada
pasien hamil yang mengalami ketuban pecah sebelum waktu persalinan dan
disertai adanya preeklampsia berat hendaknya segera dibawa ke rumah sakit
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pada ibu dan janin seperti infeksi dan
fetal distress.
DAFTAR PUSTAKA
40
12. Situmorang., dkk. Faktor- Faktor yang Berubungan Dengan Kejadian
Preeklamsia pada Ibu Hamil di Poli KIA RSU Anutapara Palu. Jurnal
Kesehatan Tadulako Vol 2. No1.2016.
13. Legawati, Utama NR. Analisis Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Berat di
RSUD Rujukan Kabupaten dan Provnsi Kalimantan Tengah. Jurnal Surya
Medika. Vol 3. No1. 2017
14. Dinkes Sumatera Selatan. Profil Kesehatan Sumatera Selatan 2017.
Palembang: Dinas Kesehatan, 2017.
15. Mochtar, Rustam. 2013. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi edisi 2.
Jakarta EGC. Hal. 144
16. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,
New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808.
17. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the Joint
National Committee, NIH publication, 2004 : 49-52
40