Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah sebelum waktunya atau premature rupture of the membrane
(PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan.
Pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dan di bawah usia kehamilan 37
minggu disebut juga ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan
premature atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). Dalam
keadaan normal, 8 hingga 10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban
pecah sebelum waktunya. Kejadian Ketuban pecah sebelum waktunya berkisar
antara 5-10% dari semua kelahiran.1,2

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017,


angka kematian ibu di Indonesia sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Salah
satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 7,3% dalam
100.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) merupakan
penyebab yang paling sering terjadi pada saat mendekati persalinan. Kejadian
KPSW mendekati 10% dari semua persalinan. Kemungkinan infeksi ini dapat
berasal dari dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu
belum merasakan adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah sebelum
waktunya. Hal ini dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan
janinnya.3,4

Gangguan hipertensi kehamilan, termasuk preeklampsia, memperumit


hingga 10% kehamilan di seluruh dunia dan merupakan salah satu penyebab
terbesar morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal di seluruh dunia. 5 Di
Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan masih cukup
tinggi dan merupakan 5-15% penyulit kehamilan serta merupakan salah satu dari
tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.5 Data provinsi
Sumatera Selatan penyebab langsung kematian ibu di Sumatera Selatan adalah
eklamsi berat (31%), hipertensi dalam kehamilan (23%), perdarahan (24%) dan
lainnya.6
Preeklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan
ibu di samping membahayakan janin melalui plasenta. Beberapa kasus
memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. jika
preeklamsia berat tidak ditangani dengan baik maka pasien akan mengalami
kejang dan berlanjut ke eklamsia. Demikian pula Jika eklampsia tidak ditangani
secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan.

Berdasarkan uraian pendahuluan di atas maka penulis tertarik untuk


membahas case mengenai “G3P2A0 hamil aterm dengan KPSW 4 jam + PEB
inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup presentasi kepala”.

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus ketuban
pecah sebelum waktunya dan preeklamsi.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang
kasus ketuban pecah sebelum waktunya dan preeklamsi.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang kasus ketuban pecah sebelum waktunya
dan preeklamsi.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2. Manfaat Praktis


a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan
diagnosis kehamilan dengan ketuban pecah sebelum waktunya dan
preeklamsi yang berpedoman pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lengkap dan runut.
b. Bagi dokter umum, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi bahan
masukan dan menambah pengetahuan dalam mendiagnosis kehamilan
dengan ketuban pecah sebelum waktunya dan preeklamsi yang
selanjutnya melakukan rujukan pada dokter spesialis yang
berkompeten.
c. Bagi pasien dan keluarga, diharapkan laporan kasus ini dapat memberi
informasi mengenai ketuban pecah sebelum waktunya dan preeklamsi
serta komplikasi yang mungkin terjadi apabila tidak segera dilakukan
tindakan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)


2.1.1. Definisi KPSW
Ketuban pecah sebelum waktunya atau premature rupture of the
membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya
persalinan. Pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dan di bawah usia
kehamilan 37 minggu disebut juga ketuban pecah sebelum waktunya pada
kehamilan preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).
Ketuban pecah sebelum waktunya didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan
aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaaan ini dimana risiko
infeksi ibu dan anak meningkat.1,7

2.1.2. Epidemiologi
Dalam keadaan normal, 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah sebelum waktunya. Dan ketuban pecah sebelum
waktunya hamil preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. Menurut WHO,
kejadian ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) berkisar antara 5-10%
dari semua kelahiran. Dan 70% kasus KPSW terjadi pada kehamilan aterm.
Pada 30% kasus KPSW merupakan penyebab kelahiran prematur.2,8
Angka kematian ibu di Indonesia berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2017 sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian ibu tersebut masih didominasi oleh pendarahan,
preeklamsi/eklamsi, dan infeksi. Salah satu penyebab infeksi adalah ketuban
pecah sebelum waktunya. Ketuban pecah sebelum waktunya dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan anak. Insiden ketuban
pecah sebelum waktunya sekitar 10% dari seluruh persalinan.1

2.1.3. Etiologi
Etiologi Ketuban Pecah Sebelum Waktunya disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau
oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu Ketuban
Pecah Sebelum Waktunya merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab
lainnya adalah sebagai berikut:4,7,8
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar.  Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan
nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi.4
2. Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Sebelum Waktunya.
Misalnya:
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah
tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis
dan mudah pecah.7
c. Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau
over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.7
d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion > 2000
mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion
terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja.7
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting
adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.8
6. Penyakit Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang
terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.8
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
8. Riwayat KPSW sebelumya.
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23
minggu.

2.1.4. Patofisiologi
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000-1500 cc.
Air putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak
alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air,
sisanya albumin, urea, asamurik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo,
verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per
liter terutama sebagai albumin.9
Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk
mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab
peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat
surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan
bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak
sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah
bercampur dengan mekonium.9
Fungsi air ketuban adalah:9
1. Untuk proteksi janin.
2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
5. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau
diminumyang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
6. Meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan jalan lahir bila
ketuban pecah.
Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya
cepat, kira-kira 350-500 cc. Ketuban pecah dalam persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang.Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh.9
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah. Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya
asam askorbat sebagai komponen kolagen serta kekurangan tembaga dan
asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara
lain merokok. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase 
(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease
(TIMP-1). Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan
TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan
membrane  janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP,
cenderung terjadi ketuban pecah dini.9

2.1.5. Diagnosis dan Pemeriksaan penunjang


Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan
lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin
jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPSW karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko
infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, bau, dan PH
nya, yang dinilai adalah
- Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari
serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau
dari amnion yang khas juga harus diperhatikan.
- Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diangnosis KPSW. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling
- Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret
vagina ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi
perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu
jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis).
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan
mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion
5. Pemeriksaan Lab
- Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam
cairan amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin
- Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
6. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPSW terlihat jumlah cairan ketuban sedikit
(Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan
hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk
menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai
amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.

2.1.6. Tatalaksana
1. Konservatif
 Rawat di rumah sakit
 Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau),
berikan antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
 Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu: berikan antibiotika
untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, Ampisilin 4x 500mg
selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x perhari selama
7 hari.
 Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
 Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada
infeksi maka berikan tokolitik,dexametason, dan induksi setelah 24
jam.
2. Aktif
 Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
 Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25
mikrogram – 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Indikasi melakukan induksi pada Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya adalah sebagai berikut :
1) Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan
waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih
dari 2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari
38°c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi
melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur
air ketuban

Penatalaksanaan lanjutan:

1) Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
2) Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas
normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik
secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda
gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat
mengindikasikan infeksi uteri.
3) Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4) Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan,
perhatikan juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b.Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5) Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi
peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

Ketuban pecah sebelum waktunya ternasuk dalam kehamilan berisiko


tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPSW akan membawa akibat
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPSW tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Risiko yang lebih sering pada KPSW dengan janin kurang bulan adalah
RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang
bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Kasus KPSW yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara
aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh
cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek
prognosis janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode
laten. 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau
tindakan terhadap penderita KPSW yaitu umur kehamilan dan ada
tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.2

Minggu ke 24- 31
Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas neonatal.Pada kasus-kasus KPSW dengan umur kehamilan
yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya
bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai
profilaksis sehingga mencapai 34 minggu.Namun begitu, harus di
informasikan kepada keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan
tersebut akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 1 minggu.
Kontraindikasi untuk melakukan terapi secara konservatif adalah
chorioamnionitis, abruptio placentae, dan nonreassuring fetal testing.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut
jantung bayi harus la dimonitor secara berterusan. Jika stabil bisa
dilakukan tiap 8 jam.Ini karena kompresi dari tali pusat sering terjadi
terutama pada PPROM yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4 minggu
jika suspek pertumbuhan janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi
tanda-tanda vital ibu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan
takikardi, suhu melebihi 38°C, kontraksi rahim yang regular, nyei tekan
pada fundus uterus atau leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika
selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, persalinan diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan.Preterm PROM bukan kontraindikasi persalinan pervaginam.

Minggu > 32

Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, risiko melakukan


konservatif melebihi risiko melakukan induksi/augmentasi. Dianjurkan
melakukan induksi pada wanita dengan PPROM melebihi 32 minggu
disamping pemberian antibiotik.

Minggu ke 34 - 36
Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi
persalinan bisa dilakukan setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34
tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid namun pemberian antibiotik
untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.

Aterm (> 37 Minggu)


Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi
KPSW keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPSW. Jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent
Makin muda umur kehamilan makin memanjang periode laten.
Pada umumnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi
persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80% kehamilan genap bulan akan
melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah,bila dalam 24
jam setelah kulit ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan
maka dilakukan induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar.
Beberapa meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan
atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi
KPSW dapat diperpendek sehingga risiko infeksi dan trauma obstetrik
karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat
ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat)
atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat).
Induksi dilakukan dengan memerhatikan skor bishop jika >5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya <5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

Obat-obatan2
Kortikosteroid
Regimen 12 mg Betamethason (celestone) tiap 24 jam selama dua hari
atau Dexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara intramuskular
selama dua hari.Kortikosteroid direkomendasikan dibawah 32 minggu.
Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi kontorversi manakala untuk
kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali terbukti paru janin
masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian kortikosteroid pada
penderita KPSW dengan kehamilan kurang bulan diharapkan tercapainya
pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi pada neonatal seperti
pendarahan intraventrikular dan RDS.

Antibiotik
Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan
erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian
antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8
jam selama lima hari.Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan masa
laten dan mengurangi risiko infeksi seperti postpartum endometritis,
chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan
intraventricular. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.
Tokolitik
Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak
memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya. Penelitian
tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus PPROM masih kurang
sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.

2.2. Preeklampsia
2.2.1. Definisi
Preeklamsia merupakan merupakan penyulit kehamilan yang akut dan
dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia
dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan, dan preeklamsia berat.10
Preeklampsia berat adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasopasme pembuluh
darah dan aktivitas endotel. Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan
tekanan darah sistolik ≥160 mmHg sistolik dan tekanan darah diastolik ≥110
mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.10
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan hipertensi lebih dari 160 mmHg/110 mmHg disertai dengan protein
urin dan edema pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.11
Preeklamsia berat dibagi menjadi, preeklamsia berat tanpa Impending
eclampsia, Preeklamsia ditandai dengan Impending eklamsia. Disebut
Impending eclamsia bila preeklamsia berat disertai gejala- gejala subjektif
berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.10
2.2.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan10
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia
kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsia-eklamsia
a. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria.
b. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang
dan/atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
4. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan
tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

2.2.3. Epidemiologi
AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari 228 per
100.000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup). Kejadian
kematian Ibu bersalin sebesar 49,5%, hamil 26,0% nifas 24%. Penyebab
angka kematian di Indonesia adalah perdarahan 38,24% (111,2 per 100.000
kelahiran hidup), infeksi 5,88% (17,09 per 100.000 kelahiran hidup),
preeklamsia dan eklamsia 10-20% (30,7 per 100.000).12
Di Indonesia, preeklamsia berat dan eklamsia merupakan penyebab dari
30%- 40% kematian maternal, sementara di beberapa rumah sakit di
Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian
maternal.13 AKI Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data profil Kesehatan
tahun 2017 yaitu 107 per 100.000 kelahiran hidup. Hipertensi dalam
kehamilan menempati jumlah terbanyak ke dari kematian ibu tahun 2017 di
provinsi Sumatera Selatan.14

2.2.4. Faktor Risiko


Identifikasi awal preeklampsia (dan jika mungkin, pencegahan) adalah
prinsip inti dari manajemen yang memadai. National Institute for Health and
Care Excellence (NICE) merekomendasikan agar wanita yang berisiko tinggi
mengalami preeklampsia diidentifikasi sebelum usia kehamilan 13 minggu
dan aspirin dosis rendah dimulai sampai usia kehamilan 36 minggu.15
Ada banyak kondisi dan perilaku berisiko terhadap kesehatan yang
dianggap sebagai predisposisi preeklampsia. Wanita hamil berisiko tinggi
salah satunya wanita hamil dengan riwayat hipertensi yang sudah ada
sebelumnya, penyakit ginjal kronis, penderita diabetes dengan terapi insulin,
dan wanita hamil dengan riwayat preeklampsia onset dini sebelumnya.
Pemberian aspirin dosis rendah untuk wanita dengan risiko sedang hingga
tinggi telah terbukti bermanfaat dan mengurangi kejadian preeklamsia.15
Preeklamsia lebih sering terjadi pada wanita primigravida dan Usia
lebih dari 40 tahun meningkatkan risiko, riwayat preeklamsia sebelumnya,
dan obesitas pra-kehamilan. Faktor risiko lainnya termasuk diabetes,
hipertensi yang sudah ada sebelumnya, wanita hamil yang memiliki riwayat
keluarga dengan preeklampsia, dan wanita yang menderita kondisi medis
seperti sindrom antifosfolipid.15

2.2.5. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrrium
menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arterias spiralis.10
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi tropolas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meinngkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses
ini dinamakan “remodelling arteri spiralis”.10
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis
relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodelling arteria
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan perubahan yang menjelaskan patogenensis HDK selanjutnya..10
Diameter rata-rata arteria spiralis pada hamil normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklampsia rata rata 200 mikron. Pada hamil
normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran
darah ke utero plasenta.10
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling
yang luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular (Gambar 2.1). Akan
tetapi, pada preeklamsi terdapat invasi trofoblastik yang tidak lengkap. Pada
kasus ini, pembuluh darah decidua, tetapi bukan pembuluh darah myometrial,
menjadi sejajar dengan trofoblas endovaskular. Meekins dan kawan-kawan
(1994) menjelaskan jumlah arteri spiralis dengan trofoblas endovaskular
pada plasenta wanita normal dan wanita dengan preeklamsi. Madazli dan
kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi trofoblastik
terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.10,16

Gambar 2.1 Implantasi Plasenta Normal

2.2.6. Penatalaksanaan
1.Penanganan Awal
Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan
kondisi tekanan darahnya. Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukan
beratnya, sebab sekunder yang mungkin, kerusakan target organ, dan
rencana strategis penatalaksanaannya. Kebanyakan wanita penderita
hipertensi yang merencanakan kehamilan harus menjalani skrining adanya
faeokromositoma karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi
apabila keadaan ini tidak terdiagnosa pada ante partum.17
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada
akhir trimester untuk menemukan awal preeklamsi. Wanita hamil dengan
tekanan darah yang tinggi (140/90 mmHg) akan dievaluasi di rumah sakit
sekitar 2-3 hari untuk menentukan beratnya hipertensi. Wanita hamil
dengan hipertensi yang berat akan dievaluasi secara ketat bahkan dapat
dilakukan terminasi kehamilan. Wanita hamil dengan penyakit yang ringan
dapat menjalani rawat jalan.17
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan,
penting diketahui mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang telah
diketahui aman digunakan selama kehamilan, seperti metildopa atau beta
bloker. Penghambat ACE dan ARB jangan dilanjutkan sebelum terjadinya
konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi.17
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita dengan
hipertensi berat, terutama apabila terdapat hipertensi yang persisten atau
bertambah berat atau munculnya proteinuria. Evaluasi secara sistematis
meliputi :
1. Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala klinis
seperti sakit kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, dan
penambahan berat badan secara cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari
setelahnya.
3. Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali
saat pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum enzim
hati, frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinis
dan dengan menggunakan ultrasonografi.16
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehari-harinya
yang berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu pula dengan
pemberian sedatif. Diet harus mengandung protein dan kalori dalam jumlah
yang cukup. Pembatasan garam tidak diperlukan asal tidak berlebihan.16

2.Tatalaksana Preeklamsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis
ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal
terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Tujuan utama pengambilan strategi
penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang
tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaan pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya
preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan10
a. Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara
rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur
miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Apabila
pasien sudah memilii tanda-tanda preeklampsia berat, pasien
disarankan kerumah sakit untuk rawat inap.
- Banyak istirahat
- Makan cukup protein
- Roborantia (vitamin dan mineral) : vit E, C, Calcium, aspilet
- Pemeriksaan laboratorium (HB, Hematokrit, asam urat, urine
lengkap, fungsi hati dan ginjal
b. Penderita baru dirawat
- Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan
perbaikan gejala preeklampsia
- Timbul salah satu atau lebih tanda-tanda preeklampsia berat
Apabila tidak ada perbaikan dari tekanan darah dan kondisi
ibu atau ada tanda-tanda preeklampsia berat, disarankan untuk
dirawat di rumah sakit. Perawatan yang penting adalah
pengelolaan cairan karena ada kemungkinan terjadinya edema
paru dan oliguria, oleh karena itu dilakukan monitoring cairan
input dan output. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, berikan
ringer-dekstrose atau carian garam faali jumlah tetesan: <125
cc/jam serta foley catheter. Oliguria terlihat apabila cairan yang
keluar <300cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.
c. Evaluasi
- Lakukan pemeriksaan fisik (Pitting edema,BB tiap pagi
bangun, indeks gestosis tiap 12 jam, TD 6 jam kecuali tidur)
d. Persalinan
- Pada penderita preeklampsi ringan, yang normal selama
perawatan, persalinannya di tunggu sampai 40 minggu, lewat
TP dilakukan induksi partus
- Penderita preeklampsi ringan yang tekanan darahnya selama
perawatan tetapi belum mencapai normal, terminasi
kehamilan dilakukan pada kehamilan 37 minggu.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan
persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat
terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang
atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia
kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk
mendapatkan NICU yang baik. Perawatan preekalamsia berat sama
halnya dengan preeklamsia ringan, dibagi menjadi dua unsur10 :

1) Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obatan atau


terapi medisinalis
a. Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah
sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu
sisi (sisi kiri).
Perawatan yang penting pada preeklamsia berat adalah
pengelolaan cairan karena penderit preeklamsia berat
mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Oleh karena itu mobnitoring Input cairan dan
output cairan mwnjadi sangat penting.
Cairan yang diberikan berupa 5% Ringer Dekstrose atau
cairan garam faali jumlah tetesan <125 cc/jam, infus
Dekstrose 5% tiap 1 liternya diselingi dengan infus
Ringer laktat (60-125cc/jam) 500 cc
Pasang kateter Foley untuk mengukur pengeluaran urin.
Oligouria terjadi bila produksi urin >30 cc/jam dalam 2-3
jam atau <500cc/24 jam. Berikan antasida untuk
menetralisir asam lambung yang sangat asam. Diet yang
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam/
b. Pemberian obat anti kejang
MgSO4, diazepam dan fenitoin. Fenitoin sodium
mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat
masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit
setelah injeksi intravena. Pemberian magnesium sulfat
sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin,
berdasarkan Cochrane review terhadap enam uji klinik.
Obat antikejang yang banyak dipakai diindonesia adalah
Magnesium sulfat.
Cara pemberian :
Magnesium Sulfat Regimen
- Loading dose : initial dose
4 gram MgSo4 : intravena, (40% dalam 10cc) selama 15
menit
- Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya Maintenance
Dose diberikan 4 gram i.m. 4-6 jam
- Syarat pemberian MgSo4
 Harus ada antidotum MgSo4 bila terjadi
intoksiakasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gram
(10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit
 Refleks patela (+) kuat
 Frekueni pernafasan >16 kali/ menit, tidak ada
tanda-tanda distress nafas
 Produksi urin >100 ml dalam 4 jam sebelumnya
(0,5ml/kgBB/jam)
- Magnesium Sulfat dihentikan bila
 Ada tanda tanda intoksikasi
 Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam kejang
berakhir
c. Pemberian obat anti hipertensi
- Anti hipertensi lini pertama
Nifedipin: dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
- Anti hipertensi lini kedua
Soddium Nitroprusid : 0,25 mikrogram i.v./kg/m, infus
ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v./kg/5 menit
Diazokside : 30-60 mg i.v/5 menit atau i.v infus 10
mg/menit/titrasi.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia:
- Nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipin tidak
boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat
cepat sehingga hanya diberikan oral saja
- obat anti hipertensi yang tersedia dalam bentuk injeksi di
indonesia adalah klonidine satu ampul mengandung 0,15
mg/cc, 1 ampul dilartkan dalam 10cc larutan garam
fisiologis atau bisa menggunakan aquades.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika:
- Hidralazin (apresoline) injeksi, suatu vasodilator langsung
pada arteriole yang menimbulkan refleks takikardi,
peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki
perfusi utero-plasenta.
d. Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru-paru
janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-
34 minggu, 2x24 jam.

2) Sikap terhadap kehamilannya: menejemen agresif, kehamilan


diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika
sudah stabil
a. Perawatan Aktif : kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif adalah didapatkan satu/ lebih keadaan
dibawah ini:
- Ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu
 Adanya tanda- tanda Impending eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu :
keadaan klinik dan laboratik memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah perdarahan
- Janin
 Adanya tanda- tanda fetal distress
 Adanya tanda-tanda intra uterine growth retriction
 NST non reaktifdengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidroamnion
- Laboratorik
 Adanya tanda-tanda sindrom HELLP khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat
b. Perawatan konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap
dipertahankan dengan bersamaan memberikan terapi
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif adalah
kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclamsia, diberikan pengobatan yang sama dengan
pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.

Talaksana menurut protap obgyn disebutkan sbb:11


1) Perawatan Aktif
a. Indikasi: bila didapatkan satu atau lebih keadaan pada ibu:
- Kehamilan > 37 minggu
- Adanya tanda impending eklampsia
- Perawatan konservatif gagal (6 jam setelah pengobatan
medisinal terjadi kenaikan tekanan darah atau 24 jam
setelah pengobatan medisinal gejala tak berubah)
Pada janin:
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
Laboratorik: adanya sindroma HELLP
b. Pengobatan medisinal
a) Segera masuk rumah sakit
b) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
c) Infus D5:RL = 2:1(60-125 ml/jam)
d) Antasida
e) Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan
garam
f) Obat-obatan anti kejang (MgSo4)
- Dosis awal 8g (20 ml 40%) IM: 4g bokong kanan 4g
bokong kiri
- Dosis ulangan, tiap 6 jam diulangi 4g MgSo4 (10ml 40%)
secara IM
c. Mencegah Komplikasi
a) Diuretika diberikan atas indikasi:
- Edema paru
- Payah jantung kongestif
- Edema anasarka
- Kelainan fungsi ginjal
b) Antihipertensi diberikan atas indikasi:
Tekanan darah sistolik >160 mmHg diastolik >110
mmHg
Preparat:
Clonidine (catapres) 1 ampul:0,15 mg/ml 1 amp+10 ml
NaCl fls/aquades masukkan 5 ml I.V pelan selama 5
menit, 5 menit kemudian tekanan darah diukur, tak turun
berikan sisanya (5 ml pelan I.V 5 menit)
Nifedipin: 4x10 mg (p.o) sampai diastolic 90-100 mmHg.
Hidralazin (Apresolin) 1amp: 20 mg, 1 amp di encerkan
IVpelan melalui karet infus dapat diulangi setelah 20-30
menit.
a) Kardiotonika diberikan atas indikasi
- Tanda-tanda payah jantung
Diberikan cedilanid, digitalisasi cepat sebaiknya kerja
sama dengan payah jantung.
b) Lain-lain
- Antipiretik diberikan atas indikasi suhu rektal > 38,5 C
- Antibiotik apabila ada indikasi
- Analgetika atas indikasi kesakitan/gelisah, 50-75 mg
pethidin < 2jam sebelum jalan lahir.
d. Pengobatan obstretika
Cara pengakhiran kehamilan /persalinan
1) Belum inpartu:
a) Induksi persalinan:
- Amniotomi
- Drip oksitosin dengan syarat Bishop 5
b) SC bila:
- Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi
- 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase
aktif
2) Inpartu:
a) Kala 1:
- Fase laten tunggu 6 jam tetap fase laten
- Fase aktif: - amniotomi – tetes pitosin 0,6 jam
pembukaan tidak lengkap
b) Kala II
Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang
dipenuhi.
2) Perawatan konservatif
a. Indikasi perawatan apabila:
- Kehamilan kurang dari 37 minggu
- Keadaan janin baik
- Tak ada impending eklampsia
b. Pengobatan medisinal
- Awal diberikan 8g (20 ml 40%) IM: 4g bokong kanan 4g
bokong kiri
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka
pengobatan diteruskan sbb:beri tablet luminal 3x30-60
mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg
c. Pengobatan obstetric
- Observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif, hanya
tidak dilakukan pengakhiran kehamilan.
- MgSo4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeklampsia ringan selambat-lambatnya 24 jam.
- Lebih dari 24 jam tidak ada perbaikan maka perawatan
konservatif dianggap gagal dan dilakukan terminasi.
d. Penderita boleh pulang bila:
Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda
preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan s/d 3 hari lagi.
Bila selama 3 hari keadaan tetap baik (tanda-tanda
preeklampsia ringan) maka penderita bisa dipulangkan.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Roliyah Binti Dajan
Tanggal lahir: 3 Maret 1989
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Sematang Borang Lr Pelopor RT 007 RW 010 Sako /
Kota Palembang / Sumatera Selatan
MRS : 25 April 2021
No. RM : 60.29.77

B. Identitas Suami
Nama : Tn. Sugiarto
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jalan Sematang Borang Lr Pelopor RT 007 RW 010 Sako /
Kota Palembang / Sumatera Selatan

3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 25 April 2021
A. Keluhan Utama
Pasien hamil cukup bulan datang ke PONEK RSUD BARI dirujuk oleh
bidan dengan keluhan utama sakit perut mau melahirkan.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien masuk rumah sakit via PONEK RSUD Palembang BARI oleh
rujukan bidan mengaku hamil cukup bulan anak ke 3, mengeluh sakit perut
mau melahirkan, semakin lama semakin meningkat disertai adanya keluar air-
air (+) sejak pukul 13.00 WIB, riwayat adanya keluar darah bercampur lendir
(+), gerakan anak masih dirasakan oleh ibu. Pasien menyangkal adanya
mual, muntah, nyeri ulu hati, sakit kepala, pandangan kabur, dan kejang.
Pasien merasakan adanya bagian tubuh yang terasa bengkak.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Alergi (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-),
Penyakit Ginjal (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Alergi (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-),
Penyakit Ginjal (-)

E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche         : 14 Tahun
Siklus haid               : 28 Hari
Lama haid : 7 hari
Keluhan  saat haid : Tidak ada
HPHT : 05 - 09 - 2019
TP : 12 - 06 - 2020

F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali (tahun 2014)
Lama pernikahan : 7 tahun
Usia menikah : 25 tahun

G. Riwayat Kontrasepsi
- KB suntik tiap 3 bulan

H. Riwayat ANC
- Pasien mengaku sering memeriksakan kehamilannya ke bidan dan telah
melakukan pemeriksaan USG sebanyak 3x

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


- Anak Pertama
Tahun 2015, aterm, lahir spontan pervaginam, ditolong oleh bidan di
rumah sakit, janin tunggal mati, jenis kelamin perempuan, berat badan
lahir 3200 gram.
- Anak Kedua
Tahun 2018, aterm, lahir spontan pervaginam, ditolong oleh bidan di
rumah sakit,janin tunggal hidup, jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir
3300 gram.
- Anak Ketiga
Hamil ini.
3.3 Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 75 kg
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 x/menit, reguler
Suhu : 36,5 °C

B. Pemeriksaan Spesifik

Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
HR: 81 x/menit, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar karena kehamilan, luka
bekas operasi (-), linea gravidarum (+), striae
gravidarum (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia : Bloody show (+), lendir (-), lesi (-), keputihan berbau
(+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (+/+)

C. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
- Leopold I : TFU 2 jari di bawah processus xhypoideus 35 cm dari
symphisis pubis, bagian fundus ibu teraba bagian janin
bulat lembut tidak melenting.
- Leopold II : teraba bagian keras memanjang di kiri perut ibu dan bagian
kecil lunak dibagian kanan perut ibu
- Leopold III : teraba bagian janin bulat keras dan melenting di bagian
bawah perut ibu
- Leopold IV : Divergen (bagian terbawah sudah masuk PAP)
- TBJ : 3410 gram
- DJJ : 147 x/menit
- His : jarang (tidak teratur)

Pemeriksaan Dalam :
- Konsistensi : portio lunak
- Posisi portio : medial
- Pembukaan : 4 cm
- Ketuban : kering
- Terbawah : Kepala
- Penunjuk : UUK
- Penurunan : Hogde 1

Inspekulo
- Flour :
- Fluksus : keluar air-air, darah campur lendir
- Vulva/vagina : tidak ada massa, edema (-)
- Portio : tebal, tidak ada massa
- Test Nitrazine : (+)
Gambar 3.1 Test Nitrazine Positif

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan Darah (Tanggal 25 April 2021)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hematologi :
Hemoglobin 10.2 g/dL 12,0-14,0
Eritrosit 4.49 106/uL 4.0-5.0
Leukosit 24.4 ribu/uL 5-10
Trombosit 276 ribu/uL 150-400
Hematokrit 32 % 35-47
Hitung jenis Leukosit :
 Eusinofil 0 % 0-1
 Basofil 0 % 1-3
 Batang 1 % 2-6
 Segmen 88 % 50-70
 Limfosit 7 % 20-40
 Monosit 4 % 2-8
Golongan Darah O (+)

HEMOSTASIS
Clotting time 9 Detik 10-15
Bleeding time 3 Detik 1-6

KIMIA KLINIK
CKNA 143 u/L < 190
Protein Total 5.38 g/dL 6.7-8.7
Albumin 4.04 g/dL 3.8-5.1
Globulin 1.34 g/dL 1.5-3.0
SGOT / AST 58 IU/L < 31
SGPT / ALT 28 IU/L < 31
Cholesterol Total 223 mg/dL < 200
Ureum 12 mg/dL 20-40
Creatinine 0.96 mg/dL 0.6-1.1
Glucosa Darah Sewaktu 221 mg/dL < 180
CK-MB 33 U/L < 25

IMUNOLOGI
HBsAg Negatif Negatif

SEROLOGI
CRP Kualitatif Negatif Negatif

ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 135-155
Kalium 3.97 mmol/L 3.6-6.5
Pemeriksaan Urin (Tanggal 25 April 2021)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIS :
Warna Kuning Merah
Kejernihan Keruh
pH 6.0 5 – 8.5
Berat jenis 1.030 1.000 – 1.030
Protein +3 Negatif (-)
Bilirubin Negatif (-) Negatif (-)
Glukosa Negatif (-) Negatif (-)
Keton Positif (+) Negatif (-)
Darah/Hb +3 Negatif (-)
Nitrit Positif (+) Negatif (-)
Urobilinogen Positif (+) Negatif (-)
Leukosit +1 Negatif (-)
MIKROSKOPIS :
Eritrosit 25-30 /LPB 1-3
Leukosit 10-12 /LPB 0-5
Epitel Positif (+) /LPK
Silinder Negatif (-) /LPK
Kristal Negatif (-) /LPB
Lain-lain Negatif (-)

Pemeriksaan Darah Tes Anti HIV dan Syphillis (Tanggal 25 April 2021)
LAPORAN LABORATORIUM
Nama Tes Hasil
1. ANTI HIV Non Reaktif
2. Syphilis Non Reaktif
3.5 Diagnosis Kerja
G3P2A0 hamil aterm dengan KPSW sejak 4 jam + PEB inpartu kala I fase aktif
janin tunggal hidup presentasi kepala.

3.6 Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan DJJ
- IVFD RL 500 cc gtt 20x/menit
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram (skin test)
- Nifedipine 3 x 10 mg tab/oral
- Dopamet 3 x 250 mg tab/oral
- Injeksi MgSO4 40% 4 gr ( boka boki ) tiap 6 jam
- Pemasangan kateter urin menetap
- O2 terpasang
- Cek laboratorium hematologi, urin rutin, tes anti HIV, dan tes Syphillis
- Cek EKG dan Rontgen Thoraks
- Rencana SC

3.7 Laporan Pasca Persalinan

Hari : Minggu
Tanggal : 25 April 2021
Dokter Operator : dr. H. Didi Askari Pasaribu, Sp. OG (K)
Telah lahir neonatus
Pukul : 21.30
Jenis kelamin : Laki-laki
BB : 4.250 gram
PB : 49 cm
LK : 35 cm
LD : 34 cm
APGAR Score : 8/9
Diagnosis : Bayi sehat

3.8 Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
25/4/2021 S/ Pukul 22.00 WIB Os pindah bangsal  Observasi keadaan umum,
23.00 WIB dari OK. Pusing (-), mual (-), tanda vital ibu
muntah (-), pandangan kabur (-)
 IVFD RL + 2 induksi gtt
O/ KU : baik 20x/menit
Kesadaran: compos mentis
 Injeksi Ceftriaxone 2x1 iv
TD : 144/89 mmHg
HR : 98 x/menit  Injeksi Metronidazole 3x1
RR : 20 x/menit iv
Suhu : 36,7 oC
 Injeksi Kalnex 3x100 mg
TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi
uterus (+) baik, luka operasi tenang iv
tertutup verband  Injeksi Ketorolac 3x30 mg
Lochia rubra (+) sedang
iv
HB post OP 9,4 g/dL
 Nifedipine 3x10 mg
A/ P3A0 post SC atas indikasi Ketuban tab/oral
Pecah Sebelum Waktunya disertai
 Dopamet 3x250 mg
Preekamsia Berat
tab/oral
 DC (+) 600 cc merah
 Rencana test PCR

26/04/202 S/ tidak ada keluhan  Observasi keadaan umum,


1 tanda vital ibu
06.00 WIB O/ KU : baik
Sens : compos mentis  Observasi perdarahan
TD : 140/110 mmHg  IVFD RL + 2 induksi gtt
HR : 80 x/menit
20x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC  Injeksi Ceftriaxone 2x1
TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi gram/ iv
uterus (+) baik, luka operasi tenang
 Injeksi Metronidazole
Lochia rubra (+) sedang
3x500 mg iv
A/ P3A0 post SC hari ke-1 atas indikasi  Injeksi Kalnex 3x100 mg
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
iv
disertai Preekamsia Berat
 Injeksi Ketorolac 3x30 mg
iv
 Nifedipine 3x10 mg
tab/oral
 Dopamet 3x250 mg
tab/oral
 DC (+)
27/04/202 S/ tidak ada keluhan  Observasi keadaan umum,
1 tanda vital ibu
06.00 O/ KU : baik
Sens : compos mentis  IVFD RL 500 cc gtt
TD : 130/90 mmHg 20x/menit
HR : 80 x/menit
 Injeksi Ceftriaxone 2x1 iv
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC selesai
TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi  Injeksi Metronidazole 3x1
uterus (+) baik, luka operasi tenang iv
Lochia rubra (+) sedang
 Asam mefenamat 3x500
A/ P3A0 post SC hari ke-2 atas indikasi tab/oral
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
 Cefadroxil 2x1 tab/oral
disertai Preekamsia Berat
 Neurodex 2x1tab/oral
 Aff DC
28/04/202 S/ Tidak ada keluhan  Observasi keadaan umum,
1 tanda vital ibu
10.00 WIB O/ KU : baik
Sens : compos mentis  IVFD RL 500 cc gtt
TD : 130/90 mmHg 20x/menit
HR : 80 x/menit
 Metronidazole 3x1
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC tab/oral
TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi  Asam mefenamat 3x1
uterus (+) baik, luka operasi tenang tab/oral
Lochia rubra (+) sedang
Bekas operasi sudah diganti  Cefixime 2x1 tab/oral
verband  Neurodex 2x1tab/oral
 Dopamet 3x1 tab/oral
A/ P3A0 post SC hari ke-3 atas indikasi
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya  Nifedipine 3x1 tab/oral
disertai Preekamsia Berat  Aff DC
BAB IV

ANALISA KASUS

4.1 Apakah diagnosis sudah tepat?


Kasus ini membahas seorang wanita berusia 32 tahun yang didiagnosis
G3P2A0 hamil aterm dengan Ketuban Pecah Sebelum Waktunya 4 jam +
Preeklamsi Berat inpartu kala I fase aktif Janin Tunggal Hidup dengan presentasi
kepala. Penulisan diagnosis pada pasien ini sudah tepat apabila ditinjau dari
penulisan diagnosis obsetri, diawali dengan diagnosis ibu dan komplikasi,
diagnosis kehamilan, diagnosis persalinan, dan terakhir diikuti diagnosis janin
dan komplikasinya.
Berdasarkan hasil anamnesis, Pasien masuk rumah sakit via PONEK
RSUD Palembang BARI jam 17.30 WIB oleh rujukan bidan mengaku hamil
cukup bulan anak ke 3, mengeluh sakit perut mau melahirkan, semakin lama
semakin meningkat disertai adanya keluar air-air (+) sejak pukul 13.00 WIB,
riwayat adanya keluar darah bercampur lendir (+), gerakan anak masih dirasakan
oleh ibu. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, nyeri ulu hati, sakit kepala,
pandangan kabur, dan kejang. Pasien merasakan danya bagian tubuh yang terasa
bengkak.
Menurut teori, keluhan keluar air-air pada kehamilan dapat disebabkan
karena ketuban pecah sebelum waktunya. Ketuban pecah sebelum waktunya atau
spontaneous/ early /premature rupture of the membrane (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Saat aterm sering disebut
dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah sebelum
waktunya aterm. Penderita merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Tanda yang terjadi adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina.  Aroma air ketuban berbau amis dan
tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes. Terdapat banyak penyebab KPSW seperti inkompetensi serviks,
peninggian tekanan intrauterine akibat trauma (hubungan seksual, pemeriksaan
dalam), gemeli, macrosomia, infeksi, riwayat KPSW sebelumnya, dan lain-lain.
Hubungan seksual menyebabkan tekanan intrauterine meningkat secara
berlebihan yang menyebabkan trauma pada ketuban dan menyebabkan ketuban
pecah sebelum waktunya.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum pasien baik,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 160/110 mmHg, nadi 88 x/menit,
frekuensi pernapasan 22 x/menit, dan temperature 36,5 ºC. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan nilai protein total sebesar 5,38 d/dL dan pada
pemeriksaan urin makroskopik didapatkan nilai +3.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa Preeklampsia berat adalah suatu
sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat
terjadinya vasopasme pembuluh darah dan aktivitas endotel selama kehamilan.
Preeklamsia berat memiliki manifestasi TD >160/90mmHg dan diikuti oleh satu
gejala berikut; Proteinuria > +3 atau > 500mg/dL; Serum kreatinin > 1.1 mg/dL;
edema paru; peningkatan fungsi hati >2x ; trombosit <100.000 dan nyeri kepala,
epigastrium.
Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan leopold I, TFU 2 jari dibawah
Processus Xiphoideus bagian fundus ibu teraba bagian janin bulat lembut tidak
melenting. Pada leopold II, teraba bagian keras memanjang di kiri perut ibu dan
bagian kecil lunak di bagian kanan perut ibu. Dengan tafsiran berat janin 3410
gram dan DJJ 147 x/menit. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan bahwa
konsistensi porsio tebal, lunak, posisi medial, pembukaan 4 cm. Kemudian
dilakukan tes nitrazin dengan hasil nitrazin (+). Tes nitrazin dilakukan dengan
meneteskan satu atau dua tetes cairan vagina ke atas strip nitrazin. Reaksi kimia
akan menunjukkan perubahan warna dan mengindikasikan PH pada cairan
vagina. PH normal pada cairan vagina antara 4,5 - 5,5, dan PH normal dari cairan
amnion antara 7,0 - 7,5. PH yang alkalis akan memberikan hasil warna merah
berubah menjadi warna biru, apabila hasilnya alkalis maka dapat ditentukan
bahwa telah terjadi pecahnya ketuban dan adanya cairan amnion pada vagina.
Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diagnosis pasien ini sudah tepat yaitu G3P2A0 hamil aterm dengan
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya 4 Jam disertai Preeklamsi Berat inpartu kala I
fase aktif Janin Tunggal Hidup presentasi Kepala.
4.2 Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah tepat?
Secara keseluruhan tatalaksana yang diberikan sudah adekuat.
Tatalaksana awal yang diberikan berupa IVFD RL gtt 20x/menit, injeksi
ceftriaxone 1 gram (skin test) intravena, diberikan obat nifedipine oral 3x10 mg,
dopamet 250 mg oral dan injeksi MgSO4 40% pada bokong kanan dan bokong
kiri. Diketahui bahwa tekanan darah pasien saat masuk rumah sakit adalah
160/110 mmHg. Pasien juga dilakukan cek laboratoium darah rutin dan urin
rutin, rontgen thoraks, EKG, observasi keadaan umum, tanda vital ibu, DJJ dan
HIS. Pada pasien ini direncanakan persalinan sectio caesaria.
Pemberian cairan RL bertujuan untuk mengatasi gangguan cairan. Karena
pada preeklampsia biasanya terjadi vasokonstriksi dan mungkin mengalami
reduksi volume intravaskuler yang relatif dan berdampak pada volume urin.
Pemberian obat anti kejang Magnesium sulfat MgSO4 pada kasus ini sudah
tepat. Magnesium sulfat merupakan obat anti kejang pilihan pertama pada kasus
preeklampsia berat atau eklampsia. Pengobatan suportif terutama ditujukan
untuk gangguan fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk
memperbaiki asidosis, mencegah dekompensasi kordis. Pemberian nifedipine
dan dopamet sebagai obat anti hipertensi yang bekerja secara menghambat
kalsium untuk masuk ke dalam sel-sel pembuluh darah dan jantung. Dengan
dihambatnya kalsium, pembuluh darah akan lebih relaksasi dan bisa melebar.
Dengan begitu, aliran darah akan lebih lancar dan beban kerja jantung juga
menjadi lebih ringan.
Tatalaksana post SC yang diberikan adekuat. Pasien mendapatkan
tatalaksana berupa IVFD RL + 2 induksi gtt 20x/menit, Injeksi Ceftriaxone,
Injeksi Metronidazole, Injeksi Kalnex, Injeksi Ketorolac, Nifedipine oral,
Dopamet.
Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga
yang aktif terhadap kuman Enterobacteriae. Dosis 1-4g/24h diberikan 1x sehari.
Asam mefenamat merupakan analgetik anti-inflamasi non-steroid (NSAID) yang
berfungsi menghambat enzim yang memproduksi prostaglandin. Prostaglandin
adalah senyawa yang dilepaskan oleh tubuh dan menyebabkan rasa sakit dan
reaksi peradangan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Tatalaksana pada kasus ini adekuat.

5.2 Saran
Berdasarkan uraian tersebut, adapun saran yang bisa diberikan yaitu: Pada
pasien hamil yang mengalami ketuban pecah sebelum waktu persalinan dan
disertai adanya preeklampsia berat hendaknya segera dibawa ke rumah sakit
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pada ibu dan janin seperti infeksi dan
fetal distress.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ehsanipoor. 2018. Prelabor Rupture of Membranes. The American College of


Obstetricians and Gynecologists, ACOG Practice Bulletin, 131(1): 1-14.
2. Soewarto, S. 2016. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo, S. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. Hal 675.
3. Cunningham F. G. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 23. Jakarta: EGC, 2013;
hal. 662
4. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Badan Pusat
statistic; 2017
5. The American College Obstetricians and Gynecologists. Preeclampsia and
Hypertension in Pregnancy : Resource Overview. [internet]. ACOG . 2019.
[dikutip pada 17 Juni 2020] tersedia di https://www.acog.org/Womens-
Health/Preeclampsia-and-Hypertension-in-Pregnancy?IsMobileSet=false
6. Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. Profil seksi Pelayanan Kesehatan Dasar
Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. 2016. [dikutip pada 17 Juni 2020] At
http ://www.dinkes.go.id/data-kesehatan/2016.html
7. Rohmawati, N., dan Fibriana, A.I. 2018. Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit
Umum Daerah Ungaran. Higeia Journal of Public Health Research and
Development, 2(1).
8. WHO. 2014. Levels and Trend Maternal Mortality Rate. Geneva, 7(13): 125-
126.
9. Parry and Strauss III. 2012. Premature Rupture of Fetal Membrane. New
England Journal of Medicine, 338:10 (Cited 15 November 2019) downloaded
from: www.nejm.org
10. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
PT. Bina Pustaka, 2013. Hal. 531-550
11. Anonim. Protap Obgyn Universitas Sriwijaya. Palembang. 2010.

40
12. Situmorang., dkk. Faktor- Faktor yang Berubungan Dengan Kejadian
Preeklamsia pada Ibu Hamil di Poli KIA RSU Anutapara Palu. Jurnal
Kesehatan Tadulako Vol 2. No1.2016.
13. Legawati, Utama NR. Analisis Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Berat di
RSUD Rujukan Kabupaten dan Provnsi Kalimantan Tengah. Jurnal Surya
Medika. Vol 3. No1. 2017
14. Dinkes Sumatera Selatan. Profil Kesehatan Sumatera Selatan 2017.
Palembang: Dinas Kesehatan, 2017.
15. Mochtar, Rustam. 2013. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi edisi 2.
Jakarta EGC. Hal. 144
16. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,
New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808.
17. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the Joint
National Committee, NIH publication, 2004 : 49-52

40

Anda mungkin juga menyukai