Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT


PENGGUNAAN STIMULANSIA

Disusun oleh:

Dokter Muda Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa

Periode 02 Januari – 28 Januari 2024

Ahmad Azwin Fadhlan, S.Ked 04081882225007

Argo Fauzan, S.Ked 04081882225004

Pembimbing:

dr. Meidian Sari, Sp.KJ

DEPARTEMEN/BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG

2024
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN


STIMULANSIA

Oleh:

Ahmad Azwin Fadhlan , S.Ked 04081882225007

Argo Fauzan, S.Ked 04081882225004

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
periode 02 Januari – 28 Januari 2024.

Palembang, Januari 2024


Pembimbing

dr. Meidian Sari, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan
judul “Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Stimulansia” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Palembang.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.


Meidian Sari, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat
selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik di
masa yang akan datang. Demikianlah penulisan tugas ilmiah ini, semoga
bermanfaat.

Palembang, Januari 2024

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ II

KATA PENGANTAR ........................................................................ III

DAFTAR ISI ...................................................................................... IV

BAB I LAPORAN STATUS ............................................................. 1

BAB II ANALISIS KASUS .............................................................. 19

iv
BAB I
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir / Usia : 09 September 1984 / 39 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Tingkat Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Usaha Dealer mobil
Alamat : Jl.Kerio M. Nur RT.02/RW.01. Banyuasin III
Datang ke RS : Senin, 20 November 2023
Cara ke RS : Datang sendiri
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Rawat Inap Camar Rumah Sakit Ernaldi Bahar
DPJP : dr. Meidian Sari, Sp.KJ
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis (Kamis, 04 Januari 2024)
Wawancara dilakukan secara autoanamnesis pada hari Kamis, 04 Januari
2024 pukul 15.30 WIB di Bangsal Rawat Inap Camar Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang. Pada saat wawancara, pasien menggunakan Bahasa Indonesia. Pasien
berpenampilan sesuai usia.

a. Keluhan Utama:
Keluarga pasien mengeluhkan adanya perubahan perilaku, mudah emosi

b. Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sejak 11 tahun yang lalu pada tahun 2012 , pasien dibawa ke IGD RS
Ernaldi Bahar dikarenakan perubahan perilaku sehari-hari. pasien memakai
NAPZA jenis sabu-sabu. Pasien mengaku menggunakan sabu-sabu dikarenakan
ajakan oleh teman-temannya saat berkumpul di tempat tongkrongan. Pasien
mengkonsumsi sabu tidak menentu pagi maupun siang hari sekitar 2-3 x

1
seminggu. Selama mengkonsumsi sabu, pasien mengaku emosi yang mulai tidak
stabil, mendapati bisikan-bisikan untuk lari dari rumah ,berperasangka buruk
terhadap istri dan anak dirumah dan gairah yang tinggi. Pasien juga mengatakan
tidak jarang juga pasien mudah tersinggung. Pasien mengakui sebelumnya pasien
merupakan orang yang mudah bergaul dilingkungan sekitarnya. Pasien
merupakan perokok aktif sedari muda dengan jumlah konsumsi 1 bungkus
perhari, pasien juga mengakui bahwa dirinya mengkonsumsi minumakan keras
berupa alkohol dan bir saat berkumpul dengan teman-temannya, Pasien
mengatakan tidak ada tindakan menyakiti diri sendiri , keluarga maupun orang
lain. Pasien menyangkal adanya rasa ingin mengakhiri hidup, pasien menyangkal
berkeliaran dan tidak pulang ke rumah. Tidak adanya halusinasi yang terjadi.
Pasien kemudian dibawa oleh adik dan istrinya ke IGD Rumas Sakit Ernaldi
Bahar Palembang lalu dilakukan pemeriksaan dan didapatkan dari pemeriksaan
urin pasien dinyatakan golongan (+) dan di rawat inap selama 3 minggu.
Sejak kurang lebih 7 tahun sebelum masuk rumah sakit, keluarga pasien
mengeluh pasien kembali mengalami perubahan perilaku yaitu menjadi pendiam,
mudah emosi dan menuduh istrinya berselingkuh, raga seperti dipengaruhi oleh
orang lain dan sering bergairah. Keluhaan ini juga dirasakan membuat pasien tidak
terlihat semangat dalam bekerja. Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien
adalah orang yang mudah bersosialisasi, tidak mudah marah dan tersinggung.
Tindakan membahayakan diri sendiri dan orang lain disangkal, rasa ingin
mengakhiri hidup disangkal, berhalusinasi disangkal. Riwayat merokok ada
sekitar 1-2 bungkus perhari dan riwayat mengkonsumsi alkohol ada. Pasien
dibawa ke RS Ernaldi Bahar untuk di rehabilitasi selama 3 minggu.
3 hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga pasien mengeluhkan adanya
perubahan perilaku yang dirasakan kembali. Pasien sering kali berencana
meninggalkan rumah yang ia tempati, pasien terkadang mengalami emosi yang
tidak stabil dan cenderung merenung dan terlihat tidak percaya diri menurut
keluarga pasien terkadang mengeluhkan adanya bisikan ajakan-ajakan lalu adanya
juga keluhan sedih, cemas, dan tidak bersemangat yang dirasakan pasien dan
mencurigai pasanganan yang berlebihan. Riwayat menyakiti diri sendiri dan orang
lain ada yaitu tindakan fisik dengan istri, rencana bunuh diri disangkal. Pasien
mengkonsumsi rokok 1 bungkus sehari. Pasien dibawa oleh adik kandung dan
istrinya ke RS Ernaldi Bahar untuk pemeriksaan lebih lanjut.

2
3

c. Riwayat Penyakit Dahulu:


1. Riwayat demam tidak ada
2. Riwayat maag tidak ada
3. Riwayat darah tinggi tidak ada
4. Riwayat penyakit ginjal tidak ada
5. Riwayat kencing manis tidak ada
6. Riwayat asma tidak ada
7. Riwayat trauma tidak ada
8. Riwayat kejang tidak ada
9. Riwayat alergi tidak ada

d. Riwayat Pengobatan Medis:


Pasien pernah mendapatkan pengobatan setiap dirawat di RS Ernaldi Bahar,
akan tetapi pasien lupa nama obatnya

e. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Pasien pernah menggunakan sabu-sabu 9 tahun yang lalu

f. Riwayat Premorbid
1. Riwayat masa prenatal
Tidak ada kelainan.
2. Riwayat masa perinatal
Pasien lahir normal dan cukup bulan.
3. Riwayat masa anak-anak
Pasien merupakan anak yang periang.
4. Riwayat masa remaja
Pasien bersosialisasi dengan baik.
5. Riwayat masa dewasa
Pasien merupakan seorang pemilik dealer mobil. Aktivitas sosial pasien
cukup baik di lingkungan masyarakat.

g. Riwayat Keluarga
1. Pasien adalah anak kedua dari empat bersaudara.
4

2. Saat ini pasien tinggal bersama , istri dan anaknya.


3. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
4. Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa tidak ada.
5. Riwayat keluarga mengonsumsi narkoba atau alkohol tidak ada.
6. Riwayat penyakit komorbid dalam keluarga tidak ada.

Genogram keluarga

Keterangan

____
→ bercerai

h. Riwayat Pendidikan
1. SD : 6 tahun
2. SMP : 3 tahun
3. SMA : 3 tahun

i. Riwayat Pekerjaan

Pasien belum bekerja (pasien baru akan wisuda akhir tahun ini).

j. Riwayat Kebiasaan (pertama kali dan frekuensi)


5

1. Riwayat merokok ada saat remaja


2. Riwayat mengkonsumsi alkohol ada
3. Riwayat menggunakan NAPZA ada

k. Riwayat Perkawinan
pasien sudag menikah sebanyak 2 kali, pernikahan pertama tahun 2007 dan
pernikahan kedua tahun 2016 ( sekarang sudah bercerai)

l. Keadaan Sosial Ekonomi

Saat berobat ini, pasien tinggal dirumah bersama istri pertamanya dan
anaknya. Istri pasien seorang guru TK. Kebutuhan sehari-hari tercukupi oleh
pendapatan istri dan dibantu oleh usahanya.

m. Transkrip

Wawancara dan observasi dilakukan pada hari Kamis, 4 Januari 2024 pukul
15.30 WIB di bangsal Camar RS Ernaldi Bahar, Palembang. Pemeriksa dan pasien
berhadapan dengan posisi pasien dan pemeriksa duduk. Pasien tampak rapi
menggunakan kaos lengan panjang bewarna kuning, celana panjang hitam, dan
sendal. Pasien memiliki tingkat kesadaran compos mentis sehingga dapat
dianamnesis. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Tabel 1. Transkrip Wawancara Dokter-Pasien

Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan Anak Pasien

Wawancara Psikopatologi
6

• Dokter :“Selamat pagi Pak.


Perkenalan diri dan informed
Perkenalkan, saya Fadhlan, beserta rekan consent
saya, Argo, selaku dokter muda yang
Kesadaran
bertugas di poli pada pagi ini. Kami izin
melakukan wawancara mengenai Compos Mentis
keluhan yang Bapak rasakan ya, apakah
Bapak bersedia?” Penampilan

• Pasien :“Bersedia, Dokter.” Seorang Laki-laki, berusia 39


tahun, kulit sawo matang,
penampilan sesuai usia,
mengenakan kaos lengan panjang
berwarna kuning, celana panjang
berwarna hitam, dan memakai
sandal.

• Dokter : “Bapak siapa namanya?


Orientasi terhadap diri baik
• Pasien : “Supriansyah, Dokter.”
Interaksi

Sikap kooperatif, kontak verbal


adekuat, kontak mata adekuat,
kontak fisik tidak dilakukan.

• Dokter : “Baik, Bapak usianya


Psikomotor dan Sikap Tubuh
berapa?”
• Pasien : “39 tahun.” Tenang, postur tubuh duduk
bersandar di kursi

• Dokter : “Baik, sebaiknya saya


Pembicaraan
panggil Bapak, dengan sebutan
Bapak, atau Bapak punya panggilan Artikulasi jelas, kuantitas wajar,
lain?” kecepatan normal, intonasi
• Pasien : “Panggil Bapak aja boleh,
7

Dokter.” bervariasi, volume cukup, relevan.

• Dokter : “Baik Pak, sepertinya saya


wawancara pakai bahasa Indonesia ya.
Bapak datang ke rumah sakit sama
siapa?”
• Pasien : “Waktu itu diantar Dokter.”

• Dokter : “Baik, Bapak tinggal


Kognisi
dimana?”
• Pasien : “Pulang di Banyu Asin Perhatian
Dokter.”
● Memusatkan: adekuat
● Mempertahankan: adekuat
● Mengalihkan: adekuat

Ingatan (memory): Baik

Memori jangka panjang baik

• Dokter : “Bapak di rumah tinggal


sama siapa?”
• Pasien : “Sama istri, dan anak dok.”

• Dokter : “Ada keluhan apa Pak?”


• Pasien : “Saya sering merasa sedih
Dok, tidak bersemangat dikarenakan
sering menyesal dengan yang
dilakukan kadang malu dengan
keluarga ”
• Dokter : “Sudah berapa lama keluhan
8

itu Pak?”
• Pasien : “Keluhannya semakin
memberat 2 bulan belakangan ini
Dok”
• Dokter : “Boleh dijelaskan Pak,
bagaimana permasalahannya dari
awal yang terjadi pada Bapak?”
• Pasien : “Sejak saya 2012, Dok. Saya
sering berkumpul dengan teman-
teman saya biasa hanya merokok dan
minum alkohol bersama akan tetapi
waktu itu saya di rayu teman saya Stressor
untuk menggunakan sabu, awalnya
saya maju mundur untuk mecoba dok Masalah keluarga, masalah

tetapi karena adanya rasa penasaran pergaulan, masalah ekonomi.

dan masalah keluarga saya coba saja.


Ternyata sampai sekarang malah
keterusan kalau saya lagi banyak
pikiran kalau tahun ini saya jadi
berperasangka buruk terus dok sama
istri dan anak”
• Dokter : “Bagaimana Bapak menjalani
pekerjaan bapak?”
• Pasien : “saya tetap menjalaninya
dokter namanya kan juga usaha buat
keluarga tetapi beberapa bulan ini saya
kurang percaya diri dan malas-
malasan dokter.”
• Dokter : “Bagaimana sikap Bapak
terhadap keluarga yang berada
disekitar bapak?”
• Pasien : “saya suka sedih dokter,
apalagi saay menggunakan yang
9

terakhir ini kadang sudah tidak ada


gairah lagi, ada gelisah cemas sama
kurang pede sama orang lain dok’
• Dokter : “Lalu, bagaimana dengan
aktivitas Bapak sehari-hari?”
• Pasien : “Saya kalo lagi pake itu
rasanya emosi ga stabil gitu dok
kadang plong kaya gaada pikiran
apalagi mikirin usaha kadang kan jual
mobil itu dak langsung laku jadinya
adanya masalah mencari uang juga,itu
kenapa saya rasa saya jadi seperti ga
produktif pas kerjo, tapi kalo ngurus
diri masi bisa sendiri dok”.
• Dokter : “Masalah yang muncul
tampaknya sudah cukup lama ya Pak,
kenapa Bapak baru datang ke rumah
sakit sekarang?”
• Pasien : “sudah pernah dok pertamo
tahun 2012, keduo tahun 2015 dirawat
galo disini alhamdulillah waktu itu
baikan setelah dirawat .”
• Dokter : “Akhir-akhir ini apa yang
Bapak rasakan?”
• Pasien : “Akhir-akhir ini saya merasa
sedih,kadang suka merenung aja di
bangsal apalgi saya jadi menutup diri
karena orang-orang disekitar sini kalo
ngomong tu kadang kurang nyambung
soalnya banyak yang berbeda usianya
dari saya .”
• Dokter : “Apa pernah bapak lakukan
mencoba untuk mengakhiri hidup?”
10

• Pasien : “tidak pernah dok”


• Dokter : “Apakah Bapak mempunyai
teman untuk curhat?”
• Pasien : “ada dok dulu, karna saya
orangnya mudah bersosialisasi jadi
Ada keinginan untuk bunuh diri (-)
ada tapi ya karena sudah entah beranta
juga dok jadi saya bersama teman
tongkrongan aja.”
• Dokter : “Baik pak, lalu apakah bapak
ada mendengar suara bisikan, ngelihat
yang aneh-aneh Pak?”
• Pasien : “kalo bisikan ada Dok. Pas
pakai sabu tahun kemarin inilah saya
mulai pake itu bulan februari-maret
nah mulai ada bisikan buat ngajak lari
dari rumah tapi dak sering dok”

Halusinasi auditori (+)


11

• Dokter : “Di keluarga, ada yang


Riwayat gangguan jiwa dalam
mengalami keluhan seperti ini Pak?”
keluarga (-)
• Pasien : “Tidak ada Dok.”

• Dokter : “Baik, Pak, apakah bapak ada


Riwayat penyakit lain (-)
penyakit lain selain ini?”
• Pasien : “Tidak ada Dok.”

• Dokter : “Bapak tau sekarang lagi


Tilikan VI
sakit apa?”
• Pasien : “ketergantungan narkoba yo Kesadaran emosional dari perasaan
dok” dalam diri pasien dan orang-orang
• Dokter : “Apakah bapak tahu penting dalam diri pasien, dimana
penyebabnya pak? pemahaman tersebut sampai
• Pasien : “ karena masalah keluarga merubah perilaku pasien (true
dan ekonomi pernah beberapa kali emotional insight).
usaha bangkrut Dok”

• Dokter : “Baiklah, apakah ada lagi


yang mau Bapak sampaikan?”
• Pasien : “Tidak ada, Dokter.”
• Dokter : “Baik kalau begitu
wawancara kita sudah selesai, dari
Kesimpulan dan Penutup
hasil wawancara tadi kemungkinan
Bapak mengalami gangguan mental
dan perilaku akibat sabu. Jadi Pak,
dari pengaruh zat adiktif ini itu juga
dapat menyebabkan keluhan yang
Bapak rasakan sekarang, nanti Bapak
akan diberikan terapi yang sesuai
dengan kondisi Bapak oleh Dokter.
Nah, nanti obatnya diminum teratur
dan rutin kontrol ke Dokter, ya Pak.
Terima kasih atas kesediannya, Pak.”
12

• Pasien : “Sama-sama Dok.”

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status internus

Keadaan : Baik SpO2 : 99%


Umum

Sensorium : Compos Temperatur : 36,7oC


Mentis

Tekanan : 152/81 Tinggi : 162 cm


Darah mmHg Badan

Frekuensi : 94x/menit Berat : 72 kg


Nadi Badan

Frekuensi : 21x/menit IMT : 27,4 kg/m2


Napas

Kepala : Normocephali, konjungtiva palpebra anemis (-),


sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung (-).
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-).
Thorax : Vesikuler kanan = kiri, wheezing (-), ronkhi (-), BJ
I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal
Ekstremitas : Tremor manus dextra et sinistra (-), edema (-),
13

sianosis (-), akral hangat, rigiditas (-), CRT < 2 detik.

b. Status Neurologikus
1. GCS : 15
a. E : Membuka spontan (4)
b. V : Bicara spontan (5)
c. M : Gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi Sensorik
a. Pemeriksaan raba halus : Tidak ada kelainan
b. Pemeriksaan rasa nyeri : Tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan sensasi tekanan : Tidak ada kelainan
3. Fungsi Motorik
a. Trofi otot : Eutrofi
b. Tonus otot : Eutoni
c. Kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah : 5/5 dan 5/5
4. Sindrom Ekstrapiramidal
a. Parkinsonisme : Rigiditas (-), tremor (-)
b. Akatisia (-)
5. Refleks Fisiologis
a. Refleks bisep : normal
b. Refleks trisep : normal
c. Refleks patella : normal
d. Refleks achilles : normal
6. Refleks Patologis
a. Tanda Babinski : (-)
b. Tanda Chaddock : (-)
c. Tanda Oppenheim : (-)
d. Tanda Gordon : (-)
e. Tanda Schaffer : (-)
c. Status Psikiatrikus
14

a. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien laki-laki usia 39 tahun, badan berisi, kulit sawo matang, berpenampilan
sesuai usia, memakai mengenakan kaos lengan panjang berwarna kuning,
celana panjang warna hitam, dan memakai sandal.
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Tenang (normoaktif)
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Kooperatif, kontak verbal dan mata dengan pemeriksa adekuat, kontak fisik
tidak dilakukan
b. Kesadaran dan Kognisi
1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis (GCS 15)
2. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
3. Daya ingat : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian
a. Memusatkan : Adekuat
b. Memperhatikan : Adekuat
c. Mengalihkan : Adekuat
5. Kemampuan membaca dan menulis
Pasien dapat membaca dan menulis
6. Kemampuan visuospasial
Pasien dapat menjelaskan perjalanan dari rumah ke RS Ernaldi Bahar.
7. Kemampuan menolong diri sendiri
Baik, pasien dapat makan dan minum sendiri, mandi seperti biasa, buang
air kecil dan buang air besar bisa sendiri.
c. Mood dan Afek
i. Mood : Sedih
ii. Afek : Sempit
d. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
15

2. Kecepatan : Normal
3. Intonasi : Bervariasi
4. Artikulasi : Jelas
5. Produksi suara : Volume wajar 13
6. Relevansi : Relevan
e. Gangguan Persepsi
1. Ilusi tidak ada.
2. Halusinasi auditori ada.
3. Halusinasi visual tidak ada.
4. Halusinasi olfaktori tidak ada.
5. Derealisasi tidak ada.
f. Pikiran
1. Bentuk pikiran : Realistik
2. Proses pikiran : Koheren
3. Isi Pikiran : Ide bunuh diri (-), waham (-), obsesi (-), fobia (-)
g. Pengendalian Impuls
Normoaktif
h. Daya Nilai dan Tilikan
1. Penilaian realita : Tidak terganggu
2. Tilikan : Derajat VI, yaitu esadaran emosional dari
perasaan dalam diri pasien dan orang-orang penting dalam diri pasien,
dimana pemahaman tersebut sampai merubah perilaku pasien (true
emotional insight).
2.4 Formulasi Diagnostik
Aksis I:
Berdasarkan hasil anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan
pemeriksaan, pada pasien ini ditemukan adanya gejala psikologis berupa
peningkatan emosi yang terjadi secara tiba-tiba dan berlebihan, terdapat ide
curiga kepada orang lain sejak 3 bulan terakhir, namun pasien masih mampu
bekerja walaupun sedikit terganggu. Berdasarkan PPDGJ III, dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami suatu gangguan mental dan perilaku.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
tidak terdapat penyakit yang menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai
16

dari tingkat kesadaran, daya ingat atau daya konsentrasi, serta orientasi yang
masih baik, sehingga pasien ini bukan penderita Gangguan Mental Organik
(F0).
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien memiliki riwayat mengonsumsi
NAPZA yaitu golongan sabu atau amfetamin yang dibuktikan dengan
pemeriksaan urin dengan hasil amphetamine (+), sehingga pasien ini merupakan
penderita Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Stimulansia.

Aksis II:
Pada diagnosis multiaksial aksis II belum ditemukan adanya gangguan
kepribadian.
Aksis III:
Pada diagnosis multiaksial aksis III tidak ditemukan adanya gangguan
kondisi medik umum yang menyertai pasien. Oleh karena itu, pada aksis III
tidak ada diagnosis.

Aksis IV:
Pada pasien untuk aksis IV ditemukan stressor masalah keluarga, yaitu
bercerai pernikahan ke 2, dan ajakan dari pengaruh buruk dari orang terdekat.
maka aksis IV didapatkan diagnosis masalah keluarga, pekerjaan dan
lingkungan
Aksis V:
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale
saat diperiksa di Bangsal yaitu 80 – 71 yaitu gejala sementara & dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan , dll.

Pemeriksaan Fisik:
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Sikap : Kooperatif
c. Mood : Sedih
d. Afek : Sempit
e. Daya konsentrasi : Baik
17

f. Keadaan dan fungsi intelektual


● Discriminative judgment : Baik
● Discriminative insight : Tilikan derajat VI
g. Kelainan sensasi persepsi
● Halusinasi : Tidak ada
● Ilusi : Tidak ada
h. Isi pikiran
● Waham : Tidak ada
● Ide bunuh diri : Ada
i. Kecemasan : Ada
j. Reality Testing Ability : Tidak terganggu

2.4 Diagnosis Multiaksial


Aksis I : F.15 Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan
Stimulansia lain termasuk kafein
Aksis II : belum ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah keluarga, dan lingkungan
Aksis V : GAF scale 80-71

2.5 Diagnosis Banding


- F20. Skizofrenia

2.6 Terapi
a. Psikofarmaka
- Risperidon 2x1 mg PO
- Aripiprazole 1x1 mg
- lorazepam 1 x 0,5 mg
- Amlodipine 1 x 5 mg

b. Psikoterapi
Suportif
1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit dan stressor yang dialami
pasien sebagai pencetus keluhan yang ia alami.
18

2. Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi


penyakit, serta menjelaskan kepada pasien agar dapat memperbaiki hubungan
dengan keluarga dan lingkungannya.
3. Mengisi waktu luang dengan beribadah dan melakukan hobi.
Keluarga
1. Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien disertai
dorongan untuk mendukung pasien sehingga tercipta dukungan sosial dalam
lingkungan yang kondusif dan membantu penyembuhan pasien.

2.7 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia
Quo ad Sanationam : dubia
19

BAB II
ANALISIS KASUS

Tn. S, usia 39 tahun, beragama Islam, sudah menikah, bekerja sebagai


seorang pemilik dealer mobil datang dibawa adik kandung dan istrinya ke
IGD Rumah Sakit Ernaldi Bahas Palembang pada 20 November 2023. Pasien
datang dibawa oleh keluarganya. Wawancara dan observasi dilakukan pada
tanggal 4 Januari 2024 pukul 15.30 WIB di Bangsal Camar Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Palembang. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Pasien memiliki tingkat kesadaran compos mentis dan
kooperatif sehingga dapat dianamnesis. Berdasarkan hasil wawancara
autoanamnesis dan alloanamnesis, pada pasien ini ditemukan adanya
gangguan persepsi dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu
distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan
kehidupan sosial sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
gangguan jiwa. Berdasarkan anamnesis tidak ditemukan riwayat trauma
kepala, demam tinggi atau kejang sebelumnya ataupun kelainan organik. Hal
ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental
organik (F.0). Dari anamnesis didapatkan riwayat penyalahgunaan obat
berupa penggunaan NAPZA yaitu metaphetamin sejak tahun 2012, 2015 dan
terakhir pemakaian adalah bulan februari dan maret 2023. Hal ini dapat
menegakkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
stimulansia. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat adalah
gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya, mulai dari
intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai
gangguan psikotik yang jelas dan demensia, semua itu diakibatkan oleh
penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif dengan atau tanpa resep dokter.
Kriteria diagnosis untuk gangguan ini adalah memenuhi setidaknya
2 dari gejala berikut:
1. Penggunaan Zat dalam jumlah yang lebih besar atau periode
20

yang lebihlama daripada yang dinginkan.


2. Keinginan terus-menerus atau upaya gagal untuk
mengurangi ataumengontrol penggunaan zat.
3. Menghabiskan waktu untuk mendapatkan zat,
menggunakan zat, atau untuk memulihkan efek dari zat
tersebut.
4. Craving, atau dorongan atau keinginan yang kuat untuk
menggunakan zat.

5. Penggunaan zat berulang mengakibatkan kegagalan untuk


memenuhi kewajiban di tempat kerja, sekolah, atau rumah.
6. Terus menggunakan zat walaupun memiliki masalah sosial
atau interpersonal persisten dan berulang yang disebabkan
atau diperparah oleh efek dari zat.
7. Berkurangnya aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasi karena
penggunaanzat.
8. Penggunaan zat berulang dalam situasi yang membahayakan secara
fisik.

9. Penggunaan zat dilanjutkan meskipun memiliki pengetahuan


mengenai masalah fisik atau psikologis yang disebabkan atau
diperburuk oleh penggunaan zat.
10. Toleransi, seperti yang didefinisi-kan:

a. Kebutuhan yang nyata dalam meningkatkan jumlah


zat untuk mencapai intoksikasi atau efek yang
dinginkan.
b. Efek nyata terus berkurang dengan menggunakan
jumlah zat yang sama.
11. Withdrawal, seperti salah satu hal berikut:

a. Karakteristik Sindrom putus zat (merujuk pada kriteria


A dan B dari kriteria yang ditetapkan untuk alkohol
atau withdrawal zat lainnya).
21

b. Zat (atau terkait erat dengan zat, seperti benzodiazepin


dengan alkohol) dipakai untuk menghilangkan atau
menghindari gejala putus zat.
Pada kasus ini, Tn. S memenuhi kriteria nomor 2,5,6,7,11. Berdasarkan
diagnosis ketergantungan zat dan penyalahgunaan zat, dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yaitu: ringan (2-3 gejala), sedang (4-5 gejala), dan berat
(lebih dari 6 gejala). Pada kasus, pasien termasuk ke dalam golongan sedang.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada aksis II belum ada
diagnosis karena perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut terhadap pasien
untuk menilai apakah terdapat gangguan kepribadian atau tidak. tidak ada
diagnosis untuk aksis III. Pada aksis IV pasien memiliki masalah dengan
tetangga dan orang-orang disekitarnya, maka didapatkan diagnosis masalah
psikososial dan lingkungan.
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale
saat dilakukan pemeriksaan di Bangsal Camar, pasien termasuk skala 80 – 71
yaitu gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
pekerjaan, sekolah, dll. Pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan pasien mengonsumsi amfetamin. dengan gejala
terdapat perubahan perilaku atau mood. Daya pikir dan daya ingat sedikit
memiliki gangguan, namun untuk melakukan aktivitas sehari-hari masih
mandiri. Pasien memiliki masalah dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya akibat perubahan perilakunya saat ini.
Pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan pasien mengonsumsi NAPZA golongan sabu-sabu. Sabu
merupakan amfetamin yang tergolong zat stimulan. Dimana zat ini diarbsorbsi
secara oral dan bekerja dengan cara yang cepat. Amfetamin adalah molekul
lipofilik kationik yang merangsang pelepasan katekolamin yang disintesis di
sistem saraf pusat. amfetamin akan menggantikan dopamine transporter
(DAT), noradrenaline transporter (NET), serotonine transporter (SERT)
dan transporter monoamine vesikular-2 (VMAT-2).Zat ini akan menumpuk
di vesikel sel sehingga dopamin akan terakumulasi di dalam sitoplasma.
Akumulasi dopamine ini akan menyebabkan transport balik dopamin melalui
22

dopamin transporter karena terganggunya konsentrasi. Proses ini juga akan


menyebabkan pelepasan dopamin, noradrenalin, dan serotonin ke dalam
sinaps, yang kemudian merangsang reseptor monoamina postsinaptik.
amfetamin juga melemahkan metabolisme monoamina dengan menghambat
monoamina oksidase (selanjutnya memungkinkan penumpukan kelebihan
monoamina di sinaps).
Monoamina yang dilepaskan karena adanya amfertamin bekerja pada
jalur dopaminergik, noradrenergik, dan serotonergik utama otak. Dalam
kasus dopamin,amfetamin mengaktifkan mesolimbik, sirkuit mesokortikal,
dan jalur nigrostriatal, yang telah dikaitkan dengan efek euforia segera setelah
konsumsi obat. Kerusakan transporter serotonin akibat penggunaan
amfetamin akan menyebabkan penurunan densitas transporter serotonin pada
area talamus, nukleus kaudatus, putamen, otak tengah, serebellum, dan
korteks serebral. Semakin banyak dosis amfetamin yang dikonsumsi akan
semakin banyak transporter serotonin yang mengalami kerusakan. Akibatnya
akan menimbulkan agresivitas pengguna. Pada gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan stimulansia diperlukan psikofarmaka dalam membantu
mengurangi keluhan pada pasien. Pada pasien mendapatkan terapi
psikofarmaka Risperidon 1 x 2 mg , Aripiprazole 1x 1 mg, dan Merlopam 1x
0,5 mg . Obat pilihan untuk gejala psikosisnya adalah risperidon yang bekerja
dengan menghambat reseptor dopamine D2 dan serotonin (antagonis
dopamine-serotoni). Aripiprazole bertindak sebagai penstabil sistem
dopaminergik, yang mungkin lebih penting dalam mengobati gejala positif
dan negatif biasanya pada pasien skizofrenia . Aripiprazole tidak hanya
bekerja sebagai agonis D2 parsial dan aripiprazole, tetapi juga sebagai
antagonis fungsional, ketika kadar dopamin tinggi, seperti di jalur
mesolimbik, tetapi kadar dopamin normal di beberapa tempat. Oleh karena
itu, aripiprazole dipercaya dapat mengurangi gejala positif skizofrenia tanpa
menyebabkan diskinesia atau meningkatkan prolaktin. Pemberian lorazepam
pada pasien diharapkan menjadi muscle relaxant. Yang mana Mekanisme
kerja lorazepam merupakan potensiasi inhibisi neuron yang menggunakan
GABA sebagai mediatornya. GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan
23

inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP), melalui


neuron-neuron modulasi GABA nergik. Reseptor Benzodiazepin berikatan
dengan reseptor subtipe GABA. Berikatan dengan reseptor agonis
menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang menyebabakan
hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat neuron ini
resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi
efek inhibitor dari GABA sehingga meningkatkan efek GABA dan
menghasilkan efek sedasi, tidur dan berbagai macam efek seperti mengurangi
kegelisahan dan sebagai muscle relaxant. Reseptor benzodiazepin dapat
ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks
serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula
spinalis.
Selain terapi farmakologi, terapi pasien dengan gangguan mental dan
perilaku akibat zat psikoaktif sangatlah penting. Keluarga juga berperan
penting dalam kesembuhan pasien. Pengetahuan keluarga mengenai
kesehatan mental merupakan awal usaha dalam memberikan iklim yang
kondusif bagi anggota keluarganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan mental anggota keluarga, juga dapat menjadi
sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami persoalan kejiwaan
keluarganya. Adapun psikoterapi dapat dilakukan pada pasien ini yaitu
memberikan dukungan dan motivasi pada pasien agar dapat menahan
keinginan untuk menggunakan zat psikoaktif kembali dan mencari teman
yang dapat membawa kepada arah yang lebih baik dan menjauhizat psikoaktif.
Menyarankan kepada pasien untuk menjauhi teman-teman pasien yang
cenderung untuk mengajak pasien menggunakan zat psikoaktif kembali.
Memberikan informasi kepada keluarga terhadap pentingnya dukungan
keluarga dalam membantu kesembuhan pasien.

Anda mungkin juga menyukai