Anda di halaman 1dari 24

Laboratorium/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa LAPORAN UJIAN

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

SKIZOAFEKTIF

Disusun oleh :
Rangga Oktovian Fodju
NIM. 2210017093

Pembimbing:

dr. Sri Parwatiningsih Sp., K.J

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2023

ii
SKIZOAFEKTIF

Oleh
Rangga Oktovian Fodju
NIM.2210017093

Dipresentasikan pada April 2023

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Sri Parwatiningsih Sp., K.J

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan laporan ujian
”Skizoafektif” tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
gangguan skizofrenia, subtipenya dan bagaimana cara menghadapi kasus tersebut
praktik kedokteran.
Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada dr. Sri Parwatiningsih,
Sp.K.J selaku pembimbing penulis, atas segala bantuan dan bimbingan dalam
menyelesaikan laporan ujian ini.
Oleh karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat menjadi masukan yang berarti
dalam perbaikan proses pembelajaran.

Samarinda, April 2023

Rangga O. Fodju

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Tujuan…………………………………………………………. ................... 1

1.3 Manfaat…………………………………………………………. ................. 1

BAB 2 LAPORAN .............................................................................................. 2

2.1 Data Medis Pasien ...................................................................................... 2

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8

3.1 Definisi ....................................................................................................... 8

3.2 Epidiemologi .............................................................................................. 9

3.3 Etiologi ..................................................................................................... 10

3.4 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 11

3.5 Diagnosis .................................................................................................. 14

3.6 Tatalaksana ............................................................................................... 17

3.7 Prognosis………………………………………………………………….17
BAB 4 PENUTUP……………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik atau campuran. Diagnosis
gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan.
Gejala-gejala afektif diantaranya yaitu elasi dan ide-ide kebesaran,
tetapi kadang-kadang kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif
serta ide-ide kejaran. Terdapat peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan,
konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya hambatan norma sosial. Waham
kebesaran, waham kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia juga harus ada,
antara lain merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan
yang sedang berusaha mengendalikannya, mendengar suara-suara yang
beraneka beragam atau menyatakan ide-ide yang bizarre.
Pasien dengan skizoafektif mempunyai prognosis dipertengahan antara
pasien dengan skizofrenia dengan prognosis pasien gangguan mood. Sebagai
suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis lebih
buruk dari pada pasien dengan gangguan depresif maupun bipolar, tetapi
memiliki prognosis lebih baik daripada pasien skizofrenia.

1.2 Tujuan
Tujuan laporan ini adalah menambah pengetahuan mengenai Skizoafektif
tipe manik mulai dari definisi hingga penatalaksanaan.

1.3 Manfaat
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis, dan pembaca,
mengenai Skizoafektif tipe manik.

1
BAB 2

LAPORAN

2.1 Data Medis Pasien


A. Identitas Pasien :
1. Nama : Ny. D
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 38 Tahun
4. Pekerjaan : PNS
5. Agama : Kristen Protestan
6. Status Pernikahan : Janda
7. Pendidikan : S1/D3
8. Alamat : Jalan Wiratama
9. Tanggal Pemeriksaan : 11 April 2023
B. Identitas Penanggung Jawab :
1. Nama : Tn. N
2. Jenis Kelamin : Laki Laki
3. Hubungan : Adik
C. Keterangan diperoleh dari :
1. Nama : Tn. N
2. Hubungan dengan pasien : Adik
3. Alamat : Tenggarong
D. Riwayat Psikiatri :
1. Keluhan utama
Pasien datang ke Poli dibawa oleh adik pasien karena sering
tertawa dan berbicara sendiri, serta berhalusinasi.
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Autoanamnesis
Keterangan:

2
Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak sakit dan langsung
mengatakan bahwa pasien memiliki karir yang bagus sehingga banyak
yang ingin menjatuhkan pasien serta ada yang ingin membunuh pasien
yaitu teman pasien Ny. H. Pasien mengatakan bahwa banyak pekerjaan
yang harus ia lakukan serta terus menyebutkan bekerja sama dengan
banyak pejabat di Kalimantan Timur serta mengatakan bahwa ia sekarang
sedang work from home. Pasien juga mengatakan bahwa banyak orang
menghalangi jodoh pasien dan pasien juga mengakui bahwa dirinya telah
menikah 15 tahun dan bercerai 3 tahun lalu dengan suaminya namun
pasien merasa tidak sedih bercerai dengan suaminya karena merasa lelah
dengan suami pasien yang sering ganti-ganti wanita dan juga pasien
merasa bahwa suami pasien ingin mengambil semua harta pasien yang
sangat banyak. Pasien juga menyebutkan keluarga ipar dari adik pasien
yang ingin menjatuhkan pasien sehingga mengganggap adik pasien merasa
dihasut untuk membawa pasien ke rumah sakit jiwa, Pasien merasa
keluarga ipar dari adiknya iri dengan karir pasien yang sangat bagus.
Pasien juga merasa orang disekitar pasien gangguan jiwa dan iri dengan
pasien, sehingga sering mendengar teman yang membisikkan ke pasien
bahwa banyak yang ingin membunuh pasien karena iri. Pasien telah
memiliki 2 orang anak perempuan yang sekarang sedang tidak tinggal
dirumah pasien dan mengatakan bahwa anak pasien disuruh oleh
kementrian Pendidikan untuk survey mengenai sekolah negri yang ada di
Tenggarong. Pasien juga menyebutkan bahwa dulu sewaktu lulus SMA
pasien memiliki nilai yang tinggi serta pernah hampir masuk kedokteran
akan tetapi nilai pasien di ambil oleh teman pasien sehingga pasien tidak
jadi masuk kedokteran.
b. Heteroanamnesis
Menurut adik pasien, pasien sering tertawa sendiri dan bicara sendiri.
Pasien mengalami susah tidur karena mengakui banyak pekerjaan yang
harus ia lakukan. Menurut keterangan dari adik pasien pasien sudah cuti
kerja selama 3 bulan karena terdapat keluhan dari kantor atas perilaku

3
pasien sehingga atasan pasien telah menyuruh pasien cuti. Pasien juga
sering WA orang yang ada dikontak WA pasien untuk cerita mengenai
pekerjaan pasien secara berulang-ulang. Pasien dipisahkan dari anak
pasien karena pasien tidak mengurus anak pasien akan tetapi pasien masih
mengurus diri pasien sendiri seperti memasak, mandi dan lainnya.
Perceraian pasien 3 tahun yang lalu karena menemukan suami pasien
selingkuh dengan wanita lain kemudian tidak lama dari perceraian tersebut
pasien mengalami turun jabatan dari pekerjaan pasien. Pasien juga
mengajuhkan diri dari keluarga seperti mematikan telfon atau camera saat
melakukan videocall.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada.

4
e. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Garis perceraian

: Garis perkawinan
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Pasien

f. Riwayat Hidup Pasien


 Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pasien lahir normal dengan ASI lengkap.
 Masa Kanan Pertengahan (3-5 tahun)
Tumbuh kembang normal.
 Masa Kanak Akhir (5-13 tahun)
Pasien menempuh Pendidikan SD dan SMP , secara akademik
tidak ada masalah dan memiliki banyak teman pasien tergolong
anak yang aktif dan kreatif.
 Masa Remaja (13-18 tahun)

5
Pasien menempuh Pendidikan SMP dan SMA, secara akademik
tidak ada masalah dan memiliki banyak teman. Pasien mengatakan
pada saat lulus SMA pasien mengakui memiliki nilai yang bagus.
 Masa Dewasa
- Riwayat pekerjaan :
PNS di dinas koperasi dan perdagangan.
- Riwayat Perwakinan :
Pasien menikah selama 15 tahun dan sudah bercerai 3 tahun
lalu.

E. Status Fisik
1. Tanda Vital : T : 135/94 N:120x/menit t= 34,8ºC
2. Keadaan Gizi : Kesan normal
3. Kepala : Tidak diperiksa
4. Toraks
- Jantung : Tidak diperiksa
- Paru : Tidak diperiksa
5. Abdomen : Tidak diperiksa
6. Ekstremitas : Tidak diperiksa
F. Status Neurologik
1. GCS : E4V5M6
2. Refleks fisiologis : Tidak diperiksa
3. Refleks patologis : Tidak diperiksa
G. Status Psikiatri
1. Keadaan umum : pasien tampak rapi dan penampilannya sesuai
usia
2. Sikap / Tingkah Laku :pasien kooperatif terhadap pemeriksa, namun
pasien sempat ingin kabur.
3. Kesadaran : komposmentis.
4. Kontak / rapport : Verbal (+), Visual (-).
5. Atensi / Konsentrasi : dalam batas normal.

6
6. Orientasi : waktu : baik, tempat : baik, orang : baik
7. Mood / Afek : mood : disforia, afek : tumpul
8. Proses Berfikir : arus pikir : linear, bentuk pikir: realistis, isi pikir :
waham paranoid/waham kejar
9. Intelegensi : sesuai dengan tingkat pendidikan
10. Psikomotor : dalam batas normal

H. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Gangguan Klinis dan Kondisi Klinis yang Menjadi Fokus Perhatian
Khusus
Skizoafektif episode manik (F25.0)
Aksis II: Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Ciri kepribadian belum dapat di tentukan.
Aksis III: Kondisi Medis Umum
tidak ada
Aksis IV: Problem Psikososial dan Lingkungan
Masalah dengan mantan suami dan menjauhkan diri dari keluarga.
Aksis V: Penilaian Fungsi Secara Global
GAF Scale 80-71 (gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, dll)

I. Diagnosis Banding
1. Bipolar episode mania dengan gejala psikotik
2. Mania dengan gejala psikotik
3. Skiofrenia paranoid
J. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
 Risperidon 2mg 2x1
 Asam Valproat 250 mg 3x1
2. Psikoterapi

7
 Mengurangi stimulus yang berlebihan, stressor lingkungan, dan
memberikan ketenangan kepada pasien.
 Memberikan dukungan dan motivasi.
 Menyediakan lingkungan yang nyaman.
 Memberikan psikoedikasi dengan keluarga pasien

K. Prognosis
Dubia ad malam.

8
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang serius yang memiliki
gambaran skizofrenia dan gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki
gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala
gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu tipe
manik dan tipe depresif.
Skizofrenia adalah gangguan otak yang mendistorsi cara seseorang
berpikir, bertindak, mengungkapkan emosi, merasakan realitas, dan
berhubungan dengan orang lain. Manik merupakan kondisi yang berkebalikan
dengan depresi, di mana suasana hati penderita melambung tinggi,
peningkatan ego penderita sehingga tidak jarang mereka menjadi mudah
tersinggung dan terusik, mereka merasa sangat bangga terhadap dirinya sendiri,
dan dapat melakukan hal sembrono, seperti menghabiskan tabungannya atau
membuat keputusan besar yang berisiko tinggi (Azzahra, 2018).

3.2 EPIDIEMOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1 persen,
mungkin berkisar 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut merupakan
perkiraan, berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif telah menggunakan
berbagai kriteria diagnostik. Pada praktik klinis, diagnosis permulaan gangguan
skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin akan diagnosis
(Sadock, 2015).
Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada
orang tua daripada orang muda, dan tipe bipolar lebih sering terjadi pada dewasa
muda daripada dewasa tua. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah
pada laki-laki daripada perempuan, terutama perempuan menikah; usia awitan
untuk perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-

9
laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial
dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai (Sadock, 2015).

3.3 ETIOLOGI

Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model


konseptual telah dikembangkan. Gangguan skizoafektif dapat berupa tipe
skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan
ekspresi simultan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif
mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan
gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat, dan paling mungkin,
adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang
mencakup ketiga kemungkinan pertama (Sadock, 2015).
Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif
didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas
terpisah, beberapa data menunjukkan bahwa kedua gangguan tersebut terkait
secara genetis. Beberapa kebingungan yang timbul pada studi famili pasien
gangguan skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan nonabsolut antara dua
gangguan primer. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila studi keluarga pasien
dengan gangguan skizoafektif melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan
prevalensi skizofrenia tidak ditemukan dalam kerabat dengan gangguan
skizoafektif, tipe bipolar; namun, keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif
tipe depresif berisiko lebih tinggi mengalami skizofrenia daripada gangguan mood
(Sadock, 2015).
Bergantung pada tipe gangguan skizoafektif yang dipelajari, peningkatan
prevalensi skizofrenia atau gangguan mood dapat ditemukan pada kerabat proban
gangguan skizoafektif. Kemungkinan gangguan skizoafektif berbeda dengan
skizofrenia dan gangguan mood tidak ditunjang oleh observasi bahwa hanya
terdapat persentase kecil kerabat proban gangguan skizoafektif yang menderita
gangguan skizoafektif (Sadock, 2015).

10
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis lebih baik daripada pasien skizofrenia dan prognosis paling buruk
daripada pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan
gangguan skizoafektif memberikan respons terhadap litium dan cenderung
mengalami perjalan penyakit yang tidak memburuk (Sadock, 2015).

3.4 MANIFESTASI KLINIS

 Anamnesis
Adanya perasaan sedih dan hilangnya minat, berlangsung paling sedikit
dua minggu atau merasa senang berlebihan yang berlangsung paling sedikit satu
minggu. Gejala-gejala tersebut muncul bersamaan dengan pembicaraan kacau,
waham, halusinasi, perilaku kacau, atau gejala negatif (Amir, 2017).
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang
sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala
afektif diantaranya yaitu elasi dan ide-ide kebesaran, tetapi kadang-kadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran.
Terdapat peningkatan energi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang
terganggu, dan hilangnya hambatan norma sosial. Waham kebesaran, waham
kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain merasa
pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha
mengendalikannya, mendengar suara-suara beraneka ragam atau menyatakan ide-
ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu, namun
penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu (Maslim, 2013).

 Pemeriksaan
Terdapat tanda-tanda gangguan mood depresi (misalnya, mood hipotim
dan isolasi sosial) atau tanda-tanda mania (misalnya, mood hipertim, iritabel,
banyak bicara, meningkatnya aktivitas motorik) atau campuran (Amir, 2017).

3.5 DIAGNOSIS

11
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR merupakan suatu produk beberapa revisi
yang mencoba mengkarifikasi beberapa diagnosis termasuk skizofrenia, gangguan
bipolar, dan gangguan depresif mayor. Dokter harus mendiagnosis secara akurat
penyakit afektif, memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik episode
manik maupun depresif dan juga menentukan lama setiap episode secara tepat
(tidak selalu mudah atau mungkin dilakukan). Lamanya setiap episode harus
diketahui karena dua alasan. Pertama, memenuhi Kriteria B (gejala psikotik tanpa
sindrom mood), seseorang harus mengetahui kapan episode afektif berakhir dan
psikosis terus terjadi. Kedua, memenuhi criteria C, lama semua episode mood
harus digabungkan dan dibandingkan dengan lama total penyakit. Jika komponen
mood muncul dalam jumlah yang bermakna pada penyakit total maka kriteria
terpenuhi. Mengkalkulasi lama total episode sulit dilakukan, dan tidak membantu
karena istilah “jumlah yang bermakna” tidak dijelaskan. Pada praktiknya,
sebagian besar klinisi mencari komponen mood sebanyak 15 sampai 20 persen
dari penyakit total. Pasien yang mengalami satu episode manik penuh selama dua
bulan tetapi mengalami gejala skizofrenia selama 10 tahun tidak memenuhi
kriteria gangguan skizoafektif (Sadock, 2015).
Berikut kriteria diagnosis menurut DSM-IV-TR:
A. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu, episode
depresif mayor, episode manik, atau episode campuran yang terjadi
bersamaan dengan gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
Catatan: episode depresif mayor harus mencakup kriteria A1: mood
terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusiasi
selama sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala mood yang
menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria episode mood timbul dalam jumlah
yang bermakna pada durasi total periode aktif dan residual penyakit.
D. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(contohnya obat yang disalahgunakan, suatu obat) atau keadaan
kesehatan umum.

12
Berikut kriteria diagnosis Gangguan Skizoafektif menurut PPDGJ-III
F25 Gangguan Skizoafektif

 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam
beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini,
episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit
yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif
setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis
F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang,
baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau
dua episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau
depresif (F30-F33).

F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik


yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian
besar episode skizoafektif tipe manik.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek
yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau
kegelisahan yang memuncak.

13
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau
lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana
ditetapkan untuk skizofrenia, F20.- pedoman diagnostik (a) sampai
dengan (d)).

F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif

 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe


depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana
sebagian besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif.
 Afek depreisf harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala
khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti
tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F32).
 Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan
sebaiknya ada dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana
ditetapkan dalam pedoman diagnostik skizofrenia, F20.-, (a)
sampai (d)).

3.6 TATALAKSANA

Skizoafektif, Episode Manik atau Campuran (fase akut)

Psikofarmaka:

 Injeksi:

Olanzapin 2 x 5-10 mg/hari dengan diazepam 2x10 mg/hari

 Oral:
1. Olanzapin 1 x 10-30 mg/hari atau risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau
quetiapin hari I (200 mg), hari II (400 mg), hari III (600 mg) dan
seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30 mg/hari.
2. Litium karbonat 2 x 400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-
1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800

14
mg/hari, pada fungsi ginjal normal) atau divalproat dengan dosis 3 x
250 mg/hari (atau konsentrasi plasma 50-125 µg/L).
3. Lorazepam 3 x 1-2 mg/hari kalau perlu.

Terapi (Monoterapi)

(1) Olanzapin, Risperidon, Quetiapin, Aripiprazol

(2) Litium, Divalproat.

Terapi Kombinasi

(1) Olz +; Li/Dival Olz + Lor; Olz + Li/Dival+Lor

(2) Ris + Li/Dival; Ris + Lor; Ris + Li/Dival + Lor

(3) Que + Li/Dival

(4) Aripip + Li/Dival; Aripip + Lor; Aripip + Li/Dival + Lor

Skizoafektif Episode Depresi Mayor (fase akut)

Evaluasi risiko bunuh diri yaitu (Amir, 2017):

1. Adanya ide, keinginan yang kuat, atau rencana bunuh diri


2. Aksesnya ke sarana-sarana bunuh diri tersebut atau letalitasnya
3. Adanya haluasinasi komando, gejala psikotik lain atau ansietas yang
berat
4. Adanya penyalahgunaan zat atau alcohol
5. Riwayat atau pernah melakukan usaha-usaha bunuh diri sebelumnya
6. Riwayat bunuh diri dalam keluarga

Psikofarmaka:

 Injeksi:

Olanzapin 2 x 5-10 mg/hari dengan diazepam 2 x 10 mg/hari

15
 Oral:
1. Litium 2 x 400 mg/hari, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2
mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800
mg/hari, pada fungsi ginjal normal) atau Divalproat dengan dosis awal
3 x 250 mg/hari dan dinaikkan setiap beberapa hari hingga kadar
plasma mencapai 50-100 mg/L atau Karbamazepin dengan dosis awal
300-800 mg/hari dan dosis dapat dinaikkan 200 mg setiap dua-empat
hari hingga mencapai kadar plasma 4-12 µg/mL sesuai dengan
karbamazepin 800-1600 mg/hari atau Lamotrigin dengan dosis 200-
400 mg/hari.
2. Antidepresan, SSRI, misalnya fluoksetin 1 x 10-20 mg/hari.
3. Antipsikotika generasi kedua Olanzapin 1 x 10-30 mg/hari atau
risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau quetiapin hari I (200 mg), hari II (400
mg), hari III (600 mg) dan seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30
mg/hari.

Psikoterapi

Dapat diberikan psikoterapi individual, jarang dilakukan terapi kelompok,


karena biasanya mereka sering tidak nyaman atau kurang mampu bertoleransi
dalam terapi kelompok terutama bila dengan pasien yang beraneka ragam
diagnosisnya. Bila akan dilakukan, lebih baik pada saat pasien dirawat inap,
bukan saat rawat jalan (Amir, 2017).

Psikoterapi individual yang dapat diberikan berupa psikoterapi suportif,


client-centered therapy, atau terapi perilaku. Psikoterapi suportifnya sebaiknya
yang relative konkrit, berfokus pada aktivitas sehari-hari. Dapat juga dibahas
tentang relasi pasien dengan orang-orang terdekatnya. Keterampilan sosial dan
okupasional juga banyak membantu agar pasien dapat beradaptasi kembali dalam
kehidupannya sehari-hari (Amir, 2017).

Edukasi Keluarga

16
Penting dilakukan edukasi keluarga agar keluarga siap menghadapi
deteriorasi yang mungkin dapat terjadi. Diskusi dapat tentang problem sehari-hari,
hubungan dalam keluarga, dan hal-hal khusus lainnya, misalnya tentang rencana
pendidikan atau pekerjaan pasien (Amir, 2017).

Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan


keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit
memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya,
ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran gejala mungkin
sangat luas, karena pasien mengalami keadaan psikosis dan variasi kondisi mood
yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan untuk
menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut. Perlu diberikan
regimen obat yang mungkin lebih rumit, dengan banyak obat, dan pendidikan
psikofarmakologis (Sadock, 2015).

3.7 PROGNOSIS
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis
yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif,
memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada
pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh
beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan
skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan
prognosis pasien dengan gangguan bipolar & dan bahwa pasien dengan
premorbid yang buruk, onset yang perlahan-lahan, tidak ada

17
faktor pencetus, menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau
gejala negative, onset yang awal, perjalanan yang tidak mengalami
remisi, dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-
masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider
tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan
dengan jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa
data menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada
wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan
gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan
gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.

18
BAB 4
PENUTUP

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang memiliki


gejala skizofrenia dan gejala afektif yang terjadi bersamaan dan sama-sama
menonjol. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset untuk
wanitaadalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa
genetik dan lingkungan.Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah
termasuk semua tanda dangejala skizofrenia,episode manik, dan gangguan
depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dangangguan afektif bersama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain , dalam episode
yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.
Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial dan
berfokus pada rehabilitasi kognitif.
Pada farmakoterapi,digunakan kombinasi anti psikotik dengan
antidepresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe
depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi
yang diberikan adalah antara anti psikotik dengan mood stabilizer. Prognosis
bisadiperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala skizofrenianya
, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten gejala
skizofrenianya maka pronosis nya buruk. Dan sebaliknya semakin persisten gejala
gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amir, N. (2017). Buku Ajar Psikiatri Edisi 3. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Kaplan, & Sadock. (2015). Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.

Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III dan
DSM 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

20

Anda mungkin juga menyukai