Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
SKIZOAFEKTIF
Disusun oleh :
Rangga Oktovian Fodju
NIM. 2210017093
Pembimbing:
ii
SKIZOAFEKTIF
Oleh
Rangga Oktovian Fodju
NIM.2210017093
Mengetahui,
Pembimbing
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan laporan ujian
”Skizoafektif” tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
gangguan skizofrenia, subtipenya dan bagaimana cara menghadapi kasus tersebut
praktik kedokteran.
Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada dr. Sri Parwatiningsih,
Sp.K.J selaku pembimbing penulis, atas segala bantuan dan bimbingan dalam
menyelesaikan laporan ujian ini.
Oleh karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat menjadi masukan yang berarti
dalam perbaikan proses pembelajaran.
Rangga O. Fodju
iv
DAFTAR ISI
3.7 Prognosis………………………………………………………………….17
BAB 4 PENUTUP……………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan laporan ini adalah menambah pengetahuan mengenai Skizoafektif
tipe manik mulai dari definisi hingga penatalaksanaan.
1.3 Manfaat
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis, dan pembaca,
mengenai Skizoafektif tipe manik.
1
BAB 2
LAPORAN
2
Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak sakit dan langsung
mengatakan bahwa pasien memiliki karir yang bagus sehingga banyak
yang ingin menjatuhkan pasien serta ada yang ingin membunuh pasien
yaitu teman pasien Ny. H. Pasien mengatakan bahwa banyak pekerjaan
yang harus ia lakukan serta terus menyebutkan bekerja sama dengan
banyak pejabat di Kalimantan Timur serta mengatakan bahwa ia sekarang
sedang work from home. Pasien juga mengatakan bahwa banyak orang
menghalangi jodoh pasien dan pasien juga mengakui bahwa dirinya telah
menikah 15 tahun dan bercerai 3 tahun lalu dengan suaminya namun
pasien merasa tidak sedih bercerai dengan suaminya karena merasa lelah
dengan suami pasien yang sering ganti-ganti wanita dan juga pasien
merasa bahwa suami pasien ingin mengambil semua harta pasien yang
sangat banyak. Pasien juga menyebutkan keluarga ipar dari adik pasien
yang ingin menjatuhkan pasien sehingga mengganggap adik pasien merasa
dihasut untuk membawa pasien ke rumah sakit jiwa, Pasien merasa
keluarga ipar dari adiknya iri dengan karir pasien yang sangat bagus.
Pasien juga merasa orang disekitar pasien gangguan jiwa dan iri dengan
pasien, sehingga sering mendengar teman yang membisikkan ke pasien
bahwa banyak yang ingin membunuh pasien karena iri. Pasien telah
memiliki 2 orang anak perempuan yang sekarang sedang tidak tinggal
dirumah pasien dan mengatakan bahwa anak pasien disuruh oleh
kementrian Pendidikan untuk survey mengenai sekolah negri yang ada di
Tenggarong. Pasien juga menyebutkan bahwa dulu sewaktu lulus SMA
pasien memiliki nilai yang tinggi serta pernah hampir masuk kedokteran
akan tetapi nilai pasien di ambil oleh teman pasien sehingga pasien tidak
jadi masuk kedokteran.
b. Heteroanamnesis
Menurut adik pasien, pasien sering tertawa sendiri dan bicara sendiri.
Pasien mengalami susah tidur karena mengakui banyak pekerjaan yang
harus ia lakukan. Menurut keterangan dari adik pasien pasien sudah cuti
kerja selama 3 bulan karena terdapat keluhan dari kantor atas perilaku
3
pasien sehingga atasan pasien telah menyuruh pasien cuti. Pasien juga
sering WA orang yang ada dikontak WA pasien untuk cerita mengenai
pekerjaan pasien secara berulang-ulang. Pasien dipisahkan dari anak
pasien karena pasien tidak mengurus anak pasien akan tetapi pasien masih
mengurus diri pasien sendiri seperti memasak, mandi dan lainnya.
Perceraian pasien 3 tahun yang lalu karena menemukan suami pasien
selingkuh dengan wanita lain kemudian tidak lama dari perceraian tersebut
pasien mengalami turun jabatan dari pekerjaan pasien. Pasien juga
mengajuhkan diri dari keluarga seperti mematikan telfon atau camera saat
melakukan videocall.
Tidak ada.
4
e. Genogram
Keterangan :
: Garis perkawinan
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Pasien
5
Pasien menempuh Pendidikan SMP dan SMA, secara akademik
tidak ada masalah dan memiliki banyak teman. Pasien mengatakan
pada saat lulus SMA pasien mengakui memiliki nilai yang bagus.
Masa Dewasa
- Riwayat pekerjaan :
PNS di dinas koperasi dan perdagangan.
- Riwayat Perwakinan :
Pasien menikah selama 15 tahun dan sudah bercerai 3 tahun
lalu.
E. Status Fisik
1. Tanda Vital : T : 135/94 N:120x/menit t= 34,8ºC
2. Keadaan Gizi : Kesan normal
3. Kepala : Tidak diperiksa
4. Toraks
- Jantung : Tidak diperiksa
- Paru : Tidak diperiksa
5. Abdomen : Tidak diperiksa
6. Ekstremitas : Tidak diperiksa
F. Status Neurologik
1. GCS : E4V5M6
2. Refleks fisiologis : Tidak diperiksa
3. Refleks patologis : Tidak diperiksa
G. Status Psikiatri
1. Keadaan umum : pasien tampak rapi dan penampilannya sesuai
usia
2. Sikap / Tingkah Laku :pasien kooperatif terhadap pemeriksa, namun
pasien sempat ingin kabur.
3. Kesadaran : komposmentis.
4. Kontak / rapport : Verbal (+), Visual (-).
5. Atensi / Konsentrasi : dalam batas normal.
6
6. Orientasi : waktu : baik, tempat : baik, orang : baik
7. Mood / Afek : mood : disforia, afek : tumpul
8. Proses Berfikir : arus pikir : linear, bentuk pikir: realistis, isi pikir :
waham paranoid/waham kejar
9. Intelegensi : sesuai dengan tingkat pendidikan
10. Psikomotor : dalam batas normal
H. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Gangguan Klinis dan Kondisi Klinis yang Menjadi Fokus Perhatian
Khusus
Skizoafektif episode manik (F25.0)
Aksis II: Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Ciri kepribadian belum dapat di tentukan.
Aksis III: Kondisi Medis Umum
tidak ada
Aksis IV: Problem Psikososial dan Lingkungan
Masalah dengan mantan suami dan menjauhkan diri dari keluarga.
Aksis V: Penilaian Fungsi Secara Global
GAF Scale 80-71 (gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, dll)
I. Diagnosis Banding
1. Bipolar episode mania dengan gejala psikotik
2. Mania dengan gejala psikotik
3. Skiofrenia paranoid
J. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
Risperidon 2mg 2x1
Asam Valproat 250 mg 3x1
2. Psikoterapi
7
Mengurangi stimulus yang berlebihan, stressor lingkungan, dan
memberikan ketenangan kepada pasien.
Memberikan dukungan dan motivasi.
Menyediakan lingkungan yang nyaman.
Memberikan psikoedikasi dengan keluarga pasien
K. Prognosis
Dubia ad malam.
8
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang serius yang memiliki
gambaran skizofrenia dan gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki
gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala
gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu tipe
manik dan tipe depresif.
Skizofrenia adalah gangguan otak yang mendistorsi cara seseorang
berpikir, bertindak, mengungkapkan emosi, merasakan realitas, dan
berhubungan dengan orang lain. Manik merupakan kondisi yang berkebalikan
dengan depresi, di mana suasana hati penderita melambung tinggi,
peningkatan ego penderita sehingga tidak jarang mereka menjadi mudah
tersinggung dan terusik, mereka merasa sangat bangga terhadap dirinya sendiri,
dan dapat melakukan hal sembrono, seperti menghabiskan tabungannya atau
membuat keputusan besar yang berisiko tinggi (Azzahra, 2018).
3.2 EPIDIEMOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1 persen,
mungkin berkisar 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut merupakan
perkiraan, berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif telah menggunakan
berbagai kriteria diagnostik. Pada praktik klinis, diagnosis permulaan gangguan
skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin akan diagnosis
(Sadock, 2015).
Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada
orang tua daripada orang muda, dan tipe bipolar lebih sering terjadi pada dewasa
muda daripada dewasa tua. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah
pada laki-laki daripada perempuan, terutama perempuan menikah; usia awitan
untuk perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-
9
laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial
dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai (Sadock, 2015).
3.3 ETIOLOGI
10
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis lebih baik daripada pasien skizofrenia dan prognosis paling buruk
daripada pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan
gangguan skizoafektif memberikan respons terhadap litium dan cenderung
mengalami perjalan penyakit yang tidak memburuk (Sadock, 2015).
Anamnesis
Adanya perasaan sedih dan hilangnya minat, berlangsung paling sedikit
dua minggu atau merasa senang berlebihan yang berlangsung paling sedikit satu
minggu. Gejala-gejala tersebut muncul bersamaan dengan pembicaraan kacau,
waham, halusinasi, perilaku kacau, atau gejala negatif (Amir, 2017).
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang
sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala
afektif diantaranya yaitu elasi dan ide-ide kebesaran, tetapi kadang-kadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran.
Terdapat peningkatan energi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang
terganggu, dan hilangnya hambatan norma sosial. Waham kebesaran, waham
kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain merasa
pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha
mengendalikannya, mendengar suara-suara beraneka ragam atau menyatakan ide-
ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu, namun
penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu (Maslim, 2013).
Pemeriksaan
Terdapat tanda-tanda gangguan mood depresi (misalnya, mood hipotim
dan isolasi sosial) atau tanda-tanda mania (misalnya, mood hipertim, iritabel,
banyak bicara, meningkatnya aktivitas motorik) atau campuran (Amir, 2017).
3.5 DIAGNOSIS
11
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR merupakan suatu produk beberapa revisi
yang mencoba mengkarifikasi beberapa diagnosis termasuk skizofrenia, gangguan
bipolar, dan gangguan depresif mayor. Dokter harus mendiagnosis secara akurat
penyakit afektif, memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik episode
manik maupun depresif dan juga menentukan lama setiap episode secara tepat
(tidak selalu mudah atau mungkin dilakukan). Lamanya setiap episode harus
diketahui karena dua alasan. Pertama, memenuhi Kriteria B (gejala psikotik tanpa
sindrom mood), seseorang harus mengetahui kapan episode afektif berakhir dan
psikosis terus terjadi. Kedua, memenuhi criteria C, lama semua episode mood
harus digabungkan dan dibandingkan dengan lama total penyakit. Jika komponen
mood muncul dalam jumlah yang bermakna pada penyakit total maka kriteria
terpenuhi. Mengkalkulasi lama total episode sulit dilakukan, dan tidak membantu
karena istilah “jumlah yang bermakna” tidak dijelaskan. Pada praktiknya,
sebagian besar klinisi mencari komponen mood sebanyak 15 sampai 20 persen
dari penyakit total. Pasien yang mengalami satu episode manik penuh selama dua
bulan tetapi mengalami gejala skizofrenia selama 10 tahun tidak memenuhi
kriteria gangguan skizoafektif (Sadock, 2015).
Berikut kriteria diagnosis menurut DSM-IV-TR:
A. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu, episode
depresif mayor, episode manik, atau episode campuran yang terjadi
bersamaan dengan gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
Catatan: episode depresif mayor harus mencakup kriteria A1: mood
terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusiasi
selama sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala mood yang
menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria episode mood timbul dalam jumlah
yang bermakna pada durasi total periode aktif dan residual penyakit.
D. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(contohnya obat yang disalahgunakan, suatu obat) atau keadaan
kesehatan umum.
12
Berikut kriteria diagnosis Gangguan Skizoafektif menurut PPDGJ-III
F25 Gangguan Skizoafektif
13
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau
lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana
ditetapkan untuk skizofrenia, F20.- pedoman diagnostik (a) sampai
dengan (d)).
3.6 TATALAKSANA
Psikofarmaka:
Injeksi:
Oral:
1. Olanzapin 1 x 10-30 mg/hari atau risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau
quetiapin hari I (200 mg), hari II (400 mg), hari III (600 mg) dan
seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30 mg/hari.
2. Litium karbonat 2 x 400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-
1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800
14
mg/hari, pada fungsi ginjal normal) atau divalproat dengan dosis 3 x
250 mg/hari (atau konsentrasi plasma 50-125 µg/L).
3. Lorazepam 3 x 1-2 mg/hari kalau perlu.
Terapi (Monoterapi)
Terapi Kombinasi
Psikofarmaka:
Injeksi:
15
Oral:
1. Litium 2 x 400 mg/hari, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2
mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800
mg/hari, pada fungsi ginjal normal) atau Divalproat dengan dosis awal
3 x 250 mg/hari dan dinaikkan setiap beberapa hari hingga kadar
plasma mencapai 50-100 mg/L atau Karbamazepin dengan dosis awal
300-800 mg/hari dan dosis dapat dinaikkan 200 mg setiap dua-empat
hari hingga mencapai kadar plasma 4-12 µg/mL sesuai dengan
karbamazepin 800-1600 mg/hari atau Lamotrigin dengan dosis 200-
400 mg/hari.
2. Antidepresan, SSRI, misalnya fluoksetin 1 x 10-20 mg/hari.
3. Antipsikotika generasi kedua Olanzapin 1 x 10-30 mg/hari atau
risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau quetiapin hari I (200 mg), hari II (400
mg), hari III (600 mg) dan seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30
mg/hari.
Psikoterapi
Edukasi Keluarga
16
Penting dilakukan edukasi keluarga agar keluarga siap menghadapi
deteriorasi yang mungkin dapat terjadi. Diskusi dapat tentang problem sehari-hari,
hubungan dalam keluarga, dan hal-hal khusus lainnya, misalnya tentang rencana
pendidikan atau pekerjaan pasien (Amir, 2017).
3.7 PROGNOSIS
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis
yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif,
memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada
pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh
beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan
skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan
prognosis pasien dengan gangguan bipolar & dan bahwa pasien dengan
premorbid yang buruk, onset yang perlahan-lahan, tidak ada
17
faktor pencetus, menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau
gejala negative, onset yang awal, perjalanan yang tidak mengalami
remisi, dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-
masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider
tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan
dengan jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa
data menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada
wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan
gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan
gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
18
BAB 4
PENUTUP
19
DAFTAR PUSTAKA
Amir, N. (2017). Buku Ajar Psikiatri Edisi 3. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kaplan, & Sadock. (2015). Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.
Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III dan
DSM 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
20