Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

DEPRESI BERAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto

Disusun Oleh:
Antonio Marsendo
4112021108

Pembimbing:
Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ
dr. Henny Riana, Sp.KJ (K)
dr. Witri Narhadiningsih, Sp.KJ
dr. Esther Margaretha Livida Sinsuw, Sp.KJ
dr. Hening Madonna, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA
PERIODE 5 JUNI - 7 JULI 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
DEPRESI BERAT

Diajukan Sebagai Pemenuhan Persyaratan Ujian


Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
RS Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto

Disusun Oleh:
Antonio Marsendo
4112021108

Telah dibimbing dan disahkan oleh:

Pembimbing:
Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ
dr. Henny Riana, Sp.KJ (K)
dr. Witri Narhadiningsih, Sp.KJ
dr. Esther Margaretha Livida Sinsuw, Sp.KJ
dr. Hening Madonna, Sp.KJ

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga
penulisan laporan kasus mengenai gangguan kejiwaan yang berjudul “Gangguan Cemas”
dapat selesai dengan lancar dan baik. Penulisan dilakukan dalam rangka memenuhi syarat
presentasi kasus dalam rangkaian Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah
Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto periode 5 Juni - 7 Juli 2023.

Penulisan laporan kasus ini tidak dapat selesai tanpa bantuan banyak pihak. Maka dari
itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ, dr. Henny Riana, Sp.KJ (K), dr. Witri Narhadiningsih,
Sp.KJ, dr. Esther Margaretha Livida Sinsuw, Sp.KJ, dan dr. Hening Madonna, Sp.KJ
yang telah senantiasa menyediakan waktu dan tenaga untuk memberikan ilmu, arahan,
kritik, dan saran mengenai topik yang penulis bahas serta motivasi pembelajaran yang
berharga bagi penulis;
2. Teman-teman sejawat Kepaniteraan Klinik Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kesehatan
Jiwa Rumah Sakit Bhayangkari Tingkat I Raden Said Sukanto periode 5 Juni - 7 Juli
2023 yang telah berjuang bersama untuk menghabiskan tenaga, waktu, dan pikiran
sehingga penulisan laporan kasus ini dapat berjalan dengan lancar

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum sempurna karena
masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu, penulis menerima segala
saran dan kritik yang membangun agar penulisan laporan kasus menjadi lebih baik. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 13 Juni 2023

Antonio marsendo

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
I.1 1
I.2 1
I.2.1 1
I.2.2 1
I.2.3 1
I.2.4 2
I.2.5 5
I.3 7
I.3.1 7
I.3.2 8
I.3.3 8
I.3.4 8
I.3.5 9
I.3.6 9
I.3.7 9
I.3.8 10
I.3.9 10
I.4 10
I.4.1 10
I.4.2 10
I.5 10
I.6 11
I.7 11
I.8 12
I.9 12
I.10 12
I.11 12
BAB II 17

3
II.1 13
II.2 13
II.3 14
II.4 15
II.5 17
II.6 Error! Bookmark not defined.
BAB III 22
III.1 19
DAFTAR PUSTAKA 23

4
BAB I
STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. BA
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Agustus 1993
Alamat : Asrama Brimob
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Polri
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk RS : 12 Juni 2023
Tanggal Periksa : 12 Juni 2023
Lokasi Periksa : Poli Jiwa Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I Pusdokkes
Polri dan Whatsapp

I.2 Riwayat Psikiatri


1. Autoanamnesis : Wawancara dengan pasien melalui poli pada
tanggal 12 Juni 2023 pada pukul 10.15 WIB
2. Alloanamnesis : Wawancara dengan ibu pasien melalui poli pada
tanggal 12 Juni 2023 pada pukul 10.30 WIB

I.2.1 Keluhan Utama


Pasien mengeluhkan merasa pernah menginginkan untuk melakukan
bunuh diri lagi. Sebelumnya pasien juga pernah ingin melakukan bunuh diri
juga. Rasa ingin bunuh diri ini dialami sejak 1 minggu sebelum pasien datang
ke poli jiwa.

I.2.2 Keluhan Tambahan


Pasien mengatakan sering merasa mual saat melihat baju brimob, sering
memikirkan hal yang tidak penting tersebut sampai sulit tidur pada saat
malam hari, dan merasakan kaku disekujur tubuh jika pencetusnya muncul.

5
I.2.3 Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien datang ke poli karena merasa ingin bunuh diri yang dirasakan
sejak 1 minggu SMRS. Keluhan yang dirasakan ini muncul tiba-tiba dengan
pencetusnya overthinking berlebihan dan tidak nyaman di tempat bekerja.
Terdapat keluhan mual jika melihat seragam brimob dan sulit tertidur
dimalam hari karena merasa tertekan di keluarga dan tempat kerja. Keluhan
yang dirasakan muncul karena merasa tertekan di keluarga dan tempat kerja.
Pasien mengatakan bahwa sering merasa tertekan saata di rumah dan tempat
kerja, terutama saat di tempat kerja dengan atau tanpa pemicu. Aktivitas
sehari-hari pasien dalam 1 minggu terakhir antara lain tidur, makan, kumpul
dengan teman-teman asrama dan bekerja di kantor brimob Cipanas. Pada saat
pasien sedang di asrama sendirian, pasien sering merasa sedih dengan apa
yang dialaminya sekarang karena permasalahan di keluarga dan tempat pasien
bekerja. Pasien merasa hidupnya tertekan karena banyak tekanan di tempat
kerja dan merasa tidak nyaman dirumah akibat perceraian ayah dan ibunya
serta tertekan oleh istrinya yang sering mengancam cerai dengan pasien.
Selain itu, pasien juga merasa mual jika melihat seragam brimob. Pasien juga
mengeluh adanya sulit tidur karena memikirkan pengalaman sebelumnya. 2
bulan sebelum datang ke poli, pasien sempat di rawat di bangsal jiwa Rumah
Sakit Bhayangkara Tk.I Pusdokkes Polri dengan diagnosis gangguan depresi.
Ibu pasien mengatakan pasien sering melamun, mual muntah saat melihat
brimob/polisi, dan pasien tidak pernah bercerita jika ada masalah dikeluarga
dan tempat kerjanya. Pasien mengatakan sebelum timbul keinginan untuk
bunuh diri, pasien mendapatkan tekanan yang besar di keluarga dan tempat
bekerjanya.

I.2.4 Riwayat Gangguan Dahulu


Pasien mengatakan keluhan yang dirasakan pasien bukan keluhan yang
pertama kali dirasakan oleh pasien. Selama pasien menjadi anggota brimob,
pasien merasa tertekan dan ditambah lagi dating tekanan dari keluarga. Saat
sebelum masuk brimob, pasien merupakan mahasiswa di salah satu
universitas di Jakarta, namun saat berkuliah terjadi permasalahan dalam
keluarganya dan membuat pasien berhenti kuliah lalu melanjutkan karirnya
dengan bergabung sebagai anggota brimob. Saat sudah menjadi anggota
brimob, semula berjalan baik-baik saja bagi pasien. Sampai saat pasien
dipindah tugaskan ke kantor Cipanas dan berpisah dengan istrinya yang
bekerja sebagai anggota polwan di kantor Kota Bogor. Saat dipindah
tugaskan, pasien merasa tidak nyaman di tempat kerja barunya. Pasien merasa
di tempat kerja baru terjadi banyak tekanan kepada pasien dari lingkungan
bekerjanya. Pasien merasa sering disuruh-suruh oleh atasan dan bawahan
pasien. Pasien juga merasa ibunya sering mengatur hidup pasien yang
membuat pasien merasa tertekan. Belum lagi pasien sering cekcok dengan
istrinya hingga istrinya ingin bercerai. Pada bulan April 2023, pasien dibawa
oleh ibunya karena selalu membawa benda tajam kemana-mana dan adanya

6
percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh pasien pertama kali. Pasien
mengatakan pasien menyakiti diri sendiri akibat sudah tidak kuat karena
banyak tekanan yang terjadi kepada pasien dari keluarga dan tempat kerja
pasien.

A. Grafik Perjalanan Penyakit

Grafik Perjalanan Penyakit


3

2.5

1.5

0.5

Keterangan:
0 : Baseline, tidak ada gejala pada pasien.
1 : Terdapat gejala minimal.
2 : Muncul gejala sedang yang cukup mengganggu kehidupan pasien.
3 : Muncul gejala berat yang mengganggu kehidupan pasien
4 : Gejala sangat berat yang menimbulkan hendaya signifikan

Intepretasi :
1. Pada mulai dari pasien lahir di tahun 1993 sampai lulus SMA pasien tidak
memiliki gejala apapun terutama gejala yang sama dengan yang
dikeluhkan oleh pasien saat ini.
2. Saat tahun 2012 pasien masuk bangku Sekolah Dasar. Pasien mengatakan
sejak pasien di kelas 4 pada tahun 2017, teman pasien mem-bully pasien
karena pasien terpilih untuk mengikuti lomba tari. teman pasien
mengatakan kata-kata negatif secara verbal kepada pasien saat di sekolah.
Selain itu, guru olahraga pasien juga mem-bully pasien dengan
mengatakan hal negatif mengenai penampilan pasien yang kurang
menarik. Kejadian ini berlangsung selama 2 tahun yaitu dari tahun 2017-
2019, pasien mengatakan selama perlakuan ini, pasien merasa murung,
tidak percaya diri, dan tidak semangat dalam melakukan kegiatan
sekolah.

7
3. Pada tahun 2019, pasien memasuki bangku SMP. Sejak tahun awal,
pasien mengatakan teman-teman pasien menuduhnya mencuri barang-
barang temannya. Saat pasien kelas 2 SMP, ayah pasien meninggal dunia.
Keluhan murung, tidak percaya diri dan tidak semangat yang sebelumnya
dialami oleh pasien saat ia di bangku SD muncul kembali disertai dengan
adanya keluhan sering menangis, sulit tidur dan penurunan nafsu makan.
4. Pada tahun 2021 saat pasien di bangku SMA, pasien mengalami kejadian
berulang yaitu teman pasien mem-bully pasien akibat masalah percintaan.
teman-temannya membully dengan verbal dan lewat media sosial. Pasien
mengatakan selama sekolah, keluhan yang sebelumnya ada pada saat
pasien di bangku sekolah SD dan SMP muncul kembali disertai dengan
rasa ingin melukai diri. Pada tahun yang sama, pasien meminta ibunya
untuk membawa pasien ke psikolog karena keluhannya yang makin
mengganggu pasien.
5. Pada tahun 2022, ibu pasien memergoki pasien sedang berusaha melukai
diri sendiri dengan cara memukul-mukulkan kepala pasien, membanting-
bantingkan barang dan berusaha bunuh diri dengan menyayat tangan kiri
pasien dengan pisau yang didapatkan di dapur rumahnya. Pasien
mengatakan pemicu utama perlakuan ini akibat pasien melihat postingan
teman pasien yang sedang bersama teman-teman lainnya. Pasien merasa
makin dijauhi oleh temannya dan merasa kesal karena tidak diajak oleh
teman pasien. Karena itu, ibu pasien mendatangi psikolog untuk meminta
surat rujukan untuk membawa anaknya ke psikiater.
6. Pada akhir tahun 2022, pasien sempat merasa jenuh karena harus terus
menerus mengkonsumsi obat yang diberikan oleh psikiater. pasien
merasa obat yang diberikan tidak memberi efek signifikan pada keluhan
yang dirasakan oleh pasien. Karena itu pasien memutuskan berhenti
mengonsumsi obat yang diberikan, namun keluhan yang dirasakan makin
memburuk.
7. Selama awal tahun hingga maret 2023, pasien sudah rutin mengonsumsi
obat yang diberikan oleh dokter dan merasa keluhan yang dirasakan
sudah mulai membaik dan berkurang. Namun, keluhan sulit tidur masih
ada. Pasien mengatakan tidak bisa tidur akibat pasien cemas takut
bertemu dengan teman-teman pasien.
8. Pada bulan april tahun 2023, pasien sempat melakukan percobaan bunuh
diri yang kedua kali nya dengan menyayat lengan pasien akibat melihat
media sosial teman pasien yang sebelumnya mem-bully pasien saat
pasien di SMA. Awalnya pasien merasa kesal, lalu pasien sedih karena
mengingat bahwa ia sudah dijauhi oleh temannya. Ibu pasien lalu
membawa pasien ke RS Polri, lalu pasien dirawat dengan gangguan
depresi. pasien dirawat selama kurang lebih 3 minggu.
9. Sekitar 2 minggu sebelum pasien datang ke poli jiwa untuk kontrol post
rawat, pasien merasa cemas karena pasien takut di-bully kembali sesaat
pasien masuk kuliah nanti. pasien cemas tidak akan punya teman di

8
kampus dan dijauhi lagi oleh teman-temannya nanti. keluhan sulit tidur
dan mudah menangis muncul kembali.

B. Riwayat Gangguan Medis Umum


1. Riwayat kelainan bawaan disangkal.
2. Riwayat hipertensi disangkal.
3. Riwayat diabetes melitus disangkal.
4. Riwayat nyeri kepala disangkal.
5. Riwayat pandangan ganda disangkal.
6. Riwayat trauma kepala disangkal.
7. Riwayat pernah mengalami gangguan vaskular otak disangkal.
8. Riwayat kejang disangkal.

C. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif dan Alkohol


1. Riwayat penggunaan psikoaktif disangkal.
2. Riwayat konsumsi alkohol disangkal.
3. Riwayat merokok.

I.2.5 Riwayat Kehidupan Pribadi


A. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. Pasien merupakan
anak yang diharapkan dan dari pernikahan yang sah. Pasien lahir cukup
bulan dan dalam keadaan normal.

B. Riwayat Perkembangan Pasien


1. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Menurut pasien, tumbuh kembang pasien baik sesuai dengan
usianya. Tidak ada keterlambatan dalam berjalan dan bicara. Tidak
terdapat pula perilaku yang tidak normal sebelumnya.
2. Masa kanak-kanak pertengahan (4-11 tahun)
Pasien mengatakan tidak ada keluhan apa pun yang dirasakan
ketika usia 4-11 tahun, tidak ada masalah pada lingkungan sekolah
maupun keluarga dan mudah bergaul di sekolah.
3. Masa kanak-kanak akhir (12-18 tahun)
Pasien tumbuh dan kembang seperti anak lainnya. Pasien
menjalankan wajib belajar 12 tahun sampai lulus SMA. Pasien
mengatakan tidak ada kendala dalam pembelajaran di sekolah da
pasien memiliki prestasi yang cukup baik.
4. Masa dewasa (>18 tahun)
Pasien saat lulus SMA melanjutkan pendidikannya di salah
satu Universitas di Jakarta. Namun berhenti di tengah jalan dan
melanjutkan dengan masuk sebagai anggota Brimob.

9
C. Riwayat Pendidikan
● SD : SD di Jakarta

● SMP : SMP di Jakarta

● SMA : SMA di Jakarta

● Kuliah : Pendidikan Polisi

Selama menempuh pendidikan, pasien tidak memiliki kendala


dalam belajar. Pasien dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Selama
masa sekolah, pasien tidak memiliki teman dan sering dijauhi oleh teman-
teman di sekolahnya. Pasien sempat bolos sekolah beberapa kali karena
takut dijauhi oleh teman-temannya. Prestasi pasien cukup baik.

D. Riwayat Pekerjaan
Saat ini pasien belum bekerja.

E. Kehidupan Beragama
Sejak lahir pasien sudah beragama islam dan menjalani ibadah
sesuai ketentuan agama islam.

F. Riwayat Pernikahan
Saat ini pasien sudah menikah.

G. Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien menyangkal adanya masalah dan pelanggaran hukum yang
pernah dilakukan sebelumnya.

H. Riwayat Sosial
Pasien sulit bergaul dengan teman-teman kerja dan lebih senang
berada diasrama dibanding bergaul dalam lingkungan sosial ataupun
masyarakat. Hubungan pasien dengan tema-teman pasien masih baik.

10
I. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. Keluarga terdekat


pasien adalah orang tua pasien, kakak, dan adik pasien. Ayah dan ibu
pasien sudah berpisah sejak pasien masih berkuliah. Pasien mengatakan
tidak mengetahui apakah kedua orang tua pasien, kakak dan adik pasien
memiliki gejala yang sama dengan pasien. Kakak dan Adik pasien
berjenis kelamin perempuan. Saat ini pasien tinggal di asrama brimob
sendian. Istri pasien tinggal di rumah sendiri dan anak pasien tinggal
Bersama orang tua istri pasien. Istri pasien juga mengalami gangguan
yang sama.

J. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien menyadari bahwa pasien mengalami masalah dalam
kejiwaan pasien. Pasien mengatakan ingin keluhannya hilang dan
meminum obat yang diberikan oleh dokter.

K. Impian, Fantasi, dan Cita-cita


Pasien memiliki harapan untuk bisa lebih baik lagi dalam
berhubungan dengan keluarga dan pasien bercita-cita menjadi bidan.

I.3 Status Mental


I.3.1 Deskripsi Umum
A. Penampilan
Pasien perempuan berusia 18 tahun, berpenampilan fisik sesuai
dengan usianya. Menggunakan pakaian yang rapih dan bersih,
menggunakan jilbab, memakai baju kemeja dan celana jeans.
B. Kesadaran

11
Pasien dalam keadaan compos mentis dengan nilai glasgow coma
scale 15 (E4M6V5).

C. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor


1. Sebelum Wawancara
Pasien tenang dan mengikuti instruksi yang diberikan oleh
pemeriksa. Pasien menyapa kembali ke pemeriksa dengan baik, nada
bicara halus, dan sopan.
2. Saat Wawancara
Pasien bersikap tenang dan kooperatif. Pasien dapat
memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan,
pasien juga dapat menceritakan tentang keluhan dan pengalaman
yang pasien alami.
3. Setelah Wawancara
Pasien masih tenang dan kooperatif. Meninggalkan tempat
wawancara dengan tenang.
4. Aktivitas Psikomotor
Melakukan Gerakan tubuh sewajarnya yang sesuai dengan
perasaan yang sedang diceritakan oleh pasien.

D. Pembicaraan dan Sikap terhadap Pemeriksa


Sikap pasien kooperatif. Pasien menjawab pertanyaan pemeriksa
dengan baik, tepat, dan penuh perhatian. Bicara pasien lancar,
penyampaian secukupnya dengan volume yang cukup, tidak berlebihan.

I.3.2 Mood dan Afek


A. Mood : Eutimia
B. Afek : Luas
C. Keserasian : Serasi

I.3.3 Gangguan Persepsi


A. Halusinasi
1. Halusinasi auditorik : Tidak ada
2. Halusinasi visual : Tidak ada
3. Halusinasi olfaktorik : Tidak ada
4. Halusinasi taktil : Tidak ada
5. Halusinasi lain : Tidak ada
B. Ilusi : Tidak ada
C. Derealisasi : Tidak ada
D. Depersonalisasi : Tidak ada

I.3.4 Proses Pikir


A. Arus Pikir
1. Produktivitas : Berbicara spontan

12
2. Kontinuitas : Koheren
3. Hendaya berbahasa : Tidak ada

B. Isi Pikir
1. Preokupasi : Tidak ada
2. Miskin isi pikir : Ide-ide cukup
3. Waham : Tidak ada
4. Obsesi dan kompulsi : Tidak ada
5. Fobia : Tidak ada

I.3.5 Sensorium dan Kognisi Pasien


Taraf Pendidikan SMA
Daya Konsentrasi Pasien memiliki konsentrasi yang baik.
Perhatian Perhatian pasien baik dan tidak mudah teralihkan.
Orientasi
Waktu Baik, pasien dapat menyebutkan waktu saat dilakukan
wawancara.
Tempat Baik, pasien mengetahui keberadaan pasien saat ini dengan
menyebutkan alamat yang lengkap.
Orang Baik, pasien mengenali nama dokter muda sebagai
pemeriksa.
Daya ingat
Jangka panjang Baik, pasien mampu mengingat tempat tanggal lahir,
alamat, keluarga, dan kejadian yang lampau.
Jangka pendek Baik, pasien mampu mengingat aktivitas terakhir pasien
sebelum wawancara.
Segera Baik, pasien mampu menyebutkan kembali pertanyaan yang
sudah diajukan pemeriksa.
Pikiran abstrak Baik, pasien mampu memahami dan menggunakan
pengandaian ketika menceritakan pengalamannya.
Visuospasial Baik, pasien dapat membedakan bentuk.
Kemampuann Baik, pasien mampu makan, mandi, dan berpakaian dengan
menolong diri sendiri tanpa bantuan.
(ADL: Activity of
Daily Living)

I.3.6 Pengendalian Impuls


Pasien bersikap tenang, kooperatif, dan menjawab pertanyaan pemeriksa
dengan baik.

I.3.7 Daya Nilai


A. Daya Nilai Sosial
Daya nilai sosial pasien baik, pasien mampu menilai hal baik dan
buruk saat ditanya oleh pemeriksa.
13
B. Uji Daya Nilai
Baik, pasien memahami bahwa yang terjadi pada dia ada yang tidak
benar dan jika tidak segera ditangani akan semakin buruk dan
mengganggu untuk dirinya sendiri.

C. Daya Nilai Realita


Baik, pasien dapat menyadari bahwa hal yang pasien pikirkan
adalah hal sepele yang tidak harus dipikirkan secara terus menerus.

I.3.8 Tilikan
Pasien memiliki tilikan derajat 6, yaitu pasien menyadari sepenuhnya
tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.

I.3.9 Taraf Dapat Dipercaya


Pasien memberikan kesan kepada pemeriksa bahwa pasien dapat
dipercaya.

I.4 Pemeriksaan Fisik


I.4.1 Status Internus
a. Keadaan umum : Tampak tenang dan keadaan baik
b. Kesadaran : Compos Mentis GCS 15
c. Tanda vital
● Tekanan darah : Tidak diperikasa

● Nadi : Tidak diperikasa

● Frekuensi pernapasan : Tidak diperikasa

● Suhu : Tidak diperikasa


d. Status gizi
● Berat badan : Tidak diperikasa

● Tinggi badan : Tidak diperikasa

● Indeks massa tubuh : Tidak diperikasa


e. Sistem kardiovaskular : Tidak ada kelainan
f. Sistem respirasi : Tidak ada kelainan
g. Sistem gastrointestinal : Tidak ada kelainan
h. Sistem urogenital : Tidak ada kelainan
i. Ekstremitas : Tidak ada kelainan

I.4.2 Status Neurologis


a. GCS : E4M6V5
14
b. Motorik : Tidak diperiksa
c. Nervus kranialis : Tidak diperiksa
d. Gejala rangsang meningeal : Tidak diperiksa
e. Refleks patologis : Tidak diperiksa
I.5 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan.

I.6 Ikhtisar Penemuan Bermakna


a. Pasien memiliki pikiran yang berlebih walaupun dengan pikiran yang sepele.
b. Pasien menjadi sulit tidur pada malam hari karena keluhan tersebut.
c. Pasien merasa keinginan untuk menyakiti diri hingga ingin bunuh diri.
d. Pikiran yang datang saat keluhan tersebut ada relatif selalu sama.
e. Pasien merasa cemas tidak akan kondisi keluarga dan pekerjaannya.
f. Pasien menyangkal adanya suara bisikan atau suara yang aneh sampai membuat
pasien sulit tidur.
g. Pasien merasa tidak akan diterima oleh keluarga dan takut dengan tempat
bekerjanya.
h. Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan tidak baik.
i. Pasien tidak memiliki penyakit medis umum.
j. Arus pikiran koheren
k. Isi pikir : fobia (+)
l. Pasien berada pada tilikan derajat 5.

I.7 Formulasi Diagnosis


A. Aksis I
1. Gangguan Mental Organik (F0)
Diagnosis F0 dapat disingkirkan karena pada pasien tidak terdapat
riwayat dan tanda penyakit organik seperti trauma kepala, penurunan
kesadaran, kejang, dan gejala neurologis lainnya.
2. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif (F1)
Diagnosis F1 dapat disingkirkan karena pada pasien tidak terdapat
riwayat penggunaan psikotropika atau narkoba.
3. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham (F2)
Diagnosis F2 dapat disingkirkan karena pada pasien tidak terdapat
adanya halusinasi ataupun waham.
4. Gangguan Afektif/Mood (F3)
Diagnosis F3 dapat disingkirkan karena pada pasien tidak terdapat
gangguan pada mood dan juga afeknya.
5. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan terkait Stres (F4)
Diagnosis F4 dapat ditegakkan karena pasien terdapat beberapa gejala
yang berkaitan dengan penemuan ikhtisar penemuan bermakna, antara lain
gangguan cemas terutama cemas fobia sosial, gangguan depresi, pada saat
pasien di rumah dan tempat kerja.
B. Aksis II

15
Pada pasien tidak terdapat gangguan kepribadian dan retardasi mental serta
tidak terdapat bukti gangguan tumbuh kembang dan intelektual pada pasien.

C. Aksis III
Pasien tidak memiliki kondisi medik umum yang dapat mempengaruhi
kesehatan mental pasien.

D. Aksis IV
Merasa cemas dan sedih karena tekanan dari keluarga dan lingkungan
perkerjaan pasien.
E. Aksis V
Global Assessment of Function (GAF) Scale pada pasien ini adalah 61-70
yaitu beberapa gejala dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dan
lainnya.

I.8 Evaluasi Multiaksial


A. Aksis I : F33.0 Gangguan Depresi Berat
B. Aksis II : Tidak ada gangguan kepribadian atau retardasi mental
C. Aksis III : Tidak ada gangguan medis umum
D. Aksis IV : Terdapat Masalah sosial dan lingkungan pada pasien
E. Aksis V : GAF 61-70

I.9 Diagnosis Banding


F41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi

I.10 Rencana Terapi


A. Psikofarmaka
1. Amitriptilin 1 x 25mg tablet
Merupakan obat
2. Abilify 1 x 5 mg tablet
Merupakan golongan obat .
3. Depakote ER 1 x 50 mg

B. Psikoterapi
Intervensi psikoterapi pada gangguan kecemasan

I.11 Prognosis
A. Ad Vitam : Bonam
B. Ad Functionam : Bonam
C. Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1Pengertian Gangguan Depresi Berat


Gangguan kesehatan mental yang memengaruhi perasaan, cara berpikir dan cara
bertindak seseorang. Individu yang mengalami kondisi ini cenderung merasa sedih dan
kehilangan minat untuk melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan.

Kondisi ini kemudian dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik.
Efek depresi dapat berlangsung lama atau bahkan berulang dan mampu memengaruhi
kemampuan seseorang menjalani aktivitas sehari-hari. Tidak hanya itu, gangguan
kesehatan ini juga dapat memburuk dan bertahan lebih lama bila tak mendapatkan
penanganan.

II.2Epidemiologi Gangguan Depresi


Data epidemiologi depresi menunjukkan bahwa gangguan ini merupakan
penyebab disabilitas kedua tertinggi di seluruh dunia.[9] Depresi juga dilaporkan
sebagai penyebab disabilitas utama pada remaja dan merupakan kontributor utama
perilaku bunuh diri.

Global
Depresi dilaporkan mempengaruhi lebih dari 300 juta orang di dunia dan
bertanggung jawab untuk mayoritas kasus bunuh diri setiap tahunnya. Secara global,
prevalensi depresi adalah 3,8%. Prevalensi dilaporkan sebesar 5% pada kelompok usia
dewasa dan meningkat menjadi 5,7% pada lansia. Prevalensi depresi dilaporkan
meningkat selama pandemi COVID-19.
Depresi lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Depresi jug lebih sering ditemukan pada pasien dengan penyakit fisik berat dan penyakit
kronis, misalnya diabetes mellitus, stroke, dan kanker. Prevalensi depresi pada pasien
dengan kanker dilaporkan 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.
Di Amerika Serikat, prevalensi depresi diperkirakan sebesar 8% pada
kelompok usia 12 tahun ke atas. Depresi dilaporkan menyumbang 3,7% dari semua
kecacatan di Amerika Serikat setiap tahunnya.

Indonesia
Pada tahun 2019, dilaporkan bahwa prevalensi depresi di Indonesia adalah
3,7% berdasarkan data Indonesia Family Life Survey (IFLS). Meski begitu, responden
yang melaporkan gejala depresi mencapai 23,47%.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 melaporkan prevalensi depresi di
Indonesia sebesar 6,2%. Prevalensi depresi ditemukan semakin meningkat seiring usia.
Prevalensi tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 75 tahun ke atas, yaitu sebesar
8,9%. Pada kelompok usia 65-74 tahun, prevalensi dilaporkan sebesar 8,0%. Pada
kelompok usia 55-64 tahun, prevalensi dilaporkan sebesar 6,5%.

17
Mortalitas
Pasien depresi mengalami peningkatan risiko bunuh diri. Peningkatan risiko
bunuh diri pada pasien dengan gangguan afektif, termasuk depresi, adalah sebesar 0,5%
hingga 4% seumur hidup dibandingkan dengan populasi umum.
Depresi adalah faktor risiko utama bunuh diri pada pria berusia lebih tua.
Tingkat bunuh diri pada populasi ini juga dilaporkan meningkat seiring usia. Lansia pria
yang berusia 75 tahun ke atas memiliki insidensi bunuh diri tahunan tertinggi
dibandingkan kelompok usia lainnya, yaitu 39 kematian per 100.000 pria. Angka ini
jauh di atas jenis kelamin wanita dalam kelompok usia yang sama, yaitu 4 kematian per
100.000 wanita 75 tahun ke atas.

II.3Etiologi Gangguan Depresi

a) Faktor Biologi.

Banyak penelitian telah melaporkan kelainan biologis pada pasien dengan


gangguan mood. Sampai baru-baru ini, neurotransmiter monoamine-norepinefrin,
dopamin, serotonin, dan histamin menjadi fokus utama teori dan penelitian
tentang etiologi gangguan ini. Pergeseran progresif telah terjadi dari fokus pada
gangguan sistem neurotransmitter tunggal yang mendukung mempelajari sistem
neurobehavioral, sirkuit saraf, dan mekanisme neuroregulatori yang lebih rumit.
Sistem monoaminergik, dengan demikian, sekarang dipandang sebagai lebih luas,
sistem neuromodulator, dan gangguan lebih mungkin sebagai efek sekunder atau
epifenomena karena mereka secara langsung atau kausal terkait dengan etiologi
dan patogenesis. Norepinefrine dan serotonin merupakan dua neurotransmitter
yang paling terlibat dalam patofisiologi gangguan mood. Penurunan regulasi beta
adrenergik dan respons klinis anti-depresi mungkin merupakan peran langsung
sistem noradrenergik pada depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor b 2-
presipnatik pada depresi, yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan
pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Aktivitas dopamin mungkin
berkurang pada depresi. Dua teori terbaru tentang dopamine dan depresi adalah
jalur dopaminmesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan
reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada depresi. Aktivitas serotonin
berkurang pada depresi.

18
b) Faktor genetik.

1. Sejumlah keluarga, adopsi, dan studi kembar telah lama


mendokumentasikan heritabilitas gangguan mood. Namun, baru-baru
ini, fokus utama studi genetika adalah mengidentifikasi gen kerentanan
tertentu menggunakan metode genetik molekuler. Sulit untuk
mengabaikan efek psikososial, dan juga, faktor nongenetik
kemungkinan berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan
mood, setidaknya pada beberapa orang. Generasi pertama, 2 sampai 10
kali lebih sering mengalami depresi berat. Dua dari tiga studi
menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara genetik. Anak
biologis dari orang yang terkena gangguan mood berisiko untuk
mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh
keluarga angkat.

c) Faktor Psikososial.

- Peristiwa Hidup dan Stres Lingkungan. Pengamatan klinis yang sudah


berlangsung lama adalah bahwa peristiwa kehidupan yang penuh stres lebih
sering mendahului episode gangguan mood. Hubungan ini telah dilaporkan
untuk kedua pasien dengan gangguan depresi mayor dan pasien dengan
gangguan bipolar I. Data yang paling meyakinkan menunjukkan bahwa
peristiwa kehidupan yang paling sering dikaitkan dengan perkembangan
depresi adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor
lingkungan yang paling sering dikaitkan dengan timbulnya episode depresi
adalah hilangnya pasangan. Faktor risiko lain adalah pengangguran; orang-
orang yang tidak bekerja tiga kali lebih mungkin melaporkan gejala-gejala
depresi berat daripada mereka yang bekerja. Rasa bersalah juga bisa berperan.

- Faktor Kepribadian. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu seperti


OCPD, histrionik, dan kepribadian amabang mungkin berisiko lebih besar
untuk mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian
antisosial atau paranoid. Namun, pasien dengan gangguan dysthymic dan
gangguan cyclothymic beresiko untuk mengalami depresi mayor atau

19
gangguan bipolar I. Peristiwa stres baru-baru ini adalah prediktor paling kuat
dari timbulnya episode depresi. Penelitian telah menunjukkan bahwa stres
yang dialami pasien sebagai refleksi negatif pada harga dirinya lebih
cenderung menghasilkan depresi.

20
- Faktor Psikodinamik dalam Depresi. Pemahaman psikodinamik depresi
yang didefinisikan oleh Sigmund Freud dan diperluas oleh Karl Abraham
dikenal sebagai pandangan klasik depresi. Teori itu melibatkan empat poin
utama: (1) gangguan dalam hubungan bayi-ibu selama fase oral (10 hingga 18
bulan pertama kehidupan) merupakan predisposisi kerentanan berikutnya
terhadap depresi; (2) depresi dapat dikaitkan dengan kehilangan objek nyata
atau imajiner; (3) introjeksi benda-benda yang telah pergi adalah mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk menangani tekanan yang terkait dengan
kehilangan objek; dan
(4) karena objek yang hilang dianggap dengan campuran cinta dan benci,
perasaan marah diarahkan ke dalam diri.

2.4 DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS

Menurut PPDGJ-III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai berikut:

a) Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan,

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa


lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

b) Gejala lainnya :

- Konsentrasi dan perhatian berkurang

- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

21
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

- Tidur terganggu

- Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

2. Pedoman Diagnosis PPDGJ-III


F32.0 Episode Depresif Ringan

● Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas,

● Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

● Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

● Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

● Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.

F32.1 Episode Depresif Sedang

● Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode

depresi ringan

● Ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lainnya

● Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

22
● Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan

urusan rumah tangga.

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

● Semua 3 gejala utama depresi harus ada

● Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya

harus berintensitas berat

● Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci

● Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan

tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu

● Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan

atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

● Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 diatas

● Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide

tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
F32.8 Episode Depresif

lainnya

F32.9 Episode Depresif

23
YTT

F33 Gangguan Depresif Berulang

24
● Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari : episode depresi ringan

(F32.0), episode depresi sedang (F32.1), dan episode depresi berat (F32.2 dan
F32.3). Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

● Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil


pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia
lanjut.

● Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan

oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain.

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

● Untuk diagnosis pasti :

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan.
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.

F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

● Untuk diagnosis pasti :

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang.
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik

● Untuk diagnosis pasti :

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik.

25
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik

● Untuk diagnosis pasti :

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik.

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama


minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dengan Remisi

● Untuk diagnosis pasti :

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus pernah dipenuhi di masa
lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk
episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain
apapun.
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna.
F33. 8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT

3. Pedoman Diagnosis : DSM V

Berdasarkan DSM-V Kriteria dari depresi didefenisikan


• Suatu sindrom klinis yang berlangsung selama minimal 2 minggu, selama
pasien mengalami mood depresi atau anhedonia
• Ditambah minimal 5 dari 9 gejala dari DSM-5, setidaknya salah satu gejala (1)
mood depresi, atau (2) kehilangan minat atau kesenangan

1
1. Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh salah satu laporan subjektif
2. Berkurangnya minat atau kesenangan pada semua hal, atau hampir semua,
kegiatan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet atau penurunan berat
badan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Psikomotor agitasi atau retardasi hampir setiap hari
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau berlebihan atau merasa bersalah hampir setiap hari
(bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena menjadi
sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau keraguan, hampir
setiap hari (baik secara subjektif atau seperti yang diamati oleh orang lain).
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan hanya takut mati), keinginan bunuh
diri berulang dengan sebuah rencana yang spesifik, atau usaha bunuh diri atau
rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.

2.5 TERAPI

Sebagian besar studi menunjukkan dan sebagian besar dokter dan peneliti percaya bahwa
kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk
gangguan depresi, beberapa data menyarankan pandangan lain: Baik farmakoterapi atau
psikoterapi saja efektif, setidaknya pada pasien dengan episode depresi ringan dan
penggunaan terapi kombinasi secara teratur menambah biaya pengobatan dan menghadapkan
pasien pada efek samping yang tidak perlu.

a) Farmakoterapi
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa
pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi
tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat
pada antidepresan.

Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses

2
farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek
farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali
(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja
untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya
epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini
sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari
abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak (NIMH, 2002).

● Antidepresan Klasik (Trisiklik dan Tetrasiklik)

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai


pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. Tetrasiklik
amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier
(imipramine, amitriptlyne). Yang paling sering digunakan adalah
tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih
minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat
kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian
besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik.
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin
tersier menghambat reuptake serotinin pada sinaps neuron. Hal ini
mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin
lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotinin akan lebih responsive terhadap amin tersier.

Efek samping : efek sedasi, mulut kering, penglihatan kabur,


mengantuk, konstipasi, pusing, bingung, pusing, peningkatan tekanan
darah

● MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors). MAOIs telah digunakan

sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja

3
dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam
otak naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama
dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh.
Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi
dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti
keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di
hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu
metabolisme obat di hati.

● SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors). SSRIs adalah jenis

pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan


depresif berat selain golongan trisiklik. Obat golongan ini mencakup
fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi
yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama
manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh
karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan
histaminergik.

Efek samping : Insomnia, menginduksi pusat muntah, disfungsi ereksi.

● SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors).

Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir


sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin.

Efek samping :

o Peningkatan aktifitas saraf adrenergik, menyebabkan tekanan


darah meningkat.

o Sama dengan SSRI

4
Derivat Zat Aktif Nama Dagang
Trisiklik Imipramin Tofranil

Amitriptilin Laroxyl
Tetrasiklik Maproptilin Ludiomil

Mianserin Tolvon

MAOI (MoniAmine Moclobemide Aurorix


Oxidase Inhibitor)
SSRI (Selective Sertralin Zoloft
Serotonin Reuptake
Fluoxetine Prozac
Inhibitor)
Fluvoxamine Luvox
Paroxetine Seroxat

Escitalopram Cipralex

SNRI (Serotonin Venlafaxine Efexor XR


Norepineprin
Desvenlafaxine Pristiq
Reuptake Inhibitor) Duloxetine Cymbalta

5
Cara Kerja

Obat-obat antidepresan digunakan untuk mengatasi gejala depresi yang


terjadi karena rendahnya kadar serotinin di neuron pasca sinap. Secara umum
antidepresan bekerja di sistem neurotransmiter serotinin dengan cara
meningkatkan jumlah serotinin di neuron pasca sinaps. Golongan trisiklik dan
tetrasiklik bersifat serotonergik dengan menghambat ambilan kembali
neurotransmitter yang dilepaskan dan neuron prasinaps ke celah sinaps, tetapi
ambilan kembali tersebut tidak bersifat selektif. Dengan demikian
kemungkinan muncul berbagai efek samping yang tidak diharapkan dapat
terjadi. Sementara Selective Serotinin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja
dengan cara yang sama, tetapi dengan hambatan yang bersifat selektif hanya
pada serotinin (5HT2). Kelompok MAOI bekerja dipresinap dengan cara
menghambat enzim monoaminase yang memecah atau memetabolisme
serotinin sehingga jumlah serotinin yang dilepaskan ke celah sinaps bertambah
dan dengan demikian yang diteruskan ke pasca sinap juga akan bertambah.
Kelompok SNRI selain bekerja menghambat ambilan kembali serotinin juga
menghambat ambilan kembali neurotrasnmiter norepinefrin, sehingga kadar
serotinin dan norepinefrin pasca sinap meningkat.

6
Algoritma Tatalaksana Depresi

o Step 1 = Golongan SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dll.)

o Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll.)

o Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, dll)

Golongan “Atypical” (Trazodone, dll)

Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)

Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek


sampingnya sangat minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat,

7
bisa digunakan pada berbagai kondisi medik), spektrum efek anti-
depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal.

Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu
yang cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan
kedua, golongan Trisiklik, yang spektrum anti-depresinya juga luas
tetapi efek sampingnya relatif lebih berat.

Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan


spektrum antidepresi yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih
ringan dibandingkan Trisiklik, yang teringan adalah golongan MAOI
reversible.

b) Non-Farmakologi
Jenis psikoterapi yang diberikan, tergantung pada kondisi pasien. Dapat
diberikan psikoterapi suportif, atau reeduktif (seperti psikoterapi kognitif,terapi
perilaku atau terapi kognitif perilaku). Pada pemilihan jenis psikoterapi
perhatikan kondisi pasien: bila pasien dalam kondisi depresi berat, terlebih
dengan ciri psikotik yang dapat dilakukan hanya psikoterapi suportif, itu pun
jangan dihibur atau diberi nasihat karena dapat bertambah sedih apabila tidak
mampu melakukan nasihat tersebut. Apabila pasien sudah tenang tidak
dipengaruhi gejala psikotiknya, dapat dipertimbangkan pemberian psikoterapi
kognitif, atau kognitif-perilaku. Psikoterapi adalah pilihan utama penderita
depresi ringan atau sedang.

Terapi keluarga tidak umum digunakan sebagai terapi primer untuk


gangguan depresi berat. Bukti klinis mendapatkan bahwa terapi keluarga dapat
membantu pasien dengan gangguan mood untuk mengurangi dan menghadapi
stress dan mengurangi kekambuhan.

Selain itu tatalaksana non-farmakologi dapat berupa edukasi pasien


tentang penyakitnya dan pengobatannya.

8
2.8 PROGNOSIS
Gangguan depresi bukan gangguan akut tetapi cenderung kronis, dan
pasien cenderung kambuh. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama
dari gangguan depresi memiliki sekitar 50 persen peluang untuk pulih pada tahun
pertama. Persentase pasien yang pulih setelah rawat inap berulang menurun dengan
berlalunya waktu. Banyak pasien yang belum pulih tetap terpengaruh dengan
gangguan dysthymic. Sekitar 25 persen pasien mengalami kekambuhan gangguan
depresi dalam 6 bulan pertama setelah keluar dari rumah sakit, sekitar 30 hingga 50
persen dalam 2 tahun berikutnya, dan sekitar 50 hingga 75 persen dalam 5 tahun.
Insiden kambuh lebih rendah daripada angka-angka ini pada pasien yang melanjutkan
pengobatan psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya memiliki satu
atau dua episode depresi. Secara umum, ketika seorang pasien mengalami lebih
banyak dan lebih banyak episode depresi, waktu antara episode berkurang, dan
keparahan setiap episode meningkat.

Indikator prognosis. Identifikasi indikator prognosis baik dan buruk pada


depresi berat. Kemungkinan prognosis baik : episode ringan, tidak ada gejala
psikotik, waktu rawat inap singkat, indikator psikososial meliputi mempunyai
teman akrab selama masa remaja, fungsi keluarga stabil, lima tahun sebelum sakit
secara umum fungsi sosial baik. Kemungkinan prognosis buruk : depresi berat,
berat bersamaan dengan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, ditemukan
gejala cemas,dan riwayat lebih dari sekali episode depresi sebelumnya

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Penyebab menimbulkan depresi dapat ditimbulkan dari sisi biologis,


psikologis, dan sosial. Sisi biologis, adanya ketidakseimbangan otak yaitu
berkurangnya neurotransmitter, dan dari sisi psikologis yaitu karena adanya
kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap timbulnya depresi, dari sisi
sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung
berlangsungnya kehidupan yang baik.
Depresi sendiri adalah suatu periode terganggunya fungsi manusia
yang dikaitkan dengan perasaan yang sedih serta gejala penyertanya, dimana
mencakup hal-hal seperti perubahan pola makan, psikomotor, konsentrasi,

9
rasa lelah, anhedonia, rasa tak berdaya, putus asa, dan bunuh diri. Gangguan
depresi terjadi tanpa riwayat episode manik, campuran, atau hipomanik.
Depresi diakibatkan oleh beberapa penyebab diantaranya biologik,
genetik, faktor kepribadian, faktor psikodinamik pada depresi.Apabila tidak
di rawat maka akan menimbulkan kejadian bunuh diri yang dapat
membahayakan jiwa, selain itu apabila tidak segera diobati maka akan lebih
sulit untuk diperbaiki.
Pada pasien ini terapi yang diberikan Lamictal 1 x 50 mg tablet untuk
keluhan , Olanzapin 1 x 2,5 mg tablet dan Alprazolam 1 x 0,25 mg prognosis
pada pasien ini cenderung dubia ad bonam, dimana dapat menunjukan hasil
yang baik apabila pengobatan pada pasien diikuti dan dipatuhi sesuai saran
dokter. Selain itu, pasien juga diberi motivasi dan penjelasan mengenai
pemahaman cemas yang dirasakan oleh pasien.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Dr.Rusdi. 2019. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta : FK-Unika Atma Jaya.

2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott; Ruiz, Pedro. 2015. Kaplan and
Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11 th Edition.
New York : Wolters Kluwer.
3. Ismail, Irawan, dkk. 2015. Gangguan Depresi dalam Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia.
4. Saddock, K. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. NASPA Journal, 42(4), 1.
5. Bauke T. Stegenga. 2012. Differential Impact of Risk Factors for Women and Men on
the Risk of Major Depressive Disorder. USA: ELSEVIER

11

Anda mungkin juga menyukai