Pembimbing
dr. Wiharto, Sp. KJ, M.Kes
Disusun Oleh :
Agastya Bayuasa Rattananda G4A021072
Lisa Nurfaizah Rosyadi G4A021077
Haniy Thri Afifaningrum G4A021050
Ariska Pranastiara Putri Eliana G4A021089
Disusun Oleh :
Agastya Bayuasa Rattananda G4A021072
Lisa Nurfaizah Rosyadi G4A021077
Haniy Thri Afifaningrum G4A021050
Ariska Pranastiara Putri Eliana G4A021089
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C. G.
Tanggal Lahir : 18 Oktober 2000
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Tonjong, Brebes
Pekerjaan : Guru SD
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Periksa : 6 Juli 2023
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Gelisah
2. Riwayat Gangguan Sekarang
a. Autoanamnesa
Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
(04/07/2023) dengan keluhan utama merasa gelisah. Keluhan
dirasakan sepanjang hari dan memberat sejak 7 hari yang lalu. Selain
itu pasien tidak tidur sampai 3 hari karena merasa tidak mengantuk
dan memiliki energi yang berlebih. tPada saat malam hari apabila
tidak dapat tidur, pasien melihat tayangan di ponselnya. Pasien juga
mengeluhkan emosinya sulit terkontrol dan merasa dirinya tidak dapat
berdiam diri. Pasien merasa bahwa dirinya diikuti oleh segerombolan
orang berkulit hitam yang memakai baju merah dan hendak
mencelakai dirinya.
Pada saat dirawat di bangsal, pasien mengatakan bahwa kamar
yang dihuninya merupakan tempat bekas pembunuhan dan pasien
mengatakan bahwa ada darah pada tempat tidurnya. Pasien meminta
tolong kepada petugas kebersihan untuk mengganti sarung bantalnya,
namun karena tidak segera dilakukan, pasien merasa kesal dan
akhirnya memarahi petugas. Karena merasa ada bekas pembunuhan,
pasien merasa kurang nyaman dan meminta untuk pindah kamar.
Segerombolan orang berkulit berbaju merah tersebut dirasakan
telah mengikuti pasien sejak kuliah semester 2. Pasien merasa
ketakutan karena mereka berniat untuk mencelakainya. Sekumpulan
orang ini terkadang hilang lalu muncul kembali, dan dirasa sedang
mengikuti pasien. Pasien menceritakan penglihatannya ini dengan
suara kecil dan penuh kewaspadaan karena takut orang-orang ini
muncul kembali.
Pada saat dirawat di bangsal, pasien mengatakan bahwa dia masih
sulit untuk tidur. Setiap harinya dia hanya tidur 1-2 jam, walaupun
demikian pada saat siang hari pasien tidak merasakan mengantuk.
Apabila sudah malam dan belum mengantuk, pasien akan menonton
tayangan film di laptop hingga akhirnya tertidur.
Pasien senang mengoleksi berbagai mug yang lucu. Pasien juga
senang menghabiskan waktunya berjalan-jalan di pusat perbelanjaan
dan terkadang membeli berbagai produk kecantikan. Pasien merasa
bahwa dirinya merupakan wanita yang paling cantik. Pasien gemar
mengenakan lipstick yang berwarna terang dan menebalkan alisnya
dengan pensil alis setiap harinya setelah mandi. Pasien juga senang
mengenakan baju berwarna kuning. Setiap harinya pasien mengaku
mandi hingga 3x sehari.
Pasien rutin melakukan rawat jalan di poli Jiwa RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo dengan diagnosa bipolar. Setiap kontrol, pasien
mendapatkan terapi berupa suntikan. Pasien jarang mau untuk
mengonsumsi obat karena merasa dosisnya berlebih. Pasien pernah
merasakan lemas setelah meminum obat. Pasien juga mengakui
bahwa pasien juga menjalani pengobatan di poli Penyakit Dalam di
rumah sakit lain, tetapi ia lupa terkait penyakit yang dideritanya.
b. Alloanamnesa (suami pasien)
Pasien dibawa oleh suaminya ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo (04/07/2023) karena tampak gelisah. Keluhan tersebut
diamati sudah 2 minggu ini, namun memberat pada 7 hari terakhir.
Pasien tampak tidak dapat tenang dan berdiam diri. Selain itu emosi
pasien juga dirasakan tidak stabil. Suami pasien mengatakan pasien
sulit untuk tidur selama 3 hari ini dan cenderung untuk terus
menyelesaikan pekerjaannya pada malam hari. Keluhan ini bermula
saat pasien dan suami menginap di rumah orang tua selama 2 hari pada
2 minggu yang lalu. Pada saat itu pasien mengeluhkan kurang nyaman
karena pasien merasa mengingat masa lalunya yang berat di rumah
itu. Semenjak dari rumah orang tuanya, pasien mulai memunculkan
kondisi gelisah dan tidak bisa berdiam diri.
Pasien bercerita kepada suaminya jika ia terkadang melihat
segerombolan orang berkulit hitam berbaju merah sedang
mengikutinya. Saat cerita tersebut disangkal oleh suaminya, pasien
merasa jengkel. Pasien selalu bercerita melihat hal semacam itu
terutama saat emosinya tidak stabil.
Pasien terkadang berpergian keluar rumah dengan mengenakan
pakaian yang seronok. Saat ditanya alasannya, pasien menjawab ia
merasa gerah. Pasien akhir-akhir ini cenderung banyak berbicara dan
juga sering berganti-ganti topik pembicaraan saat sedang mengobrol.
Selain itu, pasien mudah menjadi marah terkait hal-hal yang sepele.
Hal-hal demikian dirasakan terjadi dalam 2 minggu terakhir. Hari-hari
sebelumnya, suami pasien merasa emosi pasien tidak meningkat
seperti saat ini.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat psikiatri
Pada saat masih berkuliah, pasien merasa dirinya terkekang dan
tidak bebas. Pasien merasa orang tuanya menuntut dirinya untuk
menjadi yang terbaik. Pada masa perkuliahan, saat ia jauh dari orang
tua, pasien merasa menjadi orang yang bebas. Pasien merasa sangat
energik dan waktu untuk tidurnya berkurang. Sehari-hari pasien hanya
tidur 2 jam, namun pada saat siang ia merasa tidak mengantuk dan
selalu bersemangat. Hal ini dirasakan sekitar 4 bulan awal
perkuliahan. Pasien mulai untuk mengikuti ajakan teman-temannya,
seperti merokok dan minum alkohol. Selain itu pasien juga sempat
berpindah-pindah keyakinan mengikuti keinginan temannya. Pasien
juga mencoba untuk melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya pada saat itu. Namun, ketika pasien meminta
pertanggungjawaban, ia mendapatkan penolakan. Pasien pun
merasakan sedih yang berkepanjangan, ia merasa tidak semangat dan
mengurung diri di rumah. Hal itu terjadi selama 1 tahun. Pada masa
itu, pasien mulai melihat ada segerombolan orang berbaju merah
mengikutinya. Pasien merasa bahwa mereka sedang berusaha
mencelakainya, sehingga ia merasa ketakutan. Pasien juga telah
berencana untuk mengakhiri hidupnya. Oleh karena itu, pasien dibawa
keluarganya berobat ke poli Jiwa.
Setelah berobat, pasien merasakan dirinya lebih bisa mengontrol
emosinya. Tetapi ada seorang temannya yang menyuruh dia untuk
tidak meminum obat, kemudian pasien menuruti perkataannya. Pada
saat pasien menginjak semester 7, pola tidurnya kembali berubah.
Pasien merasa bersemangat untuk mengerjakan tugas akhirnya. Pasien
berkata sering tidur hanya 2-3 jam, tetapi pada siang harinya ia merasa
tidak mengantuk. Pasien menyatakan saat itu pasien juga gemar
berdandan yang mencolok. Namun dikarenakan tugas akhirnya cukup
sulit, pasien merasa tidak bersemangat dalam berkuliah dan malas
mengerjakannya. Pasien kembali merasakan tekanan oleh
keluarganya. Pada akhirnya di awal tahun 2022, pasien dapat
menyelesaikan skripsinya.
Pada tahun 2022, pasien merasa bahagia karena bertemu dengan
suaminya. Awal perkenalan, pasien masih malu-malu untuk
berkomunikasi dengan pasangannya. Namun lambat laun pasien
mulai merasa nyaman terhadap pasangannya dan terbuka dalam
pembicaraan. Pada masa perkenalan itu, pasien sempat berulang kali
mengajak pasangannya melakukan hubungan seksual, namun selalu
ditolak. Hingga pada suatu masa pasien meminta untuk dipinang
supaya dapat lebih bebas dengan pasangannya. Setelah menikah,
pasien merasa kehidupannya jauh lebih indah karena terbebas dari
tuntutan orang tuanya. Pasien merasa lebih memiliki banyak energi.
Pada tahun tersebut juga pasien mulai mengajar di suatu sekolah
dasar. Pasien merasa bersemangat untuk bertemu anak didiknya. Ia
kerap kali juga bercerita tentang kehidupannya di kantor.
Namun, pada akhir tahun 2022, pasien mulai mengalami masalah
di tempatnya mengajar. Ia kembali melihat segerombolan orang
berbaju merah mengikutinya. Pasien kembali merasakan ketakutan.
Pasien menjadi tidak bersemangat dalam bekerja. Bahkan pasien
sempat berencana untuk keluar dari pekerjaannya. Ia mengurung diri
dan mengaku sempat tidak mau membagi rapor anak didiknya karena
pasien tidak mau bertemu dengan orang lain. Namun setelah diberikan
nasihat oleh suaminya, pasien mulai kembali menjalani hari-harinya
seperti biasa.
Sejak pertama kali berobat, pasien masih menyangkal bahwa
dirinya menderita suatu penyakit. Pasien pun tidak rutin untuk
mengonsumsi obat yang diberikan.
b. Riwayat Medis Umum
• Pasien mengaku menjalani pengobatan di poli Penyakit Dalam di
rumah sakit lain, namun lupa mengenai penyakitnya.
• Pasien mengaku pernah mengonsumsi alkohol dan rokok
beberapa kali.
• Pasien menyangkal adanya alergi, baik makanan maupun obat.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya penyakit psikiatri maupun non-psikiatri pada
anggota keluarganya.
5. Silsilah Keluarga
Gambar 1 Genogram Keluarga Ny. RS
Keterangan:
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien
6. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien kurang
mengetahui riwayat saat ibu pasien mengandung pasien. Pasien
mengatakan bahwa ibunya melahirkan pasien dengan persalinan
normal di sebuah rumah sakit, dibantu oleh bidan.
b. Riwayat Perkembangan
• Masa Kanak-Kanak
Pasien mengaku bahwa orang tuanya terkadang bersikap
keras pada dirinya. Orang tua pasien menuntut pasien untuk
berprestasi di bidang akademik.
• Masa Remaja
Pasien mengaku bahwa dirinya merasa orang tuanya
menuntut pasien untuk dapat berprestasi sehingga pasien merasa
terkekang dan tidak bebas saat berada di tingkat sekolah. Pada
saat perkuliahan, karena jauh dari orang tua, pasien merasa bebas
dan menjalani kehidupan yang terkesan nakal. Pasien mulai
mencoba mengonsumsi alcohol dan menggunakan rokok semasa
kuliah.
c. Riwayat Perkembangan Jiwa
Pada masa sekolah, karena masih tinggal bersama orang tuanya,
pasien merasa terbebani dengan tuntutan mereka. Bahkan saat
sebelum kuliah, pasien diminta untuk menjalani dua program studi
sekaligus. Oleh karena itu, pada masa perkuliahan, pasien merasa
senang karena merasa terbebas dari tuntutan kedua orang tuanya.
Namun saat berkuliah, pasien merasa sedih yang berkepanjangan.
Pasien merasa tidak bersemangat dan mengurung diri di rumah saja.
Hal itu dirasakan selama 1 tahun.
d. Riwayat Perkembangan Seksual
Pasien mengaku bahwa dirinya memiliki cukup banyak mantan
kekasih karena tampak cantik. Pasien sempat melakukan hubungan
seksual 2x selama masa perkuliahan. Kepada pasangannya, pasien
meminta untuk diberikan pertanggungjawaban, namun pasangannya
menolak. Oleh karena itu, pasien merasa sedih dan hidupnya berakhir.
Pasien berencana untuk mengakhiri hidupnya, hal tersebut yang
menyebabkan pasien berobat ke poli Jiwa.
Semasa berpacaran dengan suaminya, pasien sering untuk
mengajak pasangannya untuk melakukan hubungan seksual, namun
selalu ditolak. Oleh karena itu, pasien meminta untuk segera dipinang.
Pernikahannya dengan laki-laki yang berusia 49 tahun tersebut dirasa
berjalan dengan bahagia. Pasien mengatakan bahwa dirinya setiap hari
selalu meminta suaminya untuk melakukan hubungan seksual.
e. Kegiatan Moral Spiritual
Pasien merupakan anak dari sepasang orang tua yang berbeda
dalam keyakinan. Pasien mengatakan bahwa saat ini sedang memeluk
agama Islam dan tidak taat dalam beribadah. Namun, pasien mengaku
bahwa ia sebelumnya sering berpindah keyakinan dan mencoba untuk
beribadah di berbagai tempat ibadah, seperti gereja dan vihara.
Pada saat bekerja, pasien merasa dirinya tidak konsisten dalam
memakai hijab. Terkadang pasien mengenakan jilbab yang lebar,
namun di hari lain pasien mengenakan jilbab yang tidak menutupi
dadanya. Hal tersebut juga beberapa kali diungkapka oleh muridnya.
f. Riwayat Pendidikan
Pasien merupakan seorang sarjana dengan program studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pasien lulus pada tahun 2022.
g. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah sebanyak 1 kali pada tahun 2022. Setiap
harinya pasien meminta kepada suaminya untuk melakukan hubungan
seksual, namun terkadang suaminya menolaknya. Pasien belum
dikaruniai anak. Pasien mengaku dirinya menyayangi suaminya
karena pintar dalam intelektual maupun dalam spiritual. Pasien
merasa bahwa kehidupannya setelah pernikahan jauh lebih bahagia.
h. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang guru di suatu sekolah dasar di Brebes.
Pasien mengajar semua mata pelajaran untuk murid kelas 4. Pasien
mulai bekerja pada tahun 2022.
i. Aktivitas Sosial
• Dalam keluarga
Pasien mengatakan bahwa hubungannya dengan keluarga,
terutama dengan orang tua kurang baik. Pasien kurang suka
berada di lingkungan keluarganya karena pasien merasa dirinya
mendapatkan tuntutan untuk selalu menjadi yang terbaik. Pasien
merasa nyaman apabila berada di sekitar suaminya.
• Dengan tetangga
Pasien memiliki hubungan sosial yang baik dengan
tetangganya. Baik tetangga maupun pasien acapkali berkunjung
dan bersilaturahmi. Pasien juga cukup sering mengikuti kegiatan
di lingkungan rumahnya.
• Sikap keluarga terhadap penderita
Keluarga cukup peduli dengan kesehatan pasien.
7. Hal-hal yang mendahului penyakit
a. Faktor Predisposisi
Permasalahan dengan orang tua pasien, karena pasien merasa
bahwa dirinya dituntut untuk selalu menjadi yang terbaik. Pasien
merasa dirinya terkekang dan tidak mendapatkan kebebasan yang
diinginkan.
Setelah berobat di poli Jiwa, pasien juga tidak teratur untuk
mengonsumsi obat karena merasa dosis obatnya berlebih. Pasien juga
merasa dirinya tidak menderita penyakit apapun.
b. Faktor pencetus
Pasien dalam 2 minggu terakhir pernah menginap di rumah orang
tuanya. Saat di rumah tersebut, pasien merasa kurang nyaman dan
mengaku terbayang masa kecilnya yang tidak indah.
8. Skema perjalanan penyakit
Pada tahun 2018, pasien merasa bebas dari tuntutan orang tuanya. Ia
merasa menjadi sangat berenergi. Pasien juga merasa hanya tidur 2 jam
setiap harinya namun tidak merasa lelah. Pada waktu itu pasien mulai
mengikuti teman-temannya untuk mencoba menggunakan rokok dan
alcohol. Selain hal tersebut, pasien juga mulai mencoba untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya. Namun, pasien mengalami
penolakan oleh mantan pasangannya saat diminta pertanggungjawaban.
Pasien mengalami perasaan sedih dan tidak bersemangat untuk hidup
selama sisa tahun tersebut hingga tahun 2019.
Pada pertengahan tahun 2019, saat pasien menjalani perkuliahan
semester 2, pasien merasa bahwa dirinya melihat segerombolan orang
berkulit hitam yang memakai baju merah mengikuti dirinya. Pasien
merasa bahwa orang-orang tersebut berniat untuk mencelakai dirinya.
Pasien merasa ketakutan apabila harus berbicara mengenai
penglihatannya karena ia merasa sekumpulan orang tersebut akan datang
jika dibicarakan, terutama dengan volume suara yang keras. Karena
merasakan tekanan yang cukup berat, pasien berpikir hendak mengakhiri
hidupnya. Oleh karena itu, pasien dibawa keluarganya ke poli jiwa, tetapi
obat yang diberikan jarang diminum karena pasien merasa bahwa obat
tersebut memiliki dosis yang berlebih. Oleh karena itu, pasien tidak
mengalami perbaikan kondisi.
Pada tahun 2020, pasien mulai rutin untuk mengonsumsi obat dan
merasakan emosinya menjadi lebih stabil. Namun ada seorang temannya
yang menyuruhnya untuk berhenti minum obat dan suruhan tersebut
dituruti oleh pasien.
Pada pertengahan tahun 2021, pasien merasa kembali bersemangat
saat mengerjakan tugas akhir. Pola tidurnya kembali berubah dan
menjadi berkurang. Pasien juga gemar berdandan menor dan
mengenakan pakaian mencolok. Namun, karena dirasa tugas akhirnya
sulit, pasien menjadi tidak berenergi dan cenderung untuk malas
mengerjakan tugasnya. Pasien juga kembali merasakan tuntutan dari
orang tuanya. Pada akhirnya, pasien dapat menyelesaikan tugas akhirnya
di awal tahun 2022.
Pada pertengahan tahun 2022, pasien pertama kali bertemu dengan
suaminya. Pada awalnya pasien merasa malu untuk berkomunikasi,
tetapi lambat laun pasien merasa nyaman dan mulai terbuka. Pasien kerap
kali mengajak pasangannya untuk berhubungan seksual dan selalu
ditolak. Oleh karena itu, pasien bersikeras untuk segera dipinang. Setelah
menikah, pasien merasa dirinya menjadi lebih bahagia dan bebas. Pada
tahun ini juga pasien mulai mengajar di suatu sekolah dasar. Ia merasa
bersemangat dan sering bercerita kepada suaminya sepulang dari kantor.
Namun ia kembali melihat ada segerombolan orang berbaju merah
mengikutinya. Pasien kembali ketakutan dan mengurung diri di rumah.
Pasien tidak bersemangat bekerja dan tidak mau bertemu dengan orang
lain. Namun karena dinasihati oleh suaminya, pasien mau untuk kembali
menjalani hari-harinya.
Pada tahun 2023, 2 minggu terakhir ini suami pasien mengeluhkan
bahwa pasien merasa gelisah dan tidak bisa berdiam diri. Pasien selalu
berjalan mondar-mandir dan tidak bisa tenang. Emosi pasien terkesan
tidak stabil dan sering merasa jengkel dengan orang-orang, terutama
kepada orang yang tidak melakukan keinginannya. Hal ini bermula
setelah pasien dan suaminya menginap di rumah orang tua pasien. Pasien
mengaku kurang nyaman dan teringat masa kecilnya. Selain itu, pasien
melihat orang berkulit hitam berbaju merah kembali mengikutinya dan
merencanakan niat yang buruk terhadapnya. Di samping rasa takutnya,
pasien juga merasakan senang, terutama jika mendapatkan hal yang
diinginkan. Pasien gemar mengenakan pakaian dan lipstick yang
berwarna terang. Pasien juga senang mengoleksi mug yang tampak lucu.
Selain itu pasien juga merasa dirinya merupakan wanita yang paling
cantik.
9. Kesimpulan anamnesis
a. Pasien seorang wanita berusia 22 tahun dan sudah menikah. Pasien
beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Pasien bekerja sebagai
guru SD.
b. Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
(04/07/2023) dengan gelisah dan tidak bisa berdiam diri. Pasien juga
mengeluhkan tidak bisa tidur hingga 3 hari. Pasien merasa emosinya
sulit untuk dikendalikan. Selain itu pasien juga melihat ada
segerombolan orang berkulit hitam berbaju merah mengikutinya dan
hendak mencelakainya dirinya.
c. Pada awalnya, pasien sempat merasakan semangat yang begitu luar
biasa saat awal perkuliahan. Pasien merasa bebas dari tuntutan orang
tuanya. Kebutuhan tidur pasien menjadi menurun dan ia mulai
mencoba untuk menjalani kehidupan yang bebas. Namun karena
mengalami penolakan dari mantan pasangannya, ia menjadi sedih dan
mengurung diri. Ia mulai melihat segerombolan orang berbaju merah
mengikutinya dan pasien merasa ketakutan. Oleh karena itu, pasien
berencana untuk mengakhiri hidupnya pada tahun 2019. Kemudian
pasien dibawa oleh keluarganya untuk berobat di poli Jiwa dan
didiagnosis dengan bipolar.
d. Faktor yang menyebabkan pasien mengalami kondisi ini karena saat
kecil pasien merasa terkekang oleh orang tuanya dan sempat
menginap di rumah orang tuanya dalam 2 minggu ini. Selain itu pasien
juga merasa tidak menderita sakit apapun dan tidak rutin dalam
minum obat.
e. Saat ini keluarga pasien mengetahui kondisi pasien dan memberikan
support mengenai kondisinya.
V. DIAGNOSIS BANDING
a. F30.2 Menia dengan Gejala Psikotik
b. F30.9 Gangguan Manik YTT
c. 31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
VII. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
1) PO Frimania 2x200 mg
2) PO Aripiprazole 1x10 mg malam hari
3) PO Triheksilphenidyl 2x2 mg
4) PO Chlorpromazine 2x50 mg
b. Psikoterapi
1) Memotivasi pasien untuk patuh pengobatan.
2) Membantu pasien untuk membuka pikirannya dalam menghadapi
masalah kepada keluarga.
3) Memotivasi keluarga untuk membantu pengawasan minum obat.
4) Memberi penjelasan dan pengertian pada keluarga mengenai
gangguan yang diderita pasien
5) Menyarankan keluarga agar memberi suasana kondusif bagi
penyembuhan pasien dan memahami bahwa pasien butuh
pendampingan dan pengawasan yang lebih.
VIII. KESIMPULAN
a. Pasien seorang wanita berusia 22 tahun dan sudah menikah. Pasien
beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Pasien bekerja sebagai guru
SD. Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
(04/07/2023) dengan gelisah dan tidak bisa berdiam diri. Pasien juga
mengeluhkan tidak bisa tidur hingga 3 hari. Pasien merasa emosinya sulit
untuk dikendalikan. Selain itu pasien juga melihat ada segerombolan
orang berkulit hitam berbaju merah mengikutinya dan hendak
mencelakainya dirinya. Pada awalnya, pasien sempat merasakan
semangat yang begitu luar biasa saat awal perkuliahan. Pasien merasa
bebas dari tuntutan orang tuanya. Kebutuhan tidur pasien menjadi
menurun dan ia mulai mencoba untuk menjalani kehidupan yang bebas.
Namun karena mengalami penolakan dari mantan pasangannya, ia
menjadi sedih dan mengurung diri. Ia mulai melihat segerombolan orang
berbaju merah mengikutinya dan pasien merasa ketakutan. Oleh karena
itu, pasien berencana untuk mengakhiri hidupnya pada tahun 2019.
Kemudian pasien dibawa oleh keluarganya untuk berobat di poli Jiwa
dan didiagnosis dengan bipolar. Faktor yang menyebabkan pasien
mengalami kondisi ini karena saat kecil pasien merasa terkekang oleh
orang tuanya dan sempat menginap di rumah orang tuanya dalam 2
minggu ini. Selain itu pasien juga merasa tidak menderita sakit apapun
dan tidak rutin dalam minum obat. Saat ini keluarga pasien mengetahui
kondisi pasien dan memberikan support mengenai kondisinya.
b. Pada pasien sikap kooperatif. Tingkah laku hiperaktif. Roman muka
hipermimik. Afek luas. Perhatian pasien mudah ditarik mudah dicantum,
mood hipertimik. Bentuk pikir non realistik, isi pikir terdapat waham
kejar, progresi pikir talkative. Terdapat halusinasi visual, dengan
hubungan jiwa mudah dipahami. Tilikan derajat I.
Axis I : F31.2 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik
dengan gejala psikotik
Axis II : Ciri Kepribadian Narsistik
Axis II :-
Axis IV : Psikososial, Primay support group
Axis V : GAF 30-21
IX. DISKUSI
A. Definisi
Bipolar adalah gangguan berulang (minimal dua episode) berupa
terganggunya afek dan tingkat aktivitas pada waktu tertentu yang terdiri
dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania
dan hipomania) pada waktu lain berupa penurunan afek disertai
pengurangan energi dan aktivitas (depresi) (Tandijono & Diatri, 2020).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang
melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode
itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau
trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakkan
diagnosis) (Maslim, 2019).
B. Epidemiologi
Di Amerika, diperkirakan prevalensi bipolar adalah 1-2%. Bipolar
sering ditemukan pada rentang usia 19-45 tahun. Hasil dari National
Comorbidity Survey Replication (NCS-R) menunjukkan perkiraan
prevalensi untuk gangguan BP I (1%), gangguan BP II (1,1%), dan
2,1% untuk keseluruhan bipolar. Data prevalensi bipolar di Indonesia
masih belum ada (Tandijono & Diatri, 2020).
C. Patogenesis
Etiologi bipolar dipengaruhi oleh faktor biopsikososial. Berbagai
studi memperkirakan bipolar, khususnya BP I melibatkan gen yaitu
ANK3, CACNA1C, dan gen CLOCK. Selain itu, pada bipolar juga
terjadi perubahan kadar N-acetylaspartate, kolin, mionositol, dan
glutamat. Secara struktur, ditemukan penurunan substansia nigra di
korteks frontal, temporal, dan parietal. Di samping itu, penelitian juga
menunjukkan 20-66% pasien bipolar setidaknya mengalami satu
peristiwa stress yang independent dan perilaku mereka dalam 1-3 bulan
sebelum awitan episode mood. Faktor psikososial juga diketahui
menjadi penyebab utama kekambuhan pasien bipolar (Tandijono &
Diatri, 2020).
Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan bipolar. Faktor
risiko kuat diantaranya riwayat bipolar pada keluarga, riwayat
gangguan suasana perasaan <20 tahun, kejadia traumatis, riwayat
depresi sebelumnya, riwayat zat terlarang, riwayat gangguan ansietas.
Faktor risiko lemah yaitu obesitas dan penyakit kardiovaskular
(Tandijono & Diatri, 2020).
D. Klasifikasi
1. Bipolar Tipe I (BP I) → memenuhi minimal satu kali kriteria episode
mania dan minimal satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, campuran) di masa lampau
2. Bipolar Tipe II (BP II) → memenuhi satu episode hipomanik dan
satu kali depresi mayor tanpa episode manik
E. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis mania dan bipolar berdasarkan PPDJ II (Maslim,
2019).
F30.0 1. Derajat gangguan yang lebih ringan dari
Hipomania mania (F30.1), afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas,
menetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut-turut, pada suatu
derajat intensitas dan yang bertahan
melebihi apa yang digambarkan bagi
siklotimia (F34.0) dan tidak disertai
halusinasi atau waham
2. Pengaruh nyata atas kelancaran
pekerjaan dan aktivitas social memang
sesuai dengan diagnosis hipomania,
akan tetapi bila kekacauan itu berat atau
menyeluruh, maka diagnosis mania
(F301 atau F30.2) harus ditegakkan
F31.8
Gangguan afektif bipolar
lainnya
F31.9
Gangguan afektif bipolar
YTT
F. Diagnosis Banding
1. Gangguan suasana perasaan akibat penyebab organik. Terdapat
gejala lain seperti gangguan suasana perasaan yang dapat dibedakan
melalui pemeriksaan CT scan, MRI, tes fungsi trioid, dll
2. Penyalahgunaan zat terlarang. Riwayat pemakaian zat terlarang yang
bersifat stimulant (dapat dilakukan tes urin)
3. Depresi berat. Pasien tidak pernah mengalami episode manik atau
hipomanik
4. Distimia. Pasien tidak pernh mengalami episode manik atau
hipomani
5. Siklotimia. Gejala tidak lama atau parah
6. Gangguan Kepribadian. Tidak menimbulkan halangan melakukan
fungsi sehari-hari
7. ADHD. Muncul sebelum usia tujuh tahun dan dapat menetap hingga
dewasa. (Tandijono & Diatri, 2020).
G. Terapi
H. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya,
Cognitive Behavioural Therapy (CBT), terapi keluarga, terapi
interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk
terapi psikologi atau psikososial lainya. Intervensi psikososial sangat
perlu untuk mempertahankan keadaan remisi (Kemenkes, 2015). Salah
satu pilihan intervensi psikososial adalah dengan terapi dzikir.
Berdasarkan penelitian Triswidiastuty (2019) terapi dzikir efektif
dalam menurunkan simptom bipolar episode depreso. Secara analisis
kuantitatif, terdapat penurunan skor Bipolar Depression Rating scale
(BDRS) pada pasien bipolar dimana materi – materi yang disampaikan
mengenai dzikir dan praktek dzikir yang telah dilakukan dapat
menurunkan perasaan depresi, rasa bersalah, gangguan tidur, gangguan
makan, gejala psikotik, ide untuk bunuh diri, dan gejala depresi lainnya.
Selain itu dzikir dapat menimbulkan perasaan tenang, damai, dan
menurunkan rasa khawatir pada subjek.
I. Komorbid
Gangguan mental yang terjadi bersamaan adalah hal yang umum,
dengan gangguan yang paling sering terjadi adalah gangguan
kecemasan (mis., serangan panik, gangguan kecemasan sosial [fobia
sosial], fobia spesifik), terjadi pada sekitar tiga perempat individu;
ADHD, setiap gangguan, impuls- kontrol, atau gangguan perilaku
(misalnya, gangguan eksplosif intermiten, oposisi gangguan
menantang, gangguan perilaku), dan gangguan penggunaan zat apa pun
(mis., gangguan penggunaan alkohol)terjadi pada lebih dari separuh
individu dengan gangguan bipolar I. Orang dewasa dengan gangguan
bipolar I memiliki tingkat tinggi kondisi medis yang terjadi bersamaan
yang serius dan/atau tidak diobati. Sindrom metabolik dan migrain
lebih sering terjadi pada individu dengan gangguan bipolar daripada di
populasi umum. Lebih dari separuh individu yang gejalanya bertemu
kriteria untuk gangguan bipolar memiliki gangguan penggunaan
alkohol, dan mereka yang memiliki kedua gangguan tersebut berada
pada risiko yang lebih besar untuk percobaan bunuh diri (APA, 2013).
Gangguan bipolar II lebih sering dikaitkan dengan satu atau lebih
mental yang terjadi bersamaan gangguan, dengan gangguan kecemasan
yang paling umum. Sekitar 60% individu dengan gangguan bipolar II
memiliki tiga atau lebih gangguan mental yang terjadi bersamaan; 75%
memiliki gangguan kecemasan; dan 37% memiliki gangguan
penggunaan zat. Anak-anak dan remaja dengan gangguan bipolar II
memiliki tingkat gangguan kecemasan yang terjadi bersamaan lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka dengan gangguan bipolar I, dan
gangguan kecemasan paling sering mendahului bipolar kekacauan.
Kecemasan dan gangguan penggunaan zat terjadi pada individu dengan
bipolar II gangguan pada tingkat yang lebih tinggi daripada populasi
umum. Sekitar 14% individu dengan gangguan bipolar II memiliki
setidaknya satu gangguan makan seumur hidup, dengan gangguan pesta
makan lebih umum daripada bulimia nervosa dan anoreksia nervosa.
Gangguan yang sering terjadi bersamaan ini tampaknya tidak mengikuti
perjalanan penyakit itu benar-benar independen dari gangguan bipolar,
melainkan memiliki asosiasi yang kuat dengan keadaan suasana hati.
Misalnya, kecemasan dan gangguan makan cenderung diasosiasikan
dengan gejala depresi, dan gangguan penggunaan zat cukup terkait
dengan manik gejala (APA, 2013).
J. Prognosis
Prognosis gangguan bipolar I lebih buruk bila dibandingkan
dengan gangguan depresi mayor. Sekitar 40%-50% pasien dengan
gangguan bipolar I mengalami kekambuhan dalam dua tahun setelah
episod pertama. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak
mengalami kekambuhan. Sebanyak 45% mengalami lebih dari satu
episode dan 40% menjadi kronik. Prognosis gangguan bipolar II belum
begitu banyak diteliti. Diagnosisnya lebih stabil dan merupakan
penyakit kronik yang memerlukan terapi jangka panjang (Kemenkes,
2015). Risiko bunuh diri pada individu dengan gangguan bipolar
diperkirakan setidaknya 15 kali lipat dari populasi umum. Faktanya,
gangguan bipolar dapat mencapai seperempatnya dari semua kasus
bunuh diri. Riwayat percobaan bunuh diri di masa lalu dan persentase
hari yang dihabiskan untuk depresi dalam satu tahun terakhir dikaitkan
dengan risiko percobaan atau penyelesaian bunuh diri yang lebih besar
(APA, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 2010. Practice guideline for the treatment of
patients with bipolar disorder second edition. Available online at
https://psychiatryonline.org/pb/assets/raw/sitewide/practice_guidelines/guid
elines/bipolar.pdf [Accessed at July,7th 2023].
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fifth Edition DSM-5TM. Washington DC: American
Psychiatric Publishing.
Bauer, M., et al. 2013. Drug Treatment Patterns in Bipolar Disorder: Analysis of
Long-term Self-reported Data. International Journal of Bipolar Disorders,
1(5): 1-8.
bipolar I mania: A randomized, double-blind, placebo- and lithiumcontrolled
Chisholm-Burns, MA., et al. 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth
Edition. New York: McGraw-Hill Education.
Collins, JC and BH McFarland. 2008. Divalproex, lithium and suicide among
Medicaid patients with bipolar disorder. Journal of Affective Disorder, 107:
23–28.
Geddes, JR and DJ Mikowitz. 2013. Treatment of Bipolar Disorder. The Lancet,
381(9878): 1672-1682.
Geller, B., et al. 2012. A Randomized Controlled Trial of Risperidone,Lithium, or
Divalproex Sodium for Initial Treatment of Bipolar I Disorder, Manic or
Mixed Phase, in Children and Adolescents. Arch Gen Psychiatry, 69(5): 515-
528.
Goodwin, GM., et al. 2016. Evidence-based guidelines for treating bipolar
disorder: Revised third edition recommendations from the British Association
for Psychopharmacology. Journal of Psychopharmacology, 30(6): 495-553.
Grande, I., et al. 2013. Patterns of Pharmacological Maintenance Treatment in A
Community Mental Health Services Bipolar Disorder Cohort Study (SIN-
DEPRES). International Journal of Neuropsychopharmacology, 16: 513-523.
Haas, M., et al. 2009. Risperidone for the treatment of acute mania in children and
adolescents with bipolar disorder: a randomized, double-blind,
placebocontrolled
Keck, PE., et al. 2009. Aripiprazole monotherapy in the treatment of acute
Kessing, LV. 2015. Treatment Options in Bipolar Disorder: Lessons from
Population-Based Registers with Focus on Lithium. Curr Treat Options
Psych, 2(3): 218-228.
Maslim, R. 2019. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, DSM-5, ICD-11. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unila
Atmajaya.
Mitchell, PB, et al. 2009. Recent progress in the pharmacotherapy of bipolar
disorder. Future Neurol, 4(4): 493- 508.
NIMH. 2012. Bipolar Disorder in Adult. Available online at
https://infocenter.nimh.nih.gov/pubstatic/NIH%2012-3679/NIH%2012-
3679.pdf [Accessed at July, 7th 2023].
Porcelli, S., et al. Quetiapine Extended Release Preliminary Evidence of a Rapid
Onset of the Antidepressant Effect in Bipolar Depression. Journal of clinical
Psychopharmacology, 34(3): 303-306. study. Bipolar Disorder, 11: 687-700.
study. Journal of Affective Disorder, 112: 36 – 49
Suppes, T., et al. 2009. Maintenance Treatment for Patients with Bipolar I Disorder:
Results from a North American Study of Quetiapine in Combination with
Lithium or Divalproex (Trial 127). Am J Psychiatry, 166: 476-488.
Tandijono, P., Diatr, H. 2020. Kapital Selekta Kedokteran Jilid II Edisi V:
Gangguan Suasana Perasaan. Jakarta: media Aesculapius.
Triswidiastuty, S, Rusdi, A., Rumiani. 2019. Penurunan Simptom Depresi Ada
Pasien Bipolar Menggunakan Terapi Dzikir: Intervensi Klinis. Jurnal
Psikologi Sains dan Profesi (Journal Psychology of Science and Profession).
Vol. 3, No. 1, April 2019: 43-48
Viktorin, A., et al. 2014. The risk of switch to mania in patients with bipolar
disorder during treatment with an antidepressant alone and in combination
with a mood stabilizer. Am J Psychiatry, 171(10): 1067 – 1073.
Wells, BG., et al. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York:
McGraw-Hill Education.