Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

“GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR”

Pembimbing
dr. Wiharto, Sp. KJ, M.Kes

Disusun Oleh :
Agastya Bayuasa Rattananda G4A021072
Lisa Nurfaizah Rosyadi G4A021077
Haniy Thri Afifaningrum G4A021050
Ariska Pranastiara Putri Eliana G4A021089

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA

“GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR”

Disusun untuk memenuhi persyaratan


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
RS Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :
Agastya Bayuasa Rattananda G4A021072
Lisa Nurfaizah Rosyadi G4A021077
Haniy Thri Afifaningrum G4A021050
Ariska Pranastiara Putri Eliana G4A021089

Telah dipresentasikan dan disetujui oleh pembimbing


Pada tanggal, Juli 2023
Pembimbing,

dr. Wiharto, Sp. KJ, M.Kes


LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C. G.
Tanggal Lahir : 18 Oktober 2000
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Tonjong, Brebes
Pekerjaan : Guru SD
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Periksa : 6 Juli 2023

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Gelisah
2. Riwayat Gangguan Sekarang
a. Autoanamnesa
Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
(04/07/2023) dengan keluhan utama merasa gelisah. Keluhan
dirasakan sepanjang hari dan memberat sejak 7 hari yang lalu. Selain
itu pasien tidak tidur sampai 3 hari karena merasa tidak mengantuk
dan memiliki energi yang berlebih. tPada saat malam hari apabila
tidak dapat tidur, pasien melihat tayangan di ponselnya. Pasien juga
mengeluhkan emosinya sulit terkontrol dan merasa dirinya tidak dapat
berdiam diri. Pasien merasa bahwa dirinya diikuti oleh segerombolan
orang berkulit hitam yang memakai baju merah dan hendak
mencelakai dirinya.
Pada saat dirawat di bangsal, pasien mengatakan bahwa kamar
yang dihuninya merupakan tempat bekas pembunuhan dan pasien
mengatakan bahwa ada darah pada tempat tidurnya. Pasien meminta
tolong kepada petugas kebersihan untuk mengganti sarung bantalnya,
namun karena tidak segera dilakukan, pasien merasa kesal dan
akhirnya memarahi petugas. Karena merasa ada bekas pembunuhan,
pasien merasa kurang nyaman dan meminta untuk pindah kamar.
Segerombolan orang berkulit berbaju merah tersebut dirasakan
telah mengikuti pasien sejak kuliah semester 2. Pasien merasa
ketakutan karena mereka berniat untuk mencelakainya. Sekumpulan
orang ini terkadang hilang lalu muncul kembali, dan dirasa sedang
mengikuti pasien. Pasien menceritakan penglihatannya ini dengan
suara kecil dan penuh kewaspadaan karena takut orang-orang ini
muncul kembali.
Pada saat dirawat di bangsal, pasien mengatakan bahwa dia masih
sulit untuk tidur. Setiap harinya dia hanya tidur 1-2 jam, walaupun
demikian pada saat siang hari pasien tidak merasakan mengantuk.
Apabila sudah malam dan belum mengantuk, pasien akan menonton
tayangan film di laptop hingga akhirnya tertidur.
Pasien senang mengoleksi berbagai mug yang lucu. Pasien juga
senang menghabiskan waktunya berjalan-jalan di pusat perbelanjaan
dan terkadang membeli berbagai produk kecantikan. Pasien merasa
bahwa dirinya merupakan wanita yang paling cantik. Pasien gemar
mengenakan lipstick yang berwarna terang dan menebalkan alisnya
dengan pensil alis setiap harinya setelah mandi. Pasien juga senang
mengenakan baju berwarna kuning. Setiap harinya pasien mengaku
mandi hingga 3x sehari.
Pasien rutin melakukan rawat jalan di poli Jiwa RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo dengan diagnosa bipolar. Setiap kontrol, pasien
mendapatkan terapi berupa suntikan. Pasien jarang mau untuk
mengonsumsi obat karena merasa dosisnya berlebih. Pasien pernah
merasakan lemas setelah meminum obat. Pasien juga mengakui
bahwa pasien juga menjalani pengobatan di poli Penyakit Dalam di
rumah sakit lain, tetapi ia lupa terkait penyakit yang dideritanya.
b. Alloanamnesa (suami pasien)
Pasien dibawa oleh suaminya ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo (04/07/2023) karena tampak gelisah. Keluhan tersebut
diamati sudah 2 minggu ini, namun memberat pada 7 hari terakhir.
Pasien tampak tidak dapat tenang dan berdiam diri. Selain itu emosi
pasien juga dirasakan tidak stabil. Suami pasien mengatakan pasien
sulit untuk tidur selama 3 hari ini dan cenderung untuk terus
menyelesaikan pekerjaannya pada malam hari. Keluhan ini bermula
saat pasien dan suami menginap di rumah orang tua selama 2 hari pada
2 minggu yang lalu. Pada saat itu pasien mengeluhkan kurang nyaman
karena pasien merasa mengingat masa lalunya yang berat di rumah
itu. Semenjak dari rumah orang tuanya, pasien mulai memunculkan
kondisi gelisah dan tidak bisa berdiam diri.
Pasien bercerita kepada suaminya jika ia terkadang melihat
segerombolan orang berkulit hitam berbaju merah sedang
mengikutinya. Saat cerita tersebut disangkal oleh suaminya, pasien
merasa jengkel. Pasien selalu bercerita melihat hal semacam itu
terutama saat emosinya tidak stabil.
Pasien terkadang berpergian keluar rumah dengan mengenakan
pakaian yang seronok. Saat ditanya alasannya, pasien menjawab ia
merasa gerah. Pasien akhir-akhir ini cenderung banyak berbicara dan
juga sering berganti-ganti topik pembicaraan saat sedang mengobrol.
Selain itu, pasien mudah menjadi marah terkait hal-hal yang sepele.
Hal-hal demikian dirasakan terjadi dalam 2 minggu terakhir. Hari-hari
sebelumnya, suami pasien merasa emosi pasien tidak meningkat
seperti saat ini.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat psikiatri
Pada saat masih berkuliah, pasien merasa dirinya terkekang dan
tidak bebas. Pasien merasa orang tuanya menuntut dirinya untuk
menjadi yang terbaik. Pada masa perkuliahan, saat ia jauh dari orang
tua, pasien merasa menjadi orang yang bebas. Pasien merasa sangat
energik dan waktu untuk tidurnya berkurang. Sehari-hari pasien hanya
tidur 2 jam, namun pada saat siang ia merasa tidak mengantuk dan
selalu bersemangat. Hal ini dirasakan sekitar 4 bulan awal
perkuliahan. Pasien mulai untuk mengikuti ajakan teman-temannya,
seperti merokok dan minum alkohol. Selain itu pasien juga sempat
berpindah-pindah keyakinan mengikuti keinginan temannya. Pasien
juga mencoba untuk melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya pada saat itu. Namun, ketika pasien meminta
pertanggungjawaban, ia mendapatkan penolakan. Pasien pun
merasakan sedih yang berkepanjangan, ia merasa tidak semangat dan
mengurung diri di rumah. Hal itu terjadi selama 1 tahun. Pada masa
itu, pasien mulai melihat ada segerombolan orang berbaju merah
mengikutinya. Pasien merasa bahwa mereka sedang berusaha
mencelakainya, sehingga ia merasa ketakutan. Pasien juga telah
berencana untuk mengakhiri hidupnya. Oleh karena itu, pasien dibawa
keluarganya berobat ke poli Jiwa.
Setelah berobat, pasien merasakan dirinya lebih bisa mengontrol
emosinya. Tetapi ada seorang temannya yang menyuruh dia untuk
tidak meminum obat, kemudian pasien menuruti perkataannya. Pada
saat pasien menginjak semester 7, pola tidurnya kembali berubah.
Pasien merasa bersemangat untuk mengerjakan tugas akhirnya. Pasien
berkata sering tidur hanya 2-3 jam, tetapi pada siang harinya ia merasa
tidak mengantuk. Pasien menyatakan saat itu pasien juga gemar
berdandan yang mencolok. Namun dikarenakan tugas akhirnya cukup
sulit, pasien merasa tidak bersemangat dalam berkuliah dan malas
mengerjakannya. Pasien kembali merasakan tekanan oleh
keluarganya. Pada akhirnya di awal tahun 2022, pasien dapat
menyelesaikan skripsinya.
Pada tahun 2022, pasien merasa bahagia karena bertemu dengan
suaminya. Awal perkenalan, pasien masih malu-malu untuk
berkomunikasi dengan pasangannya. Namun lambat laun pasien
mulai merasa nyaman terhadap pasangannya dan terbuka dalam
pembicaraan. Pada masa perkenalan itu, pasien sempat berulang kali
mengajak pasangannya melakukan hubungan seksual, namun selalu
ditolak. Hingga pada suatu masa pasien meminta untuk dipinang
supaya dapat lebih bebas dengan pasangannya. Setelah menikah,
pasien merasa kehidupannya jauh lebih indah karena terbebas dari
tuntutan orang tuanya. Pasien merasa lebih memiliki banyak energi.
Pada tahun tersebut juga pasien mulai mengajar di suatu sekolah
dasar. Pasien merasa bersemangat untuk bertemu anak didiknya. Ia
kerap kali juga bercerita tentang kehidupannya di kantor.
Namun, pada akhir tahun 2022, pasien mulai mengalami masalah
di tempatnya mengajar. Ia kembali melihat segerombolan orang
berbaju merah mengikutinya. Pasien kembali merasakan ketakutan.
Pasien menjadi tidak bersemangat dalam bekerja. Bahkan pasien
sempat berencana untuk keluar dari pekerjaannya. Ia mengurung diri
dan mengaku sempat tidak mau membagi rapor anak didiknya karena
pasien tidak mau bertemu dengan orang lain. Namun setelah diberikan
nasihat oleh suaminya, pasien mulai kembali menjalani hari-harinya
seperti biasa.
Sejak pertama kali berobat, pasien masih menyangkal bahwa
dirinya menderita suatu penyakit. Pasien pun tidak rutin untuk
mengonsumsi obat yang diberikan.
b. Riwayat Medis Umum
• Pasien mengaku menjalani pengobatan di poli Penyakit Dalam di
rumah sakit lain, namun lupa mengenai penyakitnya.
• Pasien mengaku pernah mengonsumsi alkohol dan rokok
beberapa kali.
• Pasien menyangkal adanya alergi, baik makanan maupun obat.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya penyakit psikiatri maupun non-psikiatri pada
anggota keluarganya.
5. Silsilah Keluarga
Gambar 1 Genogram Keluarga Ny. RS
Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Pasien
6. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien kurang
mengetahui riwayat saat ibu pasien mengandung pasien. Pasien
mengatakan bahwa ibunya melahirkan pasien dengan persalinan
normal di sebuah rumah sakit, dibantu oleh bidan.
b. Riwayat Perkembangan
• Masa Kanak-Kanak
Pasien mengaku bahwa orang tuanya terkadang bersikap
keras pada dirinya. Orang tua pasien menuntut pasien untuk
berprestasi di bidang akademik.
• Masa Remaja
Pasien mengaku bahwa dirinya merasa orang tuanya
menuntut pasien untuk dapat berprestasi sehingga pasien merasa
terkekang dan tidak bebas saat berada di tingkat sekolah. Pada
saat perkuliahan, karena jauh dari orang tua, pasien merasa bebas
dan menjalani kehidupan yang terkesan nakal. Pasien mulai
mencoba mengonsumsi alcohol dan menggunakan rokok semasa
kuliah.
c. Riwayat Perkembangan Jiwa
Pada masa sekolah, karena masih tinggal bersama orang tuanya,
pasien merasa terbebani dengan tuntutan mereka. Bahkan saat
sebelum kuliah, pasien diminta untuk menjalani dua program studi
sekaligus. Oleh karena itu, pada masa perkuliahan, pasien merasa
senang karena merasa terbebas dari tuntutan kedua orang tuanya.
Namun saat berkuliah, pasien merasa sedih yang berkepanjangan.
Pasien merasa tidak bersemangat dan mengurung diri di rumah saja.
Hal itu dirasakan selama 1 tahun.
d. Riwayat Perkembangan Seksual
Pasien mengaku bahwa dirinya memiliki cukup banyak mantan
kekasih karena tampak cantik. Pasien sempat melakukan hubungan
seksual 2x selama masa perkuliahan. Kepada pasangannya, pasien
meminta untuk diberikan pertanggungjawaban, namun pasangannya
menolak. Oleh karena itu, pasien merasa sedih dan hidupnya berakhir.
Pasien berencana untuk mengakhiri hidupnya, hal tersebut yang
menyebabkan pasien berobat ke poli Jiwa.
Semasa berpacaran dengan suaminya, pasien sering untuk
mengajak pasangannya untuk melakukan hubungan seksual, namun
selalu ditolak. Oleh karena itu, pasien meminta untuk segera dipinang.
Pernikahannya dengan laki-laki yang berusia 49 tahun tersebut dirasa
berjalan dengan bahagia. Pasien mengatakan bahwa dirinya setiap hari
selalu meminta suaminya untuk melakukan hubungan seksual.
e. Kegiatan Moral Spiritual
Pasien merupakan anak dari sepasang orang tua yang berbeda
dalam keyakinan. Pasien mengatakan bahwa saat ini sedang memeluk
agama Islam dan tidak taat dalam beribadah. Namun, pasien mengaku
bahwa ia sebelumnya sering berpindah keyakinan dan mencoba untuk
beribadah di berbagai tempat ibadah, seperti gereja dan vihara.
Pada saat bekerja, pasien merasa dirinya tidak konsisten dalam
memakai hijab. Terkadang pasien mengenakan jilbab yang lebar,
namun di hari lain pasien mengenakan jilbab yang tidak menutupi
dadanya. Hal tersebut juga beberapa kali diungkapka oleh muridnya.
f. Riwayat Pendidikan
Pasien merupakan seorang sarjana dengan program studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pasien lulus pada tahun 2022.
g. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah sebanyak 1 kali pada tahun 2022. Setiap
harinya pasien meminta kepada suaminya untuk melakukan hubungan
seksual, namun terkadang suaminya menolaknya. Pasien belum
dikaruniai anak. Pasien mengaku dirinya menyayangi suaminya
karena pintar dalam intelektual maupun dalam spiritual. Pasien
merasa bahwa kehidupannya setelah pernikahan jauh lebih bahagia.
h. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang guru di suatu sekolah dasar di Brebes.
Pasien mengajar semua mata pelajaran untuk murid kelas 4. Pasien
mulai bekerja pada tahun 2022.
i. Aktivitas Sosial
• Dalam keluarga
Pasien mengatakan bahwa hubungannya dengan keluarga,
terutama dengan orang tua kurang baik. Pasien kurang suka
berada di lingkungan keluarganya karena pasien merasa dirinya
mendapatkan tuntutan untuk selalu menjadi yang terbaik. Pasien
merasa nyaman apabila berada di sekitar suaminya.
• Dengan tetangga
Pasien memiliki hubungan sosial yang baik dengan
tetangganya. Baik tetangga maupun pasien acapkali berkunjung
dan bersilaturahmi. Pasien juga cukup sering mengikuti kegiatan
di lingkungan rumahnya.
• Sikap keluarga terhadap penderita
Keluarga cukup peduli dengan kesehatan pasien.
7. Hal-hal yang mendahului penyakit
a. Faktor Predisposisi
Permasalahan dengan orang tua pasien, karena pasien merasa
bahwa dirinya dituntut untuk selalu menjadi yang terbaik. Pasien
merasa dirinya terkekang dan tidak mendapatkan kebebasan yang
diinginkan.
Setelah berobat di poli Jiwa, pasien juga tidak teratur untuk
mengonsumsi obat karena merasa dosis obatnya berlebih. Pasien juga
merasa dirinya tidak menderita penyakit apapun.
b. Faktor pencetus
Pasien dalam 2 minggu terakhir pernah menginap di rumah orang
tuanya. Saat di rumah tersebut, pasien merasa kurang nyaman dan
mengaku terbayang masa kecilnya yang tidak indah.
8. Skema perjalanan penyakit
Pada tahun 2018, pasien merasa bebas dari tuntutan orang tuanya. Ia
merasa menjadi sangat berenergi. Pasien juga merasa hanya tidur 2 jam
setiap harinya namun tidak merasa lelah. Pada waktu itu pasien mulai
mengikuti teman-temannya untuk mencoba menggunakan rokok dan
alcohol. Selain hal tersebut, pasien juga mulai mencoba untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya. Namun, pasien mengalami
penolakan oleh mantan pasangannya saat diminta pertanggungjawaban.
Pasien mengalami perasaan sedih dan tidak bersemangat untuk hidup
selama sisa tahun tersebut hingga tahun 2019.
Pada pertengahan tahun 2019, saat pasien menjalani perkuliahan
semester 2, pasien merasa bahwa dirinya melihat segerombolan orang
berkulit hitam yang memakai baju merah mengikuti dirinya. Pasien
merasa bahwa orang-orang tersebut berniat untuk mencelakai dirinya.
Pasien merasa ketakutan apabila harus berbicara mengenai
penglihatannya karena ia merasa sekumpulan orang tersebut akan datang
jika dibicarakan, terutama dengan volume suara yang keras. Karena
merasakan tekanan yang cukup berat, pasien berpikir hendak mengakhiri
hidupnya. Oleh karena itu, pasien dibawa keluarganya ke poli jiwa, tetapi
obat yang diberikan jarang diminum karena pasien merasa bahwa obat
tersebut memiliki dosis yang berlebih. Oleh karena itu, pasien tidak
mengalami perbaikan kondisi.
Pada tahun 2020, pasien mulai rutin untuk mengonsumsi obat dan
merasakan emosinya menjadi lebih stabil. Namun ada seorang temannya
yang menyuruhnya untuk berhenti minum obat dan suruhan tersebut
dituruti oleh pasien.
Pada pertengahan tahun 2021, pasien merasa kembali bersemangat
saat mengerjakan tugas akhir. Pola tidurnya kembali berubah dan
menjadi berkurang. Pasien juga gemar berdandan menor dan
mengenakan pakaian mencolok. Namun, karena dirasa tugas akhirnya
sulit, pasien menjadi tidak berenergi dan cenderung untuk malas
mengerjakan tugasnya. Pasien juga kembali merasakan tuntutan dari
orang tuanya. Pada akhirnya, pasien dapat menyelesaikan tugas akhirnya
di awal tahun 2022.
Pada pertengahan tahun 2022, pasien pertama kali bertemu dengan
suaminya. Pada awalnya pasien merasa malu untuk berkomunikasi,
tetapi lambat laun pasien merasa nyaman dan mulai terbuka. Pasien kerap
kali mengajak pasangannya untuk berhubungan seksual dan selalu
ditolak. Oleh karena itu, pasien bersikeras untuk segera dipinang. Setelah
menikah, pasien merasa dirinya menjadi lebih bahagia dan bebas. Pada
tahun ini juga pasien mulai mengajar di suatu sekolah dasar. Ia merasa
bersemangat dan sering bercerita kepada suaminya sepulang dari kantor.
Namun ia kembali melihat ada segerombolan orang berbaju merah
mengikutinya. Pasien kembali ketakutan dan mengurung diri di rumah.
Pasien tidak bersemangat bekerja dan tidak mau bertemu dengan orang
lain. Namun karena dinasihati oleh suaminya, pasien mau untuk kembali
menjalani hari-harinya.
Pada tahun 2023, 2 minggu terakhir ini suami pasien mengeluhkan
bahwa pasien merasa gelisah dan tidak bisa berdiam diri. Pasien selalu
berjalan mondar-mandir dan tidak bisa tenang. Emosi pasien terkesan
tidak stabil dan sering merasa jengkel dengan orang-orang, terutama
kepada orang yang tidak melakukan keinginannya. Hal ini bermula
setelah pasien dan suaminya menginap di rumah orang tua pasien. Pasien
mengaku kurang nyaman dan teringat masa kecilnya. Selain itu, pasien
melihat orang berkulit hitam berbaju merah kembali mengikutinya dan
merencanakan niat yang buruk terhadapnya. Di samping rasa takutnya,
pasien juga merasakan senang, terutama jika mendapatkan hal yang
diinginkan. Pasien gemar mengenakan pakaian dan lipstick yang
berwarna terang. Pasien juga senang mengoleksi mug yang tampak lucu.
Selain itu pasien juga merasa dirinya merupakan wanita yang paling
cantik.

Tabel 1. Skema Perjalanan Penyakit


2018 • Pasien merasa bebas dari orang tuanya
• Pasien merasa bersemangat dan tidak kelelahan sehingga
waktu tidurnya berkurang
• Pasien mengalami permasalahan dengan mantan
pasangannya
• Pasien merasa sedih dan mengurung diri

2019 • Pasien masih merasakan rendah diri


• Pasien melihat segerombolan orang berbaju merah
mengikutinya dan hendak mencelakai dirinya sehingga ia
ketakutan
• Pasien berencana untuk mengakhiri hidupnya
• Pasien dibawa keluarganya ke poli jiwa

2020 • Pasien mulai rutin mengonsumsi obat


• Emosi pasien cenderung stabil
• Salah satu teman pasien menyuruhnya untuk berhenti
berobat

2021 • Pasien merasa bersemangat saat mengerjakan tugas akhir


• Pola tidur pasien berubah dan menjadi berkurang
• Pasien gemar berdandan menor dan berpakaian mencolok
• Pasien merasa tugas akhirnya sulit, sehingga ia menjadi
tidak bersemangat
2022 • Pasien mampu menyelesaikan tugas akhirnya
• Pasien menjalani masa perkenalan dengan suaminya dan
meminta segera dipinang
• Pasien mulai bekerja dan merasa sangat bersemangat
• Pasien kembali melihat segerombolan orang berbaju merah
dan menjadi ketakutan
• Pasien tidak bersemangat bekerja, tetapi segera dinasihati
oleh suaminya

2023 • Pasien dan suami menginap di rumah orang tua pasien


sehingga ia merasa kurang nyaman
• Pasien menjadi gelisah, tidak dapat tidur, dan menjadi
mudah emosi
• Pasien kembali melihat segerombolan orang berbaju merah
yang hendak menyakiti dirinya
• Pasien gemar berdandan dan merasa dirinya merupakan
wanita paling cantik

9. Kesimpulan anamnesis
a. Pasien seorang wanita berusia 22 tahun dan sudah menikah. Pasien
beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Pasien bekerja sebagai
guru SD.
b. Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
(04/07/2023) dengan gelisah dan tidak bisa berdiam diri. Pasien juga
mengeluhkan tidak bisa tidur hingga 3 hari. Pasien merasa emosinya
sulit untuk dikendalikan. Selain itu pasien juga melihat ada
segerombolan orang berkulit hitam berbaju merah mengikutinya dan
hendak mencelakainya dirinya.
c. Pada awalnya, pasien sempat merasakan semangat yang begitu luar
biasa saat awal perkuliahan. Pasien merasa bebas dari tuntutan orang
tuanya. Kebutuhan tidur pasien menjadi menurun dan ia mulai
mencoba untuk menjalani kehidupan yang bebas. Namun karena
mengalami penolakan dari mantan pasangannya, ia menjadi sedih dan
mengurung diri. Ia mulai melihat segerombolan orang berbaju merah
mengikutinya dan pasien merasa ketakutan. Oleh karena itu, pasien
berencana untuk mengakhiri hidupnya pada tahun 2019. Kemudian
pasien dibawa oleh keluarganya untuk berobat di poli Jiwa dan
didiagnosis dengan bipolar.
d. Faktor yang menyebabkan pasien mengalami kondisi ini karena saat
kecil pasien merasa terkekang oleh orang tuanya dan sempat
menginap di rumah orang tuanya dalam 2 minggu ini. Selain itu pasien
juga merasa tidak menderita sakit apapun dan tidak rutin dalam
minum obat.
e. Saat ini keluarga pasien mengetahui kondisi pasien dan memberikan
support mengenai kondisinya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : Cukup
b. Kesadaran : E4M5V6/Compos Mentis
c. Tanda Vital
Tekanan darah : 126/78
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36.7°C
d. Antropometri
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 158 cm
e. Kepala : Mesocephal, rambut hitam tidak mudah rontok
f. Mata : Edema palpebral -/-, RC +/+ 3mm, CA -/-, SI -/-
g. Hidung : Napas cuping hidung (-/-), Discharge (-/-)
h. Mulut : Mukosa basah (+), Sianosis (-)
i. Telinga : Simetris, Discharge (-/-)
j. Leher : Pembesaran KGB (-/-), deviasi trakea (-)
k. Pulmo
Inspeksi : Simetris (+/+), retraksi (-/-), jejas (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan kiri seimbang, krepitasi (-/-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
l. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, kuat angkat
Auskultasi : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
m. Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)
n. Ekstremitas : Akral hangat (+/+//+/+), CRT < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PSIKIATRI


a. Kesan Umum : Perempuan, sesuai usia, cukup terawat
b. Pandangan : Hidup
c. Kesadaran : Compos Mentis
d. Orientasi W/T/O : Baik/baik/baik
e. Sikap : Kooperatif
f. Tingkah laku : Hiperaktif
g. Proses Pikir
Bentuk pikir : Non realistik
Isi pikir : Waham kejar (+)
Progresi pikir : Talkative
h. Gangguan persepsi: Halusinasi visual (+), Halusinasi auditorik (-)
i. Roman muka : Hipermimik, pipi chubby, jidat lebar
j. Afek : Luas
k. Mood : Hipertimik
l. Keserasian : Serasi
m. Perhatian : Mudah ditarik mudah dicantum
n. Hubungan Jiwa : Mudah dipahami
o. Gangguan memori: Amnesia retrograde/anterograde (-), paramesia (-)
p. Gangguan intelegensi: Baik
q. Tilikan : Tilikan 1

V. DIAGNOSIS BANDING
a. F30.2 Menia dengan Gejala Psikotik
b. F30.9 Gangguan Manik YTT
c. 31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : F31.2 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik
dengan gejala psikotik
Axis II : Ciri Kepribadian Narsistik
Axis III :-
Axis IV : Psikososial, Family support group
Axis V : GAF 30-21

VII. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
1) PO Frimania 2x200 mg
2) PO Aripiprazole 1x10 mg malam hari
3) PO Triheksilphenidyl 2x2 mg
4) PO Chlorpromazine 2x50 mg
b. Psikoterapi
1) Memotivasi pasien untuk patuh pengobatan.
2) Membantu pasien untuk membuka pikirannya dalam menghadapi
masalah kepada keluarga.
3) Memotivasi keluarga untuk membantu pengawasan minum obat.
4) Memberi penjelasan dan pengertian pada keluarga mengenai
gangguan yang diderita pasien
5) Menyarankan keluarga agar memberi suasana kondusif bagi
penyembuhan pasien dan memahami bahwa pasien butuh
pendampingan dan pengawasan yang lebih.
VIII. KESIMPULAN
a. Pasien seorang wanita berusia 22 tahun dan sudah menikah. Pasien
beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Pasien bekerja sebagai guru
SD. Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
(04/07/2023) dengan gelisah dan tidak bisa berdiam diri. Pasien juga
mengeluhkan tidak bisa tidur hingga 3 hari. Pasien merasa emosinya sulit
untuk dikendalikan. Selain itu pasien juga melihat ada segerombolan
orang berkulit hitam berbaju merah mengikutinya dan hendak
mencelakainya dirinya. Pada awalnya, pasien sempat merasakan
semangat yang begitu luar biasa saat awal perkuliahan. Pasien merasa
bebas dari tuntutan orang tuanya. Kebutuhan tidur pasien menjadi
menurun dan ia mulai mencoba untuk menjalani kehidupan yang bebas.
Namun karena mengalami penolakan dari mantan pasangannya, ia
menjadi sedih dan mengurung diri. Ia mulai melihat segerombolan orang
berbaju merah mengikutinya dan pasien merasa ketakutan. Oleh karena
itu, pasien berencana untuk mengakhiri hidupnya pada tahun 2019.
Kemudian pasien dibawa oleh keluarganya untuk berobat di poli Jiwa
dan didiagnosis dengan bipolar. Faktor yang menyebabkan pasien
mengalami kondisi ini karena saat kecil pasien merasa terkekang oleh
orang tuanya dan sempat menginap di rumah orang tuanya dalam 2
minggu ini. Selain itu pasien juga merasa tidak menderita sakit apapun
dan tidak rutin dalam minum obat. Saat ini keluarga pasien mengetahui
kondisi pasien dan memberikan support mengenai kondisinya.
b. Pada pasien sikap kooperatif. Tingkah laku hiperaktif. Roman muka
hipermimik. Afek luas. Perhatian pasien mudah ditarik mudah dicantum,
mood hipertimik. Bentuk pikir non realistik, isi pikir terdapat waham
kejar, progresi pikir talkative. Terdapat halusinasi visual, dengan
hubungan jiwa mudah dipahami. Tilikan derajat I.
Axis I : F31.2 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik
dengan gejala psikotik
Axis II : Ciri Kepribadian Narsistik
Axis II :-
Axis IV : Psikososial, Primay support group
Axis V : GAF 30-21

IX. DISKUSI
A. Definisi
Bipolar adalah gangguan berulang (minimal dua episode) berupa
terganggunya afek dan tingkat aktivitas pada waktu tertentu yang terdiri
dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania
dan hipomania) pada waktu lain berupa penurunan afek disertai
pengurangan energi dan aktivitas (depresi) (Tandijono & Diatri, 2020).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang
melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode
itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau
trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakkan
diagnosis) (Maslim, 2019).
B. Epidemiologi
Di Amerika, diperkirakan prevalensi bipolar adalah 1-2%. Bipolar
sering ditemukan pada rentang usia 19-45 tahun. Hasil dari National
Comorbidity Survey Replication (NCS-R) menunjukkan perkiraan
prevalensi untuk gangguan BP I (1%), gangguan BP II (1,1%), dan
2,1% untuk keseluruhan bipolar. Data prevalensi bipolar di Indonesia
masih belum ada (Tandijono & Diatri, 2020).
C. Patogenesis
Etiologi bipolar dipengaruhi oleh faktor biopsikososial. Berbagai
studi memperkirakan bipolar, khususnya BP I melibatkan gen yaitu
ANK3, CACNA1C, dan gen CLOCK. Selain itu, pada bipolar juga
terjadi perubahan kadar N-acetylaspartate, kolin, mionositol, dan
glutamat. Secara struktur, ditemukan penurunan substansia nigra di
korteks frontal, temporal, dan parietal. Di samping itu, penelitian juga
menunjukkan 20-66% pasien bipolar setidaknya mengalami satu
peristiwa stress yang independent dan perilaku mereka dalam 1-3 bulan
sebelum awitan episode mood. Faktor psikososial juga diketahui
menjadi penyebab utama kekambuhan pasien bipolar (Tandijono &
Diatri, 2020).
Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan bipolar. Faktor
risiko kuat diantaranya riwayat bipolar pada keluarga, riwayat
gangguan suasana perasaan <20 tahun, kejadia traumatis, riwayat
depresi sebelumnya, riwayat zat terlarang, riwayat gangguan ansietas.
Faktor risiko lemah yaitu obesitas dan penyakit kardiovaskular
(Tandijono & Diatri, 2020).

D. Klasifikasi
1. Bipolar Tipe I (BP I) → memenuhi minimal satu kali kriteria episode
mania dan minimal satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, campuran) di masa lampau
2. Bipolar Tipe II (BP II) → memenuhi satu episode hipomanik dan
satu kali depresi mayor tanpa episode manik

E. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis mania dan bipolar berdasarkan PPDJ II (Maslim,
2019).
F30.0 1. Derajat gangguan yang lebih ringan dari
Hipomania mania (F30.1), afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas,
menetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut-turut, pada suatu
derajat intensitas dan yang bertahan
melebihi apa yang digambarkan bagi
siklotimia (F34.0) dan tidak disertai
halusinasi atau waham
2. Pengaruh nyata atas kelancaran
pekerjaan dan aktivitas social memang
sesuai dengan diagnosis hipomania,
akan tetapi bila kekacauan itu berat atau
menyeluruh, maka diagnosis mania
(F301 atau F30.2) harus ditegakkan

F30.1 1. Episode harus berlangsung sekurang-


Mania tanpa Gejala kurangnya 1 minggu dan cukup berat
Piskotik sampai mengecaukan seluruh atau
hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial yang biasa dilakukan
2. Perubahan afek harus disertai dengan
energi yang bertambah sehingga terjadi
aktivitas berlebihan, percepatan dan
kebanyakan bicara, kebutuhan tidur
yang berkurang, ide-ide perihal
kebesaran/grandius ideas dan terlalu
optimistik

F30.2 1. Gambaran klinis merupakan bentuk


Mania dengan gejala mania yang lebih berat dari F30.1 (mania
Psikotik tanpa gejala psikotik)
2. Harga diri yang membumbung dan
gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran (delusion of
grandeur), iritabilitas dan kecurigaan
menjadi waham kejar (delusion of
persecution). Waham dan halusinasi
“sesuai” dengan keadaan afek tersebut
(mood-congrurent)

F31.0 1. Episode yang sekarang harus memenuhi


Gangguan Afektif Bipolar, kriteria hipomania (F30.0)
Episode Kini Hipomanik 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.1 1. Episode yang sekarang harus memenuhi


Gangguan Afektif Bipolar, kriteria mania tanpa gejala psikotik
Episode Kini Manik tanpa (F30.1)
Gejala Piskotik 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.2 1. Episode yang sekarang harus memenuhi


Gangguan Afektif Bipolar, kriteria mania dengan gejala psikotik
Episode Kini Manik (F30.2)
dengan Gejala Psikotik 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau
F31.3 1. Episode yang sekarang harus memenuhi
Gangguan Afektif Bipolar, kriteria depresif ringan (F32.0) ataupun
Episode Kini Depresif sedang (F32.1)
Ringan atau Sedang 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik,
atau campuran) di masa lampau

F31.4 1. Episode yang sekarang harus memenuhi


Gangguan Afektif Bipolar, kriteria depresif ringan berat tanpa gejala
Episode Kini Depresif psikotik (F32.2)
Berat tanpa Gejala 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu
Piskotik episode afektif lain (hipomanik, manik,
atau campuran) di masa lampau

F31.5 1. Episode saat ini harus memenuhi kriteria


Gangguan afektif bipolar, episode depresi berat dengan gejala
episode kini depresi berat psikotik (F32.3)
dengan gejala psikotik 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik,
atau campuran) di masa lampau

F31.6 1. Saat ini menunjukkan gejala hipomania,


Gangguan afektif bipolar, mania, dan atau depresi yang bercampur
episode kini campuran atau bergantian dengan cepat (dalam
beberapa jam atau hari)
2. Minimal ada satu episode mania,
hipomania, atau campuran sebelumnya
3. Berlangsung minimal dua minggu

F31.7 1. Saat ini dan beberapa bulan terakhir,


Gangguan efektif bipolar, pasien tidak mengealami gangguan
kini dalam remisi afektif yang nyata
2. Pernah mengalami sekurang-kurangnya
satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran)

F31.8
Gangguan afektif bipolar
lainnya
F31.9
Gangguan afektif bipolar
YTT
F. Diagnosis Banding
1. Gangguan suasana perasaan akibat penyebab organik. Terdapat
gejala lain seperti gangguan suasana perasaan yang dapat dibedakan
melalui pemeriksaan CT scan, MRI, tes fungsi trioid, dll
2. Penyalahgunaan zat terlarang. Riwayat pemakaian zat terlarang yang
bersifat stimulant (dapat dilakukan tes urin)
3. Depresi berat. Pasien tidak pernah mengalami episode manik atau
hipomanik
4. Distimia. Pasien tidak pernh mengalami episode manik atau
hipomani
5. Siklotimia. Gejala tidak lama atau parah
6. Gangguan Kepribadian. Tidak menimbulkan halangan melakukan
fungsi sehari-hari
7. ADHD. Muncul sebelum usia tujuh tahun dan dapat menetap hingga
dewasa. (Tandijono & Diatri, 2020).
G. Terapi

Pengobatan gangguan bipolar merupakan tantangan yang sulit


dikarenakan penyakit ini bersifat berulang, episodik dan heterogen
(Bauer, et al., 2013). Secara umum terapi bipolar berfokus pada
stabilisasi dengan tujuan pemulihan gejala mania atau depresi pada
pasien sehingga didapatkan mood yang stabil (eutimik). Fase
pemeliharaan bertujuan untuk mencegah kambuh, mengurangi gejala
subthreshold, meningkatkan fungsi sosial, mengurangi resiko bunuh
diri, dan ketidakstabilan mood (Geddes dan Mikowitz, 2013; Grande,
et al., 2013). Pengobatan kedua fase dapat menjadi sangat kompleks,
sebab perawatan untuk meringankan depresi dapat menyebabkan
mania, hipomania, atau frekuensi siklus menjadi lebih cepat
(didefinisikan sebagai empat atau lebih episode dalam 12 bulan) dan
perawatan untuk mengurangi mania dapat menyebabkan episode
depresi (Geddes dan Mikowitz, 2013).
Terapi utama untuk episode mania pada ganggun bipolar ialah agen
mood stabilizer atau antipsikotik, atau kombinasi keduanya.
Sedangkan, terapi utama yang digunakan untuk episode depresi pada
penderita bipolar ialah agen mood stabilizer atau antipsikotik tertentu.
Antidepresan dapat digunakan bersama mood stabilizer untuk
mengurangi resiko terjadinya perubahan suasana hati menjadi mania
dan setelah pasien gagal merespon terapi dengan mood stabilizer
(Chisholm-Burns, et al., 2016).
Berdasarkan Kemenkes (2015) penatalaksanaan gangguan afektif
bipolar sebagai berikut :
a. Terapi Gangguan Bipolar, Agitasi Akut
Injeksi
• Lini I
o Injeksi IM Aripiprazol, dosis adalah 9,75 mg/mL injeksi,
maksimum adalah 29,25mg/hari (tiga kali injeksi per hari
dengan interval dua jam).
o Injeksi IM Olanzapin, dosis 10 mg/injeksi, maksimum adalah
30 mg/hari. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam.
• Lini II
o Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang
setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
o Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dosis 20-30
mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik
b. Terapi Gangguan Bipolar, Episode Mania Akut
Oral
• Lini I
o Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin,
quetiapin XR, aripiprazol, litium atau divalproat+risperidon,
litium atau divalproat+quetiapin, litium atau
divalproat+olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol
• Lini II
o Karbamazepin, terapi kejang listrik (TKL),
litium+divalproat, paliperidon
• Lini III
o Haloperidol, klorpromazin, litium atau
divalproat+haloperidol, litium+karbamazepin, klozapin
o Tidak direkomendasikan Gabapentin, topiramat, lamotrigin,
risperidon+karbamazepin, olanzapin+karbamazepin
c. Terapi Gangguan Bipolar, Episod Depresi Akut
Oral
• Lini I
o Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau
divalproat+SSRI, olanzapin+SSRI, litium+divalproat
• Lini II
o Quetiapin+SSRI, divalproat, litium atau divalproat+
lamotrigin
• Lini III
o Karbamazepin, olanzapin, litium+karbamazepin, litium atau
divalproat+venlafaksin, litium+MAOI, TKL, litium atau
divalproat atau AA+TCA, litium atau divalproat atau
karbamazepin+SSRI+lamotrigin, penambahan topiramat.
o Tidak direkomendasikan Gabapentin monoterapi, aripiprazol
monoterapi
d. Terapi Rumatan pada Gangguan Bipolar I
• Lini I
o Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin,
quetiapin, litium atau divalproat+quetiapin, Risperidon
Injeksi Jangka Panjang (RIJP), penambahan RIJP,
aripiprazol.
• Lini II
o Karbamazepin, litium+divalproat, litium+karbamazepin,
litium atau divalproat+olanzapin, litium+risperidon, litium+
lamotrigin, olanzapin+fluoksetin
• Lini III
o Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan
ECT, penambahan topiramat, penambahan asam lemak
omega-3, penambahan okskarbazepin
o Tidak direkomendasikan Gabapentin, topiramat atau
antidepresan monoterapi
e. Terapi Gangguan Bipolar II, Episod Depresi Akut
• Lini I
o Quetiapin
• Lini II
o Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat +
antidepresan, litium + divalproat, antipsikotika atipik +
antidepresan
• Lini III
o Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang
mengalami hipomania)
f. Terapi Rumatan Gangguan Bipolar
• Lini I
o Litium, lamotrigin
• Lini II
o Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik +
antidepresan, kombinasi dua dari: litium, lamotrigin,
divalproat, atau antipsikotika atipik
• Lini III
o Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT.
o Tidak direkomendasikan Gabapentin
Mood stabilizer
Pilihan pertama yang digunakan dalam mengobati gangguan
bipolar ialah mood stabilizer seperti litium, divalproex,
karbamazepin dan lamotrigin. Dosis awal pemberian litium ialah
600-900 mg/hari dan biasanya diberikan dalam dosis terbagi.
Sedangkan, dosis awal divalproex yang digunakan biasanya 500-
1000 mg/hari (Chisholm-Burns, et al., 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Collins and McFarland (2008)
menyebutkan bahwa litium dapat menurunkan resiko percobaan
bunuh diri pada subjek penelitian. Pada percobaan yang sama,
ditemukan bahwa pasien gangguan bipolar yang menggunakan
divalproex memiliki resiko lebih tinggi melakukan percobaan bunuh
diri dibandingkan dengan pasien yang menggunakan litium. Secara
umum penggunaan litium dalam fase pemeliharaan lebih unggul
dibandingkan valproate dan lamotrigin.
Penggunaannya segera setelah muncul episode mania pertama
dapat meningkatkan efek jangka panjang (Kessing, 2015).
Penggunaan asam valproatee, lamotrigine dan antikonvulsan lain
sebagai mood stabilizer perlu diperhatikan sebab pengunaannya
dapat meningkatkan risiko bunuh diri (NIMH, 2012).
Antipsikotik
Semua antipsikotik atipikal memiliki beberapa efikasi untuk
gangguan bipolar karena adanya efek antimania. Antipsikotik yang
digunakan diantaranya risperidone, olanzapine, quetiapine,
ziprasidone, aripiprazole, lurasidone dan asenapine (Chisholm-
Burns, et al., 2016; Mitchell, et al., 2009). Monoterapi olanzapine
efektif dan relatif aman dalam mengobati pasien yang tidak
merespon serta tidak toleran terhadap litium, asam valproatee
dan/atau karbamazepin, serta dua atau lebih antipsikotik., namun
perlu diperhatikan efek samping dari olanzapine terutama saat dosis
yang digunakan lebih dari 20 mg/hari (Chen, et al., 2011).
Studi yang dilakukan oleh Keck, et al (2009) menyatakan bahwa
aripiprazole efektif digunakan dalam pengobatan pasien dengan
bipolar mania akut dan dapat ditoleransi dengan baik. Dosis yang
direkomendasikan untuk terapi gangguan bipolar adalah 20-30
mg/hari (Chisholm-Burns, et al., 2016). Pada sebuah studi
randomized control trial menyebutkan bahwa risperidone memiliki
efikasi lebih tinggi dibandingkan litium dan divalproex sodium bila
digunakan sebagai terapi awal episode mania atau episode campuran
pada gangguan bipolar I pada pasien pediatrik dan dewasa dengan
dosis efektif harian 0,5- 2,5 mg dan 3-6 mg, namun risperidone
memiliki efek metabolik yang lebih serius (Geller, et al., 2012; Hass,
et al., 2009).
Antipsikotik lain yang sering digunakan ialah quetiapine.
Penggunaannya bersama dengan litium atau divalproex pada fase
pemeliharaan memiliki efek yang menguntungkan dan berkaitan
dengan penurunan waktu kambuh dari episode mood. Penggunaan
quetiapine extended-release telah dibuktikan efektif mengatasi
gejala depresi dalam 3 hari pertama pengobatan (Porcelli, et al.,
2014; Suppes, et al., 2009).
Antidepresan
Penggunaan antidepresan sebagai monoterapi berkaitan dengan
peningkatan resiko episode mania pada pasien bipolar. Namun, tidak
terdapat adanya resiko episode mania pada pasien yang
menggunakan antidepresan bersamaan dengan mood stabilizer
(Viktorin, et al., 2014). Antidepresan trisiklik seperti imipramine dan
despiramine memiliki tingkat respon setara atau lebih rendah dari
komparatornya seperti fluoxetine, paroxetine dan bupropion.
Namun, terapi dengan antidepresan trisiklik berkaitan dengan
peningkatan perubahan episode mood menjadi mania atau
hipomania. Penggunaan MAOI aksi ganda (seperti venlafaxine,
duloxetine dan amitriptilin) memiliki resiko terjadinya perubahan
mood menjadi mania yang lebih besar dibandingkan obat aksi
tunggal (terutama SSRI) (American Psychiatric Association, 2010;
Goodwin, et al., 2016).

Tabel Ringkasan Farmakoterapi Gangguan Afektif Bipolar


(Wells, BG., et al. 2015)
Nama Generik Dosis Awal Dosis yang biasa digunakan
Litium
Litium Karbonat 300 mg 2x sehari 900-2.400 mg/hari dalam 2
atau 4 dosis terbagi, lebih
Litium Sitrat
disukai dengan makanan
Antikonvulsan (Disetujui FDA)
Divalproex sodium 250-500 mg 2x 750-3.000 mg/hari (20-
Asam valproate 60mmg/kg/hari) 1x sehari
sehari
atau dosis terbagi
Lamotrigin 25 mg/hari 50-400 mg/hari dalam dosis
terbagi. Dosis harus
ditingkatkan perlahan
(contoh: 25 mg/hari selama 2
minggu, kemudian
ditingkatkan 50 mg/hari
dalam interval mingguan
hingga 200 mg/hari)
Carbamazepine 200 mg 2x sehari 200-1.800 mg/hari dalam 2-4
dosisi terbagi
Atipikal Antipsikotik
Aripiprazole 10-15 mg/hari 10-30 mg/hari 1x sehari
Asenapine 5-10 mg 2x sehari 5-10 mg/hari sublingual
sublingual
Olanzapine 2,5-5 mg 2x sehari 5-20 mg/hari 1x sehari atau
dalam dosis terbagi
Olanzapine + 6 mg olanzapine + 6-12 mg olanzapine + 25-50
25 mg mg fluoxetine/hari
Fluoxetine
fluoxetine/ hari
Quetiapine 50 mg 2x sehari 50-800/hari dalam dosis
terbagi atau 1x sehari setelah
stabil
Risperidone 0,5-1 mg 2x sehari 0,5-6 mg/hari 1x sehari atau
dalam dosis terbagi
Ziprasidone 40-60 mg 2x sehari 40-160 ,g/hari dalam dosis
terbagi.
Diminum bersama makanan
Benzodiazepine
Dosis harus disesuaikan
perlahan naik dan turun sesuai dengan respond dan efek samping

H. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya,
Cognitive Behavioural Therapy (CBT), terapi keluarga, terapi
interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk
terapi psikologi atau psikososial lainya. Intervensi psikososial sangat
perlu untuk mempertahankan keadaan remisi (Kemenkes, 2015). Salah
satu pilihan intervensi psikososial adalah dengan terapi dzikir.
Berdasarkan penelitian Triswidiastuty (2019) terapi dzikir efektif
dalam menurunkan simptom bipolar episode depreso. Secara analisis
kuantitatif, terdapat penurunan skor Bipolar Depression Rating scale
(BDRS) pada pasien bipolar dimana materi – materi yang disampaikan
mengenai dzikir dan praktek dzikir yang telah dilakukan dapat
menurunkan perasaan depresi, rasa bersalah, gangguan tidur, gangguan
makan, gejala psikotik, ide untuk bunuh diri, dan gejala depresi lainnya.
Selain itu dzikir dapat menimbulkan perasaan tenang, damai, dan
menurunkan rasa khawatir pada subjek.
I. Komorbid
Gangguan mental yang terjadi bersamaan adalah hal yang umum,
dengan gangguan yang paling sering terjadi adalah gangguan
kecemasan (mis., serangan panik, gangguan kecemasan sosial [fobia
sosial], fobia spesifik), terjadi pada sekitar tiga perempat individu;
ADHD, setiap gangguan, impuls- kontrol, atau gangguan perilaku
(misalnya, gangguan eksplosif intermiten, oposisi gangguan
menantang, gangguan perilaku), dan gangguan penggunaan zat apa pun
(mis., gangguan penggunaan alkohol)terjadi pada lebih dari separuh
individu dengan gangguan bipolar I. Orang dewasa dengan gangguan
bipolar I memiliki tingkat tinggi kondisi medis yang terjadi bersamaan
yang serius dan/atau tidak diobati. Sindrom metabolik dan migrain
lebih sering terjadi pada individu dengan gangguan bipolar daripada di
populasi umum. Lebih dari separuh individu yang gejalanya bertemu
kriteria untuk gangguan bipolar memiliki gangguan penggunaan
alkohol, dan mereka yang memiliki kedua gangguan tersebut berada
pada risiko yang lebih besar untuk percobaan bunuh diri (APA, 2013).
Gangguan bipolar II lebih sering dikaitkan dengan satu atau lebih
mental yang terjadi bersamaan gangguan, dengan gangguan kecemasan
yang paling umum. Sekitar 60% individu dengan gangguan bipolar II
memiliki tiga atau lebih gangguan mental yang terjadi bersamaan; 75%
memiliki gangguan kecemasan; dan 37% memiliki gangguan
penggunaan zat. Anak-anak dan remaja dengan gangguan bipolar II
memiliki tingkat gangguan kecemasan yang terjadi bersamaan lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka dengan gangguan bipolar I, dan
gangguan kecemasan paling sering mendahului bipolar kekacauan.
Kecemasan dan gangguan penggunaan zat terjadi pada individu dengan
bipolar II gangguan pada tingkat yang lebih tinggi daripada populasi
umum. Sekitar 14% individu dengan gangguan bipolar II memiliki
setidaknya satu gangguan makan seumur hidup, dengan gangguan pesta
makan lebih umum daripada bulimia nervosa dan anoreksia nervosa.
Gangguan yang sering terjadi bersamaan ini tampaknya tidak mengikuti
perjalanan penyakit itu benar-benar independen dari gangguan bipolar,
melainkan memiliki asosiasi yang kuat dengan keadaan suasana hati.
Misalnya, kecemasan dan gangguan makan cenderung diasosiasikan
dengan gejala depresi, dan gangguan penggunaan zat cukup terkait
dengan manik gejala (APA, 2013).
J. Prognosis
Prognosis gangguan bipolar I lebih buruk bila dibandingkan
dengan gangguan depresi mayor. Sekitar 40%-50% pasien dengan
gangguan bipolar I mengalami kekambuhan dalam dua tahun setelah
episod pertama. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak
mengalami kekambuhan. Sebanyak 45% mengalami lebih dari satu
episode dan 40% menjadi kronik. Prognosis gangguan bipolar II belum
begitu banyak diteliti. Diagnosisnya lebih stabil dan merupakan
penyakit kronik yang memerlukan terapi jangka panjang (Kemenkes,
2015). Risiko bunuh diri pada individu dengan gangguan bipolar
diperkirakan setidaknya 15 kali lipat dari populasi umum. Faktanya,
gangguan bipolar dapat mencapai seperempatnya dari semua kasus
bunuh diri. Riwayat percobaan bunuh diri di masa lalu dan persentase
hari yang dihabiskan untuk depresi dalam satu tahun terakhir dikaitkan
dengan risiko percobaan atau penyelesaian bunuh diri yang lebih besar
(APA, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 2010. Practice guideline for the treatment of
patients with bipolar disorder second edition. Available online at
https://psychiatryonline.org/pb/assets/raw/sitewide/practice_guidelines/guid
elines/bipolar.pdf [Accessed at July,7th 2023].
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fifth Edition DSM-5TM. Washington DC: American
Psychiatric Publishing.
Bauer, M., et al. 2013. Drug Treatment Patterns in Bipolar Disorder: Analysis of
Long-term Self-reported Data. International Journal of Bipolar Disorders,
1(5): 1-8.
bipolar I mania: A randomized, double-blind, placebo- and lithiumcontrolled
Chisholm-Burns, MA., et al. 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth
Edition. New York: McGraw-Hill Education.
Collins, JC and BH McFarland. 2008. Divalproex, lithium and suicide among
Medicaid patients with bipolar disorder. Journal of Affective Disorder, 107:
23–28.
Geddes, JR and DJ Mikowitz. 2013. Treatment of Bipolar Disorder. The Lancet,
381(9878): 1672-1682.
Geller, B., et al. 2012. A Randomized Controlled Trial of Risperidone,Lithium, or
Divalproex Sodium for Initial Treatment of Bipolar I Disorder, Manic or
Mixed Phase, in Children and Adolescents. Arch Gen Psychiatry, 69(5): 515-
528.
Goodwin, GM., et al. 2016. Evidence-based guidelines for treating bipolar
disorder: Revised third edition recommendations from the British Association
for Psychopharmacology. Journal of Psychopharmacology, 30(6): 495-553.
Grande, I., et al. 2013. Patterns of Pharmacological Maintenance Treatment in A
Community Mental Health Services Bipolar Disorder Cohort Study (SIN-
DEPRES). International Journal of Neuropsychopharmacology, 16: 513-523.
Haas, M., et al. 2009. Risperidone for the treatment of acute mania in children and
adolescents with bipolar disorder: a randomized, double-blind,
placebocontrolled
Keck, PE., et al. 2009. Aripiprazole monotherapy in the treatment of acute
Kessing, LV. 2015. Treatment Options in Bipolar Disorder: Lessons from
Population-Based Registers with Focus on Lithium. Curr Treat Options
Psych, 2(3): 218-228.
Maslim, R. 2019. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, DSM-5, ICD-11. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unila
Atmajaya.
Mitchell, PB, et al. 2009. Recent progress in the pharmacotherapy of bipolar
disorder. Future Neurol, 4(4): 493- 508.
NIMH. 2012. Bipolar Disorder in Adult. Available online at
https://infocenter.nimh.nih.gov/pubstatic/NIH%2012-3679/NIH%2012-
3679.pdf [Accessed at July, 7th 2023].
Porcelli, S., et al. Quetiapine Extended Release Preliminary Evidence of a Rapid
Onset of the Antidepressant Effect in Bipolar Depression. Journal of clinical
Psychopharmacology, 34(3): 303-306. study. Bipolar Disorder, 11: 687-700.
study. Journal of Affective Disorder, 112: 36 – 49
Suppes, T., et al. 2009. Maintenance Treatment for Patients with Bipolar I Disorder:
Results from a North American Study of Quetiapine in Combination with
Lithium or Divalproex (Trial 127). Am J Psychiatry, 166: 476-488.
Tandijono, P., Diatr, H. 2020. Kapital Selekta Kedokteran Jilid II Edisi V:
Gangguan Suasana Perasaan. Jakarta: media Aesculapius.
Triswidiastuty, S, Rusdi, A., Rumiani. 2019. Penurunan Simptom Depresi Ada
Pasien Bipolar Menggunakan Terapi Dzikir: Intervensi Klinis. Jurnal
Psikologi Sains dan Profesi (Journal Psychology of Science and Profession).
Vol. 3, No. 1, April 2019: 43-48
Viktorin, A., et al. 2014. The risk of switch to mania in patients with bipolar
disorder during treatment with an antidepressant alone and in combination
with a mood stabilizer. Am J Psychiatry, 171(10): 1067 – 1073.
Wells, BG., et al. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York:
McGraw-Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai