STATUS PSIKIATRI
EPISODE DEPRESI SEDANG TANPA GEJALA PSIKOTIK
Disusun Oleh :
NADIRA NURSANDI
1102013202
Pembimbing :
dr. Suzy Yusnadewi Sp.KJ
NIM : 1102013202
Tanggal : ............................
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Tempat/Tgl. lahir : 25 12 1998
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Status perkawinan : Belum Menikah
Bangsa/Suku : Indonesia/ Batak
Alamat :
Dokter yang merawat : Dr.dr.Suzy Yusna Dewi, SpKJ (K)
Masuk RS tanggal : 26 Oktober 2017
Ruang perawatan : Bangsal Anak dan Remaja
Rujukan/datang sendiri/keluarga : Datang diantar keluarga (Ayah dan Ibu)
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang diantar oleh Ayah dan ibunya karena berteriak- teriak, mengamuk
dan mengancam bunuh diri dan keluarganya sejak kurang lebih 4 jam SMRS.
Tingkat
Keparahan
Waktu
Gangguan
4. Riwayat Pendidikan
Pasien masuk TK saat usia 4 tahun, menurut ibu pasien , pasien tidak mengalami
kesulitan dalam belajar disekolah. Pasien kemudian masuk SD dan mendapat nilai
yang cukup baik menurut pengakuan ibu pasien. Saat SD pernah terdapat tes IQ di
sekolah, dan hasilnya pasien memiliki IQ 100. Pasien masuk ke SMP, menurut ibu
pasien, selama di SMP anaknya memang bukan tergolong anak yang pintar di
sekolahnya. Pasien kemudian masuk SMA dan mengatakan pernah sekali hampir
tinggal kelas dan hampir selalu peringkat terakhir dikelas, namun saat ditanyakan
pada ibu pasien, ibu pasien mengatakan anaknya selalu mendapat nilai cukup
bagus. Pasien kemudian masuk STAN yang baru dalam tahap pengenalan lalu
pasien memutuskan tidak hadir selama 3 minggu karena merasa tidak sanggup dan
tidak suka dengan sistem STAN yang semi militer. Pasien menganggap tindakan
yang dilakukan padanya adalah pembully-an dan pasien tidak senang jika harus
disuruh-suruh oleh senior.
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien belum pernah bekerja.
7. Kehidupan perkawinan/psikoseksual
Pasien belum pernah menikah.
Keterangan:
Pasien Perempuan Laki- laki
: Meninggal dunia
: Tinggal serumah
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama ayah,
ibu,dan kakaknya. Tidak ada keluarga dengan kondisi serupa.
2. Kesadaran
a. Kesadaran neurologik : compos mentis
b. Kesadaran psikiatrik : terganggu
5. Pembicaraan :
Cara berbicara : spontan,volume dan intonasi cukup, artikulasi jelas.
Gangguan berbicara: Tidak terdapat hendaya bicara.
b. ALAM PERASAAN
1. Mood : hipotim
2. Afek : luas
3. Keserasian : serasi
c. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada
d. FUNGSI INTELEKTUAL
1. Taraf pendidikan : STAN jurusan bea cukai
2. Pengetahuan umum : Baik
3. Kecerdasan : Cukup (pasien hampir selalu peringkat terakhir)
4. Konsentrasi : Baik
5. Perhatian : Baik
6. Orientasi :
a. Waktu : Baik (Pasien dapat membedakan pagi, siang dan malam hari)
b. Tempat: Baik (Pasien mengetahui dirinya sekarang berada di RSJSH)
c. Orang : Baik (Pasien mengetahui sedang diwaancarai oleh siapa)
7. Daya ingat:
e. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : cukup ide
b. Kontinuitas : koheren
c. Hendaya bahasa : tidak ada
2. Isi pikir
a. Waham : Tidak ada
b. Preokupasi : Tidak ada
c. Obsesi : Tidak ada
d. Fobia : Tidak ada
f. PENGENDALIAN IMPULS
Baik. Saat wawancara pasien tampak tenang.
g. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Tidak tertanggu
2. Uji daya nilai : Tidak tertanggu
3. Daya nilai realitas : Tidak tertanggu
h. TILIKAN
Derajat 5 Mengetahui dirinya sakit dan penyebabnya namun tidak merasa perlu
minum obat
i. RELIABILITAS
Dapat dipercaya
A. STATUS INTERNUS
Keadaan umum:
o Kesan gizi : cukup
o Kesadaran : compos mentis
Tanda vital:
o Tekanan darah : 110/80
o Nadi : 70 x/menit
o Suhu : 36,50C
o Pernapasan : 20 x/menit
Kulit : kecoklatan, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, kelembaban normal
Kepala : normosefal, rambut hitam , distribusi merata, tidak mudah rontok
Mata : pupil bulat, isokor, simetris, refleks cahaya +/+, konjungtiva anemis -
/-, sklera ikterik -/-
Hidung : bentuk normal, septum deviasi (-), sekret -/-
Telinga : normotia, nyeri tekan -/-, radang -/-
Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), tonsil T1/T1, tonsil/faring
hiperemis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid.
Paru:
o Inspeksi: bentuk dada simetris, retraksi (-)
o Palpasi: gerakan dada simetris
o Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi: suara napas vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
o Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
o Palpasi: ictus cordis teraba
o Perkusi: batas jantung DBN
o Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Inspeksi: bentuk datar
o Palpasi: supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
o Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen
o Auskultasi: bising usus (+3)
Ekstremitas: akral hangat, udem (-), CRT < 2 detik,oedem (-)
B. STATUS NEUROLOGIK
Saraf kranial : dalam batas normal
Refleks fisiologis : dalam batas normal
Refleks patologis : tidak ada
Motorik : tidak terganggu
Sensibilitas : dalam batas normal
Fungsi luhur : tidak terganggu
Gejala EPS : akathisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), resting
tremor (-), distonia (-), tardive diskinesia (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah dalam batas normal.
Pasien datang ke IGD RS Jiwa Soeharto Heerdjan diantar oleh Ayah dan
ibunya karena berteriak teriak , mengamuk dan hendak bunuh diri sejak 4 hari
SMRS, namun sejak 1 hari SMRS gejala bertambah parah. Hal ini terjadi semenjak
pasien mendapat pengumuman bahwa ia tidak dapat melanjutkan pendidikannya
karena sudah menyalahi aturan dengan tidak datang selama 3 minggu. Pasien
mengatakan ia sangat stress, karena pendidikan ini adalah hal yang sangat
diimpikannya. Hanya saja ia tidak menyukai sistem pendidikan tersebut yang berbasis
militer, sehingga pasien merasa minder dan tidak kuat dan akhirnya memutuskan
untuk tidak masuk pendidikan selama 2 minggu, melihat hal tersebut orangtua pasien
yang khawatir mengadukan hal tersebut kepada sekolah, namun hal itu ternyata
membuat pasien semakin tertekan. Pasien mengatakan hal ini semakin besar dan
teman teman serta seniornya akan marah dan semakin tidak menyukainya. Akhirnya
pasien memutuskan untuk tidak masuk pendidikan sampai 3 minggu lamanya.
Saat ini pasien mengaku sering termenung dan berdiam diri dikamar untuk
bermain game. Pasien mengaku tidak tahu harus melakukan apalagi, ia merasa malu
dan tidak mau bertemu orang lain karna ia gagal dalam menempuh pendidikannya
tersebut. Pasien menyangkal mendengar bisikan-bisikan dan menyangkal pernah
merasa senang yang berlebihan.
Saat 4 tahun pasien masih sering bermain dengan anak-anak sebaya nya namun
tidak pernah mengenalkan kepada keluarga dan jarang berkomunikasi dengan
keluarga. Pasien juga mengalami kesulitan dalam belajar di sekolah namun masih
naik kelas. Saat kelas 5 SD, dilakukan tes IQ, dan hasilnya pasien memiliki IQ 100.
Saat SMA pasien hampir selalu peringkat terakhir dan pernah hamir tinggal kelas
karena berkelahi dengan gurunya.
Sekarang pasien sudah dirawat di bangsal anak dan remaja selama 4 hari Pasien
tampak lebih tenang namun sesekali pernah melawan jika ada kegiatan di ruang
bangsal dan tampak sedih masih belum dapat menerima pernyataan. Kooperatif saat
di wawancara. Pada pemeriksaan pskiatri dan fisik didapatkan : kesadaran neurologis
kompos mentis, status generalis dan neurologis dalam batas normal, kesadaran
psikiatri pasien terganggu, mood hipotim, dengan afek luas, serasi. Halusinasi, ilusi,
depersonalisasi dan derealisasi tidak ada. Produktivitas cukup, kontinuitas koheren
dan hendaya bahasa tidak ada. Pengendalian impuls baik. Daya nilai dan uji daya nilai
social pasien dan RTA tidak terganggu, tilikan derajat 5, reabilitas dapat dipercaya.
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Pada pemeriksaan status mental tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai
realita, sehingga didiagnosis gangguan jiwa non psikotik.
Aksis III : Tidak ada (tidak ada gejala fisik, dan pemeriksaan penunjang dalam batas
normal).
GAF HLPY : 90 81
IX. PROGNOSIS
- Quo vitam : Ad bonam (tidak ada kondisi yang mengancam nyawa pasien)
- Quo functionam : Dubia Ad Bonam (karena terdapat factor yang memperberat
yaitu adanya keterlambatan pengobatan, awitan pada usia
muda, perilaku menarik diri, riwayat melakukan tindakan
penyerangan )
- Quo sanationam : Ad bonam (jika pasien meminum obat dengan dosis yang
tepat sehingga gejalanya akan terkontrol dan tidak mengalami
eksaserbasi)
XII. TERAPI
- Rawat inap
o Indikasi: pasien mengamuk hendak bunuh diri dan mengancam membunuh
sehingga membahayakan orang di sekitar
- Medikamentosa:
o Oral:
1. Fridep 1x1 tab (setralin)
Sertraline adalah obat dengan fungsi untuk mengobati depresi, serangan
panik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca-trauma, gangguan
kecemasan sosial (fobia sosial), dan bentuk parah sindrom pramenstruasi
(premenstrual dysphoric disorder).
Obat ini dapat meningkatkan mood, tidur, nafsu makan, dan tingkat energi
Anda dan dapat membantu memulihkan minat Anda dalam kehidupan sehari-hari.
Obat ini dapat menurunkan rasa takut, kecemasan, pikiran yang tidak diinginkan,
dan sejumlah serangan panik. Obat ini juga dapat mengurangi dorongan untuk
melakukan tugas-tugas berulang (dorongan seperti mencuci tangan, penghitungan,
dan memeriksa) yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Sertraline dikenal
sebagai serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Ia bekerja dengan membantu
mengembalikan keseimbangan zat alami tertentu (serotonin) di otak.
2. Risperidon 2x1/2 tab
Risperidone adalah obat dengan fungsi untuk mengatasi gangguan
mental/mood tertentu, seperti schizophrenia, gangguan bipolar, dan iritabilitas yang
berhubungan dengan gangguan autis. Pengobatan ini dapat membantu Anda untuk
berpikir jernih dan beraktivitas normal dalam kehidupan sehari-hari. Risperidone
termasuk dalam golongan obat yang disebut jenis antipsikotik. Obat ini bekerja
membantu memperbaiki keseimbangan substansi alami tertentu pada otak.
Pemberian risperidon dosis rendah sebagai terapi tambahan pada pasien
dengan depresi baik terhadap pengobatan standar secara bermakna memperbaiki
gejala dan derajat depresi serta meningkatkan respon terhadap terapi. Pemberian
risperidon sebagai terapi tambahan meningkatkan kualitas hidup pasien dan tidak
disertai dengan peningkatan efek samping. Penelitian lanjutan perlu dilakukan
untuk menentukan dosis efektif dan lama terapi risperidone sebagai terapi
tambahan pada pasien dengan depresi.
3. Ativan 1x1 im (lorazepam)
Lorazepam adalah obat dengan fungsi untuk mengobati kecemasan.
Lorazepam termasuk dalam kelas obat yang dikenal sebagai benzodiazepin yang
bekerja pada otak dan saraf (sistem saraf pusat) untuk menghasilkan efek
menenangkan. Obat ini bekerja dengan meningkatkan efek dari kimia alami
tertentu dalam tubuh (GABA). Obat ini juga dapat digunakan untuk mengurangi
gejala sakaw alkohol, untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi, dan
kesulitan tidur (insomnia).
- Non-medikamentosa:
Psikoedukasi:
o Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dialami
pasien, rencana terapi, efek samping pengobatan, dan prognosis penyakit.
o Mengingatkan pasien dan keluarga tentang pentingnya minum obat sesuai
aturan dan bila nantinya keluar dari RS harus datang kontrol ke poli secara
rutin.
o Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan membantu
keadaan pasien.
o Menjelaskan pada orangtua agar tidak berbeda dalam sistem pengajaran. Jika
ayah bilang iya, maka ibu juga. Ibu pasien harus lebih tegas dan tidak
mengaminkan segala keinginan pasien.
Psikoterapi
Sosioterapi :
S O A P
I. DEFINISI
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah
gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang
terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam
fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri
(gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku,
dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan
atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 2,3
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-
TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi
gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang
terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang
signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang
paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.
II. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dari Major Depressive Disorder (MDD) adalah
1,6-3,1 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan insiden yang
besar di Amerika dan Eropa Barat. Episode depresi meningkat karena perbedaan hormonal
pada saat haid dan menopause, stress psikososial, dan kelahiran anak.1,5
Berdasarkan usia, Populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun dengan
rata-rata usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan bahwa usia yang
lebih muda onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu dengan depresi memiliki
episode depresi pertama kali pada usia 20 tahun, 50 % episode pertama antara usia 20 sampai
50 tahun, dan 10% setelah usia 50 tahun.1,5
III. KLASIFIKASI
Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10 Termasuk
dalam bagian F30-F39, yakni:
F32 Episode depresif
o F32.0 Episode ddepresif ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.1 Episode depresif sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
o F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
o F32.8 Episode depresif lainnya
o F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan depresif berulang
o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala
psikotik
o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
o F34.0 Siklotimia
o F34.1 Distimia
o F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya
o F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya
o F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya
.00 Episode afektif campuran
o F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
o F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya YDT
F39 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT
IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan
oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada
dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan
MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi
molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama
pada modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan neurobiology.
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih
besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengn MDD, dengan onset umur dan
depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari
mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya
kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi.
Studi anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot,
memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko
penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik
antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari
berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.1
Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama
50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja
antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari
defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps.
Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang
meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun,
teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena
kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan
kembali. Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan
bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada
MDD.
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui
dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor
pelepasan kortikotropin / hormon (CRF / CRH) meningkatkan sekresi hormon
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors
beta-dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas
sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan MDD dikaitkan dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur
utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi
telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography
digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan
beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada
kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur
adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi
relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran
pathoogenetic untuk gangguan tidur pada MDD.
Neuropsikologi
o Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar.
Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan
pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti
pemilihan strategi dan pemantauan performa.
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur
neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan
ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan
episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.
o Lingkungan dan kejadian kehidupan
Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode
depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti
kekerasan pada anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk
adalah stres yang paling umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan
bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma dapat mengakibatkan
gangguan sistem biologik pada depresi.
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian
saat hidup dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres
tidak terdapat resiko dalam menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor
genetik yang rendah., tetapi kejadian saat hidup dapat meningkatkan resiko
depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada depresi.
V. GEJALA
o Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya
dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi
berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas
normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa
menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya
memperlihatkan respon emosional yang buruk.1
o Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan
sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood
yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi,
dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah
tangga.
o Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik
adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal
insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah
malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam
hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi,
hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi
pada pasien depresi.1
o Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti
sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan
bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat,
aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu.
Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana
pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti
berjalan di air.
o Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang
umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering
salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab
kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi.
Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul
kembali.1
o Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal
yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya
menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan
kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.
o Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam
makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa
pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya
harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri
dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan
olahraga akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic.
Perubahan berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.
o Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada
fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada
depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya
gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana
pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga
dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi,
tidak dapat duduk diam).
o Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh
diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri
tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan
hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk
melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat
perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya
karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat
awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain
gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti
apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.
o Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum
pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam
kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah
yang sering terlihat. Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari,
dapat muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan
harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan
keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik,
seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.
VI. DIAGNOSIS
DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/
major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.
MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor
(Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang
sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari
waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang
signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat
disingkirkan.
1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk
hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap
keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat
Gejala Lainnya
4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan
bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode
depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan
dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis
bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu
yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau
manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu
gangguan bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik,
gambaran atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode
kekambuhan. Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena
pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal mereka
menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari
pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang penting
untuk dapat mendiagnosis.
VIII. PROGNOSIS
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps terjadi
pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58% akan relaps
setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang
terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi terdahulu memiliki 70%
kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga
memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan prodres dari penyakitnya, interval
antara episode depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi
lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis meunjukkan gejala yang
bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan sembuh
dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau
menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40%
mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi
tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi menalami episode depresi mayor.
Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh,
bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi
medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari
episode depresi mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran
yang mengindikasikan kepada gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indicator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat
kekambuhan pada individu dengan depresi.
IX. TERAPI
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah
terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi
ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi.
Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk
pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi.
Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat,
komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.
Farmakoterapi
Anti depresi
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja ganda
yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine Oxidase Inhibitors
(MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh Monoamine oxidase A
atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain mengantagonis kerja autoreseptor 2-
adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya pelepasan norepinefrin, mengantagonis
reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau keduanya.
Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang fungsinya
untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik. Lithium baik
dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk pasien dengan depresi
mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping menginduksi
Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun penurunan dosis
secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti asam
valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati episode mania
dalam kasus bipolar.
Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan haloperidol
menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal (clozapine,
olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole) berperan sebagan
antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan
antidepresan digunakan untuk mengobati depresi dengan fitur-fitur psikotik. Atipikal
antipsikotik memberikan efek samping parkinsonisme, akathisia dan diskinesia
Psikologi Terapi 2,4,7,9
Behaviour therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan terapi
yang dipusatkan pada keadaan disini dan sekarang, yang memandang individu sebagai
pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam
proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi
masalahnya dan dengan pemahaman yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk
mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau bicara
sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang dialami. Pikiran
pikiran negative tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran pasien,
apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi
kognitif tersebut perilaku maladaptive yang menambah berat masalahnya.
Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah
interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasarkan atas
kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan
untuk membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih
mengenali pikiranya, dan mendorong untuk menggunakan ketrampilan,
menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang
maladaptive.
Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas interpretasi
dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses terapi.
Interpersonal Therapy
Terapi interpersonal:
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak
lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya.
Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.
Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan
tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau
penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar tercapai
kembali keadaan seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita harus
secepatnya membina hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti peran
psikodinamik dan hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan
yaitu reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita
ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk mencegah
terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.
KESIMPULAN
Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami gangguan
depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik, kogintif serta
motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu timbulnya gangguan
depresi mayor satu episode dan depresi mayor barulang. Apabila hal tersebut terjadi maka itu
akan lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri. Insiden tinggi pada
perempuan dan bersarkan usia rata-rata pada usia 27 tahun.
Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi biologis
karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya neurotransmitter, dari sisi
psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap timbulnya
depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung
berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan
ketakwaan.
DAFTAR PUSTAKA