Anda di halaman 1dari 49

LONG CASE

STATUS PSIKIATRI
EPISODE DEPRESI SEDANG TANPA GEJALA PSIKOTIK

Disusun Oleh :
NADIRA NURSANDI
1102013202
Pembimbing :
dr. Suzy Yusnadewi Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEJIWAAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN GROGOL
JAKARTA
2017
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA

Nama : Nadira Nursandi Tanda Tangan

NIM : 1102013202

Tanggal : ............................

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

-----

Dokter Pembimbing : dr. Suzy Yusnadewi Sp.KJ ............................

Nama Pasien (Inisial) : An. N


Nama Dokter yang merawat : dr. Suzy Yusnadewi Sp.KJ
Masuk RS pada tanggal :26 Oktober 2017
Rujukan/datang sendiri/keluarga : Keluarga
Riwayat perawatan : terlampir di bawah

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Tempat/Tgl. lahir : 25 12 1998
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Status perkawinan : Belum Menikah
Bangsa/Suku : Indonesia/ Batak
Alamat :
Dokter yang merawat : Dr.dr.Suzy Yusna Dewi, SpKJ (K)
Masuk RS tanggal : 26 Oktober 2017
Ruang perawatan : Bangsal Anak dan Remaja
Rujukan/datang sendiri/keluarga : Datang diantar keluarga (Ayah dan Ibu)

II. RIWAYAT PSIKIARTIK


Autoanamnesis :
Tanggal 27 Oktober 2017, pukul 10.00 WIB, di Bangsal Anak dan Remaja Rumah
Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan
Tanggal 30 Oktober 2017, pukul 11.00 WIB, di Bangsal Anak dan RemajaRumah
Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan
Alloanamnesis :
Tanggal 30 Oktober 2017, pukul 12.00 WIB di Bangsal Anak dan Remaja Rumah
Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan

A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang diantar oleh Ayah dan ibunya karena berteriak- teriak, mengamuk
dan mengancam bunuh diri dan keluarganya sejak kurang lebih 4 jam SMRS.

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG


Pasien datang diantar ke IGD oleh ayah dan ibunya karena mengamuk dan
berteriak sejak 4 jam SMRS. Keluarga mengatakan pasien tiba-tiba sering marah, hal
ini terjadi semenjak pasien mendapatkan pengumuman bahwa ia tidak dapat
melanjutkan program studi yang sedang dijalaninya yaitu STAN. Sebelumnya juga
pasien sempat adu mulut dengan pamannya. Pasien sendiri merupakan mahasiswa
baru dan sedang dalam tahap pengenalan atau ospek di STAN.
Ibu pasien mengatakan bahwa 3 hari SMRS pasien sempat melakukan
percobaan bunuh diri dengan menggunakan pisau. 2 minggu sebelumnya pasien juga
pernah melakukan percobaan bunuh diri, . Menurut ibu pasien, beberapa minggu ini
pasien sering berjalan ke dapur dan mencari pisau atau gunting, sehingga keluarga
menyembunyikan pisau dan garpu dirumah. Namun, keluarga lupa menyembunyikan
baygon sehingga pasien berusaha bunuh diri dengan cara lain yaitu dengan
menyemprotkan baygon ke hidungnya.
Pasien mengatakan ia sangat stress, karena pendidikan ini adalah hal yang
sangat diimpikannya. Hanya saja ia tidak menyukai sistem pendidikan tersebut yang
berbasis militer, sehingga pasien merasa minder dan tidak kuat dan akhirnya
memutuskan untuk tidak masuk pendidikan selama 2 minggu, melihat hal tersebut
orangtua pasien yang khawatir mengadukan hal tersebut kepada sekolah, namun hal
itu ternyata membuat pasien semakin tertekan. Pasien mengatakan permasalahan ini
semakin besar dan teman teman serta seniornya akan marah dan semakin tidak
menyukainya. Akhirnya pasien memutuskan untuk tidak masuk pendidikan sampai 3
minggu lamanya.
Saat ini pasien mengaku sering termenung dan berdiam diri dikamar. Pasien
mengaku tidak tahu harus melakukan apalagi, ia merasa malu dan tidak mau bertemu
orang lain karna ia gagal dalam menempuh pendidikannya tersebut. Pasien juga
mengatakan ia tidak ada rasa minat untuk melakukan hal lain karena dianggap tidak
ada gunanya, pasien lebih senang berdiam diri dikamar dan bermain game sampai
lupa waktu. Orangtua pasien juga mengatakan pasien sampai lupa makan, ia tidak
merasa lapar ataupun haus jika sudah lama dikamar. Ibu pasien mengatakan pasien
masih mau keluar kamar ataupun melakukan hal-hal kecil seperti menyuci piring jika
disuruh ibunya namun langsung masuk kamar lagi dan tidak banyak berinteraksi
dengan sekitar. Pasien juga mengatakan belakangan ini susah tidur dan jika terbangun
sullit kembali tidur. Pasien menyangkal mendengar bisikan-bisikan dan menyangkal
pernah merasa senang yang berlebihan.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA


1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak ada riwayat gangguan atau penyakit
psikiatrik sebelumnya. Namun ibu pasien mengatakan anaknya memang anak
yang pendiam dan tertutup, pasien jarang sekali berbincang masalah pribadi
ataupun sekedar mengobrol dengan keluarganya. Ibu pasien juga mengatakan
anaknya hanya punya beberapa teman dari semenjak sekolah hingga sekarang.

2. Riwayat Gangguan Medik


Pasien tidak mengalami sakit berat sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat
demam tinggi, kejang,epilepsy, kecelakaan atau trauma pada kepala yang
menyebabkan adanya pingsan atau penurunan kesadaran, pasien tidak pernah di
rawat di RS.

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Keluarga pasienmengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat menggunakan
alkohol, minum kopi atapun merokok

4. Riwayat Gangguan Sebelumnya

Tingkat
Keparahan
Waktu
Gangguan

3 minggu 2 minggu 4 jam smrs Saat ini


smrs pasien smrs pasien pasien pasien masih
tidak tampak mengamuk merasa
melakukan murung dan dan inigin murung
aktivitas sempat menyakiti namun
selain di melakukan orang lain sudah mulai
dalam kamar percobaan serta diri menerima
bunuh diri sendiri

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal :
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Selama kehamilan tidak ada
masalah kesehatan dan ibu pasien lupa apakah ia pernah mengonsumsi obat
tertentu saat kehamilan. Pasien lahir cukup bulan dalam keadaan sehat dan
langsung menangis. Berat lahir pasien sekitar 3800 gram. Riwayat komplikasi
kelahiran, trauma dan cacat bawaan disangkal.
2. Riwayat Perkembangan Fisik :
Tidak terdapat kelainan, pasien diakui berkembang baik secara berat badan dan
tinggi badan menurut anak seusianya.

3. Riwayat Perkembangan mental:


a) Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Menurut ibu pasien, perkembangan pasien kurang lebih sama dengan
perkembangan anak seusianya. Ibu pasien tidak ingat detail perkembangan
pasien. Yang ibunya ingat, saat usia 2 tahun pasien sudah bisa berjalan lancar
dan berbicara. Menurut ibu pasien, pasien sering bermain dengan teman-
teman seusianya, terutama dengan anak tetangga dekat rumahnya namun
pasien pernah terlibat perkelahian dengan anak tetangganya, hal tersebut
terjadi satu kali dan menurut ibu pasien hal tersebut bukan merupakan hal
besar. Pasien sering bercerita dan bermain dengan ibunya dirumah dan
menurut ibu pasien hubungan keduanya sangat dekat. Tidak pernah ada
masalah antara pasien dengan ayah pasien atau dengan kakak kandung.

b) Masa Kanak Menengah (3-11 tahun)


Sejak di usia 4 tahun pasien masih banyak bermain dengan teman-teman di
sektir rumahnya, namun teman pasien saat disekolah atau di lingkungan
lainnya sama sekali tidak diketahui keluarga, karena pasien tidak pernah mau
bercerita tentang masalah pribadinya. Saat dirumah pasien suka menyendiri
dan jarang berbicara dengan orang dirumahnya, bahkan pasien sudah jarang
bercerita kepada ibunya seperti yang biasa ia lakukan dahulu dan mengalami
kesulitan dalam belajar di sekolah.

c) Masa Kanak Akhir (Pubertas dan Remaja)


Sehari-hari kegiatan pasien pergi sekolah,menonton televisi dan makan. Saat
SMP pasien sempat terlibat perkelahian dengan teman sekolahnya,namun ibu
pasien lupa tepatnya tahun berapa dan alasan perkelahian tersebut. Saat SMP
pasien juga pernah bertengkar dengan guru disekolah, karena pasien
tersinggung dikatakan anak pendeta kok telat karena terlmbat masuk kelas
oleh gurunya tersebut, saat itu ibu pasien sempat dipanggil ke sekolah.
Menurut ibu pasien juga, pasien tidak pernah mempunyai masalah dalam
keluarga. Hanya saja ayah pasien mempunyai cara mendidik yang keras, dan
ibunya selalu berusaha baik dan mengabulkan semua keinginan pasien. Sering
terjadi perbedaan cara mendidik antara ayah dan ibu pasien.

4. Riwayat Pendidikan
Pasien masuk TK saat usia 4 tahun, menurut ibu pasien , pasien tidak mengalami
kesulitan dalam belajar disekolah. Pasien kemudian masuk SD dan mendapat nilai
yang cukup baik menurut pengakuan ibu pasien. Saat SD pernah terdapat tes IQ di
sekolah, dan hasilnya pasien memiliki IQ 100. Pasien masuk ke SMP, menurut ibu
pasien, selama di SMP anaknya memang bukan tergolong anak yang pintar di
sekolahnya. Pasien kemudian masuk SMA dan mengatakan pernah sekali hampir
tinggal kelas dan hampir selalu peringkat terakhir dikelas, namun saat ditanyakan
pada ibu pasien, ibu pasien mengatakan anaknya selalu mendapat nilai cukup
bagus. Pasien kemudian masuk STAN yang baru dalam tahap pengenalan lalu
pasien memutuskan tidak hadir selama 3 minggu karena merasa tidak sanggup dan
tidak suka dengan sistem STAN yang semi militer. Pasien menganggap tindakan
yang dilakukan padanya adalah pembully-an dan pasien tidak senang jika harus
disuruh-suruh oleh senior.

5. Riwayat Pekerjaan
Pasien belum pernah bekerja.

6. Riwayat Kehidupan Beragama


Pasien beragama Kristen dan merupakan anak pendeta, pasien sering ikut ayahnya
dalam acara kebaktian.

7. Kehidupan perkawinan/psikoseksual
Pasien belum pernah menikah.

8. Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien tidak pernah berurusan dengan penegak hukum, dan tidak pernah terlibat
oleh tindak pidana.
E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Genogram keluarga An. N

Keterangan:
Pasien Perempuan Laki- laki

: Meninggal dunia

: Tinggal serumah

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama ayah,
ibu,dan kakaknya. Tidak ada keluarga dengan kondisi serupa.

F. KEHIDUPAN SOSIOEKONOMI SEKARANG


Kebutuhan sehari-hari di rumah pasien dipenuhi oleh ayah pasien yang bekerja
sebagai pendeta. Sementara kebutuhan lainnya dibantu oleh kakak pasien dan
kebutuhan pendidikan pasien dibantu oleh pamannya, karena keluarga pasien
termasuk keluarga tidak mampu.

III. STATUS MENTAL (Pemeriksaan tanggal 30 Oktober 2017 pukul 10.00)


a. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien seorang anak laki-laki usia kurang lebih 18 tahun, tampak sesuai
dengan usianya, tampak terawat, berpostur tinggi dan kesan gizi baik.

2. Kesadaran
a. Kesadaran neurologik : compos mentis
b. Kesadaran psikiatrik : terganggu

3. Perilaku dan psikomotor :


a. Sebelum wawancara : pasien sedang dalam posisi duduk.
b. Selama wawancara : pasien duduk sambil menatap dan melakukan
kontak mata dengan pemeriksa. Pasien menjawab setiap pertanyaan
pemeriksa.
c. Sesudah wawancara : pasien tetap duduk.

4. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

5. Pembicaraan :
Cara berbicara : spontan,volume dan intonasi cukup, artikulasi jelas.
Gangguan berbicara: Tidak terdapat hendaya bicara.

b. ALAM PERASAAN
1. Mood : hipotim
2. Afek : luas
3. Keserasian : serasi

c. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada

d. FUNGSI INTELEKTUAL
1. Taraf pendidikan : STAN jurusan bea cukai
2. Pengetahuan umum : Baik
3. Kecerdasan : Cukup (pasien hampir selalu peringkat terakhir)
4. Konsentrasi : Baik
5. Perhatian : Baik
6. Orientasi :

a. Waktu : Baik (Pasien dapat membedakan pagi, siang dan malam hari)
b. Tempat: Baik (Pasien mengetahui dirinya sekarang berada di RSJSH)
c. Orang : Baik (Pasien mengetahui sedang diwaancarai oleh siapa)
7. Daya ingat:

a. Jangka panjang : Baik (pasien mengingat tanggal lahirnya


sendiri)
b. Jangka pendek : Baik (pasien mengingat menu makan pagi)
c. Segera : Baik
8. Pikiran abstrak : Baik (pasien dapat membedakan antara apel dengan jeruk)
9. Visuospasial : Baik
10. Kemampuan menolong diri: Baik (pasien bisa makan, mandi, buang air kecil
dan berpakaian sendiri)

e. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : cukup ide
b. Kontinuitas : koheren
c. Hendaya bahasa : tidak ada
2. Isi pikir
a. Waham : Tidak ada
b. Preokupasi : Tidak ada
c. Obsesi : Tidak ada
d. Fobia : Tidak ada

f. PENGENDALIAN IMPULS
Baik. Saat wawancara pasien tampak tenang.

g. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Tidak tertanggu
2. Uji daya nilai : Tidak tertanggu
3. Daya nilai realitas : Tidak tertanggu

h. TILIKAN
Derajat 5 Mengetahui dirinya sakit dan penyebabnya namun tidak merasa perlu
minum obat

i. RELIABILITAS
Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS INTERNUS
Keadaan umum:
o Kesan gizi : cukup
o Kesadaran : compos mentis

Tanda vital:
o Tekanan darah : 110/80
o Nadi : 70 x/menit
o Suhu : 36,50C
o Pernapasan : 20 x/menit
Kulit : kecoklatan, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, kelembaban normal
Kepala : normosefal, rambut hitam , distribusi merata, tidak mudah rontok
Mata : pupil bulat, isokor, simetris, refleks cahaya +/+, konjungtiva anemis -
/-, sklera ikterik -/-
Hidung : bentuk normal, septum deviasi (-), sekret -/-
Telinga : normotia, nyeri tekan -/-, radang -/-
Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), tonsil T1/T1, tonsil/faring
hiperemis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid.
Paru:
o Inspeksi: bentuk dada simetris, retraksi (-)
o Palpasi: gerakan dada simetris
o Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi: suara napas vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
o Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
o Palpasi: ictus cordis teraba
o Perkusi: batas jantung DBN
o Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Inspeksi: bentuk datar
o Palpasi: supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
o Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen
o Auskultasi: bising usus (+3)
Ekstremitas: akral hangat, udem (-), CRT < 2 detik,oedem (-)

B. STATUS NEUROLOGIK
Saraf kranial : dalam batas normal
Refleks fisiologis : dalam batas normal
Refleks patologis : tidak ada
Motorik : tidak terganggu
Sensibilitas : dalam batas normal
Fungsi luhur : tidak terganggu
Gejala EPS : akathisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), resting
tremor (-), distonia (-), tardive diskinesia (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah dalam batas normal.

VI. PENEMUAN BERMAKNA

Pasien datang ke IGD RS Jiwa Soeharto Heerdjan diantar oleh Ayah dan
ibunya karena berteriak teriak , mengamuk dan hendak bunuh diri sejak 4 hari
SMRS, namun sejak 1 hari SMRS gejala bertambah parah. Hal ini terjadi semenjak
pasien mendapat pengumuman bahwa ia tidak dapat melanjutkan pendidikannya
karena sudah menyalahi aturan dengan tidak datang selama 3 minggu. Pasien
mengatakan ia sangat stress, karena pendidikan ini adalah hal yang sangat
diimpikannya. Hanya saja ia tidak menyukai sistem pendidikan tersebut yang berbasis
militer, sehingga pasien merasa minder dan tidak kuat dan akhirnya memutuskan
untuk tidak masuk pendidikan selama 2 minggu, melihat hal tersebut orangtua pasien
yang khawatir mengadukan hal tersebut kepada sekolah, namun hal itu ternyata
membuat pasien semakin tertekan. Pasien mengatakan hal ini semakin besar dan
teman teman serta seniornya akan marah dan semakin tidak menyukainya. Akhirnya
pasien memutuskan untuk tidak masuk pendidikan sampai 3 minggu lamanya.
Saat ini pasien mengaku sering termenung dan berdiam diri dikamar untuk
bermain game. Pasien mengaku tidak tahu harus melakukan apalagi, ia merasa malu
dan tidak mau bertemu orang lain karna ia gagal dalam menempuh pendidikannya
tersebut. Pasien menyangkal mendengar bisikan-bisikan dan menyangkal pernah
merasa senang yang berlebihan.
Saat 4 tahun pasien masih sering bermain dengan anak-anak sebaya nya namun
tidak pernah mengenalkan kepada keluarga dan jarang berkomunikasi dengan
keluarga. Pasien juga mengalami kesulitan dalam belajar di sekolah namun masih
naik kelas. Saat kelas 5 SD, dilakukan tes IQ, dan hasilnya pasien memiliki IQ 100.
Saat SMA pasien hampir selalu peringkat terakhir dan pernah hamir tinggal kelas
karena berkelahi dengan gurunya.
Sekarang pasien sudah dirawat di bangsal anak dan remaja selama 4 hari Pasien
tampak lebih tenang namun sesekali pernah melawan jika ada kegiatan di ruang
bangsal dan tampak sedih masih belum dapat menerima pernyataan. Kooperatif saat
di wawancara. Pada pemeriksaan pskiatri dan fisik didapatkan : kesadaran neurologis
kompos mentis, status generalis dan neurologis dalam batas normal, kesadaran
psikiatri pasien terganggu, mood hipotim, dengan afek luas, serasi. Halusinasi, ilusi,
depersonalisasi dan derealisasi tidak ada. Produktivitas cukup, kontinuitas koheren
dan hendaya bahasa tidak ada. Pengendalian impuls baik. Daya nilai dan uji daya nilai
social pasien dan RTA tidak terganggu, tilikan derajat 5, reabilitas dapat dipercaya.
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : - Termasuk gangguan kejiwaan, karena:

Berdasarkan autoanamnesis dan pemeriksaan status mental, didapatkan gejala


klinis yang bermakna berupa pasien sering melamun, pikiran kosong, nafsu
makan menurun, aktivitas psikomotor menurun, susah memulai tidur dan jika
terbangun susah untuk tidur kembali, merasa bersalah dengan diri sendir dan
menganggap diri gagal atau tidak berguna, ada rasa ingin bunuh diri, dapat
disimpulkan mengalami gangguan jiwa.

Pada pemeriksaan status mental tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai
realita, sehingga didiagnosis gangguan jiwa non psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologi tidak ditemukan adanya


kelainan , sehingga gangguan mental organik dapat disingkirkan sehingga
dapat didiagnosis gangguan jiwa non psikotik non organik.

Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan tiga gejala


utama depresi yang dialami sejak lebih dari 2 minggu berupa kehilangan
minat dan kegembiraan, mudah lelah, dan afek hipotimia, disertai gejala
tambahan berupa gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, psikomotor
menurun, tidur terganggu dan jika terbangun sulit untuk tidur lagi, ada ide
bunuh diri serta nafsu makan berkurang sehingga berdasarkan PPDGJ III
dapat didiagnosis sebagai Episode depresif sedang tanpa gejala psikotik
(F32-10).

Aksis II : Ciri kepribadian Skizoid

Aksis III : Tidak ada (tidak ada gejala fisik, dan pemeriksaan penunjang dalam batas
normal).

Aksis IV : Masalah dengan lingkungan, terutama peraturan disekitar. Masalah dengan


keluarga dan cara mendidik orang tua yang keras.

Aksis V : GAF current: 60-51. Gejala sedang , disabilitas sedang.


GAF HLPY : 90-81. Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih
dari masalah harian biasa.

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Aksis I : F 32.10 Episode Depresif Sedang tanpa Gangguan Psikotk

Aksis II : Ciri kepribadian Skizoid

Aksis III : Tidak ada

Aksis IV : Masalah sosial dan keluarga

Aksis V : GAF current : 60 - 51

GAF HLPY : 90 81

IX. PROGNOSIS

- Quo vitam : Ad bonam (tidak ada kondisi yang mengancam nyawa pasien)
- Quo functionam : Dubia Ad Bonam (karena terdapat factor yang memperberat
yaitu adanya keterlambatan pengobatan, awitan pada usia
muda, perilaku menarik diri, riwayat melakukan tindakan
penyerangan )
- Quo sanationam : Ad bonam (jika pasien meminum obat dengan dosis yang
tepat sehingga gejalanya akan terkontrol dan tidak mengalami
eksaserbasi)

X. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Faktor yang memperberat:
o Stressor masih berlangsung
o Awitan muda
o Ekonomi rendah
o Perilaku menarik diri
Faktor yang memperingan:
o Dukungan keluarga untuk berobat
o Stressor psikologik yang jelas
o Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
o Keinginan pasien untuk sembuh

XI. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik : Tidak ada
2. Psikiatrik : marah- marah, mengamuk, hendak bunuh diri dan mengancam
membunuh. Ditemukan adanya gejala depresi sehingga pasien memerlukan
psikoterapi untuk menghilangkan masalah.

XII. TERAPI

- Rawat inap
o Indikasi: pasien mengamuk hendak bunuh diri dan mengancam membunuh
sehingga membahayakan orang di sekitar
- Medikamentosa:
o Oral:
1. Fridep 1x1 tab (setralin)
Sertraline adalah obat dengan fungsi untuk mengobati depresi, serangan
panik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca-trauma, gangguan
kecemasan sosial (fobia sosial), dan bentuk parah sindrom pramenstruasi
(premenstrual dysphoric disorder).
Obat ini dapat meningkatkan mood, tidur, nafsu makan, dan tingkat energi
Anda dan dapat membantu memulihkan minat Anda dalam kehidupan sehari-hari.
Obat ini dapat menurunkan rasa takut, kecemasan, pikiran yang tidak diinginkan,
dan sejumlah serangan panik. Obat ini juga dapat mengurangi dorongan untuk
melakukan tugas-tugas berulang (dorongan seperti mencuci tangan, penghitungan,
dan memeriksa) yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Sertraline dikenal
sebagai serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Ia bekerja dengan membantu
mengembalikan keseimbangan zat alami tertentu (serotonin) di otak.
2. Risperidon 2x1/2 tab
Risperidone adalah obat dengan fungsi untuk mengatasi gangguan
mental/mood tertentu, seperti schizophrenia, gangguan bipolar, dan iritabilitas yang
berhubungan dengan gangguan autis. Pengobatan ini dapat membantu Anda untuk
berpikir jernih dan beraktivitas normal dalam kehidupan sehari-hari. Risperidone
termasuk dalam golongan obat yang disebut jenis antipsikotik. Obat ini bekerja
membantu memperbaiki keseimbangan substansi alami tertentu pada otak.
Pemberian risperidon dosis rendah sebagai terapi tambahan pada pasien
dengan depresi baik terhadap pengobatan standar secara bermakna memperbaiki
gejala dan derajat depresi serta meningkatkan respon terhadap terapi. Pemberian
risperidon sebagai terapi tambahan meningkatkan kualitas hidup pasien dan tidak
disertai dengan peningkatan efek samping. Penelitian lanjutan perlu dilakukan
untuk menentukan dosis efektif dan lama terapi risperidone sebagai terapi
tambahan pada pasien dengan depresi.
3. Ativan 1x1 im (lorazepam)
Lorazepam adalah obat dengan fungsi untuk mengobati kecemasan.
Lorazepam termasuk dalam kelas obat yang dikenal sebagai benzodiazepin yang
bekerja pada otak dan saraf (sistem saraf pusat) untuk menghasilkan efek
menenangkan. Obat ini bekerja dengan meningkatkan efek dari kimia alami
tertentu dalam tubuh (GABA). Obat ini juga dapat digunakan untuk mengurangi
gejala sakaw alkohol, untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi, dan
kesulitan tidur (insomnia).

- Non-medikamentosa:
Psikoedukasi:
o Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dialami
pasien, rencana terapi, efek samping pengobatan, dan prognosis penyakit.
o Mengingatkan pasien dan keluarga tentang pentingnya minum obat sesuai
aturan dan bila nantinya keluar dari RS harus datang kontrol ke poli secara
rutin.
o Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan membantu
keadaan pasien.
o Menjelaskan pada orangtua agar tidak berbeda dalam sistem pengajaran. Jika
ayah bilang iya, maka ibu juga. Ibu pasien harus lebih tegas dan tidak
mengaminkan segala keinginan pasien.

Psikoterapi

o Ventilasi : pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan masalahnya


o Reassurance : memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat sangat penting
untuk menghilangkan gejala yang dideritanya
o Brain Maping
o Test IQ

Sosioterapi :

o Melibatkan pasien dalam kegiatan rehabilitasi psikososial bersama keluarga


o Membiasakan pasien untuk bersosialisasi dengan pasien lain/orang lain.
FOLLOW UP PASIEN

S O A P

27-10- Pasien masih tampak - Kesadaran Episode - Fridep 1x1


2017 murung dan belum neurologis : Depresi
dapat menerima Composmentis - Risperidon 2x1/2
Berat tanpa
kenyataan. Pasien - Ativan 1x1 (im)
berulang kali - Perilaku dan gangg.
mengatakan hal yang aktivitas
Psikotik
sama, bahwa dia psikomotor :
menyesal dan malu normoaktif
karna tidak dapat - Sikap terhadap
melanjutkan pemeriksa :
pendidikan. Pasien kooperatif
merasa tidak terima - Mood: hipotim
dengan perlakuan - Afek: luas
terhadapnya, dan - Keserasian:ser
menganggap dirinya asi
tidak salah. Pasien - gangguan
juga menyalahkan persepsi:
orangtuanya akan halusinasi (-)
segala yang terjadi ilusi (-)
kepadanya saat ini. depersonalisasi
Pasien tidak mau derealisasi
bergaul dengan pasien - proses pikir
lainnya, karena :produktivitas
menganggap dia cukup, asosiasi
hanya stress dan koheren , tidak ada
depresi bukan sakit hendaya bahasa
seperti yang lain. - isi pikir: waham (-
Pasien mengeluh ada )
kesulitan tidur. - daya nilai : tidak
terganggu
Pasien menangis saat - tilikan derajat 5
bertemu orangtuanya
dan meminta agar
dipulangkan.

30-10- Pasien masih tampak - Kesadaran Episode - Fridep 1x1


2017 murung dan namun neurologis : Depresi
sudah mulai dapat Composmentis Berat tanpa - Risperidon 2x1/2
menerima kenyataan. gangg. - Ativan 1x1 (im)
Pasien mulai mengerti - Perilaku dan Psikotik
alasan kenapa aktivitas
dikeluarkan dari psikomotor :
pendidikan, dan normoaktif
mengaku ingin - Sikap terhadap
melanjutkan ke pemeriksa :
sekolah lain saja. kooperatif
Namun sesekali - Mood: hipotim
pasien merasa sedih - Afek: luas
saat mengingat - Keserasian:ser
perlakuan asi
terhadapnya dan - gangguan
kenyataan ia sudah di persepsi:
keluarkan dari halusinasi (-)
pendidikannya. Pasien ilusi (-)
bertemu dengan depersonalisasi
orangtuanya, dan derealisasi
orangtua pasien - proses pikir
meminta anak nya :produktivitas
dipulangkan saja cukup, asosiasi
sehingga pasien koheren , tidak ada
dipulangkan sesuai hendaya bahasa
keinginan keluarga - isi pikir: waham (-
)
- daya nilai : tidak
terganggu
tilikan derajat 5
Referat Depresi

I. DEFINISI
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah
gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang
terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam
fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri
(gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku,
dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan
atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 2,3
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-
TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi
gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang
terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang
signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang
paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.

II. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dari Major Depressive Disorder (MDD) adalah
1,6-3,1 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan insiden yang
besar di Amerika dan Eropa Barat. Episode depresi meningkat karena perbedaan hormonal
pada saat haid dan menopause, stress psikososial, dan kelahiran anak.1,5
Berdasarkan usia, Populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun dengan
rata-rata usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan bahwa usia yang
lebih muda onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu dengan depresi memiliki
episode depresi pertama kali pada usia 20 tahun, 50 % episode pertama antara usia 20 sampai
50 tahun, dan 10% setelah usia 50 tahun.1,5
III. KLASIFIKASI
Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10 Termasuk
dalam bagian F30-F39, yakni:
F32 Episode depresif
o F32.0 Episode ddepresif ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.1 Episode depresif sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
o F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
o F32.8 Episode depresif lainnya
o F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan depresif berulang
o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala
psikotik
o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
o F34.0 Siklotimia
o F34.1 Distimia
o F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya
o F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya
o F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya
.00 Episode afektif campuran
o F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
o F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya YDT
F39 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT

IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan
oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada
dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan
MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi
molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama
pada modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan neurobiology.

Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih
besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengn MDD, dengan onset umur dan
depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari
mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya
kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi.
Studi anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot,
memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko
penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik
antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari
berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.1

Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama
50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja
antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari
defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps.
Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang
meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun,
teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena
kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan
kembali. Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan
bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada
MDD.
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui
dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor
pelepasan kortikotropin / hormon (CRF / CRH) meningkatkan sekresi hormon
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors
beta-dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas
sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan MDD dikaitkan dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur
utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi
telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography
digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan
beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada
kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur
adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi
relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran
pathoogenetic untuk gangguan tidur pada MDD.

Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 1


Onset awal REM (Rapid Eye Movement)
Peningkatan tidur REM
Peningkatan lamanya REM
Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
Gangguan pada slow wave activity (SWA)

Neuropsikologi
o Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar.
Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan
pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti
pemilihan strategi dan pemantauan performa.
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur
neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan
ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan
episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.
o Lingkungan dan kejadian kehidupan
Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode
depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti
kekerasan pada anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk
adalah stres yang paling umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan
bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma dapat mengakibatkan
gangguan sistem biologik pada depresi.
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian
saat hidup dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres
tidak terdapat resiko dalam menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor
genetik yang rendah., tetapi kejadian saat hidup dapat meningkatkan resiko
depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada depresi.

V. GEJALA
o Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya
dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi
berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas
normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa
menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya
memperlihatkan respon emosional yang buruk.1
o Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan
sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood
yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi,
dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah
tangga.
o Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik
adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal
insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah
malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam
hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi,
hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi
pada pasien depresi.1
o Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti
sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan
bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat,
aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu.
Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana
pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti
berjalan di air.
o Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang
umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering
salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab
kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi.
Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul
kembali.1
o Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal
yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya
menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan
kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.
o Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam
makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa
pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya
harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri
dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan
olahraga akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic.
Perubahan berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.
o Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada
fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada
depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya
gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana
pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga
dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi,
tidak dapat duduk diam).
o Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh
diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri
tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan
hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk
melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat
perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya
karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat
awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain
gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti
apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.
o Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum
pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam
kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah
yang sering terlihat. Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari,
dapat muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan
harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan
keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik,
seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.

VI. DIAGNOSIS
DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/
major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.
MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor
(Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang
sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari
waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang
signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat
disingkirkan.

Kriteria depresi menurut PPDGJ III


F32 Episode depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya:
a. konsentrasi dan perhatian berkurang
b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif
tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu
diagnosis gangguan depresif berulang (F33-)

F32.0 Episode depresif ringan


Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti disebut di atas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya sampai dengan (g)
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
- Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik
F 32.01 = dengan gejala somatik

F32.1 episode depresif sedang


Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada depresi
ringan
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga

F 32.2 episode depresif berat tanpa gejala psikotik


Pedoman diagnostik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di antaranya harus
berintensitas berat
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci
Dalam hal demikian, penilaian scara menyeluruh terhadap episode deprsif berat masih dapat
dibenarkan
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.
F 32.3 episode depresif berat dengan gejala psikotik
- Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di atas;
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menunjukkan stupor.
Jika diperlikan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afek (mood-congruent)

F 32.8 episode depresif lainnya

F32.9 episode depresif YTT


Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik
F 32.01 = dengan gejala somatik

Episode depresi berdasarkan ICD-10 6


Kriteria Umum

1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu


2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untuk
episode hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu
3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik
Gejala Utama

1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk
hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap
keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat
Gejala Lainnya

1. Kehilangan percaya diri atau harga diri


2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak tepat
3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri
4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi, seperti
keraguan atau kebimbangan
5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6. Gangguan tidur
7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat badan
yang sesuai

Kotak 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor 1,5


A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan
perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat
1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan
laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang
sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah
2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan
yang tidak naik
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan
perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)
6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi)
hampir setiap hari
8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa
perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan)
atau kondisi medis umum (hipotiroid)
E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat
kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak
penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang
memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari
episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan
terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan
kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.

Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD1,2,6


Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Kunci
Depresi melankolis Dengan gambaran Mood nonreaktif, anhedonia,
melankolis kehilangan berat badan, rasa
bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik, mood yang
memburuk pada pagi hari,
terbangun di pagi buta
Depresi atipikal Dengan gambaran atipikal Mood reaktif, terlalu banyak
tidur, makan berlebihan,
paralisis yang dibuat, sensitive
pada penolakan interpersonal
Depresi psikotik (waham) Dengan gambaran psikotik Halusinasi atau waham
Depresi katatonik Dengan gambaran katatonik Katalepsi, katatonik,
negativism, mutisme,
mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada
klinis sehari-hari)
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif musiman Musiman Onset yang seperti biasa dan
kambuh pada saat musim
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu
postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi


tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya
berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab
individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat
keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang
menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat
keparahan.

Tabel 4. Derajat keparahan depresi 1


Keparahan depresi Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 2 gejala tipikal
+ 4 gejala depresi lainnya 2. 2 gejala inti lainnya
2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan
Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 2 gejala tipikal
+ 4 atau lebih gejala depresi lainnya 2. 3 atau lebih gejala inti
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang lainnya
bervariasi
Berat 1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 3 gejala tipikal
+ 4 atau lebih gejala depresi lainnya 2. 4 atau lebih gejala inti
2. Gangguan sosial atau pekerjaan lainnya
yang berat atau ada gambaran Juga dapat dengan atau
psikotik tanpa gejala psikotik

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan
dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat
keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat
membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.

Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1


Gejala Bereavement Episode depresi mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna/tidak Tidak ada Ada
pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah, dll Tidak ada Mungkin ada
Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
Gangguan fungsi Ringan Sedang Berat

2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum


Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis khusus
yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama sulit
untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD. The Hospital Anxiety
and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan
penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang memfokuskan pada gejala
kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama banyaknya dengan
penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid, dan
gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).

3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat


Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan gejala
depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat
dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan
adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi
putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama
gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan
penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung selama beberapa
bulan.

Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan


gangguan mood yang dipengaruhi zat1
Alcohol
Amfetamin
Anxiolitik
Kokain
Zat-zat halusinogen
Hipnotik
Inhalant
Opioid
Phencycline
Sedative

4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan
bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode
depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan
dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis
bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu
yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau
manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu
gangguan bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik,
gambaran atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode
kekambuhan. Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena
pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal mereka
menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari
pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang penting
untuk dapat mendiagnosis.
VIII. PROGNOSIS
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps terjadi
pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58% akan relaps
setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang
terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi terdahulu memiliki 70%
kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga
memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan prodres dari penyakitnya, interval
antara episode depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi
lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis meunjukkan gejala yang
bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan sembuh
dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau
menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40%
mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi
tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi menalami episode depresi mayor.
Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh,
bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi
medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari
episode depresi mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran
yang mengindikasikan kepada gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indicator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat
kekambuhan pada individu dengan depresi.

IX. TERAPI
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah
terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi
ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi.
Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk
pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi.
Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat,
komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.
Farmakoterapi
Anti depresi

Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine


Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
Golongan MAOI_Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN
OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide
Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine,
Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, citalopram.
Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.4,7,9
Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja masing-masing (tabel
1). Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan meningkatkan sinyal dari
serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara menghambat proses reuptake pada celah-celah
sinaps (Fig 1A &1B).

Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja ganda
yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine Oxidase Inhibitors
(MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh Monoamine oxidase A
atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain mengantagonis kerja autoreseptor 2-
adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya pelepasan norepinefrin, mengantagonis
reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau keduanya.

SSRIs(Selective Serotonine Reuptake inhibitor)


Pada percobaan klinis, didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan dengan beberapa
macam SSRIs bila dibandingkan dengan dengan beberapa jenis antidepressan lain
adalah kurang bermakna, namun beberapa perbedaan yang spesifik perlu
diperhatikan.
Metabolit aktif fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada SSRI
lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya diperbolehkan untuk dimakan satu dosis
per hari dan dengan demikian mengurangi efek dari diskontinuasi pengobatan SSRI.
Namun Fluoxetine perlu digunakan secara berhati-hati pada pasien dengan sindroma
bipolar atau pasien dengan riwayat keluarga sindroma bipolar, karena metabolit aktif
yang terdapat dalam darah selama beberapa minggu dapat memperburuk episode
manik pada saat perubahan episode dari depresi ke episode manik.
SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan pengobatan
trisiklik antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya toleransi yang rendah
pada kasus diskontinuasi obat SSRI dan efek kardiovaskular. Meskipun obat trisiklik
antidepresan mungkin memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi daripada SSRI
pada kasus-kasus depresi mayor yang parah atau pada depresi dengan fitur
melankolis, trisiklik antidepresan kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar
karena trisiklik antidepresan dapat memacu episode mania atau episode hipomania.
SSRI tidak begitu efektif bila dibandingkan jenis lainnya dalam kasus depresi yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit fisik, ataupun pada kasus dimana terdapat
nyeri yang mencolok.
SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa muda (18-24
tahun) adalah Fluoxetine.
NRIs (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)
Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek
antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas yang
mirip dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.
Antidepresan kerja ganda
Serotoninnorepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine, duloxetine, dan
milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif daripada trisiklik
antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang lebih
tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila dibandingan
dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara
venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan
diabteik neuropathy
MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitor)
MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok isoenzim
MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik antidepresan. Namun
MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan pasien yang memilih pengobatan
dengan MAOI diharuskan untuk mengikuti diet dengan tyramine rendah untuk
mencegah munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko
interaksi obat yang tinggi dengan pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan trisiklik
antidepresan.
Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat
autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3,
serta reseptor hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin
dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek
samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan,
depresi kronis dan depresi major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap
pengobatan lainnya.
Interaksi dengan obat-obatan lain
Beberapa obat-obatan dapat ditambahkan dengan antidepresan untuk memperbesar efek dari
antidepresan tersebut (tabel.2). Beberapa dari obat-obatan tersebut juga dapat mencegah
beberapa efek samping, seperti mencegah perubahan episode depresi menjadi episode mania.

Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang fungsinya
untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik. Lithium baik
dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk pasien dengan depresi
mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping menginduksi
Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun penurunan dosis
secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti asam
valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati episode mania
dalam kasus bipolar.
Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan haloperidol
menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal (clozapine,
olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole) berperan sebagan
antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan
antidepresan digunakan untuk mengobati depresi dengan fitur-fitur psikotik. Atipikal
antipsikotik memberikan efek samping parkinsonisme, akathisia dan diskinesia
Psikologi Terapi 2,4,7,9

Behaviour therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan terapi
yang dipusatkan pada keadaan disini dan sekarang, yang memandang individu sebagai
pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam
proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi
masalahnya dan dengan pemahaman yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk
mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau bicara
sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang dialami. Pikiran
pikiran negative tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran pasien,
apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi
kognitif tersebut perilaku maladaptive yang menambah berat masalahnya.
Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah
interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasarkan atas
kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan
untuk membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih
mengenali pikiranya, dan mendorong untuk menggunakan ketrampilan,
menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang
maladaptive.
Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas interpretasi
dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses terapi.
Interpersonal Therapy
Terapi interpersonal:
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak
lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya.
Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.
Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan
tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau
penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar tercapai
kembali keadaan seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita harus
secepatnya membina hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti peran
psikodinamik dan hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan
yaitu reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita
ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk mencegah
terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.
KESIMPULAN

Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami gangguan
depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik, kogintif serta
motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu timbulnya gangguan
depresi mayor satu episode dan depresi mayor barulang. Apabila hal tersebut terjadi maka itu
akan lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri. Insiden tinggi pada
perempuan dan bersarkan usia rata-rata pada usia 27 tahun.
Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi biologis
karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya neurotransmitter, dari sisi
psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap timbulnya
depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung
berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan
ketakwaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes. 2000. p.


1-57.
2. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update On 2012. Cited on [01 November
2017]: Available from : http://www.Major_depressive_disorder.htm
3. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update On 2012. Cited on [01
November 2017]: Available from : http://www.All About Depression.com
4. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R, Sharpe M,
Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003. p. 10-3.
5. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 1-
89.
6. Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and experience in
psychiatry. 2002. p. 8-12.
7. W. Long P. Mayor depressive Disorder, Treatment. [online]. Updated on Feb. 9, 1998.
Cited on [01 November 2017]. p 1-31. Available from : http://www.mentalhealth.com
8. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Cited on [01
November 2017p 1-6. Available from : http://www.mentalhealth.com
9. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon
general. [online]. Update 0n 2012. Cited on [01 November 2017]: Available from :
http://www.Mental Health.com
10. Moeller HJ. Department of Psychiatry, Ludwig-Maxmillians University, Munich,
Germany. 2008. [online]. Update 0n 1997. Cited on [01 November 2017] : Vol 9(2). p.
102-14. Available from : file:///D:/18428079.htm
11. Alexopoulos GS, Katz IR, et al. The Expert Consensus Guidelines: Pharmacotherapy
of Depressive Disorders in Older Patients. A Postgraduate Medicine Special Report.
The McGraw-Hill Companies, Inc. October 2001. [online]. Update 0n 1997. Cited on
[01 November 2017]. Available from : file:///D:/depression.htm
12. Altshuler LL, Cohen LS, Moline ML, Kahn DA, Carpenter D, Docherty JP. The Expert
Consensus Guidelines: Treatment of Depression in Women. A Postgraduate Medicine
Special Report. The McGraw-Hill Companies, Inc. March 2001. [online]. Update 0n
1997. Cited on [01 November 2017]. Available from : file:///D:/depression_women.htm
13. N. Henrndon J. Personalized Depression Therapy (PDT). Vallis Solaris press. 2001. p.
4,19-20.

Anda mungkin juga menyukai