Anda di halaman 1dari 23

SEORANG LAKI-LAKI USIA 25 TAHUN DENGAN SKIZOAFEKTIF

TIPE MANIA FOKUS PADA FARMAKOTERAPI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan


Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

Vella Nurfatimah Ayunilasari, S.Ked


20224010013

Dokter Pembimbing:
dr. Fajar Eko Wibawanto, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD DR TJITROWARDOJO PURWOREJO
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul :

SEORANG LAKI-LAKI USIA 25 TAHUN DENGAN SKIZOAFEKTIF


TIPE MANIA FOKUS PADA FARMAKOTERAPI

Disusun oleh :
Vella Nurfatimah Ayunilasari, S.Ked
20224010013

Telah Disetujui oleh Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu


Kedokteran Jiwa pada tanggal : Juni 2023

dr. Fajar Eko Wibawanto, Sp.KJ


I DATA IDENTIFIKASI
1. Nama penderita : Tn. RP
2. Alamat : Kalirejo, Bagelen, Purworejo
3. Usia : 25 tahun
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Suku : Jawa
6. Agama : Islam
7. Status perkawinan : Belum Menikah
8. Pendidikan : SMK
9. Pekerjaan : Tidak Bekerja

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Alloanamnesis pada tanggal 8 Juni 2023 dari :

Diperoleh 1
Nama Ny. R
Alamat Kalirejo
Pekerjaan PNS
Pendidikan S1
Agama Islam
Hubungan Tetangga sebelah
Lama kenal Sejak kecil
Sifat perkenalan Kurang akrab

A. Sebab dibawa ke Rumah Sakit


Keluhan utama penderita : Merasa jengkel
Keluhan utama keluarga : Mengamuk dan membawa sajam (senjata tajam)

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih sekitar 1 bulan SMRS, menurut pengakuan tetangga dari


penderita, penderita jarang keluar rumah. Sebelumnya, penderita kadang-
kadang bekerja membantu nenek atau pakdhe yang buruh serabutan. penderita
hanya berbicara ketika ditanya saja. Pakdhe penderita juga menceritakan
kepada tetangga sebelah (Ny. R) bahwa penderita beberapa kali mengatakan
ingin pergi ke kota-kota besar. Namun tidak diperbolehkan oleh nenek dan
pakdhe. (GAF 80-71)
Dua minggu SMRS, penderita mendapat telfon dari ibu yang berada di
Jakarta, mengabarkan bahwa adik dari penderita hendak mendaftar sekolah,
sehingga meminta penderita untuk menghubungi ayahnya terkait biaya
sekolah adik. Pada saat itu penderita mencoba menghubungi ayahnya yang
berada di Yogyakarta. Namun respon dari ayah kurang baik, sehingga
penderita mengabarkan hal tersebut kepada ibu penderita. Ibu penderita pun
kemudian memarahi penderita agar penderita dapat membujuk ayahnya
memberi dana sekolah kedua adiknya. Terjadi cek-cok selama telfon.
Satu minggu SMRS, penderita mulai sering jalan-jalan keliling komplek
sambil bernyanyi dengan keras. Ketika ditanya, penderita menjawab dengan
jawaban yang tidak jelas. penderita juga mulai tidak minum obat. Penderita
sempat tidur di teras rumah tetangga Ny. R. penderita juga menyatakan bahwa
mendengar suara-suara namun tidak jelas topik yang dibicarakan. (GAF 70-
61)
Tiga hari SMRS, penderita sulit tidur, sering tertawa sendiri, sering jalan-
jalan keliling dan masuk rumah warga sekitar. Setiap ditanya, penderita
marah. 1 hari SMRS, penderita merasa ingin marah dan mengamuk. Penderita
mengambil senjata tajam yang ada di rumah (clurit) dan membawanya
kemana-mana. Pada tanggal 7 Juni 2023, akhirnya penderita dibawa ke RSUD
Tjitrowardojo karena meresahkan warga sekitar.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Psikiatri
penderita merupakan penderita rutin rawat jalan di RSU Budi Sehat selama
bertahun-tahun. Selain itu juga penderita memiliki riwayat pernah minum alkohol
sebelum menjadi penderita rutin di RSU Budi Sehat. penderita juga sudah
memiliki riwayat dirawat inap di bangsal Edelweis RSUD Tjitrowardojo
sebelumnya.

2. Medis Umum
 Riwayat asma dan penyakit jantung disangkal
 Riwayat batuk lama disangkal
 Riwayat trauma kepaladisangkal

 Riwayat kejang disangkal


 Riwayat DM dan hipertensi disangkal

3. Penggunaan Alkohol dan NAPZA


Penderita menyatakan pernah meminum alkohol dan merokok.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Masa Prenatal dan Perinatal
Penderita merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penderita tidak
tahu apakah kehamilannya saat itu tidak direncanakan karena sejak kecil,
penderita diasuh oleh nenek dan pakdhe. Penderita memiliki dua adik yang
saat ini bersama ibunya di Jakarta.
2. Masa Kanak Awal (Sampai usia 3 tahun)
penderita diasuh oleh nenek dan pakdhenya, pertumbuhan dan
perkembangannya sesuai dengan usia. Hubungan penderita cukup dekat
dengan kedua pengasuhnya tanpa condong ke salah satu. Penderita tidak
memiliki riwayat jatuh, kecelakaan maupun sakit selama kanak awal.
3. Masa anak-anak pertengahan (3 – 11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan penderita normal seperti anak-anak
seusianya. Usia 5 tahun mulai masuk TK. Lalu di usia 7 tahun masuk SD. Tidak
ada riwayat tinggal kelas. Prestasi belajar biasa-biasa saja dan lulus dengan
nilai cukup.

4. Masa Kanak Akhir dan Remaja (11-18 tahun)

Setelah lulus SD penderita melanjutkan sekolah SMP. Prestasi belajar di SMP


biasa-biasa saja, tidak pernah tinggal kelas dan lulus dengan nilai cukup. Setelah
lulus SMP penderita melanjutkan pendidikan ke SMK. Selama di sekolah
hubungan dengan teman-temannya baik. Namun penderita cenderung tertutup dan
tidak memiliki banyak teman. Setelah lulus SMK, penderita tidak melanjutkan
sekolah karena ayah dan ibu tidak mau membiayai.
5. Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Usia 5 tahun masuk TK, lalu 6 tahun masuk SD, penderita tidak pernah tinggal
kelas. Prestasi belajar biasa-biasa saja dan lulus. Setelah lulus SD penderita
melanjutkan SMP prestasi belajar biasa saja, tidak pernah tinggal kelas dan
lulus dengan nilai cukup. Kemudian melanjutkan ke SMK, prestasi belajar
biasa saja, tidak pernah tinggal kelas dan lulus SMK dengan nilai cukup.
b. Riwayat Keagamaan
Dididik dalam ajaran agama Islam. Namun penderita kurang taat menjalankan
ibadah sholat lima waktu.

c. Riwayat Pekerjaan

Penderita terkadang bekerja serabutan. Penderita bekerja hanya ketika nenek


atau pakdhenya mendapat tawaran pekerjaan yang membutuhkan banyak
tenaga. Selain itu, penderita biasanya hanya menganggur di rumah saja.

d. Riwayat Perkawinan
penderita belum pernah menikah.
e. Riwayat Hukum
Belum pernah terlibat masalah yang berkaitan hukum atau tindak kriminal.

f. Aktivitas Sosial

Sebelum sakit penderita termasuk orang yang cukup pendiam, tertutup,


sesekali membantu pekerjaan nenek maupun pakdhe.
g. Riwayat Kemiliteran : -

E. Riwayat Psikoseksual
Tidak pernah mengalami gangguan atau kelainan seksual pada masa anak dan
remaja. penderita menyatakan bahwa sering menyukai lawan jenis saat masa
sekolah, namun malu untuk mengungkapkan karena keadaan ekonomi.

F. Riwayat Keluarga
Penderita merupakan anak pertaama dari tiga bersaudara. Hubungan penderita
dengan kedua adiknya kurang baik. Penderita tidak dekat kepada ibu maupun
ayahnya. Dari keluarga penderita tidak ada yang menderita gangguan jiwa. Namun,
ayah penderita adalah orang yang temperamental.
G. Situasi Hidup Sekarang
Saat ini penderita tinggal bersama dengan pakdhe dan neneknya. Ayah
dan ibunya telah berpisah lama, sejak kecil penderita hanya dirawat oleh nenek
dan pakdhe. Penderita hidup dalam ekonomi yang sangat rendah. Pakdhe dan
neneknya bekerja serabutan. Penderita kadang-kadang membantu bekerja.

H. Impian, Fantasi dan Nilai Hidup


Penderita dulu memiliki cita-cita ingin menjadi orang kaya, sekarang
masih ingin namun tidak seperti dulu.

I. Silsilah Keluarga

Keterangan:

: Laki - Laki

: Perempuan

: Penderita
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Gambaran Umum
1. Penampilan:
Seorang laki-laki usia 25 tahun, tampak sesuai dengan usia, tinggi badan 168
cm, berat badan 63 kg berkulit kecoklatan, kebersihan dan kerapihan kurang
2. Tingkah laku : Hiperaktif
3. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
Kontak psikis : Ada, wajar, dapat dipertahankan
4. Mood : Mania
Afek : Sempit
Kesesuaian : Sesuai
B. Pembicaraan
Penderita menjawab semua pertanyaan pemeriksa, intonasi tinggi, volume suara
tinggi, artikulasi jelas, kualitas cukup, kuantitas lebih (logore)
C. Gangguan Persepsi
Ilusi : Tidak ada
Halusinasi : Ada (auditorik)
D. Pikiran

1. Bentuk pikir : tidak realistik


Asosiasi longgar : ada
Flight of Idea : ada
Retardasi : tidak ada
Asosiasi bunyi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada
Persevasi : tidak ada
Blocking : tidak ada
Neologisme : tidak ada
Tangensialitas : tidak ada

Sirkumstansialitas : tidak ada


2. Isi pikir
Waham : ada (waham kebesaran : merasa dirinya panglima
Purworejo)
Preokupasi : tidak ada

Obsesi dan Kompulsi : tidak ada

Fobia : tidak ada


Ide-ide referensi/influence : tidak ada

Kemiskinan isi : tidak ada

E. Kesadaran dan Kognisi


1. Tingkat kesadaran
Kesadaran psikiatris : jernih
2. Orientasi :
 Waktu : baik
 Tempat : baik
 Personal : baik
 Situasional : kurang
3. Daya ingat
 Daya ingat jangka panjang : cukup
 Daya ingat jangka pendek : cukup
 Daya ingat segera : cukup
4. Konsentrasi : kurang
5. Perhatian : normovigilitas
6. Kemampuan baca tulis : baik
7. Pikiran abstrak : cukup

F. Pengendalian Impuls
Cukup
G. Judgement
Cukup
H. Tilikan : Kurang (1)
1. Penyangkalan penyakit sama sekali
2. Agak menyadari ia sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam
waktu bersamaan menyangkal penyakitnya
3. Sadar merasa sakit tetapi menyalahkan orang lain atau faktor eksternal
4. Sadar penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahuinya
5. Tilikan intelektual: menerima sakit dan gejala atau kegagalan dalam
penyesuaian sosial akibat irrasional atau gangguan tertentu dalam
dirinya
6. Tilikan emosional sebenarnya: kesadaran emosional tentang motif
dan perasaan dalam diri penderita dan orang penting dalam
kehidupannya yang dapat menyebabkan perubahan dasar

I. Reliabilitas
Secara keseluruhan tidak bisa dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUTAN


A. Pemeriksaan Internum
Keadaan umum : Baik
Berat/ tinggi badan : 63 kg / 168 cm
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah/ nadi : 120/82 mmHg/ 81x per menit
Pernafasan/ suhu : 20x per menit/afebris
Sistem kardiovaskuler : Kesan dalam batas normal
Sistem respiratorius : Kesan dalam batas normal
Sistem gastrointestinal : Kesan dalam batas normal
B. Pemeriksaan Neurologis
Refleks fisiologis : Tidak dilakukan

Refleks patologis : Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Psikologis : Tidak dilakukan


D. Pemeriksaan MMPI Dewasa : Tidak dilakukan

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA (FORMULASI DIAGNOSTIK)


Berdasarkan riwayat penyakit penderita, ditemukan adanya pola
perilaku dan psikologis yang secara klinis bermakna dan secara khas berkaitan
dengan gejala yang menimbulkan suatu penderitaan (distress) maupun hendaya
(disability) pada beberapa fungsi peran, sosial, penggunaan waktu luang, dan
perawatan diri sehingga dapat disimpulkan penderita mengalami gangguan jiwa.
Tidak ditemukan kelainan yang mengindikasikan gangguan medis
umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan
gangguan jiwa yang diderita saat ini, sehingga gangguan mental organik dapat
disingkirkan. Pada penderita juga tidak ditemukan adanya ketergantungan
penggunaan NAPZA. Penderita pernah meminum alkohol, namun tidak ada
keinginan atau dorongan yang kuat untuk selalu meminum alkohol maupun zat,
tidak ada gangguan perilaku apabila tidak menggunakan zat, sehingga gangguan
mental akibat penggunaan zat dapat disingkirkan.
Berdasarkan alloanamnesis didapatkan beberapa gejala yang bermakna
seperti, sulit tidur, bicara banyak, mudah marah, suka berjalan-jalan atau
keluyuran dan menantang orang, beberapa kali keluyuran dengan alasan ingin
pergi, terdapat kemungkinan fase pre-skizofrenik, penderita juga memiliki
waham kebesaran, sebab penderita mengatakan bahwa dia adalah panglima
Purworejo. Terdapat penurunan kualitas hidup dengan adanya penurunan
hendaya fungsi peran, social, perawatan diri, dan penggunaan waktu luang.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan: kontak psikis ada, wajar
dan dapat dipertahankan, perilaku dan psikomotor hiperaktif, sikap kooperatif
terhadap pemeriksa, mood mania, afek sempit. Secara keseluruhan gejala ini
berlangsung selama 1 bulan terjadi hendaya di beberapa fungsi, sehingga
menurut PPDGJ III memenuhi kriteria diagnosis:
Axis I : F25.0 (gangguan skizoafektif tipe manik)
Axis II : Ciri kepribadian emosional tak stabil
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Faktor psikososial (permasalahan dengan keluarga,
ekonomi sulit)
Axis V : GAF 80-71 (saat mulai sering menyendiri)
GAF 70-61 (saat mulai mengamuk - masuk rumah sakit)

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Skizofrenia (F20)
2. Gangguan afektif mania dengan gejala psikotik ( F30.2)
3. Gangguan afektif bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik (F31.2)

VII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Menurut PPDGJ III :
Axis I : F25.0 (gangguan skizoafektif tipe manik)
Axis II : Ciri kepribadian emosional tak stabil
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Faktor psikososial (permasalahan dengan keluarga,
ekonomi sulit)
Axis V : GAF 80-71 (saat mulai sering menyendiri)
GAF 70-61 (saat mulai mengamuk - masuk rumah sakit)

VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

IX. TERAPI
a. Farmakologi
 Frimania
 Clozapin
 Devalpi
 Haloperidol
 Triheksipenidil

b. Non farmakologi

• Terapi suportif

Memberikan edukasi mengenai efek samping obat seperti efek mengantuk,


mulut kering, diare, mual, dan penurunan nafsu makan. Selain itu penderita
juga diberikan pemahaman untuk sabar dalam menjalani pengobatan agar tetap
rutin dan bisa menyelesaikan pengobatannya hingga tuntas.

• Terapi keluarga

Memberikan pengertian mengenai kondisi dan penyakit yang diderita


penderita. Menjelaskan bahwa obat yang diberikan sudah disesuaikan dengan
kebutuhan penderita dan agar keluarga penderita bisa membantu memantau
perkembangan penderita selama dirumah. Memastikan agar tidak terjadi putus
obat, dan bisa memberikan dukungan positif pada penderita dalam menjalani
pengobatannya.

X. MASALAH
A. Diagnosis

Masalah terkait diagnosis penderita yaitu saat di periksa, penderita mengaku


tidak mengamuk, kemungkinan dikarenakan pada saat pasien dibawa ke IGD
RSUD Tjitrowardojo, pasien mendapatkan injeksi Lodomer dan Diazepam.
Pasien juga menyangkal putus obat. Selain itu, saat mewawancara penanggung
jawab penderita juga mengatakan bahwa pengasuh penderita tidak memiliki
handphone sehingga sulit untuk menggali gejala-gejala lain dalam penegakan
diagnosis.

B. Psikososial

Memberikan penjelasan dan pemahaman terhadap keluarga penderita agar


lebih memahami situasi dan kondisi penderita yang kurang mendapatkan kasih
sayang dari kedua orangtua, serta didukung dalam proses pengobatannya.
Selain itu, memberikan penjelasan kepada masyarakat sekitar agar lebih
membantu pasien untuk mencari pekerjaan.

XI. SARAN
1. Penderita
Memotivasi penderita agar mempunyai semangat kembali dalam
beraktivitas, mencari pekerjaan dan memahami kondisi dirinya
termasuk harus sabar dalam menghadapi permasalahan yang ada
dalam keluarga. Memberikan pengertian untuk patuh pengobatan dan
kontrol rutin. Menjelaskan bahwa proses pengobatan membutuhkan
waktu yang cukup lama dan dengan mengonsumsi obat sesuai dengan
kebutuhan kondisi penderita diharapkan dapat menjaga maupun dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita.
2. Keluarga
Memberikan pengertian dan edukasi terhadap keluarga penderita,
lebih memahami dan memperhatikan kondisi fisik dan juga psikologis
penderita. Sebaiknya keluarga bisa menunjukan sikap lebih hangat
dan peduli agar dapat mengurangi emosi penderita dan mencegah
perburukan kondisi.

3. Lingkungan sekitar
Tidak memberikan stigma negatif, serta memberikan peluang bagi
penderita untuk kembali ke kehidupan seperti dahulu. Ikut
memberikan motivasi penderita dalam pengobatan penderita dan
aktivitas kegiatan sehari-harinya.
A. Definisi Skizoafektif

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan gangguan dalam


proses berpikir, persepsi, respon emosional, dan interaksi social. Meskipun
perjalanan skizofrenia bervariasi antara individu, skizofrenia biasanya
persisten dan dapat menjadi lebih parah.

Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang


mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif,
mempengaruhi emosional dan tingkah laku (Depkes RI, 2015).

B. Etiologi

Faktor yang menyebabkan skizofrenia menurut (Yosep, 2010) yaitu :

a. Keturunan : di buktikan oleh penelitan tentang keluarga yang menderita


gangguan jiwa pada seorang anak yang mengalami kembar namun satu
telur, dan anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia

b. Endokrin menjelaskan bahwa skizofrenia timbul pada waktu pubertas.

c. Metabolisme, pada teori ini di lihat dari klien yang tampak pucat, nafsu
makan yang berkurang, dan berat badan menurun.

d. Susunan saraf pusat : penyebab yang diarahkan pada kelainan susunan


saraf pusat.

e. Teori Adolf Meyer : dapat di sebabkan karena penyakit badaniyah yang


sampai saat ini belum di temukan adanya kelainan baik patologis,
anatomis, maupun fisiologis.

f. Teori Sigmund Freud : adanya kelemahan ego yang disebabkan


psikogenik atau somatik.

C. Klasifikasi

a. Skizofrenia paranoid (F20.0) Pedoman Diagnostik

• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

• Sebagai tambahan :

a) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol ;


i. Suara-suara halusinasi yang mengancam penderita
atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik
tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing);

ii. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau


bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh;
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;

iii. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi


waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau
“passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas;

b) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan,


serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak
menonjol

b. Skizofrenia hebefrenik (F20.1) Pedoman Diagnostik

• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

• Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada


usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25
tahun)

• Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan


senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk
menentukan diagnosis.

• Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya


diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :

a) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat


diramalkan, serta mannerism; ada kecenderungan untuk
selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan
hampa tujuan dan hampa perasaan;

b) Afek penderita dangkal (shallow) dan tidak wajar


(insppropriate), sering disertai oleh cekikian (giggling)
atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri
(self-absorb smiling), atau sikap tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerism,
mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases);

c) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan


tak menentu (rambling) serta inkoheren.

• Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses


piker umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada
tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary
delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan
yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya,
makin mempersukar orang memahami jalan piker penderita.

c. Skizofrenia katatonik (F20.2) Pedoman Diagnostik

• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

• Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi


gambaran klinisnya :

a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap


lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan)
atay mutisme (tidak berbicara);

b) Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak


bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela


mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu
yang tidak wajar atau aneh);

d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak


bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk
menggerakkan, atau pergerakan kearah yang berlawanan);

e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk


melawan upaya menggerakan dirinya);

f) Fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan


anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat
dibentuk dari luar); dan

g) Gejala-gejala lain seperti “comman automatism”


(kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan
pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

• Pada penderita yang tidak komunikatif dengan manifestasi


perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin
harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang
adanya gejala-gejala lain.

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan


petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol
dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

d. Skizofrenia tak terinci (F20.3) Pedoman Diagnostik

• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

• Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,


hebefrenik, atau katatonik;

• Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi


pasca-skizofrenia

e. Depresi pasca-skizofrenia (F20.4) Pedoman Diagnostik


• Diagnosis harus ditegakkan hanya kalua :

a) penderita telah menderita skizofrenia (yang memenuhi


kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak


lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan

c) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu,


memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif
(F32.-), dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.

• Apabila penderita tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia,


diagnosis menjadi Episode Depresif (32.-). Bila gejala
skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah
satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F20.0-F20.3)

f. Skizofrenia residual (F20.5) Pedoman Diagnostik

• Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini


harus dipenuhi semua :

a) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya


perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-
verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri
dan kinerja sosial yang buruk;

b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di


masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis
skizofrenia;

c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun


dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti
waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal)
dan telah timbul sindrom “negatif” dari skizofrenia;
d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak
organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang
dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

g. Skizofrenia simpleks (F20.6) Pedoman Diagnostik

• Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan


karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan
perlahan dan progresif dari :

a) Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual (lihat


F20.5 diatas) tanpa didahului riwayat halusinasi, waham,
atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

b) Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi


yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat
yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup,
dan penarikan diri secara sosial.

• Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan


subtipe skizofrenia lainnya.

h. Skizofrenia Lainnya (F20.8) Pedoman Diagnostik

i. Skizofrenia YTT Pedoman Diagnostik

D. Tanda dan Gejala

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala


gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari.
Gejala yang khas pada penderita skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. Menurut (PPDGJ-
III) gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas:
 “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal ” = isi
yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal ); dan “thought
broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
 “delusion of control ” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “delusional perception” =
pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
 Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku penderita, atau mendiskusikan perihal penderita di
antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
 Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain).
 Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun 12 disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
 Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
 Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement) , posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
 Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non-psikotik
prodromal)
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.

1.
DAFTAR PUSTAKA
1) Amir N. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI.
2) Kaplan HI, Saddock BJ, Grebb JA. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Binarupa Aksara : Tanggerang

3) Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku diagnosis Gangguan Jiwa PPGDJ III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unika Atmajaya

Anda mungkin juga menyukai