A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan di poli jiwa RSUD Wonosari
Gunungkidul. RSUD Wonosari merupakan Rumah Sakit Umum Daerah bertipe
D. Lokasi berada di Dusun Jeruksari, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas lahan
RSUD Wonosari sekitar 22.000 m2. Penelitian dilakukan di RSUD Wonosari
karena kasus depresi tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakara terletak di Kab.
Gunungkidul, dan RSUD Wonosari merupakan rumah sakit rujukan di daerah
Gunungkidul.
35
Populasi penelitian
Sampel penelitian
Gambar 3
36
Frekuensi
Karakteristik Persentase (%)
(n)
d. Perguruan Tinggi 7 14.0
6. Status Pernikahan
a. Menikah 36 72.0
b. Belum Menikah 13 26.0
c. Janda/Duda 1 2.0
7. Pernah berobat di
a. Tidak berobat 9 18.0
b. Orang Pintar 11 22.0
c. Pemuka Agama 22 44.0
d. Dokter Umum 8 16.0
8. Lama rentang waktu munculnya gejala pada
pasien sampai keluarga memeriksakan
kondisi pasien ke dokter jiwa
a. < 6 bulan 8 16.0
b. > 6 bulan 42 84.0
Faktor dibawah ini menjadi kendala berobat :
9. Jarak Rumah ke RS
a. Ya 18 36.0
b. Tidak 32 64.0
10. Biaya
a. Ya 3 6.0
b. Tidak 47 94.0
11. Kendaraan
a. Ya 10 20.0
b. Tidak 40 80.0
12. Menggunakan BPJS
a. Ya 44 88.0
b. Tidak 6 12.0
13. Datang ke RS
a. Atas kemauan sendiri 23 46.0
b. Atas saran Keluarga 14 28.0
c. Atas saran Tetangga/Orang lain 13 26.0
14. Tinggal serumah bersama :
a. Sendiri 1 2.0
b. Keluarga 49 98.0
15. Anggota keluarga paling peduli terhadap
pasien :
a. Orangtua 15 30.0
b. Suami/Istri 20 40.0
c. Saudara Kandung 14 28.0
d. Anak 1 2.0
Sumber: Data Primer (2020)
didominasi oleh wanita sebanyak 33 (66%) responden diikuti dengan usia terbanyak berada
di rentang 36-45 tahun sebanyak 15 (30%) responden. Selain itu, responden didominasi oleh
alamt tempat tinggal yang jauh sebanyak 33 (66%) diikuti oleh Pekerjaan Lain-lalin sebagai
37
pekerjaan terbanyak, 23 (46%) responden. Pendidikan terakhir didominasi oleh pendiikan
SMA sebanyak 20 (40%) diikuti dengan status pernikahan yaitu menikah sebanyak 36 (72%)
responden. Riwayat pengobatan pasien didominasi telah berobat di pemuka agama sebanyak
22 (44%) responden dengan gambaran lama rentang waktu lama rentang waktu munculnya
gejala pada pasien sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke dokter jiwa adalah >6
Faktor yang menjadi kendala berobat adalah Jarak (Tidak) 32 (64%) responden, Biaya
(Tidak) 47 (94%), Kendaraan (Tidak) 40 (80%), dan Menggunakan BPJS (Ya) 44 (88%)
responden. Selain itu, pasien didominasi oleh datang ke RS atas kemauan sendiri sebanyak 23
(46%) responden. Tinggal serumah Bersama keluarga sebanyak 49 (98%) responden dengan
38
4. Hubungan Masing Komponen Stigma dengan Lama rentang waktu munculnya
Jiwa
39
Lama dan Rentang Jarak
Kategori
Komponen Stigma pengobatan sejak gelaja muncul *p
Jawaban
<6 bulan >6 bulan
Sebagian besar orang memercayai Sangat Setuju 1 5
bahwa depresi bukan suatu penyakit 2.0% 10.0%
medis Setuju 3 19
0.540
6.0% 38.0%
Tidak Setuju 4 18
8.0% 36.0%
Jika seseorang memiliki depresi, Sangat Setuju 1 12
orang tersebut tidak akan 2.0% 24.0%
memberitahu siapapun Setuju 4 17
0.775
8.0% 34.0%
Tidak Setuju 3 13
6.0% 26.0%
Sebagian besar orang memercayai Sangat Setuju 0 6
bahwa orang dengan depresi adalah 0.0% 12.0%
orang yang membahayakan Setuju 3 17
0.272
6.0% 34.0%
Tidak Setuju 5 19
10.0% 38.0%
Sebagian besar orang tidak akan Sangat Setuju 5 16
mempekerjakan orang dengan 10.0% 32.0%
depresi Setuju 2 18
0.257
4.0% 36.0%
Tidak Setuju 1 8
2.0% 16.0%
*Analisis korelasi/hubungan menggunakan Uji Spearman. P < 0.05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara
variable Stigma dengan variable lama dan rentang waktu pengobatan sejak gejala muncul.
Tabel 4.4 mengenai hubungan variable Stigma dengan lama dan variabel riwayat pengobatan
ditemukan bahwa hanya terdapat 18 responden menjawab setuju pada pernyataan “Orang-orang
dengan depresi adalah orang yang berbahaya” dan Lama rentang pengobatan >6 bulan dengan nilai P
0.007. P < 0.05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variable Stigma dengan variable
lama dan rentang waktu pengobatan sejak gejala muncul terkhusus untuk pertanyaan tersebut.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah stigma pada
pasien depresi menjadi salah satu faktor keterlambatan pasien dalam mencari
pertolongan medis atau berobat ke dokter. Penelitian ini memiliki responden berjumlah
50 orang. Responden-responden tersebut telah memenuhi kriteria inklusi dalam
penelitian. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini ialah uji statistik Spearman..
40
Uji statistik Spearman digunakan untuk uji statistik yang ditujukan untuk mengetahui
hubungan antara dua atau lebih variabel berskala Ordinal.
Gambar 5
41
Selain itu, responden didominasi oleh alamat tempat tinggal yang jauh sebanyak
33 (66%) diikuti oleh Pekerjaan Lain-lain sebagai pekerjaan terbanyak, 23 (46%)
responden. Pendidikan terakhir didominasi oleh pendiikan SMA sebanyak 20 (40%)
diikuti dengan status pernikahan yaitu menikah sebanyak 36 (72%) responden.
Berdasarkan data dari Riskesdas (2018), gangguan depresi mulai terjadi usia 15-24
tahun. Prevalensi depresi dapat meningkat hingga 5,6% pada usia 25-34 tahun
(Riskesdas, 2018).
Gambaran lama rentang waktu lama rentang waktu munculnya gejala pada pasien
sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke dokter jiwa adalah >6 bulan sebanyak
42 (84%) yang berarti bahwa pasien depresi terlambat mendapatkan pertolongan medis.
Nicola dkk (2018) menyebutkan dalam rentang waktu >6 bulan setelah gejala depresi
muncul, hanya 12,1% orang depresi mencari pertolongan medis secara professional.
42
Selain itu, dalam kurun waktu <6 bulan sejak gejala depresi muncul, banyak pasien yang
merasa bahwa gejala yang mereka rasakan bukanlah “gejala depresi” akan tetapi
hanyalah “stress emosional” saja, sehingga mereka enggan untuk berkonsultasi pada ahli
(Krawitz, 2010). Dalam penelitian Jiang dkk (2018) juga menyebutkan bahwa dalam
rentang waktu tersebut, pasien merasa bahwa mereka harus menenangkan diri dan
menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal inilah yang menyebabkan pasien tidak berobat
kepada psikiater.
Jarak
36% Ya
Tidak
64%
Gambar 7
Faktor yang menjadi kendala berobat adalah Jarak (Tidak) 32 (64%) responden,
Biaya (Tidak) 47 (94%), Kendaraan (Tidak) 40 (80%), dan Menggunakan BPJS (Ya) 44
(88%) responden. Beberapa faktor yang biasanya menjadi suatu kendala orang untuk
berobat ialah jarak, biaya, kendaraan dan bpjs. Ada 32 responden (64%) memilih jarak
tidak menjadi kendala berobat ke RS karena jarak rumah ke RS dekat. Pada biaya, 47
responden (94%) memilih biaya tidak menjadi kendala karena keluarga pasien
menggunakan BPJS dengan jawaban iya hingga 44 responden (88%). Pada kendaraan
ada 40 responden (80%) memilih kendaraan tidak menjadi kendala berobat karena
keluarga pasien memiliki kendaraan pribadi sendiri. Sehingga pada penelitian ini jarak,
biaya, bpjs, dan kendaraan bukanlah faktor kendala keluarga pasien membawa pasien
depresi berobat ke RS.
43
Gambar 8
44
dari keluarga yang diperoleh seorang pasien terhadap derajat depresi pasien (Afirio,
2017).
Tabel 4. 5. Hubungan Stigma dengan Lama dan Rentang Jarak pengobatan sejak
gelaja muncul (N=50)
45
depresi adalah orang yang membahayakan
*Analisis korelasi/hubungan menggunakan Uji Spearman. P < 0.05 berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara variable Stigma dengan variable lama dan rentang waktu pengobatan
sejak gejala muncul.
Hubungan stigma dengan lama rentang waktu munculnya gejala pada pasien
sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke dokter jiwa ditemukan bahwa p 0.007
yang memiliki makna yaitu terdapat hubungan stigma pada upaya pasien depresi untuk
mencari pengobatan medis. Laura (2021) menyebutkan bahwa kelompok orang depresi
yang memiliki stigma rendah meningkatkan upaya mereka dalam mencari pertolongan
medis. Penderita depresi yang tidak terstigma cenderung lebih bersemangat dan terbuka
untuk mencari kesembuhan. Mereka memiliki rasa optimis untuk mengkonsultasikan
kondisi mereka kepada psikiater (Laura dkk, 2021). Menurut Anastasia (2020), stigma
negatif dari lingkungan terhadap penderita gangguan mental juga dapat menyebabkan
penderita semakin tenggelam dalam penyakitnya sehingga ia tidak memperoleh terapi
yang tepat. Patra, Patil dan Balhara (2020) juga menyebutkan bahwa perasaan akan
stigma dan diskriminasi dapat diinternalisasi oleh pasien sehingga menyebabkan rasa
enggan untuk mencari bantuan pada orang yang ahli di bidangnya,
Dalam penelitian Reavley dkk (2018), disebutkan bahwa orang depresi cenderung
menemui dokter umum terlebih dahulu daripada pskiater. Mereka beranggapan bahwa
keluhan yang mereka rasakan hanyalah sebuah bentuk dari kelelahan akibat pekerjaan,
sehingga mereka memilih untuk berkonsultasi kepada dokter umum (Staiger, 2020).
Penelitian Anita (2017) menyampaikan terkait kondisi depresi, masyarakat umum
cenderung meminta bantuan dokter umum daripada psikiater dan psikolog, terkecuali
untuk gejala skizofrenia. Maka pasien dengan depresi lebih memilih untuk
mengkonsultasikan kondisi terkait depresi mereka kepada dokter umum. Hal tersebut
sesuai dengan hasil data yang diperoleh bahwa mayoritas responden (44%) mencoba
berobat kepada dokter umum terlebih dahulu sebelum mereka berobat kepada pskiater.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa angka signifikan tertinggi diperoleh pada
kuesioner stigma diri. Atikah dan Diana (2017) menyampaikan adanya pengaruh stigma
46
diri terhadap keinginan seseorang untuk mencari bantuan secara medis. Corrigan (2004)
mendefinisikan stigma diri adalah apabila seseorang menyematkan label terhadap dirinya
sebagai individu yang tidak dapat diterima oleh sosial sehingga menyebabkan penurunan
konsep diri, harga diri, dan efikasi diri apabila pasien memiliki intensi berobat kepada
seorang profesional. Semakin tinggi nilai stigma diri, maka semakin rendah nilai
keinginan seseorang untuk mencari pertolongan medis (Shabrina, 2018). Selain itu,
stigma pada diri sendiri maupun lingkungan menyebabkan seseorang dengan depresi
enggan untuk berobat, sehingga rentang waktu antara munculnya gejala dengan
pengobatan medis yang diperoleh semakin lama. Selain itu, pasien berusaha
menyembunyikan gejala depresi yang mereka alami sehingga hal tersebut merupakan
penghalang untuk mencari bantuan dan menerima perawatan yang tepat. (Patra, Patil dan
Balhara, 2020)
3. Limitasi Penelitian
47