Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan di poli jiwa RSUD Wonosari
Gunungkidul. RSUD Wonosari merupakan Rumah Sakit Umum Daerah bertipe
D. Lokasi berada di Dusun Jeruksari, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas lahan
RSUD Wonosari sekitar 22.000 m2. Penelitian dilakukan di RSUD Wonosari
karena kasus depresi tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakara terletak di Kab.
Gunungkidul, dan RSUD Wonosari merupakan rumah sakit rujukan di daerah
Gunungkidul.

Terdapat beberapa pelayanan poliklinik di RSUD Wonosari, diantaranya


adalah Klinik Jiwa, Klinik Penyakit Dalam, Klinik THT, Klinik Bedah Umum,
Klinik Obsgyn, Klinik Penyakit Anak, Klinik Mata, Klinik Saraf, Klinik Kulit dan
Kelamin, Klinik Orthopedi, Klinik Jantung, Klinik Anastesi. Pelayanan poli jiwa
RSUD Wonosari buka setiap hari Senin hingga Sabtu. RSUD Wonosari dipilih
sebagai tempat penelitian karena terletak di Kab. Gunungkidul yang jumlah kasus
prevalensi depresi tinggi, sehingga menjadikan RSUD Wonosari sebagai salah
satu tempat rujukan pasien gangguan jiwa depresi.

2. Data Karakteristik Responden Penelitian


Penelitian ini memiliki responden berjumlah 50. Responden ialah pasien yang
berobat ke Poliklinik Jiwa RSUD Wonosari dengan diagnosis depresi. Teknik sampling
yang digunakan ialah consecutive sampling yaitu semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria inklusi dari penelitian ini dimasukkan ke dalam penelitian hingga
mencapai batas minimal sampel. Alur penentuan sampel dalam penelitian ini dijelaskan
oleh gambar x.

35
Populasi penelitian

Pasien yang datang ke poliklinik Jiwa


RSUD Wonosari dan terdiagnosis
gangguan jiwa depresi

50 responden memenuhi kriteria inklusi

Sampel penelitian

Gambar 3

Terdapat 50 pasien depresi yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik


responden penelitian sebanyak 50 orang dapat dilihat pada tabel berikut
Data Dasar Responden

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian (N=50)


Tabel 4.1. Gambaran Karakteristik Responden Pengetahuan (N=50)
Frekuensi
Karakteristik Persentase (%)
(n)
1. Jenis Kelamin
a. Pria 17 34.0
b. Wanita 33 66.0
2. Usia
a. 15- 25 Tahun 10 20
b. 26-35 Tahun 9 18
c. 36-45 Tahun 15 30
d. 46-55 Tahun 11 22
e. 56-65 Tahun 5 10
f. > 65 tahun
3. Alamat
a. Dekat 17 34
b. Jauh 33 66
4. Pekerjaan
a. PNS 4 8.0
b. Pegawai Swasta 5 10.0
c. Wiraswasta 8 16.0
d. Buruh 4 8.0
e. Petani 6 12.0
f. Lain -lain 23 46.0
5. Pendidikan Terakhir
a. SD 10 20.0
b. SMP 13 26.0
c. SMA 20 40.0

36
Frekuensi
Karakteristik Persentase (%)
(n)
d. Perguruan Tinggi 7 14.0
6. Status Pernikahan
a. Menikah 36 72.0
b. Belum Menikah 13 26.0
c. Janda/Duda 1 2.0
7. Pernah berobat di
a. Tidak berobat 9 18.0
b. Orang Pintar 11 22.0
c. Pemuka Agama 22 44.0
d. Dokter Umum 8 16.0
8. Lama rentang waktu munculnya gejala pada
pasien sampai keluarga memeriksakan
kondisi pasien ke dokter jiwa
a. < 6 bulan 8 16.0
b. > 6 bulan 42 84.0
Faktor dibawah ini menjadi kendala berobat :
9. Jarak Rumah ke RS
a. Ya 18 36.0
b. Tidak 32 64.0
10. Biaya
a. Ya 3 6.0
b. Tidak 47 94.0
11. Kendaraan
a. Ya 10 20.0
b. Tidak 40 80.0
12. Menggunakan BPJS
a. Ya 44 88.0
b. Tidak 6 12.0
13. Datang ke RS
a. Atas kemauan sendiri 23 46.0
b. Atas saran Keluarga 14 28.0
c. Atas saran Tetangga/Orang lain 13 26.0
14. Tinggal serumah bersama :
a. Sendiri 1 2.0
b. Keluarga 49 98.0
15. Anggota keluarga paling peduli terhadap
pasien :
a. Orangtua 15 30.0
b. Suami/Istri 20 40.0
c. Saudara Kandung 14 28.0
d. Anak 1 2.0
Sumber: Data Primer (2020)

Tabel 4.1 memberikan gambaran karakteristik responden penelitian. Responden

didominasi oleh wanita sebanyak 33 (66%) responden diikuti dengan usia terbanyak berada

di rentang 36-45 tahun sebanyak 15 (30%) responden. Selain itu, responden didominasi oleh

alamt tempat tinggal yang jauh sebanyak 33 (66%) diikuti oleh Pekerjaan Lain-lalin sebagai

37
pekerjaan terbanyak, 23 (46%) responden. Pendidikan terakhir didominasi oleh pendiikan

SMA sebanyak 20 (40%) diikuti dengan status pernikahan yaitu menikah sebanyak 36 (72%)

responden. Riwayat pengobatan pasien didominasi telah berobat di pemuka agama sebanyak

22 (44%) responden dengan gambaran lama rentang waktu lama rentang waktu munculnya

gejala pada pasien sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke dokter jiwa adalah >6

bulan sebanyak 42 (84%).

Faktor yang menjadi kendala berobat adalah Jarak (Tidak) 32 (64%) responden, Biaya

(Tidak) 47 (94%), Kendaraan (Tidak) 40 (80%), dan Menggunakan BPJS (Ya) 44 (88%)

responden. Selain itu, pasien didominasi oleh datang ke RS atas kemauan sendiri sebanyak 23

(46%) responden. Tinggal serumah Bersama keluarga sebanyak 49 (98%) responden dengan

anggota keluarga yang paling peduli adalah suami/istri, 20 (40%) responden.

3. Gambaran Stigma Responden Penelitian

Tabel 4.2. Gambaran Stigma Orang dengan Depresi (N=50)


Sangat
Sangat Tidak
No Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
1. Depresi adalah tanda dari kelemahan seseorang 8 38 4 0
(16%) (76%) (8%) (0%)
2. Depresi bukan suatu penyakit medis 8 11 29 2
(16%) (22%) (58%) (4%)
3. Jika saya memiliki depresi, saya tidak akan 5 19 25 1
memberitahu siapapun (10%) (38%) (50%) (2%)
4. Orang-orang dengan depresi adalah orang yang 9 19 22 0
berbahaya (18%) (38%) (44%) (0%)
5. Saya tidak akan memperkerjakan seseorang apabila 18 18 14  0
saya mengetahui orang tersebut memiliki depresi (36%) (36%) (28%) (0%)
6. Sebagian besar orang memercayai bahwa depresi 14 28 8  0
adalah tanda kelemahan seseorang (28%) (56%) (16%) (0%)
7. Sebagian besar orang memercayai bahwa depresi 6 22 22  0
bukan suatu penyakit medis (12%) (44%) (44%) (0%)
8. Jika seseorang memiliki depresi, orang tersebut 13 21 16  0
tidak akan memberitahu siapapun (26%) (42%) (32%) (0%)
9. Sebagian besar orang memercayai bahwa orang 6 20 24  0
dengan depresi adalah orang yang membahayakan (12%) (40%) (48%) (0%)
10. Sebagian besar orang tidak akan mempekerjakan 21 20 9  0
orang dengan depresi (42%) (40%) (18%) (0%)
Sumber: Data Primer (2020)

38
4. Hubungan Masing Komponen Stigma dengan Lama rentang waktu munculnya

gejala pada pasien sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke Dokter

Jiwa

Tabel 4. 4. Hubungan Komponen Stigma dengan Lama dan Rentang Jarak


pengobatan sejak gelaja muncul (N=50)
Lama dan Rentang Jarak
Kategori
Komponen Stigma pengobatan sejak gelaja muncul *p
Jawaban
<6 bulan >6 bulan
Depresi adalah tanda dari kelemahan Sangat Setuju 3 5
seseorang 6.0% 10.0%
Setuju 4 34
0.261
8.0% 68.0%
Tidak Setuju 1 3
2.0% 6.0%
Depresi bukan suatu penyakit medis Sangat Setuju 0 8
0.0% 16.0%
Setuju 1 10
2.0% 20.0%
Tidak Setuju 6 23 0.058
12.0% 46.0%
Sangat Tidak 1 1
Setuju
2.0% 2.0%
Jika saya memiliki depresi, saya Sangat Setuju 0 5
tidak akan memberitahu siapapun 0.0% 10.0%
Setuju 2 17
4.0% 34.0%
Tidak Setuju 5 20 0.074
10.0% 40.0%
Sangat Tidak 1 0
Setuju
2.0% 0.0%
Orang-orang dengan depresi adalah Sangat Setuju 0 9
orang yang berbahaya 0.0% 18.0%
Setuju 1 18
0.007
2.0% 36.0%
Tidak Setuju 7 15
14.0% 30.0%
Saya tidak akan memperkerjakan Sangat Setuju 3 15
seseorang apabila saya mengetahui 6.0% 30.0%
orang tersebut memiliki depresi Setuju 2 16
0.782
4.0% 32.0%
Tidak Setuju 3 11
6.0% 22.0%
Sebagian besar orang memercayai Sangat Setuju 3 11
bahwa depresi adalah tanda 6.0% 22.0%
kelemahan seseorang Setuju 4 24
0.540
8.0% 48.0%
Tidak Setuju 1 7
2.0% 14.0%

39
Lama dan Rentang Jarak
Kategori
Komponen Stigma pengobatan sejak gelaja muncul *p
Jawaban
<6 bulan >6 bulan
Sebagian besar orang memercayai Sangat Setuju 1 5
bahwa depresi bukan suatu penyakit 2.0% 10.0%
medis Setuju 3 19
0.540
6.0% 38.0%
Tidak Setuju 4 18
8.0% 36.0%
Jika seseorang memiliki depresi, Sangat Setuju 1 12
orang tersebut tidak akan 2.0% 24.0%
memberitahu siapapun Setuju 4 17
0.775
8.0% 34.0%
Tidak Setuju 3 13
6.0% 26.0%
Sebagian besar orang memercayai Sangat Setuju 0 6
bahwa orang dengan depresi adalah 0.0% 12.0%
orang yang membahayakan Setuju 3 17
0.272
6.0% 34.0%
Tidak Setuju 5 19
10.0% 38.0%
Sebagian besar orang tidak akan Sangat Setuju 5 16
mempekerjakan orang dengan 10.0% 32.0%
depresi Setuju 2 18
0.257
4.0% 36.0%
Tidak Setuju 1 8
2.0% 16.0%
*Analisis korelasi/hubungan menggunakan Uji Spearman. P < 0.05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara
variable Stigma dengan variable lama dan rentang waktu pengobatan sejak gejala muncul.

Tabel 4.4 mengenai hubungan variable Stigma dengan lama dan variabel riwayat pengobatan

ditemukan bahwa hanya terdapat 18 responden menjawab setuju pada pernyataan “Orang-orang

dengan depresi adalah orang yang berbahaya” dan Lama rentang pengobatan >6 bulan dengan nilai P

0.007. P < 0.05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variable Stigma dengan variable

lama dan rentang waktu pengobatan sejak gejala muncul terkhusus untuk pertanyaan tersebut.

B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden

Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah stigma pada
pasien depresi menjadi salah satu faktor keterlambatan pasien dalam mencari
pertolongan medis atau berobat ke dokter. Penelitian ini memiliki responden berjumlah
50 orang. Responden-responden tersebut telah memenuhi kriteria inklusi dalam
penelitian. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini ialah uji statistik Spearman..

40
Uji statistik Spearman digunakan untuk uji statistik yang ditujukan untuk mengetahui
hubungan antara dua atau lebih variabel berskala Ordinal.

1.1 Jenis Kelamin dan Usia

Responden didominasi oleh wanita sebanyak 33 (66%) responden diikuti dengan


usia terbanyak berada di rentang 36-45 tahun sebanyak 15 (30%) responden. Data
tersebut selaras dengan hasil penelitian Bintang dan Mandagi (2021) bahwa gangguan
depresi lebih berisiko dialami oleh perempuan. Abo-Ras, Werner dan Shinan-Altnan
(2020) juga menyebutkan bahwa pasien depresi yang berusia dewasa memiliki tingkat
stigma diri yang lebih tinggi daripada pasien depresi dengan usia remaja. Pasien dewasa
cenderung mengalami stigma diri dua kali lebih berat daripada pasien usia remaja, sebab Gambar 4
mereka merasa sudah berusia tua namun masih mengalami gangguan jiwa (Gonzalez
Domınguez et al., 2018). Byers, Arean, & Yaffe (2012) mengungkapkan pasien depresi
yang memiliki usia dewasa cenderung mencari pengobatan medis lebih terlambat dan
tingkat kepatuhan berobat mereka juga lebih rendah.

Gambar 5

41
Selain itu, responden didominasi oleh alamat tempat tinggal yang jauh sebanyak
33 (66%) diikuti oleh Pekerjaan Lain-lain sebagai pekerjaan terbanyak, 23 (46%)
responden. Pendidikan terakhir didominasi oleh pendiikan SMA sebanyak 20 (40%)
diikuti dengan status pernikahan yaitu menikah sebanyak 36 (72%) responden.
Berdasarkan data dari Riskesdas (2018), gangguan depresi mulai terjadi usia 15-24
tahun. Prevalensi depresi dapat meningkat hingga 5,6% pada usia 25-34 tahun
(Riskesdas, 2018).

Riwayat pengobatan pasien didominasi telah berobat di dokter umum sebanyak


22 (44%) responden. Pasien depresi menganggap bahwa mereka hanya merasa kelelahan
akibat “tekanan pekerjaan”, sehingga banyak pasien depresi berkonsultasi ke dokter
umum atau psikolog (Nicola dkk, 2018). Selain itu, riwayat pengobatan pasien terbanyak
kedua adalah orang pintar (22%). Jiang dkk (2018) menyebutkan hanya sedikit dari
pasien depresi yang beranggapan depresi memerlukan pengobatan secara medis. Menurut
Gambar 6
Julia dkk (2017), salah satu faktor yang mempengaruhi orang depresi mencari
pertolongan medis adalah pengaruh kelompok masyarakat ataupun etnis tertentu. Keliat
B.A (2013) menyebutkan bahwa kelubarga awalnya membawa pasien ke pengobatan
alternatif seperti orang pintar dan pemuka agama baru setelah kondisi pasien tidak
sembuh dan malah bertambah parah atau kronis akhirnya pihak keluarga membawa
pasien ke dokter.

Gambaran lama rentang waktu lama rentang waktu munculnya gejala pada pasien
sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke dokter jiwa adalah >6 bulan sebanyak
42 (84%) yang berarti bahwa pasien depresi terlambat mendapatkan pertolongan medis.
Nicola dkk (2018) menyebutkan dalam rentang waktu >6 bulan setelah gejala depresi
muncul, hanya 12,1% orang depresi mencari pertolongan medis secara professional.

42
Selain itu, dalam kurun waktu <6 bulan sejak gejala depresi muncul, banyak pasien yang
merasa bahwa gejala yang mereka rasakan bukanlah “gejala depresi” akan tetapi
hanyalah “stress emosional” saja, sehingga mereka enggan untuk berkonsultasi pada ahli
(Krawitz, 2010). Dalam penelitian Jiang dkk (2018) juga menyebutkan bahwa dalam
rentang waktu tersebut, pasien merasa bahwa mereka harus menenangkan diri dan
menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal inilah yang menyebabkan pasien tidak berobat
kepada psikiater.

Jarak

36% Ya
Tidak

64%

Gambar 7

Faktor yang menjadi kendala berobat adalah Jarak (Tidak) 32 (64%) responden,
Biaya (Tidak) 47 (94%), Kendaraan (Tidak) 40 (80%), dan Menggunakan BPJS (Ya) 44
(88%) responden. Beberapa faktor yang biasanya menjadi suatu kendala orang untuk
berobat ialah jarak, biaya, kendaraan dan bpjs. Ada 32 responden (64%) memilih jarak
tidak menjadi kendala berobat ke RS karena jarak rumah ke RS dekat. Pada biaya, 47
responden (94%) memilih biaya tidak menjadi kendala karena keluarga pasien
menggunakan BPJS dengan jawaban iya hingga 44 responden (88%). Pada kendaraan
ada 40 responden (80%) memilih kendaraan tidak menjadi kendala berobat karena
keluarga pasien memiliki kendaraan pribadi sendiri. Sehingga pada penelitian ini jarak,
biaya, bpjs, dan kendaraan bukanlah faktor kendala keluarga pasien membawa pasien
depresi berobat ke RS.

43
Gambar 8

Selain itu, pasien


didominasi oleh datang ke RS
atas kemauan sendiri
sebanyak 23 (46%)
responden. Tinggal serumah
Bersama keluarga sebanyak
49 (98%) responden dengan
anggota keluarga yang paling peduli adalah suami/istri, 20 (40%) responden. Thompson
dkk (2017) menyebutkan bahwa keluarga berperan penting dalam memberikan support
pada pasien depresi. Sebab keluarga adalah orang yang paling dekat dengan pasien,
sehingga salah satu bentuk dari dukungan keluarga pada pasien depresi adalah
mengantarkan pasien untuk berobat. Dukungan keluarga adalah keiterlibatan keluarga
dalam membantu salah satu anggota keluarganya yang membutuhkan pertolongan
termasuk pada masalah kesehatan (Niven, 2002). Maka dukungan sosial keluarga
mengarah terhadap keluarga yang selalu siap memberikan bantuan pertolongan kepada
anggota keluarganya yang sedang mengalami masalah kesehatan (Erdiana, 2015).

Pasien depresi tinggal serumah bersama keluarga ada sebanyak 49 responden


(98%). Pada penelitian Copp dkk (2015) menyebutkan bahwa mereka yang tinggal
dengan keluarga pasien memiliki gejala depresi lebih rendah daripada pasien yang sudah
bekerja dan tinggal sendiri. Keluarga berperan penting sebagai ‘buffer’ pada pasien
dalam menghadapi kehidupan yang penuh stress dan tekanan (Erika, 2018). 20
responden (40%) menyebutkan bahwa suami/istri adalah orang yang paling peduli pada
mereka. Selain itu, 15 responden (15%) memilih orangtua sebagai orang yng paling
peduli terhadap pasien. Terdapat suatu hubungan yang signifikan antara dukungan sosial

44
dari keluarga yang diperoleh seorang pasien terhadap derajat depresi pasien (Afirio,
2017).

2. Hubungan Masing Komponen Stigma dengan Lama rentang waktu munculnya


gejala pada pasien sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke Dokter Jiwa

Tabel 4. 5. Hubungan Stigma dengan Lama dan Rentang Jarak pengobatan sejak
gelaja muncul (N=50)

No Pernyataan Lama dan rentang jarak


pengobatan sejak gejala
muncul (*p)

1 Depresi adalah tanda dari kelemahan seseorang 0.261

2 Depresi bukan suatu penyakit medis 0.058

3 Jika saya memiliki depresi, saya tidak akan memberitahu 0.074


siapapun

4 Orang-orang dengan depresi adalah orang yang 0.007


berbahaya

5 Saya tidak akan memperkerjakan seseorang apabila saya 0.782


mengetahui orang tersebut memiliki depresi

6 Sebagian besar orang memercayai bahwa depresi adalah 0.540


tanda kelemahan seseorang

7 Sebagian besar orang memercayai bahwa depresi bukan 0.540


suatu penyakit medis

8 Jika seseorang memiliki depresi, orang tersebut tidak 0.775


akan memberitahu siapapun

9 Sebagian besar orang memercayai bahwa orang dengan 0.272

45
depresi adalah orang yang membahayakan

10 Sebagian besar orang tidak akan mempekerjakan orang 0.257


dengan depresi

*Analisis korelasi/hubungan menggunakan Uji Spearman. P < 0.05 berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara variable Stigma dengan variable lama dan rentang waktu pengobatan
sejak gejala muncul.

Hubungan stigma dengan lama rentang waktu munculnya gejala pada pasien
sampai keluarga memeriksakan kondisi pasien ke dokter jiwa ditemukan bahwa p 0.007
yang memiliki makna yaitu terdapat hubungan stigma pada upaya pasien depresi untuk
mencari pengobatan medis. Laura (2021) menyebutkan bahwa kelompok orang depresi
yang memiliki stigma rendah meningkatkan upaya mereka dalam mencari pertolongan
medis. Penderita depresi yang tidak terstigma cenderung lebih bersemangat dan terbuka
untuk mencari kesembuhan. Mereka memiliki rasa optimis untuk mengkonsultasikan
kondisi mereka kepada psikiater (Laura dkk, 2021). Menurut Anastasia (2020), stigma
negatif dari lingkungan terhadap penderita gangguan mental juga dapat menyebabkan
penderita semakin tenggelam dalam penyakitnya sehingga ia tidak memperoleh terapi
yang tepat. Patra, Patil dan Balhara (2020) juga menyebutkan bahwa perasaan akan
stigma dan diskriminasi dapat diinternalisasi oleh pasien sehingga menyebabkan rasa
enggan untuk mencari bantuan pada orang yang ahli di bidangnya,

Dalam penelitian Reavley dkk (2018), disebutkan bahwa orang depresi cenderung
menemui dokter umum terlebih dahulu daripada pskiater. Mereka beranggapan bahwa
keluhan yang mereka rasakan hanyalah sebuah bentuk dari kelelahan akibat pekerjaan,
sehingga mereka memilih untuk berkonsultasi kepada dokter umum (Staiger, 2020).
Penelitian Anita (2017) menyampaikan terkait kondisi depresi, masyarakat umum
cenderung meminta bantuan dokter umum daripada psikiater dan psikolog, terkecuali
untuk gejala skizofrenia. Maka pasien dengan depresi lebih memilih untuk
mengkonsultasikan kondisi terkait depresi mereka kepada dokter umum. Hal tersebut
sesuai dengan hasil data yang diperoleh bahwa mayoritas responden (44%) mencoba
berobat kepada dokter umum terlebih dahulu sebelum mereka berobat kepada pskiater.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa angka signifikan tertinggi diperoleh pada
kuesioner stigma diri. Atikah dan Diana (2017) menyampaikan adanya pengaruh stigma

46
diri terhadap keinginan seseorang untuk mencari bantuan secara medis. Corrigan (2004)
mendefinisikan stigma diri adalah apabila seseorang menyematkan label terhadap dirinya
sebagai individu yang tidak dapat diterima oleh sosial sehingga menyebabkan penurunan
konsep diri, harga diri, dan efikasi diri apabila pasien memiliki intensi berobat kepada
seorang profesional. Semakin tinggi nilai stigma diri, maka semakin rendah nilai
keinginan seseorang untuk mencari pertolongan medis (Shabrina, 2018). Selain itu,
stigma pada diri sendiri maupun lingkungan menyebabkan seseorang dengan depresi
enggan untuk berobat, sehingga rentang waktu antara munculnya gejala dengan
pengobatan medis yang diperoleh semakin lama. Selain itu, pasien berusaha
menyembunyikan gejala depresi yang mereka alami sehingga hal tersebut merupakan
penghalang untuk mencari bantuan dan menerima perawatan yang tepat. (Patra, Patil dan
Balhara, 2020)

3. Limitasi Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa limitasi. Desain penelitian cross sectional


(potong lintang) merupakan penelitian jangka pendek dengan jumlah sampel yang
sedikit. Generalisasi pada penelitian ini sangat rendah, sebab penelitian dilaksanakan
pada wilayah kabupaten. Desain penelitian cross sectional memiliki kekurangan dalam
menggambarkan perkembangan faktor risiko yang ada.

47

Anda mungkin juga menyukai