Pembimbing:
dr. Dyah, Sp.OG (K) KFM
Disusun oleh:
Addina Nuzulia Ramadhani 4111141041
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya laporan kasus ini dapat selesai. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu
tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Obstetry and Gynecology Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati
Cirebon.
Penulisan laporan kasus, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang diberikan
secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Dyah, Sp.OG (K) KFM sebagai dokter pembimbing dan semua
pihak lain yang terlibat dalam penulisan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini, tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi penulis
maupun pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
2
BAB I
STATUS PASIEN
a. Anamnesis
● Identitas Pasien
Identitas Suami
Nama : Tn. AK
Usia : 37 Tahun
Alamat : Desa Cidempet, RT 010 RW 003, Kel. Cidempet, Kec.
Arahan, Kab. Indramayu
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : SLTA
Pekerjaan : Polisi
3
● Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 14 November 2022
di ruangan Prabu Siliwangi Lt. 2, Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota
Cirebon.
● Keluhan Utama
Pasien usia 30 tahun G5P1A3 hamil 37 – 38 minggu keluhan
keluar air-air dari jalan lahir sejak 2 minggu (30 Oktober 2022) sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan keluar air-air tidak dapat ditahan, berwarna
jernih dan tidak berbau. Mulas – mulas dirasakan sejak 4 hari SMRS.
Keluar air-air dirasakan saat pasien selesai melaksanakan shalat magrib.
● Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan.
Keluhan tidak disertai keluar lendir dan darah dari jalan lahir. Pasien
menyangkal adanya keputihan, nyeri pinggang, nyeri saat berkemih, dan
sering berkemih namun keluarnya sedikit. Keluhan sakit gigi dan gigi
berlubang disangkal, dan pasien tidak mengeluh demam.
4
Pasien tidak melakukan hubungan seksual dengan suaminya
sebelum keluhan timbul. Pasien juga tidak ada riwayat terjatuh dan
terbentur didaerah perut pada saat hamil, Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok, suaminya sering merokok namun diluar rumah. Demam,
perdarahan, dan keputihan disangkal. Keluhan BAK dan BAB disangkal.
● Riwayat penyakit dahulu/ riwayat operasi
- Pasien mengatakan pernah mengalami keguguran pada kehamilan
pertama pada saat usia kehamilan 1 bulan dan dilakukan tindakan
kuretase.
5
beralkohol. Pasien juga tidak mengalami kesulitan tidur selama masa
kehamilan.
● Riwayat Pernikahan
Merupakan pernikahan pertama dan sudah berlangsung selama 17
tahun.
● Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menarche di usia 12 tahun dan teratur setiap
bulannya 28 hari sekali. Durasi haid 5 hari setiap bulannya. Keluhan yang
dirasakan setiap menstruasi berupa nyeri. HPHT tanggal 10 Maret 2022
dan TPL 17 Desember 2022.
Berat
No. Tahun Jenis Penolong Aterm Jenis Penyulit
Badan
Kelamin Persalinan
Lahir
(gr)
1. 2013 - dr. Sp.OG - Abortus Kuretase BO
BO
2. 2015 - dr. Sp.OG - Abortus Kuretase
2017
3. -
dr. Sp.OG - Abortus Kuretase BO
4.
5. KPD 2 mgg,
Saat ini
BSC 1x,
(hamil 36
Plasenta
– 37
Akreta
minggu)
● Riwayat ANC
Pada kehamilan ini pasien rutin melakukan ANC sejak awal kehamilan
di praktek bidan sebanyak 8 kali.
● Riwayat Kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi pada pasien tidak ditanyakan
6
b. Pemeriksaan Fisik
● Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: 15 (E 4, V 5, M
6) Tanda Vital:
− Tekanan darah : 116/62 mmHg
− Nadi : 105x/menit
− Pernapasan : 20x/menit
− Suhu : 37,0oC
● Status Antropometri
Berat badan : 74 kg
Berat badan pra hamil : 70 kg
Tinggi badan : 163cm
Paru
● Inspeksi : thorax mengembang baik simetris statis maupun
7
dinamis, nafas tertinggal (-)
● Palpasi : vokal fremitus normal, massa (-), nyeri tekan (-),
● Perkusi : sonor (+/+)
● Auskultasi : suara napas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Ekstremitas
● Akral hangat : Superior (+/+), Inferior (+/+)
● CRT <2 detik : Superior (+/+), Inferior (+/+)
● Edema : Superior (-/-), Inferior (-/-)
● Sianosis : Superior (-/-), Inferior (-/-)
Obstetri
● TFU: 32 cm
● Leopold
○ Leopold I : Teraba bokong di fundus uteri
○ Leopold II : Teraba punggung di sebelah kiri dan
ekstremitas di sebelah kanan
○ Leopold III : Bagian terbawah teraba kepala
○ Leopold IV : Bagian terbawah belum memasuki PAP
● DJJ: 147x/menit
¿
● His: 1x 1 0l x 15
● TBJ : 2871 gram
8
c. Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 11.1 (L) g/dL 12 - 16
Jumlah Leukosit 18290 (H) 10^3/uL 3.60 - 11.00
Hematokrit 34.2 (L) % 37 – 54
● USG (14/11/2022)
9
Janin tunggal hidup intrauterin, presentasi kepala. GA 36 – 37 minggu.
Ketuban cukup. Sdp: 3,61 cm. TBJ: 2871 gr. HPL: 10-12-2022, Lilitan tali pusat
2x, tebal mekonium 0,55.
Kesan: Gravida 36 – 37 minggu janin tunggal hidup intrauterine dengan lilitan tali
pusat 2x.
d. Resume
Ny. AS usia 30 tahun G5P1A3 hamil 36 – 37 minggu datang ke Poli Kebidanan
dan Penyakit Kandungan RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dengan keluar air-air sejak 2
minggu SMRS (30 Oktober 2022). Keluhan keluar air-air tidak dapat ditahan, berwarna
jernih dan tidak berbau.
Tanggal 4 November 2022 pasien periksa ke dr. Halim, Sp.OG di RS kalisah dan
dokter mengatakan air ketuban masih cukup dan diberikan vitamin serta obat antivirus.
Tanggal 12 November 2022 pasien mengatakan keluar air – air masih dirasakan dan
merasakan mules – mules dan diperiksa oleh dr. Irawan, Sp.OG, dan dokter mengatakan
hamil 36 minggu dengan ketuban pecah dini 2 minggu dan suspek plasenta akreta dan
saran rujuk ke dokter Sp.OG, KFM dan tanggal 14 November 2022 tiba di RSUD
Gunung Jati Kota Cirebon.
11
ASSESSMENT
Daftar Masalah
o Oligohidramnion
o Vaginal pooling
o Lilitan tali pusat 2x
Diagnosis Klinis
Diagnosis Utama
o Ketuban Pecah Dini (KPD) 2 minggu Preterm
Diagnosis Sekunder
o BSC 1x
o Plasenta Akreta
PLANNING
− Infus RL 2.040ml/ 24 jam
- Nasal Canul 3 lpm
- Ceftriaxone 2x1 gram
- Nifedipine 3x10 mg
12
FOLLOW UP
(14/11/2022- 14.30 WIB)
S Keluar air-air (+), perdarahan (-), lendir (-), mules (+). Gerakan janin masih
dirasa aktif
O Tanda-tanda vital
TD: 107/65
mmHg N:
97x/menit
S: 36,3
DJJ: 144x/menit
A G5P1A3 Gravida Preterm 36 – 37 minggu dengan BSC 1x 3th yll, KPD 2
minggu, Susp Plasenta Akreta. Prematur kontraksi
P - Infus RL
- Ceftriaxone 2x1 gram
- Nifedipine 3x10 mg
- R/ USG Besok (15 November 2022)
(15/11/2022- 17.00 WIB)
S Keluar air-air (+), perdarahan (-), lendir (-), mules (+). Gerakan janin masih
dirasa aktif
O Tanda-tanda vital
TD: 140/32
mmHg N:
92x/menit
S: 36,3
DJJ: 144x/menit
USG:
Janin tunggal hidup intrauterin, presentasi kepala. GA 36 – 37 minggu. Ketuban
cukup. Sdp: 3,61 cm. TBJ: 2871 gr. HPL: 10-12-2022, Lilitan tali pusat 2x, tebal
mekonium 0,55. Kesan: Gravida 36 – 37 minggu janin tunggal hidup intrauterine
dengan lilitan tali pusat 2x.
A G5P1A3 Gravida Preterm 36 – 37 minggu dengan BSC 1x 3th yll, KPD 2
minggu, Susp Plasenta Akreta. Prematur kontraksi
P - Infus RL
- R/ Sectio Caesarea
- Sedia PRC 31B
- Ceftriaxone 2x1 gram
13
BAB II: ANALISA KASUS
14
- Prevalensi global kejadian KPD
mencapai sekitar 5% - 10%
3. Faktor Risiko Beberapa faktor risiko yang Pada anamnesis pasien didapatkan
dikemukakan oleh POGI melalui riwayat aborsi sebanyak 3x dan
PNPK KPD tahun 2016: BSC 1x di kehamilan pertama,
kedua, ketiga, dan keempat tahun,
- Riwayat aborsi
dengan usia kehamilan 1 dan 2
- Riwayat KPD di kehamilan
bulan pada kasus aborsi dan
sebelumnya
riwayat persalinan SC a/i KET
- Riwayat persalinan SC
pada usia kehamilan 37 minggu.
- Riwayat infeksi
15
BAB III: TINJAUAN PUSTAKA
2. EPIDEMIOLOGI
Pada prevalensi global, kejadian KPD mencapai sekitar 5% - 10% dalam
seluruh persalinan dan KPD Prematur terjadi sebanyak 3% dalam seluruh kehamilan.
Setidaknya 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm, namun pada beberapa pusat
studi, lebih dari 50% kasus mungkin terjadi pada kehamilan preterm.
Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan
7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981.2
.
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Hingga saat ini belum ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPD, namun
sudah banyak penelitian yang menemukan hal-hal yang menjadi faktor risiko
terjadinya KPD.4
16
Riwayat KPD premature merupakan faktor risiko pada KPD atau persalinan
premature pada kehamilan berikutnya. Dimana kemungkinan terjadi KPD berulang
meningkat 4,45 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak ada riwayat KPD.4
Faktor usia pada kehamilan dapat menjadi salah satu faktor risiko dari
terjadinya KPD, terdapat lebih banyak kasus terjadi KPD pada ibu hamil dengan
kelompok risiko (62,3%) dibandingkan dengan kelompok usia tidak berisiko. Usia
ibu < 20 tahun memiliki kondisi rahim yang kurang matang untuk melahirkan,
sehingga berisiko menderita KPD. Sedangkan pada wanita dengan usia >35 tahun
tergolong terlalu tua untuk melahirkan, pada kelompok usia ini kondisi fungsional
dan struktural rahim menurun sehingga meningkatkan risiko terjadinya KPD.3
Multipara merupakan salah satu faktor terjadinya KPD karena pada wanita
multipara sering didapati serviks yang inkompeten. Inkompetensia serviks adalah
istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang
terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan
karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks memiliki
suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam
masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.4
Kehamilan ganda dapat meningkatkan ketegangan yang berlebihan rahim dan
dapat meningkatkan ketegangan yang berlebihan rahim dan pada akhirnya dapat
meningkatkan kontraksi.4
Malposisi janin menjadi salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya KPD,
pada keadaan malposisi, posisi terendah janin tedak menutupi jalan lahir, sehingga
tida ada resistensi pada selaput ketuban yang dapat menyebabkan mudah terjadinya
kebocoran. Malposisi ini mencangkup letak sungsan dan lintang.4
17
Tingkat pendidikan pada ibu memiliki hubungan dengan insidensi KPD,
dimana pada ibu dengan Pendidikan rendah memiliki potensi 2,378 kali untuk terjadi
KPD dibandingkan dengan ibu yang memiliki Pendidikan tinggi. Wanita dengan
pendidikan tinggi cenderung lebih sadar dengan kesehatan diri dan keluarganya serta
sadar pemeriksaan gizi dan kesehatan selama kehamilan. Selain itu wanita dengan
Pendidikan yang lebih tinggi lebih mampu mendeteksi tanda bahaya selama
kehamilan. Sosial ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang
banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.4
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa
matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeks.
18
4. PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.
Prevalensi terbanyak dari ruptur membran amnion yang terjadi pada KPD
biasanya terjadi pada area supra-cervical (selaput yang menutupi daerah ostium
serviks). Membran amnion sering mudah terganggu dan mudah berubah struktur dan
sarat akan bakteri, selaput ketuban pecah karena perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput inferior rapuh dan bukan karena seluruh selaput ketuban
rapuh.Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, katabolisme kolagen, menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.1
19
serta penghambat protease. Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Mikroorganisme yang menginfeksi host dapat membentuk enzim protease disertai
respon inflamasi dari host sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP
yang menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput
ketuban.1
5. DIAGNOSIS
Penilaian awal ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD harus meliputi 3
hal, yakni konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi, dan presentasi janin serta
penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.2
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu diketahui waktu dan kuantitas
dari cairan yang keluar tidak diawali dengan mules, mengetahui usia gestasi dan
taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya.2
Pemeriksaan inspekulo dilakukan untuk menilai servisitis, prolaps tali pusar,
atau bagian terbawah janin (bila presentasi bukan kepala), menilai dilatasi dan
pendataran serviks, dan untuk mendapatkan sampel serta mendiagnosis KPD secara
visual. Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi
pemeriksaan lainnya untuk mengonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH amnion ~7,1-7,3) dan
cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina.2
Pemeriksaan USG digunakan untuk melengkapi diagnosis dan menilai Amnion
Fluid Index (AFI) adanya pengurangan tanpa disertai abnormalitas ginjal janin dan
tidak adanya IUGR pada janin.2
Pada beberapa kasus, pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan dari vagina/perineum. Jika
diagnosis secara pemeriksaan fisik belum jelas, maka tes nitrazin dan tes fern dapat
dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti Insulin-like growth factor binding protein 1
(IGFBP-1) sebagai penanda persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi
vagina, terbukti memiliki sensitivitas yang rendah.2
Penentuan adanya infeksi harus dilakukan pada kasus KPD, dimana tanda
tanda infeksi adalah bila suhu ibu >38oC serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit
darah > 15.000/mm3 dan janin mengalami takikardia.1
20
6. PENATALAKSANAAN
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Setelah melakukan
pemeriksaan maternal dan pemeriksaan tanda-tanda infeksi intrauterin (demam pada
ibu ≥38°C, takikardi janin >160x/menit, kontraksi uterus, atau duh vagina purulen)
serta mendapatkan diagnosis yang pasti, penentuan tatalaksana berdasarkan usia
gestasi. Inni berkaitan dengan kematangan organ janin, morbiditas, dan mortalitas saat
persalinan serta tokolitik. Manajemen penanganan KPD terbagi menjadi 2, yaitu
manajemen aktif dan ekspektatif.1
Manajemen Ekspektatif
Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
intervensi, sedangkan manajemen aktif melibatkan klinisi untuk mengintervensi
persalinan.
a. KPD pada usia kehamilan <24 minggu (Periviable)
Pada usia kehamilan <24 minggu dengan KPD preterm menunjukkan adanya
morbiditas minor neonatus, seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien yang
lebih besar apabila janin dilahirkan di usia tersebut dibandingkan pada kelompok usia
36 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah
pilihan yang lebih baik. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan setidaknya mulai
usia kehamilan 20 minggu. Pemberian kortikosteroid, tokolitik, dan magnesium sulfat
tidak direkomendasikan pada usia kehamilan ini.2
b. KPD pada usia kehamilan 24 - 33 minggu (Preterm)
Pada usia kehamilan ini, pemberian antibiotik direkomendasikan untuk
memperpanjang masa latensi jika tidak didapatkan kontraindikasi, namun
berhubungan juga dengan peningkatan risiko korioamnionitis pada kehamilan <34
minggu. Pemberian kortikosteroid juga direkomendasikan untuk pematangan paru-
paru janin, terutama bagi ibu hamil yang berisiko persalinan preterm dalam kurun
waktu 7 hari. Penanganan infeksi intra amnion dilakukan apabila didapatkan indikasi.
Pemberian magnesium sulfat untuk neuroproteksi sebelum persalinan yang
diantisipasi dalam kurun waktu 24 jam untuk usia kehamilan <32 minggu.2
Pemberian antibiotik kombinasi ampicillin (2 gr setiap 6 jam) dan
erythromycin (250 mg setiap 8 jam) selama 7 hari, dilanjutkan dengan amoxicillin
(250 mg setiap 8 jam) dan erythromycin (333 mg setiap 8 jam) oral direkomendasikan
21
saat manajemen ekspektatif dengan KPD Preterm <34 minggu. Beberapa institusi juga
telah mengganti erythromycin dengan azithromycin dosis tunggal 1 gr dalam kondisi
erythromycin tidak tersedia.1
c. KPD pada usia kehamilan 34-36 minggu (Late Preterm)
Pada usia kehamilan >34 minggu, mempertahankan kehamilan dapat
meningkatkan risiko korioamnionitis dan sepsis, meskipun tidak ada perbedaan yang
signifikan terhadap kejadian ARDS. Pada kondisi ini, mempertahankan kehamilan
lebih buruk dibandingkan melakukan persalinan. Pemberian tokolitik tidak
direkomendasikan pada KPD di usia kehamilan antara 34 - 36 minggu.2
d. KPD pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih (Aterm)
Penanganan manajemen ekspektatif sebaiknya tidak melebihi usia kehamilan
37 minggu. Pemberian antibiotik untuk memperpanjang masa latensi juga tidak sesuai
dalam kondisi ini, sehingga harus dipertimbangkan untuk melakukan persalinan, baik
dengan induksi atau SC yang sesuai dengan indikasi pasien. Induksi dapat dilakukan
apabila CTG (DJJ) janin dalam keadaan bagus dan tidak ada indikasi
korioamnionitis.2
e. KPD memanjang
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm, dimana
administrasi antibiotik terbukti mampu mengurangi morbiditas maternal dan neonatal
dengan menunda kelahiran, sehingga ada cukup waktu untuk memberikan profilaksis
kortikosteroid. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan bila KPD memanjang >24
jam. Pemberian eritromisin atau penisilin adalah pilihan yang terbaik pada kondisi ini.
Berikut adalah pilihan antibiotik yang digunakan pada KPD memanjang.2
Manajemen Aktif
Pada kehamilan ≥37 minggu, induksi awal lebih dipilih jika pasien menyetujui
untuk dilakukan induksi. Induksi persalinan dengan prostaglandin per vaginam
22
berhubungan dengan risiko korioamnionitis dan infeksi neonatal bila dibandingkan
dengan induksi oksitosin, sehingga oksitosin lebih dipilih untuk menginduksi
persalinan pada kasus KPD. Apabila induksi persalinan tidak berhasil maka dilakukan
sectio caesarea.1
Pemberian antibiotik untuk profilaksis Streptokokus group B jika diperlukan.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada kehamilan dengan KPD preterm
terbukti mampu membantu mematangkan paru-paru janin sehingga dapat menurunkan
risiko ARDS, perdarahan intraventrikuler, dan enterokolitis nekrotikan. Pemberian
tokolitik pada KPD preterm tidak direkomendasikan.2
Kortikosteroid Betamethasone
(menurunkan risiko 12mg IM per 24 jam
sindrom distress Dexamethasone
pernapasan) 6mg IM per 12 jam, selama 2 hari
Antibiotik Ampicillin
(memperpanjang masa 2g IV setiap 6 jam selama 48 jam
laten) Erythromycin
250mg IV setiap 8 jam, selama 48 jam
dan dilanjutkan dengan:
Amoxicillin
250mg PO setiap 8 jam selama 5 hari
Erythromycin
333mg PO setiap 8 jam
alternatif erythromycin:
Azithromycin 1 gr dosis tunggal
23
7. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Ibu
24
Komplikasi pada ibu yang biasanya terjadi adalah infeksi intrauterin, seperti
endomyometritis dan/atau korioamnionitis yang bisa berujung pada sepsis.
Peningkatan kemungkinan dilakukan SC juga menjadi salah satu komplikasi dari
KPD.2
2. Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada kondisi KPD adalah
persalinan lebih awal dan kondisi prematur saat lahir. Bila KPD terjadi sangat cepat
neonatus yang lahir dapat mengalami malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel dan sindrom distress pernapasan.2
25
DAFTAR PUSTAKA
25