Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS

GANGGUAN DEPRESI DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Oleh :
Novita A. Abay

18014101070

Masa KKM : 18 Juli – 14 Agustus 2022

Pembimbing :
Prof Dr. dr. B. H. R. Kairupan Sp.KJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022

1
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK SEBAGAI

PASIEN LAPORAN KASUS

Seorang Pasien dengan Diagnosis Gangguan Depresi Dengan Gejala Psikotik


Nama : Tn. RJ
Telah disetujui untuk menjadi pasien status ujian pada 5 Agustus 2022

Mengetahui,
Dokter Penanggung Jawab Pasien

dr. Anita E. Dundu Sp.KJ

i
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Novita A. Abay

18014101070

Masa KKM : 18 Juli – 14 Agustus 2022

Dengan ini menyatakan bahwa saya benar-benar telah melakukan


Wawancara psikiatri terhadap pasien laporan kasus saya

Manado, 09 Agustus 2022

Novita A. Abay

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Membaca Laporan Kasus dengan judul

“SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS


GANGGUAN DEPRESI DENGAN GEJALA PSIKOTIK”

Oleh :
Novita A. Abay

18014101070

Masa KKM : 18 Juli – 14 Agustus 2022

Telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada tanggal Agustus 2022

Dokter Pembimbing :

Prof Dr. dr. B. H. R. Kairupan Sp.KJ (K)

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK SEBAGAI PASIEN LAPORAN KASUS ...... i

SURAT PERNYATAAN ..........................................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv

LAPORAN KASUS................................................................................................................... 1

I. IDENTITAS PASIEN .................................................................................................... 1

II. RIWAYAT PSIKIATRIK .............................................................................................. 1

III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI ............................................................................ 3

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL ......................................................................... 9

V. PEMERIKSAAN FISIK INTERNA DAN NEUROLOGI.......................................... 13

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA .................................................................... 15

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK..................................................................................... 15

VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL ..................................................................................... 17

IX. DAFTAR MASALAH ................................................................................................. 17

X. RENCANA TERAPI ................................................................................................... 17

XI. PROGNOSIS ............................................................................................................... 19

XII. DISKUSI...................................................................................................................... 19

XIII. KESIMPULAN ........................................................................................................... 29

XIV. WAWANCARA PSIKIATRI ..................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 31

LAMPIRAN ............................................................................................................................. 32

iv
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. RJ

Umur : 48 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Manado, 9 Februari 1974

Status Perkawinan : Cerai hidup

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Ojek online

Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Singkil Dua

Tanggal Pemeriksaan : 5 Agustus 2022

Tempat Pemeriksaan : RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Riwayat psikiatri diperoleh melalui:

1. Autoanamnesis dengan pasien Tn. RJ di poliklinik RSJ Prof. Dr. V. L.

Ratumbuysang Manado pada tanggal 5 Agustus 2022.

2. Tidak dilakukan aloanamnesis pada pasien.

A. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan sering mendengar suara-suara yang orang lain

tidak dengar sejak 2 tahun lalu.

1
B. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien datang ke RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang dengan keluhan

sering mendengar suara-suara yang orang lain tidak dengar sejak 2 tahun yang

lalu. Pasien mengatakan keluhannya kambuh kembali karena tidak minum obat

yang diberikan dokter psikiater sebelumnya. Pasien tidak minum obat lagi karena

ia takut jika mengonsumsi banyak obat akan berpengaruh terhadap kesehatan

ginjal pasien. Pasien juga mengatakan ia sekarang sedang mengonsumsi obat

kronis yang cukup banyak dari dokter keluarganya. Hal itu juga menjadi satu

alasan pasien tidak minum obat yang diberikan dokter psikiater.

Suara-suara yang didengar pasien sangat terdengar jelas oleh pasien.

Pasien mengatakan bahwa suara yang didengar adalah suara laki-laki dan hanya

ada satu suara. Suara yang pasien dengar menyuruh pasien untuk bunuh diri.

Pasien juga mengeluhkan susah tidur akibat suara-suara yang ia dengar hampir

setiap hari. Pasien juga mengatakan sepanjang hari hanya melamun dan merasa

tidak berdaya, dan juga seringkali berfikir tentang kematian. Pasien mengatakan ia

menjadi seperti ini karena sudah 2 kali gagal dalam berumah tangga yaitu sudah 2

kali menikah tetapi dua-dua istrinya meninggalkan pasien. Pasien juga mengalami

masalah dengan ibunya yaitu sering berkelahi karena ibu pasien menganggap

suaminya meninggal karena pasien lahir dan pasien adalah beban keluarga. Sejak

saat itu sampai pasien menikah hanya diurus oleh nenek dan kakek pasien.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1) Riwayat Gangguan Psikiatrik

2
Pasien sejak kecil sudah mulai merasakan mendengar suara-suara

bisikkan tetapi belum mengganggu pasien. Keluhan muncul saat masa remaja

(saat SMP) yaitu ketika saat berkelahi dengan ibu pasien. Pasien mulai

mencoba minum alkohol untuk menghilangkan suara yang ada. Pasien mulai

berhalusinasi dengan mendengar suara-suara bisikkan tetapi pasien hanya

membiarkannya. Keluhan pasien mulai memberat saat 3 tahun lalu ia berhenti

dari manager suatu coffee shop karena ada suatu masalah yang dihadapi

pasien. Karena pasien tidak kuat menahan suara-suara yang didengarnya dan

mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga ia memeriksakan dirinya ke

Ratumbuysang. Pasien tidak pernah dirawat inap di Ratumbuysang. Pasien

sudah beberapa kali mengontrolkan kesehatan mentalnya ke dokter psikiater.

Saat ini pasien secara mandiri memberhentikan obat yang diberikan dokter

karena takut banyak obat dan minum terus-terusan berefek buat ginjalnya.

2) Riwayat Gangguan Medis Umum

Pasien sebelumnya memiliki riwayat darah tinggi. Pasien sudah lupa sejak

kapan ia mengalami darah tinggi.

3) Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien dahulu mengonsumsi alkohol yang cukup banyak sampai kecanduang

dan bahakn pernah sampai mabuk saat pasien remaja. Namun sekarang ia

sudah tidak meminum alkohol lagi. Pasien tidak pernah mengonsumsi obat-

obatan terlarang.

III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

A. Riwayat Prenatal dan Perinatal

3
Pasien merupakan anak tunggal. Saat sedang mengandung pasien, ibu

pasien mengatakan kondisi kesehatan fisiknya baik dan pasien dilahirkan di rumah

sakit lewat pervaginam dengan dibantu oleh seorang dokter di rumah sakit

tersebut. Pasien lahir dalam keadaan normal, tidak memiliki cacat, dan tidak ada

kelainan bawaan lainnya. Namun setelah pasien lahir, ayah pasien meninggal

dunia.

B. Riwayat Masa Kanak Awal (usia 0-3 tahun)

Saat lahir, pasien dibesarkan oleh kakek dan neneknya, ibu pasien tidak

mau mengurus pasien karena merasa karena pasien lahir membuat ayah pasien

meninggal. Pada stadium oral (0-1 tahun), pasien mengatakan mungkin ia tidak

mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). Pada stadium kepercayaan dasar lawan

ketidakpercayaan dasar (0-1 tahun), ibu pasien meninggalkan pasien dan

menyuruh kakek dan neneknya untuk membesarkan pasien dengan baik. Pada

masa ini, pasien termasuk anak yang aktif seperti anak yang lainnya. Pasien

merupakan anak yang cukup dengar-dengaran.

Pada stadium otonomi lawan rasa malu-malu usia (1-3 tahun), pasien

sudah dapat berdiri, berjalan dan makan minum sendiri pada usia 1 tahun. Pasien

juga tidak ingat sejak kapan pasien mulai diajarkan untuk buang air besar (BAB)

dan buang air kecil (BAK) di kamar mandi. Pasien sudah bisa ke toilet sendiri saat

usia 3 tahun. Pasien mengatakan berdasarkan penjelasan orang tua dulu, semua

perkembangan dalam batas normal dan seperti anak pada umumnya. Waktu kecil

ketika ditinggal satu kali dan menangis, setelah itu pasien sudah tidak menangis

lagi.

4
C. Masa Kanak Pertengahan (usia 4-11 tahun)

Pada stadium inisiatif lawan rasa bersalah (3–5 tahun), pasien adalah anak

yang aktif dan lincah, suka bermain dengan teman-teman sekitarnya. Pasien

termasuk anak yang suka bergaul dan berteman dengan siapa saja. Pasien pun

patuh kepada kakek dan neneknya.

Pada stadium industri lawan inferioritas (6 – 11 tahun), pasien pun

memulai pendidikannya. Pasien masuk SD saat berusia 6 tahun. Pasien merupakan

siswa yang baik di sekolah. Pasien tidak pernah tinggal kelas. Menurut penjelasan

dari orangtua pasien terhadap pasien, prestasi akademik dari biasa-biasa saja.

Pasien lebih suka bermain dibandingkan belajar. Pasien mengatakan hal itu

dilakukan karena melihat orangtuanya yang tidak pernah menunda-nunda

pekerjaan. Pasien tidak mengalami kesulitan belajar di sekolah dan belajar seperti

anak-anak lainnya. Orang tua pasien jarang memanjakan pasien.

D. Masa Kanak Akhir dan Remaja

Stadium identitas lawan difusi peran (usia 11 – 20 tahun). Pasien masuk

SMP saat berusia 12 tahun, saat memasuki SMP pasien mulai merasakan bisikan

yang ia perhatikan bahwa tidak ada orang disekitarnya. Pasien sejak SMP, prestasi

pasien cukup menurun karena ia hanya fokus dengan pergaulan yang tidak baik

dimana pasien mulai merokok dan minum alkohol. Pasien melakukan hal ini agar

bisikkan yang ia dengar bisa hilang. Walaupun prestasi pasien agak menurun,

pasien lulus tepat waktu pada usia 15 tahun. Pasien pun masuk SMA, pasien dapat

beradaptasi dengan lingkungan baru dan mulai kecanduan minum alkohol.

Prestasi pasien masih begitu saja belum ada perkembangan yang signifikan.

Pasien pun lulus pada usia 18 tahun. Pasien pun setelah lulus tidak melanjutkan ke

5
jenjang perguruan tinggi karena tidak memiliki biaya yang memadai. Pasien pun

mulai bekerja sebagai manager di rumah kopi.

E. Riwayat Masa Dewasa

1. Riwayat pendidikan

Sejak SD sampai SMA, pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah

dan bergaul dengan siapa saja. Namun, prestasi pasien mengalami penurunan

dan terjerumus ke pergaulan yang tidak baik seperti meminum alkohol sampai

menjadi kecanduan. Pendidikan pasien hanya sampai tingkat SMA.

2. Riwayat pekerjaan

Sejak lulus SMA, pasien bekerja sebagai manager di coffee shop. Sekarang ini

pasien bekerja sebagai ojek online dan sambil menjaga rumah kos-kosan.

3. Riwayat psikoseksual

Pasien mengetahui identitas seksualnya sebagai laki-laki. Pasien menyadari

secara biologis dan karakteristik dia adalah seorang laki-laki. Orientasi seksual

pasien baik (menyukai lawan jenis). Hal ini ditandai pasien sudah menikah.

4. Riwayat pernikahan

Pasien sudah menikah dua kali dan bercerai dua kali juga. Pasien memiliki 2

anak dengan istri pertama yaitu satu laki-laki dan satu perempuan, dengan istri

kedua pun pasien memiliki dua anak satu laki-laki satu perempuan. Istri

pertamanya sudah membawa 2 anaknya untuk tinggal bersamanya di Jakarta.

Pasien masih memiliki komunikasi yang baik walaupun tidak begitu intens

dengan mereka khususnya kepada kedua anaknya. Istri kedua juga sudah

bercerai dan dia sudah membawa satu anaknya untuk tinggal bersamanya.

6
Komunikasi dengan mereka masih harmonis dan sepertinya ada rencana dari

pasien untuk rujuk kembali.

5. Riwayat beragama

Pasien dibesarkan dalam lingkup agama Kristen katolik. Pasien rajin

beribadah dari sejak kecil sampai dewasa. Keanggotaan pasien di gereja hanya

sebagai jemaat. Pasien tiap hari minggu selalu menyempatkan diri untuk

beribadah. Pasien percaya bahwa Tuhan itu ada dan berperan dalam

kehidupannya. Pasien mengatakan ia selalu berdoa tiap malam agar semua

masalah yang ia hadapi dapat memberikan solusi yang terbaik.

6. Aktivitas sosial

Pasien tidak memiliki teman dekat. Pasien juga mengatakan bahwa interaksi

dengan tetangga juga kurang karena pasien lebih suka menyendiri dibanding

bersosialisasi. Interaksi dengan keluarga dalam batas normal.

7. Riwayat pelanggaran hukum

Pasien tidak pernah memiliki riwayat pelanggaran hukum.

8. Situasi kehidupan sekarang

Saat ini pasien tinggal bersama anaknya, sepupu dan anak-anak kos yang

disewakan pasien.

7
DENAH RUMAH PASIEN

Kamar
Tidur Dapur
Pintu

Pintu
Ruang
Keluarga

Ruang Kamar WC
Tamu Tidur

SILSILAH KELUARGA/GENOGRAM

8
G. Persepsi Pasien Terhadap Diri dan Lingkungannya

Pasien sadar dia sakit dan berusaha untuk lebih sehat serta dapat

beraktivitas sehari-hari tanpa adanya gangguan, pasien berharap kedepannya ia

dapat bekerja kembali dan bisa melihat anak-anak menjadi besar dan berhasil.

H. Persepsi Pasien Terhadap Keluarga

Pasien merasa ibu pasien tidak suka dengan dirinya, karena menurut pasien

ibu pasien lebih suka anak perempuan dan menganggap pasien memberi petaka

buat mendiang ayahnya, pasien dibesarkan oleh oma dan opa sejak bayi sampai

pasien menikah. Harapan pasein ia ingin di terima oleh ibunya dan berdamai

dengan mantan istri pasien.

I. Persepsi Keluarga Terhadap Pasien

Tidak dievaluasi karena tidak ada saudara atau keluarga pasien yang dapat

ditanyakan.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Gambaran Umum

1) Penampilan

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 48 tahun, tampak dan

berpenampilan sesuai usia. Pasien berkulit sawo matang dan berambut pendek.

Pasien memiliki tubuh cukup berisi. Saat dianamnesis di rumah pasien, pasien

memakai baju lengan panjang berwarna abu-abu dan orange serta celana

berwarna hitam.

9
2) Perilaku dan aktivitas psikomotor

Selama wawancara, pasien cukup kooperatif, mau menjawab pertanyaan dan

dapat duduk dengan tenang. Pasien menjawab dengan volume suara sedang

dengan artikulasi yang jelas. Selama wawancara, pasien dapat memberikan

jawaban sesuai pertanyaan.

B. Mood dan Afek

1) Mood : Hipotimia

2) Afek : Menyempit

3) Kesesuaian : Sesuai

C. Pembicaraan

1) Kualitas

Volume sedang, artikulasi jelas, pasien menjawab sesuai pertanyaan.

2) Kuantitas

Pasien berbicara cukup tentang keluhan yang dirasakan, terutama gangguan

suara bisikkan.

3) Hendaya berbahasa

Tidak ada hendaya berbahasa, pasien dapat berbicara bahasa Indonesia dan

bahasa daerah (bahasa Manado)

D. Gangguan Persepsi

1) Depersonalisasi (-) : Pasien menyadari bahwa dirinya nyata

2) Derealisasi (-) : Pasien mengetahui dan menyadari lingkungan sekitar

pasien adalah nyata

10
3) Ilusi (-) : Pasien tidak memiliki persepsi yang keliru tentang

suatu kenyataan eksternal

4) Halusinasi (+) : Pasien terdapat halusinasi auditorik, dimana pasien

mendengar suara bisikkan dari sosok laki-laki yang menyuruhnya untuk bunuh

diri

E. Proses Pikir

1) Arus pikiran

Saat wawancara berlangsung, pasien dapat menjawab semua pertanyaan yang

ditanyakan oleh dokter muda. Sehingga arus pikir pasien adalah koheren.

2) Isi pikiran

Pasien tidak memiliki waham, obsesi, kompulsi ataupun fobia

F. Sensorium dan Kognisi

1) Kewaspadaan dan Tingkat Kesadaran

Kesadaran pasien yaitu compos mentis.

2) Orientasi

 Orientasi waktu : Baik. Pasien dapat membedakan waktu antara

pagi, siang dan malam.

 Orientasi tempat : Baik. Pasien dapat mengetahui di mana tempat

pasien berada saat ini.

 Orientasi orang : Baik. Pasien dapat mengenali dokter muda

yang memeriksan pasien saat ini.

11
3) Daya ingat

 Jangka panjang : Baik. Pasien masih dapat mengingat dulu

pasien diceraikan oleh istri pasien.

 Jangka sedang : Baik. Pasien dapat mengingat kapan pasien ada

kontrol kembali ke poli jiwa

 Jangka pendek : Baik. Pasien dapat mengingat apa saja yang

dilakukan pasien tadi pagi

 Segera : Baik. Pasien dapat mengingat dan mengulang

kata-kata yang diucapkan pemeriksa

4) Kemampuan membaca dan menulis

Pasien mampu untuk menuliskan nama pemeriksa serta mampu membacanya.

5) Kemampuan visuospasial

Pasien dapat berjalan tanpa menabrak benda-benda di sekitarnya.

6) Kemampuan menolong diri sendiri

Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya sendiri seperti makan, minum

dan mandi

7) Pengendalian impuls

Pasien mengikuti wawancara dalam waktu yang cukup lama. Pasien tidak

pernah mengganggu keluarga atau ketenangan tetangga

G. Pertimbangan dan Tilikan

1) Daya nilai sosial: Baik. Pasien mengerti dan memahami bahwa membunuh

merupakan hal yang tidak baik

12
2) Uji daya nilai: Baik. Pasien mengerti dan memahami bila terjadi sebuah

kebakaran, ia harus berlari mencari pertolongan dan menelepon pemadam

kebakaran serta kalau bisa membantu memadamkan api.

3) Tilikan: Derajat tilikan 6, dimana pasien menyadari dirinya sakit, tahu

penyebab akan penyakit yang pasien alami dan ingin mencari pengobatan.

H. Taraf Dapat Dipercaya

Secara keseluruhan informasi pasien dapat dipercaya

V. PEMERIKSAAN FISIK INTERNA DAN NEUROLOGI

A. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik, kesadaran compos mentis

Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 68 x/menit, RR 18 x/menit, Sb 36,60C

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : SI-SII reguler, bising (-), gallop (-)

Paru : Suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : Datar, lemas, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tidak

teraba, bising usus normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

B. Status Neurologis

 N. olfaktorius (N.I)

Tidak dilakukan evaluasi

 N. optikus (N.II)

Tidak dilakukan evaluasi

13
 N. okulomotorik (N.III), N. trochlearis (N.IV), N. abducens (N.VI)

Selama wawancara gerakan bola mata pasien normal, pasien dapat melirikkan

bola matanya ke kiri dan kekanan, selain itu pasien dapat mengikuti jari

pemeriksa menggerakan bola mata ke kiri-kanan dan atas bawah.

 N. trigeminus (N.V)

Selama wawancara berlangsung wajah pasien terlihat simetris

 N. facialis (N.VII)

Selama wawancara berlangsung wajah pasien terlihat simetris

 N. vestibulocochlearis (N.VIII)

Selama wawancara, pasien mampu menjawab pertanyaan yang diberikan

dengan volume suara sedang tanpa harus menggunakan suara yang keras. Hal

ini memberi kesan bahwa pendengaran pasien normal. Saat berjalan pasien

terlihat stabil dan tidak terjatuh.

 N. glossopharyngeus (N.IX)

Tidak dilakukan evaluasi

 N. vagus (N.X)

Tidak dilakukan evaluasi

 N. aksesorius (N.XI)

Selama wawancara berlangsung terlihat bahwa pasien dapat menggerakkan

kepala ke kiri dan ke kanan, hal ini menandakan bahwa fungsi nervus

aksesorius pasien dalam keadaan normal

 N. hypoglossus (N.XII)

Tidak dilakukan evaluasi

14
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien datang dengan keluhan sering mendengar suara-suara yang orang lain

tidak dengar sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengatakan keluhannya kambuh kembali

karena tidak minum obat yang diberikan dokter psikiater sebelumnya. Suara-suara

yang didengar pasien sangat terdengar jelas oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa

suara yang didengar adalah suara laki-laki dan hanya ada satu suara. Suara yang

pasien dengar menyuruh pasien untuk bunuh diri. Pasien juga mengeluhkan susah

tidur akibat suara-suara yang ia dengar hampir setiap hari. Pasien mengatakan ia

menjadi seperti ini karena sudah 2 kali gagal dalam berumah tangga yaitu sudah 2 kali

menikah tetapi dua-dua istrinya meninggalkan pasien. Pasien juga mengalami

masalah dengan ibunya yaitu sering berkelahi karena ibu pasien menganggap

suaminya meninggal karena pasien lahir. Sejak saat itu sampai pasien menikah hanya

diurus oleh nenek dan kakek pasien.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan laki-laki 48 tahun, kooperatif,

pembicaraan jelas dan dapat dimengerti, mood hipotimia, afek menyempit, arus pikir

koheren, isi pikir tidak adanya gangguan, persepsi adanya halusinasi auditorik,

sensorium tidak menunjukkan gangguan kognitif, pengendalian impuls tidak

terganggu dan tilikan derajat 6.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK

Diagnosis pada pasien ini diformulasikan dalam diagnosis multiaksial.

A. Pada aksis I, didapatkan bahwa pasien sering mendengar suara-suara yang

orang lain tidak dengar sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengatakan

keluhannya kambuh kembali karena tidak minum obat yang diberikan dokter

15
psikiater sebelumnya. Suara-suara yang didengar pasien sangat terdengar jelas

oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa suara yang didengar adalah suara laki-

laki dan hanya ada satu suara. Suara yang pasien dengar menyuruh pasien

untuk bunuh diri. Pasien juga mengeluhkan susah tidur akibat suara-suara

yang ia dengar hampir setiap hari. Pasien mengatakan ia menjadi seperti ini

karena sudah 2 kali gagal dalam berumah tangga yaitu sudah 2 kali menikah

tetapi dua-dua istrinya meninggalkan pasien. Pasien juga mengalami masalah

dengan ibunya yaitu sering berkelahi karena ibu pasien menganggap suaminya

meninggal karena pasien lahir. Sejak saat itu sampai pasien menikah hanya

diurus oleh nenek dan kakek pasien. Berdasarkan hasil temuan di atas, pasien

didiagnosis dengan gangguan depresi dengan gejala psikotik.

B. Pada aksis II, pasien memiliki memiliki ciri atau gangguan kepribadian tipe

cluster A, yairu Ciri Kepribadian Paranoid. Hal ini ditandai dengan pasien

selalu memilih untuk keluar ruamh saat ibu pasien datang karena takur akan

terjadi perselisihan pendapat.

C. Pada aksis III, pasien memiliki riwayat hipertensi.

D. Pada aksis IV masalah berhubungan dengan berkelahi dengan ibunya, serta

ditambah dengan masalah rumah tangga pasien

E. Pada aksis V, Global Assesment of Functioning (GAF) scale, current 80-71,

dimana gejala yang muncul hanya bersifat sementara dan merupakan reaksi

terhadap stresor psikososial yang menyebabkan gangguan kecil dalam fungsi

sosial dan okupasional. Pasien tidak lagi mendengar suara-suara saat minum

obat namun muncul ketika berhenti, pasien masih belum bisa bekerja terlalu

jauh dari rumah karena tidak mau meninggalkan anaknya di rumah sendiri.

16
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL

A. Aksis I : Gangguan Depresi Dengan Gejala Psikotik

B. Aksis II : Ciri Kepribadian Paranoid

C. Aksis III : Hipertensi

D. Aksis IV : Masalah berhubungan dengan ibu pasien dan rumah tangga

E. Aksis V : Global Assessment of Functioning (GAF) scale, 80-71

IX. DAFTAR MASALAH

A. Organobiologi

Neurotransmitter yang terganggu pada pasien ini adalah serotonin dan dopamin.

B. Psikologi

Pasien merasa terganggu karena sering berkelahi dengan ibu pasien karena

masalah pendapat.

C. Lingkungan dan sosial ekonomi

Pasien tidak terganggu dengan lingkungan sekitar pasien. Pasien merupakan

seorang pendiam. Tingkat sosioekonomi pasien dalam keadaan menengah

X. RENCANA TERAPI

A. Psikofarmako

Risperidon 2mg 1-0-1

Trihexylpenidyl 2 mg 2 dd ½

Merlopam 2mg ½ - 0 -1

17
B. Psikoterapi

1. Terhadap pasien

a. Menjelaskan kepada pasien tentang gangguan yang dialaminya

sehingga pasien dapat mengerti akan gangguan yang terjadi pada

dirinya.

b. Menjelaskan pada pasien tentang pengobatan yang akan diberikan,

efek samping yang dapat muncul, serta pentingnya kepatuhan dan

keteraturan minum obat.

c. Memberikan motivasi dan dukungan kepada pasien untuk berobat dan

memperbaiki produktivitasnya sehingga pasien dapat kembali

melakukan aktivitasnya.

2. Terhadap keluarga

a. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang gangguan yang terjadi

pada pasien, penyebab terjadinya gangguan tersebut, dan perjalanan

penyakit sehingga keluarga pasien dapat mengerti dan menerima

kondisi pasien.

b. Menjelaskan kepada keluarga tentang pengobatan, efek samping obat

yang akan diberikan, dan pentingnya keteraturan minum obat.

c. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang gejala-gejala kekambuhan

agar keluarga pasien dapat mengenali gejaka-gejala tersebut dan

dengan cepat membawa pasien ke dokter.

d. Memberikan pengertian kepada keluarga mengenai peran keluarga

yang sangat penting pada perjalanan penyakit pasien.

18
3. Meminta keluarga untuk memastikan pasien tetap berada dalam pengawasan

keluarga.

XI. PROGNOSIS

A. Ad Vitam : Dubia ad bonam

B. Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

C. Ad Sanationam : Dubia ad bonam

XII. DISKUSI

A. Diagnosis

Gangguan depresi adalah suatu gangguan yang sering, dengan prevalensi

seumur hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan setinggi 25 persen pada

wanita. Dasar umum untuk gangguan depresi mayor tidak diketahui. Faktor

penyebab dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika, dan

faktor psikososial.1,2

Kriteria diagnosis depresi mayor berdasarkan DSM-V:2

A) Lima (atau lebih) gejala berikut telah ditemukan selama periode dua minggu

yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya; sekurangnya satu

dari gejala adalah salah satu dari (1) mood terdepresi atau (2) hilangnya minat

dan kesenangan.

1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari. Seperti yang

ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau kosong)

atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, terlihat

meneteskan air mata)

19
2. Hilangnya minat atau kesenangan yang jelas dalam semua, atau hampir

semua, aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (setiap yang

ditunjukkan oleh keterangan subjektif atau pengamatan yang dilakukan

oleh orang lain)

3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau

penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5%

dalam satu bulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir

setiap hari

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat dilihat oleh

orang lain, tidak semata-mata perasaan subjektif adanya kegelisahan atau

menjadi lamban)

6. Kelelahan atau hilangnya energi hampir setiap hari

7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak

tepat (mungkin bersifat waham) hampir setiap hari (tidak semata-mata

mencela diri sendiri atau menyalahkan karena sakit)

8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian, atau

tidak dapat mengambil keputusan, hampir setiap hari (baik oleh

keterangan subjektif, atau seperti yang dilihat oleh orang lain)

9. Pikiran akan kematian yang rekuren (bukan hanya takut mati), ide bunuh

diri yang rekuren tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh diri atau

rencana khusus untuk melakukan bunuh diri

B) Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

20
C) Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum

(misalnya hipotiroidisme).

D) Gejala tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif, skizofrenia,

gangguan skizofreniform, gangguan delusional, dan skizofrenia tak terinci

dan tak tergolongkan dan gangguan psikotik lainnya.

E) Tidak ditemukan episode manik dan episode hipomanik

Kriteria diagnosis episode depresif berat dengan gejala psikotik berdasarkan

PPDGJ-III:3

 Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut

diatas;

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat

- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)

yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu

untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,

penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih

dapat dibenarkan

- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,

maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnsosis dalam kurun

waktu kurang dari 2 minggu

21
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat

terbatas

 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi

auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau

menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor

yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau

halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek

(mood-congruent).

Pada pasien ini ditemukan merasakan cemas dan ketakutan. Pasien juga

merasakan adanya bisikkan suara dari laki-laki yang menyuruhnya untuk bunuh

diri. Tetapi pasien belum mencobanya. Gejala sudah dialami pasien sejak 2 tahun

yang lalu. Keadaan pasien membuat pasien sering gelisah, menyendiri, gemetar,

kaku, dan susah tidur. Keadaan-keadaan tersebut membuat aktivitas sehari-hari

pasien sering terganggu. Pasien saat ini tidak mengonsumsi minuman keras atau

penggunaan zat narkotika. Tidak ditemukan episode manik atau hipomanik pada

pasien.

B. Diagnosis Banding

1. Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

Gangguan suasana perasaan (gangguan mood/ afektif) merupakan

sekelompok penyakit yang biasanya mengarah ke depresi atau elasi (suasana

perasaan yang meningkat). Pasien dengan mood yang meninggi

22
menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat, penurunan

kebutuhan tidur, peninggian harga diri dan gagasan kebesaran. Pasien dengan

mood yang terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan

bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, pikiran tentang

kematian dan bunuh diri. Untuk menegakkan diagnosis pasti, episode yang

sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala

psikotik dan harus ada harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif

hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.

Pada pasien ini, diagnosis bipolar dapat disingkirkan, karena pasien

tidak pernah mengalami atau merasakan mood manik yang berupa perasaan

meluap-luap dan ciri-ciri lainnya selama beberapa waktu tertentu. Pasien juga

tidak pernah ada pergantian episode depresi menjadi episode hipomania,

justru pasien lebih cenderung ke selalu merasa cemas dan ketakutan.

2. Skizoafektif

Kriteria skizoafektif diterima jika gejala psikotik dan gejala gangguan

mood (dalam hal ini timbul secara bersamaan).

Pada pasien ini, diagnosis skizoafektif dapat disingkirkan karena gejala

yang muncul paling pertama adalah gejala mood depresi terlebih dahulu,

kurang lebih 2 tahun yang lalu pada saat pasien berkonflik dengan ibunya.

Gejala psikotik berupa halusinasi auditorik berupa bisikan yang timbul pada

2 tahun yang lalu.

3. Depresi pasca skizofrenia

Diagnosis depresi pasca ditegakkan hanya kalau pasien telah menderita

skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan

terakhir ini. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada, tetapi tidak lagi

23
mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala depresif menonjol dan

mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan

telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Pada diagnosis

tersebut, apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis

menjadi episode depresif.

Pada pasien ini, diagnosis diatas dapat disingkirkan karena pasien tidak

pernah didiagnosis dengan skizofrenia sebelumnya. Pada saat ini pasien

hanya memiliki gangguan mood berupa depresi dan adanya halusinasi

auditorik yang menonjol yang belum dapat dimasukkan kedalam kriteria

sebagai skizofrenia.

4. Skizofrenia residual

Untuk diagnostik yang menyakinkan persyaratan berikut harus di

penuhi beberapa kriteria diagnosisnya. Gejala negatif menonjol misalnya

aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan

inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan. Pada skizofrenia

residual juga sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa

lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia terlebih dahulu.

Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana gejala yang

nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan

telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia dan tidak terdapat dementia,

atau penyakit / gangguan otak organik lainnya yang menghambat fungsi

kognitif otak.

Pada pasien ini, diagnosis skizofrenia residual dapat disingkirkan

karena pasien belum pernah terdiagnosis sebagai skizofrenia. Gejala psikotik

pada pasien juga belum memenuhi untuk jadi skizofrenia karena gejala harus

24
muncul selama minimal 6-12 bulan yang lalu dan setidaknya minimal 1

bulan gejala muncul terus menerus. Pada pasien ini terdapat gejala halusinasi

auditorik berupa bisikan dan timbul 2 tahun yang lalu.

C. Ciri Kepribadian

Kepribadian merupakan pola karakteristik individu dalam berpikir, merasa,

dan berperilaku. Kepribadian merujuk pada cara seseorang dalam beradaptasi

melalui cara yang khas terhadap lingkungan internal dan eksternal yang berubah-

ubah.4 Ciri kepribadian bersifat fleksibel, dan gambaran klinisnya tidak

memenuhi kriteria atau pedoman diagnostik, bersifat lebih ringan dari gangguan

kepribadian. Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang tidak fleksibel

dan mal adaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan

subjektif. Pada seseorang dengan gangguan kepribadian, terjadi disfungsi dalam

hubungan keluarga, pekerjaan dan fungsi sosial. Orang dengan gangguan

kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan diri

sendiri yang bersifat berakar mendalam, tidak fleksibel dan bersifat maladaptif.4

Pada pasien ini masuk ke ciri kepribadian paranoid yaitu ditandai dengan

pasien selalu memilih untuk keluar ruamh saat ibu pasien datang karena takur

akan terjadi perselisihan pendapat. Berdasarkan DSM-V, kriteria kepribadian

paranoid yaitu:2

A. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang meluas terhadap orang lain

sedemikian rupa sehingga niat mereka ditafsirkan sebagai jahat, dimulai

pada awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang

ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut ini:

25
1. Menduga, tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain

mengeksploitasi, merugikan, atau menipu dia.

2. Disibukkan dengan keraguan yang tidak dapat dibenarkan tentang

kesetiaan atau kepercayaan teman atau rekanan

3. Enggan untuk menceritakan kepada orang lain karena ketakutan

yang tidak beralasan bahwa informasi tersebut akan digunakan

secara jahat untuk melawannya

4. Membaca makna yang merendahkan atau mengancam yang

tersembunyi ke dalam ucapan atau peristiwa yang tidak berbahaya.

5. Terus-menerus menyimpan dendam (yaitu, tidak memaafkan

penghinaan, cedera, atau penghinaan).

6. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak

terlihat oleh orang lain dan cepat bereaksi dengan marah atau

melakukan serangan balik.

7. Memiliki kecurigaan berulang, tanpa pembenaran, tentang

kesetiaan pasangan atau pasangan seksual.

B. Tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan skizofrenia, gangguan

bipolar atau gangguan depresi dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik

lain dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari kondisi medis lain

D. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan salah satu pilihan terapi yang harus dilakukan,

agar pasien dapat memiliki pikiran yang positif sehingga dapat mengurangi gejala

depresi. Kombinasi psikoterapi dan pemberian obat-obatan dapat mengurangi

gejala depresi sehingga pasien dapat menjalani fungsi kehidupan.5

26
Cognitive behavioral therapy (CBT) adalah psikoterapi yang sering

digunakan dalam pengobatan depresi. CBT berpusat pada premis bahwa pasein

yang mengalami depresi memiliki pandangan yang negatif tentang diri mereka

sendiri, dunia dan masa depan.5

CBT pada pasien depresi biasanya dilakukan pengaturan kebiasaan

termasuk mengatur jadwal kegiatan dari pasien dan juga rekonstruksi kognitif

dengan tujuan untuk merubah pola piker yang negatif. CBT terbukti efektif pada

semua segla jenis usia.6,7

E. Psikofarmaka

1. Risperidon

Semua antipsikotik memiliki beberapa derajat antagonisme pada reseptor

D2. Antipsikotik generasi pertama menghasilkan efek antipsikotik pada 60%

sampai 80% okupasi D2. Antipsikotik generasi kedua (SGA) seperti

risperidone menunjukkan efek terapeutik mereka melalui beberapa blokade

D2, tetapi lebih dari blokade reseptor serotonin seperti 5HT2A. Antipsikotik

generasi kedua memiliki ikatan yang longgar dengan reseptor D2 dan dapat

dengan cepat memisahkan diri dari reseptor, berpotensi menyebabkan

kemungkinan yang lebih rendah menyebabkan gejala ekstrapiramidal (EPS).

Selain itu, antipsikotik generasi kedua memiliki agonis pada reseptor

5HT1A. Inhibisi reuptake serotonin dan norepinefrin adalah mekanisme

potensial dimana risperidon dipostulatkan untuk menghasilkan efek

antidepresan. Perbaikan gejala positif diperkirakan dicapai melalui blokade

reseptor D2, khususnya di jalur mesolimbik. Kemampuan antipsikotik untuk

memblokir reseptor D2 di korteks prefrontal dan nukleus accumbens penting

27
dalam memperbaiki gejala kejiwaan tertentu. Sebagai catatan, risperidone

tidak menyebabkan efek antikolinergik, yang mungkin bermanfaat bagi pasien

pada populasi tertentu, termasuk lansia dengan demensia. Risperidon 2 mg

diminum pada saat pagi satu dosis dan malam hari sebelum tidur satu dosis.

2. Lorazepam

Pasien juga mengeluhkan gejala sulit tidur, maka untuk menenangkan

pasien dan supaya pasien dapat tidur pada malam hari, diberika obat golongan

benzodiazepine broad spectrum yaitu, lorazepam untuk membantu mengatasi

keluhan pasien. Lorazepam dipilih karena memilik rasio terapetik yang cukup

tinggi setara dengan diazepam, kurang menimbulkan adiksi dan toksisitas yang

rendah, selain itu onset of action dari dizepin cepat sehingga langsung

memberikan efek pada psien. Lorazepam memiliki waktu paruh < 24 jam

sehingga obat ini diberikan 2 kali dengan dosis 10 mg untuk efek sedasi.

Lorazepam adalah obat golongan benzodiazepine kerja cepat potensi tinggi

yang biasa digunakan dalam tatalaksana gangguan cemas. Lorazepam

memiliki efek amnesia lebih kecil dibanding alprazolam. Lorazepam sama

seperti benzodiazepine lainnya, adalah agonis reseptor GABA. Lorazepam

bekerja dengan meningkatkan permeabilitas neuron terhadap ion klorida di

sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan stabilisasi.

Lorazepam efektif bekerja sebagai anti kejang, antiansietas, dan anti agitasi

akut. Pasien ini diberikan karena memiliki keadaan agitasi akut. 9 Lorazepam 2

mg diminum pada saat pagi setengah dosis dan malam hari sebelum tidur satu

dosis.

28
3. Trihexyphenidyl

Meskipun mekanisme kerja yang tepat dari trihexyphenidyl masih kurang

dipahami, tampaknya bekerja pada sistem saraf parasimpatis dengan

menghambat impuls eferen secara langsung. Struktur yang dipersarafi oleh

sistem parasimpatis, seperti kelenjar ludah, mata, dan otot polos (langsung dan

tidak langsung), terpengaruh, bahkan pada dosis yang lebih kecil.

Penghambatan sentral langsung dari pusat motorik serebral dapat terjadi

dengan dosis yang lebih tinggi. Para peneliti percaya bahwa reseptor yang

terpengaruh adalah reseptor muskarinik dopamin dan M1. Obat diabsorbsi dari

saluran cerna, dan onset kerja terjadi 60 menit setelah dosis oral, dengan

aktivitas puncak terjadi setelah 2 sampai 3 jam. Satu dosis memiliki durasi

kerja sekitar 6 hingga 12 jam dan kemudian diekskresikan dalam urin,

kemungkinan besar sebagai obat yang tidak berubah. Trihexyphenidyl 2 mg

diminum setengah dosis sebanyak dua kali sehari

XIII. KESIMPULAN

A. Pasien didiagnosis dengan Gangguan Depresi Dengan Gejala Psikotik.

B. Terapi pada pasien dengan Gangguan Depresi Dengan Gejala Psikotik adalah

farmakoterapi ( Antipsikotik Generasi II, Benzodiazepin, dan Antikolinergik)

dan psikoterapi.

C. Pasien membutuhkan dukungan keluarga dan lingkungan untuk keberhasilan

terapi, baik dari segi materi, waktu, dan terutama motivasi untuk pasien.

29
30
DAFTAR PUSTA

1. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry, tenth edition. New

York: Lippincott – Williams and Wiilkins. 2007. h: 588-96.

2. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri

Klinis Jilid I. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher, 2010.

3. Maslim R, ed. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ

III. Jakarta: PT. Nur Jaya; 2001. H. 104-6

4. Shiraev E. Introducing Personality. In: Personality Theories: A Global View. SAGE

Publications Inc.; 2021. p. 2–35.

5. Young JE, Weinberger AD, Beck, AT. Cognitive therapy for depression. Barlow

D.H. Clinical handbook of psychological disorders: A step-by-step treatment manual.

Third Edition. New York: Guilford Press; 2001. 264-308

6. Beck AT, Rush AJ, Shaw BF, Emery G. Cognitive therapy of depression. New York:

Guilford Press; 1979.

7. Hollon SD, Ponniah K. A review of empirically supported psychological therapies for

mood disorders in adults. Depress Anxiety. 2010 Oct. 27(10):891-932.

8. Monahan K, Cuzens-Sutton J, Siskind D, Kisely S. Quetiapine withdrawal: A systematic

review. Australian & New Zealand Journal of Psychiatry. 2021: 55(8), p 772-783.

9. Griffin CE, Kaye Am, Bueno FR, Kaye AD. Benzodiazepine Pharmacology and Central

Nervous System–Mediated Effects. The Ochsner Journal. 2013; 13: 214–223.

31
LAMPIRAN

Gambar 1. Foto Bersama Pasien

Gambar 2. Foto Depan Rumah Pasien

32

Anda mungkin juga menyukai