Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh :
Gerrit Jefferson Pangemanan
17014101338
Masa KKM : 17 Juni 2019 – 14 Juli 2019

Pembimbing :
dr. L. F. Joyce Kandou, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK SEBAGAI

PASIEN LAPORAN KASUS

Seorang Pasien dengan Diagnosis Skizofrenia Paranoid

Nama : Tn. JW

Telah disetujui untuk menjadi Pasien Laporan Kasus pada 21 Juni 2019

Mengetahui,

Dokter Penanggung Jawab Pasien

dr. L. F. Joyce Kandou, Sp.KJ

i
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Gerrit Jefferson Pangemanan

NRI : 17014101338

Masa KKM : 17 Juni 2019 – 14 Juli 2019

Dengan ini menyatakan bahwa saya benar – benar telah melakukan

wawancara psikiatri terhadap pasien laporan kasus saya.

Manado, Juli 2019

Gerrit Jefferson Pangemanan

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Membaca Laporan Kasus dengan judul

“SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS

SKIZOFRENIA PARANOID”

Oleh :

Gerrit Jefferson Pangemanan

17014101338

Masa KKM : 17 Juni 2019 – 14 Juli 2019

Telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada tanggal Juni 2019.

Pembimbing :

dr. L. F. Joyce Kandou, Sp.KJ

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK JADI PASIEN .............................. i

SURAT PERNYATAAN......................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

LAPORAN KASUS ................................................................................................. 1

Identitas Pasien ............................................................................................... 1

Riwayat Psikiatrik ........................................................................................... 2

Riwayat Kehidupan Pribadi ............................................................................ 5

Pemeriksaan Status Mental ............................................................................. 11

Pemeriksaaan Fisik Interna dan Neurologi ..................................................... 15

Ikhtisar Penemuan Bermakna ......................................................................... 16

Formulasi Diagnostik ..................................................................................... 19

Evaluasi Multiaksial ....................................................................................... 21

Rencana Terapi ............................................................................................... 21

Prognosis ........................................................................................................ 23

Diskusi ............................................................................................................ 23

Kesimpulan ..................................................................................................... 32

Wawancara Psikiatri ....................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 45

LAMPIRAN ............................................................................................................. 46

iv
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. FW

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Tomohon, 29 Juli 1976

Status Perkawinan : Sudah Menikah

PendidikanTerakhir : SMA

Pekerjaan : Ojek

Suku/ Bangsa : Minahasa/Indonesia

Agama : Kristen Katolik

Alamat : Kelurahan Matani I Lingkungan II Tomohon Tengah

Tanggal Pemeriksaan : 21 Juni 2019 dan 22 Juni 2019

Tempat Pemeriksaan : di RS Prof. V. L. Ratumbuysang dan di rumah pasien

No. Telepon : 08529831**** (Keluarga pasien)

1
II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Riwayat psikiatri diperoleh melalui :

1. Autoanamnesis dengan pasien Tn. FW di RS Prof. V. L. Ratumbuysang.

2. Alloanamnesis dengan keluarga pasien di rumah pasien yang beralamat di

Kelurahan Matani I Lingkungan II Tomohon Tengah.

A. Keluhan Utama

Marah-marah tanpa sebab sejak 5 hari sebelum pasien datang ke RS.

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien dibawa ke IGD RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado oleh

keluarga pasien pada hari Sabtu tanggal 15 Juni 2019. Pasien dibawa dengan

keluhan sering marah-marah tanpa sebab sejak 5 hari sebelum datang ke Rumah

Sakit. Marah-marah hampir setiap hari disertai dengan memberontak hingga

merusakkan barang yang ada dirumah pasien.. Menurut pasien dia kuatir dengan

keuangan keluarganya, anaknya akan menerima komuni pertama namun pasien

tidak memiliki uang untuk membiayainya.

Saat ini pasien mendengar suara bisikan. Suara bisikan itu didengar sejak 1

tahun yang lalu hingga sekarang. Hampir setiap hari pasien mendengarkan suara

tersebut dan suara yang didengar adalah suara seorang laki-laki yang sedang

mengatakan bahwa ia akan memberikan pusaka kepada pasien.

Pasien juga mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pembesar, lebih hebat

dari orang lain sehingga semua orang segan terhadap dirinya. Nafsu makan

menurun sejak gejala mulai dirasakan dan pasien merasa berat badan menurun.

Pasien mengeluh sulit untuk tidur dan sering terbangun karena pikiran ketakutan.

Pasien biasanya tertidur pukul 20.00 WITA atau 21.00 WITA namun pasien saat

2
ini sering tertidur sekitar pukul 24.00 WITA. Pasien pernah terbangun berteriak

pada tengah malam karena mendengar suara-suara yang memanggilnya. Pasien juga

sering menangis tiba-tiba apabila sedang di rumah atau seseorang berbicara

kepadanya dan mengingatkannya pada masalah yang saat ini belum bisa

diceritakannya kepada siapapun.

Menurut keluarga, pasien sering bicara sendiri dan mengulang kata-kata yang

sudah dikatakan sebelumnya. Pasien juga pernah menangis tiba-tiba saat sedang

jalan-jalan bersama keluarganya. Pasien juga pernah terbangun dan berteriak saat

malam hari saat sedang tidur pada malam hari.

Pasien menyangkal bahwa dirinya sakit, saat ini pasien masih belum bisa

melakukan pekerjaan bahwa aktivitas seperti pekerjaan rumah. Pasien masih

mampu makan, minum, mandi, BAB dan BAK sendiri tanpa bantuan orang lain.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat Gangguan Psikiatrik

Pasien tidak pernah memeriksakan diri pada dokter jiwa sebelumnya tetapi

pasien mengaku pernah diguna-guna oleh orang pada tahun 2013, sehingga

keluarganya menjadi takut dan memanggil pastor untuk mendoakan pasien dan

keluarganya. Pasien juga mengeluh kepalanya sakit sekali menurut pasien hal

ini disebabkan karena pekerjaannya yang menghabiskan waktu seharian dijalan,

namun saat diperiksa oleh dokter tidak ditemukan kelainan..

2. Riwayat Gangguan Medis Umum

Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, kejang, dan penyakit malaria.

Pasien juga tidak pernah menderita hipertensi, asam urat, DM, dan lain-lain.

3
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah meminum alkohol dan juga merokok.

Pasien juga mengaku bahwa ia suka minum kopi tetapi hanya satu gelas setiap

harinya.

III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

A. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara kandung. Pasien lahir

dengan persalinan normal. Saat hamil, ibunya tidak memiliki keluhan dan tidak

mengonsumsi alkohol dan melahirkan pasien di rumahnya di Tomohon dengan

dibantu oleh seorang bidan.

B. Riwayat Masa Kanak Awal (usia 0-3 tahun)

Saat lahir, pasien dibesarkan oleh ayah dan ibunya. Pada stadium oral (0-1

tahun), pasien mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) dari ibunya. Pada stadium

kepercayaan dasar lawan ketidakpercayaan dasar (0-1 tahun), pasien dibesarkan

bersama dengan saudara-saudaranya. Pasien adalah anak yang aktif dan sudah bisa

berjalan pada usia yang relatif masih kecil.

Pada stadium otonomi lawan rasa malu-malu usia (1-3 tahun), pasien sudah

dapat berdiri dan berjalan. Pasien sudah bisa berbicara pada usia 2 tahun dengan

jelas dan mulai belajar membaca. Pasien tidak diajarkan untuk buang air besar

(BAB) dan buang air kecil (BAK) saat masih kecil oleh orang tuanya.

C. Masa Kanak Pertengahan (usia 4 - 11 tahun)

Pada stadium inisiatif lawan rasa bersalah (usia 3 – 5 tahun), pasien adalah anak

yang aktif, dan suka bermain dengan saudara-saurdaranya atau bahkan tetangganya.

Pasien sudah lancar membaca pada usia 4 tahun. Pasien bukan termasuk anak yang

nakal yang suka mengganggu temannya

4
Pada stadium industri lawan inferioritas (usia 6 – 11 tahun), pasien memulai

pendidikannya. Pasien masuk SD pada usia 6 tahun di Sekolah Dasar Negeri

Tomohon. Adik pasien mengatakan pasien adalah anak yang rajin dan pintar. Pasien

juga tidak pernah tinggal kelas. Pasien merupakan seorang anak yang manis dan

jarang dimarahi meskipun dididik dengan disiplin.

D. Masa Kanak Akhir dan Remaja

Stadium identitas lawan difusi peran (usia 11 – 20 tahun). Pasien masuk Sekolah

Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri Tomohon. Kemudian, pasien

melanjutkan studi ke jenjang SMA di SMA Kristen Tomohon. Saat SMA pasien

menjadi anak yang pemalu dan merupakan orang yang pendiam namun memiliki

beberapa teman dekat. Saat SMA, pasien beberapa kali berganti pacar.

E. Riwayat Masa Dewasa

1. Riwayat pendidikan

Sejak SD sampai SMP pasien bersekolah di SD pasien bersekolah di SD Negeri

di Tomohon, SMP di SMP dan SMA di sekolah negeri di Tomohon. Selama SD

sampai SMA pasien merupakan seorang aktif suka bergaul dengan siapa saja,

namun setelah SMA pasien menjadi anak yang pemalu dan banyak

menghabiskan waktu untuk belajar. Pasien merupakan seorang anak yang rajin.

Setelah lulus SMA, pasien tidak lagi melanjutkan ke jenjang kuliah.

2. Riwayat pekerjaan

Pasien bekerja sebagai tukang ojek sejak berusia 20 tahun. Pasien juga pernah

mencari kerja sampingan sebagai buruh bangunan jika ada panggilan.

3. Riwayat Pernikahan

Pasien menikah dengan istrinya Ny. HT pada 10 Agustus 2008. Pasien menikah

dengan istrinya tanpa ada unsur paksaan. Dari hasil pernikahannya dengan sang

5
istri, pasien dikaruniai satu orang anak yang berjenis kelamin laki-laki. Pasien

bertemu dengan istrinya oleh karena dikenalkan dari teman-temannya.

4. Riwayat beragama

Pasien dibesarkan dalam lingkup agama Kristen Katolik. Pasien pergi ke gereja

setiap minggu dan adalah seorang yang aktif dalam kegiatan ibadah wilayah di

gereja. Namun pasien mengatakan tidak suka terlibat dalam organisasi gereja

karena pasien tidak nyaman dan tidak mempunyai teman dekat di lingkungan

gereja.

5. Aktivitas sosial

Pasien agak sulit bergaul dengan rekan-rekan kerjanya karena dirinya terlalu

pemalu. Meskipun begitu pasien tetap bisa memiliki beberapa teman dekat.

6. Riwayat pelanggaran hukum

Pasien tidak pernah terjerat masalah hukum.

7. Situasi kehidupan sekarang

Saat ini pasien tinggal di rumah yang terletak di Kelurahan Matani I Lingkungan

II Tomohon Tengah. Pasien tinggal bersama istri dan anak pasien. Anak pasien

saat ini masih berumur 11 tahun. Rumah yang ditempati pasien bersama

keluarga adalah rumah milik sendiri.

6
DENAH RUMAH PASIEN

Kamar
Kamar Tidur Mandi

Kamar Tidur

Ruang Tamu

Dapur dan Tempat


Makan

8. Riwayat keluarga

Pasien adalah anak keuda dari empat orang bersaudara. Pasien memiliki 3 orang

saudara kandung. Hubungan pasien dengan orang tuanya baik-baik saja. Pasien juga

memiliki hubungan yang baik dengan saudara-saudaranya.

7
SILSILAH KELUARGA / GENOGRAM

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan : Pasien

Faktor Herediter : Tidak ada

F. Persepsi Pasien Terhadap Diri dan Lingkungannya

Pasien merasa bahwa dirinya sakit dan perlu diobati, hal ini dirasakan pasien

saat pasien merasa takut-takut dan mendengar suara-suara bisikan yang ingin

membunuhnya. Hal ini mengganggu pekerjaan pasien dan mengakibatkan pasien

harus berhenti dari pekerjaannya. Namun pasien juga menyangkal bahwa dirinya

terkena gangguan jiwa dan pasien merasa bahwa tidak ada kelainan atau gangguan

dari jiwanya.

Pasien mengatakan bahwa penyakitnya mempengaruhi rencana dan masa

depannya. Sebelum pasien mengalami keluhan seperti ini.. Namun saat pasien telah

sakit seperti ini, pasien berharap akan cepat sembuh dari penyakitnya terutama rasa

curiga dan takutnya yang berlebihan dan suara-suara bisikan yang didengarnya.

Pasien merasa tidak nyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya karena

pasien selalu merasa curiga dan takut bahwa penagih hutang akan datang dan

membunuhnya. Hal ini menyebabkan pasien membatasi diri untuk bersosialisasi dan

8
membangun hubungan sosial dengan teman-teman yang ada di lingkungan sekitar

rumahnya.

G. Persepsi Pasien Terhadap Keluarga

Pasien merasa bahwa pasien disayangi oleh istri dan anaknya, hal ini dirasakan

pasien karena istri pasien selalu menemani saat pasien akan pergi berobat.

Pasien merasa orang tuanya dan saudara-saudaranya sangat suportif terhadap diri

dan kesehatan pasien. Mereka selalu mengecek keadaan pasien baik lewat telepon

maupun datang berkunjung di rumah. Pasien merasa keluarganya ingin pasien untuk

cepat sembuh dari sakitnya.

H. Persepsi Keluarga Terhadap Pasien

Menurut istri pasien, dia menyayangi istrinya dan peduli terhadap kesehatan

pasien. Istri pasien menyadari bahwa gangguan yang terjadi pada suaminya terletak

pada jiwanya. Namun istri pasien sering merasa kesal jika pasien tiba-tiba berjalan

keluar sendiri dari rumah tanpa tahu penyebabnya. Istri pasien mengatakan jika

mereka bisa memulainya dari nol lagi untuk membangun kehidupan baru mereka.

Mereka bisa bersama-sama mencari uang lagi untuk menutupi hutang-hutangnya.

Istri pasien selalu bersedia untuk menolong dan memenuhi keinginan dan

kebutuhannya saat ia membutuhkan.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Gambaran Umum

1. Penampilan

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 42 tahun, tampak dan berpenampilan

sesuai usia. Pasien berkulit sawo matang dan berambut hitam. Saat dianamnesis

pasien memakai kaos berwarna merah dan celana pendek berwarna cream.

9
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor

Selama wawancara di rumah pasien dapat duduk dengan tenang. Pasien menjawab

dengan volume suara sedang. Selama wawancara pasien selalu memberikan jawaban

sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

B. Mood dan Afek

1. Mood : Iritabel

2. Afek : Menyempit

3. Kesesuaian : Sesuai

C. Pembicaraan

1. Kualitas: pasien dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan, volume

sedang, artikulasi jelas.

2. Kuantitas: pasien berbicara cukup seadanya.

3. Hendaya berbahasa : pasien fasih berbahasa Indonesia dan juga Bahasa daerah,

tidak ada hendaya berbahasa.

D. Gangguan Persepsi

Saat anamnesis pasien mengalami halusinasi audiotorik.

E. Proses Pikir

1. Bentuk pikiran : Koheren

Pada saat wawancara berlangsung, pasien mampu menjawab semua pertanyaan

dengan baik.

2. Isi pikiran : Waham kebesaran

Pasien meyakini bahwa dirinya adalah pembesar dan orang-orang segan terhadap

dirinya.

10
F. Sensorium dan Kognisi

1. Kewaspadaan dan Tingkat Kesadaran

Kesadaran pasien adalah kompos mentis. Pasien dapat mengarahkan, mengalihkan

dan memusatkan perhatiannya.

2. Orientasi

 Orientasi waktu : Baik. Pasien dapat membedakan waktu antara pagi, sore, dan

malam.

 Orientasi tempat : Baik. Pasien mengetahui di mana tempat pasien berada saat

diwawancarai

 Orientasi orang : Baik. Pasien dapat mengenali orang di sekitarnya.

3. Daya ingat

 Jangka panjang : Sedang. Pasien masih mengingat beberapa kejadian masa

kecil, namun tidak mampu mengingat beberapa pengalaman

masa kecil.

 Jangka sedang : Baik. Pasien dapat mengingat berbagai kejadian yang terjadi

pada 1 bulan lalu.

 Jangka pendek : Baik. Pasien mengingat jam berapa dia tidur malam

sebelumnya.

 Segera : Baik. Pasien dapat mengingat dan mengulang kata-kata yang

diucapkan pemeriksa.

4. Kemampuan membaca dan menulis

Pasien mampu untuk menuliskan namanya sendiri serta mampu membacanya.

5. Kemampuan visuospasial

Pasien dapat berjalan tanpa menabrak benda-benda di sekitarnya.

11
6. Kemampuan menolong diri sendiri

Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya sendiri seperti makan, minum, dan

mandi.

7. Pengendalian impuls

Pasien mengikuti wawancara dalam waktu yang cukup lama dengan duduk tenang.

G. Pertimbangan dan Tilikan

a. Daya nilai sosial : Baik. Pasien mengerti dan memahami bahwa membunuh

merupakan perbuatan yang buruk.

b. Uji daya nilai : Baik. Pasien mengerti dan memahami bila terjadi sebuah kebakaran,

ia harus keluar dari bangunan dan mencari pertolongan.

H. Tilikan : Derajat tilikan 2, dimana pasien sadar dirinya sakit dan membutuhkan bantuan

tetapi dalam waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.

I. Taraf Dapat Dipercaya

Secara keseluruhan pasien dapat dipercaya, meskipun pasien sempat sedikit kurang

terbuka. Oleh karena itu, untuk kejelasan informasi perlu ditanyakan ulang pada

keluarga.

V. PEMERIKSAAN FISIK INTERNA DAN NEUROLOGI

A. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sedang, kesadaran compos mentis

Tanda vital : TD 110/80 mmHg, N 72x/menit, RR 20x/menit,

S 36,5°C

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : SI-SII reguler, bising (-) gallop (-)

12
Paru : suara pernapasan vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Abdomen

: Hepar/Lien tak teraba, BU: normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

B. Status Neurologikus.

- N. olfaktorius (N.I)

Tidak dilakukan evaluasi.

- N. optikus (N.II)

Tidak dilakukan evaluasi.

- N. okulomotorius (N.III), n. trochlearis (N.IV), n. abducens (N.VI)

Selama wawancara dapat dilihat bahwa pasien memiliki gerakkan bola mata

yang wajar.

- N. trigeminus (N.V)

Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.

- N. facialis (N.VII)

Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.

- N. vestibulocochlearis (N.VIII)

Selama wawancara pasien mampu menjawab pertanyaan tanpa harus pemeriksa

menggunakan suara yang keras. Hal ini memberi kesan bahwa pendengaran

pasien normal. Saat berjalan pasien terlihat stabil dan tidak terjatuh.

- N. glosssopharyngeus (N.IX),

Tidak dilakukan evaluasi.

- N. vagus (N.X)

Tidak dilakukan evaluasi

- N. aksesorius (N.XI)

13
Selama wawancara berlangsung terlihat bahwa pasien dapat menggerakkan

kepalanya ke kiri dan kanan tanpa ada hambatan, hal ini menandakan bahwa

fungsi Nervus Aksesorius pasien dalam keadaan normal.

- N. hypoglossus (N.XII)

Tidak dilakukan evaluasi.

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Dari hasil autoanamnesis dan alloanamnesis, didapatkan bahwa pasien berjenis

kelamin laki-laki, berusia 42 tahun. Pasien lahir di Tomohon pada tanggal 29 Juli 1976.

Pasien telah menikah dan dikaruniai satu orang putra. Pasien menempuh pendidikan

sampai jenjang SMA. Saat ini, pasien berprofesi sebagai seorang tukang ojek. Pasien

adalah seorang yang menganut agama Kristen Katolik. Suku pasien adalah Minahasa

Induk. Saat ini, pasien tinggal di Kelurahan Matani I Lingkungan II Tomohon Tengah.

Pasien dibawa ke IGD Jiwa RSUD Prof. V. L. Ratumbuysang oleh keluarga pasien pada

hari Sabtu tanggal 15 Juni 2019.

Pasien dibawa dengan keluhan sering marah-marah tanpa sebab sejak 5 hari

sebelum datang ke Rumah Sakit. Marah-marah hampir setiap hari disertai dengan

memberontak hingga merusakkan barang yang ada dirumah pasien.. Menurut pasien

dia kuatir dengan keuangan keluarganya, anaknya akan menerima komuni pertama

namun pasien tidak memiliki uang untuk membiayainya.

Saat ini pasien mendengar suara bisikan. Suara bisikan itu didengar sejak 1

tahun yang lalu hingga sekarang. Hampir setiap hari pasien mendengarkan suara

tersebut dan suara yang didengar adalah suara seorang laki-laki yang sedang

mengatakan bahwa ia akan memberikan pusaka kepada pasien.

Pasien juga mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pembesar, lebih hebat

dari orang lain sehingga semua orang segan terhadap dirinya. Nafsu makan menurun

14
sejak gejala mulai dirasakan dan pasien merasa berat badan menurun. Pasien mengeluh

sulit untuk tidur dan sering terbangun karena pikiran ketakutan. Pasien biasanya tertidur

pukul 20.00 WITA atau 21.00 WITA namun pasien saat ini sering tertidur sekitar pukul

24.00 WITA. Pasien pernah terbangun berteriak pada tengah malam karena mendengar

suara-suara yang memanggilnya. Pasien juga sering menangis tiba-tiba apabila sedang

di rumah atau seseorang berbicara kepadanya dan mengingatkannya pada masalah yang

saat ini belum bisa diceritakannya kepada siapapun.

Menurut keluarga, pasien sering bicara sendiri dan mengulang kata-kata yang

sudah dikatakan sebelumnya. Pasien juga pernah menangis tiba-tiba saat sedang jalan-

jalan bersama keluarganya. Pasien juga pernah terbangun dan berteriak saat malam hari

saat sedang tidur pada malam hari.

Pasien menyangkal bahwa dirinya sakit, saat ini pasien masih belum bisa

melakukan pekerjaan bahwa aktivitas seperti pekerjaan rumah. Pasien masih mampu

makan, minum, mandi, BAB dan BAK sendiri tanpa bantuan orang lain.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK

Diagnosis pada pasien ini diformulasikan dalam diagnostik multiaksial.

A. Pada aksis I didapatkan gejala klinik bermakna yaitu halusinasi auditorik. Saat ini

pasien mendengar suara bisikan. Suara bisikan itu didengar sejak 1 tahun yang lalu

hingga sekarang. Hampir setiap hari pasien mendengarkan suara tersebut dan suara

yang didengar adalah suara seorang laki-laki yang sedang mengatakan bahwa ia akan

memberikan pusaka kepada pasien. Pasien juga mengatakan bahwa dirinya adalah

seorang pembesar, lebih hebat dari orang lain sehingga semua orang segan terhadap

dirinya.

15
B. Pada aksis II, pasien memiliki ciri kepribadian avoidant (menghindar). Hal ini ditandai

dengan pasien yang sulit untuk bergaul dengan orang-orang yang ada dilingkungan

sekitar pasien terutama teman-teman kerjanya.

C. Pada aksis III, tidak ditemukan kondisi medis umum yang bermakna, sehingga tidak

ada diagnosis untuk aksis III.

D. Pada aksis IV, masalah berhubungan dengan perekonomian. Pasien merasa tertekan

karena beban hutang yang besar. Pasien khawatir tidak bisa membayar hutang tersebut

dan akan dikejar-kejar oleh penagih hutang.

E. Pada aksis V, Global Assasment of Functioning (GAF) scale, Current 70-61, terdapat

beberapa gejala ringan dan menetap atau beberapa kesulitan dalam fungsi sosial atau

pekerjaan, tetapi biasanya berfungsi cukup baik, memiliki hubungan interpersonal yang

penuh arti. Terdapat gejala halusinasi dan waham, gangguan dalam pekerjaan, tetapi

hubungan sosial dan hubungan interpersonal pasien masih baik. Global Assasment of

Functioning (GAF) scale High Level Past Year (HLPY) 91-100, tidak terdapat gejala,

berfungsi maksimal, dan tidak terdapat masalah yang tidak dapat ditanggulangi.

VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL

A. Aksis I : Skizofrenia Paranoid

Differential Diagnosis : Gangguan Waham

B. Aksis II : Ciri Kepribadian Avoidant (Menghindar)

C. Aksis III : Tidak ada

D. Aksis IV : Masalah perekonomian

E. Aksis V : Global Assasment of Functioning (GAF) scale, Current 70-61, terdapat

beberapa gejala ringan dan menetap atau beberapa kesulitan dalam fungsi sosial atau

pekerjaan, tetapi biasanya berfungsi cukup baik, memiliki hubungan interpersonal yang

16
penuh arti. GAF scale High Level Past Year (HLPY) 91-100, tidak terdapat gejala,

berfungsi maksimal, dan tidak terdapat masalah yang tidak dapat ditanggulangi.

IX. RENCANA TERAPI

A. Psikofarmako

Haloperidol 5 mg 2x1

Trihexyphenidyl 2 mg 2x1

B. Psikoedukasi

1. Terhadap pasien

a. Menjelaskan kepada pasien tentang gangguan yang sedang dialaminya sehingga

pasien dapat mengerti gangguan apa yang terjadi pada dirinya.

b. Menjelaskan pada pasien tentang obat-obatan yang akan diberikan, efek samping

dari pengobatan yang dapat muncul, serta pentingnya kepatuhan dan keteraturan

minum obat.

c. Memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien agar pasien rajin kontrol dan

patuh meminum obat-obatan yang diberikan serta tidak mengurung diri dan

memperbaiki produktivitasnya sehingga pasien dapat kembali bekerja.

2. Terhadap keluarga

a. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang gangguan yang terjadi pada pasien,

penyebab terjadinya gangguan tersebut, dan perjalanan penyakit sehingga

keluarga pasien dapat mengerti dan menerima kondisi pasien.

b. Menjelaskan kepada keluarga tentang pengobatan yang diberikan, efek samping

obat yang akan diberikan, dan pentingnya keteraturan minum obat.

c. Menjelaskan kepada keluarga mengenai gejala-gejala kekambuhan dan

menganjurkan untuk dibawa ke dokter jika terjadi kekambuhan.

17
d. Memberikan pengertian kepada keluarga mengenai peran keluarga yang sangat

penting pada perjalanan penyakit pasien.

e. Meminta keluarga untuk memastikan pasien tetap berada dalam pengawasan

keluarga. Mengawasi pasien agar terhindar dari benda- benda yang dapat

mengancam keselamatan diri dan orang sekitar.

f. Mengawasi pasien agar teratur minum obat dan berperilaku sabar dalam

menghadapi pasien serta selalu mendampingi pasien dan berikan motivasi serta

dukungan kepada pasien.

X. PROGNOSIS

A. Ad vitam : dubia ad bonam

B. Ad fungsionam : dubia ad bonam

C. Ad sanationam : dubia ad bonam

XI. DISKUSI

A. Diagnosis

Skizofrenia merupakan gangguan mental kronis yang ditandai dengan gangguan

utama pada pikiran, persepsi dan perilaku. Pemikiran penderita skizofrenia seringkali

tidak berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian keliru, dapat memiliki afek datar

atau tidak sesuai dan dapat memiliki aktivitas motorik yang bizzare.1 World Health

Organization (WHO) tahun 2012 menyatakan bahwa 24 miliar penduduk dunia

menderita skizofrenia dengan rentang usia 15 tahun sampai 35 tahun. Laki-laki memiliki

tingkat kejadian lebih tinggi daripada wanita dengan perbandingan 1,4 : 1.1,2 Onset pada

laki-laki biasanya muncul antara usia 15 – 25 tahun dan pada wanita antara usia 25 – 35

tahun. Onset setelah usia 40 tahun jarang terjadi.3 Etiologi pasti mengenai terjadinya

18
skizofrenia masih belum ditemukan. Berdasarkan penelitian biologik, genetik,

fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu kelompok gangguan

dengan penyebab yang berbeda dan secara pasti memasukkan pasien yang gambaran

klinisnya, respons pengobatannya, dan perjalanan penyakitnya adalah bervariasi.3,4

Gejala skizofrenia terbagi dalam tiga kategori: positif, negatif, dan kognitif. Gejala

positif merupakan pikiran dan indera yang tidak biasa, bersifat surreal yang mengarah

ke perilaku pasien yang tidak normal yang tidak terlihat pada orang sehat.1 Gejala positif

seperti :

 Delusi/waham, merupakan suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak

sesuai dengan fakta dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” dan tetap

dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk

mengoreksinya.1,3

 Halusinasi, merupakan persepsi atau tanggapan yang palsu yang terjadi tanpa

ada stimulus dari luar. Halusinasi yang paling sering ditemukan biasanya

berbentuk pendengaran tapi bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman dan

perabaan.1,3

 Gangguan pikiran yakni cara berpikir yang tidak biasa atau disfungsional.1

 Gangguan perilaku yakni berbagai perilalu tak sesuai atau aneh dapat terlihat

seperti gerakan tubuh yang aneh, wajah dan menyeringai, perilaku ritual, sangat

ketolol-tololan, agresif, dan perilaku seksual yang tidak pantas.1,3

Gejala negatif berhubungan dengan gangguan emosi dan perilaku normal. Gejala

negatif antara lain seperti afek datar, berkurangnya perasaan senang dalam kehidupan

sehari-hari, kesulitan memulai dan mempertahankan kegiatan, serta bicara yang kurang.

Gejala kognitif memperlihatkan perubahan dalam ingatan atau aspek pemikiran lain.

Gejala kognitif untuk beberapa pasien tidak terlihat. Yang termasuk dalam gejala

19
kognitif adalah miskin “fungsi eksekutif” yakni kemampuan untuk memahami informasi

dan menggunakannya untuk membuat keputusan, kesulitan untuk fokus dan atensi,

masalah dengan “memori kerja” yakni kemampuan untuk menggunakan informasi segera

setelah mempelajarinya.1

Pedoman untuk menegakkan diagnosis skizofrenia adalah Diagnostic and

Statistical Manual (DSM) – V. Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM V:5

1. Terdapat dua (atau lebih) gejala di bawah ini, masing-masing ada selama sebagian

waktu yang signifikan selama periode satu bulan (atau kurang jika berhasil diobati).

Setidaknya salah satu dari gejala (1), (2), dan (3) harus ada:

1) Waham

2) Halusinasi

3) Bicara yang tidak terorganisasi

4) Tingkah laku katatonik

5) Gejala-gejala negatif

2. Selama sebagian waktu yang signifikan sejak onset gangguan, fungsi dari satu atau

lebih area, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, secara

nyata berada dibawah tingkat dicapai sebelum onset.

3. Tanda yang terus menerus menetap setidaknya 6 bulan. Periode enam bulan ini harus

termasuk setidaknya satu bulan gejala (atau kurang jika berhasil diobati) yang

memenuhi kriteria A (gejala fase aktif) dan dapat termasuk periode prodromal atau

gejala residual. Selama periode prodormal atau residual, tanda gangguan mungkin

dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan

dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah.

4. Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan gejala psikotik

harus dikesampingkan karena salah satu 1) tidak ada episode depresif atau manik

20
yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau 2) jika episode mood

telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat dibanding durasi

periode aktif dan residual.

5. Gangguan ini tidak disebabkan oleh pengaruh zat (misalnya penyalahgunaan obat,

medikasi) atau kondisi medis lain.

6. Jika terdapat riwayat gangguan spektrum autis atau gangguan komunikasi dari onset

anak, tambahan diagnosis dari skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi

menonjol, sebagai tambahan pada gejala skizofrenia yang sudah ada setidaknya satu

bulan (atau kurang jika berhasil diobati).

Skizofrenia memiliki beberapa subtipe yang diidentifikasikan berdasarkan

variabel klinik. Kriteria diagnosis skizofrenia paranoid menurut DSM V, sebagai

berikut:5

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.

 Sebagai tambahan :

- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau

halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),

mendengar (humming), atau bunyi tawa (lauhing)

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-

lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”

(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,

adalah yang paling khas;

21
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik

secara relative tidak nyata/tidak menonjol

Penderita skizofrenia pada fase aktif dapat memperlihatkan gejala-gejala yang

dapat membahayakan dirinya atau orang lain.6 Pada skizofrenia tipe paranoid gejala yang

ditimbulkan terlihat sangat konsisten, sering paranoid, pasien dapat bertindak sesuai

dengan wahamnya ataupun tidak bertindak sesuai dengan wahamnya. Pasien dapat tidak

kooperatif dan sulit bekerjasama, dan mungkin agresif, marah atau terlihat ketakutan,

tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku inkoheren atau disorganisasi.

Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan hampir tidak

terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui antara lain :3

1. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan cemburu.

2. Halusinasi auditorik berupa ancaman, perintah, atau menghina. Halusinasi diartikan

sebagai persepsi dalam keadaan sadar tanpa adanya stimulus eksternal yang mana

memiliki kualitas persepsi yang nyata.

Dari autoanamnesis, alloanamnesis, dan pemeriksaan status mental yang dilakukan,

serta berdasarkan pada kriteria diagnostik DSM V dan DSM IV, didapatkan bahwa pasien

mengalami skizofrenia paranoid. Gejala yang ditemukan berupa halusinasi auditorik

selama 3 tahun, waham kejar, terdapat disfungsi pekerjaan yang semakin memberat sejak

7 bulan terakhir. Gangguan tidak disebabkan oleh efek penggunaan zat atau kondisi

medis umum. Pada pemeriksaan status mental didapatkan mood pasien adalah mood

iritabel dan afek terbatas.

B. Ciri Kepribadian

Kepribadian adalah totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang merupakan karakter

atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari dalam kondisi yang biasa. Sifatnya stabil

22
dan dapat diramalkan.3 Ciri kepribadian bersifat fleksibel, dan gambaran klinisnya tidak

memenuhi kriteria atau pedoman diagnostik, bersifat lebih ringan dari gangguan

kepribadian. Pada seseorang dengan gangguan kepribadian, terjadi disfungsi dalam

hubungan keluarga, pekerjaan dan fungsi sosial.3

C. Rencana Terapi

Terapi pada pasien skizofrenia dilakukan dengan terapi farmakologi dan

psikososial.3 Terapi yang dilakukan pada umumnya meliputi tiga fase, yakni fase akut,

fase stabilisasi serta fase stabil atau rumatan. Fase akut biasanya berlangsung selama 4-

8 minggu dan ditandai dengan gejala psikotik yang membutuhkan penatalaksanaan

segera. Fokus terapi pada fase akut yaitu untuk menghilangkan gejala psikotik. Setelah

fase akut terkontrol, pasien akan memasuki fase stabilisasi. Fase stabilisasi berlangsung

selama kurang lebih 6 bulan setelah pasien pulih dari gejala akut. Selama fase stabilisasi,

fokus terapi adalah konsolidasi pencapaian terapeutik. Pada fase ini risiko kekambuhan

sangat tinggi terutama bila obat dihentikan atau bila pasien terpapar dengan stresor. Dosis

obat pada fase stabilisasi sama dengan fase akut. Setelah pasien melewati fase stabilisasi,

fase selanjutnya adalah fase stabil atau rumatan. Pada fase rumatan penyakit berada

dalam keadaan remisi. Target terapi pada fase ini adalah untuk mencegah kekambuhan

dan memperbaiki derajat fungsi.5

Terapi farmakologi pada skizofrenia adalah dengan obat antipsikotik. Obat ini

dibagi dalam dua kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor

antagonist (DRA) atau disebut antipsikotika generasi I (APG-I) obat antipsikotik tipikal

dan serotonin dopamine antagonist (SDA) juga disebut antipsikotika generasi II (APG-

II) obat antipsikotik atipikal.3

Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif sedangkan

untuk gejala negatif hampir tidak bermakna. Obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala

23
positif maupun negatif. Obat APG-I dikaitkan dengan afinitasnya yang kuat terhadap

D2. Obat APG-I bekerja efektif bila 80% D2 di otak dapat dihambat. Bila hambatan

terhadap reseptor D2 lebih besar, Extrapyramidal syndrome (EPS) dapat terjadi tanpa

adanya penambahan efektivitas APG-I sebagai antipsikotik.3

Haloperidol merupakan anti psikotik yang termasuk pada golongan obat

butirofenon. Haloperidol dan butirofenon lain bersifat D2 antagonis yang sangat poten.

Efek terhadap sistem otonom dan efek antikolinergiknya sangat minimal. Haloperidol

merupakan obat anti psikotik tipikal poten yang paling sering digunakan. Obat APG–I

memberikan efek anti psikotik dengan jalan menurunkan aktivitas dospamin.

Haloperidol bekerja sebagai dopamin antagonis. Haloperidol yang memiliki efek

samping sedatif lemah dan digunakan terhadap gejala positif dengan gejala dominan

antara lain halusinasi, waham, apatis, menarik diri, hipoaktif, kehilangan minat dan

inisiatif dan perasaan tumpul. Haloperidol tersedia dalam tablet 1,5 mg, 2 mg dan 5 mg.

Haloperidol injeksi tersedia dalam ampul 5mg/cc.3,7

Penggunaan obat antipsikotik dapat menimbulkan efek samping berupa sindroma

ekstrapiramidal, misalnya distonia akut, akathisia, tardive diskinesia, serta

parkinsonisme.8 Bila terjadi efek samping, penurunan dosis antipsikotik sering efektif

untuk menghilangkan efek samping. Bila efek samping tidak dapat ditanggulangi, dapat

diberikan obat-obat antikolinergik, misalnya triheksifenidil, difenhidramin injeksi,

benztropin, sulfas atropin. Pemberian antikolinergik harus hati-hati pada pasien

hipertermia dan delirium karena obat ini dapat memperberat penurunan kesadaran.3

Obat yang paling sering digunakan adalah triheksifenidil 2 mg yang diberikan 3 kali

per hari. Bila tetap tidak berhasil mengatasi efek samping tersebut disarankan untuk

mengganti jenis antipsikotika yang digunakan ke golongan APG-II yang lebih sedikit

kemungkinannya mengakibatkan efek samping ekstrapiramidal.8

24
Tatalaksana skizofrenia yang optimal merupakan keterpaduan antara intervensi

medis dengan intervensi psikososial. Berbagai studi membuktikan bahwa intervensi

psikoedukasi bermanfaat dalam menurunkan frekuensi kekambuhan, mengurangi

kebutuhan rawat kembali di rumah sakit, mengurangi penderitaan akibat gejala-gejala

penyakitnya, meningkatkan kapasitas fungsional, memperbaiki kualitas hidup dan

kehidupan berkeluarga.4 Terapi Psikososial dapat berupa:

a. Terapi Perilaku : Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan

latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,

kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi

interpersonal.9

b. Terapi Berorientasi Keluarga : Terapi ini sangat berguna karena pasien

skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Setelah

periode pemulangan segera, topik penting yang harus dibahas dalam terapi

keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama pemulihan serta

kecepatan pemulihan. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi

keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian

terkontrol, penurunan angka relaps tahunan dengan terapi keluarga adalah

sebesar 25-50%.9

c. Terapi Kelompok: Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya

memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan

nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,

meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien

dengan skizofrenia.9

d. Psikoterapi individual, penelitian mengenai efek psikososial dalam

pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa psikoterapi

25
individual dapat membantu efek dari terapi farmakologis pasien

skizofrenia.9

Intervensi psikososial bisa dimulai sedini mungkin namun hendaknya

disesuaikan dengan fase perjalanan penyakitnya. Melalui intervensi psikoedukasi,

orang dengan Skizofrenia dan keluarga diajak untuk memahami perjalanan penyakit,

perkembangan gejala, dan menyusun harapan yang lebih realistik untuk kehidupan dan

masa depannya.4

XIII. KESIMPULAN

A. Pasien didiagnosis dengan Skizofrenia Paranoid.

B. Terapi pada pasien dengan skizofrenia paranoid adalah farmakoterapi dan terapi

psikoedukasi.

C. Pasien membutuhkan dukungan keluarga dan lingkungan untuk keberhasilan terapi,

baik dari segi materi, waktu, dan terutama motivasi untuk pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute of Mental Health. Schizophrenia. 2016 February [cited 2019 April 19].

Available from: https://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia/ index.shtml

2. Fiona K, Fajrianthi. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup Penderita

Skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Saraf. 2013;2(3)

3. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; Jakarta. 2013.

4. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri

Klinis Jilid I. Binarupa Aksara Publisher; Tangerang. 2010.

5. American Psychiatric Association. DSM-5 Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders: Fifth Edition. American Psychiatric Publishing; Washington DC. 2013.

6. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 2014. Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. PT Nuh Jaya; Jakarta. 2014.

7. Fahrul, Mukaddas A, Faustine I. Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien

Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode

Januari-April 2014. Online Journal of Natural Science. 2014:3(2).p.18-29.

8. Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Perhimpunan Dokter Spesialis

Kedokteran Jiwa Indonesia; 2011;h.1-80.

9. Irwan M, Fajriansyah A, Sinuhadji B, Indrayana MT. Penatalaksanaan skizofrenia. Faculty

of Medicine Universitas of Riau. 2008.

27

Anda mungkin juga menyukai