TESIS
YOMI NOVITASARI
1006796765
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi Psikologi
YOMI NOVITASARI
1006796765
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penghargaan terbesar
penulis berikan kepada Lukman Hakim, Orangtua, dan keluarga penulis atas
dukungan tiada henti yang selalu diberikan kepada penulis.
Tesis ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan
dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada :
- Dra. Dini P. Daengsari, M. Si. selaku pembimbing akademis, tesis dan kasus
penulis. Terima kasih banyak atas bimbingannya dalam pengerjaan tesis, penanganan
kasus, maupun selama penulis menjadi mahasiswi di program profesi ini.
- Prof. Dr. Siti Marliah Tambunan yang telah membimbing penulis selama
pengerjaan tesis ini dengan penuh kelembutan dan kesabaran.
- Prof. Fawzia Aswin Hadis dan Luh Surini Y. Savitri, M. Psi. yang telah berbagi
pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga untuk pengembangan diri penulis,
khususnya sebagai seorang Psikolog.
- Seluruh staf pengajar di bagian Magister Profesi Klinis Anak, terutama kepada
Efriyani Djuwita, S.Psi., M.Psi. dan Mita Aswanti M. Si., Psi. yang telah
membimbing penanganan kasus selama penulis menjalani proses perkuliahan pada
bagian profesi Klinis Anak.
- Seluruh teman-teman Klinis Anak (KLA XI) yaitu Mila, Belinda, Nuri, Indah,
Monik, Devi, Susan, Nia, Yayang, Ola, Hegar, Andria, Uthe, dan Sisi, atas
kebersamaan dan dukungannya selama ini.
- Sahabat penulis, yaitu Atun, Delima, dan Tri, atas doa dan dukungannya yang telah
diberikan.
Depok, 14 Januari 2013
Penulis
ABSTRAK
Nama
: Yomi Novitasari
Program Studi : Magister Profesi Psikologi Klinis Anak
Judul
: Penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Menurunkan
Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah
vi
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
3.1 Tabel Rancangan Kegiatan Program CBT............................................................29
4.1 Tabel Ringkasan Pelaksanaan Intervensi CBT......................................................67
4.2 Tabel Ringkasan Evaluasi Intervensi CBT............................................................70
4.3 Tabel Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test SCARED....................................71
4.4 Tabel Penurunan Skor SCARED yang Diisi D.....................................................72
4.5 Tabel Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test FSSC-R.......................................73
4.6 Tabel Penurunan Skor FSSC-R.............................................................................74
4.7 Tabel Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test CBCL..........................................74
DAFTAR GRAFIK
4.1 Grafik Skor Pre-test dan Post-test SCARED yang Diisi D...................................71
4.2 Grafik Skor Pre-test dan Post-test SCARED yang Diisi Ibu.................................72
4.3 Grafik Skor Pre-test dan Post-test FSSC-R...........................................................73
4.4 Grafik Skor Pre-test dan Post-test CBCL-1..........................................................75
4.5 Grafik Skor Pre-test dan Post-test CBCL-2..........................................................75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pernyataan Persetujuan...........................................................................xi
Lampiran 2. Catatan Harianku....................................................................................xii
Lampiran 3. Kartu Situasi Mudah..............................................................................xiii
Lampiran 4. Barometer Perasaan................................................................................xiv
BAB 1
PENDAHULUAN DAN MASALAH
1.1 Pendahuluan
Kecemasan merupakan hal yang umum dialami oleh manusia. Bornstein dan
Lamb serta Muris dkk (dalam Rice, 2008) menyatakan semua manusia, baik anakanak maupun orang dewasa, pernah mengalami kecemasan terhadap sesuatu, tetapi
hal-hal yang menjadi penyebab dan reaksi terhadap kecemasan tidaklah sama bagi
setiap orang. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Albano (dalam Albano & Kendall,
2002) bahwa reaksi kecemasan terhadap hal tertentu merupakan proses yang wajar
terjadi selama tahap perkembangan seseorang dengan fokus kecemasan yang dapat
berubah di usia atau tingkat perkembangan kognitif yang berbeda. Salah satu
contohnya adalah kecemasan terhadap dokter gigi dan petir terjadi di awal usia
Sekolah Dasar, sementara kecemasan terhadap evaluasi (tes atau laporan lisan) dan
situasi sosial sebagian besar umumnya terjadi pada anak remaja. Selain itu, reaksi
setiap individu terhadap kecemasan juga dapat berbeda-beda. Ada reaksi terhadap
kecemasan yang tergolong wajar, tetapi ada juga yang berlebihan sehingga
menimbulkan masalah dalam kehidupan individu yang mengalaminya. Menurut
Albano dan Kendall (2002), kecemasan dalam tingkat tertentu dibutuhkan oleh
manusia karena memberikan fungsi perlindungan bagi dirinya agar bersikap waspada
terhadap bahaya dan/atau memotivasi perilaku tertentu yang adaptif untuk
menghindari hal-hal yang ditakutinya, misalnya belajar sebelum ujian atau melihat ke
sisi kiri dan kanan sebelum menyeberang jalan. Di sisi lain, kecemasan juga dapat
menjadi masalah atau gangguan, yaitu jika tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
yang diharapkan (Albano dkk, 1996; Kazdin & Weisz, 1998; Kendall, 2000; dalam
Albano & Kendall, 2002), terjadi dalam frekuensi atau intensitas yang berlebihan atau
jika mempengaruhi dan mengganggu hubungan, fungsi sehari-hari, dan performa
sekolah atau pekerjaan (Barrios & Hartmann, 1988; Morris dkk, 2008; dalam Rice,
2008). Contohnya anak yang mengalami kecemasan terhadap sekolah atau kecemasan
berpisah dengan orangtua dapat menampilkan perilaku menghindari kecemasannya
dengan menolak sekolah (school refusal) (King & Bernstein, 2001 dalam Schroeder
& Gordon, 2002).
Gangguan kecemasan pada anak dan remaja merupakan fenomena yang umum
terjadi. Hal ini dinyatakan oleh beberapa peneliti, antara lain Muris dkk (2008),
Albano, Chorpita, dan Barlow (dalam Ishikawa dkk, 2007). Sejumlah penelitian
dilakukan untuk menemukan prevalensi terjadinya gangguan kecemasan pada anak
maupun remaja. Menurut Achenbrach dkk (1995) serta Setzer dan Albano (dalam
Gosch dkk, 2006) prevalensi terjadinya gangguan kecemasan pada anak berkisar
antara 12 % sampai 20 %. Penelitian Weiss dan Last (dalam Wenar & Kerig, 2005)
menemukan ada sekitar 10,7 % sampai 17,3 % anak dan remaja yang mengalami
gangguan kecemasan. Selain itu, berdasarkan penelitian Waddell dkk (2004) terdapat
64 ribu anak di British Columbia yang mengalami gangguan kecemasan. Sementara
pada penelitian Last, Perrin, Hersen, dan Kazdin (dalam Wenar & Kerig, 2005)
terdapat 45 % anak di klinik kesehatan mental yang didiagnosa mengalami gangguan
kecemasan. Di Indonesia pernah dilakukan penelitian mengenai prevalensi gangguan
jiwa oleh Hidayat dkk (2010) di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta
Barat pada bulan Mei sampai Juli 2008. Dari penelitian tersebut didapatkan jumlah
gangguan jiwa terbanyak adalah gangguan kecemasan yaitu sebesar 14% dari sampel
penelitian yang berjumlah 1052 orang. Namun penelitian ini tidak menyebutkan
berapa jumlah penderita gangguan kecemasan dari kalangan anak-anak. Jumlah anak
yang mengalami gangguan kecemasan juga dapat dilihat dari penanganan kasus yang
dilakukan oleh mahasiswa Program Profesi Klinis Anak di Klinik Terpadu Fakultas
Psikologi UI pada bulan Juli 2009 Mei 2012. Dari hasil pemeriksaan tersebut
ditemukan sebanyak 1,71% anak yang mengalami gangguan kecemasan, yaitu
Separation Anxiety Disorder (0,73%), Generalized Anxiety Disorder (0,49%),
Specific Phobia (ketinggian, 0,24%), dan Anxiety NOS (0,24%). Dari data Klinik
Terpadu tersebut ditemukan pula adanya kecemasan pada anak, namun tidak
memenuhi kriteria gangguan kecemasan tertentu, antara lain kecemasan terhadap
pelajaran Bahasa Inggris, saat berpisah dengan ibu, dan terhadap klakson mobil.
Jumlah kecemasan tanpa diagnosa gangguan tersebut sebanyak 3,17%.
(CBCL) juga
merupakan skala yang banyak digunakan untuk mengukur masalah emosi dan
perilaku anak, termasuk kecemasan.
Gangguan kecemasan merupakan kondisi yang serius dan relatif stabil dengan
onset yang awal dalam kehidupan dan berjalan secara fluktuatif sepanjang rentang
kehidupan (Albano & Kendall, 2002). Penelitian pada populasi anak usia sekolah
dengan kecemasan yang tinggi menunjukkan masalah kecemasan tidak menurun
secara spontan dan gangguan ini dapat menjadi kronis sehingga menyebabkan
pengaruh yang signifikan dalam fungsi kehidupan sehari-hari selama bertahun-tahun
(Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009). Jika gangguan ini tidak
teratasi dapat terus berlanjut sampai ia dewasa. Kecemasan yang tinggi sehingga
mempengaruhi fungsi sehari-hari juga terlihat pada subjek penelitian ini.
Subjek penelitian yang akan diintervensi ini adalah seorang anak perempuan
bernama D, yang saat ini berusia 9 tahun dan duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Ia
merupakan anak tunggal yang kedua orangtuanya bekerja. Saat bayi sampai
menjelang masuk SD, D diasuh oleh tetangganya selama ibu bekerja. Setelah masuk
SD sampai saat ini, pengasuhan D dibantu oleh kakak ibu. Semenjak kecil D
merupakan anak yang penakut, pemalu, membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru, dan cenderung menghindari situasi yang
membuatnya cemas. Kondisi tersebut membuat D harus ditemani di kelas oleh
pengasuh selama TK dan ditunggui di depan kelas selama kelas 1 SD.
Saat ini D nampak manja, masih tergantung atau belum mandiri dan sangat
membutuhkan dukungan dan bantuan orang lain untuk melakukan kegiatan sehariharinya. Hal tersebut dipengaruhi pola asuh orangtua D dan pengasuh lainnya yang
cenderung selalu membantu D dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seperti
memandikannya, menyuapi, memakaikan seragam sekolah. Mereka juga cenderung
menggunakan pisau dan jarum, mengerjakan PR tanpa dibantu ibu, menelepon teman
yang tidak akrab.
Penyebab rasa cemas D adalah adanya distorsi kognitif pada dirinya, yaitu pikiran
bahwa ia tidak mampu menghadapi situasi-situasi yang dipersepsikannya mengancam
sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Contohnya ia cemas menyeberang jalan
raya karena berpikir tidak bisa melakukannya sehingga takut tertabrak. Ia juga cemas
menelepon teman yang tidak akrab karena menganggap dirinya tidak bisa
melakukannya.
Penanganan gangguan kecemasan yang efektif penting dilakukan karena
kegagalan memberikan penanganan awal yang efektif dapat menyebabkan anak
menjadi rentan terhadap gangguan dalam fungsi kehidupan yang lebih luas dan
menghasilkan efek yang merugikan dalam perkembangan emosinya untuk jangka
panjang (Albano & Kendall, 2002). Oleh karena itu penting dilakukan penanganan
kecemasan pada diri D agar tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih serius di
kemudian hari.
Ada sejumlah intervensi yang pernah dilakukan untuk menangani gangguan
kecemasan pada anak yaitu antara lain Systematic Desensitization, Medication,
Family Intervention, dan CognitiveBehavioral Therapy (CBT) (Haugaard, 2008).
Pada Intervensi Systematic Desensitization anak dihadapkan pada situasi yang
membuatnya cemas secara bertahap. Intervensi ini menggunakan proses yang disebut
reciprocal inhibition, yaitu memasangkan suatu respon yang menghambat kecemasan
(umumnya berupa relaksasi) dengan sumber kecemasan. Setelah hal ini dilakukan
cukup sering, maka kaitan antara sumber kecemasan dan perasaan cemas akan
berkurang atau terputus (Haugaard, 2008). Systematic desensitization ini hanya
menekankan aspek perilaku dalam mengatasi kecemasan anak. Intervensi lainnya
adalah Medication yang umumnya menggunakan Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRIs) dan Tricyclic Antidepressant untuk mengatasi kecemasan (Foa
dkk, 2005; Labellarte & Ginsburg, 2002; dalam Haugaard, 2008). Berdasarkan
sejumlah penelitian, intervensi Medication kurang efektif menangani kecemasan pada
anak dibandingkan pada orang dewasa. Selain itu, sejumlah anak yang mendapat
intervensi Medication ini mengalami efek samping, antara lain mulut terasa kering,
mual, lelah, pusing (Geller & Spencer, 2005; dalam Haugaard, 2008). Intervensi
kecemasan berikutnya adalah Family Intervention yang berupa pelatihan terhadap
orangtua agar dapat mengatasi kecemasannya sendiri dan memiliki keterampilan
untuk membantu anak mereka mengatasi kecemasan, antara lain mengabaikan
perilaku cemas anak dan memberikan reinforcement terhadap perilaku yang sesuai.
Intervensi ini sesuai jika orangtua juga mengalami masalah kecemasan (Haugaard,
2008).
Selain ketiga intervensi kecemasan di atas, ada intervensi yang telah digunakan
secara luas dan efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan pada anak dan remaja,
yaitu Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) (Chambless & Ollendick,2001;
Cartwright-Hatton dkk, 2004; dalam Ishikawa, Okajima, Matsuoka, & Sakano, 2007;
King, Heyne, & Ollendick, 2005; Waddell, Godderis, Hua, McEwan,& Wong, 2004;
Albano & Kendall, 2002; Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
CBT bertujuan mengajarkan anak menyadari tanda-tanda adanya kecemasan yang
tidak diinginkan dan menjadikan tanda-tanda tersebut sebagai informasi yang akan
digunakan dalam strategi manajemen kecemasannya (Albano & Kendall, 2002). CBT
efektif dalam menurunkan gangguan kecemasan pada anak, baik diterapkan secara
individual, melibatkan anak dan orangtua, maupun dalam format kelompok (Rey,
Marin, & Silverman, 2011; Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
Efek positif CBT ini dapat dipertahankan dalam periode waktu 5 sampai 7 tahun
(Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
Kelebihan CBT dibandingkan sejumlah intervensi di atas adalah CBT
menggabungkan beberapa intervensi menjadi suatu strategi yang mempengaruhi
berbagai isu yang berkaitan dengan kecemasan, misalnya menggunakan konsep
classical conditioning yang secara bertahap menghadapkan anak pada situasi yang
menimbulkan kecemasan (seperti dalam systematic desensitization), menggunakan
operant conditioning untuk mengurangi reinforcement dari perilaku menghindar dan
meningkatkan reinforcement untuk perilaku mengatasi kecemasan secara efektif, dan
menggunakan terapi kognitif untuk mengajarkan anak mengidentifikasi dan
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas salah satu metode penanganan
gangguan kecemasan pada anak usia sekolah, yaitu Cognitive Behavior Therapy
(CBT).
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu Psikologi,
terutama mengenai penerapan CBT bagi anak usia sekolah yang mengalami
kecemasan.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penerapan CBT ini diharapkan dapat menurunkan kecemasan pada diri D dengan
membantunya mengenali gejala-gejala kecemasannya, baik dalam bentuk fisiologis,
pikiran, maupun perilaku, dan menerapkan strategi yang efektif untuk menghadapi
situasi yang mencemaskannya.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan
2.1.1 Definisi Kecemasan
Schaefer dan Millman (1981) mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan
khawatir, tertekan, dan gelisah terhadap kemungkinan munculnya kesulitan, masalah,
atau rasa sakit. Sementara Barlow (dalam Schroeder & Gordon, 2002) menyatakan
kecemasan merupakan kondisi emosi atau mood yang dikarakteristikkan dengan
adanya afek negatif, seperti ketegangan, perasaan gelisah, atau kekhawatiran
mengenai situasi, peristiwa, atau ketidakberuntungan yang mungkin akan terjadi. Ia
juga menambahkan bahwa kecemasan merupakan konstruk tripartite yang
melibatkan komponen fisiologis, kognitif, dan perilaku (dalam Albano & Kendal,
2002). Hal serupa juga dikemukakan oleh Lang (dalam Beidel & Turner, 2005) dan
Kendall (2012), namun Kendall menambahkan komponen emosi selain ketiga
komponen lainnya. Sedangkan peneliti lainnya yaitu Compton dkk (dalam Stallard,
2005) tidak secara spesifik menyebutkan adanya komponen-komponen tersebut
dalam mendefinisikan kecemasan. Compton dkk hanya menyatakan kecemasan
merupakan suatu respon yang dikondisikan, yaitu ketika seseorang menghadapi
situasi yang mendorong munculnya kecemasan, ia mengalami peningkatan perasaan
yang tidak menyenangkan (seperti peningkatan degup jantung, napas menjadi
pendek-pendek, berkeringat) dan pikiran negatif (misalnya saya tidak akan mampu
menghadapinya).
Dari sejumlah definisi kecemasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
merupakan kondisi yang tidak menyenangkan (seperti adanya rasa gelisah, khawatir,
tertekan) yang melibatkan sejumlah komponen pada diri individu, yaitu antara lain
fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku.
10
11
12
13
14
15
16
17
terlalu mengontrol atau melindungi terhadap anak mereka. Orangtua ini merasa anak
mereka sangat rapuh dan tidak yakin dengan kemampuan anak dalam mengatasi
masalah. Mereka ingin melindungi anaknya dari tekanan-tekanan hidup (Friedberg
&McClure, 2002). Hal ini membahayakan karena membatasi kesempatan anak untuk
mengembangkan kemampuan menghadapi masalah (Krohnc & Hock, Rapee, dalam
Stallard, 2005).
Pola asuh tersebut juga membuat anak kurang mampu mengelola emosiemosinya. Kemampuan yang rendah dalam mengelola emosi dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya gangguan kecemasan. Hal ini disebabkan individu yang
mengalami gangguan kecemasan kurang mampu memahami bagaimana cara
menyembunyikan atau mengubah emosi-emosinya (Kendall, 2012) atau
kurang
18
penggunaan
konsep
classical
conditioning,
yaitu
secara
bertahap
19
20
4. Melatih anak mengembangkan keterampilan menghargai diri sendiri (selfreinforcement), misalnya memuji upaya yang telah ia gunakan, yaitu self-talk dan
relaksasi, dalam menghadapi kecemasan.
5. Melatih anak mengidentifikasi situasi atau peristiwa yang mencemaskannya dan
menyusunnya dalam hirarki kecemasan. Anak didorong menggunakan strategi
emosi dan kognitif yang diajarkan dalam CBT untuk mengatasi kecemasan pada
situasi-situasi tersebut. Kegiatan ini dikenal dengan istilah exposure task.
Kendall (2012) telah mengembangkan program CBT yang dikenal dengan Coping
Cat untuk menangani kecemasan pada anak dengan menggunakan 4 prinsip
berdasarkan tahapan di atas. Prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan singkatan FEAR,
yang dijabarkan sebagai berikut :
1. F atau Feeling frightened, yaitu mengajarkan anak untuk mengenali gejala fisik
saat cemas.
2. E atau Expecting bad things to happen, yaitu mengajarkan anak mengidentifikasi
pikirannya saat cemas.
3. A atau Attitudes and actions that can help, yaitu mengajarkan anak
mengembangkan strategi mengatasi kecemasan.
4. R atau Result and Rewards, yaitu mengajarkan anak mengevaluasi usahanya dalam
mengatasi kecemasan dan menghargai diri mereka sendiri atas usahanya itu.
Kendall juga telah mengembangkan manual yang berisi materi yang akan
diberikan selama program Coping Cat berlangsung. Manual tersebut telah digunakan
secara luas dalam program CBT untuk menangani kecemasan pada anak (Gosch,
Flannery-Schroder, Mauro, & Compton, 2006).
21
kongkret (concrete operational thinking) (Bee & Boyd, 2007; Papalia, Olds, &
Feldman, 2006). Pada tahap ini anak dapat berpikir lebih logis dibandingkan
sebelumnya karena ia mulai dapat mempertimbangkan berbagai aspek dalam sebuah
situasi. Namun kemampuan berpikir logisnya ini masih terbatas pada situasi yang
kongkret atau nyata yang terjadi saat itu.
Dalam aspek emosi, ada sejumlah perubahan perkembangan emosi pada anak usia
sekolah (Kelebli, Wintre & Vailance, dalam Santrock, 2000), yaitu antara lain
peningkatan kemampuan untuk memahami emosi yang kompleks seperti rasa malu
dan bangga; memahami bahwa lebih dari satu emosi dapat dialami dalam suatu
situasi tertentu; menyembunyikan reaksi emosi yang negatif; dan menggunakan
strategi dari diri sendiri untuk mengarahkan perasaan (Santrock, 2000). Selain itu,
anak juga mampu mempertimbangkan berbagai aspek dalam situasi yang
membangkitkan emosi, sehingga membantu dirinya memahami yang dirasakan orang
lain dan respon apa yang tepat terhadap situasi tersebut (Sroufe, Cooper, & Dehart,
1996).
Menurut Erikson, isu utama pada anak usia sekolah adalah industry versus
inferiority (Papalia, Olds, & Feldman, 2006). Industry merupakan istilah untuk
menggambarkan keyakinan mengenai kompetensi diri yang disertai dengan
kecenderungan untuk memulai kegiatan, mencari pengalaman belajar, dan bekerja
keras untuk mencapai tujuan. Kegagalan yang berulang untuk menguasai
keterampilan baru akan membuat anak merasa tidak kompeten dan inferior (Sroufe,
Cooper, & Dehart, 1996).
Pada usia sekolah ini, pertemanan merupakan hal yang penting dan umumnya
berupa pertemanan dengan anak-anak lain yang sama dalam hal usia, jenis kelamin,
etnis, dan status sosial-ekonomi, serta yang tinggal berdekatan atau pergi ke sekolah
bersama-sama (Papalia, Olds, & Feldman, 2006). Selain itu, anak usia ini cenderung
membandingkan kemampuan dirinya dengan orang lain saat mengevaluasi diri
(Sroufe, Cooper, & Dehart, 1996). Dengan demikian, interaksi dengan teman tersebut
tidak hanya meningkatkan kemampuan sosial anak, tetapi juga memungkinkan ia
22
untuk menilai dan mengembangkan dirinya agar memiliki kemampuan yang setara
atau lebih baik daripada anak lainnya.
23
Setelah peristiwa itu ia selalu ditemani pengasuh di kelas selama TK. Hal ini
membuatnya tidak terlatih untuk menghadapi kecemasan. Di sisi lain, ia juga
memperoleh reinforcement saat menolak masuk sekolah berupa perhatian dari
orangtua, meskipun seringkali perhatian tersebut berupa dimarahi oleh mereka.
Faktor lain penyebab gangguan kecemasan adalah genetik dan pola asuh
orangtua. Faktor genetik penyebab gangguan kecemasan berupa temperamen
behavior inhibition yang membuat seseorang rentan terhadap kecemasan. Partisipan
penelitian ini juga terlihat memiliki temperamen tersebut karena semenjak kecil ia
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk berinteraksi dengan orang baru atau
beradaptasi di lingkungan baru. Ia juga kurang mampu mengelola emosi karena
selama ini orangtua dan pengasuh lainnya cenderung banyak membantu dan
overprotective serta tidak membekalinya dengan keterampilan mengelola emosi,
terutama saat cemas. Pola asuh yang terlalu melindungi tersebut membuat anak
merasa tidak kompeten dan cenderung memilih menampilkan perilaku menghindar
sebagai cara mengatasi kecemasannya.
Partisipan penelitian ini berada pada tahap perkembangan anak usia sekolah.
Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2006), salah satu gangguan emosional yang
umum terjadi pada anak usia sekolah adalah kecemasan. Memasuki usia sekolah, hal
yang memicu kecemasan anak mulai beralih dari kecemasan mengenai ancaman
terhadap fisiknya menjadi kecemasan terhadap kompetensi, penilaian sosial, dan
kesejahteraan psikologisnya (Vasey & Daleiden, 1994, dalam Beidel & Turner,
2005). Hal ini disebabkan, pada usia sekolah anak mulai menghadapi tantangan
berupa sejumlah tugas atau kegiatan yang membutuhkan kompetensi dirinya. Di usia
ini anak juga mulai mementingkan pertemanan dengan anak lain yang sebaya dan
perkembangan kognitifnya membuat ia mampu menilai kompetensinya berdasarkan
perbandingan dengan kemampuan teman-temannya. Ia akan merasakan sense of
industry yaitu keyakinan bahwa dirinya kompeten ketika berhasil melakukan
tantangan tersebut dengan baik atau setara dengan anak lainnya. Sebaliknya ketika ia
gagal, maka ia akan merasa inferior atau kurang mampu dibandingkan temannya.
Oleh karena itu kecemasan yang dirasakan anak usia sekolah berkaitan dengan
24
kompetensi perilakunya dan penilaian sosial yang diperolehnya. Hal tersebut juga
terlihat pada partisipan ini. Ia merasa cemas ketika mendapat nilai pelajaran yang
buruk karena khawatir akan dianggap bodoh oleh temannya. Hal ini menguatkan
keyakinan bahwa ia tidak mampu.
Berdasarkan penelitian, gangguan kecemasan tidak akan hilang dengan sendirinya
tanpa penanganan yang tepat. Karena kecemasan melibatkan komponen kognitif,
perilaku, fisiologis, dan emosi, maka penanganan kecemasan yang tepat seharusnya
berupa intervensi yang melibatkan komponen-komponen tersebut. Menurut sejumlah
peneliti, CBT merupakan intervensi yang terbukti efektif dan telah banyak digunakan
dalam menangani masalah kecemasan pada anak. Dalam mengatasi kecemasan anak,
CBT menggunakan teknik-teknik perilaku maupun kognitif, yang mencakup edukasi
mengenai gejala fisik, pikiran, dan emosi yang dirasakan saat cemas, serta tindakan
yang sebaiknya dilakukan anak untuk mengatasi kecemasannya. Dengan melakukan
serangkaian kegiatan dalam intervensi CBT ini, partisipan diharapkan memiliki
keterampilan untuk mengelola kecemasannya sehingga ia tidak lagi menampilkan
perilaku menghindar saat cemas, melainkan perilaku lain yang lebih sesuai.
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
26
Penilaian terhadap variabel ini diukur melalui alat ukur Screen for Child Anxiety
Related Emotional Disorders (SCARED), Fear Survey Schedulle for Children
Revised (FSSC-R) dan Child Behavior Checklist (CBCL), serta hasil observasi dan
wawancara terhadap partisipan selama program intervensi berlangsung.
27
28
29
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Sesi
1
Pengenalan
Program
Materi
Penjelasan program
Berkenalan dengan
perasaan & pikiran
Berkenalan dengan
tugas dan latihan di
rumah
2
Mengenali
Perasaan
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 1
Perasaan- perasaan
seseorang
Cara mengetahui
perasaan seseorang
Kartu situasi
Berbagi cerita
Tujuan
Anak mendapat gambaran
singkat mengenai program
ini.
Anak memahami adanya
perasaan dan pikiran dalam
dirinya.
Anak termotivasi untuk
melaksanakan tugas yang
diberikan pada setiap sesi.
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak memahami perasaan
perasaan yang dapat
dialami seseorang.
Anak mampu mengenali
berbagai perasaan yang ada
dalam dirinya maupun
orang lain.
Kegiatan
Pelaksana intervensi menjelaskan program yang akan dijalani
anak.
Waktu
60
menit
Peralatan
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
Situasi
-Gunting
-Amplop
30
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
mencemaskan.
Tugas latihan di
rumah
3
Reaksi Tubuh
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 2
Penyebab
tubuh
reaksi
Langkah pertama
mengatasi
kecemasan
(Feeling
frightened)
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak memahami bahwa
tubuh seseorang akan
menunjukkan reaksi
tertentu ketika merasa
cemas atau takut.
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Materi
relaksasi
31
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 3
Otot tubuh
Anak mendapat
kesempatan untuk
menunjukkan hasil
kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak menyadari adanya
perbedaan reaksi tubuh
saat tegang dan tenang.
Belajar relaksasi
Tugas latihan di
rumah
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Hadiah
32
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Evaluasi sesi 1 - 4
5
Mengenali
Pikiran
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 4
Berkenalan dengan
pikiran
Pikiran yang
berbeda
rumah.
Orangtua partisipan
mendapat informasi
mengenai pelaksanaan
program dan dukungan
yang perlu mereka berikan
untuk keberhasilan
program ini.
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak menyadari adanya
pikiran
dalam
diri
seseorang.
60
menit
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
33
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
6
Sikap dan
Tindakan
Langkah
kedua
mengatasi
kecemasan
(Expecting
bad
things to happen).
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak memahami langkah
ketiga untuk mengatasi
kecemasan, yaitu memilih
sikap dan tindakan yang
dapat membantu
menghadapi kecemasan
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 5
Langkah ketiga
mengatasi
kecemasan
(Attitudes and
actions).
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Karton
-Gunting
34
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
7
Hasil dan
Hadiah
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 6
Langkah keempat
mengatasi
kecemasan (Result
and rewards).
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak memahami langkah
keempat untuk mengatasi
kecemasan yaitu dengan
menghargai hasil yang
didapat dari tindakan yang
dilakukan
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Barometer
perasaan
-Gunting
-Paku
payung
-Lem
-Karton
35
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
8
Empat
Langkah
FEAR
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 7
Empat
FEAR
langkah
Tugas latihan di
rumah
Evaluasi sesi 5 -8
9
Latihan Situasi
Mudah
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 8
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Partisipan dapat mengingat
dan menerapkan 4 langkah
mengatasi kecemasan
(FEAR).
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Orangtua partisipan
mendapat informasi
mengenai pelaksanaan
program dan dukungan
yang perlu mereka berikan
untuk keberhasilan
program ini.
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Hadiah
-Karton
-Gunting
-Lem
-Pensil
warna
-Stiker
60
menit
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
36
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Latihan 4 langkah
FEAR
Menilai tingkat
kecemasan
Latihan berikutnya
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
situasi
Tugas latihan di
rumah
10
Review
tugas
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak mendapat
60
-Buku kerja
37
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Latihan Situasi
Sedang
latihan di rumah
sesi 9
Latihan
Sedang
situasi
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak dapat menerapkan
langkah-langkah mengatasi
kecemasan dalam situasi
yang dianggapnya
Sedang atau
menimbulkan kecemasan.
Latihan berikutnya
menit
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
situasi
38
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Tugas latihan di
rumah
11
Latihan situasi
Menantang
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 10
Latihan
situasi
Menantang
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak mencatat 2 situasi yang membuatnya cemas dan langkahlangkah untuk mengatasi situasi tersebut.
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak mampu mengatasi
kecemasannya dalam
situasi Menantang
Latihan berikutnya
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
situasi
39
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
12
Penutup
Review
tugas
latihan di rumah
sesi 11
Review program
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Anak memahami materi
yang telah ia pelajari dalam
program ini.
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Hadiah
40
SCARED-Parent version yang diisi oleh orangtua. Schroeder & Gordon (2002)
menyebutkan untuk anak usia 8 11 tahun sebaiknya diberikan penjelasan mengenai
pertanyaan skala ini atau didampingi orang dewasa yang dapat memberikan
penjelasan jika dibutuhkan.
SCARED mengukur 5 faktor yaitu (1) Panic/Somatic ( 13 item), (2) Generalized
Anxiety (9 item), (3) Separation Anxiety (8 item), (4) Social Phobia (7 item ), (5)
School Phobia (4 item). SCARED memiliki discriminant validity yaitu valid untuk
membedakan anak dengan dan tanpa gangguan kecemasan dan dalam masing-masing
gangguan kecemasan, serta membedakan anak yang mengalami kecemasan dan yang
depresi (Schroeder & Gordon, 2002). SCARED memiliki reliabilitas internal
konsistensi dan test-retest yang baik (Birmaher, dalam Crocetti dkk, 2009).
Berdasarkan sejumlah penelitian, koefisien reliabilitas SCARED berkisar antara 0,70
0,85 (Vigil-Colet dkk, 2009).
SCARED terdiri dari 41 item berupa pernyataan dengan pilihan jawaban
menggunakan rating scale 0 - 2 ( 0 untuk tidak sesuai, 1 untuk kadang-kadang sesuai,
dan 2 untuk sangat atau seringkali sesuai).
Instruksi SCARED :
Anak atau orangtua diminta membaca sejumlah pernyataan dan melingkari angka di
kolom samping pernyataan yang menggambarkan dirinya. Mereka melingkari angka
2 jika pernyataan sangat atau seringkali sesuai dengan dirinya, angka 1 jika kadangkadang sesuai, atau angka 0 jika tidak sesuai.
41
Scoring SCARED :
Cara mendapatkan skor pada alat ukur ini adalah dengan menjumlahkan semua angka
yang dijawab untuk menentukan adanya gangguan kecemasan atau tidak. Jumlahkan
angka untuk setiap faktor untuk menentukan jenis gangguan kecemasan yang dialami
anak. Kemudian jumlah total dan jumlah masing-masing faktor dibandingkan dengan
norma.
Tabel Norma SCARED
Item
Semua item
1,6,9,12,15,18,19,22,24,27,30,34,38
5,7,14,21,23,28,33,35,37
4,8,13,16,20,25,29,31
3,10,26,32,39,40,41
2,11,17,36
Norma
Total Skor >/= 25
Skor >/= 7
Skor >/= 9
Skor >/= 5
Skor >/= 8
Skor >/= 3
Gangguan
Anxiety Disorder
Panic Disorder / Somatic Symptom
Generalized Anxiety Disorder (GAD)
Separation Anxiety Disorder (SAD)
Social Phobia
School Phobia
42
dan intesitas rasa takut dengan menggunakan 3 point- scale yaitu none (tidak
takut), some (kadang-kadang takut), dan a lot (sangat takut ). Skala ini mengukur
5 faktor yaitu failure & criticism, The Unknown, Minor Injury & Small Animals,
Danger & Death, dan Medical Fears (Schroeder & Gordon, 2002).
FSCR-R memiliki internal consistency, test-retest reliability, dan construct
validity (Ollendick, 1983, dalam Lee & Miltenberger, 1996). Skala ini dapat
membedakan antara penderita school phobia dan yang bukan school phobia, serta
school phobia dengan gangguan kecemasan yang lainnya (Last & Francis, 1988,
dalam Lee & Miltenberger, 1996).
Instruksi FSSC-R: anak diminta untuk memberikan tanda silang pada kotak yang
menggambarkan rasa takutnya.
tidak takut
tidak takut
kadang-kadang takut
kadang-kadang takut
sangat takut
sangat takut
Scoring FSSC-R :
Berikan nilai 1 untuk tidak takut, 2 untuk kadang-kadang takut, dan 3 untuk
sangat takut. Untuk menentukan skor intesitas setiap faktor jumlahkan item-item di
setiap faktor. Untuk menentukan total intesitas, jumlahkan setiap faktor. Untuk
menentukan skor frekuensi, jumlahkan item yang di skor 3 dari semua faktor.
Kemudian skor intensitas, frekuensi, dan jumlah total masing-masing faktor
dibandingkan dengan norma
Item
Semua item
Semua item
1,3,5,14,15,19,24,28,29,31,38,40,42,44,46,4
8,54,63,64,65,66,69,80
6,9,13,17,36,37,45,49,53,56,57,60,62,67,68,
71,74,75
4,7,11,18,25,30,32,33,35,39,43,47,50,52,77,
78,79
10,20,23,26,34,41,58,59,70,72,73,76
8,21,22,51
Norma
Total Skor >/= 139
Jumlah item yang
mendapat skor 3 > 17
Skor >/= 39
Gangguan
Intensitas rasa takut yang berlebihan
frekuensi rasa takut yang berlebihan
Fear of Failure and Criticsm
Skor >/= 29
Skor >/= 28
Skor >/= 26
Skor >/= 7
43
Instruksi CBCL :
Orangtua diminta membaca sejumlah pernyataan dan melingkari angka di kolom
samping pernyataan yang menggambarkan diri anak. Mereka melingkari angka 2 jika
44
pernyataan sangat atau seringkali benar, angka 1 jika terkadang atau beberapa kali
benar, atau angka 0 jika tidak benar.
2. Alergi (jelaskan)___________________________
Scoring CBCL :
Cara mendapatkan skor total pada CBCL adalah dengan menjumlahkan semua skor
pada masing-masing ranah perilaku. Untuk mendapatkan skor masalah internalizing,
skor total ranah perilaku menarik diri, keluhan fisik, dan depresi dijumlahkan, dan
kemudian dikurangi skor item 103. Sementara untuk mendapatkan skor masalah
externalizing adalah skor total ranah perilaku menyimpang dan perilaku agresif
dijumlahkan. Selanjutnya skor-skor tersebut dibandingkan dengan norma yang ada
untuk menentukan apakah perilaku anak termasuk dalam kategori normal, mendekati
masalah klinis (borderline clinica)l, atau sudah menjadi masalah klinis.
45
Program intervensi CBT ini terdiri dari 12 sesi dengan dibagi menjadi 2 sesi
setiap minggu. Durasi setiap sesi adalah 1 jam. Kegiatan program ini dilaksanakan di
rumah kakak ibu D pada bulan Oktober Nopember 2012. Pelaksana intervensi akan
mengadakan pertemuan dengan orangtua pada sesi ke 4 dan 9 untuk
menginformasikan dan mengevaluasi pelaksanaan program.
Setelah program selesai dilaksanakan, dilakukan pengukuran kembali (post-test)
yang bertujuan untuk mengukur efektifitas program ini dalam mengatasi kecemasan
pada anak usia sekolah. Alat ukur yang digunakan dalam post-test ini adalah
SCARED dan FSSC-R yang diisi oleh anak, serta CBCL dan SCARED yang diisi
orangtua.
wawancara
dengan
orangtua
untuk
melakukan
follow-up
ini.
46
BAB 4
PELAKSANAAN DAN HASIL
Bab ini membahas mengenai pelaksanaan pre-test, program intervensi CBT, posttest, dan analisa hasil pre-test dan post-test.
4. 1 Pelaksanaan Pre-test
Pre-test dilakukan dengan meminta ibu mengisi SCARED-parent version dan
CBCL pada tanggal 2 Oktober 2012. Sedangkan D mengisi SCARED-child version dan
FSSC-R pada tanggal 3 Oktober 2012.
47
4.2.1 Sesi 1
Materi : Pengenalan Program
Tujuan : D mendapat gambaran singkat mengenai program ini, memahami adanya
perasaan dan pikiran dalam dirinya, dan termotivasi untuk melaksanakan tugas
yang diberikan pada setiap sesi.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 15 Oktober 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 09.50
Deskripsi Kegiatan
Perasaan
Senang
Biasa saja
Pikiran
Aku kedinginan di Bandung. Aku juga senang memetik stoberi dan
enak ke kawah putih karena dingin
Vilem itu biasa saja tidak seru, aku ganti saja vilem yang seru
Hadiah
Aku mau berenang
Aku mau kaset PVP
Aku mau papan seluncur
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah yang harus
dikerjakannya yaitu menuliskan situasi yang membuatnya merasa sangat senang beserta
pikiran dan perasaannya saat itu.
48
4.2.2 Sesi 2
Materi : Mengenali Perasaan
Tujuan : D mendapat kesempatan menunjukkan hasil kerjanya di luar sesi program dan
mendapat umpan balik dari pelaksana intervensi, memahami perasaan
perasaan yang dapat dialami seseorang, mampu mengenali berbagai perasaan
yang ada dalam dirinya maupun orang lain, mampu menuliskan beberapa
situasi dengan tingkat kecemasan yang berbeda, mendapat insight cara
mengatasi situasi yang mencemaskan.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 18 Oktober 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 10.20
Deskripsi Kegiatan
49
Sedangkan kartu MENANTANG berisi situasi yang membuatnya sangat cemas atau
takut. Dari pengelompokkan tersebut terlihat ia memiliki kecemasan terhadap banyak
hal. Berikut hal-hal yang ditulisnya dalam kartu situasi :
Mudah
Takut gelap
Hewan buas (macan
kumbang,
harimau
benggala)
Ke dokter gigi
Takut benda tajam
(pisau, jarum)
Telepon/ SMS teman
yang tidak akrab
Sedang
Di
kamar
mandi
sendirian
Berada di tempat sepi
Les
tanpa
diantar
orangtua
Tidur sendirian
Menginap di rumah
orang lain (kerabat)
Takut tinggi
Ibu
pergi
tanpa
mengajaknya
Bertemu
dengan
seseorang
untuk
pertama kalinya
Sakit saat di sekolah
Menantang
Sendirian
Takut hantu
Sesuatu yang
terjadi pada ibu
buruk
4.2.3 Sesi 3
Materi : Reaksi Tubuh
Tujuan : D memahami bahwa tubuh seseorang akan menunjukkan reaksi tertentu ketika
merasa cemas atau takut, memahami bahwa reaksi tubuh tertentu dapat
disebabkan oleh berbagai alasan, dan memahami langkah pertama mengatasi
50
kecemasan, yaitu menyadari adanya tanda-tanda atau reaksi tubuh tertentu saat
cemas.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 22 Oktober 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 09.45
Deskripsi Kegiatan
51
4.2.4 Sesi 4
Materi : Relaksasi
Tujuan : D menyadari adanya perbedaan reaksi tubuh saat tegang dan tenang, mampu
mengenali bagian tubuh yang terasa tegang, dan mampu melakukan relaksasi
saat ia merasa cemas, tegang, atau takut.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 1 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 09.45
Deskripsi Kegiatan
relaksasi
saat
cemas,
dan
menuliskan
pengalaman
yang
52
dipelajarinya. Sama seperti PR dari sekolahnya, ia juga masih perlu diingatkan untuk
mengerjakan tugas latihan di rumah oleh ibu. Ibu memang selalu membantu D
mengerjakan tugas latihan di rumah, namun sebenarnya D cukup paham mengenai tugas
yang harus dikerjakannya itu. D tidak mengerjakan tugas latihan di rumah untuk sesi 4
karena ada sesi 4 sempat tertunda sebanyak 2 kali sehingga D lupa ada tugas tersebut. D
mengeluh kepada ibu bahwa dirinya tidak mendapat nilai di sesi 4 karena lupa
mengerjakan tugas itu, padahal seharusnya ia mendapat banyak nilai dan dapat
ditukarkan dengan hadiah.
Setelah sesi 3, D menolak diantar ke rumah kakak ibu untuk mengikuti intervensi.
Ia merasa durasi intervensi terlalu lama sehingga waktunya untuk bermain dengan adik
sepupunya, yang sedang berada di rumahnya, menjadi berkurang. D yang awalnya selalu
berangkat ke sekolah dari rumah kakak ibu, lebih memilih di rumahnya semenjak ada
adik sepupunya dari Jawa. Saat tidak mau mengikuti program intervensi, D menangis
dan menarik tangan ibu ketika ibu akan berangkat bekerja. Namun setelah dibujuk ibu,
akhirnya D mau mengikuti intervensi dengan syarat durasi waktunya tidak lama.
4.2.6 Sesi 5
Materi : Mengenali Pikiran
Tujuan : D menyadari adanya pikiran dalam diri seseorang, memahami bahwa orang
yang berbeda dapat memiliki pikiran yang berbeda dalam situasi yang sama,
memahami bahwa pikiran yang berbeda dapat menghasilkan perasaan dan
tindakan yang berbeda, dan memahami langkah kedua mengatasi kecemasan
yaitu dengan menyadari pikirannya saat cemas.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 5 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 09.50
Deskripsi Kegiatan
53
IPS ke sekolah, serta tidak mengerjakan PR. Ia cemas dimarahi ibu jika tahu pisau
pramukanya hilang. Namun ternyata ibu tidak memarahinya saat ia memberitahu ibu. Ia
cemas dimarahi guru ketika tidak membawa buku pelajaran IPA dan IPS, dan
mengerjakan PR. Namun pelajaran IPS diganti dengan ulangan sehingga tidak perlu
buku. Sedangkan pelajaran IPA diganti dengan pelajaran lainnya. PR juga tidak diperiksa
guru sehingga ia tidak dimarahi. D setuju saat PI menjelaskan bahwa tidak semua
kecemasannya menjadi kenyataan. D memang mengerjakan tugas latihan di rumah ini,
tetapi ia hanya mempraktekkan relaksasi sekali saja yaitu saat pisau pramukanya hilang.
Ia melakukan relaksasi di depan kelas dan jantungnya yang berdetak kencang menjadi
lebih tenang. D tidak mempraktekkan relaksasi pada situasi-situasi lain karena lupa. Saat
PI memintanya mempraktekkan kembali relaksasi, D mampu melakukannya.
Selama intervensi, D memperhatikan penjelasan PI dan mau serta mampu
mengerjakan tugas yang diberikan. Pada sesi ini, D mempelajari langkah kedua
mengatasi kecemasan yaitu menyadari pikirannya saat cemas. Ia dapat menjawab dengan
cepat tugas-tugas menebak pikiran tokoh dalam gambar ataupun soal cerita. Ia juga mau
menceritakan
pengalamannya
menghadapi
situasi
yang
mencemaskan
yaitu
menyeberang jalan. D pernah terpaksa harus menyeberang jalan sendirian saat akan ke
rumah kakak ibu karena di rumahnya tidak ada orang. Ia mengikuti seorang ibu yang
juga akan menyeberang jalan. Setelah itu ia menyeberang jalan lainnya saat sepi. Ketika
diajak berakting menyeberang jalan, ia terlihat ragu-ragu. Namun setelah memperhatikan
contoh yang diberikan PI, ia mau berakting bersama-sama dengan PI.
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
menuliskan 2 situasi yang mencemaskannya beserta perasaan dan pikirannya saat itu.
4.2.7 Sesi 6
Materi : Sikap Dan Tindakan
Tujuan : D memahami langkah ketiga untuk mengatasi kecemasan, yaitu memilih sikap
dan tindakan yang dapat membantu menghadapi kecemasan.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 12 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 10.15
Deskripsi Kegiatan
54
beberapa
alternatif
tindakan
ketika
menghadapi
situasi
yang
mencemaskannya. Saat mengerjakan soal cerita mengenai seorang anak yang cemas
ketika akan berteman dengan teman barunya, D bercerita mengenai anak baru di
sekolahnya. Ia mengerjakan soal tersebut dengan membayangkan yang menjadi tokoh
dalam cerita itu adalah sahabatnya dan teman barunya tersebut. Ia menuliskan tindakan
yang dapat dilakukan tokoh tersebut adalah berkenalan dengan anak baru tersebut,
mengajaknya bermain petak jongkok, dan duduk di dekatnya. D menyebutkan tindakan
terbaik untuk dapat berteman dengan anak baru tersebut adalah dengan berkenalan
terlebih dahulu. Setelah itu D menuliskan tindakan yang dapat dilakukannya ketika
cemas karena tidak membawa buku PR ke sekolah, yaitu antara lain:
1. Tetap masuk sekolah dan mengubah pikiran takut dimarahi guru menjadi tidak
dimarahi, hanya disuruh membuang sampah.
2. Mengganti buku PR dengan buku Matematika.
3. Berpikir bahwa buku PR tidak akan dipakai sehingga ia tidak akan dimarahi guru.
Dari ketiga alternatif tindakan itu, D menyatakan tindakan yang terbaik adalah dengan
mengganti buku PR dengan buku Matematika karena ia dapat menyalin PR ke buku
tersebut.
Selanjutnya D menuliskan dua hal yang sudah dipelajarinya dalam menghadapi
kecemasan, yaitu relaksasi dan pikiran positif.
Di akhir sesi ini, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah yaitu
menuliskan 2 situasi yang mencemaskannya beserta langkah-langkah untuk menghadapi
kecemasan tersebut.
55
Selama sesi ini, D cukup koperatif. Ia banyak bercerita mengenai teman dan
sekolahnya, serta pengalaman kecemasannya. Contohnya, D cemas ketika tidak
membawa buku pelajaran ataupun lupa mengerjakan PR. Tetapi terkadang ia masih
melakukannya karena tidak dimarahi guru, melainkan hanya diminta membuang sampah
ke depan sekolah atau menghapal pelajaran di depan kelas bersama teman lain yang juga
melakukan kesalahan yang sama. Selain itu, D juga bercerita bahwa ia pernah
menyeberang jalan raya berdua dengan temannya. Tetapi ia cemas jika harus
menyeberang jalan raya sendirian.
56
Kamis, ia cemas D tidak mau mengikuti intervensi lagi dan ibu harus repot
membujuknya di pagi hari.
Selain malas mengikuti intervensi, D juga malas mengaji dan mengikuti pelajaran
komputer. Ia sering enggan mengikuti kegiatan itu dan kadang diijinkan oleh ibu yang
tidak ingin D marah. D juga malas mengerjakan PR maupun membereskan buku
pelajarannya. Ia selalu menunggu ditemani ibu mengerjakan PR. Terkadang D tertidur
sehingga ibu lah yang mengerjakan PRnya. Ibu khawatir D akan dihukum guru jika tidak
mengerjakan PR dan kembali mogok sekolah. Tetapi ia juga khawatir D tidak mengerti
pelajarannya jika ibu yang mengerjakan PR. Selama evaluasi ini terlihat ibu cukup
memiliki insight bahwa yang menyebabkan D malas adalah karena ia banyak membantu
dan tidak konsisten dalam menerapkan disiplin. Ibu menyadari bahwa ia harus
membiarkan D mendapat konsekuensi tidak mengerjakan PR, namun ibu tidak mau repot
jika D marah di pagi hari dan tidak mau sekolah. Tetapi ibu cukup terbuka terhadap
masukan dari PI untuk mengubah pola asuhnya dengan meminta D membuat jadwal PR
dan membiarkan D mendapat konsekuensi dari sekolah jika tidak mengerjakan PR, serta
terus mengikutsertakan D dalam program intervensi untuk memutus pola respon D yang
cenderung menghindar dari kegiatan yang tidak disukainya.
4.2.9 Sesi 7
Materi : Hasil Dan Hadiah
Tujuan : D memahami langkah keempat untuk mengatasi kecemasan yaitu dengan
menghargai hasil yang didapat dari tindakan yang dilakukan.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 22 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 09.50
Deskripsi Kegiatan
D terlihat ceria dan sudah siap dengan bukunya saat PI datang. Di awal sesi,
D dan PI membahas mengenai latihan di rumah yang dikerjakan D. Ia menuliskan
takut menyeberang jalan sebagai situasi yang mencemaskannya. Ia merasa
jantungnya berdetak kencang karena takut tertabrak kendaraan. Tindakan-tindakan
yang dapat dilakukannya adalah menyeberang pelan-pelan dan menunggu ada orang
lain yang menyeberang, melihat ke kiri dan kanan, dan melihat situasi jalan sampai
sepi. Ia tahu cara menyeberang yang benar, namun selama ini belum banyak
57
mendapat kesempatan untuk menyeberang jalan raya sehingga cemas jika harus
melakukannya sendirian. D bahkan mengatakan jika jalanan tidak sepi dan tidak ada
teman menyeberang jalan, ia akan menunggu sampai ibu pulang bekerja di malam
hari.
Situasi mencemaskan berikutnya adalah hantu. D merasa mukanya pucat dan
berkeringat dingin karena takut dicekik hantu. Tindakan yang dapat dilakukannya
adalah berdoa, bersembunyi, dan mencari perlindungan teman atau orangtua. D
banyak bercerita ketika membahas mengenai rasa takutnya terhadap hantu. Ia sering
mendengar cerita hantu dari teman dan menonton film hantu. D tidak pernah melihat
atau diganggu oleh hantu. Ia juga tahu bahwa cerita hantu di film bukan kejadian
yang sebenarnya dan kadang teman pun suka mengarang cerita seram. Namun ia
tetap merasa takut sehingga selalu minta ditemani teman saat di kamar mandi
sekolah.
Setelah membahas latihan di rumah, D mempelajari langkah keempat untuk
mengatasi kecemasan yaitu dengan menghargai hasil yang didapat dari tindakan yang
dilakukan. D mengetahui hadiah tetapi kesulitan mendefinisikannya. Ia menyimak
penjelasan PI mengenai hadiah dan dapat mengerjakan tugas yang diberikan setelah
diberikan contoh. Selanjutnya D membuat barometer perasaan yang berbentuk seperti
jam, sehingga D menyebutnya jam perasaan.
4.2.10 Sesi 8
Materi : Empat Langkah Fear
Tujuan : D dapat mengingat dan menerapkan 4 langkah mengatasi kecemasan
(FEAR).
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 26 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 10.05
Deskripsi Kegiatan
58
D tidak mengerjakan tugas latihan di rumah karena ia dan ibu tidak mengerti
tugas tersebut. Alasan lainnya adalah karena tugas tersebut harus dipraktekkan
sedangkan D baru mengerjakannya di malam hari sebelum sesi 8. Di awal sesi ini, PI
membantu D mengerjakan satu bagian tugas latihan di rumah tersebut. D memilih
takut pergi ke sekolah sendirian dengan berjalan kaki sebagai situasi yang
mencemaskannya. Selama ini D tidak pernah berangkat sekolah sendirian dengan
berjalan kaki. Ia takut terlambat jika ke sekolah dengan berjalan kaki, dan juga
merasa tidak nyaman karena tidak ada teman mengobrol. Tetapi ia pernah pulang dari
sekolah ke rumah dengan berjalan kaki bersama temannya. Setelah sampai pasar dan
harus berpisah dengan teman karena berbeda arah pulang, D berjalan dengan terburuburu ke rumahnya. D menyebutkan tindakan yang dapat dilakukannya untuk
menghadapi situasi ini adalah meminta diantar ibu atau pamannya. Setelah PI
menyatakan bahwa mungkin mereka tidak dapat mengantarnya, D menyebutkan
tindakan lainnya yaitu menjemput teman, berangkat jam 12 siang, dan naik becak. D
memilih tindakan berangkat jam 12 sebagai tindakan terbaik karena perjalanan ke
sekolah sekitar 10 menit dan ia tidak akan terlambat jika berangkat di jam tersebut.
Tindakan ini juga dipilihnya karena temannya tidak selalu bisa berangkat
bersamanya, sementara becak hanya ada di pasar. D memang belum mempraktekkan
tindakan tersebut tapi ia menilai tindakan tersebut cukup baik dan akan menghadiahi
dirinya dengan membeli jajanan mie.
Setelah itu, D diminta menghapal 4 langkah menghadapi kecemasan yang
tertulis dalam kartu yang pernah dibuatnya. Ia dapat menghapal dengan cepat dan
menuliskannya di buku kerja. Selanjutnya D mengerjakan soal cerita mengenai anak
yang cemas ketika masuk ke sekolah baru. D mampu menuliskan gejala cemas yang
mungkin dirasakan anak tersebut yaitu jantung berdetak cepat, berkeringat dingin,
dan wajah cemberut. Menurutnya anak tersebut malu dengan teman-teman barunya.
Tetapi ia berpikir cukup lama mengenai penyebab anak tersebut malu. PI
menambahkan bahwa anak tersebut mungkin cemas karena belum mengenal teman
barunya, apakah baik atau tidak. D bercerita bahwa di kelasnya ada teman yang baik,
tetapi ada juga yang jahil. D menuliskan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan
anak tersebut adalah pergi ke sekolah, berkenalan dengan teman, dan minta diantar
59
orangtuanya. Hadiah yang diberikan untuk anak tersebut berupa pujian bahwa dirinya
hebat karena mau berangkat ke sekolah sendirian.
Selanjutnya D menuliskan situasi yang mencemaskannya adalah ke kamar
mandi sekolah sendirian. Ia merasa jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya
berkeringat dingin karena takut ada hantu di kamar mandi sekolahnya itu. Semenjak
kelas 1, ia sering mendengar cerita hantu di sekolah dari teman maupun kakak
sepupunya sehingga ia takut ke kamar mandi sendirian. D menulis tindakan yang
dapat dilakukannya adalah berpikir positif (aku pipis aja ah, paling juga ga ada
hantu), menarik napas, dan kemudian kembali ke kelas. Ia akan menghadiahi dirinya
dengan pujian Aku hebat mau ke kamar mandi sendirian.
Materi
terakhir
di
sesi
ini
adalah
mengatasi
kecemasan
dengan
serta
menuliskan
satu
situasi
yang
mencemaskannya
dan
4.2.11 Sesi 9
Materi : Latihan Situasi Mudah
Tujuan : D mampu menerapkan 4 langkah FEAR untuk mengatasi situasi yang
membuatnya
: 09.00 10.00
Deskripsi Kegiatan
60
Di awal sesi, D dan PI membahas mengenai tugas latihan di rumah yang telah
dikerjakannya. D sudah menunjukkan kartu cara mengatasi kecemasan kepada ibu,
tetapi ibu hanya diam saja. D juga telah mengerjakan cara mengatasi kecemasannya
saat di kamar mandi rumah sendirian. Tetapi tindakan yang ditulisnya masih belum
tepat, yaitu mandi dengan terburu-buru, memanggil ibu untuk menyabuninya, dan
mengajak ibu mengobrol dari kamar mandi. Sampai sesi ini D berhasil
mengumpulkan 16 nilai dan dapat menukarnya dengan hadiah kaset PVP.
Selanjutnya D mampu menuliskan 4 langkah mengatasi kecemasan tanpa
melihat catatan sebelumnya atau kartunya. Sesi ini diisi dengan praktek mengatasi
kecemasan dengan tingkat Mudah atau yang hanya sedikit mencemaskan. Situasi
yang dipilih adalah cemas terhadap benda tajam seperti pisau dan jarum. Jari D
pernah tergores saat memotong kentang dengan pisau sehingga ia tidak mau
menggunakan pisau lagi. Sebelum praktek dilakukan D menuliskan langkah-langkah
mengatasi kecemasannya ini, yaitu menarik napas saat jantungnya berdetak kencang,
mengubah pikiran negatif menjadi positif (yaitu tangannya tidak akan terpotong kalau
pelan-pelan), dan harus pelan-pelan. D tampak terkejut ketika PI mengatakan D akan
praktek memotong menggunakan pisau. Ia menilai kecemasannya di angka 3 (agak
takut / agak cemas) dari 5 skala kecemasan. Kemudian D memotong pisang dan daun
bawang dengan perlahan. Ia menyatakan berani memotong karena pisaunya kecil.
Setelah selesai memotong, D menilai kecemasannya di angka 1 (sangat tenang). D
memberikan hadiah kepada dirinya berupa pujian aku hebat bisa memotong dengan
pisau.
Wajah D tampak sedikit cemas ketika PI meminta D praktek menjahit kain
menggunakan jarum. D mau melakukannya setelah PI memberi contoh. Saat menjahit
D terlihat hati-hati dan tampak tenang. Ia sempat berkomentar bahwa kainnya lembut
sekali. Setelah selesai menjahit, ia menyatakan dirinya merasa tenang.
Praktek berikutnya adalah menelepon teman D, yaitu L, untuk menanyakan
PR. Selama ini ibu lah yang selalu menelepon atau mengirimkan SMS kepada L
untuk menanyakan PR. D jarang bermain dengan L sehingga ia tidak berani
menelepon L. D tampak sangat cemas ketika diberitahu akan praktek menelepon L. Ia
tidak dapat menjawab langkah-langkah mengatasi kecemasan di situasi ini meskipun
PI sudah memberinya contoh praktek menggunakan tokoh favoritnya. Ia takut
61
4.2.12 Sesi 10
Materi : Latihan Situasi Sedang
Tujuan : D dapat menerapkan langkah-langkah mengatasi kecemasan dalam situasi
yang dianggapnya Sedang atau menimbulkan kecemasan.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 3 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 10.00
Deskripsi Kegiatan
62
63
4.2.13 Sesi 11
Materi : Latihan Situasi Manantang
Tujuan : D mampu mengatasi kecemasannya dalam situasi Menantang.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 17 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 09.55
Deskripsi Kegiatan
Pelaksanaan sesi ini tertunda sebanyak 3 kali karena D masuk sekolah pagi (6
Desember 2012), dan mengikuti Ujian Akhir Semester (10 dan 13 Desember 2012).
Pada tanggal 13 Desember 2012, PI bertemu dengan ibu dan D untuk memberikan
form catatan harian yang harus diisi D mulai tanggal 14 20 Desember sebagai
latihan praktek mengatasi kecemasan. Ibu bersedia memantau pengisian form
tersebut.
Di awal sesi, PI menanyakan form catatan harian tersebut, namun D lupa
membawanya. Menurut D form tersebut belum diisi karena ibu mengatakan akan
diisi menjelang sesi 12. Setelah itu, D dan PI membahas latihan di rumah yang D
kerjakan. Ia menuliskan situasi yang mencemaskannya adalah tidur sendirian karena
takut hantu. Saat cemas ia memanggil ibu atau ayah untuk menemaninya (menepuknepuk badannya). Sementara yang dilakukan tokoh favoritnya untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan memejamkan mata dan berdoa sebelum tidur. D menyatakan
ia tidak pernah tidur sendirian, sehingga tidak mempraktekkan apa yang dilakukan
tokoh favoritnya tersebut.
Situasi mencemaskan berikutnya adalah buang air kecil di toilet sekolah
sendirian. D takut hantu di toilet sehingga selalu minta diantar temannya. Ia menulis
yang dilakukan tokoh favoritnya dalam menghadapi situasi tersebut adalah berusaha
64
tenang dan membuang jauh-jauh pikiran adanya hantu di toilet sekolah. Tetapi D juga
tidak mempraktekkan yang dilakukan tokoh favoritnya tersebut karena selalu
ditemani teman saat ke toilet di sekolah.
Setelah membahas latihan tersebut, D menonton video kartun cara mengatasi
takut terhadap setan melalui doa. D dapat menceritakan kembali video tersebut
setelah selesai menontonnya. Saat ditanya apa saja, selain berdoa, yang dapat
dilakukannya untuk mengatasi ketakutan terhadap hantu, D menyebutkan mengubah
pikiran, lalu mengeluarkan kertas bergambar hantu pocong yang sedang tersenyum.
PI menambahkan bahwa D dapat mengalihkan pikiran tentang hantu dengan
bernyanyi, menghapal puisi atau pelajaran, dan yang terpenting menghindari cerita
atau film tentang hantu.
Kegiatan berikutnya adalah membahas situasi yang Menantang atau
membuatnya sangat cemas. Situasi pertama yang dibahas adalah takut hal buruk
terjadi pada ibu. D terdiam lama ketika ditanya hal buruk apa yang terpikir olehnya
yang mungkin terjadi pada ibu. Ia tidak pernah berpikir takut ibu mengalami
kecelakaan motor, tetapi pernah takut ibu sakit. Tindakan yang dipilih D adalah
mengubah pikirannya bahwa ibu selalu menjaga kesehatannya. Situasi menantang
berikutnya adalah jauh dari keluarga. Selama ini D jarang jauh dari keluarga. Ia
pernah menginap di rumah saudaranya tanpa ditemani orangtua, tetapi ditengah
malam ia terbangun dan menangis karena tidak ada ibu. Akhirnya D dijemput
orangtuanya. Kesempatan D untuk jauh dari keluarga saat ini memang belum ada.
Kemungkinan jauh dari keluarga adalah jalan-jalan bersama sekolah ke TMII di
bulan Januari 2013. D menyatakan ia berani mengikuti kegiatan tersebut tanpa
didampingi ibu karena banyak teman dan tidak ada temannya yang didampingi
orangtua. Padahal di semester sebelumnya D pernah harus ditemani ibu dalam
kegiatan renang dari sekolah karena merasa tidak bisa membilas tubuh dan
mengganti baju renangnya.
Di sesi ini D juga bercerita bahwa ia sudah berani menyeberang sebanyak 2
kali meskipun masih bersama sepupunya, yaitu saat menyeberang jalan di pasar kaget
dekat rumah kakak ibu, dan pergi dari rumah kakak ibu ke rumahnya. Ketika akan
membeli es di warung, ibu menyuruh ayah menemani D dan sepupunya karena
khawatir D tidak bisa menyeberang jalan. Karena lama menunggu ayah, D dan
65
sepupunya pergi saja. Tetapi ayah menyusul mereka sehingga D pun ditemani ayah
menyeberang jalan. D menyatakan sebenarnya ia bisa menyeberang jalan sendiri.
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
menuliskan 2 situasi menantang lainnya dan mempraktekkan cara menghadapi situasi
tersebut.
4.2.14 Sesi 12
Materi : Penutup
Tujuan : D memahami materi yang telah ia pelajari dalam program ini.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 20 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan
: 09.00 10.05
Deskripsi Kegiatan :
Di awal sesi, D dan PI membahas catatan harian yang dikerjakan D di malam
sebelum sesi 12 ini. Ibu membantu D mengerjakannya. Dalam catatan harian tersebut
D menulis berbagai kecemasan yang ia rasakan dari tanggal 13 Desember 2012
(Kamis) sampai tanggal 19 Desember 2012 (Rabu), yaitu antara lain takut ada hantu
saat mandi sendirian, tidur sendiri, ke kamar mandi, masuk rumah untuk mengambil
air minum tanpa ditemani, ke kamar mandi di rumah saudaranya, dan di rumah
sendirian. Selain itu D juga menulis ia takut dimarahi guru karena khawatir salah
jadwal sekolah. Sebagian besar tindakan yang ia lakukan untuk menghadapi
kecemasannya tersebut adalah meminta bantuan ayah atau ibu dan relaksasi. D juga
menulis tindakan lainnya seperti mengubah pikiran cemas dan membayangkan tokoh
favoritnya membantunya pada beberapa situasi. Namun ketika ditanya lebih detail
mengenai tindakan-tindakan tersebut D tidak dapat menjawabnya. Hal ini disebabkan
D ternyata tidak mempraktekkan tindakan tersebut.
Pada sesi ini PI mengajak D mereview materi yang sudah ia pelajari dari sesi
1 sampai 11, dengan cara membuka kembali buku kerja D dan membahasnya secara
singkat. Setelah itu D menuliskan materi yang sudah dipelajarinya sambil melihat
catatan sebelumnya. D tampak kesulitan saat diminta menuliskan apa yang ia suka
dan tidak sukai dari intervensi ini, sehingga PI perlu mengulas kembali kegiatankegiatan selama intervensi. D menyebut kegiatan yang ia sukai adalah mengerjakan
soal berbentuk cerita karena sudah ada pilihan jawabannya. Sedangkan yang kurang
ia sukai adalah praktek menelepon temannya (L) karena membuatnya cemas. Setelah
66
itu D menuliskan manfaat yang didapatnya dari intervensi ini adalah dapat belajar
mengatasi kecemasan. Kesulitan yang ia alami dalam menerapkan materi intervensi
ini adalah ketika mengubah pikiran cemas karena saat cemas ia sulit berpikir positif.
Di akhir sesi ini, PI menjelaskan kepada D bahwa perlu waktu untuk dapat
mengatasi kecemasan dan yang terpenting adalah D selalu berusaha mempraktekkan
apa yang sudah ia pelajari sehingga nanti D dapat menguasai cara-cara mengatasi
kecemasannya.
4.2.15 Evaluasi Pelaksanaan Intervensi
Tujuan : Orangtua partisipan mendapat informasi mengenai pelaksanaan program dan
dukungan yang perlu mereka berikan untuk keberhasilan program ini.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 20 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan : 13.00 14.00
Deskripsi Kegiatan :
Di awal pertemuan, ibu menceritakan perilaku D yang masih menunjukkan
kecemasannya, yaitu takut ke kamar mandi sendirian saat di rumah saudaranya dan
mengambil minum di rumah sendirian karena takut ada hantu. Ia juga cemas saat naik
motor bersama ibu melewati jalan yang sepi dan rel kereta api tempat pernah terjadi
kecelakaan yang didengar D dari saudaranya. Di hari berikutnya D meminta ibu
untuk melintasi jalan yang lain dan ibu menurutinya. D juga menolak untuk
menginap di rumah saudaranya karena takut mengompol. Menurut ibu, D sering
terbangun di tengah malam dan mencari ibu. Jika tidak ada ibu di sisinya D akan
pindah ke tempat ibu atau menangis. Hal ini membuat D sulit untuk menginap di
rumah orang lain tanpa ditemani orangtuanya.
Di sisi lain, D sudah sedikit menunjukkan perubahan yaitu berani di kamar
mandi tanpa memanggil ibu untuk minta disabuni saat mandi dan menyatakan dirinya
bisa menyeberang jalan. Namun karena ibu khawatir, ibu meminta ayah menemani D
menyeberang jalan.
Sampai sesi terakhir ibu selalu membantu D mengerjakan tugas latihan di
rumah. Namun tidak semua tugas dipraktekkan oleh D, contohnya praktek memotong
dengan pisau dan mengatasi kecemasan di kamar mandi. Ibu terlihat gelisah saat
ditanya mengapa D tidak praktek memotong dengan pisau. Ia berdalih D sudah bisa
dan saat kelas 3 SD D sering memotong-motong sisa sayuran ibu. Tetapi ibu tidak
67
tahu kalau setelah itu D pernah tergores pisau saat mengupas kentang yang
membuatnya tidak berani menggunakan pisau lagi.
Di akhir pertemuan, PI menjelaskan kepada ibu bahwa selama intervensi D
cukup mudah memahami materi yang diberikan. Namun pemahaman saja tidak
cukup untuk membuat D mampu mengatasi kecemasannya. D membutuhkan lebih
banyak latihan dan ibu diminta untuk membantu D mempraktekkan apa yang sudah
dipelajarinya dari program ini.
Tanggal
Waktu
Kegiatan
Hasil
15-10- 2012
09.0009.50
Penjelasan mengenai
program ini
Bersedia
mengikuti
program ini
Ragu dalam
menjawab, perlu
didorong PI
Menuliskan
pengalaman
menyenangkan dan
netral, beserta
perasaan dan
pikirannya saat itu
Penjelasan tugas
setiap sesi dan latihan
di rumah
2
18-10-2012
09.0010.20
Menyebutkan 6
perasaan berbeda dan
pengalamannya saat
mengalami perasaan
tersebut
Menentukan cara
mengetahui orang
lain sedang marah,
sedih, senang, dan
terkejut
Menjawab soal cerita,
menggambar wajah
sesuai perasaan tokoh
cerita, menebak
perasaan berdasarkan
gambar
Membuat dan
mengelompokkan
kartu situasi
Mendapat insight
menghadapi
kecemasan dari cerita
PI
Bersedia
mengerjakan
tugas yang akan
diberikan
Dapat dikerjakan
D
D kesulitan
Latihan di
rumah
Belum
diberikan
PR
dikerjakan
dan D
mendapat
nilai 2
Keterangan
PR dikerjakan
di pagi hari
sebelum sesi 2.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu
Lebih mudah
menjawab soal
jika ada pilihan
jawaban
Dapat dikerjakan
D
Dapat dikerjakan
D
D mendapat
insight bahwa
tidak semua yang
dicemaskannya
menjadi
kenyataan
Kartu situasi
menantang
lebih banyak
dibuat oleh D
68
22-10-2012
1-11-2012
09.0009.45
09.0009.45
Menyebutkan tanda
kecemasan pada
gambar kucing,
menggambar wajah
cemas
Dapat dikerjakan
D
Penjelasan langkah 1
menghadapi
kecemasan.
Menentukan bagian
tubuh yang tidak
nyaman saat cemas
Menjawab soal cerita
tentang reaksi tubuh
Menuliskan situasi
dan reaksi tubuh saat
tenang
Ragu dalam
menjawab, lama
berpikir, perlu
didorong PI
Praktek mengepalkan
tangan, menjadi
robot, boneka kain,
relaksasi
5 -11-2012
12-11-2012
09.0009.50
09.0010.15
Menentukan tingkat
ketegangan gambar
kucing
Menuliskan nama
otot dengan pilihan
jawaban
Penjelasan langkah 2
mengatasi
kecemasan.
Menuliskan pikiran
pada gambar
Menentukan pikiran
tokoh cerita
Menentukan tindakan
ketika pikiran
berbeda
Akting menyeberang
jalan
Mengingat 2 langkah
menghadapi
kecemasan
Membuat kartu
langkah menghadapi
kecemasan
Penjelasan langkah 3
menghadapi
kecemasan
Menentukan tindakan
tokoh dalam soal
cerita untuk
Dapat dikerjakan
D
Dapat
menyebutkan
situasi, tetapi
kesulitan
menjawab reaksi
tubuh
Di awal ragu.
Mau melakukan
setelah melihat
contoh dan harus
bersama-sama PI
Dapat dilakukan
D
PR
dikerjakan
dan D
mendapat
nilai 2
PR dikerjakan
di malam hari
sebelum sesi 3.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu
Lebih mudah
menjawab soal
jika ada pilihan
jawaban
Lupa
mengerjakan
PR. Tidak
mendapat
nilai.
Tertunda 1
minggu. Lupa
dengan materi
sebelumnya,
sehingga
direview PI
PR sesi 4 dan
5 dikerjakan.
D mendapat
nilai 4
.
PR dikerjakan
di pagi hari
sebelum sesi 5.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu.
D dapat
menukarkan
nilai dengan
reward
berenang
Lupa
mengerjakan
PR. Tidak
mendapat
nilai.
Belum
mendapat
reward
berenang
karena hujan.
Reward baru
diberikan
tanggal 17-112012.
Dapat dilakukan
D
Dapat dilakukan
D
Dapat dilakukan
D
Dapat dilakukan
D
Mau melakukan
setelah melihat
contoh dan
bersama-sama PI
D lupa
Dapat dilakukan
D
D
memperhatikan
penjelasan
Dapat dilakukan
D
69
mengatasi
kecemasannya
22-11-2012
26-11-2012
09.0009.50
09.0010.05
29-11-2012
09.0010.00
10
3-12-2012
09.0010.00
Menentukan
tindakannya saat
cemas karena lupa
membawa buku PR
Menuliskan 2 hal
yang dipelajari dalam
menghadapi
kecemasan
Mempelajari langkah
4 menghadapi
kecemasan.
Menuliskan definisi
hadiah
Menuliskan jenis
hadiah
Mengerjakan soal
cerita mengenai
hadiah
Memahami dan
membuat barometer
perasaan
Menghapal dan
menuliskan 4 langkah
menghadapi
kecemasan
Mengerjakan soal
cerita menggunakan
4 langkah tersebut
Mengerjakan 4
langkah menghadapi
kecemasan D saat di
kamar mandi sekolah
Menentukan tokoh
favorit untuk
membantu mengatasi
kecemasan
Praktek situasi
mudah : memotong
dengan pisau,
menjahit dengan
jarum, menelepon
teman
Dapat dilakukan
D
Awalnya terlihat
cemas, tetapi
dapat dilakukan
dengan baik
PR sesi 8 dan
9 dikerjakan.
D mendapat
nilai 4
Praktek situasi
sedang :
membayangkan
mengatasi kecemasan
saat berada di tempat
sepi, di kamar mandi.
Praktek menyeberang
Dapat dilakukan
D
PR
dikerjakan.
Mendapat
nilai 2
Dapat dilakukan
D
Tahu tentang
hadiah tapi
kesulitan
mendefinisikann
ya
Dapat dilakukan
D
Dapat dilakukan
D
PR sesi 6 dan
7 dikerjakan.
D mendapat
nilai 4
Tertunda 1
minggu. PR
dikerjakan di
malam hari
sebelum sesi 7.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu.
Dapat dilakukan
D
Dapat dilakukan
D
PR tidak
dikerjakan
karena belum
dipraktekan
Dapat dilakukan
D
Dapat dilakukan
D
Dapat dilakukan
D
D terlihat cemas
D dapat
menukar
nilainya dengan
reward kaset
PVP.
Jawaban PR
masih
menunjukkan
ketergantungan
pada bantuan
orang lain saat
cemas
PR tidak
dipraktekkan. D
belum
mendapat
reward kaset
PVP karena ibu
tidak sempat
70
jalan
Terlihat cemas
ketika membahas
hal ini, tetapi
dapat
menggunakan
langkah
menghadapi
kecemasan
Dikerjakan D
dengan melihat
catatan
11
17-12-2012
09.0009.55
Praktek situasi
menantang :
mengatasi kecemasan
saat membayangkan
hal buruk terjadi pada
ibu, jauh dari
keluarga
12
20-12-2012
09.0010.05
Review materi
sebelumnya.
Menuliskan apa yang
sudah dipelajari
Menyebutkan yang
manfaat, serta hal
yang disukai dan
tidak dari program ini
PR
dikerjakan.
Mendapat
nilai 2
PR
dikerjakan.
Mendapat
nilai 2
Ragu-ragu
menjawab
sehingga perlu
didorong PI
membelinya.
Reward baru
diberikan
menjelang sesi
12 dan diganti
dengan mainan
monopoli atas
keinginan D
Tertunda
sebanyak 3 sesi.
Belum
mengerjakan
catatan harian
yang diberikan
tanggal 13-122012
Catatan harian
dikerjakan
malam hari
sebelum sesi
12.
D dapat
menukarkan
nilai dengan
reward papan
seluncur
19-11-2012
20-12-2012
Catatan evaluasi
Jadwal evaluasi sesuai rencana, yaitu
setelah sesi ke 4
D jarang bercerita tentang kegiatan
intervensi
D tidak membaca kembali materi yang
sudah dipelajari
D malas mengerjakan latihan di rumah
Setelah sesi 3, menolak intervensi
karena menganggap durasinya terlalu
lama.
Jadwal evaluasi dimajukan karena D
menolak mengikuti intervensi (harusnya
setelah sesi 8, menjadi setelah sesi 6)
D menolak intervensi setelah sesi 6
karena merasa terbebani dengan tugas
latihan di rumah dan waktu bermain
berkurang
Upaya orangtua
71
Anxiety Disorder
Panic
Disorder
/Somatic Symptom
Generalized Anxiety
Disorder (GAD)
Separation
Anxiety
Disorder (SAD)
Social Phobia
School Phobia
Pretest
27
7
Skor D
Indikasi
Post
(ya/tidak)
-test
Ya
33
Ya
7
Indikasi
(ya/tidak)
Ya
Ya
Pretest
42
10
Skor ibu
Indikasi
Post
(ya/tidak) -test
Ya
26
5
Ya
Indikasi
(ya/tidak)
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
10
Ya
Ya
Ya
6
3
Tidak
Ya
7
4
Tidak
Ya
12
2
Ya
Tidak
9
0
Ya
Tidak
Pre-test
Post-test
Anxiety
Disorder
Generalized Separation
Panic
Disorder / Anxiety
Anxiety
Somatic
Disorder
Disorder
Symptom
(GAD)
(SAD)
Social
Phobia
School
Phobia
72
Grafik 4.2 Skor Pre-test dan Post-test SCARED yang Diisi Ibu
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Pre-test
Post-test
Anxiety
Disorder
Panic
Disorder /
Somatic
Symptom
School
Phobia
Grafik skor pre-test dan post-test SCARED yang diisi D di atas menunjukkan
adanya peningkatan skor D untuk hampir semua dimensi yang diukur SCARED. Hal
ini mengindikasikan D mengalami peningkatan kecemasan yang diukur setelah
mengikuti intervensi. Namun gangguan kecemasan yang dialami D masih sama
seperti yang terukur saat pre-test yaitu gangguan kecemasan secara umum, panic
disorder, separation anxiety disorder, dan school phobia. D tidak mengalami
generalized anxiety disorder dan social phobia meskipun ada peningkatan skor pada
gangguan tersebut.
Sementara pada grafik skor pre-test dan post-test SCARED yang diisi ibu
menunjukkan adanya penurunan skor SCARED yang diisi oleh ibu untuk semua
dimensi. Secara umum D masih mengalami gangguan kecemasan namun skornya
sudah jauh berkurang (pre-test = 42, post-test = 26). D juga masih mengalami
separation anxiety disorder dan social phobia meskipun terjadi penurunan skor.
Sementara pada generalized anxiety disorder dan panic disorder terjadi penurunan
skor dari pre-test dan post-test sehingga tidak ada lagi indikasi D mengalami kedua
gangguan tersebut. Sedangkan skor pre-test dan post-test D pada school phobia
sama-sama mengindikasikan tidak ada gangguan tersebut pada diri D.
Di sisi lain, jika dianalisa berdasarkan item-item SCARED ini, terlihat adanya
penurunan skor pada sejumlah item, yaitu item 6, 7, 11, 22, 26, 29, dan 40.
Tabel 4.4 Penurunan Skor SCARED yang Diisi D
Gangguan
Panic
Disorder
Symptom
Generalized Anxiety
Item
/Somatic
Disorder
Pingsan
Berkeringat
Gugup
No
item
6
22
7
Pre-test
Post-test
2
1
2
0
0
1
73
(GAD)
Separation Anxiety
(SAD)
Social Phobia
Disorder
School Phobia
29
26
40
11
Dari tabel di atas terlihat D tidak merasakan gejala panik berupa merasa ingin
pingsan saat cemas dan banyak berkeringat saat ketakutan. Ia juga hanya kadangkadang merasa gugup. D yang awalnya sangat tidak suka berada jauh dari keluarga
menjadi hanya kadang-kadang saja tidak suka. Ia juga hanya kadang-kadang saja
merasa cemas bicara dengan orang yang tidak dikenal dengan baik. D sudah tidak
merasa cemas lagi ketika pergi ke acara dimana ada orang lain yang tidak dikenal
dengan baik. Selain itu, D juga tidak mengalami sakit perut lagi saat di sekolah.
Pre-test
180
50
50
41
47
34
8
Skor
Indikasi (ya/tidak) Post-test
Ya
180
Ya
50
Ya
49
Ya
46
Ya
45
Ya
34
6
Ya
Indikasi (ya/tidak)
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Pre-test
Post-test
Intensitas Frekuensi
rasa takut rasa takut
Fear of
Fear of
Fear of
Fear of Medical
Failure
The
Minor
Danger
Fears
and
Unknown Injury and and Death
Criticsm
Small
Animals
74
Item
Dikritik orangtua
Tidur dalam suasana gelap
Cicak
Benda-benda tajam
No
item
31
60
4
7
Pre-test
Post-test
2
3
3
3
1
1
2
2
Dari tabel di atas terlihat D sudah tidak merasa cemas dikritik orangtua. D
yang awalnya sangat takut tidur dalam suasana gelap karena hantu, setelah intervensi
sudah tidak merasa cemas lagi. Sementara terhadap cicak dan benda tajam, D hanya
kadang-kadang saja merasa cemas.
Skor
Pre-test
5
3
8
5
2
7
4
6
8
16 (T = 65)
Indikasi
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Internalizing problem
Post-test
2
2
6
4
2
3
0
4
4
10 (T = 58)
Indikasi
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
75
Externalizing
Total
10 (T = 54)
48 (T = 65)
Normal
Clinical
4 (T = 44)
27 (T = 54)
Normal
Normal
Pre-test
Post-test
Pre-test
Post-test
Internalizing
Externalizing
Total
Sebagian besar skor CBCL yang diisi oleh ibu saat pre-test menunjukkan
perilaku D masih tergolong normal. Namun secara umum D mengalami internalizing
problem atau masalah yang mengarah pada dirinya yaitu perilaku menarik diri
(withdrawn), keluhan fisik (somatic complaints), dan kecemasaan / depresi (anxious /
depressed). Dan jika dilihat dari skor total, D mengalami masalah perilaku yang
tergolong clinical sehingga membutuhkan penanganan yang serius. Hal yang berbeda
terlihat saat pengukuran post-test dimana hampir semua skor D mengalami
penurunan dan D pun sudah tidak mengalami internalizing problem lagi.
76
tersebut. Sementara skor yang didapat dari pengisian SCARED oleh D mengalami
peningkatan di hampir semua dimensi yang diukur. Selain itu pada FSSC-R pun skor
D masih tinggi, dan ada beberapa skor yang masih sama antara pre-test dengan posttest, bahkan ada dimensi yang mengalami peningkatan skor. Hal ini menunjukkan
sebelum intervensi ibu menilai D memiliki kecemasan yang lebih tinggi
dibandingkan penilaian D terhadap dirinya. Sedangkan setelah intervensi ibu menilai
tingkat kecemasan D sudah menurun. Sementara D menilai tingkat kecemasannya
meningkat setelah intervensi.
77
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pelaksanaan 12 sesi intervensi CBT yang diikuti D dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Berdasarkan evaluasi selama pelaksanaan intervensi terlihat D memiliki
sejumlah kecemasan yang dialaminya sehari-hari, yaitu antara lain cemas untuk
menggunakan pisau dan jarum, menyeberang jalan raya, menelepon atau
mengirimkan SMS kepada teman yang tidak akrab, pergi ke sekolah sendirian dengan
berjalan kaki, di kamar mandi sendirian, di rumah sendirian, tidur sendirian, pergi les
tanpa diantar, menginap di rumah orang lain, dimarahi guru karena lupa mengerjakan
PR atau membawa buku pelajaran. Kecemasannya yang sudah berkurang adalah
memotong dengan pisau, menjahit dengan jarum, dan menyeberang jalan raya karena
selama intervensi D telah mempraktekkannya. Sementara kegiatan menelepon teman
yang
tidak
akrab
masih
enggan
dilakukannya,
meskipun
sudah
pernah
dipraktekkannya, karena merasa cemas. Kecemasan lainnya masih ada pada diri D
karena
belum
mempraktekkannya
secara
langsung,
melainkan
hanya
78
phobia. Berdasarkan pengisian CBCL oleh ibu pun terdapat indikasi D mengalami
internalizing problem atau masalah yang mengarah pada dirinya, yaitu mencakup
perilaku menarik diri, keluhan fisik, dan kecemasan / depresi. Namun, berdasarkan
pengukuran SCARED dan CBCL setelah intervensi dilakukan, terdapat penurunan
kecemasan D. D masih mengalami separation anxiety disorder dan social phobia,
sedangkan panic disorder dan generalized anxiety disorder sudah tidak dialaminya
lagi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan intervensi CBT tidak efektif menurunkan
kecemasan D.
5.2 Diskusi
Intervensi CBT yang diberikan terhadap D tampaknya hanya menambah
pemahaman
untuk
mengatasi
kecemasan,
namun
tidak
meningkatkan
79
keyakinan orangtua bahwa anaknya lemah dan tidak mampu mengatasi situasi yang
mencemaskannya dapat disadari anak, sehingga anak menolak mencoba menghadapi
hal yang mencemaskannya.
Dengan kondisi ibu yang pencemas tersebut, perlu dipertimbangkan
intervensi lain yang tampaknya lebih tepat dibandingkan CBT, misalnya family
intervention. Jenis intervensi tersebut berupa pelatihan terhadap orangtua agar dapat
mengatasi kecemasannya sendiri dan memiliki keterampilan untuk membantu anak
mereka mengatasi kecemasan (Haugaard, 2008). Dalam intervensi tersebut
keterlibatan orangtua diharapkan lebih baik. Sementara pada intervensi CBT terhadap
D ini keterlibatan dan kerjasama orangtua masih tidak sesuai yang diharapkan. Ayah
tidak pernah terlibat, bahkan saat D ingin berhenti dari intervensi, ayah
menyetujuinya dan berusaha mempengaruhi ibu. Sementara ibu menyadari bahwa D
memerlukan intervensi tetapi sikapnya juga tidak selalu mendukung program ini. Hal
ini terlihat saat D ingin berhenti dari intervensi, ibu sempat terpikir untuk
menyetujuinya. Ibu tidak mau repot saat D tidak mau mengikuti intervensi dan
menangis. Ia juga cemas D akan kembali mogok sekolah jika dipaksa mengikuti
intervensi. Contoh sikap ibu yang kurang mendukung lainnya adalah diam saja ketika
D menunjukkan kartu mengatasi kecemasan yang dibuatnya.
Faktor lain yang mempengaruhi tidak efektifnya intervensi ini adalah tingkat
keparahan gangguan. Berdasarkan pemeriksaan terhadap D, terlihat ia mengalami
tingkat kecemasan yang cukup tinggi. Stallard (2005) menyatakan anak dengan
sejumlah kesulitan yang terlihat saat intervensi dilakukan, dapat membuat pelaksana
intervensi menjadi tidak fokus. Hal ini terjadi pada PI. Banyaknya hal yang
mencemaskan D membuat PI kurang fokus dalam menentukan perilaku cemas mana
yang paling signifikan untuk diintervensi. PI berusaha untuk memberikan exposure
pada sejumlah perilaku cemas D, sementara jumlah sesi exposure pada intervensi ini
terbatas. Hal ini menyebabkan exposure yang dilakukan tidak optimal. Ketika
menghadapi anak dengan sejumlah kesulitan, Stallard (2005) menyarankan agar
pelaksana intervensi fokus pada target intervensi. Ketika target tersebut tercapai,
barulah dilakukan intervensi terhadap kesulitan yang lainnya. Jadi, pada kasus D ini
PI sebaiknya menentukan satu saja perilaku cemas yang paling signifikan untuk
diberikan intervensi.
80
Dengan fokus pada satu perilaku cemas, exposure yang diberikan dapat lebih
optimal. Misalnya D tidak hanya sekedar membayangkan menghadapi situasi cemas,
tetapi juga mendapat kesempatan mempraktekkannya secara nyata. Meskipun
menurut Kendall (2012) tugas exposure dapat dilakukan berupa membayangkan
situasi yang mencemaskan, namun pada D akan lebih efektif jika exposure diberikan
secara langsung. Pengalaman exposure secara langsung dapat meningkatkan perasaan
bahwa ia mampu menghadapi situasi tersebut. Hal ini terlihat setelah D praktek
menyeberang jalan, ia menyatakan pada orangtua bahwa dirinya berani dan bisa
menyeberang jalan, padahal sebelumnya D selalu mengatakan tidak bisa.
Faktor lainnya yang menyebabkan intervensi ini kurang efektif adalah
motivasi D yang rendah untuk mengikuti intervensi. D merasa waktu bermainnya
berkurang dengan mengikuti intervensi ini, apalagi selama intervensi ada sepupu D
dari Jawa dan D selalu ingin bermain dengannya. Selain itu, selama ini D masih
malas dan harus selalu dibantu dalam mengerjakan PRnya dari sekolah. Ia merasa
semakin terbebani dengan tugas latihan di rumah dari PI yang harus dikerjakannya. Ia
beberapa kali lupa mengerjakan tugas latihan di rumah. Ketika dikerjakan pun,
dilakukan di malam atau pagi hari menjelang sesi berikutnya dan tanpa dipraktekkan.
Padahal menurut Hudson dan Kendall (Kendall, 2012), tugas latihan di rumah
merupakan komponen yang penting dalam intervensi CBT karena memfasilitasi anak
untuk mengembangkan rasa menguasai keterampilan yang diajarkan dalam mengatasi
kecemasan. Orangtua juga tidak mendukung D untuk mempraktekkan tugas di
rumah, padahal mereka sudah mendapat informasi dari PI mengenai tugas tersebut.
Selain itu, orangtua tidak segera memberikan reward yang seharusnya ia terima
karena telah mengerjakan tugas tersebut. Hal itu juga dapat menurunkan motivasi D
untuk terus menjalani intervensi.
Dari uraian mengenai sikap negatif D terhadap tugas latihan di rumah, dapat
dipertimbangkan apakah anak dengan sikap demikian sesuai diberikan intervensi
CBT. Intervensi lain yang lebih tepat perlu dipikirkan kembali. Misalnya, intervensi
modifikasi perilaku dengan teknik systematic desensitization, yang lebih fokus
kepada perilaku cemas anak yang akan diubah melalui exposure secara bertahap.
Faktor lainnya yang menghambat efektivitas intervensi ini adalah pelaksanaan
intervensi tidak sesuai jadwal atau banyak tertunda. Padahal menurut Suveg dkk
81
(2006), kehadiran anak yang konsisten dalam intervensi setiap minggu sangat
diperlukan agar anak dapat mengingat materi yang diberikan di sesi sebelumnya dan
tugas dikerjakan sesuai waktunya.
Selain uraian di atas, ada satu faktor lagi yang penting untuk didiskusikan dan
bermanfaat untuk intervensi selanjutnya, yaitu mengenai penggunaan alat ukur.
Intervensi ini menggunakan alat ukur SCARED dan FSSC-R untuk menguji
efektivitas intervensi. Namun belum dilakukan standarisasi kedua alat ukur ini di
Indonesia, sehingga norma yang dipakai pun masih berdasarkan penelitian di luar
negeri. Hal ini dapat menyebabkan hasil pengukuran SCARED dan FSSC-R tersebut
tidak menggambarkan kondisi anak yang sebenarnya. Selain itu, pemilihan alat ukur
untuk intervensi sebaiknya dipertimbangkan secara matang. Penggunaan alat ukur
yang tidak tepat dapat mempengaruhi efektivitas intervensi. Hal ini terjadi pada
intervensi CBT yang dilakukan PI. Banyaknya faktor yang diukur oleh kedua
instrumen ini membuat PI kurang fokus dan kesulitan menentukan mana gangguan
kecemasan yang perlu diutamakan untuk diintervensi.
5.3 Saran
Saran yang diberikan untuk penerapan intervensi selanjutnya adalah
sebaiknya PI mempertimbangkan dengan matang mengenai permasalahan yang akan
ditangani dengan intervensi. Jika PI menemukan adanya sejumlah masalah
kecemasan pada klien, PI sebaiknya menentukan satu masalah yang paling penting
untuk ditangani. Hal ini dilakukan agar PI fokus dalam menerapkan intervensi. Selain
itu, pelaksanaan exposure pun dapat lebih fokus pada satu kecemasan dan dilakukan
secara bertahap sampai klien benar-benar dapat mengatasi kecemasannya.
Pemilihan intervensi yang sesuai untuk permasalahan klien sangat dibutuhkan
agar hasilnya efektif. Penggunaan alat ukur pun perlu dipertimbangkan dengan hatihati agar apa yang terjadi pada intervensi PI ini tidak terulang di kemudian hari.
Saran berikutnya adalah orangtua sebaiknya dilibatkan lebih intensif lagi
dalam program ini, misalnya dengan memberikan materi cara mengatasi kecemasan
kepada ibu yang terlihat juga memiliki kecemasan dalam mengasuh D. Saran lainnya
untuk ibu adalah ibu sebaiknya juga mengikuti intervensi untuk mengatasi
kecemasannya. Selain itu, ayah perlu dilibatkan dalam intervensi. Selama ini ayah
82
sibuk dengan pekerjaannya dan cenderung bersikap kurang mendukung program ini.
Untuk intervensi selanjutnya ayah dapat dilibatkan dalam pemberian reward untuk
kemauan D mengikuti intervensi ini dan menerapkannya dalam kesehariannya.
Saran lainnya adalah orangtua sebaiknya meningkatkan kerjasama mereka
dalam pelaksanaan intervensi ini, terutama memastikan D tidak sekedar mengerjakan
tugas latihan di rumah, tetapi juga telah mempraktekkannya. Orangtua juga sebaiknya
meningkatkan kemandirian D dalam mengerjakan tugas latihan di rumah. Misalnya
dengan meminta D menyelesaikan terlebih dahulu tugas itu tanpa dibantu. Setelah
selesai, barulah orangtua memeriksa dan mendiskusikan jawaban D.
Untuk mempertahankan motivasi D mengikuti intervensi ini, orangtua
sebaiknya menepati pemberian reward terhadap D. Selain itu, orangtua juga
sebaiknya menunjukkan minat mereka terhadap kegiatan intervensi yang diikuti D,
misalnya dengan bertanya kepada D mengenai materi yang dipelajarinya.
Saran selanjutnya adalah orangtua memberikan kesempatan kepada D untuk
menghadapi kecemasannya dengan menerapkan apa yang sudah dipelajari dari
intervensi
CBT,
dan
tidak
mengijinkan
menghindari
situasi
yang
DAFTAR PUSTAKA
Albano, A. M., & Kendall, P. C. (2002). Cognitive behavioral therapy for children
and adolescents with anxiety disorder : clinical research advance.
International Review of Psychiatry, 14, 129 134.
Bee, H., & Boyd, D. (2007). The developing child. (11th ed.). New York : Pearson
Education, Inc.
Beidel, D.C., & Turner, S. M. (2005). Childhood anxiety disorders_a guide to
research and treatment. New York : Routledge.
Crocetti, E., Hale III, W. W., Fermani, A., Raaijmakers, Q., & Meeus, W. (2009).
Psychometrics properties of the Screen for Child Anxiety Related Emotional
Disorder (SCARED) in the general Italian adolescent population : a validation
and a comparison between Italy and The Netherlands. Journal of Anxiety
Disorders, 23, 824-829.
Dia, D. A. (2001). Cognitive-behavioral therapy with a six-year-old boy with
separation anxiety disorder : a case study. Health & Social Work, 26(2).
Friedberg, R. D., & McClure, J. M. (2002). Clinical practice of cognitive therapy
with children and adolescents. New York : The Guilford Press.
Gosch, E. A., Flannery-Schroder, E., Mauro, C. F., & Compton, S. N. (2006).
Principles of cognitive-behavioral therapy for anxiety disorders in children.
Journal of Cognitive Psychotherapy, 20(3), 247.
Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral
sciences. USA : Wadsworth.
Haugaard, J. J. (2008). Child psychopathology. New York : McGraw-Hill.
Hidayat, D., Ingkiriwang, E., Andri, Asnawi, E., Widya, R. S., & Susanto, D. H.
(2010). Penggunaan metode dua menit (M2M) dalam menentukan prevalensi
gangguan jiwa di pelayanan primer. Majalah Kedokteran Indonesia, 60(10).
Ishikawa, S., Okajima, I., Matsuoka, H., & Sakano, Y. (2007). Cognitive behavioural
therapy for anxiety disorders in children and adolescents : a meta-analysis.
Child and Adolescent Mental Health, 12(4), 164 172.
Kendall, P. C. (2012). Child and adolescent therapy : cognitive-behavior procedures.
(4th ed.). New York : The Guilford Press.
King, N. J., Heyne, D., & Ollendick, T. H. (2005). Cognitive-behavioral treatment for
anxiety and phobic disorders in children and adolescents : a review.
Behavioral Disorders, 30(3). 241 257.
Muris, P., Mayer, B., Den Adel, M., Roos, T., & Van Wamelen, J. (2009). Predictors
of change following cognitive-behavioral treatment of children with anxiety
problems : a preliminary investigation on negative automatic thoughts and
anxiety control. Child Psychiatry Hum Dev, 40, 139 151.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2006). A childs world_infancy
through adolescence. (10th ed.). New York : McGraw Hill.
Peurifoy, R. Z. (2005). Anxiety, phobias, & panic_ a step-by-step program for
regaining control of your life. New York : Warne-Book
Rey, Y., Marin, C. E., & Silverman, W. K. (2011). Failures in cognitive-behavior
therapy for children. Journal of Clinical Psychology : In Session, 67(11),
1140 1150.
Rice, C. L. (2008). Reducing anxiety in middle school and high school students : a
comparison of cognitive-behavioral therapy and relaxation training
approach. Dissertation. The Faculty of Department Special Education,
Rehabilitation, and School Psychology, University of Arizona.
Santrock, J. W. (2000). Children. (6th ed.). New York : McGraw-Hill.
Sattler, J. M. (2002). Assessment of children_behavioral and clinical applications.
(4th ed.). San Diego : Jerome M. Sattler Publisher, Inc.
Schaefer, C. E. & Millman, H. L. (1981). How to help children with common
problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.
Schroeder, C. S., & Gordon, B. N. (2002). Assessment & treatment of childhood
problems. (2nd ed.). New York : The Guilford Press.
Somers, J., & Queree, M. (2007). Cognitive behavioural therapy. British Columbia :
The Centre for Applied Research in Mental Health and Addiction
(CARMHA) at Simon Fraser University.
Sroufe, L. A., Cooper, R. G., & Dehart, G. B. (1996). Child development. (3rd ed.).
New York : McGraw-Hill.
Stallard, P. (2005). Think good feel good_using CBT with children and young
people. USA : John Wiley & Sons Inc.
Suveg, C.; Roblek, T. L., Robin, J., Krain, A., Aschenbrand, S., & Ginsburg, G.
(2006). Parental
involvement when conducting Cognitive-Behavioral
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Dengan ini saya menyatakan kesediaan saya untuk mengikuti rangkaian program
intervensi Cognitive Behavior Therapy untuk membantu anak saya menurunkan
kecemasannya. Program ini terdiri dari 12 sesi dengan durasi 60 menit untuk setiap
sesinya. Materi program berupa pengenalan mengenai pikiran, perasaan, dan reaksi
tubuh saat anak cemas, serta langkah-langkah untuk menurunkan kecemasan.
Saya tidak keberatan apabila hasil intervensi ini dipresentasikan kepada pembimbing
pelaksana intervensi ataupun digunakan untuk keperluan:
tesis
pengajaran
pertemuan profesional/ilmiah
Semua data dan hasil rekaman akan dijaga kerahasiaannya dan hanya diketahui oleh
pelaksana intervensi dan pembimbing.
Orangtua D
( Yomi Novitasari )
xi
CATATAN HARIANKU
NAMA
USIA
:
:
Hari
&Tanggal
Yang
mencemaskan
aku hari ini
Yang ku
pikirkan
Yang ku lakukan
Meminta
bantuan
ibu/ayah
Meng
hindar
Relaksasi
(tarik
napas)
Mengubah
pikiranku
menjadi
Hasilnya
Bayangkan
Power Ranger
membantuku
xii
Tindakan
lain
Hadiah untukku
Pujian
Hadiah
lain
xiii
BAROMETER PERASAAN
SANGAT TENANG
SANGAT CEMAS
TENANG
CEMAS
NETRAL
MERASA TERGANGGU
RAGU-RAGU
Guntinglah tanda panah di bawah ini. Lalu tempelkan di tengah barometer perasaan.
xiv