Disusun oleh :
Jiemi Ardian, dr
Pembimbing :
Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp. KJ (K)
I.
Pendahuluan
Gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang tidak memiliki makna
terjemahan yang ekuivalen dalam bahasa Inggris sehingga tetap tertulis
sebagaimana kata aslinya. Gestalt mungkin dapat diterjemahkan sebagai
pola, bentuk atau konfigurasi. Walaupun sebenarnya maknanya lebih luas
dari ini. Dalam bahasa Jerman, gestalt berhubungan dengan penampilan
keseluruhan dari seorang individu, totalitas, sebagaimana individu ini
meletakkan energinya. Beberapa penulis mengartikan gestalt sebagai
utuh. Perl sendiri mengungkapkan bahwa gestalt adalah fenomena yang
tidak dapat direduksi. Gestalt adalah sebuah esensi, dan akan mengilang
jika keutuhannya dipecah menjadi beberapa bagian. Sehingga, keutuhan
respon harus dinilai secara menyeluruh (Brownwell, 2010).
Dalam terapi gestalt, keunikan individu mendapatkan tempat
khusus. Keunikan individu ini hanya mungkin kita dapatkan melalui
pengalaman kita dekat dengan orang lain, dan kita tidak akan dapat secara
sempurna memahami pengalaman orang lain. Untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik, kita perlu mengapresiasi bagaimana
seseorang meletakkan diri mereka dalam konteks lingkungan, bagaimana
mereka gambaran mereka berhubungan dengan dunia dan orang-orang
yang mereka temui, yaitu cara-cara bagaimana mereka membentuk
pengalamannya. Bagaimana seseorang membentuk dan membagikan
pengalamannya dari dirinya ke orang lain (Lobb, 2003).
Beberapa penulis memasukkan terapi gestalt dalam ranah teori
eksistensial, beberapa yang lain menganggap gestalt merupakan gabungan
fenomenologi eksistensial dan fenemenologi behavioris. Namun, secara
lebih luas terapi gestalt lebih tepat masuk dalam kategori pendekatan
humanistik. Perlu kita ingat, terapi gestalt berkembang karena adanya
kecenderungan dalam revolusi ilmu pengetahuan yang menuntun
perubahan paradigma dari positifisme menjadi postpositifisme, atau
beberapa
penulis
menyebutnya
sebagai
postmodernisme
atau
semesta yang utuh, bahwa hal ini juga merupakan hasil dari keutuhan, atau
mungkin keutuhan yang lebih sempurna atau lebih baik, dan bahwa
evolusi dari alam semesta, inorganik dan organik, tidak lain dan tidak
bukan adalah rekaman dari aktivitas menciptakan keutuhan dan
perkembangan progresifnya. Sehingga setiap tahapan yang berhasil
adalah sebuah keutuhan yang baru, beroperasi sebagai keutuhan yang
didalamnya mengandung mode kehidupan (Henley, 1961).
Pada seorang yang sehat, tidak ada kebutuhan untuk mencari
gestalt. Seseorang yang sehat menyatu sebagai merupakan keseluruhan
bagian dari organisme yang mengidentifikasi dirinya secara sementara
dengan kemunculan gestalt. Dan oleh karenanya akan ad masalah jika
muncul ketidakseimbangan sehingga memunculkan gestalt yang tidak
lengkap. Walaupun dalam konteks psikologi humanistik, tidak ada lagi
batasan antara perilaku yang merupakan penyakit dan normal. Seluruh
perilaku merupakan hal yang normal, dan keseluruhannya mencakup pada
potensi dalam mendorong seorang individu.
Jika pengalaman-pengalaman dirasakan sebagai keseluruhan,
semua akan seimbang, namun jika bagian-bagian dihilangkan, manusia
akan berusaha menyusun keseimbangan sebagai Gestalt. Manusia
berusaha mencapai keseimbangan bilamana kehidupannya terganggu oleh
kebutuhan-kebutuhan dari dunia dalam dan tuntutan-tuntutan dari dunia
luar. Dalam keadaan sehat seseorang mampu menerima dan bereaksi
terhadap keadaan dunia dalam dan dunia luar. Tetapi kalau keadaan
menjadi tidak seimbang, timbul ketakutan dan menghindar untuk
mengetahui atau menyadari (awareness). Maka perlu membangkitkan
kesadaran agar keseimbangan tercapai. Fokus terapi Gestalt diarahkan
pada mendapatkan kesadaran (Lobb, 2003).
Kesadaran adalah denyut nadi terapi Gestalt. Ketidakstabilan
kesadaran equivalent dengan aliran figur/latar belakang. Kesadaran selalu
disengaja dan terjadi dalam medan lingkungan-organisme. Dengan
dicirikan oleh kontak, perasaan, kegembiraan, dan pembentukan Gestalt
dengan
kebutuhan
seseorang
dan
kemungkinan-
memenuhi
kebutuhannya
(fisik
dan
psikis)
dengan
II.
Tinjauan Pustaka
A.
Filsafat yang Mendasari Gestalt
Latar belakang terbentuknya gestalt dapat ditilik dari
pengaruh filsafat barat dan timur. Dari filsafat ketimuran, gestalt
mendapat pengaruh besar dari ajaran Budha; Zen dan Tao. Budha
adalah agama dan filosofi timur, didirikan di India oleh Siddartha
Gautama pada 500th sebelum masehi. Budha mengajarkan delapan
jalan Budha yang merupakan bagian dari empat kebenaran: hidup
adalah penderitaan, penderitaan adalah akibat dari keinginan,
penderitaan hanya akan hilang dalam nirwana (hilangnya
keinginan), dan nirwana hanya dapat dicapai melalui delapan jalan
Budha. Delapan jala Budha terdiri dari memahami, berpikir,
berbicara, beraksi, usaha, pekerjaan, mindfulness, dan konsentrasi
(O'Leary, 2013).
Salah satu penekanan penting ajaran Budha adalah
kesadaran penuh. Salah satu metode yang paling umum dalam
ajaran Budha untuk melatih kesadaran adalah menyadari nafas.
Dua teks klasik Budha menuliskan hal ini secara detil;
Sattipathana
Sutta
dan
Anapanasati
Sutta.
Keduanya
tanpa
dalam
konteks
terapetik,
tugas
terapis
adalah
Tujuan Terapetik
Tujuan terapi Gestalt berkisar di seputar perpindahan klien
dari dukungan lingkungan ke dukungan dari dirinya. Terapis
Gestalt membantu klien untuk mendukung dirinya bukan hanya
dalam mengatasi masalah-masalahnya saat ini tapi juga untuk
pasien
dengan
perlu
berhubungan
pusat-pusat
eksistensial
sendiri.
Humanisme
menekankan
pada
pentingnya
dan
eksperimen
dengan
sensasi
tubuh,
respon
pasien
secara
berangsur-angsur
bisa
mencapai
termasuk
apa
yang
mungkin
ditutupi
atau
yang
sedang
mereka
lakukan
dan
bagaimana
cara
Kesadaran ini
proses
penyadaran
terhadap
keadaannya
dan
serta
hambatan
terhadap
kesadaran.
Perls
diagnosis,
penafsiran
yang
abstrak,
dan
penerimaan
dan
sikap
empati,
serta
tidak
untuk
meningkatkan
untuk
kesadarannya,
pengalaman-pengalaman
menggunakan
baru
dan
bahwa
akan
terjadi
sesuatu
yang
amat
adalah
secara
halus
pasien
diminta
untuk
mengatakan:
saya
percaya
sebelumnya.
Pasien
disarankan
untuk
tidak
mengatakan
saya
tidak
bisa,
sebenarnya
yang
seharusnya
saya..
menjadi
saya
memilih
Pasien
cenderung
melompati
frasa-frasa
yang
mereka
dalam
hal
cara
mereka
menghindari
situasi
yang
sulit.
Tugas
terapeutik
adalah
akan
membuat
mengkomunikasikan
pasien
kepada
permasalahan pribadinya.
Sebagai cabang terapi
merasa
terapis
eksistensial,
bebas
untuk
pemasalahanpraktik
Gestalt
(awareness)
dapat
didefiniskan
sebagai
memunculkan
diri.
Kebalikannya,
terapis
sendiri
memberi
gestalt
terutama
bertujuan
untuk
mencapai
dikatakan
mengalami
kesulitan
jika
dia
tidak
dimana
seseorang
memblokir
kesadaran
dirinya
dan
lingkungan.
Sehingga
seseorang
akan
dalam
hidupnya,
sehingga
pasien
dapat
memiliki
mendengar
dirinya
sendiri,
melepaskan
diri
dari
yang
mampu
menyadarkan
dan
modifikasi
Resistensi
Interjection
Mekanisme
ini
mengakibatkan
seseorang
untuk
menyatukan
hal-hal
ini
dapat
menyebabkan
muncul
somatisasi.
Emosi
dan
perasaan
yang
III.
DAFTAR PUSTAKA
Brownwell, P., 2010. Gestalt Therapy: a Guide to Contemporary Practice. New York:
Springer.
Corey, G., 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. 1 penyunt. Bandung:
Refika Aditama.
Fiebert, M., 2012. Stages in a Gestalt Therapy Session and an Examination of Counselor
Intervention. International Review of Social Sciences and Humanities, 3(2), pp. 4961.
Henley, M., 1961. Documenst of Gestalt Psychology. Berkeley: University of California
Press.
Lobb, M. S., 2003. The Art of Gestalt Therapy. New York: Springer-Verlag Wien.
Mann, D., 2010. Gestalt Therapy: 100 Key Points and Technique. London: Routledge.
O'Leary, E., 2013. Gestalt Therapy Around the World. 1 penyunt. USA: Wiley-Blackwell.
Palmer, S., 2011. Konseling Psikoterapi. 1 penyunt. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sinay, S., 2008. Gestalt for Beginners. USA: Orient Longman.