Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1980 Diagnostic dan Statistical Manual of Mental Disorders


edisi ketiga (DSM-III) memperkenalkan beberapa kategori diagnostik baru yang
mengsubkelompokkan pasien yang sebelumnya telah diklasifikasikan sebagai
menderita neurosis kecemasan. Satu kategori baru adalah gangguan kecemasan
umum (generalized anxiety disorder) (sering kali dinamakan GAD), yang dalam
DSM-III, merupakan suatu kategori diagnostik sisa untuk pasien yang tidak
memenuhi kriteria diagnostik lain. Didalam DSM edisi ketiga yang direvisi
(DSM-III-R) dan edisi keempat (DSM-IV), gangguan kecemasan umum menjadi
suatu kesatuan diagnostik yang terpisah, tidak lagi dianggap sebagai satu kategori
sisa. Gangguan kecemasan umum didefinisikan dalam DSM-IV sebagai
kekhawatiran yang berlebihan dan meresap, disertai oleh berbagai gejala somatik,
yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau
penderitaan yang jelas bagi pasien. DSM-IV menghilangkan kategori DSM-III-R
gangguan kecemasan berlebihan pada masa anak-anak (overanxious disorder of
childhood) dan memodifikasi kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan
umum dengan memasukkan anak dan remaja dengan kecemasan berlebihan (1).

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemerikaan psikiatri pada kasus gangguan cemas menyeluruh.
b. Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksaan yang
tepat pada kasus gangguan cemas menyluruh.
1.3 Manfaat
a. Sebagai sumber media informasi tentang gangguan cemas menyeluruh.
b. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang
gangguan cemas menyeluruh.
c. Untuk memenuhi tugas case report session kepanitraan klinik di bagian
Psikiatri di RSJ PROF. HB SAANIN Padang 2018.

0
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah
suatu keadaan ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap
sekurang-kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau
aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan
bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi lainnya
Sedangkan menurut ICD-10 gangguan ini merupakan bentuk kecemasan
yang sifatnya menyeluruh dan menatap selama beberapa minggu atau bulan yang
ditandai oleh adanya kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, dan
aktivitas otonomik yang berlebihan (1; 2).

2.2 Epidemiologi
Gangguan kecemasan umum adalah suatu kondisi yang sering ditemukan,
tetapi dengan kriteria ketat dari DSM-III-R dan DSM-IV, gangguan kecemasan
umum sekarang mungkin lebih jarang ditemukan dibandingkan jika digunakan
kriteria DSM-III. Perkiraan yang diterima untuk prevalensi gangguan kecemasan
umum satu tahun terentang dari 3 sampai 8 persen. Gangguan kecemasan umum
kemungkinan merupakan gangguan yang paling sering ditemukan dengan
gangguan mental penyerta, biasanya gangguan kecemasan atau gangguan mood
lainnya. Kemungkinan 50% dengan gangguan kecemasn umum memiliki
gangguan mental lainnya (3; 4).
Rasio wanita dan laki-laki adalah kira-kira 2:1, tetapi rasio wanita
berbanding laki-laki yang mendapatkan perawatan rawat inap untuk gangguan
tersebut kira-kira adalah 1:1. Usia onset adalah sukar untuk ditentukan, karena
sebagian besar pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama
yang dapat mereka ingat. Pasien biasanya datang untuk mendapatkan perawatan
dokter pada usia 20 tahunan, walaupun kontak pertama dengan klinisi dapat
terjadi pada hampir setiap usia. hanya sepertiga pasien yang menderita gangguan

1
kecemasan umum mencari pengobatan psikiatrik. Banyak pasien pergi ke dokter
umum, dokter penyakit dalam, dokter specialis kardiologi, specialis paru-paru,
atau dokter specialis gastrointenterologi untuk mencari pengobatan spesifik
gangguan (3; 4).

2.3 Etiologi
Seperti pada sebagian besar gangguan mental, penyebab gangguan
kecemasan umum adalah tidak diketahui. Seperti yang sekarang didefinisikan,
gangguan kecemasan umum kemungkinan mempengaruhi kelompok pasien yang
heterogen. Kemungkinan karena derajat kecemasan tertentu adalah normal dan
adaptif, membedakan kecemasan normal dari kecemasan patologis dan
membedakan faktor penyebab biologis dari faktor psikososial adalah sulit. Faktor
biologis dan psikologis kemungkinan bekerja sama (3).
2.3.1 Faktor biologis
Manfaat terapeutik benzodiazepin dan azapirone sebagai contohm
buspirone telah memusatkan usaha penelitian biologis pada sistem
neurotrannsmiter gamma-aminobutyric acid (GABA) dan serotonin (5-
hydroxytryptamine [5-HT]). Benzodiazepine (yang merupakan agonis reseptor
benzodiazepine) diketahui menurunkan kecemasan, sedangkan flumazenil
(Mazicon) (suatu antagonis reseptor benzodiazepine) dan beta-carboline (agonis
kebalikan reseptor benzodiazepine) diketahuai menginduksi kecemasan.
Walaupun tidak ada data yang menyakinkan yang menyatakan bahwa reseptor
benzodiazepine adalah abnormal pada pasien dengan gangguan kecemasan umum,
beberapa penelitian telah memusatkan pada beberapa lobus osipitalis, yang
memiliki kinsentrasi benzodiazepine tertinggi diotak. Daerah otak lain yang telah
dihipotesiskan terlibat didalam gangguan kecemasan umum adalah ganglia
basalis, sistem limbik, dan korteks frontalis. Karena buspirone adalah suatu agonis
reseptor 5-HTia, beberpa kelompokpenelitian memusatkan pada hipotesis bahwa
regulasi sistem serotonergik pada gangguan kecemasan umum adalah abnormal.
Sistem neurotranmiter lainnya yang merupakan sasaran penelitian pada gangguan
kecemasan umum adalah sistem neurotransmiter nonepineprine, glutamat, dan
kolesistokinin. Beberapa bukti menyatakan bahwa pasien dengan gangguan
kecemasan umum mungkin memiliki subsensitivitas pada reseptor adrenergik-

2
alfa2 seperti yang dinyatakan oleh penumpulan pelepasan hormon pertumbuhan
setelah infus clonidine (catapres) (3).
Hanya sejumlah terbatas penelitian pencitraan otak pada pasien dengan
gangguan kecemasan umum telah dilakukan. Satu penelitian tomografi emisi
positron (PET:positron emissoion tomography) melaporkan suatu penurunan
kecepatan metabolik diganglia basalis dan substansia putih pada pasien gangguan
kecemasan umum dibandingkan kontrol normal. Sejumlah penelitian genetik telah
juga dilakukan dalam bidang ini. Satu penelitian menemukan bahwa hubungan
genetika mungkin terjadi antara gangguan kecemasan umum dan gangguan
depresif berat pada wanita. Penelitian lain menemukan adanya komponen genetik
yang terpisah tetapi sulit untuk ditentukan pada gangguan kecemasan umum.
Kira-kira 25% sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan
kecemasan umum juga terkena gangguan. Sanak saudara laki-laki lebih sering
menderita suatu gangguan penggunaan alkohol. Beberapa laporab penelitian pada
anak kembar menyatakan suatu angka kesesuaian 50% pada kembar monozigotik
dan 15% pada kembar dizigotik (3).
Berbagai kelainan elektroensefalogram (EEG) telah ditemukan dalam
irama alfa dan potensial cetusan. Penelitian EEG tidur telah melaporkan
peningkatan diskontinuitas tidur, penurunan tidur REM (rapid eye movement).
Perubahan pada arsitektur tidur adalah berbeda dari perubahan yang ditemukan
pada gangguan depresif (3).

2.3.2 Faktor Psikososial


Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang menyebabkan
perkembangan gangguan kecemasan umum dalah bidang kognitif perilaku dan
bidang psikoanalitik. Bidang kognitif perilaku menghipotesiskan bahwa pasien
dengan gangguan kecemasan umum adalah berespon secara tidak tepat dan tidak
akurat terhadap bahaya yang dihadapi. Ketidakakuratan tersebut disebabkan oleh
perhatian selektif terhadap perincian negatif didalam lingkungan, oleh distorsi
pemerosesan informasi, dan oleh pandangan yang terlalu negatif tentang
kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Bidang psikoanalitik
menghipotesiskan bahwa kecemasan adalah suatu gejala konflik bahwa sadar
yang tidak terpecahkan. Teori psikologis tentang kecemasan tersebut pertama kali

3
dianjurkan oleh Sigmund Freud pada tahun 1909 dengan penjelasannya tentang
Little Hans, sebelumnya freud telah memandang kecemasan sebagai memiliki
dasar fisiologis (3).
Suatu hierarki kecemasan adalah berhubungan dengan berbagai tingkat
perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif, kecemasan mungkin
berhubungan dengan ketakutan akan penghancurkan atau fusi dengan orang lain.
Pada tingkat perkembangan yang lebih matur, kecemasan adalah berhubungan
yang lebih matur, kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek
yang dicintai. Pada tingkat yang masih lebih matur, kecemasan adalah
berhubungan dengan hilangnya cinta dari objek yang penting. Kecemasan kastrasi
adalah berhubungan dengan fase oedipal dari perkembangan dan dianggap
merupakan satu tingkat tertinggi dari kecemasan. Kecemasan superego, ketakutan
mengecewakan gagasan dan nilai sendiri (didapatkan dari orangtua yang
diinternalisasikan), adalah bentuk kecemasan yang paling matur (3).
Sehubungan dengan faktor-faktor psikolgik yang berperan dalam
terjadinya anxietas ada tiga teori yang berhubungan dengan hal ini, yaitu : teori
psikoanalitik, teori behavorial, dan teori eksistensial. Menurut teori psiko-analitik
terjadinya anxietas ini adalah akibat dari konflik unconscious yang tidak
terselesaikan. Teori behavior beranggapan bahwa terjadinya anxietas ini adalah
akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti terhadap bahaya. Ketidaktelitian ini
sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif pada detil-detil negative dalam
kehidupan, penyimpangan dalam proses informasi, dan pandangan yang negative
terhadap kemampuan pengendalian dirinya . Teori eksistensial bependapat bahwa
terjadinya anxietas adalah akibat tidakadanya rangsang yang dapat diidentifikasi
secara spesifik. Ketiadaan ini membuat orang menjadi sadar akan kehampaannya
di dalam kehidupan ini (5).

2.4 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan umum:
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan (harapan yang
mengkhawatirkan) yang lebih banyak dibandingkan tidak terjadi selama 6
bulan, tentang sejumlah kejadian atau aktifitas (seperti pekerjaan dan
prestasi sekolah)

4
b. Orang yang merasa sulit mengendalikan ketakutan
c. Kecemasan dan kekhawatiran adalah disertai oleh 3 ( atau lebih) dari
gejala berikut ini :
1. Kegelisahan
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur
d. Kecemasan, kekhawatiran atau gejala fisik yang menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial
e. Gangguan bukan karena efek psikoilogis langsung dari suatu zat, kondisi
medis umum, dan tidak terjadi semata-mata gangguan mood, gangguan
psikotik atau perkembangan pervasif (1; 3; 4; 6).

2.5 Gambaran Klinis


Gejala utama dari gangguan kecemasan umum adalah kecemasan,
ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, dan kewaspadaan kognitif.
Kecemasan adalah berlebihan dan mengganggu aspek lain kehidupan pasien.
Ketegangan motorik paling sering dimanifestasikan sebagai kegemetaran,
kegelisahan dan nyeri kepala. Hiperaktivitas sering kali dimanifestasikan oleh
sesak nafas, keringat berlebihan, palpitasi dan berbagai gejala gastrointestinal.
Kewaspadaan kognitif ditandai oleh sifat lekas tersinggung dan mudahnya
pasien dikejutkan. Sering sekali, pasien dengan gangguan kecemasan umum
menghubungi dokter umum atau dokter penyakit dalam untuk membantu
beberapa gejala somatic. Selain itu, pasien pergi ke dokter spesialis untuk gejala
spesifik – sebagai contoh, diare kronis. Gangguan medis nonpsikiatrik spesifik
jaraang ditemukan, dan pasien adaalah bervariasi dalam perilaku mencari dokter.
Beberapa pasien menerima suatu diagnosis gangguan kecemasan umum dan
pengobatan yang sesuai; yang lainnya mencari konsultasi tambahan untuk
masalah mereka (3).

5
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kecemasan umum adalah semua kondisi medis yang
menyebabkan kecemasan. Pemeriksaan medis yang dimaksud adalah tes kimia,
darah standar, elektrokardiogram , dan fungsi tiroid. Pemeriksaan status mental
harus menggali kemungkinan gangguan panik, fobia, dan gangguan obsesif
kompulsif, membedakan gangguan kecemasan umum dari ganggua depresif berat
dan gangguan distimik pada kenyataannya, ganggguan tersebut seringkali terdapat
bersama-sama. kemungkinan diagnosis lain adalah gangguan penyesuaian dengan
kecemasan, hipokondriasi, gangguan hiperaktifitas dan gangguan kepribadian (3).

2.7 Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan
gangguan kecemasan umum, perjalanan klinis dan prognosis gangguan adalah
sukar untuk diperkirakan. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum
adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% pasien
akhirnya mengalami gangguan panik, Sejumlah besar pasien kemungkinan
memiliki gangguan depresi mayor (1; 4).

2.8 Terapi
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan kecemasan
umum adalah kemungkinan pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapeutik,
farmakoterapeutik, dan pendekatan suportif. Pengobatan mungkin memerlukan
cukup banyak waktu bagi klinisi yang terlibat, terlepas dari apakah klinisi adalah
seorang dokter psikiatrik, seorang dokter keluarga, atau spesialis lainnya (7).
a. Farmakoterapi
Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat
hasil laboratorium dengan mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dan
gamma aminobutryc acid (GABA). Dengan positron emission tomography (PET)
juga ditemukan kelainan (disregulasi) pembuluh darah serebral (8).
Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat
psikoleptik, yaitu benzodiazepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah
Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam,
Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam (9).

6
Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter
secara ketat, penggunaan obat-obat antiansietas dapat mengakibatkan beberapa
efek samping. Pasien dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal dan paru
haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan ini. Pada anak dan orangtua dapat
juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan (paradoxes reaction) seperti
meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi atau gangguan tidur.
Beberapa efek samping penggunaan obat antiansietas adalah:
 Sedative (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik
menurun, dan kemampuan kognitif melemah)
 Rasa lemas dan cepat lelah
 Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan
obat biasanya terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba
(maksimum pemberian obat selama 3 bulan). Penghentian obat secara
mendadak memberikan gejala putus obat (rebound phenomenon) seperti
(9;
kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor, palpitasi atau insomnia
10)
.
Keputusan untuk meresepkan suatu ansiolitik pada pasien dengan
gangguan kecemasan umum harus jarang dilakukan pada kunjungan pertama.
Karena sifat gangguan yang berlangsung lama, suatu rencana pengobatan harus
dengan cermat dijelaskan. Dua obat utama yang harus dipertimbangkan dalam
pengobatan gangguan kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepine.
Obat lain yang mungkin berguna adalah obat trisklik sebagai contoh imipramine.
Walaupun terapi obat untuk gangguan kecemasan umum sering kali
dipandang sebagai pengobatan selama 6 sampai 12 bulan, beberapa bukti
menyatakan bawa pengobatan harus jangka panjang, kemungkinan seumur hidup.
Kira kira 25 persen pasien menagalami kekambuhan dalam bulan pertama setelah
dihentikan terapi, dan 60 sampai 80 persen kambuih selama perjalanan tahun
selanjutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi tergantung pada benzodiazepine,
tidak ada toleransi yang berkembang untuk efek terapeutik (1; 3; 4).
Benzodiazepin. Merupakan obat pilihan pertama untuk gangguan kecemasan
umum. Pada gangguan benzodiazepine dapat diresepkan atas dasar jika
diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepine kerja cepat jika mereka
merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan alternative adalah dengan meresepkan

7
benzodiazepine untuk suatu periode terbatas, selama mana pendekatan terapeutik
psikososial diterapkan (4).
Beberapa masalah adalah berhubungan dengan pemakaian benzodiazepine
dalam gangguan kecemasan umum. Kira kira 25-30 % dari semua pasien tidak
berespons, dan dapat terjadi toleransi dan ketergantungan. Beberapa pasien juga
mengalami gangguan kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian,
(8;
adalah berada dalam resiko untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor
10)
.
Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodiazepine harus
dipertimbangkan dan spesifik. Diagnosis pasien, gejala sasaran spesifik, dan
lamanya pengobatan semuanya harus ditentukan. Dan harus diberikan informasi
kepada pasien. Pengobatan untuk sebagian besar keadaan kecemasan berlangsung
selama dua sampai enam minggu, diikuti oleh satu atau dua minggu menurunkan
obat perlahan-lahan sebelum akhirnya obat dihentikan (4; 9; 10).
Untuk pengobatan kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada
rentang rendah terapeutiknya dan meningkatkan dosis untuk mencapai respons
terapeutik. Pemakaian benzodiazepine dengan waktu paruh sedang ( 8 – 15 jam )
kemungkinan menghindari beberapa efek merugikan yang berhubungan dengan
penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh panjang. Pemakaian dosis terbagi
mencegah perkembangan efek merugikan yang berhubungan dengan kadar plasma
puncak yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan dengan benzodiazepine mungkin
lebih dari sekedar efek anti kecemasan. Sebagai contoh, obat dapat menyebabkan
pasien memandang beberapa kejadian dalam pandangan yang positif. Obat juga
dapat memiliki kerja disinhibisi ringan, serupa dengan yang dilihat setelah
sejumlah kecil alkohol (4; 9).
Buspirone. Buspirone kemungkinan besar efektif pada 60 – 80% pasien dengan
gangguan kecemasan umum. Data menyatakan bahwa buspirone lebih efektif
dalam menurunkan gejala kognitif dari gangguan kecemasan umum dibandingkan
dengan menurunkan gejala somatik. tidak adanya gejala putus obat. Bukti-bukti
juga menyatakan bahwa pasien yang sebelumnya telah diobati dengan
benzodiazepine kemungkinan tidak berespons baik dengan pengobatan buspirone.
Tidak adanya respons tersebut mungkin disebabkan oleh tidak adanya efek
nonansiolitik dari benzodiazepine, yang terjadi pada terapi buspirone. Kerugian

8
utama dari buspirone adalah bahwa efeknya memerlukan 2 – 3 minggu. Dapat
dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian
di lakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi
buspiron sudah mencapai maksimal (4).

SSRI (Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors)


Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin.
Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI selektif terutama
terhadap pasien GAD dengan riwayat depresi (4).

b. Psikoterapi
Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun
terapi psikologis yang beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan
kepribadian klien. Penerapan metode dapat secara personal maupun group
(perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan medis dan
psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui bahwa tidak ada pengobatan
jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan
lebih kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini.
Pendekatan psikoterapi untuk gangguan kecemasan menyeluruh meliputi:
1. Terapi kognitif perilaku, terapi ini memiliki keunggulan jangka panjang dan
jangka pendek. Pendekatan kognitif secara langsung menjawab distorsi
kognitif pasien dan pendekatan perilaku menjawab keluhan somatik secara
langsung.
2. Terapi suportif, terapi yang menawarkan ketentraman dan kenyamanan bagi
pasien.
3. Terapi berorientasi tilikan, memusatkan untuk mengungkapkan konflik bawah
sadar dan mengenali keuatan ego pasien (7).
Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah
cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan
pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk
penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik.
Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam
group support yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa

9
sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk
mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat diambil sebagai group support
ini.

Mencegah Kemunculan Gangguan Kecemasan


1) Kontrol pernafasan yang baik
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan
otak "bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh
otak. Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat,
ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat
tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual.
Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-
lahan akan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat
menghindari srangan panik.
2) Melakukan Relaksasi
Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada
leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan
melakukan teknik relaksasi dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik
pernafasan, usahakanlah menemukan kenyamanan selama 30 menit.
3) Intervensi kognitif
Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi permasalahan,
pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran.
caranya adalah dengan melakukan intervensi pikiran negatif dengan pikiran
positif, sugesti diri dengan hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang
tidak realistik. Bila tubuh dan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka
pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif dapat meuncul. Ide-ide kreatif
dapat dikembangkan dalam menyelesaikan permasalahan.
4) Pendekatan agama
Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan
terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-
harapan positif. Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan
memberikan rasa nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi
masalah. Rasa cemas akan turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam,

10
bila iman semakin kuat maka dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada
simtom depresi akan hilang.
5) Pendekatan keluarga
Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan. Jangan ragu
untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota
keluarga. Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa
kondisi Anda saat ini sangat tidak menguntungkan dan membutuhkan
dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama
Anda untuk memecahakan masalah Anda yang terbaik.
6) Olahraga
Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olahraga akan menyalurkan
tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan
memberikan rasa nyaman kepada diri Anda.

2.9 Prognosis
Pada kasus ini prognosa pasien adalah dubia, karena gangguan cemas
menyeluruh pada pasien ini bersifat kronis yang mungkin seumur hidup, dan
sering mengalami kekambuhan, namun pada pasien ini fungsi sosialnya baik.

LAPORAN KASUS

Pasien datang ke Poliklinik RSJ PROF Dr. HB SA’ANIN PADANG pada


hari Jumat, 27 April 2018 pukul 11.00 WITA. Anamnesa dan Pemeriksaan
dilakukan pada hari dan jam yang sama di RSJ PROF Dr. HB SA’ANIN
PADANG. Pasien datang ke RSJ PROF Dr. HB SA’ANIN PADANG, diantar
oleh keluarganya. sumber autoanamnesis berasal dari pasien sendiri.

11
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DM
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jambak
Alamat :

Status Psikiatri

II. Anamnesa
Keluhan Utama
Pasien sering merasa cemas dan takut.

Riwayat perjalanan penyakit sekarang


Autoanamnesis oleh pasien yang bersangkutan dan Alloanamnesis
diberikan oleh suami pasien.

Autoanamnesa :
Perasaan cemas ini dirasakan sejak 15 tahun yang lalu, pasien mengeluh
sering merasa cemas secara mendadak, yang diikuti rasa pusing, telapak tangan
berkeringat, jantung berdebar-debar. Ia juga mengaku jika serangan cemas itu ada,
maka akan menggangu kemampuannya untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan
sesuatu, apabila perasaan cemas itu datang pasien juga sulit untuk tidur. Perasaan
tersebut ditemukan pada sebagian waktu selama 15 tahun lalu, Pasien sendiri
mengaku tidak mengetahui secara pasti mengapa dia sering mengalami ketakutan,
pasien mengaku tidak ada keadaan khusus yang menyebabkan dia merasa cemas
seperti ini,dan perasaan cemas ini muncul tidak pernah terbatas pada periode yang
jelas.

12
Karena gejalanya ini, ia pergi ke dokter umum di daerahnya, dan dokter
tersebut menyuruhnya ke seorang dokter saraf, dan dokter penyakit dalam.
Menurut pengakuan pasien hasil tes darah, dan tes fungsi kelenjar thyroid normal,
dan gambaran jantung juga normal saja menurut dokternya.
Pasien mengaku apabila perasaan ini muncul ia tidak dapat mengerjakan
pekerjaan rumah, ia cenderung memilih meninggalkan pekerjaan rumahnya,
pasien mengaku kesulitan dalam melakukan beberapa kegiatan sehari-harinya
ketika terjadinya peningkatan kecemasan, keadaan ini cukup mengganggu kontak
sosialnya dengan orang-orang sekitarnya tetapi menurutnya dia tetap berfungsi
penuh secara sosial dan dapat melakukan pekerjaan dengan baik ketika kecemasan
itu tidak ada.
Menurut pasien, pada tahun 2003 pasien mengaku dulu sempat sedikit
merasa cemas karena sempat cekcok dengan keluarga yaitu, dengan tantenya
karna masalah persukuan ia merasa pikiranya agak kacau ketika masalahnya
dengan keluarga belum terselesaikan, tetapi seiring dengan berjalannya waktu ia
mengakui tidak pernah memikirkannya lagi, karna masalah persukuan dengan
tantenya pun sudah terselesaikan. Pasien mengaku saat ini tidak ada masalah di
dalam keluarganya, tidak ada masalah yang membuatnya cemas, pasien adalah
tipe orang yang terbuka terhadap suaminyanya dalam berumah tangga.

Alloanamnesa:
Menurut suami pasien, keluhan kecemasan ini sering dirasakan pasien,
ketika kecemasan itu datang, saat itu juga pasien berkeringat dan mengaku
kepalanya sakit dan jantungnya berdebar-debar, pasien juga sulit untuk tidur, dan
terkadang terbangun di malam hari, Pasien biasanya sulit melakukan pekerjaan
rumah saat penyakitnya itu muncul. Menurutnya, tidak ada keadaan atau
seseorang yang menyebabkan istrinya merasa cemas seperti itu, dan perasaan
cemas itu muncul tidak pernah terbatas pada periode yang jelas.
Pasien pertama kali mengalami keadaan seperti ini pada tahun 2016.
Menurut keterangan suaminya, saat itu hampir dua bulan istrinya mengeluhkan
hal tersebut dan akhirnya kemudian istrinya memutuskan untuk berobat ke dokter.
Sebelumnya pasien pernah bercerita kepada suaminya bahwa pasien sempat
merasa cemas 15 tahun yang lalu, karena cekcok masalah persukuan dengan

13
tantenya, tetapi seiring dengan berjalannya waktu ia mengakui tidak pernah
memikirkannya lagi, karna masalah persukuan dengan tantenya pun sudah
terselesaikan, dan untuk serangan cemas di tahun-tahun selanjutnya, menurut
suaminya tidak ada faktor yang mencetuskannya, tidak ada masalah di dalam
keluarga, istrinya biasa mengeluhkan cemas ini secara tiba-tiba dan tidak terbatas
pada wakktu yang jelas.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat mengalami kejang demam (-), kejang tanpa demam (-), penyakit
malaria (-), thypoid (-), trauma kepala (-)
 Riwayat mengkonsumsi minuman alkohol (-), narkoba (-), merokok (-)
 Riwayat rawat inap (-)
 Riwayat rawat jalan di RSJ (+)

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa
dengan pasien.

Gambaran Kepribadian
Pasien merupakan pribadi yang supel, terbuka dan suka bercerita pada
suaminya, dan peduli dengan kondisi keluarga.

Riwayat perkawinan
Pasien sudah menikah 26 tahun dan memiliki 4 orang anak.
Riwayat sosial ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.
Riwayat religius
Pasien rajin beribadah.
Hubungan dengan keluarga dan lingkungan
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga. Pasien
juga selalu menjaga komunikasi dengan tetangga dan orang di sekitar rumah
lainnya.

14
Genogram
Pasien merupakan anak ke 4 dari 6 bersaudara,dan memiliki 4 orang anak

Keterangan :

= Laki-laki = menunjukkan pasien

= Perempuan

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis Kooperaif
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 82 x/ menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Sistem kardiovaskular : normal
Sistem respiratorik : normal
Sistem gastrointestinal : normal
Sistem urogenital : normal
Kelainan khusus : normal

a. Status Neurologikus
Tanda meningeal : Tidak didapatkan kelainan
Tekanan intrakranial : tidak didapatkan kelainan

15
Mata
Gerakan : normal, strabismus (-)
Pupil : isokor 3mm/3mm, midriasis (-)
Diplopia : Tidak ada
Visus : secara kasar normal

b. Status Psikiari/Mental
 Kesan umum
Penampilan : Rapi
 Sikap : Kooperatif
 Orientasi : orientasi orang, waktu, tempat, atensi Tidak terganggu
 Verbalisasi : jelas
 Psikomotor : dalam batas normal
 Kontak psikis : Bisa dilakukan
 Emosi/afek : stabil/afek sesuai
 Mood : Euthym
 Proses pikir : Koheren
 Isi pikiran : waham (-)
 Intelegensi : baik
 Persepsi : halusinasi visual (-), auditori (-); ilusi (-)
 Insight : baik
 Tilikan :6
Ikhtisar & Kesimpulan Pemeriksaan Psikiatri
A. Keadaan Umum
o Kesadaran : compos mentis kooperaif
o Sikap : kooperatif
o Tingkah laku : tenang
o Perhatian : baik
o Inisiatif : baik
o Ekspresi wajah : normal
o Verbalisasi : (+) lancar

16
B. Keadaan Spesifik
Keadaan Afek
o Afek : sesuai
o Arus Emosi : stabil
Keadaan dan fungsi Intelek
o Daya Ingat : baik
o Konsentrasi : baik
o Orientasi : baik
o Insight : baik
Keadaan Proses berpikir
o Bentuk fikiran : cepat
o Arus fikiran : koheren
o Isi : waham (-)
Keadaan sensasi dan persepsi
o Halusinasi : visual dan auditori (-)
o Ilusi : (-)
Keadaan intelektual dan perbuatan
o Kegaduhan umum : (-)
o Deviasi seksual : (-)
Psikomotor : normal
Kemauan : ADL (+) mandiri
C. Diagnosis
Formulasi Diagnosis
 Seorang laki-laki, usia 53 tahun, beragama Islam, status menikah, lulusan
SD, bekerja sebagai nelayan, tinggal di......... Datang berobat ke RSJ
PROF Dr. HB SA’ANIN PADANG pada hari Jumat, 27 April 2018 pukul
11.00.
 Perasaan cemas ini dirasakan sejak 22 tahun yang lalu, pasien mengeluh
sering merasa cemas, yang diikuti rasa pusing, telapak tangan berkeringat,
jantung berdebar-debar. Ia juga mengaku jika serangan cemas itu ada,
mengalami perasaan terjaga yang sering kali menggangu kemampuannya
untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu, apabila perasaan cemas
itu datang pasien juga sulit untuk tidur. Perasaan tersebut ditemukan pada

17
sebagian waktu selama 22 tahun sebelumnya; Pasien mengaku tidak ada
keadaan khusus yang menyebabkan dia merasa cemas seperti ini,dan
perasaan cemas ini muncul tidak pernah terbatas pada periode yang jelas.
Pasien mengaku apabila perasaan ini muncul ia tidak dapat bekerja, ia
cenderung memilih diam di rumah dan meninggalkan pekerjaannya,
sehingga pasien tidak bisa bekerja, pasien mengaku kesulitan dalam
melakukan beberapa kegiatan sehari-harinya ketika terjadinya peningkatan
kecemasan, keadaan ini cukup mengganggu kontak sosialnya dengan
orang-orang sekitarnya, tetapi berfungsi penuh secara sosial dan dapat
melakukan pekerjaan dengan baik ketika kecemasan itu tidak ada.
 Pasien merupakan pribadi yang supel, dan terbuka dan suka bercerita pada
istrinya, dan peduli dengan kondisi keluarga. Pasien memiliki hubungan
yang baik dengan anggota keluarga. Pasien juga selalu menjaga
komunikasi dengan tetangga dan orang di sekitar rumah lainnya.
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi nafas = 22 x/menit,. Pada
pemeriksaan kardiovaskular, respiratorik, gastrointestinal, urogenital dan
neurologis tidak didapatkan kelainan.
 Kejadian awal yang membuat pasien mengalami cemas seperti ini,
menurut keluarga pasien, adalah 22 tahun yang lalu, pasien sempat sedikit
merasa cemas karena keadaan ekonomi keluarganya yang berkekurangan,
ia sempat sedikit takut tidak dapat menyekolahkan anaknya, tetapi seiring
dengan berjalannya waktu ia mengakui tidak pernah memikirkannya lagi,
anak-anaknya pun semua mengerti keadaan perekonomian keluarganya
 Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan penampilan rapi, tenang,
kooperatif, orientasi tidak terganggu, atensi baik, emosi stabil, bentuk
pikiran cepat, arus pikiran koheren, waham (-), halusinasi visual dan
auditori (-), kemauan ADL mandiri, intelegensi baik, psikomotor normal,
insight baik.

D. Diagnosis Multiaksial
 Aksis I : F.41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
 Aksis II : tidak ada diagnosis untuk aksis ini

18
 Aksis III : tidak ada diagnosis untuk aksis ini
 Aksis IV : Pendapatan yang kurang
 Aksis V : GAF SCALE 90-81

E. Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Diazepam tab 5mg 2x1
Psikoterapi
Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah
cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan
pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan
untuk penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik.

Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam


group support yang mendukung proses treatment. Group support dapat
berupa sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh
konselor/terapis untuk mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat
diambil sebagai group support ini.

F. Prognosis
Dubia

19
KESIMPULAN

Diagnosis F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh pada pasien laki-laki, usia


53 tahun ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan psikiatri.
Pasien ini menujukan adanya gambaran gangguan anxietas menyeluruh
yaitu kecemasan muncul dalam setiap hari secara bervariasi setidaknya selama 6
bulan. Beberapa simptom yang ada lainnya seperti kecemasan, ketegangan
motorik, hiperaktivitas otonomik, dan kewaspadaan kognitif; kekhawatiran
terhadap sesuatu hal yang tidak pasti, sulit berkonsentrasi, gelisah, kesulitan tidur,
Sering berdebar tanpa sebab yang jelas, sakit kepala. Karena keluhannya ini sudah
dirasakan sejak 20 tahun yang lalu, maka dapat digolongkan sebagai gangguan
cemas menyeluruh.
Pada pasien ini, mengaku kesulitan dalam melakukan beberapa kegiatan
sehari-harinya ketika terjadinya peningkatan kecemasan, akan tetapi dia tetap
berfungsi penuh secara sosial dan dapat melakukan pekerjaan dengan baik ketika
kecemasan itu tidak ada.

20
Pada kasus ini, penegakkan diagnosis disesuaikan dengan literatur menurut
kriteria PPDGJ III dan DSM-IV-TR.

DAFTAR PUSTAKA

1. Idrus, M. Anxietas dan Hipertensi. J Med Nus Vol. 27 No.1 Januari-Maret


2006. Jakarta

2. Wibisono S. 1990 Simposium Anxietas Konsep Diagnosis dan Terapi


Mutakhir. Jakarta;

3. Kaplan H.I, Sadok B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, edisi 7 jilid 1. Bina Rupa
Aksara : Jakarta

4. Redayani, P. 2010. Gangguan Cemas Menyeluruh. dalam Buku Ajar


Psikiatri. FKUI : Jakarta

5. Maramis, Willy F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga


University Press: Surabaya.

6. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa / PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;


2001.

7. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius


FKUI; 2001

21
8. Burner, F. 2009. Anxiety (internet) 6 Mei 2009. Bersumber dari
www.emedicinehealth.com/anxiety/article31789638php diakses 29 Juli
2011)

9. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis obat Psikotropika ed.


Ketiga. Jakarta : Bagian ilmu kedokteran Jiwa FK-UNIKA Atmajaya;
2001

10. Katzung, B.G. 2002. Penyalahgunaan Obat dalam: Farmakologi Dasar


dan Klinik. Buku 2, ed.VIII. Jakarta: Salemba Medika

22

Anda mungkin juga menyukai