Anda di halaman 1dari 34

Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa LAPORAN KASUS

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun oleh :

Muhammad Rizky Ramadhan


2010017056

Dosen Pembimbing

dr. Jaya Mualimin, Sp.KJ, M.Kes,MARS

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
Juli 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini yang berjudul
“Skizofrenia paranoid”. Laporan kasus ini disusun untuk melengkapi tugas
Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas
Mulawarman RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M.Kes,
MARS yang telah membimbing dan membantu dalam melaksanakan kepaniteraan
dan dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan masukan
dengan tangan terbuka. Akhir kata kami berharap laporan kasus ini dapat berguna
bagi rekan-rekan serta semua pihak.

Samarinda, Juli 2021


Penulis,

Muhammad Rizky Ramadhan

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Skizofrenia merupakan salah satu jenis penyakit atau
gangguan kejiwaan yang serius atau gagguan mental kronis
yang dapat menurunkan kualitas hidup manusia. Penderita
Skizofrenia mengalami halusinasi, pikiran tidak logis,
waham yang menyebabkan mereka berperilaku agresif, dan
sering berteriak-teriak histeris. Walaupun gejala pada setiap
penderita bisa berbeda, tetapi secara kasat mata perilaku
penderita Skizofrenia berlainan dengan orang normal
[ CITATION Rez15 \l 1033 ]
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar 2018 jumlah
penderita gangguan jiwa di Indonesia dari tahun 2013
sampai 2018 terus meningkat. Prevalensi orang gangguan
jiwa berat (skizofrenia/psikosis) meningkat dari 0,15%
menjadi 0,18%, sementara prevalensi gangguan mental
emosional pada penduduk usia 15 tahun keatas meningkat
dari 6,1% pada tahun 2013 menjadi 9,8% pada tahun 2018
[ CITATION Kem19 \l 1033 ]. Studi epidemiologi pada tahun
2010 menyebutkan bahwa angka prevalensi Skizofrenia di
Indonesia 0,3% sampai 1% dan biasanya timbul pada usia
18–45 tahun, namun ada pula yang masih berusia 11– 12
tahun sudah menderita Skizofrenia. Insiden gangguan jiwa
berat atau Skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang. Berdasarkan jumlah tersebut 14,3%
atau sekitar 57.000 orang pernah atau sedang dipasung
[ CITATION Ida19 \l 1033 ]
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Profesi
Dokter Indonesia 2019, penanganan skizofrenia baik tanpa

1
penyulit maupun dengan penyulit (Ekstrapiramidal Sindrom
: EPS) masuk dalam kategori 4, sehingga seorang dokter
harus mampu membuat diagnosis klinis, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas sedangkan
skizofrenia dengan penyerta masuk dalam kategori 3A.
Berdasarkan uraian di atas, mengingat data epidemiologi
serta kewajiban seorang dokter dalam menangani
skizofrenia sesuai dengan kompetensinya di fasilitas
kesehatan primer, maka penulis tertarik untuk membuat
laporan kasus dengan melakukan tinjauan kepustakaan
mengenai skizofrenia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembutan laporan kasus ini adalah untuk
mengetahui Skizofrenia paranoid dan konsep umumnya
sesuai dengan standar kompetensi yang telah tercatat dalam
SKDI, sehingga dapat dilakukan diagnosis klinik serta
menentukan rujukan yang paling tepat, terutama yang bisa
dilakukan oleh dokter umum sebagai pelayan kesehatan
tingkat pertama.

1.3 Manfaat
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis
mengenai Skizofrenia Paranoid dan memudahkan penulis
untuk menegakkan diagnosis pada kasus tersebut.

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

Data Medis Pasien


A. Identitas Pasien:
1. Nama : Ny. M
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 30 Tahun
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Agama : Islam
6. Status Pernikahan : Sudah Menikah
7. Pendidikan : SD/MI
8. Alamat : Barongtongkok, Kutai Barat
9. Tanggal Pemeriksaan : 3 Juli 2021

B. Identitas Penanggung Jawab:


1. Nama : Tn. Z
2. JenisKelamin : Laki-laki

3
3. Hubungan : Suami

C. Keterangan diperolehdari:
1. Nama :
2. Hubungan dengan pasien :
3. Alamat :

D. Riwayat Psikiatri:
1. Keluhan Utama : Mendengar bisikan yang jelek-jelek

2. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Autoanamnesis :
Pasien datang ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada
Mahakam diantar oleh suami naik mobil. Saat diperiksa, pasien
mengeluhkan susah tidur karena banyak pikiran. Pasien mengaku sudah
dirawat selama tiga hari. Menurut pasien, dirinya dibawa karena suaminya
bilang pasien bisa menyakiti dirinya sendiri. Terdapat luka di tangan
pasien karena ia gigit sendiri. Saat diperiksa pasien mengaku sedang
merasa tidak karuan, mengantuk karena baru saja mengonsumsi obat, serta
terus bertanya kapan bisa balik ke rumahnya karena anaknya mau masuk
sekolah. Pasien berkata ia sering mendengar bisikan untuk menyakiti diri.
Suaranya besar mirip suara pria dan menyuruh pasien sesuatu yang jelek-
jelek. Suara tersebut muncul di waktu-waktu tertentu terutama ketika
melamun. Hubungan pasien dengan tetangga baik-baik saja begitupun
dengan keluarga. Pasien mengaku tidak pernah melihat sesuatu yang aneh-
aneh. Saat di rumah pasien suka bermain bersama anak, masak, dan
menonton televisi. Pasien berkata ia pernah berobat di RS HIS
sebelumnya. Pasien juga memiliki alergi telur. Ayah pasien memiliki
riwayat penyakit jantung dan ibu memiliki riwayat penyakit gula darah
tinggi. Pasien memiliki tujuh saudara dan ia merupakan anak ke lima.

4
b. Heteroanamnesis :
Menurut keterangan suami pasien, perubahan perilaku istrinya
dimulai sejak 5 bulan yang lalu. Awalnya suami dan istri ingin membuka
usaha sehingga meminjam ke bank untuk mendapatkan modal usaha
hingga menjaminkan sertifikat rumah. Namun, usaha tidak berjalan lancar
sehingga harus berhutang kepada rentenir untuk membayar bunga bank.
Sejak itu, rentenir sering datang ke rumah untuk menagih utang dan dilihat
oleh tetangga. Pasien merasa jadi tidak enak dengan tetangga dan
mencurigai bahwa usahanya sengaja digagalkan oleh tetangganya. Sejak
saat itu pasien sering takut akan dicari dan dibunuh oleh rentenir maupun
oleh tetangganya. 3 bulan yang lalu pernah ditemukan hampir gantung diri.
Pasien juga sering menyakiti diri dengan menyayat tangannya hingga
berbekas. Akhir-akhir ini sering kabur dari rumah jam 2 malam dan
kembali saat pagi karena mengaku ketakutan dengan tetangganya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


-

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah memiliki riwayat penyakit jantung dan ibu memiliki riwayat gula
darah tinggi. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan
pasien

5. Genogram

5
Keterangan: : Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Garis Perkawinan

: Garis Keturunan

6. Riwayat Hidup Pasien


a. Masa Kanak Awal (0-3tahun):
Lahir dengan proses normal di Pontianak. Pasien tidak banyak ingat masa
ini

b. Masa Kanak Pertengahan (3-5 tahun):


Pada masa ini pasien banyak bermain dengan teman sebayanya

c. Masa Kanak Akhir (5-13 tahun):


Pasien sekolah di Pontianak. Pergaulan dengan teman baik-baik saja.

d. Masa Remaja (13-21tahun):


Tidak sekolah

e. Masa Dewasa:
Ibu rumah tangga yang sering menghabiskan waktu dengan anak-anaknya.
Belum pernah bekerja sebelumnya

6
7. Status Fisik
Tanda Vital :
 TD : 125/81
 Nadi : 86 x/menit
 Pernapasan : 21 x/menit
 Suhu : 36,2°C
Keadaan Gizi : Baik
Kepala :-
Toraks :-
Jantung :-
Paru :-
Abdomen :-
Ekstremitas :-

8. Status Neurologik
GCS : E4V5M4
Refleksfisiologis : Tidak dievaluasi
Reflekspatologis : Tidak dievaluasi

9. StatusPsikiatri
Keadaan Umum : Wajah sesuai usia, cara duduk tenang, bersikap
baik terhadap pemeriksa, sering menguap atau
mengantuk
Sikap / Tingkah Laku : Sikap tenang, tingkah laku baik
Kesadaran : Komposmentis
Kontak / Rapport : Verbal: Baik, bicara tidak lancer namun relevan
Non-Verbal; Baik, kontak mata jarang
Atensi / Konsentrasi : Baik
Orientasi : Waktu : Tidak terganggu
Tempat : Tidak terganggu
Orang : Tidak terganggu
Mood / Afek : Mood: Kosong Afek: Sempit

7
Proses Berfikir : Bentuk pikiran: Realistis, Arus pikiran: Blocking,
Isi pikiran: Baik
Persepsi : Terdapat halusinasi auditorius
Intelegensi : Sesuai dengan tingkat pendidikan
Psikomotor : Dalam batas normal

10. Pemeriksaan Penunjang :-

11. DiagnosisMultiaksial
AksisI : F 20.0 Skizofrenia Paranoid
AksisII :-
AksisIII :-
AksisIV : Masalah Ekonomi
AksisV : GAF 40-31

12. Penatalaksanaan
1) Non farmakologi
Edukasi keluarga dan psikoterapi suportif
2) Farmakologi
Risperidone 2 mg 2x1 Tab

13. Usul Pemeriksaan:

14. Prognosis:
Dubia ad Bonam

15. Diagnosis Banding:


- F20.3 Skizofrenia Tak Terinci
- F22.0 Gangguan Waham

8
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu skizo (pecah) dan frenia
(kepribadian). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang kompleks dengan
berbagai ekspresi fenotip [ CITATION Ami17 \l 1033 ] Skizofrenia adalah
gangguan kesehatan mental kronis yang kompleks yang ditandai dengan
serangkaian gejala, termasuk delusi, halusinasi, ucapan atau perilaku yang tidak
teratur, dan gangguan kemampuan kognitif. Awal penyakit ini, bersama dengan
perjalanan kronisnya, menjadikannya gangguan yang melumpuhkan bagi banyak
pasien dan keluarganya [ CITATION Kap15 \l 1033 ].

3.2 Epidemiologi
Skizofrenia Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama
hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau
dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada
perempuan antara 25-35 tahun. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi)

9
[ CITATION Ami17 \l 1033 ] . Sebanyak 50% penderita skizofrenia mengalami
disabilitas hampir seumur hidup mereka. Di dunia, skizofrenia termasuk dalam
sepuluh penyakit dengan beban biaya terbesar. Perjalanan penyakitnya sangat
heterogen. Sekitar 50% membutuhkan rawat inap satu kali atau lebih, selama
durasi sakitnya. Sebanyak 20% pasien dapat kembali bekerja sempurna dan 30%
dapat mempertahankan hubungan sosial yang stabil [ CITATION Kap15 \l 1033 ]

3.3 Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari skizofrenia belum
diketahui secara pasti. Ada beberapa hasil penelitian terkait
patofisiologi skizofrenia, yaitu sebagai berikut

❖ Faktor Genetika.

Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan


secara signifikan, kompleks dan poligen. Sesuai dengan
penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia
adalah gangguan bersifat keluarga (misalnya; terdapat
dalam keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan
semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar
monozigot mernpunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi
sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada
penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua
skizoftenia, diadopsi waktu lahir oleh keluarga normal,
peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak- anak
tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.
Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada
keluarga skizofrenia dan secara genetik dengan gangguan
kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan spektrum
skizofrenia), gangguan obsesif-kompulsif, dan
kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian

10
paranoid dan antisosial. Diperkirakan bahwa yang
diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia
melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat,
mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi
skizofrenia atau tidak[ CITATION Ami17 \l 1033 ]

❖ Gangguan Neurotransmiter

- Hipotesis dopamin

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui secara


pasti. Hipotesis yang paling banyak yaitu terjadinya
peningkatan aktivitas dopamin sentral. Hiperaktivitas
dopamin di sistem limbik dikaitkan dengan simtom positif.
Antipsikotika yang bersifat antagonis D2, efektif mengobati
simtom positif. Obat obat yang meningkatkan aktivitas D2
memperburuk simtom positif skizofrenia [ CITATION Kap15 \l
1033 ]

- Hipotesis glutamate

Fensiklidin dan ketamin bekerja menghambat kanal


ion reseptor glutamatergic N-methyl-D-aspartate (NMDA),
yang menyebabkan hipofungsi NMDA dan mencetuskan
psikosis. Psikosisnya tidak hanya berbentuk gejala positif
skizofrenia tetapi, pada beberapa pasien, terjadi keadaan
yang mirip dengan defisit skizofrenia atau psikosis
deteriorasi kronik. Peningkatan kadar dopamin pada ganglia
basalis pasien dengan skizofrenia merupakan akibat
rendahnya glutamat neuron kortiko-striatal [ CITATION Ami17
\l 1033 ]

- Hipotesis serotonin dan norepinefrin

11
Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan
saraf pusat (terutama 5- HT2A) dan kelebihan norepinefrin
di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita
skizofrenia). Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis
terhadap neutotransmiter tersebut terjadi perbaikan klinik
skizofrenia [ CITATION Ami17 \l 1033 ]

❖ Gangguan Morfologi dan Fungsional Otak

Tidak ada gangguan fungsional dan struktur otak


yang patognomonik ditemukan pada penderita skizofrenia.
Meskipun demikian beberapa gangguan organik dapat
terlihat (telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi
pasien dengan skizofrenia. Gangguan yang paling banyak
dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral, yang
kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit dan
atropi bilateral lobus temporal medial, serta yang lebih
spesifik yaitu gangguan girus parahipokampus,
hipokampus, dan amigdala dan disorientasi spasial sel
piramid hipokampus. Lokasi otak yang terganggu
menentukan gangguan perilaku yang ditemui pada
skizofrenia, misalnya gangguan hipokampus dikaitkan
dengan defisit memori dan atropi lobus frontalis
dihubungkan dengan gejala negatif skizofrenia. Korteks
prefrontal berperanan pada fungsi eksekutif. Gangguan
regio korteks prefrontal pada skizofrenia bermanifestasi
sebagai defisit pada memori kerja, persepsi, atensi, dan
smooth pursuit eye movement. Skizofrenia juga dikaitkan
dengan diskoneksi jaringan saraf. Disfungsi pada sirkit
kortiko-serebelum-talamik-kortek dapat pula mcnyebabkan
gangguan fungsi kognitif. Gangguan fungsi hemisfer kiri,
gangguan transmisi dan pengurangan ukuran korpus
kalosum, pengecilan vermis serebri, penurunan aliran darah

12
dan metabolisme glukosa di lobus frontal, kelainan EEG,
EP P300 auditorik (dengan QEEG) dapat pula terjadi pada
skizofrenia. Gangguan ini dapat bermanifestasi dengan
sulitnya memusatkan perhatian, perlambatan waktu reaksi,
serta berkurangnya kemampuan menamakan benda
[ CITATION Ami17 \l 1033 ]

❖ Gangguan Imunitas

Perubahan morfologi limfosit, gangguan kadar


CD4+ CD45RA+ sel T, CD8+ sel T, CD5+ sel B, γδ sel T,
peningkatan atau penurunan kadar γ-globulin serum,
peningkatan sitokin, terutama IL-2, IFN-γ dan IL-6 dan
peningkatan kadar antibodi antivirus dilaporkan pada
skizofrenia. Penemuan lain yaitu adanya antibodi
sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal (CSS) dan
limposit atipikal tipe P (terstimulasi). Berdasarkan hasil
penelitian ini diduga bahwa mekanisme autoimun berperan
dalam terjadinya skizofrenia[ CITATION Ami17 \l 1033 ]

❖ Faktor Keluarga

Dinamika keluarga memegang peranan penting


dalam terjadinya kekambuhan dan mempertahankan remisi.
Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama
keluarga yang hostilitas tinggi, memperlihatkan kecemasan
yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu
ikut campur, sangat pengkritik (keluarga dengan ekspresi
emosi tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak "dibebaskan"
oleh keluarganya”[ CITATION Ami17 \l 1033 ]

13
3.4 Manifestasi Klinis
Skizofrenia sering memperlihatkan berbagai
campuran gejala-gejala di bawah ini [ CITATION Kap15 \l 1033
]

1.) Gangguan Proses Pikir. Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir.
Pikiran mereka sering tidak dapat dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak
logis. Tanda-tandanya adalah sebagai berikut : asosiasi longgar, pemasukkan
informasi berlebihan, neologisme, terhambat, klang asosiasi, ekolalia,
konkritisasi, alogia, tangensialitas, inkoheren.

2.) Gangguan isi pikir. Terdiri dari waham yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil. Waham antara lain dapat berupa
waham kejar, waham kebesaran, waham erotomania, waham rujukan, waham
penyiaran pikiran, waham penyisipan pikiran, waham penarikkan isi pikiran,
waham dikontrol, waham nihilistik dan waham somatik

3.) Gangguan Persepsi. Halusinasi. Halusinasi yaitu pengalaman atau terjadinya


persepsi tanpa adanya stimulus eksternal. Pengalaman tersebut dirasakan sangat
jelas, kuat, memengaruhi persepsi normal dan tidak dapat dikontrol. Halusinasi
paling sering diternui dan biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga
berbentuk penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Halusinasi
pendengaran paling sering pada skizofrenia dan gangguan terkait. Bentuknya
berupa suara, satu atau beberapa orang, suara orang yang sudah dikenal atau
belum, berupa komentar tentang pasien atau peristiwa- peristiwa sekitar pasien
atau dapat pula berupa perintah atau komando. Komentar- komentar tcrsebut
dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah yang langsung ditujukan kepada
pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering (tetapi tidak selalu) diterima
pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang- kadang
pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras. Ilusi dan
depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indra terhadap objek.
Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi

14
yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya, misalnya dunia
terihat tidak nyata

4. Gangguan Emosi. Pasien skizofrenia dapat memperlihatkan berbagai ernosi dan


dapat berpindah dari satu emosi ke emosi lain dalam jangka waktu singkat. Ada
tiga afek dasar yang sering (tetapi tidak patognomonik):

- Afek tumpul atau datar

- Afek tak serasi

- Afek labil

5.) Perilaku Motorik Abnormal atau Sangat Disorganisasi. Beberapa manifestasi


perilaku motorik abnormal dan sangat disorganisasi, misalnya gerakan tubuh yang
aneh dan menyeringai, perilaku ritual, sangat ketolol-tololan, agresif, dan perilaku
seksual yang tidak pantas serta agitasi yang tak dapat diprediksi. Berbagai bentuk
perilaku abnormal lainnya, misalnya berkurangnya atau tidak adanya reaksi
terhadap lingkungan (katatonik), resisten terhadap instruksi (negativisme),
mempertahankan postur yang aneh dan rigid, tidak adanya respons motorik dan
verbal (stupor dan mutisme). Dapat pula bermanifestasi sebagai aktivitas motorik
berlebihan dan tak bertujuan tanpa sebab yang jelas (gaduh gelisah katatonik).
Gambaran lainnya yaitu gerakan streotipi berulang dan mengikuti pembicaraan
orang lain

6.) Tilikan. Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami gangguan tilikan yaitu


pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya tethadap pengobatan
(Amir, 2017)

3.5 Kriteria Diagnosis (PPDGJ-III)


Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang
amat jelas (dan biasanya 2 gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

15
A. “Thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau

“Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

“Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;

B. “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau

“Delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan


tertentu dari luar; atau

“Delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah


erhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk
ke pergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
pengideraan khusus);

“Delusional perception” = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna


sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

C. Halusinasi auditorik:

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku


pasien;

- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai


suara yang berbicara), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

D. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan atau politik tertentu, atau kekuatan di atas manusia biasa

16
(misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain.

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan


(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;

c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi


tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, dan stupor;

d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah


berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal) dan
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna
dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa
aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu,sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude), dan penarikan diri secara sosial.

F20.0 Skizofrenia Paranoid

17
Pedoman Diagnostik

- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

- Sebagai tambahan: Halusinasi dan / atau waham harus menonjol;

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,


atau halusinasi auditorik dapat berupa tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing);

b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau lain
lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;

c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan


(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity
(delusion of passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;

d) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala


katatonik, secara relatif tidak nyata / tidak menonjol

Diagnosis Banding:

- Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan

- Keadaan paranoid involusional (F22.8)

- Paranoia (F22.0)

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik

Pedoman Diagnostik

- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

- Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia


remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)

18
- Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis

- Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan


pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:

a) perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan

b) afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering


disertai cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendiri (self-absorbed smiling) atau oleh sikap tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakal dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases)

c) proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu


(rambling) serta inkoheren.

- Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir


umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose) adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat
terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien.

F20.2 Skizofrenia Katatonik

Pedoman Diagnostik

- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia

19
- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:

a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktifitas terhadap lingkungan dan


dalam gerakan serta aktivitas) atau mutisme (tidak berbicara);

b) Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan yang


tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

c) Menampilkan posisi tubuh tertentum(secara sukarela mengambil dan


mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);

d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap


semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah
yang berlawanan)

e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya


untuk menggerakkan tubuhnya)

f) Fleksibilitas cerea / “waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak


dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar, dan

g) Gejala-gejala lain seperti, command automatism (kepatuhan secara


otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.

- Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari


gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,

20
gangguan metabolik atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated)

Pedoman Diagnostik

- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia

- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,


heberfrenik, atau katatonik;

- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia residual atau depresi


pasca skizofrenia.

F20.4 Depresi Pasca-skizofrenia

Pedoman Diagnostik

- Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum


skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan

c) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling


sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-) dan telah ada dalam kurun
waktu paling sedikit 2 minggu

- Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis


menjadi episode depresif (F32.). Bila gejala skizofrenia masih jelas dan
menonjol diagnosis harus tetap salah satu dari sub tipe skizofrenia yang
sesuai dengan (F20.0-F20.3)

F20.5 Skizofrenia Residual

Pedoman Diagnostik

21
- Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :

a) gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan


psikomotorik, aktivitas yang menurun, afek yang menumpul, sikap pasif
dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk;

b) sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;

c) sedikitnya sudah melampaui kurun waktu 1 tahun, dimana intensitas dan


frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari skizofrenia;

d) tidak terdapat demensia atau penyakit / gangguan otak organik lain,


depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negatif tersebut.

F20.6 Skizofrenia Simpleks

Pedoman Diagnostik

- Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena


tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:

a) Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual (lihat F20.5 diatas) tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik, dan

b) Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,


bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

F20.8 Skizofrenia Lainnya

22
F20.9 Skizofrenia YTT

3.6 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa fase berbeda dalam terapi
pasien dengan skizofrenia [ CITATION Kem15 \l 1033 ]

Fase Akut

1) Farmakoterapi

Pada fase akut terapi bertujuan mencegah pasien


melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku
yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan
gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh
gelisah

- Langkah Pertama: Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.

- Langkah Kedua: Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan


atau isolasi hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri
dan orang lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan
dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan
digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik,
pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta
hilangnya gejala dengan segera perlu dipertimbangkan

- Obat injeksi:

a) Olanzapine, dosis 10 mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2


jam, dosis maksimum 30mg/hari.

b) Aripriprazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal 29,25


mg/hari), intramuskulus.

c) Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap


setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari.

23
d) Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum
30mg/hari

- Obat oral: Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman


pasien sebelumnya dengan antipsikotika misalnya, respons gejala terhadap
antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat tertentu
terkait cara pemberiannya. Pada fase akut, obat segera diberikan segera
setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran
dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu 1–3 minggu,
sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala (Kementerian
Kesehatan, 2015).

Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh


pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika

24
misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek
samping, kenyamanan terhadap obat tertentu terkait cara
pemberiannya. Pada fase akut, obat segera diberikan segera
setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis
anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam
waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat
mengendalikan gejala.

2) Psikoedukasi

Tujuan intervensi adalah mengurangi stimulus yang


berlebihan, stresor lingkungan dan peristiwa-peristiwa
kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau
mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik,
dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang
nyaman, toleran perlu dilakukan

3) Terapi lainnya

ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada


skizofrenia katatonik dan skizofrenia refrakter.

Fase Stabilisasi

1) Farmakoterapi

Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan


remisi gejala atau untuk mengontrol, meminimalisasi risiko
atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi
dan proses kesembuhan (recovery). Setelah diperoleh dosis
optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8
– 10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase
ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang
(long acting injectable), setiap 2-4 minggu

2) Psikoedukasi

25
Tujuan intervensi adalah meningkatkan
keterampilan orang dengan skizofrenia dan keluarga dalam
mengelola gejala. Mengajak pasien untuk mengenali gejala-
gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri,
mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik
intervensi perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase
ini

Fase Rumatan

1) Farmakoterapi

Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai


diperoleh dosis minimal yang masih mampu mencegah
kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali, terapi
diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis
dengan beberapa kali 34 kekambuhan, terapi diberikan
sampai lima tahun bahkan seumur hidup

2) Psikoedukasi

Tujuan intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan


masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif, pelatihan
keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase ini. Pada
fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola gejala
prodromal, sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya

26
BAB 4
DISKUSI

4.1 Pedoman Diagnostik Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Kriteria Diagnostik Ya Tidak Gejala/Keluhan Pasien


Memenuhi kriteria umum √ Terdapat halusinasi auditorik yang
diagnosis skizofrenia amat jelas

27
Sebagai tambahan : Halusinasi 1. Terdapat halusinasi suara-
dan/atau waham harus suara yang menyuruh
menonjol; pasien berbuat sesuatu
a) Suara-suara yang jelek-jelek
halusinasi yang 2. Memiliki waham kejar
mengancam pasien atau yakni dikejar-kejar oleh
memberi perintah, atau rentenir dan tetangga
halusinasi auditorik tanpa sehingga pasien sering
bentuk verbal berupa kabur keluar pada malam
bunyi pluit (whistling), hari jam 2 malam hingga
mendengung (humming), pagi hari
atau bunyi tawa
(laughing)

b) Halusinasi pembauan
atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh;
halusinasi visual mungkin
ada tetapi jarang
menonjol;

c) Waham dapat berupa


hampir setiap jenis, tetapi
waham
dikendalikan
(delusion of control),
dipengaruhi (delusion of
passivity), dan keyakinan
dikejarkejar yang
beraneka

ragam adalah yang paling khas;

Gangguan afektif, dorongan


kehendak dan
pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif
tidak nyata/tidak menonjol

28
4.2 Penatalaksanaan
Farmakologi: Diberikan risperidone tablet 2 kali sehari
Non-farmakologi: Psikoedukasi untuk mengurangi stimulus yang berlebihan,
stresor lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan
kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik,
dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang nyaman dan toleran perlu
dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Amir. (2017). Buku Ajar Psikiatri. FK UI.

Idaini, Y. T. (2019). Prevalensi Psikosis di Indonesia Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan

Kesehatan, 9-16.

29
Indonesia, K. K. (2019). Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.

Kaplan, S. (2015). Synopsis Of Psychiatry: Behavioral Scienes/Clinical

Psychiatry. Philadelphia: Wolters Kluwer.

Kemenkes. (2015). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa. Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia. Infodatin, 12.

Muslim , R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkasan PPDGJ-III

dan DSM-V. Cetakan 2 - Bagian Ilmu Jiwa Fakultas Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT. Nuh Jaya.

Reza. (2015). Stigma Masyarakat Terhadap Penderita Skizofrenia. Skripsi

Universitas Negeri Semarang.

30

Anda mungkin juga menyukai