Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN LONGCASE

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik


Stase Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang

Disusun Oleh:

Oktaviana Putri Utami (20204010060)

Pembimbing:

dr. Kornelis Ibrawansyah, M. Sc., Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RSJ PROF. DR. SOEROJO MAGELANG
PERIODE 7 DESEMBER 2020 – 25 DESEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SW
Usia : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kwayuhan, Gelangan, Magelang
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMK
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia

II. IDENTITAS PEMBERI INFORMASI


Nama : Ny.S
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan : Istri
Alamat : Kwayuhan, Gelangan, Magelang

III. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal : 21 Desember 2020
Alloanamnesis pada tanggal : 21 Desember 2020

1. Keluhan Utama
Mengamuk dan mencoba bunuh diri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis :
Pasien dibawa ke RSJ Soerojo pada tanggal 14 Desember 2020 oleh
keluarganya akibat mengamuk dan merusak alat rumah tangga. Pasien juga
mengancam akan bunuh diri. Ia merasa tidak mampu menahan emosinya, setelah di
PHK dari tempat kerjanya. Sebelumnya pasien adalah seorang driver sampah di salah
satu bidang usaha. Pasien adalah tulang punggung keluarganya, semenjak tidak lagi
2
bekerja ia selalu merasa sedih, bingung dan tidak berguna. Ia juga selalu
menyalahkan dirinya. Pasien beberapa kali mencoba bunuh diri dengan
menggunakan gunting namun selalu digagalkan oleh istrinya. Terkadang ia merasa
mudah marah hanya karena masalah yang sepele. Saat ini ia merasa sangat putus asa,
dan tidak memiliki semangat hidup. Pasien merasa mudah lelah meskipun ia tidak
banyak melakukan aktivitas. Bahkan untuk melakukan hobby nya sekalipun, yaitu
berenang, pasien mengaku sudah tidak tertarik. Beberapa minggu terakhir, pasien
mengeluh sulit untuk memulai tidur dan apabila sudah tertidur ia merasa mudah
sekali terbangun. Nafsu makannya pun turun, dan sering melamun.
Pasien mengaku selalu teringat akan kejadian istrinya yang pernah selingkuh
pada tahun 2008 dan 2019. Ia khawatir saat dirawat di RSJ istrinya akan
menghianatinya dan pergi dengan lelaki lain. Semenjak kejadian itu, pasien merasa
sulit untuk mempercayai istrinya lagi. Meskipun begitu, ia sangat mencintai istrinya
dan tidak ingin bercerai. Pasien selalu curiga terhadap segala tingkah laku istrinya
Pasien terkadang merasa ketakutan dan merasa ada yang memata-matainya. Ia
menyatakan seperti dikejar kejar oleh GPK. Ia juga sering mendengar suara-suara
yang menyuruhnya untuk bunuh diri saat sedang melamun dan saat hendak tidur.
Untuk mengatasi hal tersebut ia seringkali melakukan relaksasi dan berdzikir. Saat
ini ia sadar bahwa bunuh diri bukanlah hal terpuji. Pasien mengaku baru pertama kali
dirawat di RSJ Soerojo. Namun, sebelumnya ia rutin control di poli rawat jalan
karena memiliki riwayat gangguan cemas dan depresi sejak tahun 2015. Pasien
mengaku rutin minum obat Risperidon, triheksipenidil dan norpres sebelum masuk
rumah sakit. Pada tahun 2019, ia pernah putus obat selama 6 bulan. Ia menyatakan
pernah mengalami tremor, badan kaku dan air liur berlebihan setelah mengkonsumsi
obat rutin. Pasien memiliki ketergantungan terhadap alprazolam dan alcohol.
Alloanamnesis :
Pasien sering mengamuk dan mengancam akan bunuh diri dalam beberapa
minggu terakhir. Akibat tidak dapat dikendalikan, akhirnya ia dibawa ke RSJ
Soerojo pada tanggal 14 Desember 2020 pukul 22.00 WIB. Istrinya menyatakan
suaminya tersebut rutin control di poli rawat jalan RSJ Prof dr Soerojo sejak tahun
2015 akibat keluhan cemas dan depresi. Sebelumnya pasien pernah putus obat
kurang lebih 6 bulan pada tahun 2019. Sebelum masuk rumah sakit, pasien terakhir
mengkonsumsi obat pada tanggal 5 Desember 2012. Obat-obatan yang dikonsumsi

3
yaitu Triheksiphenidyl, Risperidon, Norpress dan Merlopam. Selain itu pasien adalah
perokok berat dan dulu adalah peminum alcohol.
Pasien menikah pada tahun 2003 dan memiliki 3 anak, anak yang paling kecil
masih berusia sekitar 10 tahun. Istrinya mengatakan pasien sering mengungkit-ungkit
peristiwa masa lalu yang kurang baik. Sejak saat itu, Ia sering curiga kepada istrinya
dan mudah marah. Pasien sering merasa bersalah, tidak berguna, dan tidak memiliki
semangat hidup. Istrinya pernah memergoki pasien akan bunuh diri dengan
menusukkan gunting ke perutnya, tetapi berhasil digagalkannya. Puncaknya, pada
bulan April 2020 pasien dirumahkan oleh atasannya akibat pandemic covid-19.
Pasien semakin mudah melamun,murung dan tidak mau beraktivitas di luar rumah.
Saat ini pasien tinggal bersama dengan istri dan 3 orang anaknya. Ayah pasien
sudah meninggal sejak 2016, dan ibu pasien tinggal sendiri tidak jauh dari tempat
tinggal pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Penyakit Psikiatri :
Pernah mengalami gangguan cemas dan depresi. Rutin control di RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang sejak tahun 2015. Obat rutin yang pernah dikonsumsi yaitu
truheksiphenidyl, risperidon, norpress dan merlopam
b. Riwayat Medis Umum : tidak ada
c. Penggunaan NAPZA/alcohol : dahulu sering mengkonsumsi alcohol.
Pasien memiliki ketergantungan terhadap obat alprazolam.
d. Merokok : Pasien merokok setengah bungkus
perhari

4. Riwayat Kehidupan Personal


a. Masa Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir pada tahun 1981, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Pasien merupakan anak yang dikehendaki oleh kedua orang tuanya.
b. Masa Kanak awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh keluarga sendiri.
- Psikomotorik
Tidak ada data yang valid tentang pasien mulai menunjukkan pertumbuhan
dan perkembangan seperti:

4
Pertama kali mengangkat kepala, berguling, duduk, merangkak, berdiri,
berjalan-berlari, memegang benda-benda di tangannya, dan meletakkan
segala sesuatu di mulutnya.
- Psikososial
Tidak ada data yang valid mengenai pasien diusia berapa mulai tersenyum
saat melihat wajah orang lain, dikejutkan oleh suara, Ketika tertawa pertama
pasien atau menggeliat Ketika diminta untuk bermain dan bertepuk tangan
dengan orang lain.
- Komunikasi
Tidak ada data yang valid tentang pasien seperti mulai mengucapkan kata-
kata “ibu” dan “ayah” pada umur 1 tahun.
- Emosi
Tidak ada data yang valid, reaksi pasien ketika bermain takut dengan orang
asing ketika mulai menunjukkan kecemburuan atau daya saing terhadap
lainnya dan pelatihan menggunakan toilet.
- Kognitif
Tidak ada data yang valid. Usia pasien ketika dapat mengikuti objek,
mengakui ibunya dan mengenal anggota keluarganya.
c.Masa Kanak Pertengahan(3-11 tahun)
- Psikomotor
Tidak ada data yang valid pada saat pertama kali mengendarai sepeda roda
3.
- Psikososial
Tidak ada data yang valid mengenai pergaulan pasien.
- Komunikasi
Tidak ada data yang valid mengenai komunikasi pasien dengan orang-orang
yang ada di sekitarnya.
- Emosional
Tidak ada data yang valid mengenai emosi pasien pada saat usia 3-11 tahun.
- Kognitif
Tidak ada data yang valid mengenai prestasi pasien.
d. Masa kanak akhir(11-18 tahun)
- Psikomotor
Tidak ada data yang valid mengenai aktivitas motorik pasien.
5
- Psikososial
Pasien mengalami percobaan pemerkosaan pada kelas 3 SMK oleh
temannya.
- Komunikasi
Tidak ada data yang valid mengenai komunikasi pasien dengan orang-orang
yang ada disekitarnya.
- Kognitif
Pasien memiliki prestasi memenangi kompetisi mengaji dan kompetisi
olahraga (lari)
e. Riwayat Masa Dewasa
- Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Islam dan rajin beribadah.
- Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah sampai lulus SMK
- Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai driver di salah satu bidang usaha dan di
PHK pada bulan April 2020.
- Riwayat Pernikahan
Pasien menikah sejak tahun 2003 dan dikaruniai 3 orang anak. Anak
terakhir masih SD. Kehidupan rumah tangganya kurang harmonis sejak
istrinya pernah berselingkuh pada tahun 2008.
- Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien bersosialisasi cukup baik dengan lingkungan sekitar.
- Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah terlibat masalah hukum,
- Riwayat Situasi Hidup Sekarang
Pasien tinggal bersama istri dank e tiga anaknya. Ibunya tinggal tidak
jauh dari rumahnya.

6
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit Psikiatri : Tidak ada riwayat psikiatri dalam keluarga
Riwayat Penyakit Umum : Disangkal
6. Genogram

Keterangan:
: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Meninggal

: Tinggal bersama : Distrust

7
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Vital Sign
Tekanan darah : 153/103mmHg
Nadi : 92x/menit
RR : 20x/menit
T : 36oC
SpO2 : 97%
2. Status Internus
Kepala (mata dan THT)
- Kepala : Normochepali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Hidung : Sekret (-), epistaksis (-)
- Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP meningkat (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), disfagia (-)

Thorax
- Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : Tampak sikatrik bekas tentamen suicide


Ekstremitas :

Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah


Look Edema (-), sianosis (-), scar (-), Edema (-), sianosis (-), scar (-)
tremor minimal
Feel Teraba hangat, CRT < 2 detik Teraba hangat, CRT < 2 detik
Move ROM baik ROM baik

8
3. Status Neurologis
a. GCS : E4 V5 M6
b. Kaku kuduk : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Saraf kranialis : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Reflek fisiologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Reflek patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Sensorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Motorik : Pasien tidak ada kesulitan menggerakan anggota
tubuh

V. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


21 Desember 2020
1. Deskripsi Umum
Penampilan : Laki-laki sesuai umur, tampak tattoo di tangan dan
kaki. Gizi lebih, rawat diri cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Sikap dan perilaku : Kooperatif, Normoaktif
Pembicaraan : Koheren
Perhatian dengan pemeriksa : Kontak mata dan perhatian mudah teralih
2. Afek : depresif
Keserasian : Appropriate
3. Mood : disforik
4. Bentuk pikir : realistic
5. Isi pikir : waham magic mistik (-), waham siar pikir (-),
waham sedot pikir (-), waham kendali pikir (-)
waham curiga (+), waham nihilistic (+) waham
kejar (+)
6. Arus pikir : koheren, remming
7. Persepsi
Halusinasi : Visual (-) taktil (-) audio (+)
Ilusi :-

9
8. Sensorium dan Kognitif
a. Orientasi W/T/O/S : Baik/baik/baik/baik
b. Intelegensi dan kemampuan : Baik
c. Daya ingat : Baik
d. Konsentrasi : kurang
e. Kemampuan membaca : Baik
f. Kemampuan menulis : Baik
9. Tilikan diri : 6 (kesadaran emosional tentang motif dan perasaan
dalam diri pasien)

VI. PANSS-EC
(14 Desember 2020)
Total : 20

VII. Pemeriksaan Penunjang


21 Desember 2020
MMSE (Mini Mental Status Examination): 26 (Aspek Kognitif Normal)

VIII. KUMPULAN GEJALA/SINDROM


- Gejala depresi
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah dan
menurunnya aktivitas
d. Konsentrasi dan perhatian berkurang
e. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
f. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
g. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
h. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
i. Tidur terganggu
j. Nafsu makan berkurang
k. Pembicaraan remming

- Gejala psikotik
a. Waham curiga
b. Waham kejar
c. Halusinasi auditorik

10
VIII. Diagnosis Banding Berdasarkan PPDGJ III
1. F25.0 Skizoafektif tipe depresi
2. F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
3. F33.3 Gangguan Depresif Berulang Episode Kini Berat Dengan Gejala Psikotik

F25.0 Skizoafektif Tipe Depresi

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala


gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan
disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe
depresif, gejala depresif yang menonjol.

Faktor-faktor yang berperan terhadap kejadian skizofrenia antara lain: faktor


genetik, biologis, biokimia, psikososial, status sosial ekonomi, stress, serta
penyalahgunaan.

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ - III Kondisi Pasien

· Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini


yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
Tidak Terpenuhi
bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. – Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang


berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan
isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda, atau

11
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang
asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion)
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.

b. – Delusion of control = waham tentang dirinya


dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau

- Delusion of influence = waham tentang dirinya


dipengaruhi oleh suatu kekuatantertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau
penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang
tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya ,
biasanya bersifat mistik dan mukjizat.

c. Halusional Auditorik ;

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus


menerus terhadap prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
Terpenuhi
sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah
satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut


budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia

12
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang


harus selalu ada secara jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja ,


apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan terus menerus.

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang


mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat
inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme.

F25.0 Skizoafektif Tipe Depresi

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ - III Kondisi Pasien

· Memenuhi kriteria umum diagnosis


skizofrenia
Tidak terpenuhi
· Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis
skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik
· Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia
residual atau depresi pasca skizofrenia

13
Episode Depresi Menurut PPDGJ

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ - III Kondisi Pasien


 Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan
berat)
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
saja ) dan menurunnya aktivitas Tidak terpenuhi
 Gejala lainnya
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak
berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan
diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat
keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis,
akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan
jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0)
sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan
untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode
depresif berikutnaya harus diklasifikan dibawah salah
satu diagnosis gangguan depresif berulang (F 33.0)

14
F32.0 Episode Depresif Ringan

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ - III Kondisi Pasien


Kriteria diagnosis
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama depresi seperti tersebut diatas
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala Tidak terpenuhi
lainnya
 Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu
 Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan
kegiatan sosial yang biasa dilakukannya

F32.1 Episode Depresif Sedang

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ - III Kondisi Pasien


Kriteria diagnostik
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari gejala
utama depresi seperti pada episode depresi
ringan F30.0) Tidak Terpenuhi
 Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan
sebaiknya 4) dari gejala lainnya
 Lamanya seluruh episode berlangsung
minimum sekitar 2 minggu
 Menghadapi kesulitan nyata untuk
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga

15
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ - III Kondisi Pasien

· Episode depresi berat yang memenuhi kriteria


menurut F32.2 tersebut di atas, yaitu:
a) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
b) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari
gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus
terpenuhi
berintensitas berat
c) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi
atau retardasi psikomotor) yang mencolok, pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan
banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresi berat masih dapat
dibenarkan.
d) Episode depresif biasanya harus
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu
e) Sangat tidak mungkin pasien akan
mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas

16
· Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan
pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran
atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang
berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat
ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek
(mood-congruent)

F33.3 Gangguan Depresif Berulang Episode Kini Berat Dengan Gejala Psikotik.
Kriteria diagnostik:
 Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus
dipenuhi dan episode sekarang haryus memenuhi
kriteria untuk episode depresif berat dengan Tidak Terpenuhi
gejala psikotik dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung


masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna

IX. Diagnosis Multiaxial

Axis I : F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


Axis II : Gangguan Kepribadian Cemas
Axis III : Belum Diketahui
Axis IV : Masalah dengan Primary Support Group
Masalah dengan Pekerjaan
Axis V : 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang)

17
X. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Risperidon 2 mg x 2
b. Trihexyphenidyl 2 mg x 2
c. Fluoxetine 20 mg x 1
d. Lorazepam 2mg x 1

XI. Prognosis
1. Premorbid
Riwayat gangguann jiwa pada keluarga : Tidak ada (baik)
Status pernikahan : Menikah (baik)
Dukungan keluarga : Ada (baik)
Stressor : Ada (buruk)
Status ekonomi : Cukup (baik)
2. Morbid
Onset <25 tahun : tidak diketahui
Jenis penyakit : Psikotik (buruk)
Perjalanan penyakit : Kronik (buruk)
Penyakit organic : Tidak ada (baik)
Kepatuhan minum obat : Patuh (baik)
Insight :6 (baik)
3. Quo Ad
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad function : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

18
TINJAUAN PUSTAKA

A. LATAR BELAKANG

Prevalensi derpresi di Indonesia cukup tinggi sekitar 17,27 %, sedangkan di dunia


diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalens bisa mencapai 2 kali lipatnya.
Data Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa pada tahun 2020, depresi akan
menjadi beban global penyakit ke 2 di dunia setelah penyakit jantung iskemik.
Menurut hasil survey di 14 negara tahun 1990 menunjukkan depresi merupakan
masalah kesehatan dengan urutan ke 4 terbesar didunia yang mengakibatkan beban
social (Depkes,2004). Di Amerika, diperkirakan 5,3 % pasien menderita depresi, dan
dalam sebuah survey di AS dijumpai bahwa 17% populasi memiliki sejarah gangguan
depresi dalam hidupnya. Pasien depresi juga beresiko terhadap terjadinya
alkoholisme, penyalahgunaan obat, gangguan kecemasan,dll. Pada keadaan terburuk,
depresi dapat menyebabkan bunuh diri, yang menyebabkan dunia kehilangan 850.000
orang setiap tahunnya (Ikawati, 2014).

B. DEFINISI
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan
yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain,
dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta
kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
Orang-orang yang depresi berbicara dengan lambat, setelah lama terdiam hanya
menggunakan beberapa kata dan nada suara yang monoton. Banyak yang lebih suka
duduk sendirian dan berdiam diri. Depresi sering kali berhubungan atau komorbid
dengan berbagai masalah psikologis lain, seperti panik, penyalahgunaan zat, disfungsi
seksual, dan gangguan kepribadian (Davidson et al, 2006).

19
Episode depresi sendiri digolongkan menjadi lima, yaitu episode depresif ringan,
sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan gejala psikotik, episode depresif
lainnya, dan episode depresif YTT.

Episode depresif berat dengan gejala psikotik merupakan bentuk dari depresi berat
yang disertai gejala psikotik yang khas seperti waham atau delusi non-bizarre
nihilistik, somatik, atau adanya keyakinan-keyakinan delusional tentang perasaan
bersalah dan kadang-kadang muncul halusinasi (Fleming et al, 2004)

C. ETIOLOGI

Penyebab depresi sangat kompleks, melibatkan faktor genetik, biologis,


lingkungan, dan faktor-faktor ini bisa menyebabkan gangguan depresi baik secara
tunggal atau bersama-sama. Pasien depresi dapat ditunjukkan dengan adanya
perubahan neurotransmiter otak, antara lain norepinefrin, serotonin, dopamine.
Depresi yang disebabkan oleh karena kekurangan senyawa katekolamin norepinefrin
(NE) dan serotonin ditentukan secara genetik (Akiskal, 1995). Obat antidepresi yang
paling efektif berkerja dengan cara meningkatkan ketersediaan monoamine di sinaps,
sementara beberapa obat antihipertensi yang menyebabkan pengurangan pada
penyimpanan NE, serotonin dan dopamine ternyata menyebabkan depresi pada 15%
pasien (Delgado,1997).

D. TATALAKSANA
1. Farmakologi
a. Risperidon

Risperidon merupakan obat golongan anti psikosis atipikal atau generasi II


yang masuk dalam golongan Benzisoxazole. Anti psikosis generasi II juga
dikenal sebagai Serotonine Dopamin Antagonis (SDA). Jika anti psikosis tipikal
hanya memblok reseptor dopamine, SDA juga memblok reseptor 5HT2A. Obat
ini juga bekerja memblokade adrenoseptor alfa 1 dan alfa 2, reseptor H1. Anti
psikosis atipikal ini bekerja selain memperbaiki gejala positif, juga memperbaiki
gejala negative, gejala kognitif dan mood sehingga mengurangi
ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien mengonsumsi obat. Dosis optimal
untuk pasien skizofrenia berkisar antara 2 – 6 mg per hari dalam dosis terbagi.
Mekanisme kerja dari Risperidone berlangsung pada 4 Dopamine pathways,

20
yaitu Mesokortikal Pathways, Mesolimbik Pathways, Tuberoinfundibular
Pathways, dan Negrostriatal Pathways. Pada jalur mesokortikal, reseptor
5HT2A lebih banyak dibanding reseptor D2. Penggunaan APG II akan memblok
reseptor 5HT2A maupun D2 maka defisit dopamine di jalur mesokortikal akan
berkurang sehingga gejala negatif dapat diatasi. Risperidone pada jalur
mesolimbik dapat memblok reseptor D2 sehingga gejala positif dapat teratasi.
Sedangkan Risperidone di jalur tuberoinfundibular akan memblok reseptor
5HT2A sehingga pelepasan dopamine akan meningkat. Dopamine menghambat
pelepasan prolactin, sehingga tidak terjadi prolaktinemia. Jalur Negrostriatal
berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis dan berfungsi untuk
mengontrol pergerakan. Apabila jalur ini diblok, akan terjadi Ekstrapiramidal
Reaction (EPR). Efek samping dari anti psikosis generasi II (APG II) lebih kecil
daripada APG I, contohnya lebih kecil resikonya menyebabkan Ekstra Piramidal
Sindrom (EPS). Efek samping lainnya diantaranya insomnia, agitasi, ansietas,
sakit kepala.

b. Trihexyphenidyl

Trihexyphenidyl adalah obat golongan antikolinergik, obat golongan


antikolinergik biasanya diberikan pada pasien dengan ekstrapiramidal sindrom.
Trihexyphenidyl bekerja melalui neuron dopaminergic, mekanismenya melibatkan
peningkatan pelepasan dopamine dari vesikel prasinap yang menimbulkan efek
agonis pada resptor dopamine pascasinap. Trihexyphenidyl memiliki efek
menekan dan menghambat reseptor muskarinik sehingga menghambat system
saraf parasimpatis. Trihexyphenidyl juga memblok reseptor muskarinik pada
sambungan otot sehingga sehingga terjadi relaksasi. Pemberian trihexyphenidyl
pada pasien ini bertujuan untuk mencegah timbulnya esktrapiramidal sindrom
karena adanya obat risperidone yang merupakan anti psikotik atipikal yang
memiliki efek samping menyebabkan Extra Pyramidal Syndrome.

Efek samping dari trihexyphenidyl antara lain, xerostomia, dizziness,


pandangan kabur, tachycardia, retensi urin, peningkatan tekanan intraocular, dan
glaucoma sudut tertutup. Efek pada ocular dapat terjadi midriasis baik pasien
dengan atau tanpa fotofobia, sehingga kondisi ini dapat memicu terjadinya
pandangan kabur atau glaukoma sudut tertutup yang meningkatkan tekanan

21
intraokular. Dosis yang biasa digunakan pada dewasa yaitu 1 mg per hari. Dosis
bias ditambahkan sebanyak 2 mg tiap 3-5 hari, hingga mencapai dosis 6-10 mg
per hari.

c. Fluoxetin
Jenis obat antidepresan golongan SSRI yang paling banyak diresepkan
adalah fluoksetin dengan persentase 82,46%. Fluoksetin memberikan profil
keamanan dan efikasi yang paling baik untuk mengobati gejala negatif
dibandingkan antidepresan jenis lain. Selain itu, pemberian fluoksetin juga
meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat. Penggunaan fluoksetin pada
pasien usia lanjut dan wanita hamil
juga lebih aman dan efektif. Di samping itu, penggunaan fluoksetin juga tidak
dikaitkan dengan peningkatan resiko bunuh diri pasien pada keseluruhan evaluasi
uji klinik terkontrol (Mao & Zhang, 2015; Wagner, 2012; Rossi et al., 2004).
Fluoxetin merupakan obat dengan golongan SSRI ( Serotonin 5-HT
reuptake inhibitor). Mekanisme SSRI dalam menurunkan gejala depresi dengan
penghambatan reuptake 5-HT secara selektif. Jenis penggunaan obat depresi pada
penelitian banyak yang menggunakan Fluoxetin dibanding Sertralin. Penggunaan
Fluoxetin pada penelitian sebanyak 73,28%. Perbedaan sertralin dan fluoxetin
berdasarkan klasifikasi, farmakologi dan dan farmakokinetika antidepresan adalah
pada blockade reuptake serotonin, norefinefrin sama tetapi pada dopamine
sertralin lebih kuat dibandingkan fluoxetin. Bioevailabilitas penggunaan obat
secara oral sertralin ˃44% , fluoxetin 80% , ikatan obat sertralin dan fluoxetin
sama yaitu sebanyak 95%, waktu paruh sertralin lebih cepat dibandingkan
fluoxetin. Waktu paruh sertralin 26 jam dan fluoxetin 24-72 jam ( Depkes,2007).
Dosis fluoxetin yang digunakan paling banyak 20 mg sekali sehari dengan
persentase sebanyak 51,72%. Menurut Teter,2008 penggunaan fluoxetin dosis
awal sebesar 20 mg dan rentang dosis lazim 20-60 mg/hari hal ini sesuai dengan
data penelitian sebanyak 51,72%, untuk penggunaan fluoxetin 10 mg/hari
sebanyak 21,55% dipengaruhi oleh rendahnya berat badan pasien dan tingkat
depresi pasien sehingga hanya membutuhkan dosis kecil untuk terapi. Dosis
sertralin pada penelitian ini sebesar 50 mg/hari hal ini sesuai dengan dosis awal
menurut Teter,2008 yaitu 50 mg/hari dan rentang dosis lazim 50-200 mg/hari.

22
d. Lorazepam
Dalam penggunaanya, efek benzodiazepin yang diinginkan adalah efek
hipnotik-sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif antara
lain adalah perbaikan anxietas, euporia dan kemudahan tidur sehingga obat ini
sebagai pilihan utama untuk insomnia ,jika keadaan ini terjadi terus menerus ,
maka pola penggunaanya akan menjadi kompulsif sehingga terjadi
ketergantungan fisik .
Obat-obatan yang lazim digunakan untuk penatalaksanaan gangguan tidur
adalah obat golongan benzodiazepin (kerja pendek/ masa paruh obat <10 jam:
misalnya triazolam; kerja menengah/ masa paruh obat 10-20 jam: misalnya
alprazolam, lorazepam, estazolam; kerja panjang/ masa paruh obat >20 jam:
misalnya diazepam, clonazepam).
Lorazepam, salah satu golongan benzodiazepin, pada dosis terapi secara
umum menekan aktivitas fisik,menurunkan respon terhadap rangsangan emosi,
dan bersifat menenangkan. Sediaan lorazepam yaitu tablet 0,5mg, 1mg, dan 2mg,
dosis yang biasa digunakan yaitu 2-3mg per hari. Indikasi penggunaan anti
ansietas yaitu adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap
2 atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan
individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax).

e. Interaksi antipsikotik dan antidepressant

Pasien depresi dengan adanya gangguan psikotik gangguan depresi kadang-


kadang disertai dengan halusinasi atau delusi, yang selaras dengan suasana hati
yang tertekan. Kesadaran akan adanya gangguan psikotik seperti ini sangat
penting, karena gangguan ini sering tidak terdeteksi sehingga terapi menjadi tidak
efektif. Depresi dengan psikotik biasanya berespon lebih baik terhadap kombinasi
antipsikotik dan antidepresan, dibanding dengan terapi masing-masing komponen
secara tunggal (Parker,1992). Terapi pasien depresi berat pada penelitian ini
paling banyak menggunakan obat kombinasi SSRI dengan antipsikotik golongan
atipikal, yaitu sebanyak 58,62%. Pemilihan antipsikotik atipikal pada terapi
depresi dimungkinkan karena efek ekstrapiramidal yang kecil dibanding golongan
antipsikotik tipikal. Pengobatan gangguan depresi meliputi 3 fase yaitu fase akut

23
dimana memiliki tujuan untuk meredakan gejala, fase kelanjutan untuk mencegah
relaps dan fase pemeliharaan /rumatan untuk mencegah rekuren (Depkes,2007).

Secara umum, antidepresan dipilih berdasarkan gejala individu pasien. Obat


harus digunakan selama 6-8 minggu penuh sebelum efek obat tersebut dapat
diukur/dirasakan. Dosis harus ditingkatkan perlahan-lahan dan pada interval
tertentu. (Ikawati,2014). Menurut Teter,2008 algoritma tatalaksana depresi yang
tidak terkomplikasi pada pasien rawat jalan tanpa komplikasi sehat secara fisik,
dimana tidak ada kontraindikasi dengan obat antidepresan tertentu menggunakan
SSRI. Menurut Ikasari,2014 SSRI lebih banyak dipilih karena memiliki efek
samping yang lebih bisa ditoleransi dan profil keamanan yang relative lebih baik
dari golongan antidepresan lainnya seperti TCA dan MAOI sebagai obat lini
pertama.

Fluoksetin sebagai lini pertama terapi antidepresan dan risperidon sebagai


antipsikotik atipikal yang memiliki harga terjangkau, efikasi dan manfaat yang
lebih baik dalam mengatasi gejala positif dibandingkan antipsikotik tipikal
menjadi pilihan terapi kombinasi yang sering digunakan. Penggunaan bersama
fluoksetin dengan risperidon dapat meningkatkan konsentrasi risperidon karena
fluoksetin menghambat enzim CYP2D6 yang bertangggung jawab dalam
metabolisme risperidon melalui penghambatan jalur hidroksilasi sehingga
mengurangi klirens risperidon (Spina et al., 2002). Dengan demikian, pemantauan
kadar risperidon dalam plasma atau efek farmakologi yang dihasilkan dan
monitoring efek samping risperidon perlu dilakukan jika kedua obat tersebut
diresepkan agar toksisitas risperidon dapat dihindari. Pasien disarankan untuk
menghubungi dokter jika gejala ekstrapiramidal semakin dirasakan, seperti
tremor, kekakuan lidah, kejang atau kekakuan otot dan pergerakan yang tidak
disadari. Selain itu, penyesuaian dosis juga dapat dilakukan jika diperlukan. Pada
pasien yang mengalami akatisia dan gejala Parkinson, penambahan obat
antikolinergik mungkin dapat dipertimbangkan (Brown, 2008).
f. Interaksi antipsikotik dan anti cemas

Kombinasi Risperidon dan Lorazepam menyebabkan interaksi secara


farmakodinamik dengan efek yang ditimbulkan sinergisme. Penggunaan beramaan
risperidon dan lorazepam menyebabkan peningkatan efek sedasi. Pemberian

24
kedua obat ini memiliki potensi interaksi yang besar sehigga perlu monitoring
terhadap penggunaan keduanya.

2. Non-farmakoterapi
Peningkatan kualitas hidup dan kesembuhan pasien skizofrenia akan lebih
baik jika diberikan juga terapi non-farmakologi disamping terapi obat. Kombinasi
kedua terapi ini akan mampu memberikan manfaat yang banyak bagi pasien.
Pendekatan psikososial bertujuan untuk memberikan dukungan emosional kepada
pasien sehingga pasien mampu meningkatkan fungsi social dan pekerjaannya
dengan lebih baik. Ada beberapa jenis pendekatan psikososial yang biasa
dilakukan pada pasien skizofrenia, diantaranya yaitu intervensi keluarga, terapi
perilaku kognitif (Cognitive Behavioural Therapy), dan pelatihan ketrampilan
social. Selain pendekatan psikososial, ada juga terapi non-farmakologi
menggunakan Electro Convulsive Therapy (ECT). ECT adalah tatalaksana yang
sering digunakan untu pasien dengan depresi berat atau gangguan bipolar yang
tidak respon terhadap terapi farmakologi dan psikoterapi lainnya. ECT melibatkan
stimulasi listrik singkat di otak saat pasien berada dibawah pengaruh anastesi.
Terapi lainnya yang dapat diberikan yaitu latihan Activity Daily Living
(ADL). ADL merupakan ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang harus
dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan
seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan
perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Kemudian, ada
rehabilitasi psikososial yaitu upaya pemulihan kesehatan mental dan peningkatan
keterampilan hidup agar orang dengan gangguan jiwa mampu melakukan aktivitas
hidup sehari-hari serta upaya proses integrasi sosial, peran sosial yang aktif dan
peningkatan kualitas hidup.

25
XII. Daftar Pustaka

Akiskal HS. Mood disorders : introduction and overview, 1995,in:Kaplan HI,Sadock


BJ,eds.Comprehensive Textbook of Psychiatry.6th
ed.Baltimore,Md:Lippincott,Williams & wilkins: 1067-1079
Brown, C.H. (2008). Psychotropic disorders : Overview of drug–drug interactions with
SSRIs. US Pharm. 33(1), 3-19
Dasopang, E.S., Harahap, U., Lindarto, D. (2015). Jumlah obat dan interaksi obat
pasien usia lanjut rawat jalan dengan penyakit metabolik. Jurnal Farmasi Klinik
Indonesia.
Davison GC., Neale JM., & Kring AM. Psikologi abnormal. Edisi 9. Jakarta: Rajawali
Pers; 2006.
Delgado PL,Moreno FA,Potter R, et al.1997, Norepinephrine and serotonin in
antidepressant action: Evidence from neurotransmitter depletion studies. In:
Briley M,Montgomery SA,eds. Antidepressant Therapy at the Dawn of The Third
Millennium. London : marin Dunitz,p:141-163
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Data Prevalensi Depresi di Dunia
dan Indonesia. Available at: www.depkes.go.id. Acessed: November 7, 2010.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.Pharmaceutical Care untuk Penderita
Gangguan Depresif.
Fleming SK, Blasey C, Schatzberg AF. Neuropsychological correlates of psychotic
features in major depressive disorders: a review and meta-analysis. J Psychiatr
Res. 2004; 38:27-35.
Jayaram MB, Hossali P, Stroup TS. 2010. Risperidone versus Olanzapine for
Schizophrenia : Review. www.thecochranelibrary.com.

Kaplan, Sadock’s. 2006. Serotonine-Dopamine Antagonists. Atypical Antipsychotics in


Pocket Handbook of Psychiatric Drug Treatment. Ed 4th. Lippincott Williams &
Wilkins. New York USA : 208-13.
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: Rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya; 2013.

26
Parker G,Roy K,hadzi-Pavlovic D,Pedic F: Psychotic (delusional) depression : a meta
analysis of physical treatments.J Affect Disord 1992:24:17-24
Sari, D.P. (2015). Interaksi obat antipsikotik pada pengobatan pasien skizofrenia rawat
jalan di RSUP H.Adam Malik Medan [Skripsi]. Medan : USU.
Savard J et al. Chronic insomnia and immune functioning. America: American
psychosomatic Society; 2003.
Spina, E., Avenoso, A., Scordo, M.G., Ancione, M., Gatti , G., et al. (2002). Inhibition
of risperidone metabolism by fluoxetine in patients with schizophrenia: a
clinically relevant pharmacokinetic drug interaction. J Clin Psychopharmacol;
22(4):419-23.
Teter,CJ,kando, JC,Wells,BG,Hayes,PE,2008, Depressive disorder, in Dipiro (eds) :
Pharmacotherapy, a pathophysiological approach,7th ed, McGraw Hill, New
York,p:1101
Zullies Ikawati.2014. Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Cetakan
V.Jogyakarta. Bursa Ilmu.

27

Anda mungkin juga menyukai