Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS EMERGENSI

(Pengganti Stase IGD)

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan
Jiwa
Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang

Disusun oleh :
Fathul Karimah
30101507450

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa


Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Semarang
2020
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol Sindrom
Ketergantungan Kini Abstinen (F10.20)

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. AF
b. Usia : 22 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Magelang
e. Pendidikan : Paket C
f. Pekerjaan :-
g. Agama : Islam
h. Suku : Jawa
i. Bangsa : Indonesia
j. Status Perkawinan: Belum menikah
k. Berobat Tanggal : 4 Oktober 2020

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Diperoleh dari autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan Ibu kandung
pasien pada hari Selasa tanggal 6 Oktober 2020, pukul 14.00 WIB. Anamnesis
dilakukan di RSJ Magelang.

A. Keluhan Utama
Mengamuk

B. Keluhan Tambahan
Pasien merasa tidak enak badan, depresi, ada bisikan dan tidak bersemangat, dan
sulit tidur bila tidak mengkonsumsi dekstrometorfan dan minuman beralkohol

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Alloanamnesis:
Menurut Ibu pasien, anak keduanya mengonsumsi alkohol dan
dekstrometorfan sejak SMA. Sebelumnya pasien tidak pernah melakukan hal-hal
yang aneh. Perilaku pasien berubah semenjak kedua orangtuanya bercerai. Pasien
dititipkan dengan neneknya, sementara kedua saudaranya dirawat oleh Ibu pasien.
Setelah itu, pasien mulai bergaul dengan teman-teman yang kurang baik. Akibat
pergaulan ini pasien menjadi malas sekolah, suka minum alkohol, dan
mengkonsumsi obat-obatan seperti dextro. Setiap kali pasien mabuk, pasien akan
datang ke rumah Ibunya. Di rumah Ibunya pasien akan mulai mengamuk dan
marah-marah. Pasien juga tidak jarang akan memukul-mukul dinding. Selain itu,
pasien akan berceramah seolah dirinya ustad dan menurut Ibu pasien isi
ceramahnya benar. Pasien juga sering meminta uang kepada ibunya dan jika tidak
diberikan pasien semakin mengamuk. Menurut Ibu pasien, pasien hanya
bertingkah seperti ini jika sedang mabuk, jika tidak mabuk perilakunya normal
seperti orang kebanyakan.
Ibu pasien menyangkal adanya Riwayat demam tinggi, kejang dan trauma di
kepala saat pasien masih kecil. Ibu pasien juga menyangkal bahwa pasien terlihat
gelisah atau cemas. Ibu pasien menyangkal adanya perubahan suasana hati yang
ekstrim pada pasien, missal pada suatu saat pasien tertawa dan tiba-tiba menjadi
sedih.
Menurut Ibu pasien hubungan dirnya dengan pasien cukup baik, begitu pula
dengan kedua saudaranya. Meskipun begitu, pasien lebih akrab dengan ayahnya
dibandingkan dengan Ibu pasien.

Autoanamnesis
Menurut pengakuan pasien, dirinya mulai mengonsumsi alkohol dan dekstro
sejak usia 17 tahun. Pasien mengungkapkan dirinya terbawa oleh ajakan teman-
temannya. Selain itu, pasien juga merasa tidak diperhatikan oleh ibunya, karena
hanya dirinyalah yang ditinggal di tempat neneknya. Pertama kali pasien mengaku
hanya ingin coba-coba karena ajakan temannya yang mengatakan bahwa dengan
meminum alkohol dan dekstro pikiran akan terasa nyaman, masalah menjadi
hilang, dan dapat membangkitkan rasa percaya diri. Awalnya pasien hanya
meminum beberapa gelas alkohol dan sekarang menjadi beberapa botol. Pasien
mengungkapkan bahwa dirinya sering mengoplos minuman alkohol tersebut.
Dextro awalnya dikonsumsi pasien sebanyak 20 biji dan terus bertambah tiap
harinya. Selain dekstro pasien juga pernah mengkonsumsi obat lain seperti inex.
Saat pasien mabuk, pasien diberitahu oleh keluargaanya tentang apa yang
telah dilakukan pasien, yaitu mengamuk, marah-marah, memukul dinding, bahkan
berceramah. Menurut pasien dirinya tidak sadar dengan apa yang telah
dilakukannya.
Pasien mengatakan dirinya sadar bahwa kebiasaannya akan merugikan
kesehatannya. Pasien tau bahwa dirinya harus menghentikan kebiasaan ini, namun
ia tidak berhasil melakukannya. Pasien sempat mencoba untuk berhenti
mengkonsumsi alcohol, akan tetai gagal. Setiap kali ingin mencoba pasien selalu
mendengar bisikan-bisikan. Selain itu, jika berhenti minum alcohol pasien merasa
sulit untuk tidur. Pasien menyangkal pernah melihat bayangan selama
mengkonsumsi dekstro/alcohol atau saat berhenti menggunakannya. Pasien juga
menyangkal adanya rasa gelisah maupun cemas.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien tidak pernah mengalami sakit yang berat hingga harus dirawat di rumah
sakit.

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat Prenatal
Menurut Ibu pasien, selama pasien berada dalam kandungan, ibu pasien tidak
pernah mengalami masalah kesehatan yang serius. Ibu tidak mengalami
muntah yang berlebihan. Ibu tidak mengonsumsi alkohol dan obat-obatan.
Pasien lahir cukup bulan, spontan dan langsung menangis, tidak ada cacat
bawaan. Pasien lahir dengan bantuan bidan.
2. Riwayat Masa Bayi (0-1,5 Tahun) Basic Trust vs Mistrust
Menurut ibu pasien, tumbuh kembang pasien normal seperti bayi seusianya.
Pasien diberi ASI oleh ibunya sampai berumur 1 tahun. Selama masa ini
pasien jarang sakit. Pasien juga tidak memiliki masalah dalam makan, minum,
maupun buang air. Pasien bukan termasuk anak yang rewel. Setelah usia 1
tahunpasien mulai makan makanan keluarga . Frekuensi menyusui dikurangi
perlahan-lahan. Pasien selalu diasuh oleh ibunya. Hubungan ayah dan ibu
rukun.
3. Riwayat usia 1,5- 3 tahun Autonomy vs Shane and Doubt
Riwayat tumbuh kembang pasien baik seperti anak seusianya. Tidak ada
keterlambatan dalam tumbuh kembangnya pasien mulai berdiri pada usia 12
bulan. Orang tua pasien tidak membatasi gerak-gerik pasien secara berlebihan.
Ibu pasien mengaku hanya akan melarang pasien jika pasien melakukan
sesuatu yang berbahaya seperti bermain dengan kabel listrik atau berusaha
mengambil benda-benda tajam.
4. Riwayat usia 3 - 6 tahun Initiative vs Guilt
Pasien suka bermain dengan mainan dan juga dengan teman sebayanya.
Hubungan pasien dengan saudaranya rukun dan tidak sering bertengkar.
5. Riwayat usia 6 – 12 tahun Industry vs Inferiority
Pasien mulai bersekolah dan tidak pernah tinggal kelas. Namun, pasien
tumbuh menjadi anak yang pemalu dan mulai jarang bermain dengan teman-
temannya. pasien tidak pernah mengeluh tentang sifat gurunya kepada orang
tuanya
6. Riwayat usia 12-18 tahun Identity vs Role Diffusion
Pada usia 15 tahun Ayah dan Ibu pasien bercerai. Pasien dititipkan kepada
neneknya, namun kedua saudaranya tinggal bersama Ibu pasien. Semenjak
kejadian ini pasien sering bergaul dengan teman-teman yang kurang baik,
sehingga ikut terbawa minum alkohol, mengkonsumsi dextro, inex, dan obat-
obat lain. hinggan akhirnya pasien putus sekolah. Pasien mengaku
hubungannya dengan keluarga tidak terlalu dekat. Ayah dan Ibu pasien
mengetahui perilaku pasien.
7. Riwayat Pendidikan
Saat bersekolah prestasi pasien biasa saja, dan pada saat kelas 2 SMA
memutuskan untuk putus sekolah. Satu tahun kemudian pasien berkeinginan
untuk melanjutkan sekolah di pesantren. Namun, setelah 1 tahun di pesantren
pasien kembali berhenti. Akhirnya pasien mengikuti penyetaraan jenjang
sekolah Paket C. Hubungan pasien dengan teman-temannya di sekolah juga
cukup baik.
8. Riwayat Pekerjaan
Ppasien tidak pernah bekerja dimanapun.
9. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah

F. RIWAYAT KELUARGA
Pasien adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Tidak terdapat riwayat penyakit jiwa
dalam keluarga.
Genogram:

G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG


Pasien tinggal bersama neneknya dalam sebuah rumah yang terletak di daerah
padat penduduk. Hubungan pasien dengan orang yang tinggal serumah baik.
Orang tua dan saudara pasien sering meminta pasien berhenti mengkonsumsi
alkohol dan dekstro namun pasien mengaku tidak dapat melakukannya. Anggota
keluarga mendukung usaha pasien untuk berhenti mengoknsumsi alkohol dan
dekstro dan berobat ke rumah sakit.
Pergaulan warga di lingkungan rumah pasien termasuk kurang baik. Ibu
pasien pernah melihat anak-anak muda mabuk dan mengonsumsi obat-obatan
terlarang di lingkungan mereka. pasien juga sudah ikut terpengaruh dengan
pergaulan di lingkungan tersebut. Bahkan, pasien sekarang dirawat di RSJ
Magelang akibat luka perkelahian dengan teman di lingkungannya tersebut.

H. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA


Pasien sadar bahwa dirinya sakit dan ingin segera sembuh, Pasien sangat ingin
bisa kembali beraktivitas secara normal dengan semangat dan percaya diri dalam
bekerja tanpa harus mengonsumsi alkohol dan obat dekstro. Pasien mengaku
beberapa kali ingin berhenti mengkonsumsi alkohol dan dekstro namun tidak
pernah berhasil. Alasannya, setiap kali ingin berhenti pasien selalu merasa cemas,
sulit tidur, dan ada suara yang membisiki.
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan :Pasien seorang laki-laki, tampak sesuai dengan usia, kerapian
dan kebersihan kurang.
2. Kesadaran :Jernih.
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Normoaktif
4. Pembicaraan :Koheren
5. Sikap terhadap Pemeriksa :Kooperatif
6. Kontak Psikis :Kontak ada, wajar, dan dapat dipertahankan.
B. MOOD DAN AFEK
1. Afek (mood) : Euthym
2. Ekspresi afektif : Stabil
3. Keserasian : Serasi
C. FUNGSI KOGNITIF
1. Kesadaran : Jernih
2. Orientasi
- Waktu : Baik
- Tempat : Baik
- Orang : Baik
- Situasional : Baik
3. Konsentrasi : Baik
4. Daya Ingat
Jangka pendek : Baik
Jangka panjang : Baik
Segera : Baik
5. Intelegensi dan Pengetahuan Umum : sesuai tingkat pendidikan
6. Pikiran abstrak : Baik
D. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : Auditorik
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi dan derealisasi : Tidak ada
E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : Spontan
b. Kontinuitas : Jawaban sesuai pertanyaan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan pikiran : Tidak ada
F. PENGENDALIAN IMPULS
Terkendali
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik
2. Uji Daya nilai : Baik
3. Penilaian Realita : Baik
H. TILIKAN
Derajat 5 (Os mengetahui penyakitnya dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya (tilikan
intelektual))
I. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
1. STATUS INTERNUS
Keadaan umum : Composmentis
Gizi : Baik
Tanda vital :
TD = 120/90 mmHg
N = 82 kali/menit
RR = 20 kali/menit
T = 36,7oC
Kepala :
Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, refleks cahaya (+/+).
Telinga : Bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor.
Mulut : Bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak kering dan tidak
pucat, pembengkakan gusi tidak ada dan tidak mudah berdarah, lidah tidak tremor.
Gigi geligi baik.
Leher : Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak meningkat, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
Palpasi : Fremitus raba simetris
Perkusi :
- Pulmo : Sonor
- Cor : Batas jantung normal
Auskultasi
- Pulmo : Suara napas vesikuler
- Cor : S1~ S2 tunggal
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstemitas : Terdapat hambatan gerakan pada lengan sebelah kiri, tonus baik,
tidak ada edema dan atropi, tremor (-).
2. STATUS NEUROLOGIKUS
N I – XII : Tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : Tidak ada
Gejala TIK meningkat : Tidak ada
Refleks fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ada

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I :
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel dan Penggunaan Zat
Psikoaktif Lainnya Sindrom Ketergantungan Kini Abstinen (F19.20)
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunan Alkohol Sindrom Ketergantungan
Kini Abstinen (F10.20)
Aksis II : None
Aksis III : Cedera akibat perkelahian di lengan kiri
Aksis IV : None
Aksis V : GAF scale 80-71 (Pada skala penilaian fungsi secara global, ditemukan
hendaya sementara pada fungsi sosial dan pekerjaan OS)
VI. PROGNOSIS
 Diagnosa penyakit : Dubia ad bonam
 Perjalanan Penyakit : Dubia ad bonam
 Ciri kepribadian : Dubia ad malam
 Stressor psikososial : Dubia ad bonam
 Usia saat menderita : Dubia ad malam
 Pola keluarga : Dubia ad malam
 Aktivitas pekerjaan : Dubia ad bonam
 Perkawinan : Dubia ad bonam
 Ekonomi : Dubia ad bonam
 Lingkungan sosial : Dubia ad malam
 Organobiologik : Dubia ad bonam
 Pengobatan psikiatrik : Dubia ad bonam
 Ketaatan berobat : Dubia ad bonam
 Kesimpulan : Dubia ad bonam

VII. RENCANA TERAPI


Psikofarmaka
P.O Kalxetin 10 mg 2 X 1 Caps
Clozaril 25 mg 1X 1 tab
Haloperidol 1,5 mg 3x1 tab
Psikoterapi : support terhadap penderita dan keluarga.
Rehabilitasi : Sesuai bakat dan minat pasien
PEMBAHASAN
1. Alkohol
Alkohol yang terdapat dalam minuman beralkohol berasal dari biji-bijian dan umbi-
umbian sehingga sering dinamakan grain alcohol, sedangkan yang dimaksud dengan
wood alcohol adalah metil –alkohol atau metanol yang sangat toksik terutama terhadap
saraf mata. Alkohol adalah cairan tidak berwarna dan pahit rasanya. Alkohol dapat
diperoleh melalui fermentasi oleh mikroorganisme (sel ragi) dari gula, sari buah, biji-
bijian, madu, umbi-umbian, dan getah kaktus tertentu (Joewana, 2005).
Minuman berlkohol lazim disebut ‘minuman keras’ dan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesahatan tentang Minuman Keras No. 86/Men.Kes/Per/IV/77, digolongkan
sebagai berikut:
 Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % (misal : bir, shandy)
 Golongan B : kadar etanol 5 – 20% (misal : anggur)
 Golongan C : kadar etanol 20 – 55% (misal : whisky, brandy) (Depkes RI, 2000)

2. Gangguan Psikotik Akibat Penyalahgunaan Alkohol


Gangguan Psikotik akibat Penyalahgunaan Alkohol adalah gangguan yang ditandai
dengan halusinasi yang menonjol atau waham akibat efek alkohol. Gejala psikotik
biasanya terjadi selama, atau dalam waktu 1 bulan setelah keadaan intoksikasi alkohol
atau episode putus alkohol dan pasien memiliki kesadaran dan orientasi baik, tetapi
tilikan diri terganggu bahwa gejala yang muncul akibat alkohol. (First & Tasman, 2006,
Babor et al, 2008).
Halusinasi yang paling sering adalah auditorik biasanya berupa suara-suara tetapi
sering kali tidak terstruktur. Suara-suara biasanya adalah memfitnah, mencela, atau
mengancam. Walaupun beberapa pasien dilaporkan bahwa suara-suara itu adalah
menyenangkan dan tidak mengganggu. Halusinasi biasanya selama kurang dari satu
minggu walaupun selama seminggu tersebut lazim didapatkan hendaya menilai realitas
adalah sering. Setelah episode, sebagian besar pasien meyadari sifat halusinasi dari
gejalanya. (Sadock dan sadock, 2007 ; Babor et al, 2008)
Pada gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol, gejala psikotik terjadi selama
atau segera setelah periode berat penggunaan alkohol. Gejala psikotik yang didapatkan
melebihi yang biasanya berhubungan dengan intoksikasi alkohol atau putus alkohol
dengan gangguan persepsi, dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian klinis.
Gejala psikotik berlangsung minimal 1 hari, yang mana pada gangguan psikotik singkat,
gejala psikotik berlangsung minimal 1 hari. (Jonna, 2010)

3. Epidemiologi
Pada studi kesehatan 2000 di Finlandia diantara 8098 responden dari populasi umum
yang berusia sama atau lebih dari 30 tahun didapatkan prevalensi 0,5 % mengalami
Sindrom Psikotik Akibat Alkohol (Alcohol-induced Psychotic Syndrome) yang terbagi
0,41 % mengalami gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol dan 0,18%
mengalami delirium. Pada pasien yang mengalami gangguan psikotik akibat
penyalahgunaan alkohol didapatkan gejala halusinasi pada 30 (97%) pasien, namun 16
(53%) orang diantara dengan gejala tambahan delusi selain halusinasi. (Jonna et al, 2010).
Sedangkan di Amerika Serikat didapatkan sekitar 3% orang mengalami gangguan
psikotik ketika intoksikasi akut atau keadaan putus alkohol( Larson dan Ahmed, 2011)

4. Neurobiologi Psikotik Akibat Penggunaan Alkohol


Gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol kemungkinan besar berhubungan
dengan dopamin dalam sistem limbik dan mungkin bagian lainnya. Hipotesis dopamin
sering digunakan untuk psikotik yang melibatkan aktivitas yang berlebihan dari sistem
dopaminergik. Penelitian pada hewan telah menunjukkan peningkatan aktivitas neuron
dopaminergik dan peningkatan pelepasan dopamin ketika alkohol diberikan. Di sisi lain,
keadaan putus alkohol menghasilkan penurunan aktivitas dopaminergik di daerah
tegmental ventral dan penurunan aktivitas neuron

5. Diagnosis
Dimulai dengan menggali Riwayat Pasien, Penyalahgunaanan Zat sebelumnya,
rrwayat keluarga, riwayat Psikiatri dan riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat pasien
dengan penyalahgunaanan alkohol yang berat dan digali dengan pertanyaan berikut:
a. Apakah pasien sekarang mengalami intoksikasi
b. Apakah pasien mengalami risiko untuk keadaan putus alkohol
c. Apakah pasien dalam keadaan putus alkohol
d. Apakah pasien seorang tunawisma
e. Apakah pasien menggigil
f. Apakah pasien mengalami penurunan kesadaran
g. Adakah halusinasi visual, auditorik dan atau taktil
h. Kapan pasien terakhir meminum alkohol
i. Berapa lama pasien telah minum alkohol selama episode terakhir
j. Kapan pasien pertama kali minum alkohol
k. Sebarapa sering pasien minum alkohol
l. Seberapa banyak alkohol yang pasien minum
m. Pernahkah pasien mengalami keadaan putus alkohol, dan jika pernah, berapa kali?
(Larson dan Ahmed, 2011).

5.1.Pemeriksaan
Pada pasien psikiatrik ketika pemeriksaan awal, diperlukan pemeriksaan fisik,
neurologis dan status mental. Ketika pasien menampakan gejala psikotik atau
intoksikasi, juga dicari perilaku yang membahayakan. (Larson dan Ahmed, 2011)

5.2 Penanda Alkohol


a. Darah dan napas alkohol
Peningkatan alkohol di darah atau alkohol napas (breath alcohol) adalah bukti
baru saja telah mengosumsi alkohol.
b. Mean Corpusucular Volume [MCV]
MCV meningkat pada peminum berat yang kronis tetapi dapat juga oleh sebab
lain
c. Gamma glutamil trasferase [GGT]
GGT adalah enzim hati yang meningkat pada peminum berat yang kronis tetapi
kembali level normal setelah pantang sekitar 5 minggu . Tetapi dapat meningkat
juga pada penderita penyakit hati non alkoholik yang meminum obat yang
mempengaruhi enzim hati. Kadar gamma-glutamyl transpeptidase (GGT)
meningkat kira-kira 80% pada pasien yang menderita gangguan terkait alkohol
d. Asparte amino transferase [AST]
Suatu enzim hati yang meningkat pada peminum berat yang kronis tetapi kembali
normal dalam 48 jam. Dapat meningkat juga karena sebab lain.
e. Carbohydrate deficient transferrin [CDT]
CDT meningkat pada peminum berat dan lebih spesifik daripada AST, GGT, atau
MCV .(Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2003; Wood, 2006; johnson
dan Daoud, 2005; Sadock dan Sadock, 2007, Crome dan Bloor, 2008)

5.3 Kriteria Diagnosis


Pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan
mental dan perlaku akibat penggunaan zat psikoaktif yang disebabkan alkohol
dikelompokkan dalam F10 (gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
alkohol) dan apabila terdapat gangguan psikotik dikelompokkan dalam F10.5 (Maslim
R, 2001) atau berdasarkat Kriteria diagnosis gangguan psikotik terinduksi zat
(termasuk alkohol) menurut DSM-V.

6. Terapi
Pengobatan awal harus mencakup menstabilkan kondisi medis pasien dengan menilai
sistem pernapasan, peredaran darah, dan saraf. Pasien intoksikasi yang langsung
menngalami gangguan psikotik dianggap sebagai kedaruratan medis karena risiko
kehilangan kesadaran, kejang, dan delirium tremens.
Penanganan medis fokus pada efek alkohol pada tubuh secara keseluruhan. Keadaan
putus alkohol memerlukan rawat inap sampai lebih dari 72 jam setelah risiko delirium
tremens telah mereda (Larson dan Ahmed, 2011; Jordaan, 2007; Johnson dan Daoud,
2005).
a. Gangguan Psikotik terkait alkohol adalah gejala keadaan putus alkohol dan harus
ditangani sebagai keadaan putus alkohol. Pengobatan dimulai dengan pemberian
benzodiazepin PO atau IM. Lorazepam (Ativan) 1-2 mg atau chlordiazepoxide
(Librium) 25-50 mg PO atau IM. Fenobarbital telah terbukti sama efektifnya dengan
Lorazepam untuk pengobatan ringan sampai sedang keadaan putus alkohol.
b. Pada kondisi pasien yang membahayakan diri sendiri atau orang lain, neuroleptisasi
cepat (rapid neuroleptization) harus dimulai dengan obat antipsikotik potensi tinggi
seperti haloperidol (Haldol) 5-10 mg PO atau IM.
c. Gangguan psikotik akibat alkohol merupakan indikasi pemberian antipsikotik.
Antipsikotik yang digunakan adalah Haloperidol 0,5 sampai 2 mg PO atau IM 4 kali
sehari. Sedangkan menurut Wood (2005) Haloperidol 1.5 – 5 mg 2-3 kali sehari PO
atau IM atau untuk gejala psikotik yang parah.
d. Antipsikotik dapat menurunkan ambang kejang dan tidak boleh digunakan untuk
mengobati gejala putus alkohol kecuali benar-benar diperlukan dan digunakan dalam
kombinasi dengan benzodiazepin atau anti kejang, misalnya, asam valproat
(Depakote) atau karbamazepin (Tegretol).
e. Penggunaan fiksasi mekanik jika pasien yang berbahaya melakukan penyerangan dan
melukai diri sendiri.
f. Pengobatan termasuk pemberian tiamin 100 mg IV diikuti suplemen tiamin 100 mg 3
kali sehari PO, asam folat 1 mg dan multivitamin setiap hari (Larson dan Ahmed,
2011).

7. Prognosis
Gangguan psikotik akibat penyalahgunaanan alkohol menunjukkan prognosis buruk,
dari semua kasus psikotik, 10-20% cenderung menjadi permanen(Larson dan Ahmed,
2011)

SIMPULAN
Alkohol adalah neurotoksik yang mempengaruhi otak dengan cara yang kompleks
melalui paparan yang lama. Penyalahangunaan alkohol dapat mengalami gangguan mental
dan perilaku, karena alkohol mengganggu sistem dan fungsi neurotransmitter pada susunan
saraf pusat (otak), yang mengakibatkan terganggunya fungsi berfikir, berperasaan, dan
berperilaku.
Psikotik akibat Penyalahgunaan Alkohol adalah gangguan yang ditandai dengan halusinasi
yang menonjol atau waham akibat efek alkohol. Gejala psikotik biasanya terjadi selama, atau
dalam waktu satu bulan setelah keadaan intoksikasi alkohol atau episode putus alkohol dan
pasien memiliki kesadaran dan orientasi baik, tetapi tilikan diri terganggu bahwa gejala yang
muncul akibat alkohol.
Gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol memiliki morbiditas dan mortalitas
yang signifikan sehingga memerlukan perhatian klinis. Morbiditas terkait alkohol meliputi
secara fisik (medis), psikiatrik dan sosial. Menggali riwayat pasien dan pemeriksaan yang
menyeluruh diperlukan agar diperoleh diagnosis yang tepat dan dapat menyingkirkan
gangguan psikotik akibat penyalahgunaan zat lain, gangguan psikotik lainnya dan atau
kondisi medis akibat alkohol yang mungkin menyertainya.
Pengobatan awal harus mencakup menstabilkan kondisi medis pasien dengan menilai
sistem pernapasan, peredaran darah, dan saraf. Pasien intoksikasi yang langsung menngalami
gangguan psikotik dianggap sebagai kedaruratan medis karena risiko kehilangan kesadaran,
kejang, dan delirium tremens. Keadaan putus alkohol memerlukan rawat inap sampai lebih
dari 72 jam setelah risiko delirium tremens telah mereda.Gangguan psikotik akibat
penyalahgunaan alkohol menunjukkan prognosis buruk, dimana 10-20% cenderung menjadi
permanen.

DAFTAR PUSTAKA

Babor, TF, Hernandez-Avila, CA, & Ungemack,JA, 2008, Substance Abuse: Alcohol Use
Disorders in Allan Tasman, Jerald Kay, Jeffrey A. Lieberman, Michael B. First and Mario
Maj. editors Psychiatry, Third Edition John Wiley & Sons, New York, pp 971-999.
Crome and Bloor, 2008, Alcohol problems, in Robin M.Murray, Kenneth S. Kendler,Peter
McGuffin, Simon Wessely & David J. Castle (ed), Essential Psychiatry Fourth Edition,
Cambridge University Press, Cambridge, pp 198-223.
Depkes RI, 2000, Penatalaksanaan Ketergantungan Alkohol dalam Pedoman
Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif lainnya, Jakarta, hal 20-27.
Hibbert, A 2009, Rujukan Cepat Psikiatri (terjemahan), EGC, Jakarta, hal 104 - 113
Husin, al bahri, 2010, Gangguan Penggunaan Zat. dalam Buku Ajar Psikiatri FKUI, Jakarta,
hal. 138-169.
Joewana, S 2005, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif Edisi 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Johnson,BA and Daoud NA, 2005, Alcohol: Clinical Aspects in Lowinson, Joyce H.; Ruiz,
Pedro; Millman, Robert B.; Langrod, John G (ed), Substance Abuse 4th Edition,
Lippincott Williams & Wilkins, New York, pp 153-163
Jordaan G, 2007, ‘Alcohol-Induced Psychoticdisorder:A Comparative Study In Patients With
Alcohol Dependence, Schizophrenia And Normal Controls’
Maslim, R, 2007, Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi III, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa- FK-Unika Atmajaya, Jakarta.
Puri, BK, Laking PJ, and Treasaden IH 2008, Buku Ajar Psikiatri edisi 2 (Terjemahan),
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal 129-140.
Sadock BJ and Sadock VA, 2007, Alcohol Related Disorders. In Sadock BJ & Sadock VA
(ed), Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10th ed,
Stewart WF and Klostermann. 2008, Substance Use Disorder. In Maddux JE & Winstead BA
(ed), Psychopathology 2rd ed, Taylor & Francis Group LLC, New York, pp 328-343.
Wood, Valerie M, 2005, Guidelines For The Managementof Alcohol Issues In The Acute
General Hospital Setting, Doncaster and Bassetlaw Hospitals, pp 1-44.
Soetjipto, Fadlian N. Gangguan Psikotik Akibat Penyalahgunaan Alkohol. Universitas
Airlangga

Anda mungkin juga menyukai