Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik Madya Bagian
Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura
Disusun Oleh :
Hapsari Putri Utami
2019086016461
Pembimbing :
dr. Izak Yesaya Samay, Sp.KJ, M.Kes
Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul :
“Skizofrenia Paranoid (F20.0)”
Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Psikiatri RSJD Abepura
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura
Mengesahkan
Penguji Laporan Kasus Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
PENDAHULUAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Schizen” yang artinya retak atau pecah,
dan “phren” yang artinya pikiran, yang selalu dihubungkan dengan dengan fungsi emosi. Dengan
demikian skizofrenia menurut pedoman PPDGJ III, skizofrenia dijelaskan sebagai gangguan jiwa
yang ditandai dengan distorsi khas dan fundamental dalam pikiran dan persepsi yang disertai
dengan adanya afek yang tumpul atau tidak wajar.
Data dari Schizophrenia information & Treatment Introduction di Amerika penyakit
skizofrenia menimpa kurang lebih 1 % dari jumlah penduduk. Lebih dari 2 juta orang Amerika
menderita Skizofrenia pada waktu tertentu. Separuh dari pasien gangguan jiwa yang dirawat di
RSJ adalah pasien dengan skizofrenia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar
237,6 juta. Dengan Asumsi angka 1 % tersebut, maka jumlah penderita skizofrenia di Indonesia
pada tahun 2012 sekitar 2.377.600. Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area
geografis dan angka insiden serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia.
Skizofrenia biasanya bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan
mengenai orang dari semua kelas sosial. Gangguan tersebut paling sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda dan hanya terjadi kurang dari setengah prevalensi skizofrenia. Telah dilaporkan
baghwa tingkat prevalensi seumur hidup adalah 0,2 persen dan tingkat prevalensi 1 tahun adalah
0,1 persen.
Pembagian skizofrenia menurut PPDGJ III yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik,
skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca- skizofrenia, skizofrenia residual,
skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya, dan skizofrenia YTT.
BAB II
LAPORAN KASUS
c) Seksualitas Hubungan:
d) Hubungan seks sebelum nikah (+) saat kuliah dengan 2 wanita berbeda
masing-masik melakukan hubungan 1 kali
e) Belum menikah.
f) Agama :Pasien taat beribadah tapi tidak mematuhi peraturan dalam agama
seperti melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Keterangan:
: Laki-laki : Perempuan
Aksis I
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah memiliki riwayat
kejang. Pasien tidak memiliki riwayat trauma. Sehingga gangguan mental dan perilaku
akibat gangguan mental organik dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan kriteria diagnostik menurut PPDGJ III pada
ikhtisar penemuan bermakna pasien digolongkan dalam F20.0 Skizofrenia.
Aksis II
Tidak ada gangguan retardasi mental dan gangguan anti-sosial.
Aksis III
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditemukan Widal S. Thyposa (+) 1/80
Aksis IV
Pasien memiliki konflik sosial dengan keluarga dan temannya
Aksis V
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement Of Functioning
(GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF pada pada saat ini adalah yaitu 61-70 beberapa
gejala ringan dan menetap disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
menganjurkan pasien untuk selalu minum obat secara teratur agar gejala
Psikoterapi Ventilasi
dapat menerima dan tidak dijauhi, dan agar dapat mendukung kesembuhan
pasien.
Religius
2.11. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Mengapa pada pasien ini didiagnosa dengan F.20.0 ?
Untuk gejala skizofrenia paranoid antara lain :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
a) Sebagai tambahan:
Halusinasi dan atau waham harus menonjol
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluait, mendengung, atau bunyi tawa
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan dipengaruhi atau
“passasive”, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
Pada kasus pasien ini ditemukan adanya Halusinasi Auditorik, visual dan taktil
yaitu pasien Pasien mengaku sering mendengar suara-suara orang sebanyak 3 orang
yang sering memerintahakn pasien misalnya menyuruh untuk ke kamar mandi,
menyuruh untuk pergi ke belakang, menyuruh untuk bangun dari tidur saat malam
hari. Pasien juga mengatakan terkadang melihat bayangan tidak jelas berwarna hitap
atua putih yang muncul di depannya, selainitu juga terkadang merasakan ada yang
memegang kaku pasien saat sedang tidur.
Selain itu juga ditemukan adanya waham curiga dan waham kejar yaitu pasien
berpikir bahwa ada seseorang yang tidak suka dengannya dan tidak sependapat
dengannya yaitu senio-senior di kompleksnya, selain itu ia juga berpikir bahwa senior-
senior tersebut sedang memperhatikan dan mengikutinya.
3.2. Jaras dopamin di otak yang mempengaruhi gejala skizofrenia
Dopamin adalah neurotransmitter monoamine. Dopamin diproduksi di neuron
dopaminergik di daerah tegmental ventral dari substantia nigra, otak tengah, dan nucleus
arkuata hipotalamus. Di perifer, dopamin ditemukan di ginjal di mana ia berfungsi untuk
menghasilkan vasodilatasi ginjal, diuresis, dan natriuresis. Neuron dopamin lebih banyak
didistribusikan daripada monamin lain dan ditemukan di hipotalamus, bulb olfaktorius,
daerah substansia nigra dan ventral otak bagian tengah, serta di daerah abu-abu
periaqueduktus dan retina. Ada 5 subtipe reseptor dopamin, D1, D2, D3, D4, dan D5,
yang merupakan anggota keluarga besar reseptor ditambah G-protein. Subtipe reseptor
dopamin dibagi menjadi dua subclass utama: tipe 1 dan 5 memiliki struktur dan
sensitivitas obat yang serupa, dan kedua reseptor ini disebut sebagai kelompok atau kelas
reseptor "mirip D1". Reseptor dopamin tipe 2, 3, dan 4 disebut kelompok "D2like".
Dopamin memainkan peran sentral dalam perilaku hadiah yang menyenangkan,
penghambatan produksi prolaktin (terlibat dalam laktasi), tidur, suasana hati, perhatian,
pembelajaran, perilaku, kontrol mual dan muntah serta pemrosesan rasa sakit. Selain itu
ia juga terlibat dalam mengendalikan gerakan, emosi dan kognisi. Karena lokalisasi luas
reseptor dopamin ke area otak dan perannya dalam berbagai fungsi, disfungsi
dopaminergik telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia, gangguan mood, gangguan
obsesif kompulsif (OCD), gangguan spektrum autisme, gangguan defisit hiperaktif
(perhatian) ADHD), sindrom tourette, ketergantungan zat, penyakit Parkinson dan
gangguan lainnya.
Mesokortikal dopamin pathways, bermula dari area tegmental midbrain ventral,
namun aksonnya menuju korteks limbik. Jaras ini bertanggungjawab terhadap simptom
positif dan negatif psikotik dan juga efek samping kognitif akibat pemakaian obat
antipsikotik (gejala negatif). Simptom negative dan kognitif disebabkan terjadi penurunan
dopamine di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks.
Defisit behavioral yang dinyatakan dalam suatu simptom negatif berupa penurunan
aktivitas motorik. Aktivitas yang berlebihan dari system glutamat yang bersifat
eksitotoksik pada system saraf (burn out) yang kemudian berlanjut menjadi suatu proses
degenerasi di mesokortikal jalur dopamin. Ini akan memperberat simptom negatif dan
meningkatkan defisit yang telah terjadi pada penderita skizofrenia. Penurunan dopamine
di mesokortikal dopamine pathway dapat terjadi secara primer maupun sekunder.
Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamine yang berlebihan pada jalur ini atau
melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan dopamin pada
mesokortikal dopamine pathway dapat memperbaiki simptom negatif atau mungkin juga
simptom kognitif. Keadaan ini akan menjadi suatu dilemma karena peningkatan dopamin
di jalur mesolimbik akan meningkatkan simptom positif, sementara penurunan dopamine
di jalur mesokortikal akan meningkatkan simptom negatif dan kognitif. Hal tersebut dapat
diatasi dengan pemberian obat antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) pada
penderita skizofrenia. Antipsikotik jalur kedua menyebabkan dopamine di jalur
mesolimbik menurun tetapi dopamin yang berada di jalur mesokorteks meningkat.
Mesolimbik dopamin pathways, bermula dari area tegmental midbrain ventral
menuju ke nukleus accumbens. Hiperaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom
positif dari skizofrenia. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Psikostimulan seperti amfetamin
dan kokain dapat menyebabkan peningkatan dari dopamin melalui pelepasan dopamine
pada jalur ini sehingga hal ini menyebabkan terjadinya simptom positif dan menimbulkan
psikosis paranoid jika pemberian zat ini dilakukan secara berulang. Antipsikotik bekerja
melalui blokade reseptor dopamine khususnya reseptor D2 sehingga simptom positif
dapat menurun atau menghilang. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamine pathways
menyebabkan simptom positif psikotik meningkat. Keadaan ini dapat merupakan bagian
dari skizofrenia, atau psikosis yang disebabkan oleh zat, mania, depresi atau demensia.
Hiperaktivitas mesolimbik dopamin pathways mempunyai peranan dalam simptom
agresivitas dan hostilitas pada penderita skizofrenia terutama bila terjadi penyimpangan
kontrol serotonergik dari dopamin. Mesolimbik dopamin pathways selain dapat
menyebabkan simptom positif , juga mempunyai peranan dalam pleasure, reward dan
reinforcing behavior. Pada kasus penyalahgunaan zat dapat menimbulkan ketergantungan
karena terjadi aksi di jalur ini.
Tuberoinfundibular dopamin pathways bermula dari hipotalamus menuju kelenjar
hipofisis anterior. Berperan dalam mengkontrol sekresi prolaktin. Diblokir oleh
neuroleptik, menyebabkan hiperprolaktinemia. Penurunan aktivitas prolaktin setelah
melahirkan berhubungan dengan peningkatan jumlah prolaktin pada air susu ibu (ASI).
Peningkatan level prolaktin antara lain karena terjadinya gangguan dari fungsi
tuberoinfundibular dopamin pathways yang disebabkan oleh lesi atau pemakaian obat-
obat antipsikotik. Manifestasi klinis akibat peningkatan level prolaktin dapat berupa
galaktorea (sekresi ASI), amenorea, atau disfungsi seksual. Hal ini sering terjadi selama
atau setelah pemberian obat antipsikotik.
Nigrostriatal dopamin pathways bermula dari substansia nigra menuju striatum
ganglia basalis. Jaras ini mengatur pergerakan pada manusia. Obat antipsikotik,
khususnya generasi I atau atipikal bekerja dengan jalan memblok total (tidak selektif)
reseptor dopamin (khususnya D2 receptor) di pasca sinaps neuron. Akibat bloking ini
maka secara klinis terlihat pergerakan pasien akan terganggu sehingga muncul gejala
yang dinamakan EPS (extra-piramidal syndrome). Gejala EPS ini mulai dari yang paling
ringan dan akut seperti distonia akut, trias parkinsonism, akathisia sampai yang dalam
bentuk paling berat dan kronis yaitu diskinesia tardif. Penurunan dopamin pada
nigrostriatal dopamine pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan seprti yang
ditemukan pada penyakit Parkinson, yaitu rigiditas, akinesia, atau bradikinesia
(pergerakan berkurang atau pergerakan melambat) dan tremor. Penurunan dopamine di
daerah basal ganglia dapat menyebabkan akatisia ( a tipe of restlessness) dan distonia
(twisting movement/pergerakan kaku) khususnya pada bagian wajah dan leher. Gangguan
pergerakan dapat juga diakibatkan oleh blokade reseptor D2 oleh obat yang bekerja pada
reseptor tersebut, seperti halnya pada obat-obat antipsikotik generasi pertama contohnya
antara lain haloperidol. Hiperaktivitas atau peningkatan dopamin pada nigrostriatal
dopamine pathways mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik seperti
chorea, dyskinesia dan tics. Terjadinya blokade yang lama pada reseptor D2 di
nigrostriatal dopamine pathways menyebabkan timbulnya gangguan pergerakan seperti
tardive dyskinesia.
3.3. Diagnosis banding skizofrenia : Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)
Pada teori menurut PPDGJ III :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri
(solitary). Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas seperti perilaku yang tidak bertanggungjawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerism; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary)
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien dangkal
(shallow) dan tidak wajar (inap-propriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling)
atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling) atau
oleh sikap tinggi hati (loft manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerism,
mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial dan ungkapan kata
yang diulang-ulang (reiterated phrase). Proses pikir mengalami disorganisasi dan
pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses piker umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan
bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Pada kasus didapatkan pasien mengalami perubahan perilaku berupa penarikan diri,
senang menyendiri, perilaku yang tidak bertanggungjawab seperti suka memukul orang
di sekitarnya, namun tidak di temukan gejala spesifik skizofrenia hebrefernik seperti
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-
absorbed smiling) atau oleh sikap tinggi hati (loft manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerism, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial
dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrase).
3.4. Diagnosis banding skizofrenia : gangguan waham (F22)
Pada teori menurut PPDGJ III
Waham-waham merupakan salah satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling
mencolok. waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem
waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi
(personal) dan bukan budaya setempat.
Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap / “full-blown”
(F32) mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut
menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan efektif itu.
Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.
Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat
sementara.
Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran,
penumpulan afek, dsb).
Selain itu diagnosis gangguan waham ditegakan bila seseorang memperlihatkan waham
yang tidak bizar sekurang-kurangnya selama 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan
pskiatri lain. Pada pasien ini di dapatkan waham non bizar yaitu waham curiga dan
waham kejar, namun gejala pasien ini juga disertai halusinasi auditorik.
3.5. Diagnosis banding skizofrenia : Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Zat Psikoaktif (F10)
Kriterian diagnostic DSM-IV-TR untuk intoksikasi Alkohol
- Perubahan perilaku atau psikologis maladaftif yang secara klinis bermakna
(contohnya, perilaku agresif atau seksual yang tidak pada tempatnya, labilitas mood,
daya nilai terganggu, fungsi social atau okupasional terganggu) yang timbul selama
atau segera setelah ingesti alcohol.
- Satu (atau lebih) tanda berikut, yang timbul selama atau segera setelah penggunaan
alcohol:
- Pembicaraan meracau
- Inkoordinasi
- Gaya berjalan tidak stabil
- Nistagmus
- Hendaya atensi atau memori
- Stupor atau koma
- Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain.
Pada kasus pasien mengalami perilaku agresif ditandai dengan pasien suka
memukul orang disekitarnya. Pasien mengalami labilitas mood yang ditandai dengan
pasien kadang suka menyendiri. Pasien mengalami gangguan fungsi sosial yaitu
pasien punya konflik dengan keluarga dan temannya. Pasien mengalami perilaku
anti-sosial setelah pasien minum alkohol. Pasien dalam tahap penyalahgunaan,
pasien dapat kembali normal setelah konsumsi alkohol. Namun pada pasien ini ia
tidak dalam pengaruh alkohol, pasien hanya mengkonsumsi alkohol saat diajak oleh
temannya dan terakhir mengkonsumsi alkohol adalah saat di wamena yaitu pada
bulan Mei 2020.
3.6. Pengobatan yang diberikan pada pasien dengan skizofrenia paranoid
Pasien dibawa oleh keluarga dalam keadaan gaduh gelisah sehingga diberikan
intervensi sementara injeksi intra muskular haloperidol kerja cepat (short acting) 5 mg,
yang dapat diulangi dalam 30 menit sampai 1 jam jika belum ada perubahan yang
signifikan, dosis maksimal 30 mg/hari. Dapat diberikan tambahan injeksi intra muskular
diazepam untuk mengurangi dosis antipsikotiknya dan menambah efektivitas terapi.
Dasar pengobatan skizofrenia adalah medikasi dengan antipsikotik yang dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu antipsikotik tipikal dan atipikal. Haloperidol
merupakan antipsikotik tipikal yang merupakan antagonis reseptor dopamin berafinitas
tinggi. Terapi dari obat-obatan antipsikotik tipikal secara langsung memblok reseptor
dopamin tipe 2 (D2) yang spesifik di jalur dopamin mesolimbik. Memblok reseptor
dopamine tipe 2 mempunyai efek menurunkan hiperaktivitas dalam jalur yang
menyebabkan munculnya simtom positif dan psikotik.
Saat keadaan pasien sudah stabil, pasien di pindahkan ke ruangan infeksius diberikan
obat antikolinergik trihexyphenidyl untuk mengurangi efek ekstrapiramidal tersebut.
Farmakologi trihexyphenidyl berhubungan dengan sifatnya sebagai antagonis reseptor
muskarinik, yang mengakibatkan inhibisi pada sistem saraf parasimpatis.
Trihexyphenidyl menunjukkan efek stimulasi produksi dopamin pada striatum, melalui
blokade reseptor muskarinik pada sistem saraf parasimpatis. Blokade reseptor muskarinik
mengakibatkan pelepasan asetilkolin yang diikuti oleh produksi dopamin. Pada distonia,
produksi dopamin relatif rendah, sehingga stimulasi produksi dopamin oleh
trihexyphenidyl diperkirakan dapat mengurangi gejala. Selain itu, pasien juga diberikan
Clozapin, tujuan pemberian obat ini adalah untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan
skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negative (social disinterest dan
income petence, personal neatness) efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu,
diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya . obat ini berguna
untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat standar.
Autoanamnesa (28 Desember 2020)
DM : Selamat siang, perkenalkan saya Hapsari dokter muda dari RSJD Abepura. Kakak
namanya siapa?
P : Selamat siang , Alfred.
DM : Bagaimana kabarnya hari ini ?
P : Baik.
DM : Bagaimana perasaannya sekarang ?
P : Baik.
DM : Apakah tadi malam Alfred bisa tidur ? Apakah Alfred mimpi buruk?
P : Iya, bisa. Tidak mimpi apa-apa dokter.
DM : Apakah Alfred sudah makan pagi?
P : Sudah
DM : Makan apa tadi ?
P : Makan nasi dengan ikan
DM : Berapa umurmu sekarang ?
P : 21 tahun.
DM : Alfred lahir tanggal berapa ?
P : Tanggal 1 Mei 1999
DM : Apakah Alfred tahu sekarang berada di mana ? Ini negara apa ? Apakah Alfred
tahu lagi di kota mana ?
P : Di rumah sakit. Ini di Papua
DM : Alfred puya orang tua di mana ?
P : Di Wamena
DM : Mama sama bapak masih hudup ?
P : Iya masih
DM : Alfred tinggal di mana ? Tinggal sama siapa?
P : Di papua, sama kakak
DM : Di papua di daerah mana ? Jayapura kah?, abepura? kotaraja?
P : Di doyo
DM : Apakah Alfred ingat siapa yang antar ke RSJD Abepura ?
P : Ingat, kakak
DM : Ada apa sampai Alfred bisa di antar ke RSJD Abepura ?
P : Karena sakit
DM : Sakit apa ?
P : (Diam) kemudian berbicara tidak jelas, seperti menjelaskan tapi tidak jelas
DM : Saat sedang sendirian, alfred pernah dengar ada yang panggil ? Atau mungkin
mendengar suara atau bisikkan ?
P : Iya, ada
D : Seperti apa suaranya ? Suara siapa itu ? Manusia atau hanya seperti angin ?
P : Suara 3 orang tidak di kenal
DM : Apa yang diucapkan oleh suara itu ? Bagaimana perasaaanmu terhadap suara itu ?
Apa yang kamu lakukan agar merasa lebih tenang ?
P : Suara suruh-suruh saya. diam saja.
DM : Alfred pernah melihat bayangan-bayangan tertentu dan hanya Alfred saja yang
bisa melihatnya ? Bagaimana perasaanmu terhadap bayangan itu ?
P : Pernah, lihat bayangan hitam atau putih, Gelisah
DM : Alfred pernah merasa ada yang pegang atau sentuh Alfred saat sendirian ?
P : Ya ada.
DM : Di sentuh bagian tubuh apa ?
P Di kaki
DM : Perasaannya Alfred bagaimana saat disentuh ?
P : Kaget
DM : Apa yang Alfred lakukan sat di sentuh ?
P : Diam saja, hilang sendiri
DM : Alfred merasa punya kekuatan atau kemampuan atau tidak ?
P : Tidak ada
DM : Apakah Alfred merasa ada yang jahat sama alfred ?
P : Ada.
DM : Siapa ?
P : Senior-senior dorang
DM : Apakah Alfred merasa ada yang mengawasi atau mengikuti Alfred ?
P : Iyo, senior-senior dorang.
DM : Baik, saat ini saya akan melakukan pemeriksaan memorinya Alfred yah, silahkan
menjawab sesuai dengan yang dirasakan ya.
P : Iya.
DM : 100-7 berapa ?
P : 93
DM : 93-7 ?
P : (Diam)
DM : Coba 20-2 berapa ?
P 18
DM Kurangi 2 lagi
P 16
DM Kurangi 2 lagi
P 14
DM Kurangi 2 lagi
P 12
DM Kurangi 2 lagi
P 10
DM Oke.
Alfred sekarang coba sebutkan naman hari !
P Senin, Selasa, Rabu, Kamis, jumat, Sabtu, Minggu
DM : Coba sebutkan bulan dari Desember ke Januari!
P : Desember, November, (Selanjutnya lupa)
D : Coba Viktor sebutkan angka berikut setelah saya.. 1..4..9..2..5..
P : 1, 4, 5, 6, 7, 8
D : Dulu Alfred SD nya di mana ?
P : Di Wamena
DM : SMP dimana ?
P : Di wamena
DM : SMA dimana
P : Di negeri 1 sentani
DM : Viktor, saya minta alfred untuk mengingat 3 benda ini, nanti saya akan tanyakan
kembali : (“kursi, meja, kertas”)
Apakah Alfred bisa menjelaskan tentang arti dari kalimat : “Panjang Tangan”
dan “Bunga desa” ?
P : Panjang tangan itu, tangan yang panjang sekali
Bunga desa itu bunga indah
DM : Apakah alfred tahu persamaan jeruk dan apel ?
P : Buah
DM : Apakah Alfred tahu nama Presiden RI dan Gubernur Papua saat ini ?
P : (diam)
DM : Coba alfred sebutkan lagi 3 benda yang tadi saya perlihatkan !!
P : Kursi (selanjutnya diam)
DM : Alfred kalau ada api di ruangan ini, Alfred bikin apa ?
P : Keluar, karena kebakaran
DM : Oke,, Apa yang akan alfred lakukan jika menemukan dompet jatuh di jalan ?
P : Ambil, simpan
DM : Alfred menurutmu apakah saat ini kamu butuh bantuan ? Mengapa ?
P : Iya (kemudian diam)
P : (pasien berdiri dan kemudian pergi, tanpa berpamitan)