Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

SKIZOFRENIA YANG TIDAK TERGOLONGKAN


(YTT)

Disusun oleh:
Fitria Lindayani
712020027

Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus berjudul

SKIZOFRENIA YANG TIDAK TERGOLONGKAN (YTT)

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Fitria Lindayani
712020027

Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
DR. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Oktober 2022


Dosen Pembimbing

ii
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Skizofrenia YTT” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Dr.
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasullullah Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan,
bimbingan dan arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. dr. Abdullah Sahab, Sp. KJ, MARS selaku dosen pembimbing.
2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut
membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua
dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I LAPORAN KASUS....................................................................................1
BAB II. DISKUSI.................................................................................................14
TABEL FOLLOW UP.........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

iv
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PENDERITA
Nama : Ny. E
Usia : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Suku / Bangsa : Melayu / Indonesia
Pendidikan : SD (tidak tamat)
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sematang Borang, Sako, Palembang
Datang ke RS : Jum’at, 21 Oktober 2022
Cara ke RS : Diantar oleh adik laki-lakinya
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Cempaka RS. Dr. Ernaldi Bahar Palembang

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Riwayat psikiatri diperoleh dari:
1. Autoanamnesis dengan penderita pada hari Kamis, Kamis 27 Oktober
2022 Pukul 09:00 WIB dan hari Jum’at, 28 Oktober 2022 Pukul 09:00
WIB
2. Alloanamnesis dengan adik pasien pada Jum’at, 28 Oktober 2022 pukul
13:00 WIB (via telpon)

A. Sebab Utama
Sering marah-marah tanpa sebab, keluyuran dan mengganggu linkungan
sekitar.

1
B. Keluhan Utama
Tidak ada
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
- Autoanamnesis
Pada autoanamnesis dengan pasien, pasien mengatakan bahwa
dirinya dibawa oleh adiknya ke RS Ernaldi Bahar karena mengalami
depresi. Pasien mengaku mudah emosi dan marah-marah apabila ada
omongan orang yang menyinggungnya. Pasien sering emosi jika
mengenai makanan. Pasien mengaku selalu beli lauk namun tidak ada
uangnya sehingga pasien sering emosi. Pasien tidak mengaku sering
keluyuran dan merusak barang. Pasien juga sering merasa menyesal
terkait kesalahannya namun tidak dapat mengungkapkan kata maaf
sehingga pasien hanya bisa memendamnya sendiri. Pasien juga
mengaku merasa sedih karena pisah dengan anaknya dan tidak bisa
melihat anaknya lagi.
Menurut pasien saat gadis, ada dua wanita di pundak kanan dan
kirinya yang sering berbicara dengannya. Wanita yang sebelah kanan
sering berbicara yang baik-baik sedangkan wanita sebelah kiri
berbicara yang buruk namun tidak pernah memerintahkan melakukan
kejahatan. Saat ini kedua wanita itu sudah tidak ada.

- Alloanamnesis
Pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RS Ernaldi Bahar karena
sering marah-marah tanpa sebab, keluyuran dan mengganggu
lingkungan.
Berdasarkan anamnesis adik pasien, 2 tahun yang lalu pasien di
jemput oleh keluarganya dari rumah suaminya karena suami pasien
sering melakukan kekerasan sehingga pasien dijemput dan dibawa
pulang kerumah orang tuanya. Namun pasien tidak di perbolehkan
untuk membawa anaknya. Semenjak pisah dari anak dan suaminya
pasien sering melamun dan memandangi foto anaknya.

2
Sejak ±1,5 tahun yang lalu pasien mulai berubah perilaku. Pasien
mulai susah tidur dan sering nangis sendiri. Pasien juga ngoceh-
ngoceh sendiri seperti ada yang teman mengobrol. Pasien sering
mangatakan supaya anaknya dikembalikan. Pasien juga sering marah-
marah tanpa sebab, dan merusak barang-barang dirumah. Pasien juga
sering keluyuran dan marah-marah dengan orang yang ditemuinya
dijalan. Keluhan gelisah dan marah-marah masih dapat ditenangkan
atau dibujuk oleh keluarga. Makan minum biasa. Pasien masih mau
mandi.
±5 bulan yang lalu pasien keluyuran dan memukul anak tetangga
dengan sekop tanpa sebab. Pasien juga sulit tidur di malam hari.
Pasien baru di bawa ke rumah sakit karena baru ada biaya.
±1 minggu yang lalu pasien pernah mengatakan ingin mati saja
namun tidak pernah mencoba untuk mencelakai diri.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA


A. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien baru pertama kali berobat.

B. Riwayat Kondisi Medis Umum


a. Riwayat trauma kapitis tidak ada
b. Riwayat asma tidak ada
c. Riwayat demam tinggi ada
d. Riwayat kejang tidak ada
e. Riwayat stroke tidak ada
f. Riwayat diabetes mellitus tidak ada
g. Riwayat hipertensi tidak ada
h. Riwayat hiper/hipotiroid tidak ada
i. Riwayat alergi tidak ada
j. Riwayat keluarga dengan gangguang jiwa ada (Ayahnya)

3
C. Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak ada

D. Timeline Perjalanan Penyakit Pasien

2 tahun SMRS 1,5 tahun SMRS 1 Minggu SMRS


5 bulan SMRS
Pasien dijemput dari  Pasien sering Pasien keluyuran dan  Pasien
rumah suaminya untuk memandangi poto mengatakan
dibawa pulang kerumah anaknya, dan nangis memukul anak
orangtuanya karena sendiri tetangga dengan ingin mati
mengalami KDRT  Pasien mulai susah sekop tanpa sebab saja tapi
Pasien dipisahkan oleh tidur, ngoceh- belum pernah
suami dan anaknya ngoceh sendiri,
mencoba
keluyuran, marah-
marah dan merusak melukai diri
barang sendiri
 Pasien masih dapat
dibujuk dan
ditenangkan oleh
keluarga

Riwayat Kehidupan Pribadi


A. Riwayat Premorbid
1. Bayi : Menurut keluarga pasien lahir spontan, cukup bulan, ditolong
oleh bidan.
2. Anak : Menurut keluarga perkembangan baik
3. Remaja : Menurut keluarga, pasien merupakan orang yang pendiam.
4. Dewasa : Menurut keluarga, pasien merupakan orang yang pendiam.

4
B. Situasi Hidup Sekarang
Pasien bekerja sebagai IRT. Pasien sudah cerai 2 tahun yang lalu dan
sekarang tinggal bersama ayah dan adik lelakinya. Kehidupan ekonomi
pasien menengah kebawah.
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.

Keterangan:
: lelaki sakit

: Perempuan sehat

: Laki-laki sehat

: Pasien bernama Ny.E

D. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SD (tidak tamat)

E. Riwayat Pekerjaan
Ibu rumah tangga

F. Riwayat Pernikahan
Pasien telah bercerai dengan suaminya 2 tahun yang lalu

5
G. Agama
Pasien beragama Islam.

H. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal serumah dengan ayah dan adik lelakinya. Dengan status
ekonomi menegah kebawah.
I. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan pihak berwajib sebelumnya.

V. Pemeriksaan Status Mental


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien berjenis kelamin Peremuan, berusia kisaran akhir 30 tahun,
penampilan sesuai usia. Pada saat wawancara pasien menggunakan
seragam pasien berwarna kuning. Perawatan diri cukup bersih dan rapi.
Kulit sawo matang.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tampak tenang, perlambatan psikomotor, aktivitas menurun
3. Sikap terhadap pemeriksa
Kontak dengan pemeriksa kurang, kooperatif terhadap pemeriksa.

B. Mood dan Afek


1. Mood : Depresi
2. Afek : Menyempit

C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kecepatan : Lambat
3. Intonasi : Sedang
4. Artikulasi : Jelas
5. Produksi suara : Suara kecil

6
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi :
- Halusinasi visual Ada  pasien melihat ada wanita di bahu kanan dan
kirinya
- Halusinasi auditorik Ada wanita yang ada dikanan kirinya sering
berbicara, wanita yang kanan berbicara bai-baik, sedangkan yang kiri
berbicara yang buruk namun tidak pernah memerintahkan untuk
melakukan hal yang jahat
- Halusinasi olfaktori tidak ada
- Halusinasi taktil tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
E. Pikiran
1. Gangguan proses dan bentuk pikiran : Asosiasi longgar
a) Kontinuitas : Kontinu
b) Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Gangguan Isi Pikiran : waham (-)

F. Mimpi dan Fantasi


- Mimpi : tidak ada
- Fantasi : tidak ada

G. Kesadaran dan Kognisi


1. Tingkat kesadaran : Compos mentis
2. Orientasi
a) Waktu : Baik
b) Tempat : Baik
c) Orang : Baik
3. Daya Ingat : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : Baik
5. Kemampuan membaca dan menulis : Pasien dapat membaca dan menulis

7
6. Kemampuan visuospasial : Pasien dapat menjelaskan
perjalanan dari rumah ke RS. Ernaldi Bahar.
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik, pasien makan, minum dan
bisa mandi sendiri.

H. Pengendalian Impuls
Pada saat pemeriksaan pasien tampak tenang dan tidak terdapat gerakan
involunter.

I. Daya Nilai
1. Penilaian realita : RTA terganggu, karena tidak dapat membedakan
realita dan bukan, dinilai pada alam perasaan, pikiran dan perbuatan.
2. Tilikan : Derajat 4, pasien menyadari dirinya sakit dan
butuh bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya.

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan dilakukan pada hari Kamis, 27 Oktober 2022.

A. Status Internus
1. Kesadaran : Composmentis.
2. Tanda Vital : TD: 143/113 mmHg, N: 94 x/menit, RR: 20 x/menit,
T: 36,2oC
3. Kepala : Normocephali, Konjungtiva palpebra anemis (-),
Sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung (-), ocular
sinistra stabismus (+)
4. Thorax : BJ I dan II Normal, Gallop (-), Murmur (-), Vesikuler
normal (+), Wheezing (-), Ronkhi (-).
5. Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), BU (+) normal
Pembesaran hepar dan lien (-).
6. Ekstremitas : Hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik.

8
B. Status Neurologikus
1. GCS : 15
E : Membuka mata spontan (4)
V : Bicara spontan (5)
M : Gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi sensorik tidak terganggu.
3. Fungsi motorik tidak terganggu.
4. Ekstrapiramidal sindrom tidak ditemukan gejala.
5. Refleks fisiologis tidak dilakukan pemeriksaan.
6. Refleks patologis tidak dilakukan pemeriksaan.

C. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan di lakukan pada hari Jum’at, 21 Oktober 2022
Pemeriksaan Hasil Intepretasi
Hb 14.2 gr % Normal
Leukosit 15590 mm3 Meningkat
LED 15 mm/jam Normal
Difcount 0/1/2/81/11/5 % Normal
Hematokrit 41 % Normal
Trombosit 291 ribu/mm3 Normal
Eritrosit 5.4 Juta/mm3 Normal
GDS 91 mg/dl Normal
Ureum 15 mg/dl Normal
Creatinin 0.6 mg/dl Normal
SGOT 28 U/L Normal
SGPT 19 U/L Normal

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


1. Seorang wanita berusia 29 tahun.
2. Pasien datang ke IGD RS Ernaldi Bahar diantar adik lelakinya pada tanggal
21 Oktober 2022.

9
3. Pasien sering marah-marah tanpa sebab, berbicara sendiri, gelisah, sulit tidur,
keluyuran keluar rumah, mudah tersinggung.
4. Pendidikan terakhir pasien tidak tamat SD.
5. Pasien tidak memiliki masalah pada kesadaran, daya ingat, fungsi kognitif
dan orientasi, memori serta pengetahuan umum pasien baik. Aktivitas
psikomotor lambat, kontak mata terhadap pemeriksa kurang, bicara seadanya.
6. Mood depresi dan afek menyempit.
7. Terdapat halusinasi visual dan auditorik
8. Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif.
9. Terdapat gangguan aktivitas tidur, nafsu makan tidak terganggu serta mandi,
BAK, dan BAB masih bisa sendiri.
10. Taraf pendidikan sesuai, orientasi (waktu, tempat dan orang) baik, daya ingat
jangka panjang, pendek, segera baik, pikiran abstrak baik, bakat kreatif tidak
ada, kemampuan menolong diri sendiri baik.
11. Pasien lahir normal dibantu bidan, gangguan masalah tumbuh kembang tidak
ada.
12. Pasien merupakan pribadi yang pendiam.
13. Pasien tidak pernah berobat sebelumnya.
14. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit fisik.
15. Dalam penilaian realitas pada penderita, terdapat adanya gangguan dalam hal
pikiran, perasaan, perbuatan, dan perilaku.
16. Dalam pertimbangan tilikan terhadap penyakit, pasien menyadari dirinya
sakit dan butuh bantuan namun tidak menyadari penyebab sakitnya.

VIII. Formulasi Diagnostik1


Aksis I:
Berdasarkan hasil autoanamnesis dan pemeriksaan fisik status
mental yang telah dilakukan pada pasien ini ditemukan adanya gejala
klinis bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa gelisah,
sulit tidur, bicara sendiri, dan mendengar bisikan. Keadaan ini
menimbulkan distress bagi pasien dan keluarganya dan menimbulkan

10
(disabilitas) dalam sosial dan pekerjaan serta hendaya berat dalam fungsi
social berupa ketidakmampuan membina relasi dengan orang lain sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.

Dari pemeriksaan status mental pada pasien terdapat hendaya berat dalam
menilai realita berupa halusinasi auditorik dan visual sehingga pasien
didiagnosa Sebagai gangguan jiwa psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak didapatkan adanya


gangguan, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organic dapat
disingkirkan dan pasien di kategorikan Gangguan Mental non Organik.

Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya gelisah, mudah


emosi, merusak barang dan mengganggu lingkungan dan memiliki
gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik dimana gejala khas tersebut
telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau bahkan lebih. Maka
diagnosis diarahkan pada Skizofrenia (F20)

Adapun untuk tipe skizofrenia, diklasifikasikan dalam Skizofrenia YTT,


hal ini digolongkan berdasarkan pedoman penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ III) menggunakan kriteria dua gejala yaitu
halusinasi auditorik dan perilaku gaduh gelisah dengan onset lebih dari
satu bulan, gejala yang ada hanya memenuhi kriteria skizofrenia dan tidak
memenuhi kriteria skizofrenia paranoid, hebefrenik, dan katatonik.
Sehingga pada pasien ini didiagnosis ke dalam Skizofrenia YTT (F20.9)

Aksis II:
Pada penderita untuk aksis II belum ditemukan gangguan kepribadian.
Aksis III:
Pada diagnosis multiaksial aksis III tidak ada diagnosis.
Aksis IV:
Pada diagnosis multiaksial aksis IV yaitu masalah keluarga.

11
Aksis V:
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale
yaitu 70-61 yaitu beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik.

IX. Diagnosis Multiaksial


Aksis I : F.20.9 Skizofrenia YTT
Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah berkaitan dengan keluarga
Aksis V : GAF SCALE 70-61

X. Daftar Masalah
A. Organobiologik
Terdapat faktor genetik gangguan kejiwaan, ayah pasien didiagnosis
skizofrenia.

B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi visual dan halusinasi auditorik.

C. Lingkungan dan Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama ayah, dan adik lelakinya. Sebelum mengalami
perubahan perilaku 2 tahun yang lalu pasien tinggal bersama anak dan suaminya
namun karena sering mengalami KDRT oleh suaminya pasien dijemput pulang
oleh keluarganya.

XI. Prognosis
A. Quo ad Vitam : dubia ad malam
B. Quo ad Functionam : dubia ad malam
C. Quo ad Sanationam : dubia ad malam

12
XII. Rencana Penatalaksanaan
A. Psikofarmaka
- Risperidone 2x2 mg oral

B. Psikoterapi
1. Terhadap penderita
a. Memberikan edukasi terhadap penderita agar memahami
gangguannya lebih lanjut, cara pengobatan dan penanganannya, efek
samping yang dapat muncul, serta pentingnya kepatuhan dan
keteraturan dalam minum obat.
b. Membantu pasien dalam memperbaiki persepsinya yang sebelumnya
palsu atau tidak benar sehingga pasien lambat-laun memahami bahwa
apa yang dilihatnya merupakan halusinasi dan tidak nyata dalam
kehidupannya sehingga dapat memperbaiki hubungan dengan
keluarga maupun masyarakat.
c. Intervensi langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya
diri individu, perbaikan fungsi sosial, dan pencapaian kualitas hidup
yang baik.
d. Memotivasi pasien agar tidak merasa putus asa dan semangat dalam
menjalani hidup.
2. Terhadap keluarga
a. Menggunakan metode psiko-edukasi dengan menyampaikan
informasi kepada keluarga mengenai berbagai kemungkinan
penyebab penyakit, perjalanan penyakit, dan pengobatan yang dapat
dilakukan sehingga keluarga dapat memahami dan menerima kondisi
penderita serta membantu penderita dalam hal minum obat serta
kontrol secara teratur dan mengenali gejala-gejala kekambuhan untuk
segera dikonsultasikan kepada dokter.
b. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran
keluarga pada perjalanan penyakit dan proses penyembuhan penyakit
pada penderita.

13
BAB II
DISKUSI

Skizofrenia adalah salah satu gangguan mental dengan karakteristik


kekacauan pada pola berpikir, proses persepsi, afeksi dan perilaku sosial.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah
15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli
sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Di
Indonesia, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian psikiatri adalah karena
skizofrenia.2
Berdasarkan kriteria pada Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III, gangguan skizofrenia umumnya ditandai distorsi pikiran dan
persepsi yang mendasar dan khas, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.
Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya dapat dipertahankan
walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa) III,
Skizofrenia dapat ditegakkan diagnosisnya apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:3
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikuti in yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang
atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun Isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

14
- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya,
b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang "dirinya" = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
permakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang, berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
e) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh wanam yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tapa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

15
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
h) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (selfabsorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.
Berdasarkan DSM-IV, yang merupakan pedoman diagnostik untuk
Skizofrenia, yaitu:
Suatu tipe skizofrenia dimana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A
tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau katatonik:
A. Gejala karakteristik : dua atau lebih berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan.
1. Waham;
2. Halusinasi;
3. Bicara terdisorganisasi (sering menyimpang/inkoheren)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia atau tidak ada kemauan
(avolition).

16
B. Disfungsi sosial/pekerjaan; Seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau
perawatan diri.
C. Durasi sekurang-kurangnya enam bulan
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan alam perasaan
Gangguan skizoafektif dan gangguan alam perasaan dengan ciri psikotik telah
disingkirkan karena :
1. Tidak terdapat episode depresif berat, manik atau campuran yang terjadi
bersama-sama dalam fase aktif, atau
2. Jika episode suasana perasaan terjadi selama gejala fase aktif, durasi
totalnya lebih singkat disbanding durasi episode aktif dan residual
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan perfasive.

Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku
atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama
lainnya.
Jenis dan tipe skizofrenia menurut DSM-IV:
 Tipe paranoid
- Ditandai oleh waham kejar dan atau waham kebesaran, waham
cemburu.
 Tipe hebefrenik
- Cirinya isi piker dan arus piker sangat terdisorganisasi, penampilan
dan perilaku sosial rusak, inkoherensi, kekanak-kanakan, dan tampak
bodoh.
 Tipe katatonik
- Ciri khas yaitu adanya gangguan nyata pada fungsi motoric berupa
stupor, negativism, rigiditas, kegaduhan atau posturing.
 Tipe tak tergolongkan
- Terdapat waham yang jelas, halusinasi, inkoherensi tingkah laku
kacau, namun tidak memenuhi klasifikasi tipe-tipe di atas.

17
 Tipe residual
- Pernah terjadi paling sedikit satu episode skizofrenia.

Perjalanan penyakit skizofrenia


 Fase prodromal
- Onset insidious yang terjadi selama berbulan-bulan atau lebih.
- Ada perubahan perilaku seperti: penarikan diri secara sosial, hendaya
dalam pekerjaan, afek tak serasi, avolition, ide aneh.
 Fase aktif
- Muncul gejala psikotik seperti waham, halusinasi, bicara dan perilaku
kacau.
- Memerlukan intervensi medik.
- Bisa akut eksaserbasi.

 Fase residual
- Gejala-gejala fase aktif hilang, ada hendaya dalam perasaan.
- Ada gejala negatif, gejala positif berkurang.

SKIZOFRENIA YANG TIDAK TERGOLONGKAN


 Memenuhi kriteria umum untuk diagnostik skizofrenia
 Kriteria berdasarkan PPDGJ III menggunakan kriteria dua gejala yaitu :
- Halusinasi auditorik : suara bisikan yang menyuruh agar pasien
melempar orang lain dan berbuat jahat kepada orang lain
- Perilaku gaduh gelisah
 Onset lebih dari 1 bulan
 Gejala yang ada hanya memenuhi kriteria skizofrenia, tapi tidak
memenuhi kriteria skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, dan
skizofrenia katatonik.
Pada pasien didapatkan gejala positif yaitu berupa adanya riwayat halusinasi
visual dan halusinasi auditorik sebelum dilakukan perawatan. Halusinasi visual

18
berupa pasien melihat ada wanita di bahu kiri dan kananya. Wanita yang disebelah
kanan berbicara yang baik-baik sedangkan yang kiri bicara yang buruk namun
tidak pernah memerintahkan hal yang jahat. Pasien juga mengalami gaduh gelisah
sehingga mengganggu lingkungan sekitar.
Gejala lain yang ditemukan pada pasien adalah adanya gangguan mood dan
afek. Pasien sudah mengalami gejala-gejala tersebut sejak kurang lebih 1,5 tahun
yang lalu namun belum berobat karena kendala biaya. Gejala klinis tersebut
menyebabkan adanya hambatan pada kegiatan sehari-hari dan hubungan sosial
pasien dengan keluarga serta masyarakat sekitar. Berdasarkan hal tersebut
diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan. Adapun untuk tipe skizofrenia,
diklasifikasikan dalam Skizofrenia YTT.
Penatalaksanaan dari skizofrenia dapat berbeda pada fase-fase penyakit.
Farmakoterapi serta psikoterapi diberikan pada pasien dengan tujuan
menghilangkan gejala, kekambuhan dari penyakit, dan memperbaiki kualitas
hidup. Pada pasien farmakoterapi yang diberikan adalah Risperidone 2x2 mg
sebagai penatalaksanaan awal. Risperidone merupakan senyawa benzoxazole.
Efek anti psikotiknya berhubungan dengan potensi antagonis dopamin D2 dan
memiliki afinitas terhadap reseptor serotogenik 5HT2C. Risperidone telah
dilaporkan dapat memperbaiki gejala positif dari skizofrenia, mengurangi gejala
negatif, meminimalisir efek samping ekstrapiramidal dan mencegah terjadinya
kekambuhan, lebih daripada haloperidol. Dosis risperidone yang dianjurkan
adalah 2-8 mg/hari. Pada fase akut, obat segera diberikan setelah diagnosis
ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran, dinaikkan perlahan secara
bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat
mengendalikan gejala.5
Pada fase stabilisasi farmakoterapi ditujukan untuk mempertahankan remisi
gejala atau mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan
mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan. Dosis optimal obat anti psikotik
dipertahankan selama 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase
ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang, setiap 2-4 minggu.
Pada fase rumatan dosis anti psikotik mulai diturunkan secara bertahap, sampai

19
diperoleh dosis minimal yang mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut,
pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila berjalan kronis dengan
beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur
hidup apabila pasien sudah pernah melakukan hal yang membahayakan dirinya
atau orang lain.8
Selain menggunakan terapi psikofarmaka, pasien juga ditunjang dengan
psikoterapi. Psikoterapi dilakukan terhadap pasien serta keluarga pasien.
Psikoedukasi yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stimulus yang
berlebihan, stresor lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Psikoterapi
dapat diberikan psikoterapi individual, jarang dilakukan terapi kelompok, karena
biasanya mereka sering tidak nyaman atau kurang mampu bertoleransi dalam
terapi kelompok terutama bila dengan pasien yang beraneka ragam diagnosisnya.
Bila akan dilakukan, lebih baik pada saat pasien dirawat inap, bukan saat rawat
jalan.
Psikoterapi individual yang dapat diberikan berupa psikoterapi suportif,
client-centered therapy, atau terapi perilaku. Psikoterapi suportifnya sebaiknya
yang relatif konkrit, berfokus pada aktivitas sehari-hari. Dapat juga dibahas
tentang relasi pasien dengan orang-orang terdekatnya. Keterampilan sosial dan
okupasional juga banyak membantu agar pasien dapat beradaptasi kembali dalam
kehidupan sehari-harinya. Psikoedukasi juga dapat dilakukan untuk meningkatkan
keterampilan orang dengan skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala,
serta mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Edukasi
keluarga penting dilakukan agar keluarga siap menghadapi perburukan kondisi
pasien yang mungkin dapat terjadi. Diskusi dapat tentang problem sehari-hari,
hubungan dalam keluarga, dan hal-hal khusus lainnya, misalnya tentang rencana
pendidikan, atau pekerjaan pasien.8
Prognosis pasien ini Quo ad Vitam adalah Dubia ad malam, Quo ad
Functionam adalah Dubia ad malam dan Quo ad Sanationam adalah Dubia ad
malam, karena 35% pasien dengan skizofrenia mengalami kekambuhan dalam
waktu 2 tahun dan 74% dalam waktu 5 tahun setelah onset. Temuan ini

20
menunjukkan bahwa memprediksi kebenaran prognosis pasien individu
memerlukan pengamatan jangka panjang, yang melebihi setidaknya periode kritis.

TABEL FOLLOW UP

Sabtu, 29 Oktober S : Pasien mengatakan emosi berkurang


Pukul 09.00 WIB
O:

- KU: Composmentis
- TD: 110/80 mmHg, N: 80x/m, RR: 20x/m
- kontak (+), adekuat, kooperatif, halusinasi visual
(-), halusinasi auditori (-)

A: F20.9 Skizofrenia YTT

P: - Risperidone 2x2 mg

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2016. Kaplan & Sadock’s Buku Ajar Psikiatri
Klinis Edisi II. Jakarta: EGC.
2. Zahnia S. dan Dyah W. 2016. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Jurnal
Majority, 5(4): 160-166.
3. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III dan DSM-V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.
4. Elvira, S. 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI.
5. Subramanian P and Rudnick A. 2010. Risperidone for Individuals with
Refractory Schizophrenia. Clinical Medicine Insights : Therapeutics; 2: 401-
406.
6. Swayami, I Gusti Ayu Vivi. 2014. Aspek Biologi Triheksifenidil di Bidang
Psikiatri. Jurnal Ilmiah Kedokteran;45:88-92.
7. Handayani D., Noor C., dan Valentina M. 2017. Pengaruh Pemberian
Kombinasi Antipsikotik Terhadap Efek Samping Sindrom Ekstrapiramidal
Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Jurnal
Farmaka, 15(3): 86-95.
8. PDSKJI. 2012. PNPK Jiwa/ Psikiatri. Jakarta: PDSKJI.
9. Kanahara N, Yoshida T, Oda Y, Yamanaka H, Moriyama T, Hayashi H, et al.
2013. Onset Pattern and Long-Term Prognosis in Schizophrenia: 10-Year
Longitudinal Follow-Up Study. PLoS One; 8(6):e67273. doi:
10.1371/journal.pone.0067273. 

22

Anda mungkin juga menyukai