Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 20 Mei – 24 Juni 2019

Illiyyah, S.Ked 04054821820148


Dita Marisca, S.Ked 04084821921131
Ruli Bashiroh Habibah, S. Ked 04084821921162

Pembimbing: dr. Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ERNALDI BAHAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Skizofrenia Paranoid

Disusun oleh :

Illiyyah, S.Ked 04054821820148


Dita Marisca, S.Ked 04084821921131
Ruli Bashiroh Habibah, S. Ked 04084821921162

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RS Jiwa Ernaldi
Bahar, Periode 20 Mei – 24 Juni 2019.

Palembang, Juni 2019


Pembimbing

dr. Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ

2
KATA PENGANTAR

Pujian syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Skizofrenia Paranoid” untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan manfaat
dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, Juni 2019

Penulis

3
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. DA
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku/Bangsa : Sumatera selatan
Pendidikan : SMA (tamat)
Pekerjaan : Tidak Kerja
Agama : Islam
Alamat : Martapura Kabupaten OKU Timur, Sumatera
Selatan
Datang ke RS : Kamis, 23 Mei 2019
Cara ke RS : Diantar keluarga (Adik)
Tempat Pemeriksaan : IGD RSUD Ernaldi Bahar Palembang

II. ANAMNESIS
AUTOANAMNESIS DAN ALLOANAMNESIS
Narasumber:
Nama : Ny. SD
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah Kawin
Suku/Bangsa : Sumatera selatan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Martapura Kabupaten OKU Timur, Sumatera
Selatan
Tempat wawancara : IGD RSUD Ernaldi Bahar
Hubungan dengan pasien : Adik kandung pasien

12
13

a. Sebab Utama
1 hari SMRS, pasien merusak kursi dengan palu

b. Keluhan utama
Pasien di antar ke RS Ernaldi Bahar karena ingin mengambil obat

c. Riwayat perjalanan penyakit


±10 tahun yang lalu ibu pasien meninggal, sejak itu pasien menjadi
pendiam dan pasien sering menggunakan Inex untuk mengatasi
kesedihannya, ±7 tahun yang lalu, pasien banyak melamun, mengurung diri
di kamar, ketika di ajak bicara oleh keluarga pasien jarang menjawab dan
pasien tidak mau bekerja lagi. ±6 thn yang lalu pasien lebih pendiam, lebih
suka melamun, dan tidak menjawab ketika ditanya oleh keluarga, pasien
mulai sering marah-marah, membanting barang-barang, dan memukul ayah
nya, lalu pasien dibawa ke IGD RSUD Ernaldi Bahar untuk dirawat 1 bulan,
pasien diberikan 3 macam obat tapi pasien lupa nama obat, kemudian pasien
pulang dengan perbaikan yaitu sudah merasa tidak emosi, tidak mengurung
diri lagi, dan sudah berbicara seperti biasanya. Dokter menyarankan untuk
kontrol setiap bulan dan saran tersebut diikuti oleh pasien dan keluarganya.
Pasien rutin kontrol diantar keluarganya selama ± 4 tahun dan pada tahun
berikutnya pasien hanya kontrol beberapa bulan sekali karena pasien merasa
sudah sehat dan tidak membutuhkan obat sehingga sulit diajak kontrol.
±1 tahun yang lalu pasien mengamuk dan membawa senjata tajam (arit
dan tombak) mengancam ayahnya karena pasien menganggap ayahnya
menghalangi pasien untuk membalas dendam kepada orang yang menurut
pasien telah memukul kepalanya, kemudian pasien dibawa keluarganya ke
IGD RSUD Ernaldi Bahar Palembang. Menurut ayah pasien, pasien sempat
putus obat selama 1 bulan karena pasien merasa obatnya membuat pasien
menjadi lemas dan menggaggu aktivitas, pasien banyak merokok,
mengurung diri, sulit tidur dan mudah tersinggung. Pasien lalu dirawat
selama 1 bulan kemudian pasien pulang dengan perbaikan dan kontrol setiap
bulan.
14

±3 bulan terakhir adik pasien mengeluh keluhan pasien seperti tiba-tiba


tertawa, mengoceh tidak jelas, gelisah, tidak tidur, dan menghidupkan motor
di malam hari. ±1 minggu SMRS pasien sering kencing di dalam botol dan
terkadang diminumnya. 1 hari SMRS pasien merusak kursi menggunakan
palu sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD Ernaldi Bahar Palembang.
Pasien mengaku akhir-akhir ini sering mendengar bisikan banyak orang
kembali dan mengganggu tidurnya, pasien mengaku sudah lama tidak
makan obat, pasien ingat terakhir minum obat tanggal 18.

d. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat kejang : tidak ada
- Riwayat trauma : tidak ada
- Riwayat diabetes mellitus : tidak ada
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat asma : tidak ada
- Riwayat alergi : tidak ada

e. Riwayat pengobatan
Pasien pernah dirawat di RS Erba dengan diagnosis skizofrenia paranoid
dan mendapat obat risperidone 2x2 mg, trihexyphenidyl 2x2 mg, dan
clozapine 1x25 mg. Pasien putus obat sudah 2 bulan SMRS.

f. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, di
dokter
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak :Baik
- Remaja : sosialisasi baik, memiliki banyak teman dan mudah
bergaul
- Dewasa : sosialisasi baik, banyak teman dan mudah bergaul
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat NAPZA (+) pernah mengonsumsi inex dengan alasan untuk
mengatasi kesedihan namun sudah berhenti, terakhir bulan November
2017.
15

g. Riwayat keluarga
- Pasien merupakan anak kedua. Saat ini pasien tinggal bersama ayah
yang merupakan seorang pensiunan pegawai negeri.
- Anggota keluarga dengan gangguan jiwa tidak ada

- Ibu pasien telah meninggal dunia tahun 2009

- Saudara-saudara pasien tinggal di luar Martapura dan Palembang

- Hubungan pasien dengan saudaranya yang lain baik, namun hubungan


pasien dengan saudaranya yang ke-4 lebih dekat karena sering
berkunjung ke rumah orang tua mereka yang ada di Martapura dan
saudaranya yang lain tinggal di luar Palembang.

Pedigree

h. Riwayat pendidikan
Tamat SMA. Pasien melanjutkan pendidikan namun tidak selesai karena
pasien ingin langsung bekerja dan merasa tidak memiliki biaya untuk
melanjutkan pendidikan.
i. Riwayat pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai honorer di kantor tempat ayahnya bekerja,
pekerjaan pasien sebagai supir, tetapi pasien diberhenti karena pasien
sering tidak masuk kerja dan malas-malasan.
j. Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah karena pasien belum menemukan seseorang yang
pasien sukai, namun pasien ada keinginan untuk menikah.
k. Keadaan sosial ekonomi
16

Pasien tinggal bersama ayahnya di rumah milik sendiri dengan luas  60


m2. Ayah pasien sudah pensiun dengan uang tunjangan < Rp.
2.000.000/bulan dan dirasa cukup untuk kehidupan sehari-hari.

PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 360 C
Frekuensi napas : 20 x/menit
BB : 70 kg
TB : 174 cm
IMT : 23,1 kg/m2 (normal)
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera): tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø 3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan

4) Motorik
Fungsi Motorik Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan 5/5
Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik
Klonus - - - -
Refleks + + + +
fisiologis
Refleks - - - -
patologis
17

5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada

C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM (Kamis, 23 Mei 2019, Pukul 11.00 WIB di IGD
RSUD Ernaldi Bahar Palembang)
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Atensi cukup
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Kurang
e. Tingkah laku motorik : Normal
f. Ekspresi fasial : Cenderung bingung
g. Cara bicara : Lancar
h. Kontak psikis : adekuat
i. Kontak fisik : adekuat
j. Kontak mata : adekuat
k. Kontak verbal : adekuat

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek : terbatas
Mood : Disforik

b. Hidup emosi
Stabilitas : labil
Dalam-dangkal : dangkal
Pengendalian : kurang terkendali
Adekuat-Inadekuat : inadekuat

c. Keadaan dan fungsi intelektual


Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : kurang baik
Orientasi orang/waktu/tempat: baik
Luas pengetahuan umum : baik
18

Discriminative judgement : terganggu


Discriminative insight : kurang baik
Dugaan taraf intelegensi : sulit dinilai
Depersonalisasi dan derealisasi: tidak ada

d. Kelainan sensasi dan persepsi


Ilusi : tidak ada
Halusinasi : halusinasi auditorik (+) pasien mendengar
suara banyak orang sehingga pasien tidak tidur.

KEADAAN PROSES BERFIKIR


a. Arus pikiran
Flight of ideas : tidak ada
Inkoherensi : tidak ada
Sirkumstansial : tidak ada
Tangensial : tidak ada
Terhalang (blocking) : ada
Terhambat (inhibition) : tidak ada
Perseverasi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada
b. Isi Pikiran
Waham : tidak ada
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : ada
Rasa permusuhan : ada
Perasaan berdosa : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
19

Aliensi : tidak ada


c. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan
Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : tidak ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas : tidak ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan umum : tidak ada
Autisme : tidak ada
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : tidak ada
Ekopraksi : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
e. Kecemasan : tidak ada
f. Dekorum
Kebersihan : cukup
Cara berpakaian : cukup
Sopan santun : cukup
g. Reality testing ability : RTA terganggu
D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/ CT scan: tidak dilakukan
b. Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan urin : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan

III. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
20

Aksis IV : Masalah keluarga berupa ibu pasien sudah


meninggal dan pasien hanya diurus oleh ayah
nya.
Aksis V : GAF scale saat ini 60 - 51

IV. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL


F20.5 Skizofrenia Residual

V. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Clozapin 1 x 50 mg

- Risperidone 2 x 2 mg

- Trihexyphenidyl 2 x 2 mg
b. Psikoterapi
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dengan cara
menjelaskan pada pasien bahwa obatnya memang bisa menyebabkan
rasa kantuk dan membuat pasien lemas namun bisa diatur waktu
meminumnya, misalnya dengan dpasienis obat 2 kali sehari dimana bisa
diminum 1 pada pagi hari selesai sholat subuh (mulai bekerja bisa pada
pukul 9/10 pagi) dan 1 pada malam hari sebelum tidur agar tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari.
- Memotivasi pasien agar beribadah (sholat lima waktu) dan lebih sering
berdoa kepada Allah agar beban pikiran berkurang.
Psikoedukasi
- Pasien
1. Menerangkan tentang gejala penyakit pasien timbul kembali karena
kelalaian konsumsi obat sehingga jika pasien ingin sembuh
sebaiknya patuh terhadap aturan pakai obat.
2. Menjelaskan bahwa suara yang didengar pasien hanya ada di dalam
pikirannya saja sehingga sebaiknya pasien mengabaikan saja.
- Keluarga
21

1. Memberikan pengertian kepada keluarga dan diharapkan keluarga


dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien dengan tetap
memberikan obat sesuai aturan dan kontrol ke rumah sakit secara
teratur.
2. Menjelaskan kepada ayah pasien bahwa pasien masih ada
keinginan menikah agar ayah dapat membantu mencarikan jodoh
untuk pasien agar mampu meningkatkan kualitas hidup pasien.
3. Memberikan pengertian pada keluarga untuk mulai memikirkan
orang yang dapat dipercaya untuk merawat pasien jika ayah pasien
meninggal agar pasien tidak terlantar.
Rehabilitasi
- Mental
1. Memupuk rasa percaya diri pasien untuk memulai menjalin
hubungan dan dengan dukungan keluarga serta obat-obatan gejala
pasien dapat terkontrol.
2. Memberi pengertian bahwa teman pasien adalah orang baik dan
tidak ada niatan jahat kepada pasien
- Sosial
1. Menyarankan pasien untuk mulai berinteraksi dengan sekitar.
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
22

BAB II

ANALISIS KASUS

Penilaian diagnosis pada pasien dinilai secara multiaksial menurut PPDGJ III
yaitu:6
1) Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, pada pasien terdapat
gejala klinis yang bermakna yaitu pasien sering tiba-tiba tertawa tanpa sebab,
mengoceh tidak jelas, marah-marah sendiri, menghidupkan motor pada
malam hari, mencurigai teman, mendengar bisikan dari banyak orang,
kencing di dalam botol dan kadang diminum. Hal ini menimbulkan
penderitaan dan hendaya bagi pasien dan orang lain (hendaya sosial dan
hendaya pekerjaan) sehingga dapat dikatakan pasien mengalami gangguan
jiwa.
Pada pemeriksaan status mental, ditemukan adanya hendaya dalam
menilai realita yaitu adanya halusinasi auditorik. Pada pemeriksaan status
internus dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan organobiologik
sehingga kemungkinan gangguan mental organik dapat disingkirkan dan
pasien pada kasus ini dapat dikatakan mengalami gangguan jiwa psikotik non
organik.
Pada pasien, ditemukan adanya halusinasi auditorik, adanya sifatnya
penarikan diri dari sosial yang merupakan beberapa gejala khas dari
skizofrenia. Berdasarkan PPDGJ-III dapat dinilai dengan kriteria diagnosis
berikut
Gejala Pasien Keterangan
Thought
Tidak ada
Thought echo Tidak ada
23

Thought insertion or withdrawal Tidak ada

Thought broadcasting

Tidak ada
Delusion
Tidak ada
Delusion of control Tidak ada

Delusion of influence Tidak ada

Delusion of passivity Tidak ada

Delusion of perception Tidak ada


Halusinasi Auditorik Pasien merasa mendengar
bisikan dari banyak orang
Ada
yang membuat pasien sulit
tidur
Waham menetap Tidak ada Tidak ada
Gejala-gejala negatif Respons emosional tidak
Ada wajar, menarik diri dari
lingkungan sosial.
Gejala khas tersebut berlangsung Sejak 10 tahun lalu
> 1 bulan Ada

Berdasarkan tabel diatas terdapat beberapa gejala yang amat jelas pada
pasien seperti halusinasi auditorik dan disfungsi sosial sehingga dapat
memenuhi kriteria Skizofrenia (F.20). Pada kasus ini terdapat dua diagnosis
banding yang mendekati yaitu skizofrenia paranoid dan residual. Pada
Skizofrenia residual menurut PPDGJ III harus terdapat semua gejala berupa
gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, adanya riwayat satu episode
psikotik dimasa lampau, sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi waham dan halusinasi sangat berkurang, dan tidak
24

terdapat dementia atau panyakit gangguan otak organik lainnya. Pada pasien
ini hampir semua kriteria skizofrenia residual terpenuhi namun diagnosis ini
dapat disingkirkan karna berdasarkan anamnesis dan autoanamnesis terdapat
gejala negatif dan positif yang sama-sama menonjol pada pasien ini,
sedangkan untuk menegakkan diagnosis skizofrenia residual gejala yang
harusnya paling menonjol adalah gejala negatif sehingga pasien digolongkan
ke dalam Skizofrenia Paranoid (F20.0)
2) Aksis II
Belum ada diagnosis
3) Aksis III
Tidak ada diagnosis
4) Aksis IV
Pada aksis 4 didapatkan diagnosis adanya masalah keluarga berupa
meninggal dunia ibu pasien dan pasien hanya tinggal dengan ayah.
5) Aksis V
Pasien mengalami gejala sedang (moderate), disabilitas sedang GAF Scale
60-51
Pengobatan yang dilakukan kepada pasien ini adalah dengan dua pengobatan.
Pengobatan psikoterapi dan juga dengan pengobatan farmako. Pengobatan
psikoterapi dapat berupa psikoterapi suportif seperti memberi dukungan dan
perhatian kepada pasien, katakan kepada pasien agar ia santai, psikoterapi kognitif
dengan menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, psikoterapi keluarga dengan memberi perngertian kepada
keluarga agar lebih perhatian, dan psikoterapi religius dengan memberi bimbingan
keagaman agar pasien selalu menjalankan agama yang dianutnya.3
Pengobatan farmako yang diberikan oleh DPJP merupakan Clozapine 1x50
mg, risperidone 2x2 mg, THP 2x2 mg. Clozapine dan risperidon merupakan
antipsikosis yang dapat digunakan untuk mengurangi gejala dari skizoprenia. Obat
antipsikosis yang tersedia dipasaran saat ini terdiri dari dua golongan yaitu
antipsikosis generasi 1 (APG-I) dan antisikosis generasi 2 (APG-II).
25

Pada penggunaan obat APG-I memiliki efek samping seperti timbulnya gejala
parkinsonisme (efek ekstrapiramidal/EPS) seperti distonia akut, akathisia,
sindrom parkinson (tremor, bradikensia, rigiditas). Efek samping ini timbul karna
adanya blokade pada jalur nigrostriatal dopamine dalam jangka waktu lama. Efek
APG-I yang memiliki afinitas rendah terhadap reseptor muskarinik M1 Ach,
histaminergik H1 dan norepinefrin a1 yang memicu timbulnya efek samping
berupa penurunan fungsi kognitif dan sedasi secara bersamaan. Oleh karena itu,
setiap pemberian obat APG-I, harus disertakan dengan trihexylphenidyl (THP) 2
mg selama 2 minggu sebagai antidotum.13,14

Pemberian Risperidon pada kasus juga digunakan sebagai antipsikosis untuk


pasien. Risperidone merupakan salah satu APG-II atau yang juga dikenal sebagai
antipsikotik golongan atipikal, disebut atipikal karna obat ini sedikit menyebabkan
reaksi ekstrapiramidal. Mekanisme kerja obat APG-II ini berafinitas terhadap

“Dopamine D2 Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga berafinitas terhadap


26

“Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin­ dopamine antagonist), sehingga efektif


terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi) maupun gejala negatif
(afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik diri). Apabila pada pasien
skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, isi pikir miskin) lebih
menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau), maka obat anti-
psikosis atipikal perlu dipertimbangkan, pada pasien gejala sosial juga lebih
menonjol seperti penarikan diri, tidak bekerja dan tidak suka pada teman, maka
diberikan obat ini. Saat ini APG-II dapat dikatakan lini pertama pada orang
dengan skizofrenia. Pada dasarnya, sebuah obat APG-II satu tidak terbukti lebih
unggul dibanding lainnya secara signifikan, namun pemberian risperidon
dibandingkan obat-obat APG-II lain memiliki kelebihan yakni efek samping
sedasi dan peningkatan berat badannya lebih rendah sehingga cocok pada
pasien.4,5
Pada pasien ini diberikan dua golongan didasarkan pada cara kerjanya, pada
APG-I obat ini akan lebih bekerja untuk mengatasi gejala positif pada pasien
sedangkan APG-II lebih besar mengatasi gejala negatif sehingga diberikan terapi
kombinasi. Pemberian kombinasi belum tentu akan mengurangi kekambuhan, hal
ini didukung oleh penelitian yang di lakukan Fpasienter et al., 2017 terhadap
penggunaan kombinasi antipsikotik tidak menunjukkan secara signifikan
menurunkan angka kekambuhan. Pada pasien ini ketidakpatuhan terhadap
pengobatan merupakan penyebab utama kambuhnya gejala psikotik, oleh karna
itu edukasi kepada pasien dan keluarga perlu dilakukan, mengurangi efek samping
dan menyederhanakan cara pemberian obat misalnya dengan pemberian injeksi
jangka panjang satu kali dalam empat minggu, injeksi ini dapat bermanfaat ada
pasien yang berisiko terjadinya ketidakpatuhan.
Prognosis pasien ini buruk karena berdasarkan tabel prognosis awitan saat ini
insidius, terdapat riwayat sosial, pekerjaan, dan premorbid buruk, ada perilaku
menarik diri, sistem pendukung buruk, gejala negatif ada, riwayat melakukan
penyerangan ada.
Prognosis Baik Prognosis Buruk
27

Awitan lambat V Awitan muda


Ada faktor presipitasi V Tidak ada faktor presipitasi
yang jelas
Awitan akut Awitan insidius V
Riwayat sosial, seksual,
dan pekerjaan Riwayat sosial, seksual, dan V
promorbid baik pekerjaan pramorbid buruk
Gejala gangguan mood Perilaku autistik, menarik diri V
(terutama gangguan
depresif) Riwayat keluarga dengan V
Menikah
skizofrenia
Riwayat keluarga
Sistem pendukung buruk
dengan gangguan mood Gejala negatif V
Sistem pendukung baik Tanda dan gejala neurologis
Gejala positif Riwayat trauma perinatal
Tanpa remisi dalam 3 tahun
Berulangkali relaps
Riwayat melakukan tindakan V
V
penyerangan
DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-


2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
2. Muttaqin H, Tiara M.N. Skizofrenia. Dalam: Kaplan HI, Saddock BC.
Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2014;
147-56.
3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi 11. Philadelphia:
Lippicott Wolters Kluwer, 2015.
4. Chisholm-Burns, M. A. et al. Pharmacotherapy Principles & Practice
Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Education, 2016.
5. Wells, et al. Pharmacotherapy Handbook 9th Edition. New York:
McGraw-Hill, 2015.
6. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya, 2013.
7. Baihaqi, et al. Psikiatri: Konsep Dasar Dan Gangguan-Gangguan.
Bandung: Refika Aditama, 2005.
8. Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press, 2009; 259-81.
9. Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, et al. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007; 161-9.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Konsensus
Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. 2011.
11. Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press, 2009.
12. Keefe RS, Bilder RM, Davis SM, Harvey PD, Palmer BW, Gold JM et al.
Neurocognitive effects of antipsychotic medications in patients with chronic
schizophrenia in the CATIE Trial. Arch Gen Psychiatry, 2007; 64: 633--647.
13. Davidson M, Galderisi S, Weiser M, Werbeloff N, Fleischhacker WW,
Keefe RS et al. Cognitive effects of antipsychotic drugs in first- episode
schizophrenia and schizophreniform disorder: a randomized, open-label
clinical trial (EUFEST). Am J Psychiatry, 2009; 166: 675-82.
14. Fpasienter et al., Combination Antipsychotic Therapies and Analysis from
a Longitudinal Pragmatic Trial. Journal of Clinical Psychopharmacology,
2017; 37(5) p:595-599
15. Elvira, Sylvia D, Gitayanti. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI. 2017: 198-221

18

Anda mungkin juga menyukai