PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang
memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak
berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di
dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global
Tuberculosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB
dengan menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalam
dua dekade terakhir ini. Insidensi TB secara global dilaporkan menurun dengan
laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup berarti
ini, beban global akibat TB masih tetap besar. Diperkirakan pada tahun 2011
insiden kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV) dan
990 ribu orang meninggal karena TB. Secara global diperkirakan insidens TB
resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan.
Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara
berkembang.2
Pada tahun 2011 Indonesia dengan insidensi 0,38-0,54 juta kasus
menempati urutan keempat setelah India, Cina, Afrika Selatan. Indonesia
merupakan negara dengan beban tinggi TB pertama di Asia Tenggara yang
berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDG) untuk penemuan
kasus TB di atas 70% dan angka kesembuhan 85% pada tahun 2006.2
2.3 Etiologi
Penularan TB paru dapat melalui lingkungan hidup yang sangat padat dan
pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses
penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses
terjadinya infeksi biasanya melalui inhalasi, sehingga TB paru merupakan
manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit
ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,
khususnya yang di dapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau
berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).1
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 um dan tebal 0.3-0.6 um. Sebagian
besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif
lagi.1,4
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma markofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-
paru lebih tinggi dari bagian lain. Sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.1
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut: 1,5
2.5 Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
1) Tuberkulosis paru, adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru, adalah TB yang terjadi pada organ selain paru,
misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB
ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa
organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.2
Gejala respiratorik terdiri dari batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, sesak napas,
nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala sistemik teridiri dari demam,
malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun. 1
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan kurang spesifik sehingga jarang
diperhatikan. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leukosit yng sedikit meninggi dengan hitun jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain
didapatkan juga anemia ringan dengan gambran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun. 1,6
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini dapar menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.
Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga
kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsu
masih besar. 1
Pemeriksaan serologis lainnya adalah Peroksidase Anti Peroksida (PAP-
TB). Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang
spesifik terhadap antigen M. tuberculosase. Hasil uji PAP-TB dinyatakan
patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil PAP-TB positif. Hasil positif
palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan, dan
masa 3 bulan revaksinasi BCG. 1
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan
uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM
(Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir
ini dicelupkan ke dalam serum pasien. antibodi spesifik anti LA, dalam serum
akan terdeteksi sebagai perubaham warna pada sisir yang intensitasnya sesuai
dengan jumlah antibodi. 1
b. Sputum
1. Mikroskopik
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):2
• S (sewaktu) : dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga
pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak
pagi pada hari kedua.
• P (Pagi) : dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di fasyankes.
• S (sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Pemeriksaan mikroskopik dapat menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsn,
Tan Thiam Hok (Kinyoun-Gabbett), dan Auramin-Phenol Fluorokrom. Spesimen
ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan
tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Pada pewarnaan tahan asam
akan terlihat kuman berwarna merah dan latar belakang berwarna biru. Pada
pemeriksaan ini dibutuhkan sedikitnya 5.000 batang kuman per ml sputum.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease): 2
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang: negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang: ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang: positif 1
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang: positif 2
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapangan pandang: positif 3
Daya mikroskop cahaya biasa sangat terbatas untuk dapat mendeteksi
jumlah kuman yang sedikit. Dengan mikroskop fluoresens daya melihat
diperbesar sedikit dengan luas pandangan yang lebih besar karena lensa obyektif
yang lebih besar dan gambar yang terlihat cukup jelas karena berfluoresensi zat
warna auramin rhodamin. Hasil negatif belum tentu tidak ada kuman.4
2. Pembiakan
Pembiakan merupakan cara yang paling sensitif untuk mendiagnosis
tuberkulosis terutama untuk dahak yang sedikit kumannya dan sulit ditemukan
dengan cara mikroskopik. Pembiakan juga penting untuk dapat melakukan tes
kepekaan terhadap obat-obatan. Hambatannya adalah waktu yang cukup lama
untuk menunggu pertumbuhan yaitu sampai 6 minggu dan harus dieramkan pada
suhu 35-37oC. Pada M. tuberculosis koloni yang timbul dari permukaan berwarna
kuning susu atau cream. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga
tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, Kudoh, dan Ogawa. 1,4
3. PCR
Pemeriksaan dengan teknik PCR dapat dideteksi DNA kuman TB dalam
waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosis yang tidak tumbuh pada
sediaan biakan. 1
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux
yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative)
intrakutan. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, BCG, dan
Mycobacteria lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat.
Pada penularan dengan kuman patogen baik virulen ataupun tidak, tubuh manusia
akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi selular pada
permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam
perannya akan menekankan antibodi selular. Bila pembentukan antibodi selular
sudah cukup, misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan
jumlah kuman yang sangat besar atau pada keadaan di mana pembentukan
antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan
mudah terjadi penyakit sesudah penularan. 1
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terjadi dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan
antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi
persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi
oleh antibodi humoral. Semakin besar pengaruh antibodi humoral, semakin kecil
indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan ha-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux
ini dibagi dalam: 1) indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif= golongan
no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol; 2) indurasi 6-9
mm: hasil meragukan= golongan low grade sensitivity. Di sini peran antibodi
humoral masih menonjol; 3) indurasi 10-15 mm: Mantoux positif =golongan
normal sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang; 4) indurasi lebih dari
15 mm: Mantoux positif kuat= golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi
selular paling menonjol. Pada pasien dengan HIV positif, tes Mantoux= 5 mm,
dinilai positif. 1
Dalam upaya pengendalian TB Nasional, maka diagnosis TB paru pada
orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis
(Gambar 1). Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan
mikroskopis langsung, biakan, dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara
bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan
secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-
tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang
telah terlatih TB. Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis
dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non
kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. Diagnosis TB dengan
pemeriksaan serologis, uji tuberkulin, dan pemeriksaan foto toraks saja tidak
dibenarkan. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran spesifik pada TB paru,
sehingga dapat menyebabkan overdiagnosis atau underdiagnosis. 1
Gambar 1. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pad pasien dewasa (tanpa
kecurigaan/ bukti: hasil tes HIV (+) atau terduga TB Resisten Obat) 2
2.8 Tatalaksana TB
Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu.
Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh
sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: pasien TB paru terkonfirmasi
bakteriologis, pasien TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien TB ekstra paru.
2.8 TB Mangkir
Penderita TB mangkir adalah penderita TB yang putus pengobatan sebelum
menyelesaikan semua dosis pengobatan TB. Dalam menghindari kejadian
tersebut, diterapkan langkah-langkah untuk melakukan pencarian/pelacakan
pasien yang tidak menyelesaikan semua dosis pengobatan TB. Secara umum,
penderita TB menjadi mangkir dikarenakan tempat pengambilan obatnya jauh
atau dari penderita TB berencana untuk bepergian jauh dan lama tetapi tidak
melapor ke petugas TB sehingga jumlah obat yang diberikan tidak sesuai dengan
jumlah hari bepergiannya.
Kegiatan pencarian/pelacakan pasien yang tidak menyelesaikan semua dosis
pengobatan TB tertulis pada Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor
000/000/UKM Tentang Petugas Pengelola Program TB Paru. Prosedur
pencarian/pelacakan penderita TB mangkir adalah sebagai berikut:
1. Petugas mengidentifikasi pasien TB mangkir/putus berobat.
2. Petugas melakukan pelacakan/ kunjungan rumah pasien tb mankir.
3. Petugas mendiskusikan bersama pasien TB apa penyebab berobat tidak teratur.
4. Petugas memberikan penjelasan tentang bahaya bila berobat TB tidak teratur
atau putus berobat kepada pasien TB mangkir.
5. Petugas membuat kesepakatan bersama pasien TB apakah pengobatan akan
dilanjutkan atau pasien TB tetap tidak melanjutkan pengobatan.
6. Petugas mengklasifikasi pasien TB mangkir apabila pasien TB setuju
melanjutkan pengobatan sesuai pedoman pengobatan pasien TB mangkir yaitu:
a. petugas melanjutkan pengobatan sampai selesai Paien TB mangkir bila
kurang dari 1 bulan
b. Petugas melakukan pemeriksaan ulang dahak SPS bila pasien TB mangkir
antara 1 – 2 bulan :
1) jika sebelumnya minum obat kurang dari lima bulan obat Tb
diteruskan sampai selesai
2) Jika sebelumnya minum obat lebih dari lima bulan pengobatan
kategori 1 ganti dengan kategori 2,bila pengobatan kategori 2 rujuk ke
klinik TB kronik/MDR
c. Petugas melakukan pemeriksaan ulang dahak SPS bila pasien mangkir
lebih dari 2 bulan
1) Jika hasilnya BTA negatif /extra paru : hentikan pengobatan kemudian
lakukan observasi bila gejala bertambah berat lakukan pemeriksan
dahak ulang (SPS dan Kultur)
Jika salah satu hasil BTA ( + ) : Katogori 1 ganti Kategori 2 jika kategori 2 maka
rujuk pasien ke klinik DOTS rumah sakit/klinik MDR.
Catatan: