PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencegahan, diagnosis dan pengobatan tuberculosis pada orang dewasa
lebih diprioritaskan daripada anak (World Health Organization (WHO),
2015). Anak merupakan kelompok risiko tinggi karena kekebalan tubuh
belum berkembang sempurna. Kasus pada anak memburuk menjadi
tuberkulosis milier atau meningitis (Davies, Gordon, & Davies, 2014). Kasus
tuberkulosis anak mencerminkan efektivitas program pengendalian seperti
deteksi kasus, pelacakan kontak dan keberhasilan vaksinasi BCG (World
Health Organization (WHO), 2015).
Secara epidemiologi, sebaran TB lebih banyak menyerang orang dewasa
pada usia produktif. Akan tetapi, semua kelompok usia berisiko TB. Pada
kelompok anak-anak ditemukan satu juta anak-anak (0-14 tahun) jatuh sakit
karena TB, dan 170.000 anak-anak meninggal karena TB pada tahun 2015.
Risiko TB aktif lebih besar pada orang yang menderita kondisi yang
mengganggu sistem kekebalan tubuh. Selain itu, perilaku penggunaan
tembakau sangat meningkatkan risiko penyakit TBC dan kematian. Lebih dari
20% kasus TB di seluruh dunia disebabkan oleh merokok (World Health
Organization (WHO), 2015).
Karakteristik kelompok yang berisiko TB perlu diketahui supaya dapat
meningkatkan angka penemuan kasus dan pemberian pengobatan dini.
Perkiraan kasus TB menurun setelah ada program penemuan kasus pada
kelompok yang berisiko tinggi tertular TB. Antara tahun 2000 sampai 2014
diperkirakan 49 juta nyawa diselamatkan melalui diagnosis dan pengobatan
TB. Kejadian TB dapat turun rata-rata 1,5% per tahun (Dirjen Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014).
Di Indonesia peningkatan Case Detection Rate menjadi bagian penting
dalam menurunkan kasus TB (Rahmawati, 2016). Pencapaian CDR indonesia
pada tahun 2009 mencapai 90%. Tetapi walaupun capaian CDR meningkat,
terjadi perbedaan pencapaian antar provinsi di Indonesia, yaitu hanya 8
provinsi mencapai 70% dan sisa 25 provinsi belum tercapai (Dirjen
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014).
Data TB paru pada anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB
anak pada tahun 2013 sebesar 7,92%, kemudian menurun pada tahun 2014
menjadi 7,10%, lalu meningkat pada tahun 2015 menjadi 8,49%.6 Di
Sumatera Selatan kasus Tuberculosis pada anak usia 0-14 tahun mencapai
1.924 kasus atau 10,62% dari kasus tuberculosis nasional di tahun 2018
(Kemenkes RI, 2018a). Secara umum penderita TB tiap tahun mengalami
peningkatan hal ini menunjukkan penularan TB semakin tinggi. Penemuan
penderita TB ditujukan agar penderita dapat segera di temukan dan diobati
sehingga dapat memutus penularan.
Oleh sebab itu, pentingnya dilakukan suatu penelitian untuk mendalami
karakteristik dari penderita TB, selain untuk memudahkan keberhasilan
pengobatan juga berguna untuk meningkatkan angka penemuan kasus pada
kelompok berisiko TB khususnya beberapa wilayah kerja di Palembang.
2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, dan
Mycobacterium bovis. Bakteri ini berbentuk batang tipis, lurus atau agak
bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai
lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolarit). Bakteri ini
mempunyai ukuran panjang 0,5-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar
bakteri terdiri atas asam lemak atau lipid, kemudian peptidoglikan dan
arabinomanan. Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan juga tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan
pada udara kering maupun dalam keadaaan dingin (dapat bertahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena bakteri berada dalam keadaan
dormant. Dari sifat dormant ini Mycobacterium tuberculosis dapat bangkit
kembali dan menjadi tuberkulosis aktif lagi. Bakteri TB mati pada pemanasan
100°C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan
dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di
udara bebas, di tempat yang lembab dan gelap dapat bertahan berhari-hari
bahkan bisa berbulan-bulan, namun tidak tahan terhadap sinar matahari (dr
MPH, 2011).
Di dalam jaringan Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai parasite
intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfagositasi malah kemudian di senanginya karena banyak mengandung
lipid. Sifat lain Mycobacterium tuberculosis adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa bakteri ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada sebagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari dari bagian lain, sehingga bagian ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberculosis (Aru W. Sudoyo., 2014).
Batuk - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran
- ≥ 1 cm, jumlah > - -
kelenjar colli,
aksila, inguinal 1, tidak nyeri
Pembengkakan
- Ada - -
tulang atau sendi
Pembengkakan
B. Program Nasional
Berdasarkan Kemenkes RI (2018a), strategi nasional dalam
penanggulangan TB Paru di Indonesia antara lain:
Visi
“Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan
berkeadilan”
Misi
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan
masyarakat dan madani dalam pengendalian TB.
2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata,
bermutu, dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya
pengendalian TB.
4. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.
Tujuan
Tujuan dalam pengendalian TB Paru adalah untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian
tujuan
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
Target
Pada RPJMN 2015-2019 diharapkan penurunan jumlah kasus TB
per 100.000 penduduk dari 297 menjadi 245. Persentase kasus baru
TB Paru BTA (+) yang ditemukan dari 73% menjadi 90% dan
Persentase kasus baru TB Paruu BTA (+) yang disembuhkan dari
85% menjadi 88%. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-
2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya 1-
2% per tahun menjadi 3-4% per tahun dan penurunan angka > 4-5%
pertahun. Diharapkan pada 2020 Indonesia bisa mencapai target
penurunan insidens sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25%
dari angka insidens tahun 2015.(Kemenkes RI, 2018a)
C. DOTS TB
Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek
dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis untuk memfokuskan
perhatian (direct attention) dalam usaha menemukan penderita dengan
pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus diobservasi
(observed) dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di
depan seorang pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan (treatment)
yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang
cukup. Kemudian setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya
pengobatan jangka pendek (short course) standar yang telah terbukti ampus
secara klinis. Akhirnya, mutlak dibutuhkan dukungan dari pemerintah untuk
menjadikan program penanggulangan tuberkulosis prioritas tinggi dalam
pelayanan kesehatan.
Fokus utama DOTS adalah penemuan pasien, prioritas diberikan kepada
pasien TB tipe menular. Strategi ini mampu memutus rantai penularan TB dan
diharapkan dapat menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan
penularan penyakit TB. Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah untuk menjamin
kesembuhan bagi penderita penyakit TBC Paru, mencegah penularan,
mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek
samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia.
Strategi DOTS memiliki 5 komponen:
Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB
Nasional.
Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
diawasi langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO).
Kesinambungan persediaan OAT.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan
dan evaluasi program penanggulangan TB Paru.(Dirjen Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014)
Kuman Masuk
Melalui Droplet
Mempengaruh
Imunitas
TB Paru Anak
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo., dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.
Imu Penyakit Dalam.
Kemenkes RI. (2018a). Data dan Informasi profil Kesehatan Indonesia 2018.
Data Dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia.
Raviglione, M., & Sulis, G. (2016). Tuberculosis 2015: Burden, challenges and
strategy for control and elimination. Infectious Disease Reports.
https://doi.org/10.4081/idr.2016.6570
World Health Organization. (2015). Global Tuberculosis Report. Blood.
https://doi.org/978 92 4 156450 2