Anda di halaman 1dari 41

PENDAHULUAN

Talassemia β mayor merupakan penyakit kelainan darah yang diturunkan secara


genetik, dengan karakteristik kurangnya atau tidak ada sintesis rantai β hemoglobin, yang
mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin dalam sel darah merah, penurunan produksi
sel darah merah dan anemia.1,2
Data dari World Bank menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia merupakan
pembawa sifat talassemia. Sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir disertai dengan
kelainan hemoglobin berat tiap tahunnya, dan 50.000-100.000 anak meninggal akibat
talassemia β, dimana sekitar 80% dari jumlah tersebut berasal dari negara berkembang.
Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk talassemia dunia, yaitu negara dengan
frekuensi gen (angka pembawa sifat) talassemia yang tinggi. Hal ini terbukti dari
penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa frekuensi gen talassemia
β berkisar 3-10%.3 Jenis talassemia terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah
talassemia β mayor sebanyak 50% dan talassemia β–HbE sebanyak 45%.4
Komplikasi endokrin dapat terjadi akibat dari efek transfusi darah, walaupun
transfusi dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien talassemia β mayor, namun
dapat menimbulkan keadaan iron overload. Komplikasi yang dapat terjadi akibat iron
overload adalah hemosiderosis yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pada
berbagai organ seperti hati, jantung, dan organ endokrin. Efek toksik besi ini terjadi pada
hampir seluruh kelenjar endokrin terutama kelenjar hipofisis, gonad dan pankreas
sedangkan kelenjar tiroid dan paratiroid jarang terkena.5,6
Perawakan pendek merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan yang berada
di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi
tersebut.7 Etiopatogenesis perawakan pendek pada pasien talassemia belum dapat
dijelaskan, tetapi kemungkinan karena mekanisme yang bersamaan dari anemia kronis
dengan hipoksia jaringan kronis, siderosis, displasia tulang akibat toksisitas deforoxamin
(DFX), defisiensi seng, hipotiroidisme, hipogonadisme/pubertas terlambat, dan gangguan
aksis GHRH-GH-IGF-I. Semua faktor ini saling mempengaruhi dalam setiap pasien yang
dipengaruhi oleh transfusi, usia inisiasi, dan jenis kelasi besi.8
Pubertas terlambat adalah suatu keadaan tidak timbulnya tanda-tanda seks
sekunder pada usia 13 tahun untuk anak perempuan dan pada usia 14 tahun untuk anak

1
laki-laki.7 Penyebab pubertas terlambat secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok, yaitu gangguan temporer sekresi gonadotropin dan steroid seks, kegagalan
poros hipotalamus-hipofisis dengan defisiensi sekresi gonadotropin (hipogonadisme
hipogonadotropik), kegagalan gonad primer yang mengakibatkan hilangnya kontrol
umpan balik negatif dan gonadotropin yang menunjukkan peningkatan konsentrasi
gonadotropin plasma (hipogonadisme hipergonadotropik).9 Perkembangan pubertas itu
sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor seperti genetika, nutrisi, anemia kronis, dan
penyakit sistemik. Pada talassemia mayor, selain dari kelebihan zat besi, faktor-faktor
tersebut berkontribusi terhadap terjadinya pubertas terlambat. Prevalensi gangguan
pubertas memiliki di atas 40% pada pasien talassemia mayor, bahkan transfusi dan terapi
kelasi besi dioptimalkan.8
Presentasi kasus ini memaparkan tentang kejadian talasemia β mayor dengan
komplikasi endokrin yang terjadi. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk memberikan
pengetahuan kepada kita mengenai kasus talassemia β mayor serta komplikasinya,
sehingga dapat mengenali, mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang optimal,
sehingga diharapkan dapat memberikan outcome yang lebih baik pada pasien.

2
LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI
Seorang laki-laki, usia 17 tahun 10 bulan, berat badan 30 kg, panjang badan 138
cm, tempat tinggal di Bengkulu. Dirawat pada tanggal 16 Desember 2018.

ANAMNESIS (Dilakukan anamnesis terhadap ayah pasien dan pasien pada 16 Desember
2018)
Keluhan utama : pucat

Riwayat perjalanan penyakit :


Saat usia sekitar 10 tahun anak mulai sering tampak lemas, pucat, demam tidak
ada mimisan tidak ada gusi berdarah tidak ada. BAB hitam dan BAK merah tidak ada.
Anak terlihat mudah lelah bila beraktivitas atau bermain. Pasien kemudian dibawa ke
dokter umum dan disarankan untuk ke RSUD. Saat di RSUD pasien dilakukan
pemeriksaan darah dan dikatakan menderita kelainan darah. Pasien disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan lanjut di Jakarta, tetapi karena alasan ekonomi pasien tidak
dibawa berobat. Sejak usia 13 tahun pasien telah menjalani transfusi darah, sekitar 28
kali transfusi hingga saat ini.
2 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien tampak lebih pucat, demam tidak ada,
mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, BAB hitam dan BAK merah tidak ada, perut
tampak mulai agak membesar. Pasien lalu dibawa ke RSUD dan disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan di Jakarta. Dari hasil analisa Hb didapatkan Hb A 22.9 (normal
96.4–98.2), HbA2 3.5 (normal 1.9-3.3), HbF 73.6 (normal 0) Hb S 0, Hb E 0. Pasien
dikatakan sakit talassemia dan disarankan pasien menjalankan transfusi darah di RSUD
Bengkulu, transfusi dilakukan tidak rutin hanya 3 bulan sekali atau pada saat pasien
tampak sangat pucat dan lemas.
10 bulan sebelum masuk rumah sakit, perut pasien tampak semakin membesar
sehingga anak sulit beraktivitas, anak juga tampak pucat dan lemas, demam ada tetapi
tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur, batuk tidak ada, pilek tidak ada. Pasien kemudian
dibawa ke RSUD dan diberikan transfusi darah merah 1 kantong. Pasien kemudian
dirujuk ke bagian bedah RSMH untuk dilakukan splenektomi. Dari bagian bedah, anak
kemudian dikonsulkan ke divisi hematoonkologi anak untuk perbaikan keadaan umum

3
dan dirawat. Pasien dialih rawat ke divisi hematoonkolo/gi anak, dilakukan pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil Hb 6,6 g/dL leukosit 8700/mm3 Ht 20% Tr 172.000/µL
MCV 76 fL MCH 25 pg MCHC 33 pg LED 12 mm/jam DC 0/3/60/33/4 retikulosit 1.2
Ureum 41 Kreatinin 0.47 GDS 112 mg/dl. Pada gambaran darah tepi didapatkan anemia
mikrositik, hipokrom, anisopoikilositosis, sel target (+). Analisis Hb : HbF 38.5 % HbA2
3.3% dengan kesan talassemia β. Status besi : TIBC 138 Fe 97 ferritin 1260 saturasi
transferin : 70.2% Coomb test: positif
2 hari SMRS pasien tampak pucat, pasien dating untuk transfusi darah. Pasien
juga mengeluhkan jika kelaminnya kecil dan belum tumbuh rambut kemaluan.

Riwayat penyakit dahulu


 Pasien terdiagnosa talassemia β mayor di Bengkulu sejak usia 12 tahun.
 Pasien terdiagnosa AIHA 10 bulan yang lalu
 Riwayat transfusi sekitar 28 kali sejak usia 13 tahun. Terakhir transfusi 1 bulan
SMRS.
 Saat usia 8 tahun pasien pernah terguling-guling didalam angkot, menurut ayah
setelah kejadian tersebut tidak ada kelainan pada pasien.
 Riwayat sering sakit kepala disangkal
 Riwayat pandangan ganda disangkal
 Riwayat sering olahraga berat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama ada. Saudara perempuan pasien
meninggal saat usia 4 tahun. Menurut ayah pasien, anak perempuannya tampak pucat
dan dikatakan sakit anemia.
 Saudara perempuan pasien yang kedua tampak tinggi, usia 22 tahun, dengan tinggi
badan 160 cm, usia menarche 12 tahun.
 Saudara ibu pasien, saudara pertama, kedua dan ketiga meninggal saat masih kecil,
dan tidak jelas penyebab meninggal.
 Ibu pasien usia menarche saat sekitar usia 13 tahun, dan usia ayah saat timbul rambut
kemaluan dan buah zakarnya membesar saat usia sekitar 12 tahun.
 Anak dari saudara ayah dan ibu pasien keluhan pucat disangkal

4
Pedigree

Keterangan :

: meninggal
: pasien

: carier

Riwayat kehamilan dan persalinan


Pasien merupakan anak ketiga. Kehamilan pasien merupakan kehamilan yang
diharapkan. Ibu pasien kontrol rutin ke bidan dan 4 kali kontrol ke dokter kandungan
selama kehamilan. Asupan nutrisi selama kehamilan cukup.
Pasien lahir usia 9 bulan, secara spontan, ditolong dokter umum di RSU daerah.
Riwayat demam saat persalinan disangkal. Riwayat ketuban kental hijau bau disangkal.
Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya disangkal. Pasien lahir langsung menangis,
dengan berat lahir 2600 gram, PBL 42 cm, lingkar kepala lahir tidak diketahui.
Kesan : Tidak ada penyulit dalam riwayat kehamilan dan persalinan

Riwayat imunisasi
Menurut ayah dan pasien, pasien tidak mendapat semua imunisasi yang
diwajibkan pemerintah yaitu imunisasi BCG, DPT, Hepatitis B, Polio dan Campak.
Pasien belum pernah mendapatkan imunisasi HiB, pneumokokus, MMR, thypoid,

5
influenza, varisela, Hepatitis A dan Rotravirus. Imunisasi terakhir diberikan pada saat
pasien usia 9 bulan.
Kesan: Imunisasi dasar menurut Kemenkes RI tidak lengkap dan imunisasi non PPI
belum pernah diberikan. Imunisasi booster belum lengkap.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Pertumbuhan
Pasien lahir dengan berat badan lahir 3500 gram, saat ini pasien berusia 17 tahun 10 bulan
dengan berat badan pasien 30 kg dan tinggi badan 138 cm. Pasien dibawa ke Posyandu
untuk ditimbang berat badan dan dilakukan imunisasi. Perawakan pasien lebih pendek
dibanding dengan teman-teman seusianya. Ibu pasien menyadari anaknya lebih pendek
daripada anak sebayanya saat pasien berumur 12 tahun, namun ibu pasien tidak bisa
membawa anaknya berobat karena masalah biaya. Pasien pernah mendapat juara saat
SMP, tidak pernah tidak naik kelas.
Kesan: pertumbuhan pasien tidak normal
Perkembangan
Pasien dapat tengkurap sendiri usia 4 bulan, duduk usia 8 bulan, berdiri usia 1 tahun, dan
berjalan sendiri pada usia 1 tahun 2 bulan. Pasien saat ini duduk di kelas 3 Sekolah
Menengah Atas. Pasien mempunyai banyak teman di sekolah dan di rumah. Pasien dapat
berinteraksi dengan baik dengan teman-teman.
Kesan: perkembangan pasien normal.

Riwayat nutrisi
Anak mendapatkan ASI sampai dengan usia 1 tahun. Mulai mendapatkan makanan
pendamping usia 6 bulan. Anak mulai makan nasi saat usia 1 tahun. Saat ini sehari-hari
anak makan nasi tiga kali sehari sebanyak setengah piring. Anak mendapatkan lauk telur,
ikan, daging, maupun tahu tempe.
Kesan: Asupan nutrisi anak mencukupi dan sesuai dengan usia.

6
Riwayat sosial ekomomi
Pasien merupakan anak ketiga. Ayah pasien merupakan lulusan SMA dan sehari hari
bekerja sebagai pedagang. Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga . Penghasilan keluarga
sekitar 2-3 juta sebulan.
Kesan : Sosial ekonomi kurang
PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : baik, compos mentis, tidak ada demam
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20x/menit
Suhu aksilla : 36,8ºC
Status gizi dan antopometri
Berat badan : 29 kg
Tinggi badan : 132 cm
Potensi tinggi genetik : 155.5 cm – 172.5 cm
Status gizi
BB berdasarkan umur (CDC ) : <P5 (underweight)
TB berdasarkan umur (CDC) : <P5 (severely stunted)
BB berdasarkan TB (CDC) : 32/30 x 100% = 106%
Kesan : Gizi baik perawakan pendek
Kondisi spesifik :
Kepala : Normocefali, facies Cooley, pupil bulat isokor, Ø3
mm, refleks cahaya ada, normal, terdapat konjungtiva
anemis, tidak terdapat sklera ikterik,
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening colli
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas kanan atas sela iga II garis parasternalis
kanan, batas kanan bawah sela iga IV garis
parasternalis kiri, batas kiri atas sela iga II garis
parasternalis kiri, batas kiri bawah sela iga IV garis
midklavikularis kiri.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak
terdapat bising dan irama derap.
Kesan : pemeriksaan fisis jantung dalam batas normal

7
Pulmo : Inspeksi : simetris, tidak ada gerak tertinggal, tidak ada
retraksi.
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan paru
kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler normal, tidak didapatkan ronkhi
dan wheezing
Kesan : pemeriksaan fisis paru dalam batas normal
Abdomen : Datar, lemas, hepar teraba 2 cm bawah arcus costae, 2
cm bawah prosesus xipoideus, batas tegas, tidak
berdungkul-dungkul, lien teraba Schuffner 4, bising
usus terdengar tiap 10-30 detik
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 3 detik

Genitalia
Sirkumsisi, Penis (+) panjang 5 cm, Testis 4 mm/ 4mm teraba di scrotum kanan dan kiri
Tidak tampak rambut pubis
Status Pubertas : P1G1

Status Neurologis
Ekstrimitas Ekstrimitas Ekstrimitas
Motorik/ Ekstrimitas atas
bawah bawah atas
Sensorik kanan
kanan kiri Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan otot 5 5 5 5
Tonus otot Eutonia Eutonia Eutonia Eutonia
Klonus Negatif Negatif
R. fisiologis Normal Normal Normal Normal
R. patologis Negatif Negatif Negatif Negatif
Sensorik halus/kasar Normal Normal Normal Normal

Kesan : Pemeriksaan neurologis dalam batas normal

RINGKASAN DATA DASAR


Anak laki-laki, usia 17 tahun 10 bulan, bertempat tinggal di luar kota. Datang ke
bagian IKA RSMH dengan keluhan utama pucat dan perut semakin membesar. Saat
usia sekitar 10 tahun anak mulai sering tampak lemas, pucat, demam tidak ada mimisan
tidak ada gusi berdarah tidak ada. BAB hitam dan BAK merah tidak ada. Anak terlihat
mudah lelah bila beraktivitas atau bermain. Pasien kemudian dibawa ke dokter umum
dan disarankan untuk ke RSUD. Saat di RSUD pasien dilakukan pemeriksaan darah dan
dikatakan menderita kelainan darah. Pasien disarankan untuk dilakukan pemeriksaan
lanjut di Jakarta, tetapi karena alasan ekonomi pasien tidak dibawa berobat.

8
2 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien tampak lebih pucat, demam tidak ada,
perdarahan aktif tidak ada, perut tampak mulai agak membesar. Pasien lalu dibawa ke
RSUD dan disarankan untuk dilakukan pemeriksaan di Jakarta. Dari hasil analisa Hb
didapatkan Hb A 22.9 (normal 96.4–98.2), HbA2 3.5 (normal 1.9-3.3), HbF 73.6 (normal
0) Hb S 0, Hb E 0. Pasien menjalankan transfusi darah di RSUD Bengkulu, transfusi
dilakukan tidak rutin hanya 3 bulan sekali atau pada saat pasien tampak sangat pucat dan
lemas. Sejak usia 13 tahun pasien telah menjalani transfusi darah, sekitar 28 kali transfusi
hingga saat ini.
10 bulan sebelum masuk rumah sakit, perut pasien tampak semakin membesar
sehingga anak sulit beraktivitas, anak juga tampak pucat dan lemas, demam ada tetapi
tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur, batuk tidak ada, pilek tidak ada. Pasien kemudian
dibawa ke RSUD dan diberikan transfusi darah merah 1 kantong. Pasien kemudian
dirujuk ke bagian bedah RSMH untuk dilakukan splenektomi. Dari bagian bedah, anak
kemudian dikonsulkan ke divisi hematoonkologi anak untuk perbaikan keadaan umum
dan dirawat. Pasien dialih rawat ke divisi hematoonkolgi anak, dilakukan pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil talassemia β. Status besi : TIBC 138 Fe 97 ferritin 1260
saturasi transferin : 70.2% Coomb test: positif
2 hari SMRS pasien tampak pucat, pasien rutin transfusi darah tiap bulan. Pasien
mengeluhkan jika kelaminnya kecil. Pasien mulai merasa pendek dari teman sebayanya
saat mau tamat SD. Keluhan sering sakit kepala disangkal, pandangan ganda disangkal.
Riwayat pendek dan delayed puberty pada orang tua disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran E4M6V5, tekanan darah 110/70
mmHg, Nadi 84 kali/menit (isi dan tegangan cukup), respirasi 24 kali/menit (reguler),
suhu 36,800C, capillary refill time kurang dari 2 detik. Dari pemeriksaan status gizi
didapatkan kesan gizi baik, stunting. Keadaan spesifik : Kepala : Konjungtiva pucat dan
ikterik. Ketiak, rambut aksila belum tumbuh. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar
getah bening di leher. Bentuk dada normal, simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak
terdapat retraksi, tidak terdapat iga gambang. Jantung : dalam batas normal. Paru : dalam
batas normal. Abdomen : cembung, lemas, terdapat hepatosplenomegali. Status pubertas
P1G1. Ekstremitas : Akral teraba hangat. Status neurologis : dalam batas normal.

9
ANALISIS AWAL
Dari data dasar didapatkan seorang anak laki-laki usia 17 tahun 10 bulan bertempat
tinggal di luar kota, datang dengan keluhan utama pucat dan perut semakin membesar.
Dari riwayat pucat yang sudah terjadi sejak 7 tahun yang lalu dipikirkan suatu anemia
kronik. Penderita juga mengeluh perut semakin membesar, yang dapat dipikirkan suatu
hepatosplenomegali. Pasien telah terdiagnosis talassemia β mayor. Hepatosplenomegali
dapat disebabkan kelainan pada sistem haemopoetik, limpa merupakan organ
retikuloendoplasmik terbesar dari sistem tubuh kita sehingga kelainan pada sistem
tersebut diatas dapat menyebabkan pembesaran limpa. Pada penyakit sistem haemopoetik
seperti dapat menyebabkan pembesaran hepar dan limpa. Anemia yang disertai dengan
hepatosplenomegali dapat disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh suatu proses hemolisis. Anemia hemolitik dapat
disebabkan oleh proses autoimun, defek pada enzim, defek pada membran eritrosit serta
abnormalitas hemoglobin
Evaluasi diagnostik penderita talassemia dimulai dengan anamnesis untuk mencari
faktor resiko, seperti faktor genetik dengan menanyakan riwayat talassemia pada
keluarga, riwayat perkawinan antar keluarga, dan riwayat transfusi berulang. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan adanya anemis, ikterik, hepatosplenomegali dan clubbing
finger. Kemudian dari pemeriksaan penunjang kita melakukan pemeriksaan darah perifer
lengkap, gambaran darah tepi, status, analisis Hb dan coomb test. Dari pemeriksaan
analisis Hb kita dapat mengetahui jenis talassemia. Sedangkan pemeriksaan coomb untuk
menentukan apakah ada suatu Anemia hemolitik autoimun pada pasien ini.
Pemeriksaan penunjang yang membantu kita menegakkan suatu pubertas
terlambat adalah kadar LH, kadar FSH dan testosteron. Selain itu pada penderita
didapatkan juga keluhan perawakan pendek yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Etiologi perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu varian normal perawakan pendek
(familial dan constitusional delay of growth and puberty (CDGP)) dan keadaan patologis
yang dapat dibedakan menjadi proporsional dan tidak proporsional. Perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan etiologi yaitu fungsi hormon tiroid dan
bone age.

10
Status pubertas penderita ini adalah P1G1 dan penderita yang telah berusia 17
tahun 10 bulan. Pemeriksaan penunjang yang menbantu kita menegakkan suatu pubertas
terlambat adalah kadar LH, FSH dan tesosteron.

DAFTAR MASALAH
1. Anemia hemolitik ec talasemia
2. Anemia Hemolitik Autoimun
3. Pubertas terlambat
4. Perawakan pendek

DIAGNOSIS BANDING
1. Talassemia β mayor + AIHA + Perawakan pendek + Pubertas terlambat ec
penyakit kronis ec talassemia β mayor
2. Talassemia β mayor + AIHA + Perawakan pendek + pubertas terlambat ec
CDGP
3. Talassemia β mayor + AIHA + Pubertas terlambat ec CDGP + Perawakan
pendek ec Hipotiroid

RENCANA PENGELOLA
Tatalaksana Awal
1) Talasemia dan AIHA
Rencana diagnostik : Analisa DNA, Analisa Hemoglobin pada orang tua
Rencana pengobatan: Transfusi dan Kelasi besi
Rencana edukasi: Penjelasan kepada penderita dan orang tua mengenai penyakit,
rencana pemeriksaan yang akan dilakukan, serta pengobatan yang akan diberikan.
Penjelasan mengenai komplikasi yang dapat timbul dan prognosis penyakit.

2) Pubertas terlambat
Rencana diagnostik : - FSH, LH, testosteron
Rencana pengobatan : Induksi pubertas dengan testosteron
Rencana edukasi : Penjelasan kepada penderita dan orang tua mengenai pubertas
terlambat, rencana pemeriksaan yang akan dilakukan, serta pengobatan yang akan

11
diberikan. Penjelasan mengenai komplikasi yang dapat timbul dan prognosis
penyakit.
3) Perawakan pendek
Rencana diagnostik : Pemeriksaan fisik penderita dan kedua orang tua,
pemeriksaan antropometri, pemeriksaan fungsi tiroid, bone age.
Rencana pengobatan: Akan disesuaikan dengan etiologi
Monitoring: Pemeriksaan status antropometri berkala
Rencana edukasi: Memberikan konseling, informasi dan edukasi (penyebab,
perjalanan, rencana pemeriksaan yang akan dilakukan, tatalaksana serta prognosis
penyakit).

DIAGNOSIS AWAL
Talassemia β mayor + AIHA + Perawakan pendek + pubertas terlambat ec penyakit
kronis

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia

12
Follow Up Pasien sejak pertama kali ke RSMH hingga Selama Perawatan

Kamis, 13 Desember 2018


S Pucat, pendek, ukuran kelamin kecil
O Keadaan umum:
Anak compos mentis, TD : 100/70 mmHg, nadi 88 x/menit (teratur, isi dan tegangan cukup), laju napas 20
x/menit (teratur), suhu aksila 36,7°C
Keadaan spesifik:
Kepala: Konjungtiva pucat, sklera ikterik
Leher Pembesaran KGB tidak ada
Dada Dinding dada tampak simetris, tidak terdapat retraksi
Paru : Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
Abdomen datar, lemas, hepar teraba 2 cm bawah arcus costae, 2 cm bawah prosesus xipoideus,
batas tegas, tidak berdungkul-dungkul, lien teraba Schuffner 4, bising usus terdengar
tiap 10-30 detik
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 3
Genitalia Panjang penis 5 cm, testis (+/+) volume ±4 mm
status pubertas P1G1
Status Neurologis : dalam batas normal
Darah Hb 6,1 g/dL leukosit 3600/mm3 Ht 20% Tr 172.000/µL
Rutin

A Thalassemia β Mayor + AIHA + pubertas terlambat + perawakan pendek.


P - Transfusi Washed Red Cell 2 x 200 cc
- Ferrifox 2 tab – 2 tab – 1 tab peroral
- Asam folat 2 x 5 mg peroral
- Vitamin E 2 x 200 IU peroral
- Metal prednisolone 3 x 12 mg peroral
- Diet 2000 kkal/hari : NB 3 x 1 porsi, snack 2 x sehari
- Observasi gangguan oksigenisasi
- Rencana pemeriksaan Analisa Hb orang tua pasien
- Rencana pemeriksaan FSH, LH, tetsosteron
- Rencana bone age

Jum’at, 14 Desember 2018


S Pucat
O Keadaan umum:
Anak compos mentis, TD : 100/70 mmHg, nadi 88 x/menit (teratur, isi dan tegangan cukup), laju napas 20
x/menit (teratur), suhu aksila 36,7°C
Keadaan spesifik:
Kepala: Konjungtiva tpucat, sklera ikterik
Leher Pembesaran KGB tidak ada
Dada Dinding dada tampak simetris, tidak terdapat retraksi
Paru : Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
Abdomen datar, lemas, hepar teraba 2 cm bawah arcus costae, 2 cm bawah prosesus xipoideus, batas
tegas, tidak berdungkul-dungkul, lien teraba Schuffner 4, bising usus terdengar tiap 10-30
detik
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 3
Genitalia Laki-laki, status pubertas P1G1
Status Neurologis : dalam batas normal

13
Fungsi LH 2.64 FSH 4.12 Testosteron 51.9 FT4 0.95 TSH 3.14
Hormon
Berdasarkan metode Greulich-Pyle, skeletal age manus kiri sesuai usia 9 tahun 0 bulan sampai
Bone Age
10 tahun 0 bulan

A Hasil pemeriksaan hormonal FSH, LH dan estradiol didapatkan kesan normal, kemungkinan hal ini dikarenakan
pengaktifan hormon LH dan FSH baru terjadi. Anemia kronis yang terjadi selama 10 tahun merupakan indikator
bahwa penderita ini dengan kontrol metabolik yang buruk. Dari hasil pemeriksaan fungsi tiroid pada penderita
ini didapatkan kadar fT4 normal dan TSH normal. Pemeriksaan fungsi tiroid ditujukan utuk mencari etiologi
perawakan pendek yang dapat disebabkan oleh hipotiroid. Hipotiroidisme, dapat menghambat pertumbuhan
secara sentral dan perifer. Hasil pemeriksaan bone didapatkan kesan usia tulang 9-10 tahun yang artinya terjadi
suatu retarded pertumbuhan.

P  Rencana inj hormon testosteron 30 mg im tiap 4 minggu


 Rencana pemeriksaan Analisa Hb orang tua pasien (tidak dilakukan dikarenakan ayah pasien mau pulang
cepat, sedangkan Ibu pasien tidak mau diperiksa.

Kamis, 17 Januari 2018


S Pucat
Kelaminnya sedikit bertambah panjang
O Keadaan umum:
Anak compos mentis, TD : 100/70 mmHg, nadi 82 x/menit (teratur, isi dan tegangan cukup), laju napas 20
x/menit (teratur), suhu aksila 36,7°C BB 29.5 kg TB 139 cm
Keadaan spesifik:
Kepala: Konjungtiva pucat, sklera ikterik
Leher Pembesaran KGB tidak ada
Dada Dinding dada tampak simetris, tidak terdapat retraksi
Paru : Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
Abdomen datar, lemas, hepar teraba 2 cm bawah arcus costae, 2 cm bawah prosesus xipoideus, batas
tegas, tidak berdungkul-dungkul, lien teraba Schuffner 4, bising usus terdengar tiap 10-30
detik
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 3
Genitalia Panjang penis 5 cm, testti (+/+) volume kedua testes ± 6 mm, tampak rugae tebal di kedua
scrotum
status pubertas P1G2
Status Neurologis : dalam batas normal
Laboratorium PT 13.8 (13.5)detik apt 44.2(31.6) detik BT 3.5 mg/dL BD 1.2 mg/dL ALP 94 U/LSGOT 36
SGPT 35 Alb 4 g/dL Ureum 21 mg/dL Creatinin 0.46 mg/dL Ca 9 Ph 6.1 mg/dL HbsAg non
reaktif Anti HbC non reaktif Anti HCV non reaktif Anti HIV non reaktif
LH 1.85 mlU/mL FSH 4.27 mIU/L Testosteron 1,78 ng/mL
Rontgen Tidak ada kelaianan radiologis saat ini
Thoraks
Ekokardiografi Fungsi diastolik dan sistolik biventricular normal

A Anemia ec talassemia mayor + pubertas terlambat dengan perbaikan status pubertas + perawakan pendek

14
P  Transfusi Washed Red Cell 2 x 200 cc
 Ferrifox 2 tab – 2 tab – 1 tab peroral
 Asam folat 2 x 5 mg peroral
 Vitamin E 2 x 200 IU peroral
 Metal prednisolone 3 x 12 mg peroral
 Diet 2000 kkal/hari : NB 3 x 1 porsi, snack 2 x sehari
 Observasi gangguan oksigenisasi
 Inj hormon testosteron 30 mg im bulan ke dua
 Rencana pemeriksaan Analisa Hb ayah pasien
 Analisa DNA (tidak ada biaya)

Jum’at, 17 Januari 2018

S -

O Keadaan umum:
Anak compos mentis, TD : 100/60 mmHg, nadi 88 x/menit (teratur, isi dan tegangan cukup), laju napas 20
x/menit (teratur), suhu aksila 36,40C
Keadaan spesifik:
Kepala: Konjungtiva pucat, sklera ikterik
Leher Pembesaran KGB tidak ada
Dada Dinding dada tampak simetris, tidak terdapat retraksi
Paru : Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
Abdomen datar, lemas, hepar teraba 2 cm bawah arcus costae, 2 cm bawah prosesus xipoideus, batas
tegas, tidak berdungkul-dungkul, lien teraba Schuffner 4, bising usus terdengar tiap 10-30
detik
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 3
Genitalia status pubertas P1G2
Status Neurologis : dalam batas normal
Hb Analisa Lab Ayah Pasien
Ayah Pasien Hb Analisa : Hb F 3.7 HbA2 6.3 HbA 90.1
Kesan : eritrosit mikrositik hipokrom, inklusi bodies tidak ada, peningkatan kadar HbF dan
kadar HbA2. Kemungkinan thalassemia beta trait
A Anemia ec talassemia mayor + pubertas terlambat dengan perbaikan status pubertas + perawakan pendek

P  Ferrifox 2 tab – 2 tab – 1 tab peroral


 Asam folat 2 x 5 mg peroral
 Vitamin E 2 x 200 IU peroral
 Metal prednisolone 3 x 12 mg peroral
 Diet 2000 kkal/hari : NB 3 x 1 porsi, snack 2 x sehari
 Observasi gangguan oksigenisasi

15
TINJAUAN PUSTAKA

I. Talassemia
Definisi
Talassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Pada penderita talassemia,
hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis). Penghancuran terjadi karena adanya
gangguan sintesis rantai globin. Hemoglobin normal manusia dewasa terdiri dari 2 rantai
α dan 2 rantai β yang membentuk tetramer α2β2 (HbA). Komposisi HbA dalam sirkulasi
darah mencapai >97%, sedangkan HbA2 2-3% dan HbF <1%. Dengan komposisi seperti
ini hemoglobin dapat mengangkut oksigen ke jaringan dengan baik. Talassemia β terjadi
akibat mutasi gen globin β sehingga produksi rantai globin β menjadi berkurang atau tidak
terbentuk sama sekali. Rantai globin α yang terbentuk tidak semua dapat berikatan dengan
rantai globin β sehingga terjadi peningkatan HbF dan HbA2. Selain itu terbentuk pula
rantai tetramer alfa yang tidak stabil yang mudah terurai. Rantai globin α bebas tersebut
tidak larut, kemudian membentuk presipitat yang memicu lisis eritrosit di mikrosirkulasi
(limpa) dan destruksi di sumsum tulang.10

Epidemiologi
Kurang lebih 3% dari penduduk dunia mempunyai gen talassemia dimana angka
kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah di Asia. Frekuensi pembawa sifat
talassemia untuk Indonesia ditemukan berkisar antara 3-10%.4,5 Jenis talassemia
terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah talassemia β mayor sebanyak 50% dan
talassemia β–HbE sebanyak 45%.4,6 Bila frekuensi gen talassemia 5% dengan angka
kelahiran 23 % dan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, diperkirakan
akan lahir 3000 bayi pembawa gen talassemia setiap tahunnya.4

Patofisiologi
Talassemia β mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai ß sehingga kadar Hb
A(α2ß2) menurun dan terdapat kelebihan dari rantai α, sebagai kompensasi akan
dibentuk banyak rantai γ dan δ yang akan bergabung dengan rantai α yang berlebihan
sehingga pembentukan Hb F (α2γ2) dan Hb A2 (α2δ2) meningkat.11,12 Meskipun

16
demikian masih terdapat kelebihan rantai α yang bebas dan akan beragregasi membentuk
badan inklusi pada eritrosit berinti di sumsum tulang. Badan inklusi yang banyak
mengakibatkan membran eritrosit berinti menjadi kaku, tidak mampu bertahan lama dan
mengalami destruksi intra meduler. Anemia pada talassemia β terjadi akibat hancurnya
eritrosit dan umur eritrosit yang pendek. Penimbunan eritrosit yang hancur di limpa
mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa yang diikuti dengan terperangkapnya
leukosit dan trombosit sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme. 13,14
Pada talassemia β mayor, hanya 15-30% eritrosit berinti yang tidak mengalami
destruksi. Eritropoiesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit yang
mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Selain eritropoiesis yang tidak efektif,
terjadinya anemia diperberat oleh proses hemolisis. Proses hemolisis terjadi karena
eritrosis yang masuk sirkulasi perifer mengandung badan inklusi dan segera dibersihkan
oleh limpa sehingga usia eritrosit menjadi pendek. Umur eritrosit penderita talassemia
antara 10,3-39 hari. Hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif bersama-sama
menyebabkan anemia yang terjadi oleh karena gangguan dalam pembentukan
hemoglobin, produksi eritrosit dan meningkatnya penghancuran eritrosit dalam sirkulasi
darah. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspansi sumsum
tulang sehingga timbul deformitas pada tulang.15

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
talassemia yaitu anemia. Anemia yang menahun pada talassemia disebabkan eritropoisis
yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi sintesa haemoglobin. Kondisi anemia
kronis menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan dan merangsang peningkatan produksi
eritropoitin yang berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien talassemia
mengalami deformitas tulang. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan
hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis ektra medular serta hemolisis menyebabkan
terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hipoksia yang kronis sebagai dampak dari
anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, iritable, anorexia, nyeri
dada dan tulang serta malas beraktivitas.16

17
Diagnosis
Diagnosis talassemia β ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu tes laboratorium. Manifestasi klinis dari talassemia β dapat
berupa anemia ringan sampai berat, terdapat splenomegali dan hepatomegali, facies
talasemia (Facies Cooley), pigmentasi kulit, infeksi dan osteoporosis. Pada talassemia
β mayor gejala klinis umumnya telah nyata pada umur kurang dari 1 tahun. Mayoritas
penderita talassemia β memiliki gambaran anemia hipokrom mikrositik tanpa adanya
defisiensi besi. Parameter hematologis yang penting untuk menandai talassemia β mayor
yaitu konsentrasi hemoglobin, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Haemoglobin (MCH) yang rendah, morfologi sel darah merah (mikrositik hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target, basophilic stippling), peningkatan hitung
retikulosit, penurunan fragilitas osmotik. Pemeriksaan penting lainnya yaitu pengukuran
HbA2 dan HbF dan Hb elektroforesis untuk mengetahui varian hemoglobin. Pemeriksaan
kadar besi juga diperlukan (Serum Iron/SI, Transferin Iron Binding Capacity/TIBC),
feritin serum). Kadar besi serum meningkat, tetapi mampu ikat besi hanya meningkat
sedikit.2,4,13

Penatalaksanaan
Transfusi darah merupakan pengobatan utama untuk mengatasi anemia pada
talassemia. Regimen transfusi populer adalah regimen hipertransfusion yang
mempertahankan kadar rata-rata Hb pada 12,5 g/dl dan kadar pratransfusi tidak
berkurang dari 10 g/dl. Kadar Hb pasca transfusi tidak boleh diatas 16 g/dl, dapat terjadi
hiperviskositas. Tatalaksana anemia ini agar pertumbuhan normal dan dapat melakukan
aktifitas fisik, menekan eritropoiesis, mencegah perubahan skletal dan penyerapan besi
gastrointestinal, mencegah hemopoiesis ekstra medular, mencegah splenomegali dan
hipersplenisme yang akan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Pemberian transfusi
darah yang berulang-ulang mengakibatkan terjadinya penimbunan besi diberbagai
jaringan atau organ tubuh seperti kulit, sel-sel Retikulum Endotelial (RE), hati, limpa,
sumsum tulang, otot jantung, ginjal, tiroid dan lain-lain.17
Pada penderita talassemia β mayor, besi hasil dari pemecahan/penghancuran
eritrosit disimpan dalam sel-sel RE untuk yang makin lama semakin banyak sehingga
kesanggupan sel-sel RE untuk menyimpan besi berkurang dan besi dilepaskan kedalam

18
plasma yang kemudian diangkut oleh transferin keseluruh tubuh. Akibatnya kadar besi
serum iron meningkat dan saturasi transferin juga meningkat. Setiap 1 unit darah segar
atau sebanyak 450 ml, mengandung 200-250 mg besi. Kadar feritin serum pada penderita
talassemia β mayor meningkat dan ini mencerminkan jumlah kadar cadangan besi pada
penderita tersebut.17
Terapi kelasi sebaiknya dimulai sesegera mungkin saat timbunan besi cukup untuk
dapat menimbulkan kerusakan jaringan yaitu setelah pemberian 10-20 kali transfusi atau
kadar feritin meningkat diatas 1000µg/l dan diharapkan menghentikan progresifitas
fibrosis hati menjadi sirosis. Kelasi besi yang sering digunakan adalah deferoksamin,
tetapi mempunyai beberapa keterbatasan, pemberian secara parenteral, efek samping dan
biaya.18 Penelitian Abetz mengenai pemakaian kelasi besi yaitu penilaian dampak terapi
kelasi besi parenteral terhadap kualitas hidup, dan kebutuhan akan terapi oral dengan
tujuan mudahnya pemberian terapi, efikasi dan toleransi baik. Ketaatan rendah terhadap
kelasi besi berdampak negatif terhadap kualitas hidup. Deferiprone dan Deferasiroks
sebagai kelasi besi oral mempunyai sejumlah keunggulan dibandingkan deferoksamin
yaitu dapat menembus membran sel dan mengkelasi spesimen beracun intraseluler.18
Transfusi yang optimal sesuai panduan saat ini biasanya dapat menghindarkan
pasien dari tindakan splenektomi, namun splenektomi dapat dipertimbangkan pada
beberapa indikasi di bawah ini :3
 Kebutuhan transfusi meningkat hingga lebih dari 200-250 mL PRC /kg/tahun atau 1,5
kali lipat dibanding kebutuhan biasanya (kebutuhan transfusi pasien talassemia
umumnya 180 mL/kg/tahun).
 Kondisi hipersplenisme ditandai oleh splenomegali dan leukopenia atau
trombositopenia persisten, yang bukan disebabkan oleh penyakit atau kondisi lain.
 Splenektomi dapat mengurangi kebutuhan transfusi darah secara signifikan hingga
berkisar 30-50% dalam jangka waktu yang cukup lama. Splenomegali masif yang
menyebabkan perasaan tidak nyaman dan berisiko untuk terjadinya infark dan ruptur
bila terjadi trauma.

19
Berikut yang di monitoring pada pasien thalassemia :
Tabel 1. Monitor pada pasien talassemia17
Yang di test Waktu
General Berat badan, tinggi badan, Tiap 6 bulan
ukuran limfa dan hepar, HbsAg,
HIV, anti HCV Tiap tahun
Analisa pendokumentasia Kebutuhan transfusi PRC Tiap tahun
transfusi darah (ml/kgBB/tahun)
Evaluasi Jantung ECG dan Holter Setiap 2 tahun hingga usia 12
Ekokardiografi tahun, >12 tahun setiap tahun
atau jika ada indikasi klinis
Gigi Caries Tiap tahun
Uji Fungsi Paru Spirometri Tidak ada rekomendasi
Evaluasi endokrin fT4, TSH, jika rendah TRH test Tiap tahun saat usia 12 tahun
dengan respon TSH, bone age
Pankreas Test toleransi Glukosa Tiap tahun saat usia pubertas
Tabel 1. Monitor pada pasien talassemia17
Sumber : Dubey AP, Parakh A, Dublish S. Current Trends in the Management of Beta Thalassemia.
Dalam : Symposium on Advances in Hematology. Indian J Pediatr 2008; 75 (7) : 739-743

Diet pasien talassemia :3


Pasien diajurkan menjalani diet normal dengan kandungan rendah zat besi, dan ditambah
suplementasi sebagai berikut :
 vitamin C : 100 – 500 mg/hari selama pemberian kelasi besi
 asam folat : 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat
 vitamin E : 200 – 400 IU setiap hari

Prognosis
Komplikasi seperti gagal jantung, gangguan pertumbuhan, keterlambatan
pertumbuhan tanda pubertas akibat gangguan hormonal, dan lainnya umumnya muncul
pada awal dekade kedua, tetapi dengan tata laksana yang adekuat/optimal usia penderita
dapat mencapai dekade ketiga bahkan keempat. Saat ini, usia tertua pasien talassemia
adalah 43 tahun.3
Menurut kepustakaan komplikasi umumnya terjadi di akhir dekade pertama atau
awal dekade kedua, terbanyak disebabkan gagal jantung, infeksi, dan gangguan endokrin.
Kematian utama disebabkan oleh gagal jantung dan infeksi. Di Pusat thalassemia RSCM
Jakarta, angka kematian terbanyak pertama adalah gagal jantung (46%) dan diikuti oleh
infeksi (23%).3

20
Transfusi darah dan pemakaian obat-obatan seumur hidup sering menimbulkan
rasa jenuh, bosan berobat, belum lagi adanya perubahan fisik, merasa berbeda dengan
saudara atau teman-temannya akan menyebabkan rasa inferior diri. Mereka sering putus
sekolah dan tidak mendapatkan pekerjaan sehingga menimbulkan efek psikososial yang
sangat berat.3

II. Anemia hemolitik autoimun pada talasemia


Talassemia adalah anemia hemolitik herediter yang didefenisikan keadaan adanya
penurunan atau tidak ada produksi dari rantai globulin. Penderita talassemia β
memerlukan transfusi darah secara terus-menerus seumur hidup, sehingga akan
meningkatkan resiko timbulnya antibodi sel darah merah (RBC). Transfusi berulang
sering memicu respon imun, yaitu alloimun terhadap antigen RBC. Selain itu juga dapat
memicu autoantibodi RBC walaupun lebih jarang, autoantibodi ini dapat menyebabkan
menurunkan usia dari RBC transfusi yang kemudian dapat menyebabkan hemolisis.
AIHA ditandai dengan adanya produksi autoantibodi terhadap RBC yang akan
menyebabkan hemolisis. 17,19
Patofisiologi komplikasi AIHA pada talassemia masih belum jelas. Infeksi dapat
menginduksi AIHA pada pasien dengan talassemia. Telah ada bukti laporan bahwa pasien
talassemia dengan infeksi micoplasma atau virus parvovirus B19 terbukti memiliki resiko
tinggi terjadinya AIHA. Banyaknya unit darah yang ditransfusi adalah suatu faktor
penting terhadap peningkatan alloimun dan autoimun pada pasien talassemia. 17,19,20
Singer dkk mempelajari frekuensi terjadinya alloimun dan autoimun terhadap
RBC pada 64 orang pasien talassemia di Asia yang mendapat transfusi rutin. Mereka
menemukan 22% dari 64 pasien timbul alloantibodi dan 25% timbul autoantibodi-yang
18% nya memiliki klinis hemolisis yang signifikan. Mereka juga menemukan resiko yang
lebih tinggi terjadinya alloimun dan autoimun pada pasien talassemia dengan
splenektomi, mendapat transfusi dengan fenotif antigen RBC yang tidak cocok. Ameen
dkk menyebutkan bahwa alloantibodi paling sering timbul pada pasien umur 2 hingga 10
tahun. 16,17,19
Penanganan komplikasi AIHA pada pasien talassemia belum terlalu jelas. Terapi
kortikosteroid merupakan terapi utama pada AIHA tipe hangat. Transfusi memiliki
manfaat sementara tapi diperlukan untuk dilakukan dari awal terapi karena kondisi

21
kegawatan anemia. Transfusi RBC pada AIHA dapat bermasalah, karena adanya masalah
cross matching dan penghancuran dini dari RBC transfusi karena adanya autoantibodi.
19,20

III. Komplikasi endokrin pada pasien talassemia


Komplikasi pada talassemia dapat terjadi akibat penyakit dasarnya, akibat
pengobatan, dan akibat terapi kelasi besi, sehingga pemantauan komplikasi yang terjadi
perlu dilakukan terus-menerus. Komplikasi akibat penyakit dasar meliputi anemia berat,
komplikasi jantung yang berkaitan dengan anemia, komplikasi endokrin, gagal tumbuh,
gizi kurang, perawakan pendek, dan pembesaran organ-organ abdomen yang menekan
organ sekitarnya. Komplikasi pengobatan (akibat transfusi) yaitu penumpukan besi pada
organ jantung (kardiomiopati), hemosiderosis hati, paru, dan organ endokrin. Transmisi
berbagai virus melalui transfusi juga dapat terjadi, khususnya hepatitis B, hepatitis C,
malaria, dan HIV. Risiko saat transfusi seperti kelebihan darah atau transfusi yang terlalu
cepat dapat menimbulkan gagal jantung, dan dapat terjadi reaksi hemolitik akibat
ketidakcocokan darah yang diberikan. Kelebihan besi yang telah terjadi dalam jaringan
tubuh sangat sulit diatasi karena hanya sedikit kelator besi yang dapat mengikat kelebihan
besi dalam jaringan dan memerlukan waktu yang lama untuk dapat mengembalikan kadar
besi tubuh ke tingkat yang aman.3 Komplikasi akibat terapi kelasi besi bergantung dari
kelator yang diberikan. Desferoksamin dapat menyebabkan komplikasi pada
pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Deferipron terutama menyebabkan neutropenia, gangguan
fungsi hati, dan ginjal. Deferasiroks menyebabkan gangguan fungsi hati dan ginjal.3
Pemberian transfusi yang aman dan terapi kelasi besi memperpanjang usia
harapan hidup pasien talassemia, yang sekarang dapat bertahan hidup sampai dekade
keempat dan dekade kelima kehidupan. Namun, transfusi darah sering dikaitkan dengan
kelebihan zat besi, yang dapat mengakibatkan hipogonadisme, diabetes mellitus,
hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, dan kelainan endokrin lainnya.22 Mekanisme pasti
toksisitas besi pada kelenjar endokrin belum jelas, namun terapi kelasi tampaknya
berguna dalam mencegah atau menunda manifestasi endokrinopati.7

22
Pada pasien ini mengalami pubertas terlambat dan perawakan pendek, sehingga
pada laporan kasus ini membahas hanya pubertas terlambat khususnya pada anak laki-
laki dan perawakan pendek.

1. Pubertas terlambat
Definisi
Usia awitan pubertas pada perempuan terjadi pada usia 8-13 tahun dan laki-laki berkisar
antara 9-14 tahun. Tanda awal pubertas pada anak perempuan adalah pertumbuhan
payudara dan pada anak laki-laki pembesaran testes. Secara umum pubertas terlambat
didefinisikan sebagai jika tidak timbulnya payudara pada usia 13 tahun pada perempuan
dan tidak terjadi pembesaran testis pada usia 14 tahun untuk anak laki-laki. Beberapa
literatur mendefinisikan pubertas terlambat secara lebih luas. Anak perempuan dikatakan
pubertas terlambat jika payudara tidak berkembang pada usia 13 tahun, waktu antara
perkembangan payudara dan menstruasi lebih dari 5 tahun atau jika menstruasi tidak
datang pada usia 16 tahun.10

Etiologi
Penyebab pubertas terlambat secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok.23,24
a. Gangguan temporer sekresi gonadotropin dan steroid seks. Gangguan ini merupakan
gangguan fungsional yang dapat terlihat pada beberapa keadaan, yang paling sering
adalah constituional delay of puberty
b. Kegagalan poros hipotalamus-hipofisis dengan defisiensi sekresi gonadotropin
(hipogonadisme hipogonadotropik). Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini
yaitu, kelainan pada susunan saraf pusat, sindrom Kalmann, sindrom Prader-Wilhi,
sindrom Laurence-Moon-Biedl, defisiensi gonadotropin fungsional (penyakit sistemik
kronis, malnutrisi, hipotiroidisme, diabetes melitus, anoreksia nervosa, dan lain-lain).
c. Kegagalan gonad primer yang mengakibatkan hilangnya kontrol umpan balik negatif
dan gonadotropin yang menunjukkan peningkatan konsentrasi gonadotropin plasma
(hipogonadisme hipergonadotropik). Kelainannya dapat berupa sindrom Klinefelter,
berbagai bentuk kegagalan testis dan ovarium primer, serta sindrom Turner.

23
Epidemiologi
Gangguan perkembangan pubertas memiliki prevalensi di atas 40% pada pasien
talassemia mayor, bahkan jika rejimen transfusi dan terapi kelasi besi dioptimalkan.
Spektrum klinisnya cukup luas, mulai dari hipogonadisme hingga pubertas terlambat.
Hipogonadisme dapat terjadi tanpa ada adanya pubertas terlambat.11
Pubertas terlambat merupakan komplikasi endokrin yang sering ditemukan pada
kasus talassemia mayor. Angka kejadiannya bervariasi tergantung dan jenis kelamin,
riwayat transfusi darah dan terapi kelasi besi yang pernah didapat, dan usia saat memulai
terapi kelasi. Di Turkei, Yesilipek mendapatkan 74,5% kasus talassemia berusia di atas
12 tahun mengalami pubertas terlambat. Para peneliti menyatakan bahwa pubertas
terlambat lebih sering terjadi pada laki-laki.9

Patogenesis
Penyebab pubertas terlambat pada talassemia mayor adalah kegagalan poros
hipotalamus-hipofisis yang mengakibatkan sekresi gonadotropin (LH dan FSH) menurun.
Akibatnya rangsangan terhadap gonad juga menurun yang mengakibatkan sekresi
hormon seks berkurang. Ada berbagai faktor yang dapat mengganggu poros hipotalamus-
hiposifis tersebut antara lain malnutrisi, derajat penyakit sistemik dan masalah-masalah
spesifik yang terdapat pada talassemia mayor seperti anemia kronis dan penimbunan
besi.9
Penimbunan besi di kelenjar hipofisis merupakan penyebab primer pubertas
terlambat pada talassemia mayor. Akibat penimbunan besi di dalam sel-sel kelenjar
hipofisis terjadi kerusakan dan kematian sel sehingga sekresi gonadotropin menurun.
Landau dan kawan-kawan mendapatkan bahwa penderita talassemia mayor yang jarang
mendapat transfusi darah dengan kadar hemoglobin berkisar antara 5,4-6,3 g/dl hanya
mengalami perkembangan pubertas yang minimal atau tidak sama sekali dibandingkan
dengan penderita yang kadar hemoglobinnya lebih tinggi.9

Penegakan Diagnosis
Pubertas terlambat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan hormonal, bone age, USG genitalia interna,
CT scan dan MRI kepala yang dilakukan atas indikasi tertentu. Pada anamnesis penting

24
ditanyakan usia saat diketahui menderita talassemia, jenis talassemia, riwayat mendapat
transfusi dan kelasi secara teratur, usia saat mulai mendapat terapi kelasi, dan pengukuran
kadar feritin. Selain itu untuk rnenyingkirkan penyebab lain dari pubertas terlambat, perlu
ditanyakan juga tentang riwayat perkembangan pubertas dalam keluarga, data
pertumbuhan sebelumnya, dan riwayat penyakit, serta perkembangan terdahulu.3
Pada pemeriksaan fisis dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan yang
tepat, penilaian organomegali, dan pemeriksaan status pubertas seperti pertumbuhan
payudara, rambut pubis dan aksila, serta ukuran panjang penis dan testis.3
Pemeriksaan laboratorium meliputi darah periter lengkap, kadar feritin serum dan
kadar hormon dalam serum yaitu LH, FSH, testosteron (pada laki-laki) dan estradiol
(pada wanita) baik basal maupun setelah pemberian GnRH, HCG, atau HMG.
Pemeriksaan radiologis tulang untuk menentukan usia tulang penting dilakukan untuk
mengetahui usia biologis dan memperkirakan saat terjadinya maturasi pubertas. Pada
perempuan pubertas seharusnya dimulai ketika usia tulang mencapai 10-11 tahun dan
12,5 tahun pada laki-laki.3

Tatalaksana
Prinsip dasar tatalaksana pubertas terlambat adalah dengan observasi atau dengan
terapi induksi pubertas. Induksi pubertas diindikasikan untuk semua kasus
hipogonadisme yang pada pemeriksaan bone age sudah menunjukan usia minimal 11-12
tahun. Tujuan dari induksi pubertas adalah untuk mencapai tanda-tanda seksual sekunder
termasuk menstruasi. Mencapai growth spurt, dan mencapai maturasi organ reproduksi
yang diperlukan untuk fertilisasi. Preparat yang digunakan untuk induksi pubertas pada
perempuan adalah estradiol dan pada laki-laki adalah testosteron. 25,26
Testosteron enantat merupakan salah satu preparat pilihan karena memiliki masa
kerja yang lama dan tidak bersifat toksis terhadap hati. Landau dkk. melaporkan bahwa
pemberian testosteron dapat meningkatkan pertumbuhan rambut pubis dan ukuran testis
secara bermakna serta menyebabkan terjadinya pacu tumbuh. Roth dkk. juga
mendapatkan bahwa pemberian testosteron dosis rendah selama 3-13 bulan pada
penderita talassemia laki-laki saat usia pubertas dapat menyebabkan terjadinya pacu
tumbuh.27 Dosis inisial testosteron enantat adalah 50-100 mg setiap 4 rninggu yang
diberikan secara intramuskular. Setelah 6-12 bulan dosis dinaikkan bertahap selama

25
kurun waktu 3-4 tahun hingga mencapai dosis pengganti dewasa yaitu 200 mg setiap 3
minggu.28 Untuk memantau terapi dilakukan pengukuran kadar testosteron serum. Satu
minggu setelah penyuntikan, kadar testosteron serum seharusnya berada pada daerah
pertengahan normal. Bila 14 hari sejak penyuntikan kadarnya rendah, interval pemberian
dapat dipersingkat.28 Pengobatan dengan testosteron dapat mengakibatkan efek samping
berupa peningkatan berat badan, akne, ginekomastia, hipertensi, edema tungkai,
gangguan fungsi hati, dan gangguan hemostasis berupa agregasi trombosit. Oleh karena
itu diperlukan pemantauan pemeriksaan fisis dan laboratorium untuk mencegah
terjadinva efek-efek samping tersebut.29,30

2. Perawakan pendek
Definisi
Perawakan pendek merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan yang berada
di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi
tersebutlaki-laki.7
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kondisi patologis atau non patologis
sehingga penting sekali seorang klinisi mengetahui bagaimana melakukan pendekatan
klinis pada kasus-kasus perawakan pendek. Perawakan pendek terbanyak adalah stunting.
Stunting dihubungkan dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin). Oleh karena
itu, perlu ditekankan bahwa stunting merupakan bagian dari perawakan pendek namun,
tidak semua perawakan pendek adalah stunting.32

Epidemiologi
Prevalensi perawakan pendek pada anak-anak dan orang dewasa dengan
talassemia sekitar 25% terlepas dari jenis talassemia dan konsentrasi serum ferritin. 20%
-30% dari pasien thalassemia memiliki kekurangan hormon pertumbuhan (GH) dan 70-
80% memiliki kadar hormon pertumbuhan (GH) puncak pada tes provokatif lebih rendah
dari anak dengan perawakan pendek konstitusional.31

Etiologi
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kelainan endokrin ataupun non endokrin. Tabel
1 merupakan etiologi dari perawakan pendek.

26
Tabel 2. Etiologi Perawakan Pendek32
Varian Normal Patologi
1) Patologis Perawakan pendek familial 1) Proposional Hormonal (BB/TB meningkat) :
(Familial short stature) Defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom
2) Constitutional Delay of Growth and Cushing, hipoparatiroid, dan lain-lain
Puberty (CDGP) 2) Non hormonal (BB/TB menurun): Malnutrisi,
penyakit infeksi kronis, psikososial dwarfism, dan
lain-lain
3) Disproporsional Kelainan skeletal seperti
akondroplasia, hipokondroplasia, rickets, osteogenesis
imperfecta, dan lain-lain
4) Dismorfik : Sindrom Turner, sindrom Prader Willi,
sindrom Noonan, sindrom Russel-Silver, sindrom
Down, dan lain-lain
5) Kelainan metabolik bawaan: Mucopolysaccharidosis
(MPS), dan lain-lain
Tabel 2. Etiologi Perawakan Pendek32
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Perawakan pendek pada anak dan remaja di Indonesia.
Dalam : Panduan praktik klinis ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: IDAI; 2007 .

Familial Short Stature (FSS), perawakan pendek disebabkan faktor keturunan.


Anak mengikuti kurva pertumbuhan pendek tetapi mempunyai kecepatan pertumbuhan
normal dan umur tulang normal; kurva pertumbuhannya sejajar dengan kurva normal dan
tinggi badan akhir sesuai dengan tinggi midparental. Pemeriksaan laboratorium,
semuanya dalam batas normal.33,34
Constitutional growth delay (CGD). Maturasi tulang terlambat dibanding usia
kronologik tetapi semuanya dalam batas normal. Dibanding teman sebaya dengan usia
kronologik sama, relatif pendek. Ketertinggalan ini paling menonjol pada masa
prapubertas, teman sebayanya sudah memasuki pubertas dan mengalami tumbuh kejar
pubertas, anak ini masih dalam kecepatan pertumbuhan prapubertas yang lambat.33,34
Hipotiroidisme, dapat menghambat pertumbuhan secara sentral dan perifer. Pada
tingkat pusat hormon tiroid merangsang ekspresi gen GH hipofisis. Pada tingkat perifer,
hormon tiroid merangsang ekspresi IGF-I kondrosit, merangsang osifikasi endokondral
dan diperlukan saat invasi vaskuler pada saat resorpsi lempeng pertumbuhan. Seperti pada
kelebihan kortisol, kegagalan pertumbuhan linier pada hipotiroidisme disertai dengan
peningkatan berat badan. Hipotiroidisme sangat penting dalam evaluasi dan pengelolaan
anak dengan perawakan pendek karena dua alasan: pertama, insiden hipotiroidisme
primer jauh lebih tinggi dibanding defisiensi GH; kedua, banyak anak dengan defisiensi
GH juga menderita disfungsi hormon hipofisis anterior lainnya, termasuk TSH.33,34

27
Etiopatogenesis defisiensi pertumbuhan pada pasien talassemia belum dijelaskan
dengan jelas, tetapi kemungkinan karena mekanisme yang bersamaan dari anemia kronis
dengan hipoksia jaringan kronis, siderosis, displasia tulang akibat toksisitas DFX,
defisiensi seng, hipotiroidisme, hipogonadisme/pubertas tertunda, dan gangguan aksis
GHRHGH-IGF-I. Semua faktor ini saling mempengaruhi dalam setiap pasein,
dipengaruhi juga oleh rejimen transfusi, usia inisiasi, dan jenis kelasi besi yang
digunakan.8
Penyebab perawakan pendek pada pasien talassemia bersifat multifaktorial, antara
lain disebabkan oleh anemia kronis, gangguan hati yang menahun, hiperslenisme dan
pemakaian obat kelasi besi deferioksamin pada usia di bawah 3 tahun dengan dosis tinggi.
Sebanyak 20-30% pasien ditemukan adanya defisiensi atau insufisiensi hormon
pertumbuhan (Growth hormone deficiency/insuficiency), sebagian lagi menunjukkan
kadar IGF1, dan IGFBP3 yang rendah, tetapi kadar GH dan GHBP normal. Hal ini
menunjukkan adanya defek pada reseptor GH atau abnormalitas setelah reseptor tersebut.
Desferoksamin (DFO) dosis tinggi yang dipakai pada pasien anak di bawah usia 3 tahun
dapat menyebabkan displasi skeletal dan retardasi pertumbuhan. Kelainan ini biasanya
muncul setelah 2-4 tahun pemakaian DFO dosis tinggi.8
Dalam beberapa penelitian, tingkat rendah protein pengikat IGF-I dan IGF3 lebih
sering pada pasien talassemia yang pendek daripada kontrol. Setidaknya 2 mekanisme
yang bersamaan atau independen berbeda dihipotesiskan untuk mekanisme tersebut yaitu
penurunan cadangan GH dengan respon normal terhadap tes generasi IGF-I dan tidak
pekanya terhadap stimulasi GH, karena perubahan reseptor GH atau cacat pasca-reseptor
atau gangguan produksi hepatosit tanpa respon terhadap tes generasi IGF-I. Beragamnya
data tentang pertumbuhan linear dan penurunan aksis GHRH-GH-IGF-I mungkin
disebabkan oleh heterogenitas kohort yang diteliti mengenai jumlah pasien, rejimen
transfusi, dan perawatan khelasi besi, serta untuk variabilitas kerentanan individu
terhadap siderosis jaringan. Yang terakhir mungkin tergantung pada faktor genetik,
meskipun hal ini masih diperdebatkan.8

Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap merupakan langkah penting dalam
mendiagnosis perawakan pendek. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk

28
mendiagnosis perawakan pendek dengan tujuan untuk mencari etiologi perawakan
pendek adalah bone age, fungsi tiroid, analisis kromosom, growth hormon.28
Anamnesis untuk evaluasi perawakan pendek yang meliputi antara lain berat dan
panjang lahir (mengetahui ada tidaknya pertumbuhan janin terhambat), pola pertumbuhan
keluarga, riwayat perkembangan pubertas dalam keluarga, riwayat penyakit kronik,
riwayat asupan nutrisi maupun penyakit nutrisi sebelumnya. Data-data antropometri yang
ada sebelumnya harus ditanyakan karena dapat menggambarkan kecepatan pertumbuhan.
Kecepatan pertumbuhan dikatakan abnormal jika kecepatan pertumbuhan pada anak usia
2-4 tahun kurang dari 5,5 cm/tahun, pada anak usia 4-6 tahun kecepatan pertumbuhan
kurang dari 5 cm/tahun dan pada anak usia > 6 tahun, kecepatan pertumbuhan dikatakan
abnormal jika kurang dari 4,5 cm/tahun. 28
Pemeriksaan fisik utama yang dilakukan adalah pemeriksaan antropometri dan
bertujuan untuk memastikan benar tidaknya perawakan anak yang diperiksa pendek serta
mencari petunjuk penyebab dari perawakan pendek tersebut. Kedua orang tua turut diukur
juga, untuk menentukan potensi tinggi genetik anak. 28
Setelah memastikan adanya perawakan pendek, pemeriksaan fisik selanjutnya
adalah menentukan ada tidaknya dismorfism serta ada tidaknya disproporsi tubuh. Ada
tidaknya stigmata suatu sindrom merupakan petunjuk penting untuk menentukan etiologi
perawakan pendek seperti pada sindrom Turner, sindrom Down dan lain-lain. Disproporsi
diketahui dengan cara mengukur rentang lengan serta rasio segmen atas dan bawah tubuh.
Disproprosi tubuh dikaitkan dengan displasia skeletal seperti achondroplasia. 28
Berikut adalah algoritma dalam mendiagnosis perawakan pendek. 29

29
Gambar 1. Pendekatan Klinis pada Perawakan Pendek 29
Sumber : Bhasin S. Bremner WJ. Clinical review: Emerging issues in androgen replacement therapy.
Clin Endocrinol Metab 1997; 82:3-8.

Terapi dan monitoring32


• Perawakan pendek variasi normal tidak memerlukan pengobatan
• Terapi perawakan pendek patologis sesuai dengan etiologi
• Terapi hormon pertumbuhan dilakukan atas konsultasi dan pengawasan ahli
endokrinologi anak
• Terapi pembedahan diperlukan pada kasus tertentu misalnya tumor intrakranial
• Terapi suportif diperlukan untuk perkembangan psikososial
• Rujukan spesialis sesuai dengan etiologi

30
ANALISIS KASUS

Penderita merupakan anak laki-laki, usia 17 tahun 10 bulan, datang dengan kelu-
han utama pucat dan perut membesar. Pasien datang telah terdiagnosis talassemia β mayor
dan AIHA. Berdasarkan Hasil analisa hemoglobin dari Jakarta didapatkan Hb A 22.9
(normal 96.4–98.2), HbA2 3.5 (normal 1.9-3.3), HbF 73.6 (normal 0) Hb S 0, Hb E 0.
Peningkatan HbA2 dan Hb F pada pasien ini dikarenakan rantai globin alfa yang ter-
bentuk tidak semua dapat berikatan dengan rantai globin beta. HbA tidak terdeteksi sama
sekali pada thalassemia β0 homozigot, sedangkan HbA masih terdeteksi sedikit pada
talassemia β+. Pada ayah pasien dilakukan pemeriksaan Analisa Hb didapatkan hasil HbF
3.7 HbA2 6.3 HbA 90.1, kesan : eritrosit mikrositik hipokrom, inklusi bodies tidak ada,
peningkatan kadar HbF dan kadar HbA2, kesimpulan lemungkinan talassemia β trait.
Peningkatan kadar HbA2 merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis karier ta-
lassemia, sehingga ayah pasien dapat dianggap karier talassemia. Pada ibu pasien tidak
dilakukan pemeriksaan, karena Ibu pasien tinggal di luar kota Palembang, dan menolak
untuk dilakukan pemeriksaan. Analisis DNA merupakan upaya diagnosis molekular ta-
lassemia, yang dilakukan pada kasus atau kondisi tertentu, seperti ketidakmampuan untuk
mengkonfirmasi hemoglobinopati dengan pemeriksaan hematologi : diagnosis talassemia
β mayor yang telah banyak menerima transfusi. Diagnosis dapat diperkuat dengan temuan
talassemia β heterozigot (pembawa sifat talassemia β) pada kedua orangtua. Pada pasien
tidak dilakukan analisa DNA karena pemeriksaan ini mahal.3
Pasien datang dengan keluhan pucat dan rutin melakukan transfusi darah sebulan
sekali. Pada talassemia β mayor, hanya 15-30% eritrosit berinti yang tidak mengalami
destruksi. Eritropoiesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit yang
mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Selain eritropoiesis yang tidak efektif,
terjadinya anemia diperberat oleh proses hemolisis. Proses hemolisis terjadi karena
eritrosis yang masuk sirkulasi perifer mengandung badan inklusi dan segera dibersihkan
oleh limpa sehingga usia eritrosit menjadi pendek. Umur eritrosit penderita talassemia
antara 10,3-39 hari.17 Hal ini yang menyebabkan pasien menjalani transfusi darah tiap
bulan.
Pada kasus ini, dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya fasies cooley,
konjungtiva anemis, ikterik, terdapat hepatosplenomegali dan akral yang pucat serta

31
terdapat clubbing finger. Pasien ini baru dibawa berobat setelah terjadi komplikasi. Hal
ini juga disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi. Keterlambatan diagnosis ini
menyebabkan terjadinya komplikasi pada penderita berupa pucat, sklera ikterik, facies
Cooley (dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar, maksila hipertrofi,
maloklusi gigi), hepatosplenomegali, perawakan pendek, pubertas terlambat, dan
hiperpigmentasi kulit. Pada pasien ditemukan adanya clubbing finger yang menandakan
tejadinya hipoksia yang lama sehingga menimbulkan anemia kronis pada pasien, sesuai
dengan riwayat penyakitnya yang sudah mengalami pucat sejak usia 11 tahun. Anemia
yang disertai dengan hepatosplenomegali dapat disebabkan oleh penghancuran eritrosit
yang berlebihan. Keadaan ini dapat disebabkan oleh suatu proses hemolisis. Anemia
hemolitik dapat disebabkan oleh proses autoimun, defek pada enzim, defek pada
membran eritrosit serta abnormalitas hemoglobin. (Level of evidence II).13,14
Pada kasus anemia dengan peningkatan retikulosit, dicurigai suatu anemia
hemolitik. Pada kasus ini didapatkan coomb test positif. Anemia hemolitik yang terjadi
pada pasien talassemia adalah anemia hemolitik tipe hangat, karena terjadi pada suhu
lebih dari 37C. Penyebab AIHA pada pasien talassemia adalah karena transfusi berulang
dan karena adanya infeksi. Pada pasien ini pernah mendapat transfusi sebelumnya,
sehingga kemungkinan penyebab AIHA pada pasien ini adalah karena transfusi berulang.
17,19,20,21

Pasien dengan AIHA di transfusi dengan washed erythrocyte (WE). Produk ini
memberikan beberapa keuntungan antara lain dapat menghilangkan leukosit 50-95% dan
eritrosit 15%. Komponen darah WE dapat mengurangi risiko terjadinya reaksi alergi, dan
mencegah reaksi anafilaksis pada defisiensi IgA.3 Penderita diberikan kelasi besi untuk
mencegah penumpukan besi akibat transfusi atau karena talassemianya sendiri. Pem-
berian kelasi besi dimulai bila kadar feritin serum darah sudah mencapai 1000 ng/mL,
atau saturasi transferin >70%, atau apabila transfusi sudah diberikan sebanyak 10-20 kali
atau sekitar 3-5 liter. (Level of evidence IIIa. Pada pasien ini telah terjadi peningkatan
ferritin, sehingga diberikan kelasi besi. Teradap 2 jenis kelasi besi yang ada di RSMH
yaitu deferipron, dan deferasiroks. Deferipron merupakan kelator oral yang telah banyak
digunakan di dunia. Dosis yang diberikan adalah 75-100 mg/kg per hari, dibagi dalam 3
dosis, diberikan per oral sesudah makan.3 Pada pasien ini dberikan juga asam folat dan
vitamin E. Sebuah penelitian menyebutkan asam folat hanya diberikan pada pasien bila

32
kadar Hb pratransfusinya <9 g/dL. Stres oksidatif dan defisiensi anti-oksidan umum ter-
jadi pada talassemia walaupun tanpa kondisi kelebihan besi. Rendahnya kadar enzim su-
peroksid dismutase (SOD) yang berperan untuk mengatasi stres oksidatif dan tingginya
radikal oksigen bebas dapat mengurangi kadar vitamin E pada pasien talassemia. Vitamin
E berperan untuk mengurangi aktifitas platelet dan mengurangi stres oksidatif. Vitamin
E dapat pula melindungi membran eritrosit sehingga tidak mudah lisis dan secara ber-
makna meningkatkan kadar Hb. Pengobatan terhadap AIHA yang dapat diberikan adalah
kortikosteroid, gamaglobulin secara intravena, transfusi darah maupun transfusi tukar
serta splenektomi(Level of evidence II). Pada kasus ini diberikan terapi kortikosteroid
karena pasien dengan AIHA mempunyai respon yang baik terhadap pemberian kortiko-
steroid dengan dosis 2-10 mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai
peningkatan kadar hemoglobin maka dosis kortikosteroid diturunkan secara ber-
tahap.3,20,21
Permasalahan lain pada pasien ini adalah adanya pubertas terlambat. Penderita
ini laki-laki usia 17 tahun 10 bulan belum ditemukan tanda-tanda seksual sekunder, pada
pemeriksaan fisik didapatkan status pubertas P1G1. Hal ini mendukung suatu diagnosis
pubertas terlambat. Pada pasien dengan talassemia yang tergantung transfusi, pubertas
terlambat dan hipogonadisme dapat terjadi akibat deposisi besi dalam sel hipotalamus-
hipofisis, gonad, atau keduanya. Ketika kadar gonadotropin pada pasien talassemia yang
disertai pubertas terlambat dibandingkan dengan kelompok constitutional delayed
puberty, tidak ada perbedaan yang signifikan di tingkat hormonal basal, tetapi respons
terhadap pemberian GnRHa sangat rendah pada kelompok talassemia β yang pubertas
terlambat (P .0001).
Telah dilaporkan bahwa faktor utama untuk keterlambatan atau gagal pubertas
pada anak laki-laki talassemia β adalah efek dari zat besi yang membebani kelenjar
hipofisis dan kelenjar gonad. Hipofisis anterior sangat sensitif terhadap efek toksik
radikal hidroksil bebas, dan paparan pada anak usia dini menyebabkan kerusakan
hipofisis. Peneliti lain menunjukkan atrofi kelenjar hipofisis pada pemeriksaan MRI anak
talassemia β dengan hemochromatosis dan pengurangan intensitas sinyal di lobus anterior
kelenjar hipofisis berkorelasi dengan kadar feritin dan keparahan disfungsi hipofisis.
Lebih jauh, bahkan sejumlah kecil endapan besi di dalam kelenjar bisa mengganggu
fungsinya. Pada talassemia mayor terjadi penimbunan besi yang merupakan hasil

33
kombinasi antara transfusi darah berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena
eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis. Pemberian transfusi
darah secara teratur menurunkan absorpsi besi secara bermakna tetapi menyebabkan
penimbunan besi di dalam sistem retikuloendotelial. Penimbunan besi juga terjadi pada
organ-organ lain termasuk kelenjar endokrin. Setiap unit suspensi sel darah merah (200
ml) mengandung 200 mg besi.9,32 Pada pasien ini dapat disebabkan karena penimbunan
zat besi, dikarenakan terdapat riwayat transfusi yang tidak teratur dan telah menjalankan
transfusi sebekitar 28 kali yang bisa menyebabkan penimbunan zat besi. Kelenjar
hipofisis ternyata sangat sensitif terhadap radikal bebas dan paparan terhadap radikal
bebas ini pada masa kanak-kanak dini dapat menyebahkan kerusakan pada kelenjar
tersebut. Pemeriksaan histologis kelenjar hipofisis pada penderita talassemia mayor saat
diautopsi menunjukkan bahwa pada kelenjar hipofisis selain hemosiderosis derajat ringan
sampai sedang juga terjadi fibrosis dan penurunan jumlah sel. Sedangkan pada
pemeriksaan MRI penderita talassemia mayor dengan pubertas terlambat didapatkan
adanya sel yang kosong pada beberapa penderita, ukuran kelenjar hipofisis yang sangat
mengecil, tangkai hipofisis yang menipis, dan bukti adanya deposit besi pada kelenjar
hipofisis.34
Pemeriksaan hormonal penting untuk mengetahui fungsi poros hipotalamus-
hipofisis-gonad pada penderita talassemia mayor. Untuk membedakan antara gangguan
fungsi hipotalamus dan hipofisis, Penelitian yang dilakukan oleh Kletzky dkk didapatkan
pada penderita talassemia yang mengalami pubertas terlambat dengan memberikan
priming GnRH eksogen selama 7 hari yang diikuti tes stimulasi GnRH, ternyata kadar
basal LH dan FSH serta respons LH dan FSH terhadap stimulasi GnRH akut dan kronik
rendah, ini menunjukkan bahwa terdapat kelainan hipofisis primer serta tidak adanya
cadangan gonadotropin pada hipofisis. Peneliti-peneliti lain juga mendapatkan bahwa
disfungsi gonadotropin hipofisis merupakan penyebab utama pubertas terlambat pada
talassemia mayor.9 Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tes stimulasi GnRH,,
karena harga yang mahal dan tidak ditanggung asuransi kesehatan.
Prinsip dasar tatalaksana pubertas terlambat adalah dengan observasi atau
memberikan terapi substitusi steroid seks. Penderita ini berdasarkan usia kronologis
berusia 17 tahun 10 bulan, dan berdasarkan bone age berusia sekitar 9-10 tahun, dan
tanda osteoporosis belum bisa dibuktikan, sehingga pada penderita ini diindikasikan

34
untuk dilakukan induksi pubertas. Metode induksi pubertas diberikan dengan cara meniru
proses fisiologis pubertas normal, yaitu dengan dosis kecil dan dinaikan secara perlahan-
lahan dan diberikan selama 2-3 tahun, sesuai dengan fisiologi pubertas normal yang
berlangsung sekitar 2-3 tahun. Dosis inisial testosteron enantat adalah 50-100 mg setiap
4 rninggu yang diberikan secara intramuskular. Setelah 6-12 bulan dosis dinaikkan
bertahap selama kurun waktu 3-4 tahun hingga mencapai dosis pengganti dewasa yaitu
200 mg setiap 3 minggu. Dengan terapi induksi pubertas, penderita akan mengalami
growth spurt dan pada akhirnya tinggi akhir penderita akan mencapai predileksi tinggi
akhir. Selama pemberian terapi substitusi steroid seks perlu dilakukan monitoring.
Monitoring yang dilakukan setiap 6 bulan sekali dilakukan untuk memantau height
velocity, status pubertas dan tekanan darah. Pemantauan bone age, USG genitalia interna,
profil lipid dilakukan setiap 12 bulan sekali.29,30
Permasalahan lain pada kasus ini adalah perawakan pendek. Pada kasus ini
penting ditentukan apakah perawakan pendek berkaitan dengan pubertas terlambat atau
merupakan kasus tersendiri yang disebabkan oleh etiologi lain. Evaluasi diagnostik untuk
mencari etiologi perawakan pendek dilakukan sesuai dengan algoritma diagnosis
perawakan pendek, yaitu yang pertama dengan membuat kurva pertumbuhan. Jika anak
pendek tapi masih dalam rentang tinggi badan midparental disertai dengan kecepatan
pertumbuhan yang normal maka anak di diagnosa sebagai perawakan pendek familial dan
tidak perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pasien ini tinggi badan midparietal
155.5 cm – 172.5 cm, sehingga diagnosis perawakan pendek familial disingkirkan.
Sebagian besar endokrinopati dan penyakit sistemik yang mengganggu
pertumbuhan biasanya menyebabkan keterlambatan umur tulang. Jika umur tulang
terlambat masih dalam rentang 2 SD dan perkiraan tinggi badan dewasa sesuai dengan
tinggi badan midparental, maka anak lebih cenderung menderita terlambat tumbuh
konstitusional. Pada pasien ini, berdasarkan bone age dengan perhitungan menurut tabel
predileksi tinggi akhir dari Grenlich & Pyle diperoleh predileksi tinggi akhir:36 (0.98 x
138) + (-0.1 x 17.5) + (-0.7 x 8) + 19 = 146 cm dan tinggi badan midparietal 155.5 cm –
172.5 cm. Berdasarkan hal tersebut constitusional delayed of growth bisa disingkirkan.
Kecepatan pertumbuhan yang normal menunjukkan bahwa tidak ada proses
penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan linier anak. Kecepatan pertumbuhan pada
penderita ini dapat di ukur, data diperoleh data tinggi badan sebelumnya yaitu 132 cm

35
saat penderita pertama kali di rawat dirawat yaitu bulan Februari 2018. Tinggi badap
apsien saat ini 139 cm. Sehingga kecepatan pertumbuhan pasien ini dapat dikatakan
normal. Hal selanjutnya yang kita lakukan adalah menentukan proporsional atau
disproporsional tubuh melalui rasio proporsi segmen atas dan segmen bawah serta
pemeriksaan rentang lengan. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan tubuh penderita
tergolong proporsional. Jika didapatkan proporsi tubuh proporsional langkah selanjutnya
adalah melihat rasio BB/TB. Jika rasio BB/TB meningkat, kemungkinan etiologi
perawakan pendek adalah kelainan endokrin seperti defisiensi growth hormon, hipotiroid.
Beberapa studi melaporkan prevalensi hipotiroidisme pada talasemia β mayor, pada
penelitian ini dijumpai hubungan yang signifikan antara perawakan pendek dengan
hipotiroid. Hormon tiroid berperan penting dalam maturasi tulang, mempengaruhi sekresi
GH, mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan meningkatkan sekresi IGF-I, serta
memacu maturasi kondrosit. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan hormon tiroid, dan
dipatkan hasil normol. Sehingga perawakan pendek akibat hipotiroid dapat disingkirkan.9
Jika rasio BB/TB normal maka kemungkinan etiologi perawakan pendek pada
penderita ini adalah malnutrisi atau penyakit kronis dapat disingkirkan. Rasio BB/TB
pada penderita ini meningkat, sehingga kemungkinan etiologi perawakan pendek pada
penderita ini adalah defisiensi growth hormon. Pemeriksaan GH dapat dilakukan untuk
mencari diagnosis pasti penyebab gangguan pertumbuhan pada pasien ini, tetapi pada
pasien tidak dilakukan karena harga yang mahal. Bila dijumpai defisiensi GH harus
32,33,34
segera dilakukan uji stimulasi GH untuk memastikan adanya defisiensi GH.
Etiopatogenesis defisiensi hormon pertumbuhan pada pasien talassemia belum dijelaskan
dengan jelas, tetapi kemungkinan karena mekanisme yang bersamaan dari anemia kronis
dengan hipoksia jaringan kronis, siderosis, hipogonadisme/pubertas tertunda, dan
gangguan aksis GHRHGH-IGF-I. Semua faktor ini saling mempengaruhi dalam setiap
pasein.8Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan GH, selain itu dilakukan
pemeriksaan IGF-I dan IGFBP-3, tetapi pemeriksaan ini tidak tersedia di RSMH.
Terapi pengganti hormon dipertimbangkan sesuai dengan defisiensi hormon yang
ada. Pubertas terlambat dan hipogonadisme dapat diterapi dengan menggunakan hormon
pengganti. Defisiensi growth hormone (GH) di tata laksana dengan menggunakan GH
rekombinan. Pubertas terlambat ditatalaksana dengan penggantian hormon seks sekunder
yaitu dengan pemberian hormon testosteron untuk anak lelaki dan estrogen untuk anak

36
perempuan, namun kapan waktu memulai terapi hormon ini masih kontroversial karena
anak dengan pubertas terlambat masih berpotensi untuk tumbuh, sedangkan terapi
hormon dapat menyebabkan fusi epifisial prematur (premature epiphyseal fusion).
Penggunaan hormon pertumbuhan pada perawakan pendek dapat dipertimbangan dengan
sebelumnya melakukan pemeriksaan tes stimulasi hormon pertumbuhan. Pemberian
induksi testosteron diharapkan penderita dapat mencapai tinggi akhir maksimalnya. Ini
memberikan pengaruh psikologis pada pasien, walaupun tidak bisa mencapai tinggi yang
sesuai dengan usianya,namun dengan tercapainya tinggi akhir maksimal memberikan
kepercayaan diri pada pasien.
Pada talassemia terjadi proses hemolisis sehingga terjadi anemia kronis yang
mengakibatnya hipoksia jaringan. Hipoksia kronis menyebabkan gangguan penggunaan
nutrien pada tingkat sel, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan. Nutrisi yang optimal
sangat penting untuk kasus talassemia sebagai modalitas dalam pengobatan jangka
panjang dan untuk mencegah gangguan gizi, gangguan pertumbuhan, perkembangan
pubertas terlambat, dan defisiensi imun yang mungkin berhubungan dengan malnutrisi
sekunder. Asupan nutrisi yang seimbang, mengandung vitamin, serta pemberian
suplemen kalsium dan vitamin D yang adekuat, dapat meningkatkan densitas tulang dan
mencegah osteoporosis, namun pasien talassemia harus menghindari makanan dengan
kandungan besi tinggi terutama yang berasal dari daging (haem-iron).3
Pasien dirujuk untuk dilakukan tindakan splenektomi dan dikonsulkan ke divisi
hematoonkologi anak. Splenomegali pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh
transfusi yang inadekuat, maka perlu dilakukan transfusi yang adekuat terlebih dahulu
(Hb pretransfusi 10 g/dL dengan Hb pascatransfusi 13 g/dL) dan disertai dengan kelasi
besi yang adekuat selama 6-12 bulan, kemudian baru diputuskan apakah akan tetap men-
jalani splenektomi atau tidak. Pada kondisi tersebut ukuran limpa dapat mengecil dengan
transfusi darah adekuat dan kelasi besi yang intensif selama beberapa bulan kemudian
dilakukan evaluasi ulang apakah tindakan splenektomi dapat dihindari. Mengingat risiko
komplikasi splenektomi yang berat seperti sepsis, maka splenektomi sedapat mungkin
dihindari dan hanya dilakukan dengan indikasi yang kuat.3
Pada kunjunagn kedua, didapatkan volume testis yang bertambah sekita 2 mm
dari bulan lalu setelah pemberian testosterone 300 mg pertama kali. Pubertas terlambat
pada pasien ini kemungkinan Constitutional delayed of puberty. Maka pemberian

37
testosterone pada pasien ini dilanjutkan. Pemberian testosterone tetap diberikan
mengingat usia pasien sudah 17 tahun sehingga akan membuat pasien lebih percaya diri.
Perawakan pendek pada pasien ini seharusnya dilakukan pemeriksaan GH dapat
dilakukan untuk mencari diagnosis pasti penyebab gangguan pertumbuhan pada pasien
ini, tetapi pada pasien tidak dilakukan karena harga yang mahal dan tidak ada di RSMH.
Bila dijumpai defisiensi GH harus segera dilakukan uji stimulasi GH untuk memastikan
adanya defisiensi GH. Pada pasien ini, berdasarkan bone age dengan perhitungan menurut
tabel predileksi tinggi akhir dari Grenlich & Pyle pada anak sehingga diperoleh predileksi
tinggi akhir 146 cm. Dengan pemberian transfusi darah secara teratur dan induksi
pubertas diharapkan tercapai tinggi akhir dari pasien ini.
Prognosis pasien ini quo ad vitam dubia ad malam, quo ad functionam dubia ad
malam. Karena pada pasien ini sudah terjadi anemia kronis yang telah menyebabkan
berbagai gangguan organ. Pendekatan psikologik diperlukan pada kasus yang mengalami
gangguan psikologik. Dukungan psikologik diperlukan untuk meningkatan kepercayaan
diri. Orang tua juga harus diberikan dukungan psikologik, serta hubungan orang tua anak
harus lebih ditingkatkan

38
PENUTUP
Terima kasih saya ucapkan kepada Kepala Bagian IKA FK UNSRI, Ketua Program Studi
IKA, terutama Supervisor Subbagian Hemato-Onkologi Dr. Dian Puspita Sari,
Sp.A(K).MKes dan Supervisor Subbagian Endokrinologi, Dr. Aditiawati, SpA(K) yang
telah banyak membimbing dan memberikan kesempatan kepada saya untuk mengajukan
laporan kasus ini.

39
DIAGRAM TUMBUH KEMBANG
An TA/Lk/17 tahun 10 bulan
dengan Talassemia B Mayor + AIHA + Pubertas Terlambat + Perawakan Pendek

Lingkungan Makro
 Perlakuan
sesuai gender
Mini Meso
anak
Mikro  Ayah: 45 tahun, tamat  Lingkungan tetangga
 Sistem
 Ibu, 40 tahun, IRT, SMA, pedagang harmonis
 Tinggal di rumah  TPA/Sekolah 1km rujukan BPJS
tamat SMA,ibu rumah
tangga, ASI s.d 2tahun, sendiri  Bidan: ± 500 m
imunisasi dasar  Keluarga harmonis  PKM terdekat: ± 2 km
lengkap terdapat 2 dokter umum
dan 1 dokter gigi
 RS terdekat 10 km

Kebutuhan dasar
Asuh Asih Asah
Cukup Cukup Cukup

TUMBUH KEMBANG
An TA/Lk/17 tahun 10 bulan  Sosial ekonomi kurang
 Hieginisasi dan sani-
tasi cukup
Neonatus  Imunisasi dasar
lengkap
Tata laksana holistik  Lingkungan men-
- Transfusi PRC R/kehamilan dan kelahiran dukung
- Kelasi Besi pertumbuhan BB dan
- Suplemen perkembangan dalam batas
- Induksi Pubertas normal

Anak

Pertumbuhan (BB) tidak optimal


Perkembangan optimal

Genetik – Heredokonstitusional

Diagram1. Diagram tumbuh kembang pasien

40
An TA/Lk/17 tahun 10 bulan

41

Anda mungkin juga menyukai